PENDAHULUAN
Dalam dunia ekonomi khususnya dalam aktivitas perdagangan yang menjadi subjek atau
pelaku di dalamnya yakni penjual dan pembeli. Kegiatan transaksi yang terjadi antara penjual dan
pembeli terdapat dua unsur yang di peroleh oleh masing-masing yakni keuntungan bagi penjual dan
kepuasan bagi pembeli.
Keuntungan merupakan tujuan yang ingin didapatkan oleh sebagian besar pedagang. Yang
melatarbelakangi tujuan tersebut ialah kebutuhan akan biaya hidup yang semakin tinggi serta
prinsip tak mau dan takut menerima kerugian, inilah yang menjadi penyebab tingginya tingkat
optimisme pedagang untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.
Islam tidak pernah menetapkan jumlah atau presentase tertentu atas keuntungan dari suatu
jual beli. Yang hanya digariskan oleh Islam adalah tidak ada penzaliman yang juga berarti tidak ada
pihak yang dizalimi. Selain itu, sudah jelas bahwa Allah swt. telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba (QS. Al-Baqarah: [2]: 275). Kemudian dalam ilmu ekonomi konsep
keuntungan sama dengan konsep harga, jika harga tinggi maka keuntungan yang didapatkan oleh
produsen yaitu pedagang juga tinggi. Sebaliknya jika harga turun, maka keuntungan berada di pihak
konsumen yaitu pembeli [ CITATION Bah18 \l 1057 ]. Kemudian dalam Islam juga tidak
membenarkan praktik di dalam mencari keuntungan dengan membenarkan segala cara untuk
mendapatkan keuntungan yang besar termasuk di dalamnya bentuk penimbunan barang dagangan
(ihtikar) [ CITATION Afi10 \l 1057 ] . Oleh karena itu, pelaku ekonomi hanya diperkenankan
mengambil keuntungan yang baik dan wajar.
PENUTUP
Dengan adanya artikel ini diharapkan dapat menjadi tambahan wawasan mengenai ekonomi
Islam (syariah). Ihtikar merupakan tindakan yang sangat merugikan dalam sistem perekonomian
serta menimbulkan ketidaksempurnaan sebuah mekanisme pasar. Dalam ilmu ekonomi secara
umum ihtikar disebut sebagai monopoli pasar yang dimana hanya terdapat satu pedagang saja yang
menguasai pasar dan bertindak sebagai penentu harga suatu barang yang tujuannya adalah untuk
meningkatkan keuntungan. Mengambil keuntungan dalam perdagangan boleh-boleh saja akan tetapi
tidak diperbolehkan mengambil keuntungan dengan cara yang tidak lazim serta dapat
mengekploitasi masyarakat tertentu.
Sudah jelas bahwa Islam melarang adanya tindakan seperti ini, selain merugikan pihak
pembeli tentu saja merugikan juga untuk pihak penjual yang mungkin tidak dirasa secara nyata,
yaitu berupa dosa atas penipuan dan riba serta ketidak halalan atas rezeki yang diperoleh. Oleh
sebab itu, penerapan dan pemahaman mengenai etika bisnis Islam sangat diperlukan bagi pedagang.
3
DAFTAR PUSTAKA