Anda di halaman 1dari 2

Dikisahkan dalam kitab An-Nawadir karya Syekh Syihabuddin bin Salamah al-Qalyubi

bahwa pada malam Jumat Shalih al-Mursi pergi ke Masjid Jami’ untuk melaksanakan shalat
Subuh. Di tengah perjalanan ia melewati maqbarah (pekuburan) dan berdiri sejenak
sampai fajar datang. Saat fajar datang, ia pun melaksanakan shalat seperti biasanya,
namun usai melaksanakan shalat ia merasakan kantuk yang luar biasa hingga akhirnya
tertidur.   Saat tertidur, Shalih melihat para penghuni kubur dalam maqbarah yang ia lewati
tadi berhamburan keluar dengan berpakaian putih, mereka duduk bergerombol saling
bercerita. Namun, dalam mimpinya itu Shalih menyaksikan ada satu pemuda yang
berpakaian lusuh yang duduk sendirian dan terlihat sedih.   Tidak lama kemudian Shalih Al-
Mursi menyaksikan sekelompok orang yang bergerombol itu mendapatkan piring yang
ditutupi sapu tangan, setiap orang mendapatkan jatah satu piring. Pada saat yang sama,
pemuda yang terlihat bersedih tadi tidak mendapatkan apa-apa lalu ia pun pergi dan
masuk ke dalam kuburannya.   Shalih Al-Mursi bergegas memburu pemuda tadi untuk
menanyakan sesuatu yang menimpanya.   “Wahai Hamba Allah, aku melihatmu sangat
bersedih, sebenarnya apa yang yang terjadi padamu?” tanya Shalih kepada pemuda itu.  
“Wahai Shalih, apakah tadi kamu melihat piring-piring yang dibagikan?” jawab pemuda itu
yang diiyakan oleh Shalih.   Pemuda tadi menceritakan bahwa piring-piring tersebut
merupakan piring kiriman dari orang yang hidup untuk orang yang sudah wafat.
Dikatakannya, setiap orang hidup yang bersedekah dan berdoa ditujukan untuk orang
yang sudah wafat, maka doa dan sedekah itu akan disampaikan kepada ahli kubur setiap
hari Jumat dalam bentuk piring.   “Aku adalah orang asing yang berasal dari negara Hindi
dan berniat akan melaksanakan ibadah haji bersama ibuku, namun sayangnya ketika baru
sampai Bashrah aku meninggal dan dikuburkan di sini,”imbuhnya.   Pemuda itu
menceritakan bahwa beberapa waktu setelah ia wafat, ibunya menikah lagi dan sibuk
dengan suami barunya hingga melupakan sang pemuda yang tiada lain adalah anak
kandungnya sendiri.   “Ibuku tidak pernah berdoa dan bersedekah untukku seakan dia
tidak punya anak, sungguh dunia telah membuatnya lalai,” keluhnya.   “Di mana alamat
rumah ibumu?” tanya Shalih yang langsung dijawab pemuda itu dengan sebuah alamat
lengkap.   Shalih al-Musri kemudian terbangun dan langsung berangkat menuju alamat
yang disampaikan oleh pemuda yang ada dalam mimpinya itu. Saat sampai di rumah
ibunya, Shalih al-Musri membuka dialog dengan sebuah pertanyaan.   “Apakah kamu
punya seorang anak?”   “Tidak,” jawab perempuan yang menjadi ibu pemuda itu.   Tidak
lama kemudian Shalih mengulangi pertanyaan serupa.   “Apakah kamu punya seorang
anak?”   Sebelum menjawab pertanyaan, perempuan itu menghela napas yang cukup
panjang.   “Iya, saya punya anak tapi dia sudah meninggal semasa muda.”   Ibu itu
kemudian menangis sampai air matanya bercucuran setelah mendengarkan cerita Shalih
al-Musri yang bermimpi bertemu dengan anak dari ibu itu.   “Anak itu adalah darah
dagingku, perutku menjadi tempatnya dulu, ASI dariku menjadi makanan dan
minumannya, dan pangkuanku menjadi tempat duduknya,” kata sang ibu sambil
menangis.   Tidak lama kemudian ibu itu memberikan 1.000 dirham dan meminta Shalih al-
Musri agar disedekahkan untuk anaknya.   “Demi Allah setelah ini aku tidak akan
melupakannya dan akan selalu bersedakah dan berdoa untuknya di sisa umurku,” kata
sang ibu.   Shalih al-Musri kemudian pamit dan melaksanakan amanat ibu dari pemuda itu;
bersedekah 1.000 dirham untuk anaknya.   Pada hari Jumat berikutnnya, seperti biasa
Shalih berangkat menuju masjid jami’ untuk melaksanakan shalat subuh. Kejadian
sebelumnya ternyata terulang kembali, Shalih tertidur usai melaksanakan shalat.   Saat
tertidur, Shalih kembali melihat para ahli kubur berhamburan keluar dan bertemu lagi
dengan pemuda yang sebelumnya lusuh dan bersedih, namun kali ini pemuda tersebut
berpakaian putih dan terlihat sangat bahagia.   “Wahai Shalih, semoga Allah membalas
kebaikanmu, sesungguhnya hadiah sedekah 1.000 dirham telah sampai kepadaku,”
ujarnya.

Anda mungkin juga menyukai