Anda di halaman 1dari 8

BAB 5

ETIKA-ETIKA KETIKA BERADA DI PASAR

A. Pengertian Pasar dalam Islam


Secara sederhana pasar merupakan tempat pertemuan antara penjual dan pembeli,
atau lebih jelasnya, daerah, tempat, wilayah, area yang mengandung kekuatan permintaan dan
penawaran yang saling bertemu dan membentuk harga. Dengan perkembangan zaman, pasar
dapat diartikan sebagai lembaga atau institusi yang dikelola oleh pemerintah sehingga
transaksi perdagangan dapat terjadi dengan baik. Dalam pengertian yang lebih modern, pasar
adalah mekanisme yang memungkinkan bertemunya penawaran dan permintaan, baik dalam
pengertian fisik maupun non-fisik. Al-Ghazali dalam kitab Ihya' menjelaskan tentang
penyebab munculnya pasar bahwa: "Dapat saja petani hidup di mana alat-alat pertanian tidak
tersedia.
Sebaliknya, pandai besi dan tukang kayu hidup di mana lahan pertanian tidak ada.
Namun, secara alami akan saling mendukung. memenuhi kebutuhan masing-masing. Dapat
saja terjadi tukang kayu membutuhkan makanan, tetapi petani tidak membutuhkan alat-alat
tersebut. Keadaan ini menimbulkan masalah. Oleh karena itu, secara alami pula orang akan
terdorong untuk menyediakan tempat penyimpanan alat-alat di satu pihak , dan penyimpanan
hasil pertanian di pihak lain. Tempat yang kemudian datang pembeli sesuai kebutuhannya
masing-masing sehingga terbentuklah pasar". Pernyataan ini menunjukkan bahwa pasar
adalah tempat yang menampung hasil produksi dan menjualnya
Pernyataan ini menunjukkan bahwa pasar adalah tempat yang menampung hasil
produksi dan menjualnya kepada mereka yang membutuhkan. Pernyataan tersebut juga
menyebutkan bahwa pasar timbul dari adanya kebetulan ganda yang sulit bertemu. Maka,
untuk memudahkan adanya tukar-menukar dalam memenuhi kebutuhan yang diterapkan
pasar Islam menempatkan pasar dalam salah satu topik bahasan ekonomi yang sangat
penting. Hal ini dapat dilihat dari berbagai respon ayat-ayat Alquran dan hadis yang
mengajarkan bahwa pasar harus berjalan dengan baik, adil, dan tidak merugikan apapun (QS.
Hud [11]: 84-85), dan persaingan bebas dengan prinsip-prinsip rela sama, tidak ada pihak
yang merasa terpaksa atau menghadiri pada tingkat harga tertentu (QS. An-Nisa' [4]: 29).

B.Etika Ketika Berada di Pasar


dalam Islam meletakkan hubungan yang sempurna antara nilai-nilai akhlak
mulia dengan aktivitas kehidupan, tak terduga dalam berekonomi. Nilai-nilai akhlak
mulia tersebut dirumuskan secara lengkap dalam sistem ekonomi Islam. Hubungan
ini terlihat dari aktivitas ekonomi makro, yakni dalam konteks hubungan antara
manusia sejagat, maupun hubungan masyarakat yang terbatas (mikro) Jalaluddin,
2016: 112). Bahkan hingga yang paling sederhana aktivitas manusia ketika berada di
pasar pun dibahas secara tegas dan tuntas dalam Islam. setiap manusia saat berniaga
sering menghadapi tantangan dan kecenderungan kecenderungan terjadinya tipu
muslihat, ketidakadilan, penyuapan, dan penimbunan barang sangat besar (Ikatan
Bankir Indonesia, 2015: 123).
Oleh karena itu, pasar menjadi sangat penting dan menjadi tempat yang
sangat diperhatikan, sebagaimana sabda Rasulullah saw.: "Tempat yang paling
dicintai Allah di negeri-negeri adalah masjid-masjid dan tempat-tempat yang paling
dibenci Allah di negeri-negeri adalah pasar-pasaran" . (HR.Muslim). Maka
Pengetahuan akan pasar merupakan suatu keharusan. Pengetahuan tersebut mencakup
tentang bagaimana seharusnya seorang produsen, distributor, dan konsumen
berperilaku, bertransaksi, dan membangun suatu jaringan bisnis (Fauzia dan Riyadi,
2014: 213).
Dalam Islam terdapat ketentuan bahwa pasar adalah hukum alam yang harus
dijunjung tinggi. Tidak ada individu yang dapat memengaruhi pasar, karena pasar
adalah kekuatan kolektif yang telah menjadi ketentuan Allah. Pasar akan tetap stabil
di tengah jalinan pelaku ekonomi seperti pemasok, penjual, pembeli, pelanggan,
asosiasi, dan agen-agen. Para pelaku ekonomi ini bertindak secara etis, penjual
menawarkan barang dengan yang, mengambil keuntungan lebih besar dari
semestinya, menghindari tindakan dan transaksi yang dilakukan sementara pembeli
menerima barang yang baik dan tidak rusak (Harahap, dkk., 2015: 166).
Nabi Muhammad saw merupakan seorang pedagang yang profesional dan
jujur, sehingga beliau mendapatkan predikat al-Amin (yang terpercaya) dari
masyarakat Arab. Setelah beliau diangkat menjadi Rasul, kegiatan di pasar tidak
seaktif sebelumnya, karena tantangan dakwah begitu berat, tetapi perhatian beliau
terhadap pasar berkurang, bahkan ketika kaum muslimin berhijrah ke Madinah, peran
beliau banyak bergeser menjadi muhtasib.
Dengan peran ini, beliau mengawasi pengaturan pasar di Madinah agar selalu
berlangsung secara Islami (Mujahidin, 2014:152). Untuk itu, Rasulullah saw. telah
memberikan tuntunan yang baku adab ketika beliau memasuki pasar dan beraktivitas
di pasar. Adab tersebut adalah pedoman dan panduan bagi seluruh kaum muslimin
dalam beraktivitas selama di Pasar, antara lain:
Pertama, ketika memasuki pasar dan memulai aktivitasnya, seseorang sudah
harus membaca doa. Rasulullah saw. mengatakan: "Barang siapa masuk pasar, lalu
membaca, La ilaha illallahu wahdahu la syarikalahu, lahumulku wa lahul hamdu,
yuhyi wa yamutu wa hayyun la yamuutu, biyadihil khair, wa huwa 'ala kulli syai'in
qadir. Allah mencatat untuknya satu juta memperbaiki, menghapus darinya satu juta
penonton, dan meninggikan untuknya satu juta derajat." (HR. At-Tarmidzi, Al-
Hakim, dan Ibnu Majah).
Kedua, ketika berada di pasar, seseorang tidak diperbolehkan untuk
meninggikan suara atau berteriak. Rasulullah saw., menyebut orang yang berlaku
demikian adalah orang yang kasar, tidak sopan, dan pembuat gaduh.
Ketiga, Ketika berada di pasar, seharusnya selalu menjaga kebersihan karena
kebersihan adalah sebagian dari iman.
Keempat, ketika berada di pasar, sudah seharusnya menyapa satu. sama lain
Salam dalam Islam dilakukan dengan mengucapkan "assalamualaikum" yang berarti
"keselamatan dan kesejahteraan Anda". Salam merupakan sarana untuk menggapai
surga Rasulullah saw. Dan kalian tidak akan percaya hingga saling berkasih sayang.
Maukah aku melakukan sesuatu yang jika kalian lakukan akan saling berkasih sayang.
Sebarkanlah salam di antara kalian" (HR. Muslim).
Kelima, Ketika seseorang memiliki senjata, sebaiknya ia memegang
senjatanya sebelum memasuki pasar agar tidak menyakiti orang lain. sedang ia
membawa anak panah, hendaklah ia memegang 52 mata panahnya itu (agar tidak
melukai seorang muslim)" (HR. Muslim).
Keenam, ketika berada di pasar, atau di tempat lain seseorang harus
menghindarkan diri dari duduk- duduk di jalan. Bagi perempuan, diperlukan untuk
diri sendiri dari hal-hal yang dapat diperhatikan seperti memakai perhiasan, busana,
dan riasan wajah yang berlebihan. Rasulullah saw. Doa: "Hindarilah duduk di jalan-
jalan!" Para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah! Kami tidak dapat menghindar untuk
duduk-bincang-bincang di sana (di jalan). Rasulullah saw. berdoa, jika memang
harus maka berikanlah pada jalan itu haknya". Para sahabat bertanya, "Apakah kalian
bertanya?" Rasulullah saw. Apakah kalian, "Menjaga pandangan (dari melihat
wanita), membahayakan hal-hal yang membahayakan, menjawab salam, serta
menyuruh yang makruf dan mencegah perbuatan munkar." (HR. Muslim).
Ketujuh, Ketika seseorang sedang sibuk dalam perdagangan, ia masyarakat
dan tidak boleh mengisolasi diri dari lingkungan.
Kedelapan, Seorang pedagang, harus memahami harus aktif dalam urusan
norma dan seni dalam perdagangan, serta hal-hal terkait halal dan haram dalam
perdagangan (QS. An-Nisa' [4]: 29). Kaidah fikih dengan tegas menyatakan bahwa:
"Pada dasarnya, segala bentuk muamalah boleh dilakukan sepanjang tidak ada dalil
yang mengharamkan". Dari konteks normatif, menunjukkan bahwa konsep halal dan
haram dalam mekanisme bisnis dan transaksi, walaupun demikian prinsip syariah
dalam muamalah dapat menerima adanya inovasi. hadis Nabi yang keleluasaan
kepada manusia dalam menentukan cara bertransaksi dan berbisnis bahwa:
"Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang
mengharamkan yang halal atau mengharamkan yang haram, dan kaum muslimin
dengan syarat-syarat yang kecuali syarat yang mengharamkan yang halal dan
menghalalkan yang haram".
Kesembilan, ketika berada di pasar, pelaku bisnis harus menghindari diri dari
berbagai bentuk pelanggaran. Sebagai contoh, ukuran pasar sebaiknya sama antar
pedagang di pasar dan tidak dikenakan pajak, properti yang ada di pasar merupakan
hak milik bersama dan tidak ada yang lebih berhak atasnya eseorang kurma sahabat
tenda di pasar untuk menjual, Rasulullah saw. memerintahkan agar tenda tersebut
dibakar karena tindakan tersebut dipandang sebagai bentuk di pasar. Bentuk
pelanggaran yang kerap terjadi di pasar adalah persiapan produk sebelum tiba di
pasar. Hal tersebut dilarang karena semua harga akan ditetapkan antar semua pembeli
dan penjual ketika berada di pasar. Selain itu, dilarang memperjualbelikan barang
yang tidak dimiliki atau belum jelas.
Kesepuluh, Ketika berada di lebih tinggi tanpa niat untuk membeli. Perilaku
tersebut dikenal dengan najasy dan perilaku ini dilarang dalam agama. Rasulullah
saw. berdoa: "Sesungguhnya Allah lah yang menentukam harga, yang menekan, yang
melapangkan, dan yang memberi rezeki". (HR. Abu Daud, At-Tarmidzi, Ibnu Majah,
Ad-Darimin, dan Abu Ya'la).
Kesebelas, Dilarang memperjualbelikan barang dari sumber yang
dipersengketakan, misalnya barang antik dan barang yang diambil secara paksa, serta
dilarangmemperjualbelikan barang yang hukumnya haram dan kotor (Rivai, et al.,
2017: 25-27).
Kedua belas, dilarang melakukan distorsi pasar karena dapat mengganggu
mekanisme pasar secara alami. Distorsi pasar atau gangguan terhadap mekanisme
pasar dapat dilakukan dalam empat bentuk:
a) rekayasa penawaran; rekayasa ini dilakukan melalui ihtikar (menimbun barang)
(QS. At-Taubah [9]: 34);
b) rekayasa permintaan; rekayasa dilakukan dengan bai an-najasy;
c) penipuan (tadlis) terdiri atas penipuan jumlah barang, mutu barang, harga barang,
dan barang;
d) ketidakjelasan (gharar) terdiri dari penipuan jumlah barang, mutu barang, harga
barang, dan ketidakjelasan barang (Harahap, dkk., 2015: 166).

Vietzhal Rivai, dkk. (2017: 25-27) mendefinisikan perilaku yang harus dimiliki oleh
seorang muslim ketika di Pasar, antara lain:
1. Memiliki Kepribadian Spiritual (Takwa) Pelaku bisnis harus selalu bertakwa,
mengontrol diri, dan menakar berorientasi kepada Allah kepada sesama manusia.
2. Berperilaku Baik dan Simpatik (Shidig) Islam mengajarkan manusia untuk
berwajah manis, berperilaku baik dan simpatik agar disukai dan disenangi orang
banyak.
3.Berperilaku Adil
Islam mengajak, manusia untuk hidup adil dalam keadaan apa pun, termasuk berbisnis,
berbisnis secara adil hukumnya adalah wajib. Sikap adil termasuk di antara nilai-nilai
yang telah ditetapkan oleh Islam dalam semua aspek ekonomi Islam. Semua pihak
harus merasakan keadilan, tidak boleh ada satu pun pihak yang hak-haknya terzalimi.
Terkait perilaku adil, Islam juga melarang tindakan berlebihan yang diambil untung.
4. Bersikap melayani dan rendah hati.
Sikap melayani merupakan sikap utama dari seorang pedagang. Dengan sikap
melayani, akan timbul sikap sopan santun, dan rendah hati. Dalam Islam melayani dan
rendah hati merupakan salah satu ciri orang yang bertakwa. Ada banyak perhatian
rendah hati dan bertutur manis dalam Alquran (QS. Al-Hijr [15]: 88, Al-Baqarah [2]:
5.Menempati Janji dan Tidak Curang
Pelaku bisnis harus selalu membuat janji dan tidak melakukan kesalahan dalam
berbisnis (QS. Al- Baqarah [2]: 283)
6.Memiliki Kejujuran dan Terpercaya, serta Paham Akan Segala Aspek Perdagangan
Kejujuran merupakan sikap yang harus ada dalam setiap kegiatan jual beli maupun
bisnis. Seorang pebisnis dan pedagang harus memiliki sikap jujur dan dapat dipercaya
serta paham akan segala aspek perdagangan (QS. Al-Baqarah [2]: 177).
7.Menerapkan Manajerial yang Baik Setiap pelaku bisnis wajib menerapkan
manajerial yang baik. Manajerial yang baik dapat berupa pencatatan transaksi,
kelengkapan administrasi, pembukuan atas dan masuknya barang, serta catatan tentang
perjanjian dan kesepakatan yang dibuat (QS. Al-Baqarah [2]: 282).
8. Tidak Berburuk Sangka dan Berbuat Gibah Saling menghormati dan tidak berburu
sangka satu sama lain merupakan ajaran Rasulullah saw., yang harus diterapkan dalam
kegiatan berbisnis. Setiap pebisnis harus dapat menghormati orang lain dan tidak
berburuk sangkanya. Hal ini tentu akan menciptakan suatu persaingan yang sehat
dalam berbisnis.
9. Jangan Bersumpah Ketika Berdagang Pelaku bisnis tidak dianjurkan untuk
mengumbar janji berlebihan kepada konsumen serta ditingkatkan untuk memperluas
permintaan maaf kepada Allah SWT. dapat menjadi salah satu faktor yang
dimudahkannya untuk memperbanyak beristigfar, karena rezeki (QS. Nuh []: 10-12).
10. Tidak melakukan Sogok/Suap (Riswah) Rasulullah saw. melaknat orang yang
memberikan uang sogok untuk mencapai sesuatu yang bukan haknya. Tidak hanya
yang memberikan, Rasulullah juga sangat melaknat orang yang menerima uang sogok
dan perantaranya. Larangan ini berlaku untuk semua aspek kehidupan dalam kegiatan
ekonomi dan bisnis.
11. Memberikan Kebebasan bagi Setiap Orang untuk Keluar dan Masuk Pasar
Kebebasan berjual beli di pasar tidak akan terwujud selama halangan-halangan tidak
dihilangkan, orang-orang harus dapat masuk dan keluar pasar dengan bebas,

BAB 6
ETIKA PRODUKSI DALAM ISLAM.

Pengertian Produksi dalam Islam Produksi merupakan bagian terpenting dari


ekonomi Islam di samping konsumsi, distribusi, dan redistribusi. Produksi adalah
suatu rangkaian kegiatan yang secara langsung maupun tidak langsung akan
mempertinggi nilai guna suatu barang untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Prinsip yang fundamental dalam Ekonomi Islam yang ingin dicapai adalah
terbentuknya hasil-hasil produksi yang dapat meningkatkan kesejahteraan sosial
Kegiatan produksi dan kemaslahatan.
A. Etika Produksi dalam Islam
Masalah utama ekonomi adalah aktivitas produksi dan proses pengirimannya,
serta pemanfaatannya. Untuk itu, Islam memberikan panduan yang lengkap dan
sempurna untuk menetapkan sebuah keputusan dalam syariat Islam (QS. An-Nisa' [4]:
59), baik yang berhubungan dengan dirinya sendiri dasar hukum dalam sebagai
pribadi, makhluk ciptaan Tuhan, maupun ketika berinteraksi dengan individu lainnya.
Bahkan dengan dirinya dan lingkungan sekitarnya.
Sebagai seorang produser dalam bidang produksi, Islam memberikan tuntunan
dengan tujuan agar usaha yang mengandung nilai-nilai maslahat dan berkah baik bagi
dirinya maupun orang lain dan tentu saja selaras dengan nilai-nilai ilahiah.
Sebagaimana telah diajarkan Rasulullah saw.
Tuntunan tersebut antara lain:
 Tidak memperkerjakan tenaga kerja di bawah umur
.Pekerja anak dapat diakui sebagai kemampuan dengan melampaui batas. Hak anak
bekerja, sebaliknya kewajiban orang tua memelihara anak dan jika kewajiban ini tidak
dapat dipenuhi maka ia akan menjadi tanggung jawab negara.
 tenaga kerja bekerja dalam jam kerja tertentu
sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Islam mewajibkan manusia
untuk bekerja (QS. At- Taubah [9]: 105, Al-An'am [6]: 135, Hud [11]: 36, 121, dan
Az-Zumar [39]: 39), dengan tujuan untuk mendapatkan upah (Qs. At-Thalaq [65]: 6,
Az-Zukhruf [43]: 32). terhadap pekerja dan waktu istirahat yang layak (HR. al-
Baihaqy)
 Memberikan upah yang layak.
Upah merupakan salah satu tema sentral dalam relasi pekerja dan pemberi kerja. .
Islam memandang bahwa upah tidak terbatas yang diberikan kepada pekerja,
melainkan terdapat nilai-nilai moralitas yang merujuk pada konsep kemanusiaan.
Majikan dalam menetapkan upah tidak melakukan kezaliman terhadap pekerja atau
dizalimi oleh pekerja (QS. al-Baqarah [2]: 279).
 Menyegerakan memberikan hak kepada pekerja
Rasulullah saw. berkata: "Mereka (budak-budak dan pelayanmu) adalah saudara-
saudara kamu; Allah menempatkan mereka di bawah kamu; maka siapa yang
menempatkan saudara-saudaranya di bawah pengawasan hendaklah ia memberinya
makanan dari apa yang ia makan, dan berilah ia pakaian sebagaimana mestinya
pakaian yang di pakai (sendiri) serta janganlah merasa lelah dengan tugas-tugas terlalu
berat, dan jika kamu merasa lelah dengan tugas-tugas yang berat bantulah mereka."
(HR.Bukhori). Dengan memperhatikan itu, sebagaimana dikatakan Afzalurrahman
dalam Jalaluddin (2016:112), maka kesejahteraan karyawan/pekerja dapat terpenuhi.
 Produksi yang diwajibkan dan ditingkatkan dalam Islam adalah produksi yang baik,
produksi dan berkah
produksi yang berdasarkan akidah yang benar, niat yang benar, pekerjaan yang sesuai
dengan tuntunan agama Islam, dan tidak meninggalkan ibadah wajib dan khusus,
serta hasilnya tidak bermanfaat hanya bagi dirinya, juga bagi masyarakat dan
lingkungan. Oleh karena itu, Islam melarang produksi yang tidak memberikan
manfaat apa pun bagi kehidupan manusia, dan alam. Seperti penjualan anjing,
mempermainkan, dan jelas-jelas perdukunan tersebut bertentangan dengan syariat
Islam

Anda mungkin juga menyukai