Anda di halaman 1dari 7

Laporan baca 8/UTS

Kusnita dian
1225030104
2c
PROGRAM STUDI SASTRA INGGRIS
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG


UJIAN TENGAH SEMESTER

Mata Kuliah : Sastra Budaya Indonesia


Semester : II
Hari/Tanggal : Kamis/ 12 April 2023
Dosen : Deni Suswanto, S.Pd.,M.Pd.

1. Buatlah bagan periodisasi sastra indonesia menurut beberapa pakar sastra indonesia, setelah itu
jelaskan hal-hal berikut di bawah ini:

a. apa konsep dan visinya tiap angkatan?

b. ciri-ciri kepengarangan tiap angkatan?

c. peristiwa yang terjadi tiap angkatan ?

d. budaya yang muncul tiap angkatan!

Berikut ini adalah bagan periodisasi sastra Indonesia menurut beberapa pakar sastra Indonesia:

1.Angkatan Pujangga Baru (1933-1942)

2.Angkatan 45 (1945-1950)

3.Angkatan 50-an (1950-1960)

4.Angkatan 66 (1966-1970)

5.Angkatan 70-an (1970-1980)

6.Angkatan Reformasi (1998-sekarang)

a. Konsep dan Visi tiap Angkatan:


1. Angkatan Pujangga Baru (1933-1942)
Konsep dan visi Angkatan Pujangga Baru adalah membebaskan diri dari pengaruh Eropa dan
menentang kesusastraan yang dianggap pasif. Mereka ingin menciptakan karya sastra yang
mencerminkan kehidupan masyarakat Indonesia yang sesungguhnya.

2. Angkatan 45 (1945-1950)
Konsep dan visi Angkatan 45 adalah menyuarakan semangat perjuangan dan nasionalisme
yang tinggi pasca kemerdekaan Indonesia. Mereka menekankan pentingnya kemandirian dalam
segala aspek kehidupan termasuk dalam sastra.

3. Angkatan 50-an (1950-1960)


Konsep dan visi Angkatan 50-an adalah mengembangkan tradisi sastra nasional dengan
menekankan nilai-nilai keindonesiaan dan memperkenalkan karya-karya sastra yang menggabungkan
unsur-unsur kebudayaan Indonesia dengan aliran sastra Barat.

4. Angkatan 66 (1966-1970)
Konsep dan visi Angkatan 66 adalah menolak kebudayaan Barat dan mencari identitas
kebudayaan Indonesia yang lebih murni. Mereka menekankan pentingnya sastra sebagai media
untuk menyampaikan pesan sosial dan politik.

5. Angkatan 70-an (1970-1980)


Konsep dan visi Angkatan 70-an adalah menciptakan karya sastra yang lebih dekat dengan
kehidupan sehari-hari dan berbicara tentang masalah sosial-politik. Mereka menekankan pentingnya
sastra sebagai media untuk memperjuangkan hak-hak rakyat dan menentang penindasan.

6. Angkatan Reformasi (1998-sekarang)


Konsep dan visi Angkatan Reformasi adalah menciptakan karya sastra yang mampu memberikan
kritik terhadap kebijakan politik dan sosial di Indonesia pasca-reformasi. Mereka menekankan
pentingnya sastra sebagai media untuk menyuarakan suara rakyat dan menentang korupsi,
ketidakadilan, dan pelanggaran hak asasi manusia.

b. Ciri – ciri kepengarangan tiap angkatan

1. Angkatan Pujangga Baru (1933-1942)

Ciri-ciri karya sastra Angkatan Pujangga Baru adalah penggunaan bahasa Indonesia yang
sederhana dan jelas, penggunaan tokoh-tokoh rakyat sebagai protagonis, serta pemberian
perhatian pada masalah sosial-politik dan nasionalisme.

2. Angkatan 45 (1945-1950)

Ciri-ciri karya sastra Angkatan 45 adalah semangat perjuangan, nasionalisme, dan kemerdekaan
yang ditonjolkan. Karya-karya mereka juga diwarnai oleh pengalaman perang dan penderitaan yang
dialami oleh masyarakat Indonesia.

3. Angkatan 50-an (1950-1960)

Ciri-ciri karya sastra Angkatan 50-an adalah penggunaan bahasa Indonesia yang lebih kaya dan
penuh dengan simbol dan metafora, serta penggabungan unsur-unsur kebudayaan tradisional
Indonesia dengan aliran sastra Barat. Mereka juga menonjolkan tema-tema sosial dan kemanusiaan.

4. Angkatan 66 (1966-1970)

Ciri-ciri karya sastra Angkatan 66 adalah penggunaan bahasa yang khas dengan ciri khasnya
masing-masing, kritik sosial dan politik yang tajam, serta penggunaan alur yang kompleks dan fiksi
yang sulit dipahami.

5. Angkatan 70-an (1970-1980)

Ciri-ciri karya sastra Angkatan 70-an adalah penggunaan bahasa yang mudah dipahami dan
lugas, pengangkatan tokoh rakyat sebagai pahlawan, serta penggunaan tema-tema sosial dan politik
yang kontekstual.

6. Angkatan Reformasi (1998-sekarang)


Ciri-ciri karya sastra Angkatan Reformasi adalah penggunaan bahasa yang bervariasi,
penggunaan narasi non-linier, serta pengangkatan tema-tema politik dan sosial yang terkait dengan
era reformasi.

c. Peristiwa yang terjadi tiap angkatan

1. Angkatan Pujangga Baru (1933-1942)

Peristiwa penting: Diterbitkannya majalah Pujangga Baru pada tahun 1933 yang menjadi wadah
bagi para pengarang untuk menyalurkan karya-karya sastra mereka.

2. Angkatan 45 (1945-1950)

Peristiwa penting: Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 yang menjadi
latar belakang lahirnya karya-karya sastra Angkatan 45.

3. Angkatan 50-an (1950-1960)

Peristiwa penting: Pemilihan umum pertama di Indonesia pada tahun 1955 yang menjadi latar
belakang lahirnya karya-karya sastra Angkatan 50-an.

4. Angkatan 66 (1966-1970)

Peristiwa penting: Terjadinya peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965 yang mempengaruhi
pengarangan sastra pada Angkatan 66.

5. Angkatan 70-an (1970-1980)

Peristiwa penting: Terjadinya berbagai peristiwa politik dan sosial pada masa pemerintahan Orde
Baru.

6. Angkatan Reformasi (1998-sekarang)

Peristiwa penting: Terjadinya reformasi pada tahun 1998 yang mempengaruhi pengarangan sastra
pada Angkatan Reformasi.

d. Budaya yang muncul tiap angkatan

1. Angkatan Pujangga Baru (1933-1942)

Budaya yang muncul: Semangat nasionalisme dan patriotisme pada masa pergerakan
kemerdekaan Indonesia, penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa kebangsaan, dan pengenalan
nilai-nilai modernisme Barat.

2. Angkatan 45 (1945-1950)

Budaya yang muncul: Semangat perjuangan, nasionalisme, dan kemerdekaan yang ditonjolkan
dalam karya-karya sastra Angkatan 45, dan pemakaian bahasa Indonesia yang lebih sederhana dan
lugas.

3. Angkatan 50-an (1950-1960)

Budaya yang muncul: Penggabungan unsur-unsur kebudayaan tradisional Indonesia dengan


aliran sastra Barat dalam karya-karya sastra Angkatan 50-an, pengenalan gerakan seni rupa baru,
dan semangat modernisme.

4. Angkatan 66 (1966-1970)
Budaya yang muncul: Penggunaan bahasa yang khas dengan ciri khasnya masing-masing dan
penggunaan tema-tema sosial dan politik yang kontekstual dalam karya-karya sastra Angkatan 66,
semangat pembebasan dan pemberdayaan rakyat, serta semangat revolusi sosial.

5. Angkatan 70-an (1970-1980)

Budaya yang muncul: Pengangkatan tokoh rakyat sebagai pahlawan dalam karya-karya sastra
Angkatan 70-an serta penggunaan bahasa yang mudah dipahami dan lugas, semangat nasionalisme
yang lebih terbuka, dan pengenalan seni modern.

6. Angkatan Reformasi (1998-sekarang)

Budaya yang muncul: Penggunaan bahasa yang bervariasi dan pengangkatan tema-tema politik
dan sosial yang terkait dengan era reformasi dalam karya-karya sastra Angkatan Reformasi,
semangat kritis dan refleksi atas masa lalu, serta pengenalan seni dan budaya global.

2. Apa pengaruh dan hubungannya antara sejarah sastra, sejarah nasional, dan budaya Indonesia
dalam perkembangan NKRI?

Sejarah sastra, sejarah nasional, dan budaya Indonesia memiliki hubungan erat dalam
perkembangan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sejarah sastra, sebagai bagian dari
sejarah kebudayaan Indonesia, telah memainkan peran penting dalam membentuk identitas bangsa
dan memperkuat rasa nasionalisme.

Sejarah sastra Indonesia mencakup berbagai periode, dari zaman kuno hingga modern, dan
mencerminkan kekayaan budaya dan sejarah Indonesia. Karya sastra seperti Babad Tanah Jawi, Serat
Centhini, dan Hikayat Prang Sabi merupakan bukti sejarah dan budaya Indonesia pada masa lalu.

Sejarah nasional Indonesia, yang mencakup perjuangan untuk kemerdekaan dan pembangunan
nasional, juga sangat dipengaruhi oleh sastra. Karya-karya sastra seperti puisi-puisi Chairil Anwar,
drama-drama S. Rendra, dan novel-novel Pramoedya Ananta Toer memainkan peran penting dalam
menginspirasi gerakan nasionalisme dan membentuk identitas bangsa.

Budaya Indonesia, yang kaya akan tradisi dan keanekaragaman, juga memainkan peran penting
dalam membentuk identitas bangsa. Budaya Indonesia terwujud dalam berbagai aspek kehidupan,
termasuk seni, musik, tari, bahasa, dan adat istiadat. Melalui pemahaman dan penghargaan
terhadap budaya Indonesia, kita dapat memperkuat rasa nasionalisme dan persatuan dalam bangsa.

Dalam perkembangan NKRI, pengenalan dan penghargaan terhadap sejarah sastra, sejarah nasional,
dan budaya Indonesia sangat penting. Melalui pemahaman yang baik tentang warisan budaya dan
sejarah kita, kita dapat membangun identitas bangsa yang kuat dan memperkuat persatuan dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Kemukakan perbedaan dan perubahan yang terjadi dalam perkembangan sastra indonesia pada
masa pendudukan Belanda dan Jepang!Jelaskan juga bukti-buktinya!

Perbedaan dan perubahan dalam perkembangan sastra Indonesia pada masa pendudukan Belanda
dan Jepang sangat beragam. Berikut ini adalah beberapa perbedaan dan perubahan tersebut
beserta bukti-bukti yang mendukungnya:

Bahasa pengarang
Pada masa pendudukan Belanda, bahasa pengarang yang digunakan adalah bahasa Belanda,
sedangkan pada masa pendudukan Jepang, bahasa pengarang yang digunakan adalah bahasa
Jepang.

Bukti:

Pada masa pendudukan Belanda, beberapa pengarang Indonesia seperti H.B. Jassin dan Sutan
Takdir Alisjahbana menulis karya-karya dalam bahasa Belanda.

Pada masa pendudukan Jepang, beberapa pengarang Indonesia seperti Chairil Anwar dan Sitor
Situmorang menulis karya-karya dalam bahasa Jepang.

Isi karya sastra

Pada masa pendudukan Belanda, tema-tema yang diangkat dalam karya sastra cenderung berkaitan
dengan perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah. Sedangkan pada masa pendudukan
Jepang, tema-tema yang diangkat cenderung berkaitan dengan kemanusiaan dan nilai-nilai moral.

Bukti:

Pada masa pendudukan Belanda, karya sastra yang diangkat tema-temanya berkisar pada
perjuangan rakyat Indonesia seperti dalam novel Max Havelaar karya Multatuli atau Surat dari
Pangeran Diponegoro karya F.A. Wiranatakusumah.

Pada masa pendudukan Jepang, karya-karya sastra yang diangkat tema-temanya seperti
persahabatan, kesetiaan, dan keadilan, seperti dalam kumpulan cerpen Karyamin’s Smile karya
Ahmad Tohari.

Gaya penulisan

Pada masa pendudukan Belanda, gaya penulisan cenderung menggunakan gaya sastra Barat,
sedangkan pada masa pendudukan Jepang, gaya penulisan cenderung menggabungkan unsur-unsur
sastra Barat dan sastra Jepang.

Bukti:

Pada masa pendudukan Belanda, karya sastra yang dihasilkan cenderung menggunakan gaya sastra
Barat seperti gaya romantik dalam puisi, sedangkan pada masa pendudukan Jepang, gaya penulisan
lebih menggabungkan unsur-unsur sastra Jepang dan sastra Barat, seperti dalam puisi Chairil Anwar.

Secara keseluruhan, perkembangan sastra Indonesia pada masa pendudukan Belanda dan Jepang
memiliki perbedaan dan perubahan yang signifikan, baik dari segi bahasa pengarang, tema,
maupun gaya penulisan. Namun, perbedaan tersebut juga memperlihatkan kemampuan sastra
Indonesia dalam beradaptasi dengan situasi dan keadaan yang ada.

4. Sastra daerah memiliki warna lokal yang mencerminkan dunia batin masyarakat pendukungnya,
jelaskan dan berikan contoh!

Sastra daerah merupakan salah satu jenis sastra yang memiliki keunikan tersendiri
karena mencerminkan dunia batin masyarakat pendukungnya. Sastra daerah memiliki warna
lokal yang khas, baik dalam hal bahasa, budaya, tradisi, serta kearifan lokal. Hal ini membuat
sastra daerah menjadi penting sebagai bagian dari warisan budaya bangsa dan dapat menjadi
sumber inspirasi bagi perkembangan sastra di Indonesia. Berikut adalah beberapa contoh dari
sastra daerah yang mencerminkan warna lokal masyarakat pendukungnya:
Sastra Sunda
Sastra Sunda mencerminkan kekayaan budaya, tradisi, serta kearifan lokal masyarakat Sunda.
Contohnya adalah carita wayang (cerita pewayangan) yang bercerita tentang kisah-kisah para
dewa dan tokoh-tokoh pewayangan yang diadaptasi ke dalam bahasa Sunda, seperti carita
Panji atau carita Parahyangan.
Sastra Jawa
Sastra Jawa memiliki banyak genre, seperti tembang, gending, pupuh, serta babad. Selain itu,
sastra Jawa juga mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal yang diwariskan secara turun-
temurun, seperti pepatah, pantun, dan kidung. Contohnya adalah babad Tanah Jawi yang
bercerita tentang sejarah Jawa, serta kidung yang merupakan puisi yang menceritakan tentang
kisah-kisah legendaris dalam kehidupan sehari-hari.
Sastra Bali
Sastra Bali mencerminkan budaya dan kearifan lokal masyarakat Bali. Contohnya adalah
wayang kulit yang memperlihatkan adanya pengaruh kebudayaan Hindu-Budha pada
masyarakat Bali. Selain itu, juga terdapat jenis-jenis puisi seperti kakawin dan kidung, serta
babad dan serat yang menceritakan sejarah dan kisah-kisah tentang masyarakat Bali.
Sastra Minangkabau
Sastra Minangkabau mencerminkan budaya dan kearifan lokal masyarakat Minangkabau.
Contohnya adalah pantun, yang merupakan puisi dengan bentuk empat baris dan cenderung
berisi nasihat atau kritikan, serta dalam cerita rakyat seperti Malin Kundang atau Bujang
Sambilan.
Dengan demikian, sastra daerah memiliki warna lokal yang khas, baik dalam hal bahasa,
budaya, tradisi, serta kearifan lokal. Hal ini dapat menjadi sumber inspirasi bagi
perkembangan sastra di Indonesia serta memperkaya kekayaan budaya bangsa.

Anda mungkin juga menyukai