Anda di halaman 1dari 7

KEMAMPUAN

MEMETAFORMING
DALAM
KETERAMPILAN
BERBAHASA
Drs. Agus Joko Purwadi, M.Pd.
KATA PENGANTAR
Bahan tayangan berjudul Kemampuan memetaforming dalam keterampilan
berbahasa ini merupakan dari berbagai sumber referensi yang bertujuan untuk
merangkum definisi mengenai Kemampuan memetaforming dalam keterampilan
berbahasa, sebagai salah satu materi dalam dalam Mata Kuliah Kebudayaan Indonesia
bagi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia.
Penulis berusaha merumuskan tentang kemampuan memetaforming dalam
keterampilan menyimak, kemampuan memetaforming dalam keterampilan membaca,
kemampuan memetaforming dalam berbicara, kemampuan memetaforming dalam
memirsa, dan kemampuan memetaforming dalam menulis.
Bahan tayangan ini diharapkan dapat di manfaatkan oleh dosen dan
mahasiswa sebagai bahan ajar pendukung mata kuliah kebudayaan Indonesia. Penulis
menyadari masih ada kekurangan dalam penyusunan bahan tayangan ini. Oleh karena itu,
kritik yang membangun dan saran dari pembaca sangat di perlukan untuk lebih
menyempurnakan bahan tayang ini.

Bengkulu, Desember 2023

Penulis
ABSTRAKSI
Bahasa merupakan kemampuan manusia yang bersifat: unik, ideosinkretik, dan diferensiatif di
antara makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Kemampuan itu diaktualisasikan atau direalisasikan
dalam bentuk keterampilan yang disebut keterampilan berbahasa. Pada mulanya ada 4 jenis
keterampilan berbahasa manusia, yaitu keterampilan: menyimak, berbicara, membaca, dan
menulis. Pada era informasi digital sekarang ini keterampilan berbahasa manusia berkembang,
bukan lagi empat (4), melainkan bertambah lagi menjadi lima (5). Dengan begitu keterampilan
berbahasa manusia menjadi: menyimak, berbicara, membaca, menulis dan menonton atau
memirsa. Kelima jenis keterampilan itu merupakan keterampilan berbahasa yang sehari-hari
dilakukan dalam kehidupan manusia. Lebih-lebih di dunia akademis, aktivitas keterampilan
tersebut semakin intensif dilakukan. Secara khusus artikel ini membicarakan Kemampuan
Memetaforming dalam Keterampilan Berbahasa. Sebelum menjelaskan judul di atas lebih
mendetail, dikemukakan dahulu pengertian metaforming? Metaforming adalah kemampuan
seseoran untuk memahami, mengerti, mengaitkan, menghubungkan, mengasosiasikan,
mengombinasikan, mempertentangkan, menganalisis, menyintesis, mengelaborasi,
mengintegrasikan mendialektikakan, mengevaluasi, ataupun menciptakan berbagai pemikiran,
ide/ gagasan , teori, bidang studi, bidang ilmu, ataupun disiplin ilmu sehingga menghasilkan
karya, produk dengan formula baru, apakah dalam bentuk: artikel di koran, artikel penelitian
yang dijurnalkan, artikel di buku teks, dan sebagainya. Metaforming terealisasikan jika
seseorang mau dan mampu mempelajari berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi sekalipun
bukan bidang studi, bidang ilmu, ataupun disiplin ilmu yang ditekuni atau yang menjadi
spesialisasinya. Metaforming dapat terjadi antarpemikiran, antarteori, antarbidang studi,
antarbidang ilmu, ataupun antardisiplin ilmu. Metaforming bukan bertujuan untuk menjadikan
seseorang ahli di segala bidang ilmu--itu jelas tidak mungkin--, tetapi untuk membangkitkan
kesadaran bahwa era sekarang adalah era informasi. Melalui "benda ajaib" yang disebut gawai,
kita sekarang bisa menyimak, membaca, dan menonton/memirsa berbagai informasi dan
berbagai peristiwa yang terjadi secara aktual di berbagai tempat nun jauh di sana di hampir
seluruh penjuru dunia. Dapat dikatakan bahwa batas-batas spasio-temporal telah tiada lagi.
Fenomena semacam ini oleh Mahadev Satyanarayan dan Mark Wieser disebut sebagai obiquitus
dan oleh Marshall McLuhan disebut sebagai global village. Lebih lanjut, menurut McLuhan,
pada era ini beragam informasi tersedia dan dapat diakses siapa saja dan di mana saja, termasuk
di dalamnya informasi keilmuan. Informasi keilmuan dari berbagai bidang keilmuan itu datang
"membanjir" dalam jumlah yang sangat besar, bagaikan gelombang tsunami. Jika tidak bisa
secara cepat mencerna, dalam arti tidak secara cepat memahami informasi tersebut, kita ibarat
tersesat di hutan belantara keilmuan. Kita menjadi bingung, terpencil, terasing, dan tidak
nyambung (tidak paham) dengan beraneka ragam informasi tersebut. Kita akan gagal
berkomunikasi dan ketinggalan informasi keilmuan. Itu berarti kita gagal memanfaatkan peluang
sekaligus gagal mendapatkan keuntungan. Sebagai ilustrasi, proposal penelitian gagal
mendapatkan dana karena tidak atau kurang kemampuan untuk mencari dan membaca buku-
buku teks dan data-data dari jurnal yang terindeks scopus atau Sinta yang ada atau tersedia di
gawai kita. Borang- borang, seperti: SKP (Sasaran Kerja Pegawai), BKD (Beban Kerja Dosen),
dan Remunerasi kita akan terisi singkatan TM (Tidak Memenuhi Syarat) karena kita tidak
meneliti dan tidak mengadakan pengabdian kepada masyarakat; dengan begitu, secara otomatis,
implikasinya berarti kita tidak menulis laporan penelitian dan pengabdian masyarakat yang harus
dimuat di jurnal yang terindeks Scopus atau Sinta.
ABSTRAKSI
Selain akan banyak kehilangan peluang, kita juga akan ketinggalan banyak informasi kalau kita
tidak bisa memanfaatkan gawai untuk menyimak, membaca, dan memirsa informasi yang
terdapat di dalamnya. Selanjutnya, apa manfaat kemampuan memetaforming, selain yang sudah
dijelaskan di atas? Kemampuan memetaforming diharapkan dapat memperluas horizon
wawasan keilmuan seseorang sehingga membangkitkan kesadaran bahwa permasalahan dunia ini
tidaklah bisa selesai dengan ilmu yang kita miliki saja. Dengan begitu, tidak akan ada lagi
kesombongan ilmiah. Tidak akan ada lagi ego sektoral. Berbagai macam bidang studi, bidang
ilmu, ataupun disiplin memiliki kontribusi untuk mengembangkan peradaban manusia dan untuk
mengatasi problem kehidupan yang dihadapi ummat manusia. Dengan metaforming diharapkan
seseorang mampu: tidak hanya berpikir tekstual, tetapi juga berpikir kotekstual, kontekstual,
intertekstual, dan metatekstual; tidak hanya berpikir konvergen, tetapi juga berpikir divergen;
tidak hanya berpikir literal, tetapi juga berpikir lateral; tidak hanya berpikir parsial-diskret, tetapi
juga berpikir komprehensif, integratif, dan holistik; tidak hanya berpikir monodisiplin keilmuan,
tetapi juga berpikir interdisiplin, multidisiplin, transdisiplin, dan metadisiplin keilmuan. Selain
itu, artikel ini dibuat untuk sedikit mengoreksi teori yang menyatakan bahwa selama ini
menyimak dan membaca dianggap hanya bersifat reseptif semata, dalam arti menerima secara
pasif, padahal sesungguhnya pada saat menyimak dan membaca, disadari atau tidak, kemampuan
memetaforming bisa bekerja secara aktif dalam pikiran kita. Berikut ini satu per satu dijelaskan
bagaimana kemampuan metaforming dalam keterampilan berbahasa.
1. Kemampuan Memetaforming dalam keterampilan
menyimak
Dengan ikut serta dan melibatkan diri dalam berbagai aktivitas: membaca (buku,
jurnal penelitian, koran), berbicara (dalam diskusi, seminar, simposium, dan sebagainya), menyimak
(saat perkuliahan, seminar diskusi, siaran radio), memirsa (tayangan: televisi, youtube, tiktok)
bahkan dengan kegiatan menulis pun, khasanah ilmu pengetahuan kita pun senantiasa bertambah;
kemudian secara sadar ilmu pengetahuan itu kita simpan dalam ingatan kita. Khasanah ilmu
pengetahuan yang tersimpan di ingatan kita disebut sebagai skemata. Skemata itu selanjutnya dapat
kita gunakan lagi untuk memetaforming ilmu pengetahuan yang kita simak kemudian. Dengan kata
lain, menyimak dapat mengaktifkan kemampuan kita untuk memetaforming. Bagaimanakah
kemampuan memetaforming dalam keterampilan menyimak? Kemampuan memetaforming dalam
menyimak dapat terjadi, misalnya, pada saat mengikuti presentasi makalah seminar, kita
memberikan respon aktif secara lisan (keterampilan berbicara) dengan mengasosiasikan,
menghubungkan, mengaitkan, mengombinasikan, ataupun mempertentangkan berbagai pendapat,
pemikiran, teori, bidang studi, bidang ilmu, ataupun disiplin ilmu yang kita simak. Atau bisa juga,
kita secara tertulis (keterampilan menulis) membanding-bandingkan, mengkritisi, ataupun menilai
berbagai pendapat, pemikiran, teori, bidang studi, bidang ilmu, ataupun disiplin ilmu yang kita
simak ke dalam bentuk: artikel, makalah, proposal, artikel jurnal.

2. Kemampuan Memetaforming dalam keterampilan


membaca
Sama halnya dengan menyimak, membaca di samping dapat memperkaya skemata, juga dapat
mengaktifkan kemampuan memetaforming kita. Bisa jadi pada saat membaca, disadari atau tidak,
kemampuan memetaforming kita bekerja secara aktif. Tentu saja untuk mengaktifkan metaforming
dalam membaca, kita sebelumnya harus memiliki skemata dan kemampuan memetaforming sebagai
"modal awal". Apa yang kita peroleh dari membaca dapat memperkaya skemata dan mengaktifkan
kemampuan memetaforming, baik pada saat menyimak, berbicara, maupun menulis.

3. Kemampuan Memetaforming dalam keterampilan


berbicara
Informasi yang tersimpan di ingatan dapat digunakan untuk mendorong kita memetaforming pada
saat berbicara. Kita dapat memanggil informasi yang tersimpan di ingatan dan mengaktifkan
kemampuan memetaforming sehingga kita akan bisa berbicara secara lancar dan bisa merespon
secara cepat jika ada atau timbul pertanyaan dari lawan bicara. Kita dapat juga mengasosiasikan,
mempertentangkan, membandingkan, ataupun mengintegrasikan informasi yang sedang kita
sampaikan pada saat berbicara.
4. Kemampuan memetaforming dalam keterampilan
memirsa
Secara implisit keterampilan memirsa meliputi menonton, menyimak, dan
membaca. Memirsa di sini biasanya dilakukan dengan menggunakan gawai maupun media telivisi.
Skemata dan kemampuan memetaforming dapat kita manfaatkan, fungsikan, dan aktifkan pada saat
memirsa. Kemampuan memetaforming nenjadi sangat penting pada saat memirsa. Kemampuan
memetaforming bekerja secara aktif dengan mengecek dan merecek, membanding-bandingkan
ataupun menilai mana pemberitaan, tayangan, ataupun informasi yang berdasarkan data dan fakta
atau hanya hoax atau fitnah saja. Seseorang yang memiliki kemampuan memetaforming ini identik
dengan seseorang yang sudah masuk dalam kategori literatif.

5. Kemampuan Memetaforming dalam keterampilan


menulis
Skemata dan kemampuan memetaforming yang kita miliki akan dan bisa kita manfaatkan,
fungsikan, dan aktifkan pada saat kita menulis. Semakin banyak dan beragam skemata kita akan
semakin mempermudah dan mendukung kemampuan kita untuk memetaforming pada saat menulis.
Semakin banyak dan beragam skemata kita akan semakin banyak ide, pemikiran, bidang studi,
bidang ilmu, disiplin ilmu yang (akan) kita tulis
KESIMPULAN
KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan di atas, kesimpulan yang dapat diambil dapat dikemukakan berikut ini.
Kemampuan memetaforming adalah kemampuan kita untuk memahami, mengingat,
menghubungkan, mengasosiasikan, mempertentangkan, membandingkan, menganalisis,
menyintesis, mengevaluasi, maupun menulis/ menciptakan beragam: ide, pendapat, pemikiran,
teori, bidang studi, bidang ilmu, ataupun disiplin ilmu. Arti penting kemampuan memetaforming
adalah meningkatkan kemampuan untuk memecahkan masalah kehidupan yang semakin
kompleks yang tidak dapat diselesaikan dengan hanya menggunakan bidang studi/ disiplin ilmu
yang bersifat monolitik, tetapi harus menggunakan atau melibatkan berbagai bidang studi atau
disiplin ilmu. Metaforming bisa secara aktif berlangsung/ terjadi, baik pada saat: menyimak,
membaca, berbicara, memirsa, maupun menulis.

Metaforming bisa dilakukan secara:


a. intra- : intra-teori, intra-bidang studi, intra-bidang ilmu, maupun intra-disiplin ilmu
b. antar- : antar-teori, antar-bidang studi, antar-bidang ilmu, maupun antar-disiplin ilmu
c. multi- : multi-teori,multi-bidang studi, multi-bidang ilmu, maupun multi-disiplin ilmu
d. trans- : trans-teori, trans-bidang studi, trans-bidang ilmu, maupun trans-disiplin ilmu
e. meta- : meta-teori, meta-bidang studi, meta-bidang ilmu, maupun, meta-disiplin ilmu.

Model berpikir yang digunakan dalam memetaforming: tidak hanya monolitik, satu bidang atau
disiplin ilmu saja, tetapi interbidang studi/ interbidang ilmu/ interdisiplin ilmu, multibidang
studi/ multidisiplin ilmu/ multidisiplin ilmu, transbidang studi/ transbidang ilmu/ transdisiplin
ilmu, maupun metabidang studi/ metabidang ilmu/ metadisiplin ilmu. Selain itu, masih ada
model berpikir yang digunakan dalam memetaforming, yaitu model berpikir yang tidak hanya
bersifat parsial, diskret, sektoral, maupun atomistis, tetapi juga bersifat komprehensif, integratif,
maupun holistik; tidak hanya bersifat konvergen, tetapi juga bersifat divergen; tidak hanya
bersifat tekstual, tetapi juga bersifat kotekstual, kontekstual, intertekstual, maupun metatekstual;
serta tidak hanya bersifat literal, tetapi juga bersifat lateral.

Anda mungkin juga menyukai