Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran PAI

Dosen Pengampu : Dr. H. Abdul Rohman, M.Ag.

Disusun Oleh Kelompok 4 :

Musyafa Dwi Marjani (2103016117)

Dwi Wilda Amelia (2103016120)

Muhammad Sirojudin Munir (2103016121)

Silmia Rosyida Nurul F (2103016148)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2023

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ” Model-model Pengembangan
Kurikulum: Administrative model, grassroots model, demonstrative model, Taba’s inverted
model, Beauchamp’s systematic model, Roger’s interpersonal model, Action Research
model, emerging technological model.” dengan tepat waktu.

Sholawat dan salam kami panjatkan kepada junjungan kita baginda Nabi Besar
Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah kepada zaman yang penuh
ilmu pengetahuan, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang tua
kami yang telah memberikan dukungan baik materi maupun spiritual.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Pengembangan
Kurikulum dan Pembelajaran PAI Bapak Dr. H. Abdul Rohman, M.Ag. yang telah
membimbing kami, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 10 April 2023

II
DAFTAR ISI

COVER .............................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................................. iv
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... iv
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................................... iv
BAB II PEMBAHASAN
1. Administrative model …………..……………………………….………. 1
2. Grassroots model ………………………...….…..………….…………… 2
3. Demonstrative model. …………………………...………….……………. 3
4. Taba’s inverted model. …………………………………….……………… 4
5. Beauchamp’s model. …………………………..….…….………………… 6
6. Roger’s interpersonal model. …………………………….………………. 7
7. Action Research Model ………………………..….….…………………… 8
8. Emerging Technological Model.…………….……...……………………..9

BAB II PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................................... 11
B. Daftar Pustaka................................................................................................................ 12

III
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kurikulum merupakan suatu rancangan pendidikan yang memiliki kedudukan
cukup penting dalam seluruh kegiatan pendidikan, juga menentukan proses
pelaksanaan dan hasil pendidikan. Penyusunan kurikulum tidak dapat dikerjakan
secara sembarangan, mengingat pentingnya peran kurikulum di dalam pendidikan
perkembangan kehidupan manusia secara umum.
Penyusunan kurikulum membutuhkan konsep-konsep yang kuat, yang
didasarkan oleh hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam dan sesuai
dengan tantangan zaman karena kurikulum ibarat sebuah rumah yang harus
mempunyai pondasi agar dapat berdiri tegak, tidak rubuh dan dapat memberikan
kenyamanan bagi yang tinggal di dalamnya, pondasi tersebut ialah landasanlandasan
untuk kurikulum sebagai rumahnya, agar bisa memberikan kenyamanan dan
kemudahan bagi peserta didik untuk menuntut ilmu dan menjadikannya produk yang
berguna bagi dirinya sendiri, agama, masyarakat dan negaranya.
Pengembangan kurikulum bermakna mengarahkan kurikulum sekarang ke
tujuan pendidikan yang diharapkan karena adanya berbagai pengaruh yang sifatnya
positif yang datangnya dari luar atau dari dalam sendiri dengan harapan agar peserta
didik dapat menghadapi masa depannya dengan baik.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Administrative model
2. Apa yang dimaksud Grassroots model Administrative model

3. Apa yang dimaksud Demonstrative model


4. Apa yang dimaksud Taba’s inverted model
5. Apa yang dimaksud Beauchamp’s model
6. Apa yang dimaksud Roger’s interpersonal model
7. Apa yang dimaksud Action research model
8. Apa yang dimaksud Emerging technological model

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui apa yang dimaksud Administrative model, Administrative model


, Beauchamp’s model, Roger’s interpersonal model, Action research model dan
Emerging technological model.

IV
BAB II

PEMBAHASAN

1. Administrative model
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama
dan paling banyak dikenal. Ada beberapa istilah yang digunakan untuk
pengembangan kurikulum model administratif, antara lain yaitu: top down
approach dan line staf procedure. Semuanya memiliki arti yang sama yaitu
suatu pendekatan atau prosedur pengembangan kurikulum yang dilakukan
oleh suatu tim atau para pejabat tingkat atas sebagai pemilik kebijakan 1.
Pengembangan kurikulum dilakukan dari atas ke bawah, artinya pemerintah
sebagai pemegang kebijakan menyiapkan tim pengembangan kurikulum
tersendiri, sedangkan satuan pendidikan dan para guru tinggal
mengoperasikannya dalam pembelajaran. Dalam pelaksanaan kurikulum
tersebut, selama tahun-tahun permulaan diperlukan pula adanya kegiatan
monitoring, pengamatan dan pengawasan serta bimbingan dalam
pelaksanaannya. Setelah berjalan beberapa saat perlu juga dilakukan suatu
evaluasi, untuk menilai baik validitas komponen-komponennya, prosedur
pelaksanaan maupun keberhasilannya. Penilaian menyeluruh dapat dilakukan
oleh tim khusus dari tingkat pusat atau daerah, sedang penilaian persekolah
dapat dilakukan oleh tim khusus sekolah yang bersangkutan. Hasil penilaian
tersebut merupakan umpan balik, baik bagi instansi pendidikan di tingkat
pusat, daerah, maupun sekolah . Secara teknis operasioanal pengembangan
kurikulum model administratif ini adalah sebagai berikut:
a) Tim pengembangan kurikulum mulai mengembangkan konsep-konsep
umum, landasan, rujukan maupun strategi naskah akademik.
b) Analisis kebutuhan.
c) Secara operasional mulai merumuskan kurikulum secara komprehensif.

1
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, hlm 161.

1
d) Kurikulum yang sudah selesai dibuat kemudian dilakukan uji validasi
dengan cara melakukan uji coba dan pengkajian secara lebih cermat oleh tim
pengarah tenaga ahli.
e) Revisi berdasarkan masukan yang diperoleh.
f) Sosialisasi dan desiminasi.
g) Monitoring dan evaluasi2.

2. Grassroots model
Model pendekatan grass roots merupakan kebalikan dari pendekatan
administratif. Pendekatan grass roots yang disebut juga dengan istilah
pendekatan bottom-up, yaitu suatu proses pengembangan kurikulum yang
diawali dari keinginan yang muncul dari tingkat bawah, yaitu sekolah sebagai
satuan pendidikan. Keinginan ini biasanya didorong oleh hasil pengalaman
yang dirasakan pihak sekolah atau guru, di mana kurikulum yang sedang
berjalan dirasakan terdapat beberapa masalah atau ketidaksesuaian dengan
kebutuhan dan potensi yang tersedia di lapangan. Pengembangan kurikulum
model grass roots ini mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau
sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk bidang studi
sejenis pada sekolah lain, atau keseluruhan bidang studi pada sekolah atau
daerah lain. Model ini akan berkembang dalam sistem pendidikan yang
bersifat desentralisasi, karena memungkinkan akan terjadinya kompetisi di
dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan yang pada giliranya akan
melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif. Dalam
pengembangan model ini, seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan
guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum3. Untuk
terlaksananya pengembangan kurikulum model grass roots ini diperlukan
kepedulian dan profesionalisme yang tinggi dari pihak sekolah, antara lain
yaitu:
a) Sekolah atau guru bersifat kritis untuk menyikapi kurikulum yang sedang
berjalan.

2
Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm 105.

3
Hamdan, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) teori dan praktek (Banjarmasin:
IAIN Antasari Press, 2014), hlm. 56

2
b) Sekolah atau guru memiliki ide-ide inovatif dan bertanggung jawab untuk
mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang
dimiliki.
c) Sekolah atau guru secara terus-menerus terlibat dalam proses
pengembangan kurikulum.
d) Sekolah atau guru bersikap terbuka dan akomodatif untuk menerima
masukan-masukan dalam rangka pengembangan kurikulum.
Pengembangan kurikulum model grass roots ini secara teknis
operasional bisa dilakukan dalam pengembangan kurikulum secara
menyeluruh (kurikulum utuh), maupun pengembangan hanya terhadap aspek-
aspek tertentu saja. Misalnya, pengembangan untuk satu mata pelajaran atau
kelompok mata pelajaran tertentu, pengembangan terhadap metode dan
strategi pembelajaran, pengembangan visi dan misi serta tujuan, dan lain
sebagainya. Dengan demikian yang dimaksud pengembangan kurikulum baik
dengan pendekatan top down approach maupun grass roots approach secara
teknis bisa pengembangan terhadap kurikulum secara menyeluruh (kurikulum
utuh), atau pengembangan hanya berkenaan dengan bagian atau aspek-aspek
tertentu saja sesuai dengan kebutuhan. Adapun perbedaan yang sangat
mendasar bahwa pendekatan grass roots, inisiatif perbaikan dan
penyempurnaan muncul dari arus bawah (sekolah atau guru) seperti tertera
pada bagan tersebut. Adapun tahap-tahap yang dilakukan ketika
mengembangkan kurikulum dengan menggunakan pendekatan grass roots
pada dasarnya sama dengan langkah-langkah pendekatan administratif.

3. Demonstrative model
Model ini pada dasarnya bersifat grass root, yang datang dari bawah.
Model ini diprakarsai oleh guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan
ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum, suatu komponen atau
seluruh komponen. Model ini dikembangkan untuk memperkenalkan suatu
inovasi kurikulum dalam skala kecil, hanya mencakup satu atau beberapa
sekolah, suatu kompenen kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen
kurikulum. Model demonstrasi dapat dilaksanakan baik secara formal maupun
tidak formal. Dalam pelaksanaanya, model ini menuntut para guru dalam satu

3
sekolah untuk mengorganisasikan dirinya dalam memperbarui kurikulum.
Karena sikap ingin merubah atau mengganti kurikulum yang ada,
pengembangan kurikulum sering mendapat tantangan dari pihak-pihak
tertentu4.
Terdapat dua variasi model demonstrasi, yaitu; (1) Berbentuk proyek
dan (2) Berbentuk informal, terutama diprakarsai oleh sekelompok guru yang
merasa kurang puas dengan kurikulum yang ada. Beberapa keunggulan dari
pengembangan kurikulum model demonstrasi ini, yaitu:
1) Memungkinkan untuk menghasilkan suatu kurikulum atas aspek
tertentu dari kurikulum yang lebih praktis, karena kurikulum disusun
dan dilaksanakan berdasarkan situasi nyata;
2) Jika dilakukan dalam skala kecil, resistensi dari administrator
kemungkinan relatif kecil, dibandingkan dengan perubahan yang
berskala besar dan menyeluruh;
3) Dapat menembus hambatan yang sering dialami yaitu dokumen
kurikulumnya bagus, tetapi pelaksanaannya tidak ada;
4) Menempatkan guru sebagai pengambil insiatif yang dapat menjadi
pendorong bagi para administrator untuk mengembangkan program
baru.

Sedangkan kelemahan model ini adalah bagi guru-guru yang tidak


turut berpartisipasi mereka akan enggan-enggan. Dalam keadaan terburuk
mungkin akan terjadi apatisme.

4. Taba’s inverted model


Model pengembangan kurikulum ini dikembangkan oleh Hilda Taba
atas dasar data induktif yang disebut model terbalik, karena biasanya
pengembangan kurikulum didahului oleh konsep-konsep yang secara deduktif.
Taba berpendapat bahwa model deduktif ini kurang cocok, sebab tidak
merangsang timbulnya inovasi-inovasi. Menurut pengembangan kurikulum
yang lebih mendorong inovasi dan kreativitas guru-guru adalah bersifat
induktif, yang merupakan inversi atau arah terbalik dari model tradisional5.
Model Taba mempercayai bahwa guru merupakan faktor utama dalam usaha
4
Hamdan, Pengembangan Kurikulum, hlm. 61.
5
Hamdan, Pengembangan Kurikulum, hlm. 62.

4
pengembangan kurikulum . Guru harus aktif penuh dalam pengembangan
kurikulum. Pengembangan kurikulum yang dilakukan guru dan memposisikan
guru sebagai inovator dalam pengembang kurikulum merupakan karakteristik
dalam model ini. Terdapat lima langkah dalam pengembangan kurikulum
model taba ini,
Pertama, mengadakan unit-unit eksperimen bersama guru-guru. Di
dalam unit eksperimen ini diadakan studi yang saksama tentang hubungan
antara teori dengan praktik. Perencanaan didasarkan atas teori yang kuat, dan
pelaksanaan eksperimen di dalam kelas menghasilkan data-data yang untuk
menguji landasan teori yang digunakan.
Kedua, menguji unit eksperimen. Meskipun unit eksperimen ini telah
diuji dalam pelaksanaan di kelas eksperimen, tetapi masih harus diuji di kelas-
kelas atau tempat lain untuk megetahui validitas dan kepraktisannya, serta
menghimpun data bagi penyempurnaan.
Ketiga, mengadakan revisi dan konsolidasi. Dari langkah pengujian
diperoleh beberapa data, data tersebut digunakan untuk mengadakan perbaikan
dan penyempurnaan. Selain perbaikan dan penyempurnaan diadakan juga
kegiatan konsolidasi, yaitu penarikan kesimpulan tentang hal-hal yang lebih
bersifat umum yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas. Hal itu
dilakukan, sebab meskipun suatu unit eksperimen telah cukup valid dan
praktis pada sesuatu sekolah belum tentu demikian juga pada sekolah yang
lainnya. Untuk menguji keberlakuannya pada daerah yang lebih luas perlu
adanya kegiatan konsolidasi.
Keempat, pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum. Apabila
dalam kegiatan penyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh sifatnya yang
lebih menyeluruh atau berlaku lebih luas, hal itu masih harus dikaji oleh para
ahli kurikulum dan para profesional kurikulum lainnya. Kegiatan itu dilakukan
untuk megnetahui apakah konsep-konsep dasar atau landasan-landasan teori
yang dipakai sudah masuk dan sesuai.
Kelima, implementasi dan diseminasi, yatiu menerapkan kurikulum
baru ini pada daerah atau sekolah-sekolah yang lebih luas. Di dalam langkah
ini masalah dan kesulitan-kesulitan pelaksanaan tetapi dihadapi, baik
berkenaan dengan kesiapan guruguru, fasilitas, alat dan bahan juga biaya.

5
Langkah-langkah di atas menunjukkan uraian yang jelas tentang
pendapat Taba yang mempunyai ciri-ciri sistematis dan pendekatan yang logis
terhadap pengembangan kurikulum. Taba secara tegas menempatkan
kerasionalan atau tujuan kurikulum dalam rangkaian model kurikulum,
meskipun dalam hal ini konsep Taba lebih luas daripada konsep Tyler.
Pendekatannya lebih menitikberatkan pada anak didik yang muncul dari
interaksinya dengan sekolah-sekolah di California. Selama bekerja dengan
para pendidik, Taba menyadari bahwa mereka akan menjadi para pengembang
kurikulum yang penting di masa mendatang dan suatu sistem model yang
rasional akan berarti bagi mereka. Model kurikulum Tyler dan Taba
dikategorikan ke dalam Rational Model atau Objectives Model.6

5. Beauchamp’s model
Pengembangan kurikulum dengan menggunakan metode beauchampi
ini dikembangkan oleh Beauchamp, seorang ahli kurikulum Beauchamp
mengemukakan 5 (lima) hal di dalam pengembangan suatu kurikulum.
Pertama, menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup
oleh kurikulum tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten atau
seluruh negara. Pentahapan arena ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki
oleh pengambil kebijaksanaan dalam pengembangan kurikulum, serta oleh
tujuan pengembangan kurikulum. Walaupun daerah yang menjadi wewenang
kepala kanwil pendidikan dan kebudayaan mencakup suatu wilayah propinsi,
tetapi arena pengembangan kurikulum hanya mencakup suatu daerah
kabupaten sebagai pilot proyek7.
Kedua, menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta
terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut
berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum yaitu:
a) Para ahli pendidikan atau kurikulum yang ada pada pusat pengembangan
kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar,
b) Para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru
terpilih,

6
Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hlm
159
7
Hamdan, Pengembangan Kurikulum, hlm.59

6
c) Para profesional dalam sistem pendidikan.
d) Profesioanal lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
Ketiga, organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah
ini harus berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan
tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman
belajar serta kegiatan evaluasi dalam menentukan keseluruhan desain
kurikulum.
Keempat, implementasi kurikulum. Langkah ini merupakan langkah
mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang
sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh, baik kesiapan
guruguru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, disamping kesiapan
manajerial dari pimpinan sekolah atau administrator setempat. Kelima,
evaluasi dan revisi kurikulum, langkah ini merupakan langkah penyempurnaan
berdasarkan hasil penilaian dari implementasi kurikulum pada uji terbatas
sebelum disahkan dan selanjutkan disebarkan untuk diimplementasikan secara
menyeluruh dan komperehensif di semua sekolah.

6. Roger’s interpersonal model


Carl Rogers adalah seorang ahli psikologi yang berpandangan bahwa
manusia dalam proses perubahan mempunyai kekuatan dan potensi untuk
berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu ia
membutuhkan orang lain untuk mempercepat perubahan tersebut. Berdasarkan
pandangan tentang manusia, maka Rogers mengemukakan model
pengembangan kurikulum yang disebut dengan model Relasi Interpersonal
Rogers. Ada empat langkah pengembangan kurikulum model Rogers
diantaranya adalah:
a) Diadakan kelompok untuk dapat melakukan hubungan internasional di
tempat yang tidak sibuk untuk memilih target sistem pendidikan.
b) Pengalaman kelompok yang intensif bagi guru, atau dalam waktu
tertentu para peserta saling bertukar pengalaman di bawah pimpinan
staf pengajar.
c) Kemudian diadakan pertemuan dengan masyarakat yang lebih luas lagi
dalam suatu sekolah, sehingga hubungan interpersonal akan lebih

7
sempurna yaitu antara guru dengan murid, guru dan peserta didik dan
lainnya.
d) Selanjutnya diadakan pertemuan dengan masyarakat yang lebih luas
lagi seperti langkah no. 3 dalam situasi ini diharapkan masing-masing
person akan saling menghayati dan lebih akrab sehingga memudahkan
memecahkan problem sekolah secara lebih cepat.8

Model pengembangan kurikulum dari Rogers ini berbeda dengan model


model lainnya. Sepertinya tidak ada suatu perencanaan kurikulum tertulis,
yang ada hanyalah rangkaian kegiatan kelompok. Itu merupakan ciri khas Carl
Rogers sebagai eksistensial humanis, ia tidak mementingkan formalitas,
rancangan tertulis, data, dan sebagainya. Bagi Rogers yang penting adalah
aktivitas dan interaksi. Berkat berbagai bentuk aktivitas dalam interaksi ini
individu akan berubah, metode pendidikan yang diutamakan Rogers adalah
sensitivity training, encounter group dan Training Group (T Group).

7. Action Research Model


Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa
perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. Hal itu
mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa
guru, struktur sistem sekolah, pola hubungan pribadi dan kelompok dari
sekolah dan masyarakat. Sesuai dengan asumsi tersebut model ini
menekankan pada tiga hal itu: hubungan insani, sekolah dan organisasi
masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan profesional.9
Tiga faktor utama yang dijadikan bahan pertimbangan dalam
model ini adalah adanya hubungan antarmanusia, organisasi sekolah
dan masyarakat, serta otoritas ilmu. Langkah-langkah dalam model ini
antara lain :
a) Merasakan adanya suatu masalah dalam kelas atau sekolah yang perlu
diteliti secara mendalam.
b) Mengidentifikasi factor-faktor apa saja yang mempengaruhinya.
c) Merencanakan secara mendalam tentang bagaimana pemecahan
masalahnya.

8
Rouf, Pengembangan Kurikulum, vol.5 no.2 tahun 2020.
9
Tarida Alvina Simanjuntak, Model Pengembangan Kurikulum, vol. 4 no. 2 tahun 2018

8
d) Menentukan keputusan-keputusan apakah yang perlu diambil sehubungan
dengan masalah tersebut.
e) Melaksanakan keputusan yang diambil dan menjalankan rencana yang
disusun.
f) Mencari fakta secara meluas.
g) Menilai tentang kekuatan dan kelemahannya.10

Kurikulum dikembangkan dalam konteks harapan warga masyarakat,


para orang tua, tokoh masyarakat, pengusaha, siswa, guru, dan lain-lain,
mempunyai pandangan tentang bagaimana pendidikan, bagaimana anak
belajar, dan bagaimana peranan kurikulum dalam pendidikan dan
pengajaran. Penyusunan kurikulum hams memasukkan pandangan dan
harapan-harapan masyarakat, dan salah satu cara untuk mencapai hal
itu adalah dengan prosedur action research.11
8. Emerging Technological Model
Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-
nilai efisiensi efektivitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan
model-model kurikulum. Tumbuh kecenderungan-kecenderungan baru yang
didasarkan atas hal itu, diantaranya : (1) The behavioral Analysis Model, (2)
The system analysis model, (3) The computer based model.
- The behavioral Analysis Model, menekankan penguasaan perilaku atau
kemampuan. Suatu perilaku/kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi
perilaku-perilaku tersebut secara berangsur-angsur mulai dari yang
sederhana menuju yang lebih kompleks.
- The system analysis model berasal dari kegiatan efisiensi bisnis. Langkah
pertama dari model ini adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar
yang harus dikuasai siswa. Langkah kedua adalah Menyusun instrumen
untuk menilai ketercapaian hasil belajar tersebut.
- The computer based model, suatu model pengembangan kurikulum dengan
memanfaatkan computer.12

10
Sri lestari, Modul Pengembangan Kurikulum, ( Universitas Esa Unggul, 2020) hal.7
11
Tarida Alvina Simanjuntak, Model Pengembangan Kurikulum, vol. 4 no. 2 tahun 2018
12
Tarida Alvina Simanjuntak, Model Pengembangan Kurikulum, vol 4 no. 2 tahun 2018

9
Pemilihan suatu model pengembangan kurikulum bukan saja didasarkan atas
kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil
yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan
sistem pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan
mana yang digunakan. Model pengembangan kurikulum dalam sistem
pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan yang
desentralisasi. Model pengembangan dalam kurikulum yang sifatnya subjek
akademis berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis dan
rekonstruksi social.13

13
Sri lestari, Modul Pengembangan Kurikulum, ( Universitas Esa Unggul, 2020) hal.8

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan
paling banyak dikenal. istilah yang digunakan untuk pengembangan kurikulum
model administratif, antara lain yaitu: top down approach dan line staf procedure.
Model pendekatan grass roots disebut juga dengan istilah pendekatan
bottom-up, yaitu suatu proses pengembangan kurikulum yang diawali dari
keinginan yang muncul dari tingkat bawah, yaitu sekolah sebagai satuan
pendidikan.
Model demonstrasi dikembangkan untuk memperkenalkan suatu inovasi
kurikulum dalam skala kecil, hanya mencakup satu atau beberapa sekolah, suatu
kompenen kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen kurikulum. Model
demonstrasi dapat dilaksanakan baik secara formal maupun tidak formal.
Model terbalik hilda taba mengembangkan kurikulum yang lebih mendorong
inovasi dan kreativitas guru-guru adalah bersifat induktif, yang merupakan inversi
atau arah terbalik dari model tradisional.
Metode Carl Rogers tidak mementingkan formalitas, rancangan tertulis,
data, dan sebagainya. Bagi Rogers yang penting adalah aktivitas dan interaksi.
Berkat berbagai bentuk aktivitas dalam interaksi ini individu akan berubah,
metode pendidikan yang diutamakan Rogers adalah sensitivity training, encounter
group dan Training Group (T Group).
Model kurikulum ini didasarkan pada asumsi bahwa
perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. Model ini menekankan 3
hal, yaitu : hubungan insani, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari
pengetahuan professional.
Perkembangan bidang teknologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai
efisiensi efektivitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan model-
model kurikulum. Tumbuh kecenderungan-kecenderungan baru yang didasarkan
atas hal itu, diantaranya : (1) The behavioral Analysis Model, (2) The system
analysis model, (3) The computer based model.

11
DAFTAR PUSTAKA
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum
Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010)
Hamdan, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) teori dan
praktek (Banjarmasin: IAIN Antasari Press, 2014)
Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2007)
Rouf, Pengembangan Kurikulum, vol.5 no.2 tahun 2020.
Tarida Alvina Simanjuntak, Model Pengembangan Kurikulum, vol. 4 no. 2 tahun
2018
Sri lestari, Modul Pengembangan Kurikulum, ( Universitas Esa Unggul, 2020)

12

Anda mungkin juga menyukai