Anda di halaman 1dari 5

Nama : Puji Puspita Sari

NPM : A1A023080
Kelas : 1C
UAS SEJARAH INDONESIA
Pendidikan Bahasa Indonesia
Universitas Bengkulu
Dosen Pengampu: Fina Hiasa, M.A.

1. Akhir – Akhir ini begitu banyak sastra populer yang hadir, apa pendapatmu mengenai
keberadaan sastra populer yang cenderung lebih disukai oleh masyarakat jika
dibandingkan dengan high literature ?
Jawab :
Menurut pendapat saya, keberadaan sastra populer yang cenderung lebih disukai
oleh masyarakat jika dibandingkan dengan high literature merupakan hal yang wajar.
Sastra populer memiliki beberapa kelebihan yang membuatnya lebih menarik bagi
masyarakat, antara lain:
1. Hiburan: Sastra populer biasanya menyajikan cerita yang ringan, menghibur, dan
mudah dipahami. Hal ini membuat sastra populer menjadi pilihan yang tepat untuk
melepas penat dan mengisi waktu luang.
2. Relevansi: Sastra populer biasanya mengangkat tema-tema yang relevan dengan
kehidupan sehari-hari masyarakat. Hal ini membuat sastra populer lebih mudah
diterima dan diapresiasi oleh masyarakat.
3. Aksesibilitas: Sastra populer biasanya lebih mudah diperoleh dan terjangkau oleh
masyarakat. Hal ini karena sastra populer biasanya diterbitkan oleh penerbit-penerbit
besar dan dijual di toko buku-toko buku umum.
Sementara itu, high literature memiliki beberapa kelebihan yang tidak dimiliki oleh sastra
populer antara lain:
1. Nilai estetika: High literature biasanya memiliki nilai estetika yang tinggi, baik dari segi
bahasa, gaya penulisan, maupun tema yang diangkat.
2. Nilai intelektual: High literature biasanya mengandung pesan-pesan moral, filosofis, atau
sosial yang mendalam.
3. Nilai sejarah: High literature biasanya menjadi bagian dari sejarah sastra dan budaya
suatu bangsa.
Meskipun memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, baik sastra populer
maupun high literature memiliki peran yang penting dalam perkembangan sastra. Sastra
populer dapat menjadi sarana hiburan dan pendidikan bagi masyarakat, sementara high
literature dapat menjadi sarana untuk mengembangkan kreativitas dan intelektualitas
masyarakat. Oleh karena itu, kedua jenis sastra tersebut tidak perlu dipertentangkan.
Keduanya dapat saling melengkapi dan memberikan manfaat bagi masyarakat.
2. Jelaskan situasi yang menghadirkan angkatan 45 dalam kesusastraan Indonesia ?
Jawab :
Angkatan 45 merupakan angkatan sastra Indonesia yang lahir pada masa-masa
menjelang dan sesudah proklamasi kemerdekaan Indonesia, yaitu pada tahun 1942-1949.
Angkatan ini disebut juga sebagai Angkatan Balai Pustaka Baru karena melanjutkan
semangat Angkatan Balai Pustaka dalam memperjuangkan sastra Indonesia.
Situasi yang menghadirkan angkatan 45 dalam kesusastraan Indonesia adalah
situasi yang penuh dengan dinamika dan perjuangan. Pada masa ini, bangsa Indonesia
sedang berjuang untuk meraih kemerdekaannya dari penjajahan Jepang. Kondisi ini
mendorong para sastrawan angkatan 45 untuk menggunakan karya-karyanya sebagai
media untuk menyuarakan semangat perjuangan dan kemerdekaan. Selain itu, situasi
politik dan sosial di Indonesia pada masa ini juga turut mempengaruhi perkembangan
sastra angkatan 45. Pada masa ini, Indonesia sedang mengalami perubahan-perubahan
besar, baik dalam tatanan politik, ekonomi, maupun sosial. Perubahan-perubahan ini
mendorong para sastrawan untuk meresponnya melalui karya-karyanya.
Secara umum, karya-karya sastra angkatan 45 memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Bersifat patriotik dan nasionalis, karena mengangkat tema-tema perjuangan dan
kemerdekaan.
2. Bersifat ekspresif, karena mengungkapkan perasaan dan emosi yang kuat.
3. Bersifat eksperimental, karena menggunakan berbagai gaya dan teknik penulisan yang
baru.
Tokoh-tokoh penting dalam angkatan 45 antara lain Chairil Anwar, Asrul Sani, Rivai
Apin, dan Pramoedya Ananta Toer. Karya-karya mereka telah memberikan pengaruh yang
besar terhadap perkembangan sastra Indonesia.
Berikut adalah beberapa contoh karya sastra angkatan 45 yang mengangkat tema
perjuangan dan kemerdekaan:
1. "Aku" karya Chairil Anwar
2. "Chairil Anwar" karya Asrul Sani
3. "Tiga Menguak Takdir" karya Rivai Apin dan Pramoedya Ananta Toer
Karya-karya tersebut telah menjadi simbol semangat perjuangan dan kemerdekaan
bangsa Indonesia.

3. Jelaskan Karakteristik dari angkatan 80-an dan kaitkan dengan karya-karya sastra yang
dihasilkan ?
Jawab:
Angkatan 80-an, atau sering disebut sebagai "Generasi Sastra 80-an," mengacu
pada periode perkembangan sastra Indonesia pada tahun 1980-an. Pada masa ini, terjadi
perubahan signifikan dalam pandangan dan gaya sastra, sejalan dengan perubahan sosial,
politik, dan budaya yang terjadi di Indonesia. Beberapa karakteristik utama dari
angkatanini melibatkan pemikiran kritis terhadap otoritarianisme, refleksi terhadap
konflik sosial, serta eksplorasi bentuk dan bahasa dalam sastra.
Berikut adalah beberapa karakteristik dari angkatan 80-an yang dapat dikaitkan dengan
karya-karya sastra yang dihasilkan:
1. Kritis terhadap Otoritarianisme:
Angkatan 80-an mencerminkan suasana politik dan sosial pada saat itu, terutama
kritik terhadap pemerintahan otoriter. Beberapa karya sastra menyoroti ketidakpuasan
terhadap kebijakan politik dan pelanggaran hak asasi manusia.
Contoh Karya: "Pramoedya Ananta Toer" dalam karyanya yang terkenal seperti "Burung-
Burung Manyar" dan "Rumah Kaca."
2. Refleksi Terhadap Konflik Sosial:
Sastra pada periode ini juga mencerminkan ketegangan sosial dan konflik di
masyarakat. Penulis berusaha menggambarkan dan mengkritik ketidakadilan,
ketidaksetaraan, dan konflik antar golongan.
Contoh Karya: "Seno Gumira Ajidarma" melalui karyanya "Saksi Mata" yang
mengungkapkan dampak konflik dan kekerasan di masyarakat.
3. Eksplorasi Bentuk dan Bahasa:
Penulis-penulis angkatan 80-an berusaha untuk eksperimen dengan bentuk dan
bahasa sastra. Mereka mencari cara baru untuk menyampaikan ide-ide mereka, baik
melalui penggunaan gaya bahasa yang kreatif maupun pendekatan naratif yang inovatif.
Contoh Karya: "Putu Wijaya" dalam karyanya yang kompleks seperti "Bali Berdarah"
yang menunjukkan eksplorasi bahasa dan struktur naratif yang unik.
4. Penggunaan Metafora dan Simbolisme:
Banyak penulis pada angkatan ini menggunakan metafora dan simbolisme untuk
menyampaikan pesan-pesan kritis mereka dengan lebih halus dan mendalam.
Contoh Karya: "Ayu Utami" dalam novelnya yang kontroversial "Saman" yang
menggunakan simbolisme dan metafora untuk mengkritik norma-norma sosial dan
politik.
Angkatan 80-an menciptakan warisan sastra yang kuat dengan menghadirkan
suara-suaranya yang kritis dan inovatif. Karya-karya mereka mencerminkan semangat
perlawanan terhadap ketidakadilan dan kreativitas dalam merangkai cerita-cerita yang
menggugah pikiran.

4. Pro-kontrak yang terjadi atas situasi krisis sastra setelah berakhirnya era Jelaskan
angkatan 45 ?
Jawab:
Pro-kontrak adalah sebuah gerakan sastra yang lahir di Indonesia pada tahun
1960-an. Gerakan ini dipelopori oleh sejumlah sastrawan muda, antara lain Goenawan
Mohamad, Taufiq Ismail, dan Rendra. Pro-kontrak muncul sebagai respon terhadap
situasi krisis sastra yang terjadi setelah berakhirnya era Angkatan 45.
Era Angkatan 45 ditandai dengan semangat nasionalisme dan idealisme yang
tinggi. Para sastrawan Angkatan 45 berkarya untuk memperjuangkan kemerdekaan
Indonesia. Namun, setelah kemerdekaan diraih, semangat nasionalisme dan idealisme
tersebut mulai memudar. Hal ini menyebabkan terjadinya krisis sastra di Indonesia.
Krisis sastra tersebut ditandai dengan beberapa hal, antara lain:
1. Kurangnya karya sastra yang bermutu
2. Dominasi karya sastra terjemahan
3. Kecenderungan karya sastra yang bersifat hiburan
Pro-kontrak hadir sebagai upaya untuk mengatasi krisis sastra tersebut. Gerakan ini
mengusung beberapa gagasan, antara lain:
1. Sastra harus memiliki misi dan tujuan yang jelas
2. Sastra harus menjadi alat untuk memajukan masyarakat
3. Sastra harus berorientasi pada kualitas
Pro-kontrak juga menekankan pentingnya kontrak antara sastrawan dan masyarakat.
Kontrak ini harus disepakati oleh kedua belah pihak, yaitu sastrawan dan masyarakat.
Dengan adanya kontrak tersebut, diharapkan karya sastra yang dihasilkan akan lebih
bermutu dan bermanfaat bagi masyarakat.
Berikut adalah beberapa contoh karya sastra yang dihasilkan oleh gerakan Pro-kontrak:
1. “Tragedi Kaum Burung” karya Goenawan Mohamad
2. “Tirani” karya Taufiq Ismail
3. “Balada Orang-Orang Tercinta” karya Rendra
Karya-karya tersebut mengangkat tema-tema yang penting dan relevan dengan
situasi sosial dan politik Indonesia pada saat itu. Karya-karya tersebut juga memiliki
kualitas yang tinggi, baik dari segi isi maupun bentuk. Pro-kontrak telah memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan sastra Indonesia. Gerakan ini telah
berhasil membangkitkan semangat sastra di Indonesia dan menghasilkan karya-karya
sastra yang bermutu.

5. Jelaskan kesesuaian makna dari puisi persetujuhan dengan bung karno karya chairil
Anwar dengan ciri yang dimiliki oleh angkatan 45 ?
Jawab:
Puisi "Persetujuan dengan Bung Karno" karya Chairil Anwar memiliki kesesuaian
makna dengan ciri-ciri yang dimiliki oleh Angkatan 45, yaitu:
1. Patriotisme dan nasionalisme
Puisi ini mengungkapkan semangat patriotisme dan nasionalisme Chairil Anwar.
Hal ini terlihat dari keinginannya untuk terus berjuang bersama Bung Karno untuk
memajukan bangsa Indonesia.
2. Semangat revolusi
Puisi ini juga mengungkapkan semangat revolusi yang dimiliki oleh Chairil
Anwar. Hal ini terlihat dari keinginannya untuk terus berperang melawan penjajah.
3. Keinginan untuk memajukan bangsa
Puisi ini juga mengungkapkan keinginan Chairil Anwar untuk memajukan bangsa
Indonesia. Hal ini terlihat dari keinginannya untuk terus berjuang bersama Bung
Karno untuk membangun bangsa yang lebih baik.
Berikut adalah beberapa contoh kutipan dari puisi "Persetujuan dengan Bung
Karno" yang sesuai dengan ciri-ciri Angkatan 45:
1. "Ayo! Bung Karno kasih tangan, mari kita bikin janji/ Aku sudah cukup lama dengar
bicaramu/ dipanggang atas apimu digarami oleh lautmu".
Kutipan ini mengungkapkan semangat patriotisme dan nasionalisme Chairil
Anwar. Ia ingin terus berjuang bersama Bung Karno untuk memajukan bangsa
Indonesia.
2. "Kami sekarang mayat/ Berilah kami arti/ Berjaga terus di garis pernyataan dan
impian"
Kutipan ini mengungkapkan semangat revolusi yang dimiliki oleh Chairil Anwar.
Ia ingin terus berperang melawan penjajah untuk membebaskan bangsa Indonesia.
3. "Kau pegang tangan kami Bung Karno/ dan kami akan melangkah/ menuju cita-cita
kita"
Kutipan ini mengungkapkan keinginan Chairil Anwar untuk memajukan bangsa
Indonesia. Ia yakin bahwa dengan bergotong-royong bersama Bung Karno, bangsa
Indonesia akan menjadi lebih baik.
Secara keseluruhan, puisi "Persetujuan dengan Bung Karno" merupakan salah
satu karya Chairil Anwar yang sangat mewakili ciri-ciri Angkatan 45. Puisi ini
mengungkapkan semangat patriotisme, nasionalisme, dan revolusi yang dimiliki oleh
Chairil Anwar.

Anda mungkin juga menyukai