Anda di halaman 1dari 35

7

BAB II

TEORI TIPE KEPRIBADIAN DAN SIKAP BELAJAR

2.1 Konsep Tipe Kepribadian Siswa


1. Pengertian Kepribadian
Kepribadian yang bahasa Inggrisnya “personality” berasal dari bahasa
Latin “personare” yang berarti masker atau kedok topeng yang digunakan oleh
para pemain sandiwara di zaman Romawi dalam memainkan peran-perannya
(Suriadinata, 1990:72). Selanjutnya, kata persona ini berubah menjadi satu
istilah yang mengacu pada gambaran sosial tertentu yang diterima oleh individu
dari kelompok atau masyarakatnya, yang mana individu tersebut diharapkan bisa
bertingkah laku berdasarkan gambaran sosial yang diterimanya.
Dalam kehidupan sehari-hari, kata kepribadian digunakan untuk
menggambarkan: (1) identitas diri, jati diri seseorang, seperti : “Saya seorang
yang terbuka” atau “Saya seorang pendiam,” (2) kesan umum seseorang tentang
diri anda atau orang lain, seperti “Dia agresif” atau “Dia jujur”, dan (3) fungsi-
fungsi kepribadian yang sehat atau bermasalah, seperti : “Dia baik” atau “Dia
pendendam” (Yusuf dan Nurihsan, 2007 : 3). Kepribadian juga sering diartikan
dengan ciri-ciri tertentu yang menonjol pada diri individu, yang menunjuk
kepada bagaimana individu tampil dan menimbulkan kesan bagi individu-
individu lainnya.
Gordon W. Allport dalam Ahmadi dan Sholeh (2005 : 156)
mendefinisikan kepribadian sebagai : “Personality is the dynamic organization
within the individual of those psychophysical systems that determine his unique
adjustment to his environment”. Definisi tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut :
a. Bahwa kepribadian adalah organisasi yang dinamis, artinya suatu organisasi
yang terdiri dari sejumlah aspek/unsur yang terus tumbuh dan berkembang
sepanjang hidup manusia.

7
8

b. Aspek-aspek tersebut adalah mengenai psiko-fisik (rohani dan jasmani)


antara lain sifat-sifat, kebiasaan, sikap, tingkah laku, bentuk-bentuk tubuh,
ukuran, warna kulit, dan sebagainya. Semuanya tumbuh dan berkembang
sesuai dengan kondisi yang dimiliki seseorang.
c. Semua aspek kepribadian, baik sifat-sifat maupun kebiasaan sikap, tingkah
laku, bentuk-bentuk tubuh, dan sebagainya, merupakan suatu sistem
(totalitas) dalam menentukan cara yang khas dalam mengadakan
penyesuaian diri terhadap lingkungan. Ini mengandung arti bahwa setiap
orang memiliki cara yang khas atau penampilan yang berbeda-beda dalam
bertindak atau bereaksi terhadap lingkungannya.

Kepribadian adalah semua corak perilaku dan kebiasaan individu yang


terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri
terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. Corak perilaku
dan kebiasaan ini merupakan kesatuan fungsional yang khas pada seseorang.
Perkembangan kepribadian tersebut bersifat dinamis, artinya selama individu
masih bertambah pengetahuannya dan mau belajar serta menambah pengalaman
dan keterampilan, mereka akan semakin matang dan mantap kepribadiannya
(Depkes, 1992 dalam Kusmayadi, 2010 : 2)
Kepribadian juga merupakan persoalan jiwa pengarang yanga asasi.
Pribadi pengarang akan mempengaruhi ruh karyanya. Kepribadian seseorang ada
yang normal dan yang abnormal. Pribadi normal biasanya mengikuti irama yang
lazim dalam kehidupannya. Adapun pribadi yang abnormal, disebut demikian
bila terjadi deviasi kepribadian. Ciri-ciri kepribadian kreatif ialah imajinatif,
berprakarsa, mempunyai minat yang luas, keterbukaan terhadap rangsangan
baru, mandiri (bebas) dalam berpikir, rasa ingin tahu yang kuat, jiwa
kepetualangan, penuh semangat, enerjik, percaya diri, bersedia mengambil
resiko, dan berani dalam keyakinan (Endraswara dalam Festian, 2010: 32).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan
keseluruhan unsur-unsur psikofisik yang selalu tampak pada diri seseorang dan
9

merupakan bagian yang khas atau ciri dari seseorang, yang terdiri dari pola
(bentuk) tingkah laku, sifat-sifat, kebiasaan, kecakapan dan aspek psikis lainnya.

2. Struktur Kepribadian
Struktur kepribadian merupakan unsur-unsur atau komponen yang
membentuk diri seseorang secara psikologis. Salah satu contoh struktur
kepribadian yang paling tua gagasannya adalah menurut Sigmund Frued tokoh
psikoanalisa. Berdasarkan beberapa penelitian pada klien yang mengalami
masalah kejiwaan ia menyimpulkan bahwa diri manusia dalam membentuk
kepribadianya terdiri atas 3 komponen utama yaitu Das es, das ich, das Uber Ich
(Suryasubrata, 2008 : 124-128).
a. Das Es (The Id)
Yaitu aspek biologis dan merupakan sistem yang original di dalam
kepribadian. Das Es berisikan hal-hal yang di Es dibawa sejak lahir,
termasuk instink-instink. Energi di dalam Das Es itu dapat meningkat oleh
karena perangsang, baik perangsang dari luar maupun perangsang dari
dalam. Apabila energi itu meningkat, maka akan menimbulkan tegangan,
dan ini menimbulkan pengalaman tidak enak atau tidak menyenangkan yang
tidak boleh dibiarkan oleh Das Es. Maka pedoman dalam berfungsinya Das
Es ialah menghindarkan diri dari ketidakenakan dan mengejar keenakan,
pedoman ini disebut “prinsip kenikmatan”. Misalnya orang yang lapar
membayangkan makanan.
b. Das Ich (The Ego)
Yaitu aspek psikologis daripada kpribadian dan timbul karena
kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia
kenyataan. Disini letak perbedaan yang pokok antara Das Es dan Das Ich
yaitu Das Es hanya mengenal dunia subyektif (dunia batin) maka Das Ich
dapat membedakan sesuatu yang ada di dalam batin dan sesuatu yang ada di
luar (dunia nyata). Misalnya orang lapar mesti perlu makan, ini berarti
bahwa organisme harus dapat membedakan antara khayalan tentang
makanan dan kenyataan tentang makanan.
10

c. Das Ueber Ich


Yaitu aspek sosiologi kepribadian yang merupakan wakil dari nilai-
nilai tradisional serta cita-cita masyarakat, sebagaimana yang diajarkan
orang tua kepada anaknya dengan perintah dan larangan. Das Ueber Ich
lebih merupakan kesempurnaan daripada kesenangan, karena itu dapat pula
dianggap sebagai aspek moral kepribadian. Fungsiya yang pokok yaitu
menentukan apakah sesuatu benar atau salah, pantas atau tidak, susila atau
tidak. Dan demikian pribadi dapat bertindak sesuai dengan moral
masyarakat.

Cara kerja masing-masing struktur dalam pembentukan kepribadian


adalah: (1) apabila rasa id-nya menguasai sebagian besar energi psikis itu, maka
pribadinya akan bertindak primitif, implusif dan agresif dan ia akan mengumbar
impuls-impuls primitifnya, (2) apabila rasa ego-nya menguasai sebagian besar
energi psikis itu, maka pribadinya bertindak dengan cara-cara yang realistik,
logis, dan rasional, dan (3) apabila rasa super ego-nya menguasai sebagian besar
energi psikis itu, maka pribadinya akan bertindak pada hal-hal yang bersifat
moralitas, mengejar hal-hal yang sempurna yang kadang-kadang irrasional.
Jadi untuk lebih jelasnya sistem kerja ketiga struktur kepribadian
manusia tersebut adalah sebagai berikut :
1) Id merupakan sistem kepribadian yang orisinil, dimana ketika manusia itu
dilahirkan ia hanya memiliki Id saja, karena ia merupakan sumber utama
dari energi psikis dan tempat timbulnya instink. Id tidak memiliki
organisasi, buta, dan banyak tuntutan dengan selalu memaksakan
kehendaknya. Aktivitas Id dikendalikan oleh prinsip kenikmatan dan
proses primer. Id mulai berkembang pada usia bayi, bagian kepribadian
yang paling primitif, dan sudah ada sejak lahir. Aspek biologis dari
kepribadian. Id terdiri dari dorongan (impuls) dasar : kebutuhan makan,
minum, eliminasi, menghindari rasa sakit, memperoleh kenikmatan sosial.
Id juga merupakan kondisi Unconsciousness, sumber energi psikis, sistem
kepribadian yang dasar, terdapat naluri-naruli bawaan, berisi keinginan-
11

keinginan yang belum tentu sesuai dengan norma. Id biasanya menuntut


segera dipuaskan (the principles of constancy). Id akan menjalankan fungsi
tindakan refleks dan proses berpikir primer.
2) Ego mengadakan kontak dengan dunia realitas yang ada di luar dirinya.
Di sini ego berperan sebagai “eksekutif” yang memerintah, mengatur dan
mengendalikan kepribadian, sehingga prosesnya persis seperti “polisi lalu
lintas” yang selalu mengontrol jalannya id, super-ego dan dunia luar. Ia
bertindak sebagai penengah antara instink dengan dunia di sekelilingnya.
Ego ini muncul disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan dari suatu
organisme, seperti manusia lapar butuh makan. Jadi lapar adalah kerja Id,
yang memutuskan untuk mencari dan mendapatkan serta melaksanakan itu
adalah kerja ego sedangkan pertimbangan halal dan haram dalam mencari
makan adalah kerja super ego. Ego mulai berkembang usia 2-3 tahun. Ego
merupakan aspek psikologis kepribadian. Ego berada pada tingkat pra
sadar. Ego menjalankan fungsi dengan proses berpikir sekunder (rasional).
Ego merupakan hasil kontak individu dengan dunia luar/lingkungan (The
realita of principles) dan penengah tuntutan id dan superego
3) Superego adalah yang memegang keadilan atau sebagai filter dari kedua
sistem kepribadian, sehingga tahu benar-salah, baik-buruk, boleh tidak dan
sebagainya. Superego bertindak sebagai sesuatu yang ideal, yang sesuai
dengan norma-norma moral masyarakat. Super ego mulai berkembang usia
4-6 tahun. Super Ego merupakan aspek sosiologis kepribadian, sistem
kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan yang sifatnya evaluatif.
Terbentuk melalui internalisasi nilai-nilai atau aturan-aturan dari
significant others. Berfungsi dalam legislatif dan yudikatif. Super Ego juga
terdiri dari : kata hati (nurani) & ego ideal. Fungsi utama : pertama
pengendali id; kedua mengarahkan ego pada tujuan yang yang sesuai
dengan moral ketimbang kenyataan; ketiga mendorong individu ke arah
kesempurnaan.
12

3. Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Siswa


Sjarkawi (2006 : 19) mengungkapkan bahwa kepribadian seseorang
dapat dipengaruhi dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua
faktor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri.
Faktor internal ini biasanya merupakan faktor genetis atau bawaan sejak
lahir dan merupakan pengaruh keturunan dari salah satu sifat yang dimiliki
salah satu dari kedua orang tuanya atau bisa jadi gabungan atau kombinasi
dari sifat kedua orang tuanya.
b. Faktor Eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar orang tersebut, biasanya
merupakan pengaruh yang berasal dari lingkungan seseorang mulai dari
lingkungan terkecilnya, yakni keluarga, teman, tetangga, sampai dengan
pengaruh dari berbagai media audiovisual seperti TV dan VCD, atau media
cetak seperti koran, majalah dan lain sebagainya.

Senada dengan pendapat di atas, menurut Purwanto (2007 : 160-166)


terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepribadian, diantaranya :
a. Faktor Biologis
Faktor biologis merupakan faktor yang berhubungan dengan keadaan
jasmani, atau seringkali pula disebut faktor fisiologis seperti keadaan
genetik, pencernaan, pernafasan, peredaran darah, kelenjar-kelenjar, saraf,
tinggi badan, berat badan dan sebagainya. Kita mengetahui bahwa keadaan
jasmani setiap orang sejak dilahirkan telah menunjukan adanya perbedaan-
perbedaan. Hal ini dapat kita lihat pada setiap bayi yang baru lahir. Ini
menunjukkan bahwa sifat-sifat jasmani yang ada pada setiap orang ada yang
diperoleh dari keturunan, dan ada pula yang merupakan pembawaan
anak/orang itu masing-masing. Keadaan fisik tersebut memainkan peranan
yang penting pada kepribadian seseorang.
b. Faktor Sosial
Faktor sosial yang dimaksud di sini adalah masyarakat ; yakni manusia-
manusia lain disekitar individu yang bersangkutan. Termasuk juga kedalam
13

faktor sosial adalah tradisi-tradisi, adat istiadat, peraturan-peraturan, bahasa,


dan sebagainya yang berlaku dimasyarakat itu.
Sejak dilahirkan, anak telah mulai bergaul dengan orang-orang
disekitarnya. Dengan lingkungan yang pertama adalah keluarga. Dalam
perkembangan anak, peranan keluarga sangat penting dan menentukan bagi
pembentukan kepribadian selanjutnya. Keadaan dan suasana keluarga yang
berlainan memberikan pengaruh yang bermacam-macam pula terhadap
perkembangan kepribadian anak.
Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak sejak kecil
adalah sangat mendalam dan menentukan perkembangan pribadi anak
selanjutnya. Hal ini disebabkan karena pengaruh itu merupakan pengalaman
yang pertama, pengaruh yang diterima anak masih terbatas jumlah dan luasnya,
intensitas pengaruh itu sangat tinggi karena berlangsung terus menerus, serta
umumnya pengaruh itu diterima dalam suasana bernada emosional. Kemudian
semakin besar seorang anak maka pengaruh yang diterima dari lingkungan
sosial makin besar dan meluas. Ini dapat diartikan bahwa faktor sosial
mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dan pembentukan kepribadian.
c. Faktor Kebudayaan
Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri masing-
masing orang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat di mana
seseorang itu dibesarkan. Beberapa aspek kebudayaan yang sangat
mempengaruhi perkembangan dan pembentukan kepribadian antara lain:
Pertama nilai-nilai (value). Di dalam setiap kebudayaan terdapat
nilai-nilai hidup yang dijunjung tinggi oleh manusia-manusia yang hidup
dalam kebudayaan itu. Untuk dapat diterima sebagai anggota suatu
masyarakat, kita harus memiliki kepribadian yang selaras dengan
kebudayaan yang berlaku di masyarakat itu.
Kedua adat dan tradisi. Adat dan tradisi yang berlaku disuatu daerah,
di samping menentukan nilai-nilai yang harus ditaati oleh anggota-
anggotanya, juga menentukan pula cara-cara bertindak dan bertingkah laku
yang akan berdampak pada kepribadian seseorang.
14

Ketiga pengetahuan dan keterampilan. Tinggi rendahnya pengetahuan


dan keterampilan seseorang atau suatu masyarakat mencerminkan pula
tinggi rendahnya kebudayaan masyarakat itu. Makin tinggi kebudayaan
suatu masyarakat makin berkembang pula sikap hidup dan cara-cara
kehidupannya.
Keempat bahasa. Di samping faktor-faktor kebudayaan yang telah
diuraikan di atas, bahasa merupakan salah satu faktor yang turut
menentukan cirri-ciri khas dari suatu kebudayaan. Betapa erat hubungan
bahasa dengan kepribadian manusia yang memiliki bahasa itu. Karena
bahasa merupakan alat komunikasi dan alat berpikir yang dapat
menunukkan bagaimana seseorang itu bersikap, bertindak dan bereaksi serta
bergaul dengan orang lain.
Kelima milik kebendaan (material possessions). Semakin maju
kebudayaan suatu masyarakat/bangsa, makin maju dan modern pula alat-alat
yang dipergunakan bagi keperluan hidupnya. Hal itu semua sangat
mempengaruhi kepribadian manusia yang memiliki kebudayaan itu.

4. Perubahan Kepribadian
Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan (2007 : 11) menyatakan meskipun
kepribadian seseorang itu relatif konstan, namun kenyataan sering ditemukan
adanya perubahan kepribadian. Menurut mereka, perubahan itu terjadi
dipengaruhi oleh faktor gangguan fisik dan lingkungan. Kedua faktor tersebut
sebagai berikut :
a. Faktor fisik, seperti : gangguan otak, kurang gizi (mal nutrisi),
mengkonsumsi obat-obatan terlarang (NAPZA), minuman keras, dan
gangguan organik (sakit atau kecelakaan).
b. Faktor lingkungan sosial budaya, seperti : krisis politik, ekonomi, dan
keamanaan yang menyebabkan terjadinya masalah pribadi (stres, depresi)
dan masalah sosisal (pengangguran, premanisme dan kriminalitas).
c. Faktor diri sendiri, seperti : tekanan emosional (frustasi yang
berkepanjangan.
15

5. Konsep-konsep yang Berhubungan dengan Kepribadian


Ada beberapa konsep yang berhubungan erat dengan kepribadian,
konsep-konsep tersebut adalah (Alwisol dalam Kuntjojo, 2009 : 5) :
a. Character (karakter), yaitu penggambaran tingkah laku dengan
menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik secara eksplisit maupun
implisit.
b. Temprament (tempramen), yaitu kepribadian yang berkaitan erat dengan
determinan biologis atau fisiologis.
c. Traits (sifat-sifat), yaitu respon yang senada atau sama terhadap sekelompok
stimuli yang mirip, berlangsung dalam kurun waktu (relatif) lama.
d. Type attitude (ciri), mirip dengan sifat, namun dalam kelompok stimuli yang
lebih terbatas.
e. Habit (kebiasaan), merupakan respon yang sama dan cenderung berulang
untuk stimulus yang sama pula.

6. Tipe Kepribadian
Dalam kaitannya dengan kepribadian, kepribadian setiap orang berbeda-
beda, tergantung individu itu sendiri bagaimana membawa dirinya untuk
mendapatkan kepribadian yang baik. Kepribadian yang baik itu hanya akan
terwujud apabila diri orang itu yang merubahnya sendiri. Dalam diri seseorang
mempunyai tipe-tipe sanguinis, koleris, melankolis dan phlegmatis. Hal ini
sejalan dengan dengan pendapat dari Hippocrates, bapak ilmu kedokteran yang
berpendapat bahwa di dalam tubuh manusia terdapat sifat-sifat yang didukung
oleh cairan-cairan yang ada di dalam tubuh, yaitu chole, melanchole, phlegma
dan sanguis (Fauzi, 1999 : 124).
Pendapat Hippocrates disempurnakan oleh Galenus (129-200 SM) yang
mengatakan bahwa di dalam tubuh manusia terdapat 4 macam cairan tersebut
dalam proporsi tertentu. Apabila suatu cairan terdapat di dalam tubuh melebihi
proporsi yang seharusnya (dominan) maka akan menimbulkan adanya sifat-sifat
kejiwaan yang khas. Sifat-sifat kejiwaan yang khas ada pada seseorang sebagai
akibat dari dominannya salah satu cairan tersebut yang oleh Galenus sehingga
16

menggolongkan manusia menjadi empat tipe berdasarkan temperamennya, yaitu


Koleris, Melankolis, Phlegmatis, dan Sanguinis (Suryabrata, 2011 : 79).
Selain itu, Florence littauer juga mengembangkan lagi tipe kepribadian
yang telah dijelaskan oleh Hipocrates dan Galenus. Dalam bukunya yang
berjudul Personaliy Plus, Littauer menjelaskan lebih rinci mengenai sifat
masing-masing kepribadian tersebut.
a. Sanguinis
Tipe kepribadian sanguinis adalah tipe kepribadian yang dipengaruhi
oleh sanguis (darah). Seorang sanguinis pada dasarnya mempunyai sifat
ekstrovert, membicara dan optimis (Septiarini, 2011:14). Dari segi
penampilan, orang dengan tipe sanguinis biasanya sangat memperhatikan
fashion yang up to date, misalnya mode baju terbaru atau berwarna cerah,
atau rambut yang dicat pada wanita misalnya. Ciri penampilan lain adalah
kegemaran untuk memakai warna-warna pakaian yang cerah, dasi yang
bercorak tidak simetris, dan sebaginya (http://edukasi.kompasiana.com/
16/02/2014).
1) Kekuatan
Secrara emosi tipe sanguinis adalah orang yang sangat
bersemangat dan lebih banyak memiliki kesenangan dalam hidupnya
sehingga mereka jarang sekali membiarkan hatinya bersedih berlama-
lama. Mereka selalu tampak ceria, hangat, mudah tertawa lepas,
bersahabat dan sangat menikmati hidup. Hal ini disebabkan karena
mereka memiliki sifat yang mudah menerima sehingga kesan-kesan
dari luar dapat dengan mudah masuk ke dalam hatinya.
Orang sanguinis suka bicara, suka bercerita, mereka suka bicara
apa saja, yang biasanya diiringi dengan tangan dan badannya yang
ikut bergerak-gerak saat berbicara (Littauer, 1965 : 42), dengan
mudah mereka dapat menularkan perasaan “semangat”-nya kepada
orang lain melalui perkataannya. Gayanya yang gaduh bersuara keras
dan ramah membuatnya tampak percaya diri lebih daripada yang
sebenarnya.
17

Dalam bersosialisasi, sanguinis sebagai teman mempunyai sifat


mencintai orang, berhati tulus, suka dipuji, tampak menyenangkan,
bukan pendendam, dan mencegah suasana membosankan menjadikan
mereka untuk mudah dalam bergaul. Inilah kekuatan utama mereka.
Sementara orang-orang lainnya ragu-ragu atau menahan diri,
orang sanguinis akan memulai percakapan dengan siapa saja yang
ditemuinya (Littauer, 1996 : 52). Seseorang dengan tipe Sanguinis
adalah seseorang yang sangat mengedepankan hubungan dengan
orang lain, atau istilahnya people-oriented.
Dari segi pekerjaan, sifat seorang sanguinis adalah sukarelawan
untuk tugas, karena sanguinis yang populer ingin selalu bisa
membantu dan populer, mereka mengajukan diri secara sukarela tanpa
memikirkan konsekuensinya. Sebagian besar orang tipe ini juga
adalah orang yang kreatif dan inovatif secara alami serta punya rasa
ingin tahu yang besar (Littauer, 1965 : 43&47).
Orang sanguinis memulai pekerjaan dengan cara cemerlang
serta mengilhami dan mempesona orang lain untuk ikut bekerja,
karena mereka mempunyai energi dan antusiasme yang berlimpah-
limpah, mereka cenderung menarik dan mengilhami orang lain.
Sanguinis yang efektif memikirkan gagasan dan mempesona orang
lain untuk melaksanakannya hingga mencapai penyelesaian yang
produktif (Littauer, 1996 : 49). Prinsip kerjanya adalah Let’s Do it the
Most Comfortable Way, atau Mari kerjakan dengan cara yang paling
menyenangkan.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kekuatan
utama dari orang tipe Sanguinis ini adalah kemudahannya untuk
bergaul dengan orang lain. Suka bicara, ceria, antusias dan ekspresif,
berhati tulus dan kekanak-kanakan. Senang kumpul dan berkumpul
(untuk bertemu dan bicara), senang dengan pujian dan ingin menjadi
perhatian, menyenangkan dan dicemburui orang lain, mudah
memaafkan (dan tidak menyimpan dendam). Mengambil inisiatif/
18

menghindar dari hal-hal atau keadaan yang membosankan dan


menyukai hal-hal yang spontan.

2) Kelemahan
Kelemahannya secara umum dari orang dengan tipe sanguinis
ini adalah cenderung kurang well-organized dan kurang disiplin.
Emosinya yang suka berbicara membuat mereka suka mendominasi
percakapan, suka menyela dan susah mendengarkan dengan tuntas.
Mereka suka melebih-lebihkan perkataannya tentang suatu hal /
kejadian. Suara dan tertawa yang keras (terlalu keras) serta cirinya
yang ekspresif membuat orang sanguinis susah untuk diam.
Orang sanguinis cenderung impulsif, berpikir pendek, bertindak
sesuai dengan emosinya atau keinnginannya daripada pemikirannya
saat mereka mengambil keputusan. Orang bertipe ini tidak tetap
pendirian karena sangat mudah dipengaruhi oleh lingkungannya,
kurang bisa menguasai diri atau penguasaan diri lemah, cenderung
mudah jatuh ke dalam percobaan karena godaan dari luar dapat
dengan mudah memikatnya dan dia bisa masuk terperosok
kedalamnya (Sjarkawi, 2008 : 11) .
Orang tipe Sanguinis ini mudah tertekan atau stress apabila
terjebak pada pekerjaan yang monoton karena orang ini sangat
membutuhkan variasi atau dinamika tinggi dalam hidup dan
pekerjaannya. Hal lain yang dapat membuatnya tertekan adalah
kurangnya perhatian orang lain padanya, atau apabila dia sudah tidak
menjadi fokus utama lagi dalam lingkungannya. Untuk melampiaskan
rasa stres atau tertekannya adalah dengan shopping alias pergi
berbelanja. Sehingga lebih konsentrasi ke “How to spend money”
daripada “How to earn/save money” (http://edukasi.kompasiana.com/
16/02/2014).
19

b. Melankolis
Cairan yang dominan adalah empedu hitam (melanchole). Seorang
melankolis pada dasarnya intovert, pemikir dan pesimis. Secara penampilan,
orang dengan tipe melankolis ini biasanya memakai baju dengan model
yang konservatif misalnya kemeja dan dasi dengan pola yang teratur,
misalnya kotak-kotak atau garis-garis teratur, dan sebagainya
(http://edukasi. kompasiana.com/16/02/2014).
1) Kekuatan
Seseorang dengan tipe Melankolis adalah seseorang yang
berorientasi pada kesempurnaan dan keteraturan. Orang dengan tipe
kepribadian Melankolis ini terobsesi dengan karyanya yang paling
bagus atau paling sempurna, mengerti estetika keindahan hidup,
perasaannya sangat kuat dan sangat sensitif (Sjarkawi, 2008 : 12).
Orang melankolis memiliki sikap yang serius dan tekun. Orang
melankolis adalah orang-orang yang menetapkan tujuan jangka panjang
dan hanya ingin melakukan apa yang mempunyai tujuan abadi
(Littauer, 1996 : 63). Mereka adalah orang yang introvert, tapi apabila
mereka sedang berada dalam puncak sukacitanya, mereka bisa saja
menjadi ekstrovert.
Dari segi sosialisasi, seorang melankolis mempunya sifat hati-hati
dalam berteman, menetapkan standar tinggi, ingin segalanya dilakukan
dengan benar, mengorbankan keinginan sendiri untuk orang lain,
menghindari perhatian, setia dan berbakti, mau mendengarkan keluhan,
bisa memecahkan masalah orang lain, sangat memperhatikan orang lain
dan mencari teman hidup ideal.
Dari segi pekerjaan, sifat melankolis yaitu berorientasi jadwal,
perfeksionis, standar tinggi, sadar perincian, gigih dan cermat, tertib
dan terorganisir, teratur dan rapi, ekonomis, melihat masalah, mendapat
pemecahan kreatif, perlu menyelesaikan apa yang dimulai dan suka
20

diagram, grafik, bagan serta daftar. Prinsip kerja dan hidupnya adalah
Let’s Do It the Right Way (Mari kerjakan dengan cara yang benar).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kekuatan utama
dari orang tipe ini adalah standar kesempurnaan yang tinggi, teliti dan
disertai dengan kemampuan analisisnya yang mendalam. Orang ini
sangat well-organized dan konsisten. Selain itu melankolis juga kuat
dalam analitis, mendalam, dan penuh pikiran.
Serius dan bertujuan, serta berorientasi jadwal; artistik, musikal
dan kreatif (filsafat & puitis); sensitif; mau mengorbankan diri dan
idealis; standar tinggi dan perfeksionis; senang perincian/memerinci,
tekun, serba tertib dan teratur (rapi); ekonomis; melihat masalah dan
mencari solusi pemecahan kreatif (sering terlalu kreatif); kalau sudah
mulai, dituntaskan.; berteman dengan hati-hati; puas di belakang layar,
menghindari perhatian; mau mendengar keluhan, setia dan mengabdi;
sangat memperhatikan orang lain. Ini adalah kekuatan dari orang
dengan tipe melankolis.

2) Kelemahan
Pribadinya yang sangat perfeksionis cenderung membuatnya
sering menyalahkan diri sendiri dan menjadi rendah diri. Mereka sangat
mudah dipengaruhi oleh perasaan. Perasaan mereka yang peka dan
sensitif juga dapat membuat mereka jadi pendendam dan sering terlihat
murung karena cenderung melihat masalah dari sisi negatif (Sjarkawi,
2008 : 12).
Orang tipe Melankolis ini akan mudah merasa tertekan apabila
dia diminta untuk mengkompromikan standar atau kesempurnaan-nya.
Kehidupan yang tidak teratur atau tidak semestinya juga cenderung
mudah membuatnya tertekan. Kalau sudah demikian, biasanya mereka
akan cenderung menarik diri, mengingat-ingat masalahnya, atau bahkan
menyalahkan diri sendiri
21

Tipe melankolis mempunyai banyak pertimbangan serta lebih


menekankan pada cara daripada tercapainya tujuan, sehingga mereka
melewatkan banyak waktu untuk menganalisa dan merencanakan
Standar mereka yang terlalu tinggi juga membuat mereka sulit
disenangkan. Hidup mereka berdasarkan definisi, mereka juga sulit
bersosialisasi, tukang kritik, tetapi sensitif terhadap kritik yang
menentang dirinya, sulit mengungkapkan perasaan (cenderung menahan
kasih sayang), rasa curiga yang besar dan memerlukan persetujuan, juga
merupakan kelemahan dari tipe melankolis ini.

c. Koleris
Empedu kuning (chole) adalah cairang yang berpengaruh pada tipe
ini. Dari segi emosi, ciri seorang koleris yaitu ekstrovert, pelaku dan
optimis. Ciri-ciri fisik dan penampilan dari orang tipe koleris biasanya suka
memakai baju yang praktis saja, misalnya lengan pendek dan simple untuk
pria, dan pada wanita mereka biasanya suka berambut pendek dan praktis
(http://edukasi.kompasiana.com/16/02/2014).
1) Kekuatan
Tipe koleris adalah seseorang yang sangat berorientasi untuk
memimpin dalam hal apa saja, mereka memiliki jiwa kepemimpinan
yang kuat. Orang koleris memiliki ambisi, gairah dan energi untuk
menjadi lebih dominan di antara orang-orang lain di sekitarnya.
Seorang koleris memiliki kemauan keras dalam mencapai
sesuatu. Mereka seorang yang berapi-api, aktif, praktis, cekatan,
mandiri dan sangat independen. Mereka cenderung bersikap tegas dan
berpendirian keras dalam mengambil keputusan bagi dirinya sendiri
dan orang lain. Pada saat orang-orang lainnya tidak dapat menetapkan
pikiran, orang koleris akan memutuskan dengan seketika. Mereka
memecahkan masalah dengan menghemat waktu, walaupun tidak
semua orang menghargai keputusan mereka (Littauer, 1996 : 100).
22

Dari segi pertemanan atau sosialisasi, koleris mempunyai sifat


tidak terlalu perlu teman. Orang korelis tidak memerlukan siapapun di
sekelilingnya. Mereka punya proyek dan beranggapan bahwa bergaul
membuang-buang waktu karena hal itu tidak menghasilkan apa pun.
Orang koleris akan bekerja untuk kegiatan kelompok kalau ada
tujuannya dan dengan senang hati akan terjun mengorganisasi
kegiatan mengumpulkan dana, tetapi mereka tidak perlu buang-buang
waktu untuk mengobrol (Littauer, 1996 : 110).
Dalam pekerjaan, orang koleris cenderung berorientasi target
pada pekerjaan dan tugas, mempunyai displin kerja yang sangat
tinggi, mampu melasanakan tugas dengan setia dan bertanggung
jawab atas tugas yang diembannya (Sjarkawi, 2008:12). Prinsip
kerjanya adalah Let’s Do It My Way, atau Mari kerjakan dengan cara
saya.
Orang koleris tidak perlu dirangsang oleh ingkungannya, tetapi
justru mereka yang merangsang ingkungannya melalui ide-idenya
yang tidak pernah berakhir, rancangan, sasaran dan ambisinya.
Mereka bukan tipe orang yang mudah menyerah terhadap tekanan dari
orang lain. Bahkan tekanan tersebut justru semakin mendorongnya
untuk terus maju.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa kekuatan
utama dari orang tipe ini adalah goal oriented atau mempunyai tujuan
yang jelas dan kuat, berkemauan keras dan pasti untuk mencapai
sasaran/target. Mereka juga berani menghadapai tantangan dan
masalah karena mereka terdorong melakukan sesuatu karna tantangan.
Selain itu mereka senang memimpin, membuat keputusan, bebas dan
mandiri serta unggul dalam keadaan daruruat.

2) Kelemahan
Orang yang bertipe ini memiliki kelemahan antara lain dengan
sifatnya yang kaku dan keras mengakibatkan mereka kurang mampu
23

merasakan perasaan orang lain, kurang mampu mengembangkan rasa


kasihan pada orang yang sedang menderita (Sjarkawi, 2008 : 12).
Orientasi mereka untuk memimpin dan mendominasi dalam hal apa
saja membuat mereka suka memerintah dan mendominasi serta
merasa selalu benar. Selain itu karena sifatnya yang berkemauan keras
membuat mereka akan melakukan segala cara demi tercapainya tujuan
mereka dan mereka terlalu bergairah sehingga sulit untuk santai.
Orang koleris merasa sulit secara lisan atau fisik
memperlihatkan kasih sayang secara terbuka, keras kepala, tampaknya
tidak bisa tahan atau menerima sikap, pandangan atau cara orang lain
(Septiarini, 2011 : 16). Orang koleris memiliki emosi yang medak-
ledak, mereka tidak mudah bersimpati kepada orang lain.
Orang dengan tipe ini akan mengalami tekanan atau stress bila
sesuatu menjadi sulit untuk dikontrol atau saat dia harus menjalankan
keputusan orang lain yang tidak sejalan dengan keputusannya.
Tekanan besar juga terjadi padanya apabila dia merasa dilangkahi
wewenangnya, atau dispelekan perannya. Dan bila stress, maka dia
akan cenderung akan melampiaskan kemarahannya, bekerja lebih
keras lagi, meningkatkan kendali atau kontrol terhadap orang lain,
atau bahkan menyingkirkan orang-orang yang bersalah atau
menghamat dirinya.

d. Phlegmatis
Cairan yang dominan pada tipe kepribadian ini adalah lendis (flegma).
Seorang phlegmatis pada dasarnya mempunyai sifat introvert, pengamat dan
pesimis.
1) Kekuatan
Seorang phlegmatis merupakan seseorang yang memiliki sifat
alamiah pendamai, tidak suka kekerasan. Orang dengan tipe ini
adalah orang-orang yang punya pembawaan tenang dan santai secara
alami, gejolak emosinya tidak tampak, misalnya dalam kondisi sedih
24

atau senang, sehingga naik turun emosinya tidak terlihat secara jelas.
Merupakan pribadi yang konsisten, tenang dan jarang sekali
terpengaruh dengan lingkungannya, tidak pernah terlihat gelisah.
Orang bertipe ini cenderung dapat menguasai dirinya dengan cukup
baik dan lebih instropektif, memikirkan ke dalam dan mampu melihat,
menatap, dan memikirkan masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya.
Mereka seorang pengamat yang kuat, penonton yang tajam dan
pengkritik yang berbobot (Sjarkawi, 2008 : 12).
Orang phlegmatis yang damai punya banyak teman karena
mereka merupakan orang yang yang mudah diajak bergaul, rileks,
tenang, punya keseimbangan yang baik, sabar, konsisten, tidak
ofensif, ramah dan menyenangkan (Littauer, 1996 : 136). Mereka
adalah tipe orang yang bisa membuat sekelompok orang tertawa
terbahak-bahak oleh humor-humor keringnya meski mereka sendiri
tidak tertawa. Orang phlegmatis adalah orang yang sopan dan
mempunyai aturan yang baik dalam pergaulan.
Berbeda dengan orang sanguin yang terbuka dan suka berbicara,
orang phlegmatis tertutup walaupun mereka senang bersosialisasi dan
menyukai keramaian, sejauh keramaian itu tidak berpusat pada diri
mereka. Mereka mempunyai sikap pemalu dan tidak suka
menonjolkan diri. Di balik pribadinya yang dingin dan malu-malu,
sesungguhnya mereka memiliki kemampuan untuk dapat lebih
merasakan emosi yang terkandung pada sesuatu.
Dalam pekerjaan, orang phlegmatis cakap dan mantap, punya
kemampuan administratif, tidak suka dengan konflik dan
pertentangan. Mereka lebih senang memberikan dukungan dan
melayani serta setuju dengan atau akan menerima pendapat orang lain
apapun itu, meski belum tentu dia mengerjakannya. Dalam setiap
pertengkaran atau perbedaan pendapat, orang phlegmatis adalah
penengah yang baik, karena mereka tidak mudah tersinggung. Selain
25

itu, mereka juga baik di bawah tekanan dan menemukan cara yang
mudah dalam bekerja.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kekuatan dari
orang phlegmatis adalah mudah bergaul, santai, tenang dan teguh.
Kepribadian yang baik, sabar, seimbang, dan pendengar yang baik.
Tidak banyak bicara, tetapi cenderung bijaksana. Simpatik dan baik
hati (sering menyembunyikan emosi). Kuat di bidang administrasi,
dan cenderung ingin segalanya terorganisasi. Penengah masalah yg
baik. Cenderung berusaha menemukan cara termudah. Baik di bawah
tekanan. Menyenangkan dan tidak suka menyinggung perasaan. Rasa
humor yang menggigit. Senang melihat dan mengawasi. Punya
belaskasihan dan perhatian. Mudah diajak rukun dan damai.

2) Kelemahan
Karena sifatnya yang menyukai perdamaian dan tidak
menyukai pertikaian, orang phlegmatis cenderung menarik diri dari
segala macam keterlibatan. Hal inilah yang sering kali
menghambatnya untuk menunjukan kemampuannya secara total dan
cenderung pasif dan pemalas. Mereka juga mempunyai
kecenderungan mengambil mudahnya dan tidak mau susah. Sehingga,
jika melakukan pekerjaan maka orang phlegmatis akan melakukannya
dengan cara yang paling mudah (easy way). Kadang-kadang dengan
menempuh jalan pintas. Dengan kelemahan ini, mereka kurang mau
berkorban demi orang lain dan cenderung egois (Sjarkawi, 2008 : 12).
Orang phlegmatis adalah tipe penonton, kurang aktif dan
kurang berinisiatif. Mereka lebih suka diam dan menunggu perintah
untuk mengerjakan sesuatu. Mereka lebih suka tidak mengerjakan
apapun daripada mengerjakan sesuatu. Mereka lebih suka berada di
belakang layar dan tidak senang menjadi pusat perhatian. Selain itu
mereka kurang berani mengambil keputusan, sulit untuk bilang
26

“tidak” kepada orang lain, serta kurangnya antusiasme dan gairah


dalam bekerja yang dapat berakibat menunda-nunda pekerjaannya.

2.2 Konsep Sikap Belajar Matematika


1. Pengertian Sikap
Faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sikap. Sikap
merupakan sesuatu yang dipelajari dan sikap menentukan bagaimna individu
bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu dalam
kehidupan (Slameto, 2010 : 188).
Menurut Notoadmodjo (2003: 91) sikap adalah suatu kesiapan seseoarang
untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu, dengan kata lain, sikap
merupakan kecenderungan yang relative stabil yang dimilki individu dalam
mereaksi dirinya sendiri orang lain atau situasi tertentu.
Hal senada dengan pendapat di atas, Gerungan (2000: 76) mengemukakan
bahwa sikap adalah pandangan, perasaan yang disertai oleh kecenderungan
untuk bertindak sesuai dengan objeknya.
Pada umumnya rumusan-rumusan mengenai sikap mempunyai
persamaan unsur, yaitu adanya kesediaan untuk berespon terhadap suatu situasi.
Sikap selalu berkenaan dengan suatu objek dan sikap terhadap objek ini disertai
dengan perasaan positif atau negatif. Orang mempunyai sikap positif terhadap
suatu objek yang bernilai dalam pandangannya dan ia akan bersikap negatif
terhadap objek yang dianggapnya tidak bernilai dan atau juga merugikan
(Slameto, 2010 : 189).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa
sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak
atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam
menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya.

2. Karakteristik dan Fungsi Sikap


Sikap memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau
negatif terhadap obyek atau situasi. Sikap memiliki beberapa karakteristik dan
27

fungsi diantaranya sebagai alat untuk menyesuaikan diri, pengatur tingkah laku
dan pengatur pengalaman.
Menurut Brigham dalam Panjaitan (2008 : 28) terdapat beberapa ciri atau
karakteristik dasar dari sikap, yaitu :
a. Sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku
b. Sikap ditujukan mengarah kepada objek psikologis atau kategori, dalam hal
ini skema yang dimiliki individu menentukan bagaimana individu
mengkategorisasikan objek target dimana sikap diarahkan
c. Sikap dipelajari
d. Sikap mempengaruhi perilaku. Memegang teguh suatu sikap yang mengarah
pada suatu objek memberikan satu alasan untuk berperilaku mengarah pada
objek itu dengan suatu cara tertentu.

Hal senada dengan pendapat di atas, Walgito (2003 : 129)


mengemukakan bahwa karakteristik sikap adalah sebagai berikut :
1) Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang
perkembangan itu dalam hubungannya dengan obyeknya
2) Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat
berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat
tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu
3) Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu
terhadap suatu obyek. Dengan kata lain sikap itu terbentuk, dipelajari, atau
berubah senantiasa berkenaan dengan suatu obyek tertentu yang dapat
dirumuskan dengan jelas
4) Obyek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan
kumpulan dari hal-hal tersebut
5) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat alamiah
yang membedakan sikap dan kecakapan- kecakapan atau pengetahuan-
pengetahuan yang dimiliki orang.

Menurut Ahmadi (2007: 165) fungsi sikap dapat dibagi menjadi empat
golongan, yaitu sebagai alat menyesuaikan diri, alat pengatur tingkah laku,
pengatur pengalaman dan pernyataan kepribadian. Untuk lebih jelasnya, penulis
uraikan sebagai berikut :
1) Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri. Bahwa sikap adalah
sesuatu yang bersifat communicabel, artinya sesuatu yang mudah menjalar,
sehingga mudah pula menjadi milik bersama. Justru karena itu sesuatu
golongan yang mendasarkan atas kepentingan bersama dan pengalamn
bersama. Biasanya ditandai oleh adanya sikap anggotanya yang sama
28

terhadap sesuatu objek. Sehingga dengan demikian sikap bisa menjadi


rantai penghubung antara orang dengan kelmpoknya atau dengan anggota
kelompoknya yang lain.
2) Sikap befungsi sebagai alat pengatur tingkah laku. Kita tau bahwa tingkah
laku anak kecil dan binatang pada umumnya merupakan aksi- aksi yang
spontan terhadap sekitarnya.
3) Sikap berfungsi sebagai pengatur pengalaman. Dalam hal ini perlu
dikemukakan bahwa manusia didalam menerima pengalaman- pengalaman
dari dunia luar sikapnya tidak pasif, tetapi diterima secara aktif, artinya
semua pengalaman yang bersal dari dunia luar tidak semuanya dilayani oleh
manusia, tetapi manusia memilih mana- mana yang perlu dan mana yang
tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman ini diberi penilaian, lalu dipilih.
4) Sikap berfungsi sebagai pernyataan keperibadian sikap sering
mencerminkan pribadi sesorang. Ini sebabnya karena sikap tidak pernah
terpisah dari pribadi yang mendukungnya.
Hal senada dengan pendapat di atas, Walgito (2003: 128-129)
mengemukakan bahwa fungsi sikap adalah fungsi penyesuaian, fungsi
pertahanan ego, fungsi ekspresi nilai dan fungsi pengetahuan. Untuk lebih
jelasnya, penulis uraikan sebagai berikut :
1) Fungsi instrumental atau fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat. Fungsi ini
berkaitan dengan sarana dan tujuan. Orang memandang sejauh mana obyek
sikap dapat digunakan sebagai sarana atau alat dalam rangka mencapai
tujuan. Bila obyek sikap dapat membantu seseorang dalam mencapai
tujuannya, maka orang akan bersifat positif terhadap obyek tersebut.
Demikian sebaliknya bila obyek sikap menghambat pencapaian tujuan,
maka orang akan bersikap negatif terhadap obyek sikap yang bersangkutan.
2) Fungsi pertahanan ego. Ini merupakan sikap yang diambil oleh seseorang
demi untuk mempertahankan ego atau akunya. Sikap ini diambil oleh
seseorang pada waktu orang yang bersangkutan terancam keadaan dirinya
atau egonya.
29

3) Fungsi ekspresi nilai. Sikap yang ada pada diri seseorang merupakan jalan
bagi individu untuk mengekspresikan nilai yang ada pada dirinya. Dengan
mengekspresikan diri seseorang akan mendapatkan kepuasan dapat
menunjukkan kepada dirinya. Dengan individu mengambil sikap tertentu
akan menggambarkan keadaan sistem nilai yang ada pada individu yang
bersangkutan
4) Fungsi pengetahuan. Individu mempunyai dorongan untuk ingin mengerti
dengan pengalaman-pengalamannya. Ini berarti bila seseorang mempunyai
sikap tertentu terhadap suatu obyek, menunjukkan tentang pengetahuan
orang terhadap obyek sikap yang bersangkutan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa
fungsi sikap adalah fungsi penyesuaian, fungsi pertahanan ego, fungsi ekspresi
nilai dan fungsi pengetahuan, alat menyesuaikan diri, alat pengatur tingkah laku,
pengatur pengalaman dan pernyataan kepribadian.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap


Azwar (2013: 30-38) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan,
orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga
pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu. Untuk
lebih jelasnya, penulis uraikan sebagai berikut :
a. Pengalaman pribadi
Tidak adanya pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dengan suatu
objek psikologis, cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek
tersebut. Sikap akan lebih mudah terbentuk jika yang dialami seseorang
terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Situasi yang
melibatkan emosi akan menghasilkan pengalaman yang lebih mendalam dan
lebih lama membekas.
b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang
konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting.
30

Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi


dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap
penting tersebut.
c. Pengaruh Kebudayaan
Pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan) dalam membentuk
pribadi seseorang. Kepribadian merupakan pola perilaku yang konsisten
yang menggambarkan sejarah penguat (reinforcement) yang kita alami.
Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu
masyarakat. Kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap individu
terhadap berbagai masalah.
d. Media Massa
Berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar,
majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan
opini dan kepercayaan individu. Media massa memberikan pesan-pesan
yang sugestif yang mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru
mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya
sikap terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan
memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah
sikap tertentu.
e. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai sesuatu sistem
mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya
meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.
Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh
dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat
keagamaan serta ajaran-ajarannya. Konsep moral dan ajaran agama sangat
menetukan sistem kepercayaan sehingga tidaklah mengherankan kalau pada
gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperanan dalam menentukan
sikap individu terhadap sesuatu hal. Apabila terdapat sesuatu hal yang
bersifat kontroversial, pada umumnya orang akan mencari informasi lain
untuk memperkuat posisi sikapnya atau mungkin juga orang tersebut tidak
31

mengambil sikap memihak. Dalam hal seperti itu, ajaran moral yang
diperoleh dari lembaga pendidikan atau lembaga agama sering kali menjadi
determinan tunggal yang menentukan sikap.

f. Faktor Emosional
Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi
sebagai semacam penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisme
pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan
segera berlalu begitu frustrasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan
sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.

Notoadmodjo (2003: 93) mengemukakan bahwa pembentukan dan


perubahan sikap akan ditentukan oleh dua faktor, yaitu :
1) Faktor internal (individu itu sendiri) yaitu cara individu dalam
menanggapi dunia luar dengan selektif sehingga tidak semua yang
datang akan diterima atau ditolak.
2) Faktor eksternal yaitu keadaan-keadaan yang ada di luar individu yang
merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap.
Hal senada dengan pendapat di atas, Mednick, Higgins dan Kirschenbaum
(dalam Panjaitan, 2008 : 31) pembentukan sikap dipengaruhi oleh tiga faktor,
yaitu :
1) Pengaruh sosial, seperti norma dan kebudayaan.
2) Karakter kepribadian individu
3) Informasi yang selama ini diterima individu
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembentukan sikap
dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik yang berasal dari luar individu dan faktor
intrinsik yang berasal dari dalam individu.

4. Sikap Belajar Matematika


Menurut Djamarah (2002: 77) sikap belajar merupakan sesuatu yang
belum diketahui dapat mendorong siswa untuk belajar untuk mencari tahu.
Siswa pun mengambil sikap seiring dengan minatnya terhadap suatu objek.
Siswa mempunyai keyakinan dan pendirian tentang apa yang seharusnya
32

dilakukannya. Sikap itulah yang mendasari dan mendorong ke arah perbuatan


belajar. Jadi, sikap siswa dapat dipengaruhi oleh motivasi sehingga ia dapat
menentukan sikap belajar.
Senada dengan pendapat di atas, menurut Djaali (2010: 115) sikap belajar
dapat diartikan sebagai kecenderungan perilaku seseorang tatkala ia
mempelajari hal-hal yang bersifat akademik. Sikap belajar siswa akan berwujud
dalam bentuk perasaan senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, suka
atau tidak suka terhadap hal-hal tersebut.
Menurut Notoadmodjo (2003: 93) sikap belajar merupakan
kecenderungan tindakan siswa terhadap suatu pelajaran dalam artian bahwa
siswa diharapkan menentukan dan memutuskan sendiri bahwa apakah yang
dipelajari itu adalah sesuatu yang bermanfaat bagi masa depannya. Sedangkan
menurut Syah (2006: 149) sikap belajar merupakan gejala internal yang
berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan
cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa, dan sebagainya, baik
secara positif maupun negatif.
Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa munculnya sikap
seorang siswa diiringi oleh minatnya terhadap suatu objek. Kemudian diyakini
bahwa objek yang menarik minat siswa tersebut misalnya terhadap proses
pembelajaran di kelas akan menjadi dasar motivasi siswa sehingga akan
menentukan sikap siswa itu untuk belajar. Siswa pun mengambil sikap seiring
dengan minatnya terhadap suatu objek. Siswa mempunyai keyakinan dan
pendirian tentang apa yang seharusnya dilakukannya. Sikap itulah yang
mendasari dan mendorong ke arah perbuatan belajar. Jadi, sikap siswa dapat
dipengaruhi oleh motivasi sehingga ia dapat menentukan sikap belajar.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka sikap belajar matematika dapat
diartikan sebagai perasaan terhadap matematika dan kesiapan mempelajarinya.
Perasaan terhadap matemematika dapat berupa perasaan positif dan negatif.
Perasaan positif mengarah pada perasaan menyenangi dan menyukai pelajaran
matematika. Sementara perasaan negatif terhadap matematika mengarah pada
perasaan tidak menyenangi dan tidak menyukai terhadap pelajaran matematika.
33

5. Dimensi Sikap Belajar Matematika


Berikut ini beberapa dimensi sikap yang berhubungan dengan penelitian
ini adalah mengenai menerima (receiving), menanggapi (responding), menilai
(valueing) dang mengorganisasi (organization) (Riyono, 2005 : 11).
a. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subyek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek). Sikap positif siswa
dapat dilihat dari kesediaan siswa untuk mengikuti pembelajaran
matematika di kelas.
b. Merespon (responding), memberikan jawaban apabila apabila ditanya,
mengerjakan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena
dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas
yang diberikan. Terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti
orang tersebut menerima ide itu. Siswa yang bersikap positif akan
cenderung menyenangi pembelajaran matematika di kelas.
c. Menilai (valuing). Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah. Siswa yang
bersikap positif akan berusaha untuk mempelajari materi matematika lebih
dalam lagi.
d. Organisasi (organization), berkenaan dengan organisasi suatu nilai
(merencanakan suatu pekerjaan yang memenuhi kebutuhannya)

2.3 Penelitian Yang Relevan

Untuk menghindari dari plagiarisme penulis menyantumkan penelitian


yang relevan dengan penelitain yang peneliti kerjakan, penelitian ini yang
relevan ini, yaitu :

1.
1. Rachmawati Pratiwi, 2013. Hubungan Antara Tipe Kepribadian Dengan
Turnover Intention Pada Karyawan Bagian Sales Consumer Loan Di PT. Bank
Mandiri (Persero) Tbk. Bandung. Skripsi, Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.
Tingkat turnover yang tinggi dapat menimbulkan dampak negatif bagi
organisasi. Untuk memprediksi turnover maka dapat dilihat dari turnover
34

intention yaitu kecenderungan sikap seorang karyawan memiliki kemungkinan


untuk meninggalkan organisasi atau mengundurkan diri secara sukarela dari
pekerjaannya. Banyak faktor-faktor penentu turnover intention salah satunya
adalah kepribadian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambarn tipe kepribadian,
turnover intention dan hubungan antara tipe kepribadian dengan turnover
intention. Subjek penelitian terdiri dari 72 subjek yang merupakan seluruh
karyawan bagian sales consumer loan di PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk
Bandung. Adapun metode penelitian yang digunakan yaitu metode penelitian
kuantitatif dengan teknik studi korelasi. Teknik pengumpulan data yang
digunakan yaitu dengan kuisoner. Sebelumnya peneliti melakukan uji coba alat
ukur kepada 100 responden dimana tipe kepribadian yang terdiri dari tipe
kepribadian sanguinis, kholeris dan melankholis dengan koefisien Alpha
Croanbach diatas 0,70. Sedangkan untuk tipe kepribadian phlegmatis
menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,561. Koefisien reliabilitas turnover
intention sebesar 0,838. Maka kedua alat ukur tersebut dapat dikatan reliabel.
Berdasarkan hasil analisis yang telash dilakukan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara tipe kepribadian dengan turnover intention
karena p > 0,05. Hubungan yang terjadi antara tipe kepribadian dengan turnover
intention sangat lemah. Sumbangan yang diberikan tipe kepribadian sebesar
8,37% terhadap turnover intention, sehingga 91,63% merupakan faktor penentu
lainnya. Dari hasil tersebut, diharapkan PT. Bank Mandiri (Persero), Tbk dapat
memperhatikan karakteristik keprbadian karyawan serta faktor-faktor penentu
turnover intention lainnya, sehingga dapat memprediksi turnover dan tingkat
turnover perusahaan tidak tinggi.
2. Narulita, Anggia. 2011. Hubungan antara Motivasi Berprestasi dan Tipe
Kepribadian dengan Stres Akademik pada Mahasiswa Universitas Negeri
Malang. Skripsi, Jurusan Psikologi, Fakultas Pendidikan Psikologi, Universitas
Negeri Malang.
Stres akademik adalah proses menilai tuntutan akademik sebagai
mengancam, menantang atau membahayakan dirinya, baik secara fisik maupun
35

psikologis, dan memberikan respon terhadap tuntutan tersebut dalam tingkatan


fisiologis, emosi, kognisi, dan tingkah laku. Perbedaan tingkat stres akademik
tiap individu berbeda-beda, faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah
motivasi berprestasi dan tipe kepribadian. Motivasi berprestasi adalah
kecenderungan memperjuangkan kesuksesan dengan cara mengatasi hambatan,
menggunakan kekuatan, berusaha untuk melakukan sesuatu tugas atau pekerjaan
yang sulit dengan baik dan sesegera mungkin. Kepribadian adalah organisasi
yang dinamis mencakup fikiran, perasaan dan tingkah laku, kesadaran dan
ketidak sadaran yang ditentukan oleh keturunan dan lingkungan dan menentukan
cara individu yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan.
Kepribadian dibagi menjadi dua tipe, yaitu tipe kepribadian introvert dan tipe
kepribadian ekstravert. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara motivasi berprestasi dan tipe kepribadian dengan stres akademik.
Penelitian ini berjenis deskriptif dan korelasional, pengambilan sampel
ditentukan dengan teknik Simple Random Sampling. Alat pengumpulan data
dalam penelitian ini adalah skala motivasi berprestasi, skala EPI (Eysenck
Personality Inventori) adaptasi Indonesia, dan skala stres akademik.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif, motivasi berprestasi tergolong
sedang, tipe kepribadian tergolong ekstravert, dan stres akademik tergolong
sedang. Hasil analisis korelasi motivasi berprestasi sebesar rxy = 0,138 dengan
nilai p = 0,458 (> 0,05). Ini berarti tidak ada hubungan antara motivasi
berprestasi dengan stres akademik. Koefisien rxy = -0,451 dengan p = 0,011 (<
0,05) pada tipe kepribadian menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara
tipe kepribadian dengan stres akademik. Hasil analisis regresi ganda
menunjukkan signifikan F sebesar 0,039 < 0,05 dan r2 = 0,207. Maka dapat
disimpulkan ada hubungan antara motivasi berprestasi dan tipe kepribadian
dengan stres akademik. Signifikansi motivasi berprestasi sebesar 0,755 > 0,005
maka sumbangan efektif terhadap stres akademik hanya berasal dari tipe
kepribadian dengan signifikansi 0,016 < 0,05.
36

3.
3. Yasinta, Nova Ika. 2009. Hubungan antara Kepribadian dengan
Hipertensi. Skripsi, Program Studi Psikologi, Jurusan Bimbingan Konseling dan
Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Malang.
Hipertensi menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada
di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Jumlah kasus
hipertensi meningkat dengan sangat signifikan dari tahun ke tahun. Diperkirakan
pada tahun 2025 di negara berkembang terjadi peningkatan kasus hipertensi
sekitar 80% dari 639 juta kasus di tahun 2000 menjadi 1,15. Prediksi ini
berdasarkan angka penderita hipertensi dan pertambahan penduduk saat ini
(Armilawaty dkk., 2007).
Hasil penelitian Oktora (dalam Anggraini, 2009:6) terhadap penderita
hipertensi di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru pada tahun 2005 menunjukkan
bahwa jumlah penderita hipertensi meningkat pada kelompok umur 45-54 tahun,
yaitu sebesar 24,07%. Peningkatan jumlah penderita hipertensi mencapai
puncaknya pada kelompok umur sama dengan atau lebih dari 65 tahun, yaitu
sebesar 31,48%. Berdasar hal-hal yang telah dikemukakan di atas maka peneliti
berusaha mengungkap dan mengkaji hubungan antara kepribadian dengan
hipertensi pada penderita hipertensi yang berusia 45 tahun sampai dengan 60
tahun.
Kepribadian adalah suatu pola khas dari pikiran, perasaan, dan tingkah
laku yang menetap dalam diri individu sebagai bagian dari penyesuaian dengan
lingkungan. Kepribadian tipe A memiliki ciri-ciri, sebagai berikut: memiliki
tingkat kesabaran rendah, tergesa-gesa dalam melakukan segala sesuatu,
memiliki harapan yang tinggi untuk mencapai kesuksesan, memiliki keinginan
yang tinggi untuk bersaing, agresif, dan mudah marah. Kepribadian tipe B
memiliki ciri-ciri, sebagai berikut: memiliki tingkat kesabaran yang tinggi, santai
dalam melakukan segala sesuatu, memiliki harapan yang rendah untuk mencapai
kesuksesan, memiliki keinginan yang rendah untuk bersaing, kurang agresif, dan
tidak mudah marah. Hipertensi adalah suatu kondisi medis berupa peningkatan
tekanan darah melebihi batas normal dalam jangka waktu yang lama, yaitu
37

tekanan sistolik sama dengan atau lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik
sama dengan atau lebih dari 90 mmHg.
Subyek yang diteliti dalam penelitian ini adalah pasien penderita
hipertensi usia 45-60 tahun di UPTD Puskesmas Mulyorejo, Malang pada bulan
Juni 2009. Kepribadian diukur dengan menggunakan skala kepribadian. Data
mengenai hipertensi dikumpulkan dengan menggunakan alat untuk mengukur
tekanan darah, yaitu sphygmomanometer atau yang biasa disebut dengan istilah
tensimeter.
Analisis korelasi menggunakan formula korelasi Product Moment
Correlation dengan taraf signifikansi 5%. Analisis menggunakan program SPSS
12.00 for Windows. Data yang digunakan dalam analisis adalah skor kasar
subyek pada skala kepribadian dan data tekanan sistolik rata-rata subyek yang
diteliti. Hasil analisis menunjukkan rxy = 0,728 dengan p = 0,000, p < 0,05.
Dengan demikian hipotesis penelitian yang berbunyi "Ada Hubungan Positif
antara Kepribadian dengan Hipertensi" diterima. Artinya, semakin kepribadian
cenderung ke tipe A maka semakin tinggi tingkat hipertensi. Atau sebaliknya,
semakin kepribadian cenderung ke tipe B maka semakin rendah tingkat
hipertensi.
4.
4. Angga Permana Putra, 2013. Hubungan antara Tipe Kepribadian dengan
Problem Solving Appraisal dan Cognitive Apprasisal pada Narapidana Korupsi
(Studi Korelasi di Lapas Sukamiskin Bandung). Skripsi, Jurusan Psikologi FIP
UPI Bandung.
Setiap individu yang masuk Lapas dan berubah status menjadi napi pasti
akan mengalami berbagai permasalahan dan kehilangan kebebasan, kehilangan
kontrol atas hidup, kehilangan keluarga, kehilangan barang dan jasa, kehilangan
keamanan, kehilangan hubungan heteroseksual, dan gangguan psikologis, tidak
terkecuali pada narapidana korupsi. Permasalahan ini akan sulit untuk dihadapi
terutama saat mereka berada di dalam Lapas. Untuk menghadapi permasalahan
tersebut, sangat bergantung pada tipe kepribadian, cognitive appraisal, dan
problem solving appraisal napi.
38

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara tipe
kepribadian dengan problem solving appraisal dan pengaruh mediasi cognitive
appraisal dalam hubungan tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode korelasi dengan pendekatan kuantitatif. Hasil dari penelitian
ini menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tipe
kepribadian denngan problem solving appraisal (0,082), dan tidak terjadi
pengaruh mediasi cognitive appraisal sebagai variabel mediasi (1,68) pada
narapidana korupsi di Lapas Sukamiskin Bandung.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa napi dengan tipe
kepribadian ekstrovert belum tentu menilai dirinya sebagai effective problem
solver. Sama halnya dengan napi tipe kepribadian introvert juga belum tentu
menilai dirinya sebagai ineffective problem solver. Dari hasil penelitian ini
diharapkan pihak Lapas dapat mengembangkan pelatihan-pelatihan, pembinaan
atau pemberian jasa konseling bagi napi.
5. Muzdalifah, 2007. Pengaruh Tipe Kepribadian Terhadap Loyalitas Konsumen
Pada Mahasiswa UIN Malang. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri (UIN) Malang.
Banyaknya produk baru yang muncul dipasaran membuat para produsen
bersaing untuk mendapatkan pembeli. Produsen berharap agar konsumen tidak
pindah ke merek lain dan tetap loyal pada pilihannya. Loyalitas ini sangat
diperukan oleh produsen karena konsumen yang loyal merupakan salah satu
keuntungan produsen, sebab biaya untuk mempertahankan pelanggan lebih
murah empat sampai enam kali biaya untuk mencari pelanggan baru. Loyalitas
konsumen bagi produsen tentu bukan hal yang mudah untuk menciptakan
loyalitas dari pelanggannya, banyak aspek yang perlu diperhatikan agar produk
rexona dapat diterima dan melekat di benak konsumen, salah satunya adalah tipe
kepribadian yang terbagi menjadi dua yaitu tipe kepribadian ekstrovert dan tipe
kepribadian introvert. Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan
permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran
kepribadian konsumen, bagaimana tingkat loyalitas konsumen pada mahasiswa
39

UIN Malang, dan untuk mengetahui pengetahui tipe kepribadian terhadap


loyalitas konsumen.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kepribadian
konsumen, tingkat loyalitas konsumen, dan pengaruh tipe kepribadian terhadap
loyalitas konsumen. Populasi dari penelitian ini adalah mahasiswa UIN Malang,
semester satu yang berada di Ma’had Sunan Ampel Al-Ali, Angkatan
2006/2007. Adapun sampel dalam penelitian ini berjumlah 46 orang yang
diambil dengan menggunakan random sampling. Instrumen penelitian yang
digunakan adalah skala likert. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
kuantitatif yaitu untuk mengetahui hubungan satu variabel dengan variabel
lainnya. Pengambilan data dengan metode angket, skala EPI (Eysenck’s
Personality Inventory), dan observasi. Uji validitas dengan menggunakan rumus
product moment, dan uji reliabilitas dengan menggunakan Alpha Croanbach.
Uji hipotesis penelitiannya menggunakan independent sampel t-tes,
tujuannya untuk menguji perbedaan rata-rata antara dua sampel yang berbeda.
Berdasarkan hasil hipotesis ditemukan bahwa thitung < ttabel, maka H0 diterima
sehingga tidak ada pengaruh tipe kepribadian terhadap loyalitas konsumen.

2.4 Kerangka Berpikir


Kepribadian adalah ciri khas dari keseluruhan sikap, perasaan, ekspresi,
temparmen, dan prilaku seseorang. Kepribadian menunjuk pada pengaturan sikap-
sikap seseorang untuk berbuat, berpikir, dan merasakan, khususnya apabila dia
berhubungan dengan orang lain atau menanggapi suatu keadaan. Setiap orang
mempunyai kecenderungan prilaku yang baku, atau berlaku terus menerus secara
konsisten dalam menghadapai situasi yang di hadapi, sehingga menjadi ciri khas
pribadinya.
Kepribadian mengatur tingkah laku manusia dalam merespons hal-hal yang ada
di lingkungannya, dan setiap individu mempunyai cara yang berbeda-beda dalam
merespons hal tersebut sesuai dengan tipe kepribadiannya. Florence Littauer membagi
tipe kepribadian menjadi empat macam, yaitu sanguinis, koleris, melankolis dan
phlegmatis.
40

Matematika sebagai ratunya ilmu masih dianggap sebagian besar siswa sebagai
pelajaran yang menyulitkan dan menakutkan. Adalah hal biasa jika seseorang yang
mahir dalam hal yang menyulitkan akan dianggap hebat dan mempunyai keistimewaan
sendiri di mata orang-orang. Orang yang mempunyai hasil belajar matematika yang
baik akan menjadi pusat perhatian dan menerima banyak pujian dari orang-orang.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, sikap adalah suatu kecenderungan
seseorang dalam menilai dan bereaksi terhadap suatu objek yang diikuti dengan
perasaan positif atau negatif, dimana perasaan positif adalah perasaan yang bisa
menerima objek tersebut dan perasaan negatif ini adalah perasaan yang menolak objek
tersebut. Persepsi mempengaruhi sikap, persepsi yang baik terhadap suatu objek
menurut seseorang akan membuat sikapnya pun mengarah ke arah yang positif.
Secara teori orang sanguinis suka dengan pujian dan menjadi pusat perhatian,
persepsi diatas mengenai orang yang mempunyai hasil belajar matematika yang baik
akan menjadi pusat perhatian dan menerima banyak pujian dari orang-orang, membuat
orang sanguinis terpacu untuk lebih memahami dan mendalami pelajaran matematika.
Berbanding terbalik dengan orang sanguinis, orang tipe phlegmatis yang
mempunyai sifat pemalu dan tidak suka menonjolkan diri, sehingga sikap mereka
terhadap matematikapun akan cenderung ke arah negatif. Mereka lebih senang hidup
damai tanpa mengambil resiko.
Hampir sama dengan orang sanguinis, orang tipe koleris memiliki ambisi, gairah
dan energi untuk menjadi lebih dominan di antara orang-orang lain di sekitarnya.
Seorang koleris memiliki kemauan keras dalam mencapai sesuatu. Inilah yang
memacu orang koleris dalam belajar matematika.
Tipe melankolis terkenal karena perfeksionisnya, mereka terobsesi dengan hasil
yang sempurna dan tidak mengecewakan mereka. Inilah yang memacu mereka dalam
melakukan suatu pekerjaan atau kegiataan termasuk dalam belajar matematika. Jika
mereka sudah menetapkan suatu tujuan maka mereka akan mengambil sikap serius
dan tekun dalam mencapai tujuan tersebut.
Seperti yang telah disinggung di atas bahwa sikap terkadang didasari oleh emosi
dan dorongan dari dalam diri, dengan dorongan yang baik maka akan menghasikan
sikap yang baik pula dan begitu pula sebaliknya. Siswa dengan dorongan yang positif
41

maka sikap belajarnya pun akan positif. Siswa yang sikap belajarnya positif akan
belajar lebih aktif dan dengan demikian akan memperoleh hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang sikap belajarnya negatif.

2.5 Hipotesis Penelitian


Menurut Arikunto (2002 : 67) hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban
yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data
yang terkumpul. Sementara itu Siregar (2010 : 119) menyatakan bahwa hipotesis adalah
jawaban sementara yang harus diuji kebenarannya.
Bertitik tolak dari pendapat di atas, penulis memberikan hipotesis yaitu :
“Terdapat perbedaan sikap belajar matematika berdasarkan tipe kepribadian yang
berbeda”

Anda mungkin juga menyukai