Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan obat dan perbekalan kesehatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman
dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat dan perbekalan farmasi.
Untuk penyimpanan obat perbekalan farmasi tentunya dibutuhkan tempat
penyimpanan/gudang dengan persyaratan tertentu disesuaikan dengan obat perbekalan
farmasi yang akan digunakan (Irmawati,2014).
Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang
dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban,
ventilasi, dan penggolongan jenis sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan (Sukmawati
dkk., 2022).
Tujuan penyimpanan yaitu memelihara mutu barang dan menjaga kelangsungan
persediaan (selalu ada stock), menjamin keamanan dan kecurian dan kebakaran,
memudahkan dalam pencarian dan pengawasan persediaan barang kadaluarsa, menjamin
pelayanan yang cepat dan tepat.
Fungsi gudang farmasi adalah menjamin pelayanan yang cepat dan tepat. Menerima,
menyimpan, memelihara dan mendistribusikan obat perbekalan farmasi, menyiapkan
penyusun rencana, pencatatan pelaporan mengenai persediaan dan penggunaan obat
perbekalan farmasi serta mengamati mutu dan khasiat obat yang disimpan.
Dalam penyimpanan obat perbekalan farmasi dibutuhkan pengaturan ruangan, sistem
penyusun persediaan/stock, pencatatan-pelaporan dan pengamatan mutu obat perbekalan
farmasi (Irmawati,2014).
5. Khusus penyimpanan Obat untuk keadaan darurat (Emergensi) pada Puskesmas, Rumah
Sakit dan Klinik, penyimpanan Obat harus:
a. memperhatikan aspek keamanan dalam penyimpanannya dan hanya digunakan pada
saat emergensi;
b. dilakukan monitoring secara berkala terhadap kelengkapan, kondisi, dan kedaluwarsa
obat emergensi yang disimpan;
c. dilakukan penggantian segera obat emergensi yang terpakai, kedaluwarsa, atau rusak;
d. dilengkapi dengan kunci pengaman disposable yang menjamin integritas/keutuhan
dan keamanan penyimpanan obat emergensi dari akses pihak yang tidak berwenang;
e. ditetapkan jumlah, jenis, dan penempatan obat emergensi dengan melibatkan
Apoteker; dan
f. dilaporkan segera oleh petugas yang membuka dan menggunakan obat emergensi
yang tersedia untuk setiap obat emergensi yang digunakan kepada Apoteker
Penanggung Jawab.
6. Penyimpanan Obat dan Bahan Obat harus dilengkapi dengan pencatatan menggunakan
kartu stok, dapat berbentuk kartu stok manual maupun elektronik.
9. Pencatatan pada kartu stok harus dilakukan secara tertib dan akurat, yaitu:
a. pencatatan dilakukan setiap kali ada transaksi penerimaan atau penyerahan/
penggunaan;
b. jumlah persediaan sesuai dengan mutasi (penerimaan dan penyerahan/penggunaan)
yang dilakukan termasuk jika ada Obat atau Bahan Obat yang hilang,
rusak/kedaluwarsa; dan
c. kartu stok manual diletakkan bersama/berdekatan dengan Obat atau Bahan Obat yang
bersangkutan.
10. Penyimpanan Obat/Bahan Obat yang rusak dan/atau kedaluwarsa harus terpisah dari
Obat/Bahan Obat yang masih layak guna dan diberi penandaaan yang jelas serta
dilengkapi dengan pencatatan berupa kartu stok yang dapat berbentuk kartu stok manual
dan/atau elektronik.
11. Melakukan stok opname secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam 6 (enam) bulan
dibuktikan dengan keterangan yang memuat:
a. tanggal pelaksanaan stok opname,
b. rekonsiliasi jumlah pemasukan/penerimaan, jumlah pengeluaran/penggunaan dan stok
akhir, dan
c. paraf manual/elektronik petugas yang melakukan stok opname.
12. Melakukan investigasi adanya selisih stok dengan fisik saat stok opname dan
mendokumentasikan hasil investigasi dalam bentuk Berita Acara hasil investigasi selisih
stok menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 10. Dokumentasi
harus mampu telusur dan dapat diperlihatkan saat diperlukan.
13. Mutasi Obat dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit ke depo/unit antara lain rawat inap,
rawat jalan, kamar operasi, instalasi gawat darurat, harus tercatat pada kartu stok dengan
disertai bukti serah terima obat dari instalasi farmasi kepada depo/unit menggunakan
contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 8.
4. Prekursor Farmasi harus disimpan di tempat yang aman berdasarkan analisis risiko.
5. Analisis risiko sebagaimana dimaksud angka 4 antara lain pembatasan akses personil,
diletakkan dalam satu area dan tempat penyimpanan mudah diawasi secara langsung oleh
penanggungjawab.
6. Lemari khusus penyimpanan Narkotika harus mempunyai 2 (dua) buah kunci yang
berbeda, satu kunci dipegang oleh Apoteker Penanggung Jawab dan satu kunci lainnya
dipegang oleh pegawai lain yang dikuasakan.
7. Lemari khusus penyimpanan Psikotropika harus mempunyai 2 (dua) buah kunci yang
berbeda, satu kunci dipegang oleh Apoteker Penanggung Jawab dan satu kunci lainnya
dipegang oleh pegawai lain yang dikuasakan. Apabila Apoteker Penanggung Jawab
berhalangan hadir dapat menguasakan kunci kepada pegawai lain.
8. Dalam hal Apoteker Penanggung Jawab sebagaimana dimaksud angka 6 dan angka 7
berhalangan hadir, Apoteker Penanggung Jawab dapat menguasakan kunci kepada
pegawai lain.
9. Pegawai lain sebagaimana dimaksud angka 6, angka 7, dan angka 8 adalah Apoteker atau
Tenaga Teknis Kefarmasian.
10. Pemberian kuasa sebagaimana dimaksud angka 6, angka 7, dan angka 8 harus dilengkapi
dengan Surat Kuasa yang ditandatangani oleh pihak pemberi kuasa dan pihak penerima
kuasa.
15. Pencatatan pada kartu stok harus dilakukan secara tertib dan akurat, yaitu:
a. pencatatan dilakukan setiap kali ada transaksi penerimaan atau penyerahan/
penggunaan;
b. jumlah persediaan sesuai dengan mutasi (penerimaan dan penyerahan/penggunaan)
yang dilakukan termasuk jika ada Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor
Farmasi yang hilang, rusak/kedaluwarsa; dan
c. kartu stok manual diletakkan bersama/berdekatan dengan Narkotika, Psikotropika,
atau Prekursor Farmasi yang bersangkutan.
16. Narkotika yang rusak dan/atau kedaluwarsa harus disimpan secara terpisah dari
Narkotika yang layak guna, dalam lemari penyimpanan khusus Narkotika dan diberi
penandaaan yang jelas.
17. Psikotropika yang rusak dan/atau kedaluwarsa harus disimpan secara terpisah dari
Psikotropika yang layak guna, dalam lemari penyimpanan khusus Psikotropika dan diberi
penandaaan yang jelas.
18. Prekursor Farmasi yang rusak dan/atau kedaluwarsa harus disimpan secara aman dan
terpisah dari Prekursor Farmasi yang layak guna serta diberi penandaaan yang jelas.
19. Melakukan stok opname Narkotika dan Psikotropika secara berkala sekurang-kurangnya
sekali dalam 1 (satu) bulan dan melakukan stok opname Prekursor Farmasi secara berkala
sekurang-kurangnya sekali dalam 6 (enam) bulan dibuktikan dengan keterangan yang
memuat:
a. tanggal pelaksanaan stok opname,
b. rekonsiliasi jumlah pemasukan/penerimaan, jumlah pengeluaran/penggunaan dan stok
akhir, dan
c. paraf manual/elektronik petugas yang melakukan stok opname.
20. Melakukan investigasi adanya selisih stok dengan fisik saat stok opname dan
mendokumentasikan hasil investigasi dalam bentuk Berita Acara hasil investigasi selisih
stok menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 10. Dokumentasi
harus mampu telusur dan dapat diperlihatkan saat diperlukan.
21. Mutasi Narkotika, Psikotropika dan/atau Prekursor Farmasi dari Instalasi Farmasi Rumah
Sakit ke depo/unit antara lain rawat inap, rawat jalan, kamar operasi, instalasi gawat
darurat, harus tercatat pada kartu stok dengan disertai bukti serah terima obat dari
instalasi farmasi kepada depo/unit menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam
Formulir 8.
(BPOM, 2021)
Penyimpanan Vaksin
Penyimpanan vaksin merupakan suatu kegiatan pengaturan terhadap vaksin yang
diterima agar aman, terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya dipertahankan
sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan hingga pada saat digunakan. Vaksin merupakan
bahan biologis yang mudah rusak sehingga harus disimpan pada suhu tertentu (pada suhu 2oC-
8oC) pada cold room atau Vaccine Refrigerator. Vaksin memerlukan kondisi penyimpanan
yang berbeda sesuai dengan sifatnya. Karena itu penting untuk mengetahui penyimpanan yang
benar sesuai dengan kondisi setiap vaksin. Pelarut vaksin disimpan pada suhu 2 o C-8o C atau
pada suhu ruang terhindar dari sinar matahari langsung. Suhu vaksin harus selalu dipantau dan
dicatat pada kartu suhu yang letaknya berdekatan dengan tempat penyimpanan vaksin. Setiap
vaksin memiliki tanggal kedaluwarsa yang menunjukkan tanggal akhir vaksin boleh
digunakan. Tanggal kedaluwarsa dicetak pada semua botol dan paket selama pembuatan.
Harus diambil langkah-langkah untuk memastikan rotasi stok sesuai dengan Vaccine Vial
Monitor (VVM) dan tanggal kedaluwarsa vaksin (First Expired First Out / FEFO).
Gambar 2. Suhu penyimpanan vaksin (rekomendasi WHO)
e. Pencegah kebakaran
Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti dus,
karton dan lain-lain. Alat pemadam kebakaran harus dipasang pada tempat yang mudah
dijangkau.
(Irmawati,2014)
Daftar Pustaka
BPOM, 2021, Pengawasan Pengelolaan Obat, Bahan Obat, Narkotika, Psikotropika, Dan
Prekursor Farmasi Di Fasilitas Pelayanan Kefarmasian.
Irmawati, 2014, Manajemen Logistik Farmasi di Rumah Sakit, Institut Ilmu Kesehatan :
University Press.
Sukmawati, Rizqi, N.A., dan Muhammad, I., 2022, Profil Penyimpanan Obat Di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Scholoo Keyen Kabupaten Sorong Selatan Papua Barat, As-Syifaa
Jurnal Farmasi, Vol. 14(2) :105-113.