Oleh :
RAFIATUL MUNIRA
NIM. 11308505210098
SINGKAWANG
2023
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Puji syukur kita ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat dan
hidayahnya penulis diberi Kesehatan dan kesempatan untuk dapat menyelesaikan
tugas Proposal Penelitian ini. Sholawat dan salam kita sampaikan atas kehadirat
Nabi Besar Muhammad SAW, karena berkat perjuangan beliau kita telah terlepas
dari zaman zahiliyah dan telah sampai pada zaman yang penuh dengan
pengetahuan, teknologi dan seni ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………...………………………………………i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..iii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………...1
A. Latar Belakang…………………………………………………………...1
B. Masalah Penelitian……………………………………………………….5
C. Tujuan Penelitian………………………………………………………....5
D. Manfaat Penelitian………………………………………………………..5
E. Variabel Penelitian……………………………………………………….6
A. Kajian Teori…………………………………………………………….7
1. Model Pembelajaran Kolaboratif…………………………………...7
2. Kemampuan Berpikir Kreatif……………………………………...13
3. Pembelajaran IPA Materi Rangkaian Listrik………………………16
B. Kajian Penelitian Yang Relevan……………………………………….17
C. Kerangka Pikir………………………………………………………...19
D. Hipotesis penelitian……………………………………………………22
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...34
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia dan telah menjadi salah satu tolak ukur kemajuan suatu
bangsa. Pendidikan dilaksanakan dengan maksud untuk membekali setiap
warga negara dengan keterampilan, pengetahuan dan wawasan sehingga
dapat mengembangkan potensinya. Dengan dilaksanakannya Pendidikan,
setiap warga negara Indonesia diharapkan mampu dapat bersaing pada era
globalisasi ini dan ikut serta dalam proses pembangunan bangsa sehingga
tidak kalah dari negara lain. Hal tersebut dapat tercapai apabila
penyelenggaraaan Pendidikan dilaksanakan dengan baik dan maksimal.
Guna untuk mencapai pendiidkan yang maksimal, proses
pembelajaran dapat berlangsung sesuai dengan standar proses. Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses
menyatakan beberapa prinsip pembelajaran diantaranya adalah (1) dari
siswa diberi tahu menjadi siswa yang mencari tahu; (2) dari guru sebagai
satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis berbagai sumber; (3)
pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan
(ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun kurso)
dan mengembangkan kreativitas siswa selama proses pembelajaran (tut
wuri handayani); (4) pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa
saja adalah guru dan siapa saja adalah siswa, serta di mana saja adalah
kelas(Larasanti dan Prihatnani, 2021: 271). Meskipun prinsip tersebut sudah
menjadi bagian kurikulum sekarang, tetapi belum semua proses
pembelajaran telah menerapkan prinsip-prinsip tersebut secara optimal.
Perkembangan kurikulum di Indonesia saat ini sudah mengarah
pada kemampuan berpikir tingkat tinggi, dimana siswa harus bisa
menyelesaikan masalah secara tepat dalam kemampuan berpikir kreatif.
Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh perkembangan pola pikir global
yang berupaya menghasilkan manusia yang professional dan mampu
menyelesaikan suatu permasalahan dengan ringkas, dan bermakna. Apalagi
sekolah sekarang banyak yang masih menerapkan sistem kurikulum 2013
yang bertitik fokus pada pemahaman, skill, dan pendidikan berkarakter. Hal
ini diharapkan dapat mampu untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kreatif siswa.
2
mampu menggunakan berpikir kreatifnya dalam merangkai rangkaian seri
dan parallel. Tentunya fasilitas yang diberikan guru haruslah sangat
mendukung untuk mengasah kemampuan tersebut. Jika hanya
menggunakan metode konvensional saja, siswa cenderung akan bosan dan
lebih pasif bahkan siswa bisa sukar memahami materi.
Berdasarkan hasil observasi di SDN 12 Singkawang ternyata hasil
ulangan siswa masih 60 % dibawah KKM dengan KKM 80. Hal ini
didukung juga dengan hasil prariset tentang kemampuan berpikir kreatif
siswa dengan pertanyaan (1) apakah kamu mengetahui tentang rangkaian
seri dan parallel, (2) bagaimana merangkai rangkaian seri dan parallel
menurut pemahaman anda. Ternyata banyak siswa yang kesulitan dalam
materi rangkaian listrik dan kurang bisa berpikir kreatif untuk menjawab
permasalahan diatas. Penulis juga melakukan wawancara kepada guru mata
pelajaran yang mengajar untuk mengetahui model pembelajaran yang
digunakan, ternyata model pembelajaran yang digunakan masih
menggunakan model pembelajaran yang konvensional dan monoton. Hal ini
akan berdampak pada respon siswa saat pembelajaran berlangsung.
Hal tersebut diperkuat oleh penelitian terdahulu, dimana
penggunaan model pembelajaran sangatlah berpengaruh. Smarabawa et al.,
(2013) menyatakan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan
judul “Pengaruh Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat
Terhadap Pemahaman Konsep dan Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa”
terdapat perbedaan yang kemampuan berpikir kreatif siswa yang
menggunakan model pembelajaran sains teknologi masyarakat. Hal tersebut
sangat jelas bahwa penggunaan model menjadi pengaruh terhadap
kemampuan berpikir kreatif siswa. Guru yang menggunakan model
pembelajaran yang konvensional akan cenderung berpusat pada dirinya
sendiri dan tidak memperhatikan kemampuan siswa seperti yang terjadi di
SDN 12 Singkawang. . Dalam pembelajaran guru tidak cukup menggunakan
satu model dan metode saja, namun perlu mencoba berbagai model dan
metode yang sesuai dengan materi pembelajaran.
3
Salah satu cara menangani permasalahan di atas adalah dengan
menggunakan model pembelajaran yang tidak kaku dan mononton, salah
satunya yaitu model pembelajaran kolaboratif. Hal ini sependapat dengan
penelitian Khorunisa (2018) bahwa pembelajaran kolaboratif dalam konteks
pendidikan dipuji secara luas sebagai praktik yang mampu mengembangkan
dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Jadi dapat disimpulkan
dengan penerapan pembelajaran kolaboratif mampu meningkatkan
kemampuan berpikir kreatif siswa. Apalagi didalam model pembelajaran
kolaboratif ini siswa dapat berkerja sama dengan teman sebaya ataupun
guru untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang ada secara kreatif.
Dalam model pembelajaran kolaboratif ini juga dapat merangsang respon
siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Painitz dalam Suryani (2016) menjelaskan bahwa pembelajaran
kolaboratif adalah suatu filsafat personal, bukan sekadar teknik
pembelajaran di kelas. Menurutnya, kolaborasi adalah filsafat interaksi dan
gaya hidup yang menjadikan kerja sama sebagai suatu struktur interaksi
yang dirancang sedemikian rupa guna memudahkan usaha kolektif untuk
mencapai tujuan bersama. Pada segala situasi, ketika sejumlah orang berada
dalam suatu kelompok, kolaborasi merupakan suatu cara untuk
berhubungan dengan saling menghormati dan menghargai kemampuan dan
sumbangan setiap anggota kelompok. Pokok pikiran yang mendasari
pembelajaran kolaboratif adalah konsensus yang terbina melalui kerja sama
di antara anggota kelompok sebagai lawan dari kompetisi yang
mengutamakan keunggulan individu.
Berdasarkan uraian diatas, penulis berusaha untuk menerapkan
model pembelajaran yang berbeda dalam penyampaian materi rangkaian
listrik melalui sebuah penelitian yang berjudul “Penerapan Model
Pembelajaran Kolaboratif Terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa
Sekolah Dasar Materi Rangkaian Listrik”
4
2. Masalah Penelitian
a. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas,
terdapat beberapa masalah, yaitu :
1. Kurangnya keaktifan belajar peserta didik dalam mengikuti
pembelajaran IPA
2. Rendahnya hasil belajar peserta didik pembelajaran IPA
b. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas,
masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan yaitu,
1. Apakah terdapat peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa
dengan menerapkan model kolaboratif daripada model
pembelajaran yang diterapkan sekolah.?
2. Apakah kemampuan berpikir kreatif siswa yang mendapat model
pembelajaran kolaboratif memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal?
3. Bagaimanakah respon siswa terhadap proses pembelajaran
kolaboratf?
3. Tujuan Peneltian
Adapun tujuan dari penelitian ini, sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Apakah terdapat peningkatan kemampuan berpikir
kreatif siswa dengan menerapkan model kolaboratif daripada model
pembelajaran yang diterapkan sekolah.
2. Untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswa yang mendapat
model pembelajaran kolaboratif memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal.
3. Untuk mengetahui respon siswa terhadap proses pembelajaran
kolaboratif.
4. Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dapat memberikan referensi kepada peneliti selanjutnya bahwa
penggunaan model pembelajaran terhadap hasil belajar sangat menarik
untuk dikaji.
5
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat diharapkan dapat dimanfaatkan untuk dijadikan
bahan pertimbangan bahwa model pembelajaran sangatlah membantu
hasil belajar siswa
5. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhiatau yang
menjadi sebab perubahannya dan timbulnya variabel terikat atau
dependen (Sugiyono, 2013). Yang menjadi variabel bebas dalam
penelitian ini yaitu model pembelajaran kolaboratif.
2. Variabel Terikat
Varibel terikat merupakan variabel yang menjadi pusat utama
perhatian penelitian. Menurut Sugiyono (2013) varibel ini sering
disebut variabel variabel output. Variabel terikat adalah variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas.
Yang menjadi variabel terikat dalam penelitian ini yaitu kemampuan
berpikir kreatif siswa.
6
7
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. KAJIAN TEORI
(1) Model Pembelajaran Kolaboratif
a. Pengertian Pembelajaran Kolaboratif
Kolaborasi nampaknya sudah menjadi kata serapan, yang terambil dari
Bahasa Inggris collaboration, yang sering diartikan sebagai
kerjasama. Namun ada kata lain dalam Bahasa Inggris yang juga
diartikan sebagai kerjasama, yaitu cooperation (kooperasi). Menurut
para ahli ada sedikit perbedaan makna antara collaboration dan
cooperation. Sebagaimana dilansir dalam portal ibe.unesco dikatakan,
Sometimes cooperative and collaborative learning are used
interchangeably but cooperative work usually involves dividing work
among the team members, whilst collaborative work means all the
team members tackle the problems together in a coordinated effort.
Walaupun istilah kolaborasi dan kooperasi sering digunakan secara
bergantian, namun pada kooperasi terdapat pembagian tugas yang jelas
antar anggota (team), sedangkan pada kolaborasi seluruh anggota team
lebur menyelesaikan pekerjaan bersama.
Keterampilan kolaborasi menjadi salah satu dari 4 keterampilan abad
21 yang dirumuskan UNESCO, yang dikenal dengan sebutan 4C, yaitu
mencakup; critical thinking, communication, creativity, dan
collaboration. Masih menurut portal ib.unesco, collaborative learning
is a relationship among learners that fosters positive interdependence,
individual accountability, and interpersonal skills. Jadi pembelajaran
kolaborasi merupakan suatu hubungan antar siswa yang
menumbuhkan sikap saling ketergantungan secara positif,
menunjukkan sikap taggungjawab setiap individu, serta keterampilan
komunikasi interpersonal. Pembelajaran kolaboratif merupakan
sebuah proses di mana peserta didik pada berbagai tingkat
kemampuan (kinerja) bekerja sama dalam kelompok kecil menuju
tujuan bersama.
Menurut Panitz dalam Apriono (2013) disebut dengan
collaborative learning, yakni suatu metode dalam pembelajaran yang
melibatkan beberapa peserta didik secara bersama-sama tergabung
dalam kelompok yang mengakui adanya perbedaan kemampuan dan
sumbangan pemikiran tiap-tiap individu. Ditambahkan oleh Smith &
MacGregor dalam MacGregor dalam Apriono (2013), pembelajaran
kolaboratif membangun kapasitas untuk mentoleransi atau
menyelesaikan perbedaan dan membangun pendapat dalam sebuah
kelompok. Model kolaboratif dapat digambarkan sebagai berikut.
Ketika terjadi kolaborasi, semua peserta didik aktif. Mereka saling
berkomunikasi secara alami.
Untuk memudahkan pemahaman, kolaborasi dapat diklasifikasi
sekurang-kurangnya pada tiga ranah, yakni; kolaborasi sebagai
kompetensi, kolaborasi sebagai aksi atau implementasi, dan kolaborasi
sebagai model pembelajaran. Sebagai kompetensi, kolaborasi
termasuk salah satu dari empat keterampilan abad 21 yang disarankan
oleh UNESCO. Kurikulum bukan hanya untuk siswa, kompetensi
kolaborasi juga merupakan salah satu kompetensi TIK bagi guru,
bahkan pada level kompetensi TIK, berbagi dan berkolaborasi
menempati level tertinggi.
Pada ranah aksi atau implementasi, kolaborasi merupakan suatu
bentuk kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Kolaborasi dalam
tataran ini, bisa terjadi antar guru, antar sekolah, ataupun antar
lembaga. Sedangkan kolaborasi sebagai model pembelajaran
merupakan suatu upaya dari guru ataupun para pendidik untuk
meniongkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran, sebagai suatu
strategi pemecahan masalah pembelajaran dan mencapai tujuan
pembelajaran secara optimal.
8
b. Kelebihan dan Kelemahan Kolaboratif
Menurut Hill dalam Suryani (2016) ada beberapa keunggulan
pembelajaran kolaborasi, antara lain berkenaan dengan
(1) prestasi belajar lebih tinggi,
(2) pemahaman lebih mendalam,
(3) mengembangkan keterampilan kepemimpinan,
(4) meningkatkan sikap positif,
(5) meningkatkan harga diri,
(6) belajar secara inklusif,
(7) merasa saling memiliki, dan
(8) mengembangkan keterampilan masa depan.
Selain memiliki kelebihan dalam proses pembelajaran, metode
kolaboratif juga memiliki kelemahan. Menurut Wasilah dalam
Wahyuni & Hasnah (2017) Beberapa kelemahan dari metode
kolaborasi sebagai berikut :
(1) Memerlukan pengawasan yang baik dari guru, karena jika tidak
dilakukan pengawasan yang baik, maka proses kolaboratif tidak
akan efektif.
(2) Ada kecenderungan untuk saling mencontoh pekerjaan orang lain.
(3) Memakan waktu yang cukup lama, karena itu harus dilakukan
dengan penuh kesabaran.
(4) Sulitnya mendapatkan teman yang dapat bekerjasama.
12
Bentuk pembelajaran ini merupakan kombinasi antara
pembelajaran kooperatif/ kolaboratif dengan pembelajaran
individual. Secara bertahap, setiap anggota kelompok diberi soal-
soal yang harus mereka kerjakan sendiri terlebih dulu. Setelah itu
dilaksanakan penilaian bersama-sama dalam kelompok. Jika soal
tahap pertama telah diselesaikan dengan benar, setiap siswa
mengerjakan soalsoal tahap berikutnya. Namun jika seorang siswa
belum dapat menyelesaikan soal tahap pertama dengan benar, ia
harus menyelesaikan soal lain pada tahap yang sama. Setiap
tahapan soal disusun berdasarkan tingkat kesukaran soal. Penilaian
didasarkan pada hasil belajar individual maupun kelompok.
(9) Cooperative Learning Stuctures (CLS)
Dalam pembelajaran ini setiap kelompok dibentuk dengan
anggota dua siswa (berpasangan). Seorang siswa bertindak sebagai
tutor dan yang lain menjadi tutee. Tutor mengajukan pertanyaan
yang harus dijawab oleh tutee. Bila jawaban tutee benar, ia
memperoleh poin atau skor yang telah ditetapkan terlebih dulu.
Dalam selang waktu yang juga telah ditetapkan sebelumnya, kedua
siswa yang saling berpasangan itu berganti peran.
(10) Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC).
Model pembelajaran ini mirip dengan TAI. Sesuai namanya,
model pembelajaran ini menekankan pembelajaran membaca,
menulis dan tata bahasa. Dalam pembelajaran ini, para siswa saling
menilai kemampuan membaca, menulis dan tata bahasa, baik
secara tertulis maupun lisan di dalam kelompoknya.
20
Gambar 2.1
Kerangka Berfikir
Kondisi Awal
Wawancara Angket
K. Kontrol K. Eksperimen
Pretes
Pretes
t
t
1. Terdapat peningkatan
Konvensional kemampuan berpikir
kreatif siswa. Kolaboratif
2. Kemampuan berpikir
kreatif siswa mencapai
kriteria ketuntasan
maksimal.
3. Meningkatnya respon
siswa pada proses
pembelajaran.
21
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah kesimpulan sementara yang harus dibuktikan
kebenarannya atau dapat dikatakan sesuai dengan hubungan antara dua
variabel. Dalam hipotesis ini juga ialah jawaban sementara terhadap
rumusan masalah peneliti, dimana rumusan masalah penelitian telah
dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Adapun hipotesis yang
penulis gunakan adalah :
1. 𝐻𝑂1 : 𝜇1 = 𝜇2
Tidak ada peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa sekolah dasar
dalam pembelajaran Rangkaian Listrik.
𝐻𝑎 1 : 𝜇1 ≠ 𝜇2
Ada peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa sekolah dasar dalam
pembelajaran Rangkaian Listrik.
2. 𝐻𝑂2 : 𝜇1 = 𝜇2
Kemampuan berpikir kreatif siswa tidak mencapai kriteria ketentuan
minimal.
𝐻𝑎 2 : 𝜇1 ≠ 𝜇2
Kemampuan berpikir kreatif siswa mencapai kriteria ketentuan
minimal.
3. 𝐻𝑂3 : 𝜇1 = 𝜇2
Tidak ada peningkatan respon siswa terhadap proses pembelajaran
kolaboratif.
𝐻𝑎 2 : 𝜇1 ≠ 𝜇2
Ada peningkatan respon siswa terhadap proses pembelajaran kolaboratif.
22
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Kontrol O1 O2
Eksperimen O3 O4
en
Gambar 3.1
Desain Penelitian eksperimen Pretest-Posttest Control Group Design
O1 = Nilai pretest kelas kontrol sebelum diberi tindakan
O3 = Nilai pretest kelas eksperimen sebelum diberi tindakan
X = Pemberian tindakan
O2 = Nilai posttest kelas kontrol setelah diberi tindakan.
O4 = Nilai posttest kelas eksperimen setelah diberi tindakan
Menurut Sugiyono (2013: 113) Pretest-Posttes Control Group Design
adalah desain yang terdapat dua kelompok yang dipilih secara random,
kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal, hasil pretest yang
24
baik bila nilai kelompok eksperimen tidak berbeda secara signifikan. Maka dari
konsep tersebut, desain metode penelitian dalam penelitian ini merupakan
desain eksperimen yang dilakukan dengan pretest sebelum perlakuan diberikan
dan posttest sesudah perlakuan diberikan, dan juga terdapat kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penulis akan melakukan penelitian selama 2 minggu pada bulan maret
2023. Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar yaitu SDN 12 Singkawang.
Sebagai gambaran dari pelaksanaan penelitian ini, dapat dilihat pada table
berikut.
Tabel 3.1
Waktu Penelitian
No Kegiatan Maret 2023
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1. Perencanaan V
di sekolah
2. Pelaksanaan v
pretest di
kelas kontrol
dan
eksperimen
3. Pelaksanaan V
tindakan
dikelas
kontrol
4. Pelaksanaan V
tindakan
dikelas
eksperimen
25
5. Pelaksanaan V
posttest di
kelas kontrol
dan
eksperimen
6. Pengumpula V
n data
27
bagian-bagian kecil pembentuk sebuah rangkaian elektronik baik yang
sederhana maupun yang sangat kompleks sehingga rangkaian tersebut
bekerja dengan baik. Rangkaian listrik dibagi menjadi dua, yaitu rangkaian
seri dan rangkaian paralel.
E. Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, perlu adanya teknik pengumpulan data yang
dapat digunakan secara tepat sesuai dengan masalah yang diselidiki dan tujuan
penelitian, maka penulis menggunakan beberapa metode yang tepat
mempermudah penelitian ini, antara lain :
1. Angket
Menurut Sugiyono (2013) Angket merupakan teknik pengumpulan
data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pernyataan atau
pertanyaan tertulus kepada responden untuk dijawabnya. Bentuk angket ini
adalah pilihan ganda yang berhubungan dengan masalah materi rangkaian
listrik yang telah dibahas.
2. Wawancara
Wawancara adalah proses pengumpulan data yang menanyakan
seseorang atau narasumber dalam usaha untuk memperoleh sebuah
informasi. Wawancara dilakukan untuk mengetahui secara langsung point
dari suatu permasalahan. Bentuk dari instrument wawancara adalah berisi
pedoman-pedoman pertanyaan yang telah dibuat untuk diajukan kepada
narasumber/guru mata pelajaran.
3. Tes
Tes adalah prosedur yang dibuat dalam bentuk tugas-tugas yang
distandarisasikan dan diberikan kepada individua tau kelompok untuk
dikerjakan, dijawab atau direspon, baik dalam bentuk tertulis, lisan,
maupun perbuatan. Secara lebih praktis, tes merupakan serangkaian
pertanyaan atau Latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan
pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh
individu atau kelompok. Tes yang diberikan merupakan test uraian tentang
proses merangkai rangkaian listrik
28
F. Teknik Analisis Data
1. Tahap Pra Penelitian
a. Uji validitas Instrumen
Dalam penelitian kuantitatif, kriteria utama terhadap data hasil
penelitian adalh valid, reliabel, dan objektif. Validitas merupakan derajat
ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian.
Adapun rumus yang digunakan adalah
𝑵∑𝒙𝒚 − (∑𝒙)(∑𝒚)
𝒓𝒙𝒚 =
√{𝑵∑𝒙𝟐 − (∑𝒙)𝟐 } {𝑵∑𝒚𝟐 − (∑𝒚)𝟐 }
Keterangan
𝑟𝑥𝑦 = 𝐾𝑜𝑒𝑓𝑒𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑘𝑜𝑟𝑒𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙 𝑥 𝑑𝑎𝑛 𝑦
∑𝑥 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑥
∑𝑦 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑦
∑𝑥𝑦 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑟𝑘𝑎𝑙𝑖𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑥 𝑑𝑎𝑛 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑦
𝑁 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛
Tabel 3.1
Interpretasi Validitas
KOEFESIEN VALIDITAS INTERPRETASI
0,80 < 𝑟𝑥𝑦 ≤1,00 Sangat Baik
0,60 < 𝑟𝑥𝑦 ≤0,80 Baik
0,40 < 𝑟𝑥𝑦 ≤0,60 Cukup
0,20 < 𝑟𝑥𝑦 ≤0,40 Kurang
0,00 < 𝑟𝑥𝑦 ≤0,20 Sangat Kurang
𝑟𝑥𝑦 ≤0,00 Tidak Valid
29
menghasilkan data yang sama. Untuk menguji reliabilitas isntrumen penelitian
ini menggunakan rumus alpha Cronbach, yaitu :
𝑘 ∑ 𝜎𝑖2
𝑟11 = {1 − }
( 𝑘 − 1) 𝜎𝑖2
Keterangan :
𝑟11 = 𝐾𝑜𝑒𝑓𝑒𝑠𝑖𝑒𝑛 𝑟𝑒𝑙𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑖𝑛𝑠𝑡𝑟𝑢𝑚𝑒𝑛
𝑘 = 𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 butir pertanyaan atau banyaknya soal
30
𝑋
𝑇𝐾 =
𝑆𝑀𝐼
Keterangan :
TK : Indeks tingkat kesukaran
X : Nilai rata-rata tiap butir soal
SMI : Skor maksimal Ideal
Klasifikasi interpretasi indeks tingkat kesukaran menurut Suherman
dalam Suherman dalam Dewi (2018) adalah sebagai berikut.
Tabel 3.3
Kriteria Indeks Tingkat Kesukaran
DAYA PEMBEDA INTERPRETASI
IK = 0,00 Terlalu Sukar
0,00 < IK < 0,30 Sukar
0,30 < IK < 0,70 Sedang
0,70 < IK < 1,00 Mudah
IK = 1,00 Terlalu Mudah
31
𝑓𝑖 = 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖
𝑓𝑘𝑖 = 𝑓𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah beberapa
varian populasi adalah sama atau tidak. Menurut usmadi (2020: 51) uji
homogenitas sangat diperlukan sebelum membandingkan dua kelompok
atau lebih, agar perbedaan yang ada bukan disebabkan oleh adanya
perbedaan data dasar (ketidakhomogenan).
Statistic yang digunakan untuk menguji homogenitas varians
menggunakan metode uji varians, yaitu :
Hipotesis :
H0 : Varians homogen
H1 : Varians tidak homogen
Statistik uji :
𝑆 2 𝑚𝑎𝑥
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 : 2
𝑆 𝑚𝑖𝑛
3. Uji Hipotesis
a. Uji t
Uji t ini dilakukan untuk mengetahui ngaimana perbedaan
penerapan model pembelajaran yang berbeda dari dua kelompok data
yang independent. Salah satu syarat dalam uji t ini adalah data harus
berdistribusi normal. Menurut Nuryadi et al. (2017: 108) rumus
independent sampel t-test yaitu :
𝑀1 − 𝑀2
𝑡ℎ𝑖𝑡 =
𝑆𝑆1 + 𝑆𝑆2 1 1
√
𝑛1 + 𝑛2 − 2 (𝑛1 + 𝑛2 )
Keterangan :
𝑀1 = 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 1
𝑀2 = 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 2
32
𝑆𝑆1 = 𝑆𝑢𝑚 𝑜𝑓 𝑠𝑞𝑢𝑎𝑟𝑒 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 1
𝑆𝑆2 = 𝑆𝑢𝑚 𝑜𝑓 𝑠𝑞𝑢𝑎𝑟𝑒 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 2
𝑛1 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 1
𝑛2 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 2
Dimana :
∑𝑿𝟏 (∑𝑿𝟏 )𝟐
𝑴𝟏 = 𝑺𝑺𝟏 = ∑ 𝑿𝟐𝟏 −
𝒏𝟏 𝒏𝟏
∑𝑿𝟐 𝟐 (∑𝑿𝟐 )𝟐
𝑴𝟐 = 𝒏𝟐
𝑺𝑺𝟐 = ∑ 𝑿𝟏 − 𝒏𝟐
33
Daftar Pustaka
Apriono, D. (2013). Collaborative learning: A foundation for building togetherness and
skills. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah, 17(1), 292–304.
https://journal.uny.ac.id/index.php/diklus/article/view/2897
Cintia, N. I., Kristin, F., & Anugraheni, I. (2018). Penerapan model embelajaran discovery
learning untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan hasil belajar siswa.
Perspektif Ilmu Pendidikan, 32(1), 67–75. https://doi.org/10.21009/pip.321.8
Damaiyanti, R., Akbar, M. taheri, & Prasrihamni, M. (2023). 1498-Article Text-6938-1-10-
20230820. Jurnal Ilmiah PGSD FKIP Universitas Mandiri, 09(4), 339–348.
Dewi, M. P. (2018). Efektivitas penerapan pendekatan realistic mathematics education
(RME) dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas v
sekolah dasar.
Fakhriyani, D. V. (2016). Pengembangan kreativitas anak usia dini. Wacana Didaktika,
4(2), 193–200. https://doi.org/10.31102/wacanadidaktika.4.2.193-200
Faturohman, C. (n.d.). Statistik dasar. Sekolah Tinggi Komputer Bandung.
Hanifah, N. (2019). Pengembangan instrumen penilaian Higher Order Thinking Skill
(HOTS) di sekolah Dasar. Jurnal Penelitian & Pengembangan Pendidikan Fisika,
3(2), 197–202. https://ejournal.upi.edu/index.php/crecs/article/view/14286
Husain, R. (2020). Penerapan model kolaboratif dalam pembelajaran di sekolah dasar. E-
Prosiding Pascasarjana Universitas Negeri …, 1(2012), 12–21.
http://ejurnal.pps.ung.ac.id/index.php/PSI/article/download/396/359
Khorunisa, K. (2018). Penerapan model problem based learning (pbl) dalam peningkatan
pembelajaran matematika tentang pecahan pada siswa kelas iii sdn 3
tambakmulyo tahun ajaran 2017/2018. Universitas sebelas maret.
Nada, I., Utaminingsih, S., & Ardianti, S. D. (2018). Penerapan model open ended
problems berbantuan cd pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir
kreatif siswa kelas Iv Sd 1 Golantepus. Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar, 4(2), 216.
https://doi.org/10.30870/jpsd.v4i2.3856
Nuryadi, Astuti, T. D., Utami, E. S., & Budiantara, M. (2017). Buku Ajar Dasar-dasar
Statistik Penelitian. In Sibuku Medi.
Smarabawa, I., Arnyana, I. B., & Setiawan, I. (2013). Pengaruh model pembelajaran sains
teknologi masyarakat terhadap pemahaman konsep biologi dan keterampilan
berpikir kreatif siswa sma. Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan
Ganesha Program Studi IPA, 3.
Sugiyono. (2013). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. In Penerbit Alfabeta.
ALFABETA.
Suryani, N. (2016). Implementasi model pembelajaran kolaboratif untuk meningkatkan
ketrampilan sosial siswa. Jurnal Harmoni IPS, 1(2), 1–23.
34
Susanto, H. A. (2011). Pemahaman Pemecahan Masalah Pembuktian Sebagai Sarana
Berpikir Kreatif. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, Dan Penerapan
MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 1997, 189–196.
Wahyuni, R., & Hasnah, Y. (2017). Pengaruh model pembelajaran collaborative writing
terhadap kemampuan menulis mahasiswa pada mata kuliah creative writing.
Kumpulan Jurnal Dosen ….
http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/kumpulandosen/article/view/1342
35