Anda di halaman 1dari 46

PEMILIHAN MAHASISWA BERPRESTASI

MEMBANGUN KEMANDIRIAN GENERASI MASA DEPAN MELALUI


PENDIDIKAN CERDAS IKLIM BERBASIS KEARIFAN LOKAL
UNTUK ANAK-ANAK DI DAERAH RAWAN BENCANA

IKROM MUSTOFA
NIM. G24110066

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


BOGOR
2015
RINGKASAN

Indonesia merupakan negara rawan bencana hidrometeorologi (bencana


terkait iklim), di antaranya banjir, kekeringan, tanah longsor, dan angin puting
beliung. Sebanyak 12.259 kejadian bencana telah terjadi di Indonesia dalam waktu
10 tahun terakhir dan lebih dari 90% kejadian tersebut merupakan bencana
hidrometeorologi yang mengakibatkan kerugian materi dan korban jiwa. Pada
tahun 2010, sebanyak 644 bencana hidrometeorologi telah menyebabkan kematian
1.711 jiwa. Anak-anak merupakan korban dalam jumlah besar sebagai akibat dari
kejadian bencana alam terkait iklim. Hal ini karena anak-anak cenderung lebih
sensitif dan rentan terhadap gejala perubahan iklim. Kondisi tersebut semakin
diperburuk dengan kemampuan adaptasi anak-anak yang jauh lebih rendah
dibandingkan orang dewasa. Namun di sisi lain, kesadaran masyarakat akan
lingkungan mulai tergerus modernisasi.
Kearifan lokal sebagai sebuah nilai kultural tidak lagi menjadi sebuah
karakter dalam melakukan berbagai aktivitas. Tradisi Suku Baduy dalam
aktivitasnya yang selaras alam dan Suku Bajo yang terus berupaya menjaga
kelestarian laut merupakan contoh aplikasi aspek kearifan lokal yang berperan
mencegah dan mengurangi dampak terjadinya bencana hidrometeorologi. Bencana
alam hidrometeorologi merupakan faktor iklim yang dapat terjadi tiba-tiba, namun
ada unsur peran masyarakat (antropogenik) yang ikut serta memicu timbulnya
bencana tersebut. Oleh karena itu, perlu diberikan pemahaman mitigasi bencana
maupun penguatan karakter kepada anak-anak sebagai agen perubahan di masa
depan.
Generasi Cerdas Iklim (GCI) adalah sebuah gagasan konsep adaptasi dan
mitigasi bencana melalui upaya integrasi preventif kuratif berupa pendidikan pada
anak-anak untuk meningkatkan pemahaman dan karakter anak sejak dini. Nilai
kearifan lokal yang dipadukan dengan konsep IPTEK menjadi unsur pokok dalam
pelaksanaan program GCI. Program ini dilaksanakan berdasarkan kurikulum,
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan modul GCI yang telah disusun
sebelumnya. Kurikulum GCI dibagi menjadi dua, yaitu kurikulum tingkat dasar
untuk anak-anak usia 6-9 tahun dan kurikulum tingkat lanjut untuk anak-anak usia
10-13 tahun. Kurikulum tersebut selanjutnya dikembangkan dalam bentuk RPP
yang disusun sesuai dengan standar Diknas. Adapun modul GCI berisi konsep dan
teknik implementasi program yang akan dilakukan.
Program GCI dilaksanakan satu kali dalam seminggu di luar jam sekolah
atau dengan memanfaatkan jam ekstrakurikuler. Program ini diberikan dengan
memanfaatkan media pendidikan dan database GCI. Media pendidikan merupakan
instrumen pendukung bagi relawan GCI untuk memberikan edukasi cerdas iklim
kepada anak-anak dalam bentuk permainan kartu interaktif GCI, serial bergambar
GCI, drama anak GCI, dongeng anak, lagu, dan permainan ketangkasan. Database
GCI merupakan wadah untuk menginformasikan berbagai kegiatan yang akan dan
telah dilakukan, baik pada tahap sosialisasi, pelaksanaan, serta pelaporan hasil
kegiatan. Database dapat berupa website dan aplikasi berbasis android (instagram,
fanspage, twitter) yang saat ini banyak digunakan oleh masyarakat dari berbagai
kelompok usia.
Kelancaran implementasi program GCI membutuhkan partisipasi aktif dari
berbagai pihak. Program ini dilakukan oleh kelompok relawan yaitu mahasiswa dari
berbagai universitas di Indonesia dalam konsep pengabdian masyarakat. BNPB dan
BPBD berperan dalam memberikan informasi kondisi masyarakat di daerah rawan
bencana hidrometeorologi, merekomendasikan daerah prioritas, dan mendampingi
implementasi program GCI. Selain itu, pihak NGO dan instansi swasta dapat
berkontribusi dalam implementasi program bersama-sama dengan relawan melalui
pemberian dana hibah Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai bentuk
dukungan finansial. Dinas Pendidikan terutama pihak sekolah berperan penting
dalam mendukung sekaligus mengawasi berjalannya program GCI. Peran
masyarakat terutama orang tua adalah ikut serta mendukung dan mengawasi anak-
anak untuk tetap menerapkan pendidikan GCI di rumah.
Peran, dukungan, maupun keikutsertaan pihak-pihak tersebut diharapkan
mampu mendorong keberlanjutan program GCI, yang diwujudkan dalam bentuk
inovasi rumah GCI, climate smart award, dan duta agen cerdas iklim. Program GCI
diharapkan mampu mendukung sistem pendidikan nasional dengan membentuk
generasi anak cerdas iklim demi tercapainya kemandirian tanpa meninggalkan
nilai-nilai kearifan lokal sebagai kepribadian dan identitas bangsa.
PEMILIHAN MAHASISWA BERPRESTASI

MEMBANGUN KEMANDIRIAN GENERASI MASA DEPAN MELALUI


PENDIDIKAN CERDAS IKLIM BERBASIS KEARIFAN LOKAL
UNTUK ANAK-ANAK DI DAERAH RAWAN BENCANA

IKROM MUSTOFA
NIM. G24110066

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


BOGOR
2015

i
LEMBAR PENGESAHAN

a. Judul : Membangun Kemandirian Generasi Masa Depan melalui


Pendidikan Cerdas Iklim berbasis Kearifan Lokal untuk
Anak-anak di Daerah Rawan Bencana
b. Penulis
a. Nama Lengkap : Ikrom Mustofa
b. NIM : G24110066
c. Jurusan : Meteorologi Terapan
d. Universitas : Institut Pertanian Bogor
e. Alamat Email : ikrommustofa@gmail.com
f. Nomor HP : 081959165276
c. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : Dr. Perdinan
b. NIP : 19790720 200501 1 003
c. Alamat Email : perdinan@gmail.com
d. Nomor HP : 085693555405

Bogor, 20 Mei 2015


Menyetujui, Penulis
Dosen Pendamping

(Dr. Perdinan) (Ikrom Mustofa)


NIP 19790720 200501 1 003 NIM G24110066

Mengetahui,
Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan
Institut Pertanian Bogor

(Prof. Dr. Ir. H. Yonny Koesmaryono. MS.)


NIP 19581228 198503 1 003

ii
LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Ikrom Mustofa


Tempat/Tanggal Lahir : Kampar, 6 Oktober 1993
Program Studi : Meteorologi Terapan
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Perguruan Tinggi : Institut Pertanian Bogor
Judul Karya Ilmiah : Membangun Kemandirian Generasi Masa Depan
melalui Pendidikan Cerdas Iklim berbasis Kearifan
Lokal untuk Anak-anak di Daerah Rawan Bencana

Dengan ini menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya sampaikan pada
kegiatan Pemilihan Mahasiswa Berprestasi Tingkat Nasional 2015 ini adalah benar
karya saya sendiri atau bulan merupakan plagiasi.
Apabila dikemudian hari ditemukan bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya
sampaikan bukan karya saya sendiri/plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi
dalam bentuk pembatalan predikat sebagai mahasiswa berprestasi tingkat Nasional.

Bogor, 20 Mei 2015


Yang menyatakan,

Ikrom Mustofa
NIM: G24110066

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah bertema
“Kemandirian dan Kepribadian Bangsa” dengan sub-tema “Sistem Pendidikan
Nasional” yang berjudul “Membangun Kemandirian Generasi Masa Depan melalui
Pendidikan Cerdas Iklim berbasis Kearifan Lokal untuk Anak-anak di Daerah
Rawan Bencana”. Gagasan penulisan karya ilmiah ini berasal dari ketertarikan
Penulis terhadap konsep pendidikan cerdas iklim pada anak-anak yang belum
banyak diterapkan. Semasa perkuliahan, Penulis berperan aktif dalam berbagai
komunitas pengembangan masyarakat untuk anak-anak sebagai wadah belajar dan
berbagi. Hal inilah yang melatarbelakangi Penulis mengangkat konsep pendidikan
pada Anak-anak sebagai dasar karya tulis ini. Melalui bidang keilmuan yang
penulis tekuni, yaitu Geofisika dan Meteorologi, kajian "Pendidikan Cerdas Iklim
Berbasis Kearifan Lokal pada Anak-anak" ini, diharapkan dapat menjadi inspirasi
dalam membangun Indonesia yang lebih baik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Perdinan, Dr. Ir. Tania June,
MSc, Dr. Rahmat Hidayat, Bregas Budianto, dan semua pihak yang telah
membimbing, memberikan masukan, motivasi, ilmu, dan dukungan, sehingga
karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih memiliki banyak
kekurangan, sehingga saran dan kritik yang konstruktif sangat diharapkan. Akhir
kata, Penulis berharap karya ilmiah dapat menjadi sumbangan pemikiran dan
inspirasi dalam upaya mendukung kemandirian bangsa Indonesia di bidang
pendidikan maupun upaya adaptasi dan mitigasi wilayah rawan bencana, serta dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, 20 Mei 2015

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Hal
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ..................................................................................... 2
1.3. Tujuan .......................................................................................................... 3
1.4. Manfaat ........................................................................................................ 4
1.5. Metode Studi dan Kerangka Pemikiran ....................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 5
2.1. Perubahan Iklim dan Bencana Hidrometeorologi ....................................... 5
2.2. Kearifan Lokal ............................................................................................. 6
BAB III ANALISIS DAN SINTESIS .................................................................... 8
3.1. Tinjauan Perubahan Iklim dan Bencana Hidrometeorologi ......................... 8
3.2. Konsep Generasi Cerdas Iklim..................................................................... 9
3.3. Implementasi Pendidikan Generasi Cerdas Iklim ...................................... 10
3.3.1. Identifikasi Potensi Bencana Hidrometeorologi ................................. 10
3.3.2. Penyusunan Modul Generasi Cerdas Iklim ......................................... 11
3.3.3. Kurikulum Pendidikan GCI ................................................................ 12
3.3.4. Pembuatan Perangkat Database GCI .................................................. 13
3.3.5. Pembentukan Relawan GCI ................................................................ 13
3.3.5. Sosialisasi Program GCI ..................................................................... 14
3.3.6. Media Pendidikan GCI pada Anak-anak............................................. 14
3.3.7. Koordinasi Program GCI .................................................................... 15
3.4. Evaluasi Program GCI ............................................................................... 16
3.5. Keberlanjutan Program GCI ...................................................................... 16
3.6. Penerapan Program GCI di Sekolah dan Komunitas Binaan .................... 17
BAB IV SIMPULAN DAN REKOMENDASI .................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19

v
DAFTAR GAMBAR

Hal
Gambar 1 Data historis kenaikan suhu global dan peningkatan konsentrasi 5
CO2 global
Gambar 2 Penilaian risiko dan bencana terkait iklim 8
Gambar 4 Sebaran jumlah kejadian bencana hidrometeorologi di setiap 11
Provinsi di Indonesia tahun 2005-2014
Gambar 6 Media permainan kartu interaktif GCI (a), demo permainan 15
cerdas iklim GCI (b), dongeng anak GCI (c), dan permainan
ketangkasan generasi cerdas iklim (d)

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Hal
Lampiran 1. Kerangka Pemikiran viii
Lampiran 2. Dasar Pemikiran Pendidikan Cerdas Iklim ix
Lampiran 3. Nilai Kearifan Lokal di Masing-masing Provinsi di Indonesia x
dan Kajian Konsep Iklim Lingkungan
Lampiran 4. Data Kejadian Bencana Hidrometeorologi di Indonesia dalam xii
Waktu 10 Tahun Terakhir (2005-2014)
Lampiran 5. Rancangan Penyusunan Modul dan Kurikulum Program xiii
GCI
Lampiran 6. Bentuk Visual Modul Program GCI xv
Lampiran 7. Pembagian Kurikulum Program GCI xvi
Lampiran 8. Contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) xix
Program GCI
Lampiran 9. Bentuk Visual Website dan Aplikasi Berbasis Android xxii
Program GCI (www.generasicerdasiklim.org | google play store
: Generasi Cerdas Iklim)
Lampiran 10. Dokumentasi Kegiatan GCI xxiii

vii
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara rawan bencana hidrometeorologi (bencana
terkait iklim), di antaranya banjir, kekeringan, tanah longsor, dan angin puting
beliung. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tahun 2012,
setidaknya terdapat 8 daerah yang membutuhkan perhatian khusus karena berada di
bawah ancaman bencana banjir dan tanah longsor, antara lain: DKI Jakarta, daerah
aliran Sungai Bengawan Solo, Sungai Citarum (Jawa Barat), Sungai Jratunseluna
(Jawa Tengah), daerah sekitar lereng Gunung Merapi (Jawa Tengah - DIY),
Gunung Bawakaraeng (Sulawesi Selatan), Gunung Ijen, serta Gunung Semeru
(Jawa Timur). Selain itu, beberapa wilayah di Indonesia juga berpotensi terjadi
bencana kekeringan, di antaranya NTT, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
Berdasarkan data statistik bencana tahun 2009, Indonesia termasuk dalam lima
besar negara di kawasan Asia dengan tingkat kejadian bencana alam terbesar yang
didominasi bencana hidrometeorologi (Vos et al. 2010). Lebih dari 90% kejadian
bencana alam di Indonesia merupakan bencana hidrometeorologi yang
mengakibatkan kerugian materi dan korban jiwa (BNPB 2015). Pada tahun 2010,
sebanyak 644 kejadian bencana hidrometeorologi (81,5% dari total kejadian
bencana di Indonesia) telah menyebabkan kematian sebanyak 1.711 jiwa (Nugroho
2010). BNPB (2012) mencatat selama periode 1815-2012 banjir mendominasi
bencana hidrometeorologi dengan 18.615 korban dari 4.291 kejadian, sementara
tanah longsor berada di urutan kedua dengan 1.762 korban dari 1.815 kejadian.
Kondisi Indonesia yang rawan bencana serta besarnya dampak yang
ditimbulkan menjadikan upaya adaptasi dan mitigasi penting untuk dilakukan guna
menghadapi sekaligus mengurangi dampak yang ditimbulkan. Terdapat dua hal
penting dalam mewujudkannya, yaitu melalui langkah teknis dan non-teknis.
Langkah teknis dalam upaya adaptasi dan mitigasi bencana terkait iklim dapat
berupa implementasi sistem peringatan dini (early warning system), penyediaan
2

sarana dan prasarana terkait, serta penciptaan teknologi baru, sementara langkah
non-teknis dapat dilakukan dengan cara penguatan psikologi korban jiwa pasca
bencana, pembentukan karakter dan moral pada masyarakat, dan melalui penguatan
nilai kearifan lokal yang sebagian besar merupakan nilai-nilai kehidupan selaras
alam.
Penanaman karakter sebagai upaya untuk memperbaiki pola pikir
masyarakat merupakan salah satu konsep adaptasi dan mitigasi yang penting
dilakukan dewasa ini. Indonesia pada dasarnya memiliki modal dalam menghadapi
perubahan iklim yaitu kearifan lokal berupa gagasan setempat yang tertanam dan
diikuti oleh anggota masyarakatnya (Sartini 2004). Tradisi Keuneunong sebagai
kalender tanam berbasis informasi iklim yang digunakan untuk menentukan waktu
tanam dan prediksi cuaca iklim pada masyarakat Aceh merupakan contoh nilai
kearifan lokal yang berperan mencegah dan mengurangi dampak terjadinya
bencana hidrometeorologi (Adil 2014). Dalam disiplin ilmu Meteorologi, upaya
prediksi cuaca dan iklim dalam beberapa waktu ke depan merupakan suatu
keharusan sebelum mengambil kebijakan dalam berbagai bidang, termasuk untuk
melakukan adaptasi maupun mitigasi terhadap potensi bencana hidrometeorologi.
Dalam tinjauan konsep tersebut, keuneunong sebagai salah satu bentuk kearifan
lokal berfungsi sebagai media pengetahuan bagi masyarakat, akan tetapi sebagian
besar tradisi kearifan lokal tersebut mulai tergerus oleh perkembangan zaman.
Tradisi, adat, budaya, peninggalan sejarah, maupun kebiasaan terdahulu sudah
mulai ditinggalkan atau bahkan sudah hilang, padahal tidak dapat dipungkiri bahwa
konsep kearifan lokal telah terbukti berjalan selaras dan turut melestarikan alam.
1.2. Perumusan Masalah
Anak-anak merupakan salah satu kelompok korban dalam jumlah besar
akibat bencana alam terkait iklim. Hal ini disebabkan oleh kondisi mereka yang
cenderung lebih sensitif dan rentan terhadap gejala perubahan iklim misalnya cuaca
ekstrim dan bencana alam (Akachi 2009). Kondisi tersebut semakin diperburuk
dengan kemampuan adaptasi anak-anak yang jauh lebih rendah dibandingkan orang
dewasa. Anak-anak sebagai agen perubahan masa depan merupakan aset penting
yang harus dijaga. Pendidikan karakter dan mental yang baik perlu dilakukan sejak
3

anak-anak (Hurlock 2010). Hal ini karena masa anak-anak merupakan masa kritis
bagi perkembangan selanjutnya. Berbagai pengalaman di usia tersebut akan sangat
mempengaruhi kehidupan di masa depan.
Bencana alam hidrometeorologi tidak dapat dipungkiri merupakan akibat
dari faktor iklim yang bisa saja terjadi tiba-tiba, namun adanya peran masyarakat
(antropogenik) juga turut serta memicu timbulnya bencana tersebut. Salah satu
penyebabnya adalah kesadaran masyarakat terhadap lingkungan yang mulai
tergerus akibat zaman yang semakin modern. Indonesia sejatinya memiliki banyak
kearifan lokal yang berpotensi untuk dikembangkan karena sudah terbukti mampu
mengarahkan masyarakat untuk hidup selaras dengan alam, di antaranya adalah
tradisi Suku Dayak Kalimantan Tengah yang berupaya melestarikan hutan gambut
untuk mencegah bencana banjir sekaligus kekeringan. Namun, dewasa ini kearifan
lokal sebagai nilai kultural tidak lagi menjadi sebuah keistimewaan dalam
melakukan berbagai aktivitas. Bencana alam hidrometeorologi akhirnya menjadi
peristiwa yang lebih sering terjadi sebagai akibat hilangnya nilai kearifan lokal
tersebut, antara lain banjir Jakarta, tanah longsor di Banjarnegara, dan kekeringan
di Jawa Tengah Hal. ini perlu diperhatikan, karena anak-anak sebagai agen
perubahan di masa depan merupakan kelompok yang harus segera diselamatkan,
baik dalam pemahaman mitigasi bencana maupun penguatan karakter sejak dini.
Oleh karena itu, salah satu langkah nyata dalam mewujudkan generasi yang
berkarakter, mandiri, dan memiliki pemahaman terhadap berbagai kondisi tersebut
di atas dapat dilakukan melalui sebuah konsep pendidikan cerdas iklim berbasis
kearifan lokal kepada anak-anak di daerah rawan bencana.
1.3. Tujuan
Tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah:
1. Menyampaikan gagasan konsep adaptasi dan mitigasi bencana melalui
integrasi upaya preventif kuratif berupa pendidikan pada anak-anak untuk
meningkatkan pemahaman dan karakter Anak di daerah rawan bencana
hidrometeorologi.
4

2. Mendesain program pendidikan Generasi Cerdas Iklim (GCI) sebagai solusi


adaptasi dan mitigasi berbasis kearifan lokal untuk anak-anak pada daerah
rawan bencana hidrometeorologi di Indonesia.
3. Mengimplementasikan program pendidikan GCI melalui sistem relawan
yang terintegrasi dengan berbagai pihak dan berbagai tatanan program yang
terstruktur.
1.4. Manfaat
Manfaat dari penulisan karya tulis ini adalah:
1. Bagi pemerintah, gagasan ini dapat digunakan sebagai sebuah program
pendukung langkah mitigasi maupun adaptasi bencana alam terkait iklim.
2. Bagi masyarakat (Anak-anak),
 Meningkatkan pemahaman tentang bencana terkait iklim dan
meningkatkan kesadaran akan kondisi lingkungan.
 Menciptakan generasi cerdas iklim berbasis kearifan lokal.
 Melestarikan dan mengembangkan kearifan lokal yang ada di
wilayah masing-masing melalui pendidikan generasi cerdas iklim.
1.5. Metode Studi dan Kerangka Pemikiran
Karya tulis ini dibuat berdasarkan studi pustaka melalui data-data yang
bersumber dari jurnal ilmiah, buku, laporan, sumber resmi badan/instansi terkait,
serta pengamatan langsung di lapang. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan
tingkat pengetahuan anak-anak terhadap masalah perubahan iklim dan potensi
bencana terkait iklim masih rendah. Berdasarkan kajian masalah dan pustaka yang
telah dilakukan, penulis menggagas program pendidikan cerdas iklim berbasis
kearifan lokal pada anak-anak setingkat sekolah dasar. Selain aspek bencana terkait
iklim, nilai kearifan lokal juga menjadi salah satu komponen penting yang
diintegrasikan dalam konsep pendidikan cerdas iklim tersebut, sehingga proses
implementasi program akan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing
wilayah. Gagasan yang diusulkan adalah Generasi Cerdas Iklim (GCI). Adapun
kerangka pemikiran atau logical framework digambarkan pada Lampiran 1.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perubahan Iklim dan Bencana Hidrometeorologi


Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC 2014) mendefinisikan
perubahan iklim sebagai perubahan keadaan iklim yang dapat diidentifikasi yang
disebabkan adanya perubahan rata-rata dan/atau variabilitas dari sifat iklim tersebut
dan berlangsung dalam jangka waktu panjang (dasawarsa atau lebih). Perubahan
iklim merupakan akibat pemanasan global yang ditandai dengan meningkatnya
suhu rata-rata permukaan bumi di seluruh dunia. Para ilmuwan yang tergabung
dalam IPCC meyakini bahwa faktor aktivitas manusia yang berkaitan dengan
tingginya emisi gas rumah kaca (CO2, NO2, CH4, dan CFCs) telah mendorong
terjadinya pemanasan global sejak hampir 100 tahun terakhir (IPCC 2014).
Pemanasan global sebagai dampak meningkatnya konsentrasi gas rumah
kaca di atmosfer terutama CO2 mulai dirasakan pasca dicanangkannya revolusi
industri. Pada tahun 1700-1750 konsentrasi CO2 di atmosfer masih berada dalam
kisaran normal, namun revolusi industri yang terjadi tahun 1760-1832 memberikan
dampak peningkatan konsentrasi CO2 global secara signifikan dari angka ±300 ppm
pada tahun 1800an menjadi ±360 ppm pada tahun 1980an. Peningkatan emisi gas
CO2 tersebut tidak lepas dari adanya transformasi senyawa karbon yang awalnya
tersimpan dalam bentuk biomassa vegetasi hutan, tanah, dan mineral tambang
lainnya, akibat penggunaan bahan bakar fosil, pembukaan lahan, dan penambangan.

(a) (b)
Gambar 1 Data historis kenaikan suhu global (a) dan peningkatan konsentrasi
CO2 global (b) (IPCC 2007)
6

Data yang dihimpun oleh IPCC tersebut menunjukkan adanya korelasi


antara peningkatan konsentrasi CO2 dengan kenaikan suhu global. Kedua grafik
pada Gambar 1 juga menunjukkan bahwa gejala pemanasan global sudah terjadi
sejak beberapa dekade yang lalu, dan dampaknya sudah dirasakan oleh banyak
negara di dunia, terutama negara kepulauan seperti Indonesia. Perubahan iklim
global yang ditandai dengan meningkatnya suhu udara tersebut dapat
mempengaruhi siklus air (hidrologi) di permukaan bumi. Selain berpengaruh pada
kehidupan manusia, perubahan siklus hidrologi tersebut dapat menimbulkan
berbagai kejadian bencana seperti banjir, kekeringan, tanah longsong, dan puting
beliung (Stephen et al. 2001).
2.2. Kearifan Lokal
Kearifan lokal merupakan usaha manusia dengan menggunakan akal
budinya (kognitif) untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau
peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Meliono (2011) mengemukakan bahwa
kearifan lokal adalah ekspresi dari suku maupun etnis yang menghasilkan karya-
karya tertentu. Beberapa nilai dan bentuk kearifan lokal termasuk hukum adat, nilai-
nilai budaya dan kepercayaan yang ada sangat relevan untuk diaplikasikan ke dalam
proses atau kaidah perencanaan dan pembangunan wilayah atau kawasan (Ernawi
2010). Adapun secara substansial kearifan lokal dapat berupa aturan mengenai
kelembagaan dan sanksi sosial, ketentuan tentang pemanfaatan ruang dan perkiraan
musim untuk bercocok tanam, pelestarian dan perlindungan terhadap kawasan
sensitif, serta bentuk adaptasi dan mitigasi tempat tinggal terhadap iklim, bencana,
atau ancaman lainnya (Tama 2012). Kearifan lokal lahir dengan proses yang sangat
panjang sehingga menjadikannya sebagai budaya yang mentradisi dan melekat kuat
pada masyarakat (Susanti 2011).
Proses pengembangan suatu program berbasis lingkungan dewasa ini
selayaknya juga memperhatikan kondisi lingkungan tersebut dalam sebuah tatanan
adat dan kearifan lokal. Hal ini karena konsep pemanfaatan alam secara berlebihan
akan menyebabkan kerusakan lingkungan (Hardjasoemantri 1988). Perbincangan
terkait kearifan lokal sering dikaitkan dengan masyarakat lokal dalam pengertian
yang bervariasi. Kongprasertamorn (2007) berpendapat bahwa kearifan lokal
7

mengacu pada pengetahuan yang datang dari pengalaman suatu komunitas dan
merupakan akumulasi dari pengetahuan lokal.
Beberapa contoh fungsi kearifan lokal dalam bidang konservasi sumber
daya alam dan lingkungan antara lain:
 Tradisi menyatu dengan alam ala suku Dayak Losarang Indramayu
 Pelestarian hutan dan air oleh masyarakat Kampung Kuta di Ciamis
 Tradisi Bau Nyale di Lombok untuk membatasi perburuan cacing laut
 Tradisi ikan dewa di Cigugur Jawa Barat dalam menjaga populasi ikan
 Tradisi Mepasah oleh Masyarakat Desa Trunyan, Kabupaten Bangli, Bali
yang berperan dalam mencegah penebangan pohon Taru Menyan.

Beberapa daerah di Indonesia memiliki nilai kearifan lokal sebagai bentuk


upaya adaptasi dan mitigasi bencana yang telah mengakar pada masyarakat hingga
ratusan tahun (Gobyah 2003). Wariga merupakan salah satu bentuk kearifan lokal
sebagai kalender cuaca dan iklim pada masyarakat Lombok dan Bali (Kabar
Lombok 2014).
8

BAB III
ANALISIS DAN SINTESIS

3.1. Tinjauan Perubahan Iklim dan Bencana Hidrometeorologi


Bencana hidrometeorologi (bencana alam meteorologi) merupakan bencana
alam yang berhubungan dengan iklim, di antaranya banjir, longsor, puting beliung,
gelombang pasang, dan kekeringan. Frekuensi bencana hidrometeorologi di
Indonesia terus meningkat dalam 10 tahun terakhir (BNPB 2014). Kondisi tersebut
diduga dipicu oleh kerusakan lingkungan dan perubahan iklim global. Schmidt-
Thome (2006) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa sebagian besar bencana
yang terjadi di dunia dipengaruhi oleh perubahan iklim yang telah terjadi
sebelumnya. Berdasarkan review statistik bencana tahun 2009 oleh Vos et al.
(2010), bencana alam yang terjadi di Indonesia didominasi oleh bencana
hidrometeorologi (banjir, kekeringan, angin kencang, hujan badai, dan tanah
longsor akibat presipitasi tinggi), diikuti oleh bencana geofisik.

Faktor Pembentuk SIDIK- KLHK


Frekuensi
Kejadian Kejadian
Bencana
Fluktuasi Iklim
Cuaca/ Iklim Luasan
Ekstrim Kejadian

PERKA- BNPB
Lama
Kejadian
Kerugian Akibat
Bencana Dampak Kejadian/
Daya Rusak
Pengkelasan

Gambar 2 Penilaian risiko dan bencana terkait iklim (Perdinan 2015)

Penelitian yang dilakukan oleh Perdinan (2015) menjelaskan konsep


penilaian bencana hidrometeorologi sekaligus mekanisme pengkelasannya
(Gambar 2). Fenomena fluktuasi iklim yang ditandai dengan terjadinya cuaca/iklim
9

ekstrim telah menimbulkan berbagai kejadian bencana. Dalam konsep tinjauan


bencana hidrometeorologi, terdapat 3 aspek penting yang perlu diperhatikan, yakni
terkait frekuensi, luasan, serta lama kejadian bencana. Berdasarkan ketiga
parameter tersebut dapat diketahui besarnya dampak dan daya rusak suatu bencana
yang berkorelasi terhadap nilai kerugian yang ditimbulkannya. Dasar penilaian
tersebut menjadi pedoman dalam pengkelasan suatu bencana hidrometeorologi. Hal
ini sangat dibutuhkan dalam upaya penilaian resiko serta pemetaan bencana di suatu
wilayah, sehingga dapat diketahui daerah-daerah yang rawan terjadi bencana
hidrometeorologi.
3.2. Konsep Generasi Cerdas Iklim
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003
menyebutkan bahwa Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. GCI sebagai
program pendidikan cerdas iklim berbasis kearifan lokal merupakan salah satu
solusi untuk meningkatkan pemahaman anak-anak terkait perubahan iklim,
bencana terkait iklim, dan berbagai kejadian iklim di sekitar mereka. GCI diadopsi
dari konsep CSDRM (Climate Smart Disaster Risk Management), yaitu sebuah
mekanisme pendekatan pembangunan sosial dan pengelolaan resiko bencana secara
terintegrasi (Mitchell et al. 2010).
Perumusan konsep GCI dilatarbelakangi oleh adanya fluktuasi iklim yang
menyebabkan terjadinya bencana di berbagai wilayah. Kondisi tersebut
mengakibatkan banyak korban terutama anak-anak. Oleh karena itu dengan
memanfaatkan nilai kearifan lokal yang ada, GCI dibentuk sebagai salah satu upaya
pembekalan pengetahuan tentang bencana terkait iklim sekaligus meningkatkan
kesadaran akan kondisi lingkungan pada anak-anak. Adapun dasar pemikiran
terbentuknya pendidikan Generasi Cerdas Iklim dapat dilihat pada Lampiran 2.
10

Unsur pokok dalam pelaksanaan program GCI merupakan perpaduan antara


konsep IPTEK yang dikolaborasikan dengan nilai-nilai kearifan lokal. Setiap
wilayah di Indonesia memiliki potensi kearifan lokal selaras alam yang beberapa di
antaranya dapat dijelaskan secara keilmuan iklim dan lingkungan. Selain
keuneunong, pranatamangsa sebagai penanggalan iklim pada masyarakat Jawa
merupakan salah satu nilai kearifan lokal yang perlu dipertahankan keberadaannya
(Kridalaksana 2001). Jika dikaji dalam keilmuan meteorologi Pranatamangsa
sebagai sebuah konsep yang menyatu dengan adat di masyarakat Jawa merupakan
media yang cukup akurat untuk melakukan prediksi cuaca iklim dalam berbagai
sektor kehidupan, sekaligus untuk upaya adaptasi maupun mitigasi bencana alam.
Adapun data potensi kearifan lokal di masing-masing wilayah di Indonesia
sekaligus kajian iklim dan lingkungannya dapat dilihat pada Lampiran 3. Upaya
mitigasi di daerah rawan bencana dilakukan melalui konsep preventif dan kuratif.
Kedua konsep tersebut berisi tentang upaya dalam menghadapi bencana serta upaya
pencegahan terjadinya bencana terkait iklim yang diwujudkan dalam program
pendidikan GCI.

3.3. Implementasi Pendidikan Generasi Cerdas Iklim


3.3.1. Identifikasi Potensi Bencana Hidrometeorologi
Indonesia merupakan negara rawan bencana hidrometeorologi. Lebih dari
90% kejadian bencana alam di Indonesia merupakan bencana hidrometeorologi
(BNPB 2015). Setiap wilayah di Indonesia memiliki potensi kejadian bencana
hidrometeorologi dengan jenis dan jumlah kejadian yang berbeda-beda. Beberapa
provinsi di Indonesia memiliki frekuensi kejadian bencana hidrometeorologi lebih
dari 1000 kejadian dalam kurun waktu 10 tahun, namun terdapat pula provinsi
dengan frekuensi kejadian yang rendah (Lampiran 4). Berikut merupakan data
sebaran kejadian bencana hidrometeorologi di beberapa Provinsi yang memiliki
angka kejadian bencana tertinggi dalam waktu 10 tahun terakhir (2005-2014).
11

2500
Kejadian Bencana

2000
1500
1000
500
0

Provinsi

Gambar 3 Sebaran jumlah kejadian bencana hidrometeorologi di beberapa


provinsi di Indonesia tahun 2005-2014 (BNPB 2015)

Berdasarkan data yang dihimpun oleh BNPB (2015), setidaknya telah


terjadi sebanyak 12.259 kejadian bencana hidrometeorologi dalam kurun waktu 10
tahun terakhir. Beberapa provinsi dengan jumlah kejadian bencana yang relatif
lebih tinggi dibandingkan provinsi lain, di antaranya Jawa Tengah, Jawa Barat,
Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Aceh, dan Nusa Tenggara Timur. Wilayah-wilayah
tersebut dapat direkomendasikan untuk menjadi wilayah prioritas implementasi
program GCI.

3.3.2. Penyusunan Modul Generasi Cerdas Iklim


Modul pembelajaran GCI berupa buku yang berisi tentang konsep dan
teknik implementasi pendidikan GCI. Pembentukan modul GCI mengacu pada
konsep adaptasi dan mitigasi bencana hidrometeorologi yang dikolaborasikan
dengan nilai kearifan lokal setempat. Penyusunan modul juga memperhatikan
beberapa aspek, seperti pengelompokan bencana hidrometeorologi berdasarkan
penyebab terjadinya baik dari faktor sosial (antropogenik), unsur iklim, maupun
faktor biofisik. Modul kemudian dianalisis lebih lanjut untuk menentukan nilai
kearifan lokal yang dapat diintegrasikan untuk menghadapi maupun mencegah
terjadinya bencana tersebut, sebagai contoh ialah bencana banjir yang tidak hanya
disebabkan oleh kondisi curah hujan ekstrem, namun dipengaruhi juga oleh tingkat
kesadaran masyarakat terhadap kondisi lingkungan yang masih sangat rendah. Hal
12

tersebut dapat dicegah dengan menerapkan konsep kearifan lokal seperti konservasi
hutan dan penguatan undang-undang adat lingkungan terkait konservasi. Seluruh
komponen tersebut diintegrasikan ke dalam modul pembelajaran GCI yang
selanjutnya diaplikasikan guna menciptakan upaya tanggap bencana kepada anak-
anak melalui pendidikan GCI. Modul GCI disusun dengan mengakomodasi
berbagai konsep kearifan lokal di masing-masing wilayah di Indonesia, di antaranya
tradisi Baduy di Jawa Barat, Suku Bajo di Sulawesi Tenggara, dan tradisi merti kali
di Yogyakata. Dengan demikian, penyusunan modul GCI akan bersifat eksklusif
untuk masing-masing wilayah di Indonesia. Adapun rancangan penyusunan modul
GCI dapat dilihat pada Lampiran 5, sementara bentuk visual dari modul pendidikan
GCI dapat dilihat pada Lampiran 6.

3.3.3. Kurikulum Pendidikan GCI


Penyusunan kurikulum pendidikan GCI mengacu pada modul yang telah
disusun sebelumnya sesuai dengan format kurikulum pendidikan nasional.
Kurikulum dibagi menjadi dua, yaitu kurikulum tingkat dasar untuk Anak-anak usia
6-9 tahun dan kurikulum tingkat lanjut untuk Anak-anak usia 10-13 tahun. Konsep
kearifan lokal tiap daerah yang digali melalui diskusi dengan pihak-pihak terkait,
selanjutnya dijadikan sebagai acuan bentuk kegiatan yang akan di masukkan dalam
kurikulum GCI. Misalnya, nilai kearifan lokal leuweung nganteng kaca nunggal,
yang merupakan konsep pemeliharaan hutan untuk mencegah bencana banjir dan
longsor dijadikan sebagai acuan dalam penyusunan kurikulum pendidikan GCI di
wilayah Jawa Tengah yang merupakan daerah rawan banjir, kekeringan, dan tanah
longsor. Konsep kegiatan yang akan dilakukan meliputi upaya preventif terhadap
bencana alam sekaligus upaya menghadapi bencana yang berpotensi terjadi melalui
aktivitas berbasis kearifan lokal masyarakat setempat.
Secara umum, materi di dalam kurikulum pendidikan GCI antara lain:
Pengenalan konsep perubahan iklim dan jenis bencana alam terkait iklim di
lingkungan sekitar; pengenalan konsep pendidikan cerdas iklim GCI; aktivitas
menggunakan media permainan GCI tahap 1; aktivitas menggunakan media
permainan GCI tahap 2; aktivitas adaptasi dan mitigasi bencana berbasis kearifan
lokal setempat; konservasi lingkungan dan kegiatan sosial; serta implementasi agen
13

cerdas iklim. Adapun pembagian kurikulum pendidikan GCI secara lengkap pada
masing-masing tingkatan dapat dilihat pada Lampiran 7. Contoh Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagai penjelasan implementasi masing-masing
bagian dari kurikulum GCI dapat dilihat pada Lampiran 8.
Pelaksanaan program pendidikan GCI dilakukan satu kali setiap minggunya
di luar jam kegiatan belajar mengajar di sekolah, yaitu dengan cara memanfaatkan
jam ekstrakurikuler siswa. Terdapat tujuh kali pertemuan untuk menyelesaikan
program pendidikan GCI tersebut. Luaran yang diharapkan dari pengajaran tersebut
adalah menjadikan anak cerdas iklim yang berkarakter sejak dini dan memiliki
pemahaman terhadap nilai kearifan lokal di daerah masing-masing.
3.3.4. Pembuatan Perangkat Database GCI
Database GCI merupakan wadah untuk menginformasikan berbagai
kegiatan yang akan dan telah dilakukan, baik pada tahap sosialisasi, pelaksanaan,
serta pelaporan hasil kegiatan. Database dapat berupa website dan aplikasi berbasis
android (instagram, fanspage, twitter) yang saat ini banyak digunakan oleh
masyarakat dari berbagai kelompok usia. Adapun bentuk visual dari website dan
aplikasi berbasis android pendidikan GCI dapat dilihat pada Lampiran 9.

3.3.5. Pembentukan Relawan GCI


Sasaran relawan untuk program pendidikan GCI ini adalah mahasiswa di
berbagai kampus di Indonesia dalam bentuk konsep pengabdian masyarakat sebagai
salah satu upaya pelaksanaan tri dharma perguruan tinggi. Setiap kampus memiliki
local commitee dan memiliki minimal satu komunitas binaan program GCI (sekolah
dasar atau komunitas anak). Proses perekrutan relawan dilaksanakan setiap
tahunnya. Relawan dari masing-masing kampus dikoordinasikan dalam satu
kepengurusan regional, yang terbagi dalam regional barat, tengah, dan timur.
Adapun kinerja relawan di setiap regional selanjutnya dikoordinasikan dan
dievaluasi oleh pengurus pusat yang terletak di Jakarta. Keberadaan relawan di
setiap daerah diharapkan mampu menggali nilai-nilai kearifan lokal yang ada di
daerah tersebut, untuk kemudian dianalisis keterkaitannya dengan konsep IPTEK
(konsep hidrometeorologi) dan potensi bencana terkait iklim. Pada akhirnya konsep
14

tersebut dijadikan sebagai pedoman perumusan bentuk program GCI yang akan
dilakukan.

3.3.5. Sosialisasi Program GCI


Kegiatan sosialisasi program GCI dilakukan dengan mendatangi sekolah
dasar yang akan dikenai program dan melalui media sosial. Materi sosialisasi terdiri
dari pengenalan program GCI, pengenalan sistem kurikulum dan media pendidikan
GCI, serta pengenalan konsep GCI secara umum. Sosialisasi melalui media sosial
dilakukan dengan perangkat database GCI seperti website dan aplikasi berbasis
android yang diharapkan dapat menjangkau berbagai wilayah secara merata.

3.3.6. Media Pendidikan GCI pada Anak-anak


Media pendidikan GCI digunakan dalam melaksanakan program di
lapangan. Media ini merupakan aspek pendukung bagi relawan GCI untuk
memberikan edukasi cerdas iklim kepada anak-anak. Media pendidikan GCI telah
dirancang sedemikian rupa sehingga di dalamnya terdapat konsep cerdas iklim
kepada anak-anak dan nilai kearifan lokal setempat yang diwujudkan dalam
berbagai kegiatan menarik bagi anak-anak, di antaranya adalah permainan kartu
interaktif dan serial bergambar GCI, drama anak GCI, dongeng anak, lagu, dan
permainan ketangkasan. Media pendidikan GCI disesuaikan dengan kondisi dan
karakteristik wilayah berdasarkan nilai kearifan lokal dan potensi bencana alam
hidrometeorologi yang ada di dalamnya, misalnya di wilayah Bogor – Jawa Barat
yang merupakan kawasan dengan curah hujan tahunan mencapai 4000 mm.
Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan bencana banjir dan tanah longsor.
Namun demikian, Bogor memiliki berbagai potensi kearifan lokal dalam upaya
melestarikan alam dan lingkungan, salah satunya adalah perayaan serentaun
Sindang Barang dan kearifan lokal masyarakat Ciomas. Berdasarkan konsep
kearifan lokal tersebut, diciptakan sebuah media pendidikan berupa kartu interaktif
GCI yang berisi tentang upaya mitigasi bencana sekaligus konsep hidup selaras
alam. Berikut merupakan beberapa contoh media pendidikan GCI.
15

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 4 Media permainan kartu interaktif GCI (a), demo permainan cerdas
iklim GCI (b), dongeng anak GCI (c), dan permainan ketangkasan
generasi cerdas iklim (d)
3.3.7. Koordinasi Program GCI
Kelancaran implementasi program GCI membutuhkan partisipasi aktif dari
berbagai pihak mulai dari pusat hingga ke daerah. Para relawan dapat melaksanakan
programnya di masing-masing wilayah kerja di bawah koordinasi kepengurusan
regional dan kepengurusan pusat. Badan Nasional Penanggulangan Bencana
(BNPB) maupun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) berperan dalam
memberikan informasi kondisi masyarakat di daerah rawan bencana
hidrometeorologi, merekomendasikan daerah prioritas, dan mendampingi
implementasi program GCI sebagai salah satu upaya adaptasi dan mitigasi bencana
tersebut. Peran Non-Governmental Organization (NGO) dan kelompok instansi
swasta dapat ikut berperan serta dalam proses implementasi program bersama-sama
dengan relawan dan dalam upaya penyediaan dana hibah Corporate Social
Responsibility (CSR) sebagai salah satu pendukung aspek finansial berjalannya
program. Dinas pendidikan terutama pihak sekolah berperan penting dalam
mendukung sekaligus mengawasi berjalannya program GCI sehingga tetap selaras
dengan tujuan pendidikan dan tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar di
16

sekolah. Peran masyarakat terutama orang tua adalah ikut serta berperan aktif
mendukung dan mengawasi anak-anak untuk tetap menerapkan pendidikan GCI di
rumah. Selain itu, Masyarakat juga berperan dalam memberikan informasi terkait
nilai kearifan lokal yang ada di lingkungan tersebut, baik yang masih mengakar
kuat, maupun yang telah hilang dari kehidupan sehari-hari.

3.4. Evaluasi Program GCI


Selama pelaksanaan maupun setelah program selesai dilaksanakan,
dilakukan evaluasi sebagai perbaikan program di masa mendatang. Evaluasi terdiri
dari beberapa bagian. Evaluasi utama menggunakan sistem pre-test dan post-test.
Kedua jenis tes tersebut dibandingkan untuk mengetahui indikator keberhasilan
program. Selain itu, juga dilakukan evaluasi melalui pemberian kuesioner kepada
seluruh pemangku kepentingan untuk mengetahui ketercapaian sasaran dan proses
luaran pembelajaran.

3.5. Keberlanjutan Program GCI


Sebagai sebuah gerakan sosial berbasis pemberdayaan masyarakat, perlu
diperhatikan konsep keberlanjutan dari program pendidikan GCI tersebut yang
dituangkan dalam beberapa rencana pendidikan GCI untuk Indonesia. Beberapa
langkah dan inovasi dalam mewujudkan program tersebut diantaranya adalah:

1. Inovasi rumah GCI merupakan salah satu bentuk keberlanjutan dari


pendidikan GCI untuk dapat menjangkau berbagai wilayah rawan bencana
di Indonesia. Rumah GCI diharapkan dapat menjadi sebuah wadah bagi
orang-orang yang peduli terhadap pendidikan iklim, sekaligus menjadi
tempat untuk berdiskusi dan menuangkan ide-ide kreatif terkait nilai
kearifan lokal di berbagai wilayah di Indonesia yang dapat diadopsi guna
mendukung program pendidikan cerdas iklim.

2. Climate Smart Award merupakan suatu bentuk apresiasi kepada


perseorangan atau komunitas yang memiliki upaya dan kepedulian terhadap
pendidikan cerdas iklim kepada anak-anak melalui pelaksanaan program
pendidikan yang memanfaatkan nilai-nilai kearifan lokal setempat sebagai
17

dasar pemikiran dan implementasinya.. Penghargaan dapat berupa promosi


konsep pendidikan cerdas iklim yang mereka punya dan atau materi dalam
bentuk bantuan finansial sebagai penunjang keberlanjutan program mereka
yang secara tidak langsung mampu memotivasi orang atau komunitas lain
untuk lebih peduli terhadap upaya pengurangan penyebab bencana terkait
iklim melalui pendidikan cerdas iklim.

3. Duta Agen Cerdas Iklim (ACI) merupakan bentuk kaderisasi konsep cerdas
iklim pada anak-anak yang dianggap mampu mengajak teman-teman di
sekitarnya untuk ikut serta menjadi generasi cerdas iklim yang berkarakter.
Selain anak-anak, duta agen cerdas iklim juga dinobatkan untuk beberapa
sekolah yang ada di suatu wilayah sebagai sekolah binaan cerdas iklim.

3.6. Penerapan Program GCI di Sekolah dan Komunitas Binaan


Program GCI telah diujicobakan di sekolah dasar lingkar kampus Institut
Pertanian Bogor yang juga sekolah binaan penulis yaitu SDN Balumbang Jaya 2
Bogor dan komunitas rumah belajar Hore Bogor. Konsep kearifan lokal yang hidup
di Jawa Barat (masyarakat Sunda) dijadikan sebagai dasar pelaksanaan program, di
antaranya aktivitas masyarakat adat Kampung Kuta Ciamis, tradisi masyarakat
Ciomas, dan tradisi Suku Baduy dalam upaya menjaga lingkungan serta hutan
setempat, yang kemudian dijelaskan melalui konsep ilmu pengetahuan terhadap
upaya adaptasi maupun mitigasi bencana alam. Selanjutnya, relawan beserta pihak-
pihak terkait merumuskan bentuk media pembelajaran GCI berupa kartu interaktif
GCI dan beberapa jenis permainan berbasis kesenian lain. Implementasi kegiatan
tersebut dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas maupun berbagai kegiatan
seperti pre-test dan post-test, pemanfaatan media pembelajaran GCI, serta
penggunaan metode pembelajaran yang mengacu pada kurikulum dan RPP standar
diknas. Selain itu juga dilakukan upaya kaderisasi baik dari relawan maupun dari
agen cerdas iklim (anak-anak dan sekolah). Adapun dokumentasi kegiatan
penerapan program pendidikan GCI dapat dilihat pada lampiran 10.
18

BAB IV
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pendidikan dalam upaya preventif kuratif pada anak-anak di daerah rawan


bencana dilakukan melalui pengembangan sebuah program pendidikan cerdas iklim
berbasis kearifan lokal sebagai solusi upaya adaptasi dan mitigasi bencana yang
disebut Generasi Cerdas Iklim (GCI). Nilai-nilai kearifan lokal yang ada di setiap
daerah diintegrasikan dengan konsep IPTEK untuk kemudian menjadi unsur pokok
dalam penyusunan kurikulum, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan
modul GCI. Kurikulum GCI dibagi menjadi dua, yaitu kurikulum tingkat dasar dan
kurikulum tingkat lanjut. Kurikulum tersebut selanjutnya dikembangkan dalam
bentuk RPP yang disusun sesuai dengan standar Diknas. Modul GCI berisi konsep
dan teknik implementasi program. Program ini diberikan dengan memanfaatkan
media pendidikan dan database GCI. Media pendidikan merupakan instrumen
edukasi cerdas iklim kepada anak-anak dalam bentuk permainan kartu interaktif
GCI, serial bergambar GCI, drama anak GCI, dongeng anak, lagu, dan permainan
ketangkasan. Database GCI merupakan wadah untuk menginformasikan berbagai
kegiatan yang akan dan telah dilakukan.

Implementasi GCI hingga ke sistem cerdas di dalamnya membutuhkan


peran terintegrasi berbagai pihak. Program pendidikan GCI sangat penting untuk
dilakukan dalam upaya adaptasi dan mitigasi, oleh karena itu sangat diperlukan
peran serta berbagai pihak terkait , di antaranya Dinas Pendidikan, pihak sekolah,
BNPB, BPBD, Non-Governmental Organization (NGO), instansi swasta, dan
masyarakat dalam mendampingi proses implementasi program GCI. Peran,
dukungan, maupun keikutsertaan pihak-pihak tersebut juga diharapkan mendukung
keberlanjutan program GCI yang diwujudkan dalam bentuk inovasi rumah GCI,
climate smart award, dan duta agen cerdas iklim. Melalui usaha bersama dalam
program GCI, diharapkan dapat lahir anak-anak yang cerdas iklim dan berkarakter
bijak sejak kecil.
19

DAFTAR PUSTAKA

Adil, Nasrol. 2014. “Keuneunong” potensi peringatan dini cuaca ekstrim dan iklim
ala adat masyarakat Aceh. Stasiun Meteorologi Kelas I Blang Bintang Banda
Aceh.
Akachi Y, Goodman D, Parker D. 2009. Global Climate Change and Child Health:
A review of pathways,impacts and measures to improve the evidence base.
Innocenti Discussion Paper No. IDP 2009-03. Florence: UNICEF Innocenti
Research Centre: 2.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2012. Inilah Sembilan Daerah Rawan
Banjir dan Longsor di Tanah Air. http://sp.beritasatu.com/home/inilah-
sembilan-daerah-rawan-banjir-dan-longsor-di-tanah-air/26802.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2015. Data Kejadian Bencana
Hidrometeorologi 10 Tahun Terakhir. www.bnpb.go.id.
Depdiknas. 2003. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.
Jakarta. Depdiknas.
Ernawi, Imam S. 2010. Harmonisasi kearifan lokal dalam regulasi penataan ruang.
Makalah pada Seminar Nasional “Urban Culture, Urban Future : Harmonisasi
Penataan Ruang dan Budaya Untuk Mengoptimalkan Potensi Kota”.
Gobyah, IK. 2003. ‘Berpijak Pada Kearifan lokal’. www.balipos.co.id.
Hurlock, E. 2010. Psikologi Perkembangan Terj. Jakarta: Erlangga.
IPCC. 2007. Summary for Policymakers. In: Climate Change 2007: Impacts,
Adaptation and Vulnerability. Contribution of Working Group II to the
Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate
Change, M.L.Parry, O.F. Canziani, J.P. Palutikof, P.J. van der Linden and
C.E. Hanson, Eds. Cambridge University Press. Cambridge, UK.
IPCC. 2014. IPCC, 2014: Climate Change 2014: Impacts, Adaptation, and
Vulnerability. Part A: Global and Sectoral Aspects. Contribution of Working
Group II to the Fifth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on
Climate Change [Field, C.B., V.R. Barros, D.J. Dokken, K.J. Mach, M.D.
Mastrandrea, T.E. Bilir, M. Chatterjee, K.L. Ebi, Y.O. Estrada, R.C. Genova,
B. Girma, E.S. Kissel, A.N. Levy, S. MacCracken, P.R. Mastrandrea, and
L.L. White (eds.)]. Cambridge University Press, Cambridge, United
Kingdom and New York, NY, USA, 1132 pp.
Kabar Lombok. 2014. Wariga Jadi Perhatian Pemerintah Pusat.
http://kabarlombok.com/wariga-jadi-perhatian-pemerintah-pusat/.
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta, 1988, hlm. 25.
Kongprasertamorn, K. (2007). Local wisdom, environmental protection and
community development: the clam farmers in Tabon Bangkhusai,
Phetchaburi Province, Thailand. Manusya: Journal of Humanities. 10. 1-10.
Kridalaksana, H. 2001. Wiwara (Pengantar Bahasa dan Kebudayaan Jawa).
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Meliono, Irmayanti. 2011. Understanding the Nusantara Thought and Local
Wisdom. International Journal for Historical Studies, 2(2) 2011.
20

Mitchell, T., Ibrahim, M., Harris, K., Hedger, M., Polack, E., Ahmed, A., Hall, N.,
Hawrylyshyn, K., Nightingale, K., Onyango, M., Adow, M., and Sajjad
Mohammed,S. 2010. Climate Smart Disaster Risk Management,
Strengthening Climate Resilience. Brighton: IDS.
Nugroho Sutopo P. 2010. Catatan Akhir Tahun 2010 dan Antisipasi Bencana 2011.
Internal Report. BNPB. Indonesia.
Perdinan. 2015. Metode Kajian Risiko Bencana Terkait Iklim. Departemen
Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor.
Permana RCE, Nasution IP, Gunawijaya J. 2011. Kearifan lokal tentang mitigasi
bencana pada masyarakat Baduy. Makara, Sosial Humaniora. 15(1):67-76.
Sartini. (2004). Menggali Kearifan Lokal Nusantara: Sebuah Kajian Filsafat. Jurnal
Filsafat, 37, 111-120.
Schmidt-Thome,P. 2006. Integration of Natural Hazards, Risks, and Climate
Change into Spatial Planning Practices. Geological Survey of Finland. Espoo.
Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Stephenson, David B, Herve Douville. 2001. Searching for fingerprint of global
warming in the Asian Summer Monsoon. Mausam 52: 213-220.
Susanti, LRR. 2011. Membangun pendidikan karakter di sekolah: melalui kearifan
lokal. Disampaikan pada persidangan dwitahunan FSUA-PPIK USM pada
tanggal 26-27 Oktober 2011 di Fakultas Sastra Unand Padang.
Tama, Novian Budi. 2012. Local Wisdom Di Indonesia.
Vos F, Rodriguez J, Below R, Guha-Sapir D. 2010. Annual Disaster Statistical
Review 2009: The Numbers and Trends. CRED. Brussels.
Lampiran 1. Kerangka Pemikiran

Perubahan Iklim menyebabkan bencana alam hidrometeorologi

Bencana hidrometeorologi menyebabkan kerugian materi dan korban jiwa


terutama anak-anak

Indonesia memiliki potensi kearifan lokal yang hampir seluruhnya bersifat


selaras dengan alam. Namun saat ini, nilai kearifan lokal tersebut mulai
pudar seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

Diusulkan sebuah gagasan konsep adaptasi dan mitigasi bencana melalui


integrasi upaya preventif kuratif berupa pendidikan pada anak-anak untuk
meningkatkan pemahaman dan karakter Anak

Generasi Cerdas Iklim (GCI) diciptakan sebagai solusi adaptasi dan mitigasi
berbasis nilai kearifan lokal untuk anak-anak pada daerah rawan bencana
hidrometeorologi di Indonesia

Unsur pokok dalam pelaksanaan program GCI adalah nilai kearifan lokal
sebagai kekayaan dan karakter dari masing-masing wilayah di Indonesia
yang diintegrasikan dengan konsep IPTEK dan sains. Program GCI
dilaksanakan berdasarkan kurikulum, rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP), dan modul GCI yang telah disusun sebelumnya. Program ini
diberikan dengan memanfaatkan media pendidikan dan database GCI.

Kerjasama dan keberlanjutan program GCI dilakukan bersama-sama dengan


berbagai pihak untuk mendukung sistem pendidikan nasional dengan
membentuk generasi anak cerdas iklim demi tercapainya kemandirian tanpa
meninggalkan nilai-nilai kearifan lokal sebagai kepribadian dan identitas
bangsa.
.

viii
Lampiran 2. Dasar Pemikiran Pendidikan Generasi Cerdas Iklim

Fluktuasi Iklim

Dampak

Wilayah Rawan Bencana


(Fokus Anak-anak)

Nilai Kearifan Konsep IPTEK


Lokal
Upaya mitigasi wilayah
rawan bencana

 Pengenalan Preventif Kuratif  Perlindungan


 Pemantauan  Evakuasi
 Perencanaan  Penyelamatan
 Pengembangan  Pemulihan
 Pengawasan  Penyembuhan
 Rehabilitasi

Pendidikan Generasi Cerdas


Iklim (GCI)

ix
Lampiran 3. Nilai Kearifan Lokal di Masing-masing Provinsi di Indonesia
dan Kajian Konsep Iklim lingkungan
No Provinsi Nilai Kearifan Lokal Kajian Iklim dan Lingkungan
Upaya preventif terhadap bencana alam seperti
Tri Hita Karana banjir melalui konsep asta kosala kosali
1 Bali (Palemahan) (pengaturan halaman dan ruang terbuka hijau)
Upaya menjaga lingkungan dan kelestarian alam
2 Banten Seba Baduy melalui upaya preventif terhadap bencana alam
Konsep konservasi hutan dalam upaya
Adat Rejang dalam mencegah bencana hidrometeorologi (banjir dan
3 Bengkulu pengelolaan hutan tanah longsor)
Upaya mencegah banjir dan longsor akibat
curah hujan yang tinggi dengan cara menjaga
4 DI Yogyakarta Merti kali (bersih sungai) kebersihan dan kelestarian sungai
Kearifan penggunaan lahan untuk mencegah
5 DKI Jakarta Adat Betawi bencana banjir
Konsep konservasi hutan sebagai upaya
mencegah banjir dan bencana hidrometeorologi
6 Jambi Hompongan lainnya
Upaya pelestarian hutan dan air untuk mencegah
7 Jawa Barat Kampung Kuta Ciamis terjadinya bencana banjir dan kekeringan
Leuweung nganteng kaca Menjaga kelestarian hutan untuk mencegah
8 Jawa Tengah nunggal bencana alam terutama longsor dan banjir
Tebang satu tanam dua Upaya konservasi tanaman hutan di wilayah
9 Jawa Timur suku Tengger Jawa Timur
Konsep pemanfaatan hutan namun tetap
Kalimantan memperhatikan fungsi konservatifnya dalam
10 Barat Tembawai mencegah bencana hidrometeorologi.
Kalimantan Larangan membuka hutan keramat (pelestarian
11 Selatan Kapamalian lingkungan)
Melestarikan hutan gambut untuk mencegah
Kalimantan banjir di musim hujan dan kekeringan di musim
12 Tengah Tradisi Suku Dayak kemarau
Kalimantan Konservasi lingkungan
13 Timur Upacara adat dangai
Melestarikan hutan gambut untuk mencegah
Kalimantan banjir di musim hujan dan kekeringan di musim
14 Utara Tradisi Suku Dayak kemarau
Kepulauan Konsep untuk hidup berkarakter yang menjaga
15 Riau Adat bersandikan syara’ prinsip selaras alam dan lingkungan
Pengelolaan lahan bekas tanam untuk mencegah
16 Lampung Repong Damar banjir dalam hal penyimpanan jumlah air tanah.
17 Maluku Sasi Pengelolaan sumber daya alam agar selaras alam
Aturan dalam memanfaatkan kekayaan
18 Maluku Utara Pamali Mamancing Ikan lingkungan baik biotik maupun abiotik

x
Nusa Tenggara Awig-awig (Peraturan Pedoman dalam bersikap dan berinteraksi
19 Barat adat) dengan alam.
Nusa Tenggara Konsep konservasi hutan
20 Timur Pahomba
Pembangunan rendah emisi pada masyarakat
Papua untuk menekan dampak pemanasan
21 Papua Luwes masyarakat Papua global
Upaya mempertahankan keutuhan lingkungan,
kelestarian sungai, laut, hutan, serta sumber
Tanah sebagai ibu daya alam demi keseimbangan kehidupan dan
22 Papua Barat kandung upaya menghindari bencana.
Pedoman yang digunakan untuk menentukan
waktu tanam padi, tabur benih, serta waktu
Keuneunong (Kalender berlayar untuk menghindari badai atau
Pemerintah tanam berbasis informasi gelombang tinggi melalui informasi hari hujan,
23 Aceh iklim) posisi bintang, dan perilaku hewan.
Penanaman pohon bintaro untuk mencegah
24 Riau Bono Sungai Kampar abrasi dan bencana iklim di wilayah Bono
Bentuk upaya menghadapi perubahan iklim
25 Sulawesi Barat Tradisi Suku Mandar dengan tinggal di atas laut.
Sulawesi Menjaga kelestarian laut baik dari ekosistem
26 Selatan Maccera Tasi biotik maupun abiotik.
Sistem pengelolaan hutan yang teratur dan
Sulawesi sesuai dengan fungsi hutan sebagai wilayah
27 Tengah Maromu konservasi.
Sulawesi Upaya adaptasi perubahan iklim dengan
28 Tenggara Tradisi Suku Bajo bertahan hidup di atas laut
Pengelolaan lahan pertanian yang tidak
menggunakan bahan kimia untuk mengindari
29 Sulawesi Utara Bondang terjadinya pencemaran tanah dan air.
Sumatera Lubuk Larangan Ngalau Upaya larangan aktivitas di suatu daerah
30 Barat Agung konservasi untuk menjaga alam dari bencana.
Sumatera Undang-undang simbur UU adat yang mengatur kelestarian lingkungan
31 Selatan cahaya
Sumatera Hukum adat Mandailing Upaya pengelolaan taman nasional Batang
32 Utara Natal Gadis Sumatera Utara
Sumber: dari berbagai sumber

xi
Lampiran 4. Data Kejadian Bencana Hidrometeorologi di Indonesia dalam
waktu 10 Tahun Terakhir (2005-2014)
Banjir
Tanah Pasang/ Puting Tanah
No Provinsi Banjir Longsor Abrasi Kekeringan Beliung Longsor Total
1 Bali 35 6 15 9 57 48 170
2 Bangka Belitung 16 0 0 0 24 4 44
3 Banten 95 4 2 40 63 30 234
4 Bengkulu 33 4 2 8 4 8 59
5 DI Yogyakarta 39 2 6 25 77 55 204
6 DKI Jakarta 107 0 8 0 14 2 131
7 Gorontalo 79 8 1 3 8 5 104
8 Jambi 130 3 0 38 43 12 226
9 Jawa Barat 609 46 9 233 500 706 2103
10 Jawa Tengah 672 38 10 239 735 802 2496
11 Jawa Timur 655 33 11 174 444 229 1546
12 Kalimantan Barat 67 2 1 5 21 5 101
13 Kalimantan Selatan 159 3 6 18 99 13 298
14 Kalimantan Tengah 67 0 3 8 3 3 84
15 Kalimantan Timur 152 7 5 7 33 46 250
16 Kalimantan Utara 1 0 0 0 0 0 1
17 Kepulauan Riau 20 0 5 0 39 3 67
18 Lampung 135 5 0 49 74 11 274
19 Maluku 24 8 10 2 14 19 77
20 Maluku Utara 15 2 1 0 8 1 27
21 Nusa Tenggara Barat 91 5 15 36 49 12 208
22 Nusa Tenggara Timur 147 17 32 19 191 51 457
23 Papua 22 8 5 1 5 19 60
24 Papua Barat 6 0 0 0 3 2 11
25 Pemerintah Aceh 241 14 26 48 91 41 461
26 Riau 75 0 1 9 46 4 135
27 Sulawesi Barat 38 5 4 8 18 8 81
28 Sulawesi Selatan 234 16 4 91 143 33 521
29 Sulawesi Tengah 111 20 5 4 14 13 167
30 Sulawesi Tenggara 173 19 20 14 145 46 417
31 Sulawesi Utara 38 21 10 4 13 25 111
32 Sumatera Barat 161 25 13 16 60 108 383
33 Sumatera Selatan 168 4 0 20 121 41 354
34 Sumatera Utara 250 13 4 7 85 38 397
Sumber: BNPB 2015

xii
Lampiran 5. Rancangan Penyusunan Modul Program GCI

Sosial Kesadaran
(Antropologi) Masyarakat
Anak-anak
Bencana
Unsur Iklim Kurikulum
Hidrometeorologi

Biofisik Kearifan Lokal

Faktor Pembentuk Kearifan


Kejadian Upaya Tanggap
No Unsur Lokal di
Bencana Biofisik Aspek Sosial Bencana
Cuaca/Iklim Masyarakat
1. Banjir Curah hujan Topografi, Kesadaran Konservasi Penghijauan,
ekstrim, kemiringan masyarakat hutan, pembuatan waduk
fenomena lahan, akan undang- (dam), restorasi
osilasi laut kurangnya lingkungan undang dan sungai,
dan atmosfer luas sangat hukum adat peningkatan luas
(ENSO) resapan air rendah, lingkungan hutan, pembuatan
Lanina. pembuangan masing- daerah resapan air
sampah di masing daerah
sungai,
penebangan
pohon besar-
besaran
2. Tanah Curah hujan Tekstur Penggundulan Sistem Konservasi lahan,
longsor tinggi tanah, hutan, daerah pertanian pembuatan
(peningkatan struktur pembuangan selaras alam peraturan tata guna
intensitas tanah dan sampah, (contoh lahan, pengaturan
hujan), hujan bebatuan, pertanian di subak), irigasi dan aliran
esktrim topografi, lereng terjal konservasi air hujan
(lebat). kemiringan lahan
lahan
3. Kekeringan Penyimpangan Kondisi Penebangan Konservasi Pembuatan waduk
iklim (curah tanah, hutan di hutan, aturan penyimpan air,
hujan rendah, kondisi daerah hulu adat terkait penghijauan di
jumlah uap air tutupan sungai pelestarian wilayah hulu
dan awan lahan lingkungan sungai
rendah, osilasi
atmosfer
elnino).

xiii
4. Puting Perbedaan Kondisi - Menghindari Membuat upaya
beliung tekanan udara, tutupan naungan, peringatan dini
pengaruh lahan, pohon, dan berupa kentongan
awan penampang bangunan, atau jaringan
cumulonimbus fisik pembuatan komunikasi
(awan hujan) wilayah media berbasis sms
tradisional kepada warga
berupa sesaat sebelum
kentongan terjadinya bencana
atau alat puting beliung
serupa sebagai
peringatan
sebelum
datangnya
bencana,
upacara adat
masyarakat
setempat

xiv
Lampiran 6. Bentuk Visual Modul Program GCI

xv
Lampiran 7. Pembagian Kurikulum Program GCI
Tingkat Dasar

NO KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR

1. Pengenalan konsep perubahan Pengenalan terjadinya hujan di sekitar melalui foto


iklim dan jenis bencana alam hujan dan bencana alam di beberapa wilayah terutama
terkait iklim di lingkungan di lingkungan sekitar. Penjelasan dilakukan dengan
sekitar dongeng dan cerita menarik.
2. Pengenalan konsep pendidikan  Menunjukkan gambar perilaku masyarakat yang
cerdas iklim GCI kurang peka terhadap lingkungan seperti
membuang sampah di sungai, menebang hutan
besar-besaran, dan lain-lain.
 Memberikan hubungan aktivitas manusia tersebut
dengan bencana hidrometeorologi yang berpotensi
terjadi melalui gambar-gambar menarik.
 Menjelaskan pentingnya peran anak-anak sebagai
agen masa depan dalam mencegah aktivitas
tersebut melalui konsep-konsep kearifan lokal.
3. Aktivitas menggunakan media  Melakukan aktivitas pendidikan GCI
pembelajaran GCI tahap 1 menggunakan media pembelajaran untuk tingkat
dasar.
 Aktivitas dimulai dengan pemberian dongeng
anak menggunakan alat-alat bantu terkait dan
serial bergambar GCI.
 Aktivitas dilanjutkan dengan kegiatan tambahan
seperti permainan ketangkasan tradisional dan
kesenian drama anak serta lagu cerdas iklim GCI.
4. Aktivitas menggunakan media  Melakukan kembali aktivitas pendidikan GCI
permainan GCI tahap 2 menggunakan media pembelajaran untuk tingkat
dasar sekaligus memperhatikan respon dari anak-
anak melalui evaluasi media pendidikan.
 Kegiatan pembelajaran dilakukan kembali dengan
menggunakan beberapa media seperti dongeng,
serial bergambar, dan kesenian anak yang lebih
banyak disampaikan nilai pesan moral di
dalamnya.
 Mempersiapkan aktivitas lapang yang akan
dilakukan pada pertemuan selanjutnya.
5. Aktivitas adaptasi dan mitigasi Memberikan aktivitas lapang terkait konsep adaptasi
bencana berbasis kearifan lokal dan mitigasi bencana kepada anak-anak melalui
setempat kegiatan bernilai kearifan lokal seperti edukasi
membuang sampah pada tempatnya, edukasi
menghadapi bencana alam hidrometeorologi yang

xvi
terjadi seperti banjir dan angin puting beliung, teknik
menyeberang sungai, dan lain-lain.
6. Konservasi lingkungan dan  Konservasi lingkungan dilakukan untuk
kegiatan sosial menanamkan kesadaran dan karakter baik pada
anak-anak terhadap kejadian iklim dan bencana
hidrometeorologi melalui kegiatan menjaga alam
berbasis kearifan lokal.
 Kegiatan konservasi lingkungan berbentuk kerja
bakti, bersih desa, dan penanaman pohon
didampingi oleh orang tua dari anak-anak.
7. Agen cerdas iklim  Pemilihan beberapa anak dengan kriteria tertentu
sebagai duta cerdas iklim yang memiliki mandat
untuk mengajak anak lainnya dalam mengamalkan
konsep pendidikan GCI.
 Penanaman karakter kepada duta cerdas iklim.
 Memilih sekolah binaan sebagai agen cerdas iklim
di suatu wilayah.

Tingkat Lanjut

NO KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR

1. Pengenalan konsep perubahan Pengenalan terjadinya hujan ekstrim yang


iklim dan jenis bencana alam menyebabkan banjir dan longsor melalui demo mini
terkait iklim di lingkungan menggunakan panci mendidih dan maket yang mampu
sekitar menjelaskan potensi banjir, tanah longsor, dan
kekeringan.
2. Pengenalan konsep pendidikan  Mengajak anak-anak mengunjungi bantaran sungai
cerdas iklim GCI yang penuh sampah dan kotoran, melihat video dan
tayangan berita tentang penebangan hutan besar-
besaran, dan menunjukkan kliping bergambar yang
memberitakan tentang aktivitas manusia yang
kurang peka terhadap lingkungan.
 Memberikan hubungan aktivitas manusia tersebut
dengan bencana hidrometeorologi yang berpotensi
maupun yang telah terjadi melalui tayangan
animasi dan video terkait.
 Menjelaskan pentingnya peran anak-anak sebagai
agen masa depan dalam mencegah aktivitas
tersebut melalui konsep-konsep kearifan lokal,
anak diajak untuk mengetahui dan memahami nilai
kearifan lokal di masing-masing wilayah di
Indonesia.

xvii
3. Aktivitas menggunakan media  Melakukan kembali aktivitas pendidikan GCI
pembelajaran GCI tahap 1 menggunakan media pembelajaran untuk tingkat
dasar sekaligus memperhatikan respon dari anak-
anak melalui evaluasi media pendidikan.
 Kegiatan pembelajaran dilakukan kembali dengan
menggunakan kartu interaktif GCI dan beberapa
media lain yang lebih banyak disampaikan nilai
pesan moral di dalamnya.
 Mempersiapkan aktivitas lapang yang akan
dilakukan pada pertemuan selanjutnya.
4. Aktivitas menggunakan media  Melakukan kembali aktivitas pendidikan GCI
permainan GCI tahap 2 menggunakan media pembelajaran untuk tingkat
dasar sekaligus memperhatikan respon dari anak-
anak melalui evaluasi media pendidikan.
 Kegiatan pembelajaran dilakukan kembali dengan
menggunakan kartu interaktif GCI dan beberapa
media lain yang lebih banyak disampaikan nilai
pesan moral di dalamnya.
 Mempersiapkan aktivitas lapang yang akan
dilakukan pada pertemuan selanjutnya.
5. Aktivitas adaptasi dan mitigasi Memberikan aktivitas lapang terkait konsep adaptasi
bencana berbasis kearifan lokal dan mitigasi bencana kepada anak-anak melalui
setempat kegiatan bernilai kearifan lokal seperti edukasi
membuang dan teknik memilah sampah pada
tempatnya, edukasi menghadapi bencana alam
hidrometeorologi yang terjadi seperti banjir dan angin
puting beliung, teknik menyeberang sungai, dan
edukasi untuk menyelamatkan diri dan teman-teman
di sekitarnya ketika terjadi bencana.
6. Konservasi lingkungan dan Konservasi lingkungan dilakukan untuk menanamkan
kegiatan sosial kesadaran dan karakter baik pada anak-anak terhadap
kejadian iklim dan bencana hidrometeorologi,
sekaligus melatih jiwa kepemimpinan mereka melalui
kegiatan sosial yang ada di masyarakat seperti kerja
bakti, bersih desa, dan penanaman pohon yang
menitikberatkan pada keikutsertaan mereka
mengambil peran di dalamnya.
7. Agen cerdas iklim  Pemilihan beberapa anak dengan kriteria tertentu
sebagai duta cerdas iklim yang memiliki mandat
untuk mengajak anak lainnya dalam mengamalkan
konsep pendidikan GCI.
 Penanaman karakter kepada duta cerdas iklim.
 Memilih sekolah binaan sebagai agen cerdas iklim
di suatu wilayah.

xviii
Lampiran 8. Contoh Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Program
GCI
Contoh RPP diambil waktu salah satu pertemuan pada tingkat lanjut
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)
Satuan Pendidikan : Anak-anak setingkat Sekolah Dasar
Tingkat : Lanjut (10-13 Tahun)
Topik : Pengenalan Konsep GCI
Pertemuan Ke : 2 (dua)
Alokasi Waktu : Satu Hari (dua jam)

A. KOMPETENSI INTI
Pengenalan konsep pendidikan cerdas iklim GCI
B. KOMPETENSI DASAR
 Mengajak anak-anak mengunjungi bantaran sungai yang penuh sampah dan
kotoran, melihat video dan tayangan berita tentang penebangan hutan besar-
besaran, dan menunjukkan kliping bergambar yang memberitakan tentang
aktivitas manusia yang kurang peka terhadap lingkungan.
 Memberikan hubungan aktivitas manusia tersebut dengan bencana
hidrometeorologi yang berpotensi maupun yang telah terjadi melalui
tayangan animasi dan video terkait.
 Menjelaskan pentingnya peran anak-anak sebagai agen masa depan dalam
mencegah aktivitas tersebut melalui konsep-konsep kearifan lokal, anak
diajak untuk mengetahui dan memahami nilai kearifan lokal di masing-
masing wilayah di Indonesia.
C. INDIKATOR
 Memahami aktivitas masyarakat yang memicu terjadinya perubahan iklim.
 Mampu menyebutkan berbagai contoh aktivitas masyarakat yang kurang
peka terhadap lingkungan.
 Memahami hubungan aktivitas masyarakat tersebut dengan terjadinya
bencana hidrometeorologi.
 Memiliki pemahaman terhadap konsep kearifan lokal yang berfungsi untuk
mencegah aktivitas masyarakat tersebut.
 Mampu menyebutkan contoh nilai kearifan lokal terkait.
 Mengikuti kegiatan dengan baik dan aktif berinteraksi dengan sesama.

xix
D. TUJUAN
 Memiliki karakter baik dalam berperilaku (mencegah aktivitas yang kurang
peka terhadap lingkungan).
 Memahami konsep terjadinya perubahan iklim terkait dengan aktivitas
manusia (antropogenik).
 Memahami proses terjadinya bencana hidrometeorologi di setiap wilayah.
 Memahami dan mengamalkan nilai kearifan lokal untuk mencegah aktivitas
manusia tersebut.
E. MATERI
 Pengamatan ke lokasi pembuangan sampah akhir, bantaran sungai (jika
ada), dan lingkungan sekitar.
 Nilai-nilai kearifan lokal di masyarakat setempat terkait konservasi alam
dan lingkungan dalam mengurangi serta mencegah dampak perubahan
iklim.
 Penayangan video terkait aktivitas manusia (antropogenik) dan berbagai
bencana hidrometeorologi (banjir, longsor, kekeringan, puting beliung).
F. PENDEKATAN & METODE
Pendekatan : Scientific
Strategi : Cooperative Learning
Metode : Diskusi, Pengamatan Lapang, Tanya Jawab, permainan
G. KEGIATAN PEMBELAJARAN
Kegiatan Deskripsi Kegiatan Alokasi
Waktu
Pendahuluan 1. Mengucapkan salam dan motivasi di awal 10 menit
pertemuan, berdo’a sebagai sebuah
pendidikan karakter di awal pertemuan
2. Mereview bahasan pertemuan sebelumnya
dan membangkitkan pemahaman anak-
anak melalui pertanyaan terkait
3. Menunjukkan berbagai konsep dan
jalannya kegiatan belajar mengajar yang
akan dilakukan kepada anak-anak
Inti 1. Menayangkan video berbagai jenis bencana 90 menit
hidrometeorologi di Indonesia berupa
liputan berita (banjir Jakarta, tanah longsor
di Banjarnegara, kekeringan di Jawa
Tengah dan NTT, dan angin puting beliung
di Malang)
2. Membagi anak-anak ke dalam beberapa
kelompok, setiap kelompoknya terdiri atas
4-5 orang

xx
3. Memasukkan satu kakak relawan ke dalam
masing-masing kelompok sebagai
pendamping pengamatan lapang yang akan
dilakukan
4. Melakukan pengamatan lapang di sekitar
lingkungan sekolah (sungai, tempat
pembuangan sampah, pepohonan)
5. Setiap kelompok membuat laporan (konsep
tanya-jawab) tentang pengamatan lapang
yang telah dilakukan
6. Menujukkan aktivitas manusia yang dapat
menimbulkan terjadinya bencana
hidrometeorologi dan mengaitkan dengan
hasil pengamatan lapang yang telah
dilakukan melalui tayangan video dan
gambar-gambar
7. Membangkitkan solusi yang harus
dilakukan untuk mencegah aktivitas
tersebut melalui berbagai konsep berbasis
kearifan lokal setempat (membuang
sampah pada tempatnya, hidup selaras
alam, penghijauan, dan lain-lain)
Penutup 1. Mengajak anak-anak untuk menyimpulkan 20 menit
hasil kegiatan pada hari tersebut
2. Memberikan apresiasi berbasis karakter
kepada mereka
3. Menutup kegiatan dengan do’a dan pesan-
pesan moral

H. SUMBER & MEDIA


 Anak-anak
 Lingkungan keluarga
 Lingkungan bermain anak
 Lingkungan sekolah
 Video dan gambar-gambar pendukung
 Modul pendidikan cerdas iklim
 Buku dan media pembelajaran GCI
I. PENILAIAN
Penilaian didasarkan pada keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran GCI. Pemberian apresiasi dilakukan berbasis karakter dan pesan
moral untuk tetap melestarikan nilai kearifan lokal maupun untuk bertindak sebagai
anak cerdas iklim.

xxi
Lampiran 9. Bentuk Visual Website dan Aplikasi berbasis Android Program
GCI (www.generasicerdasiklim.org | google play store : Generasi Cerdas Iklim)

xxii
Lampiran 10. Dokumentasi Kegiatan GCI

Pengenalan Program GCI pada Anak-anak Duta anak cerdas iklim

Diskusi bencana di sekitar lingkungan Demo permainan dengan media kartu GCI

Hadiah anak berkarakter Berfoto bersama anak-anak dan relawan

Edukasi memilah Penganugerahan


sampah rumah tangga kepada anak cerdas xxiii
iklim

Anda mungkin juga menyukai