Anda di halaman 1dari 3

Patofisiologi

1. SJS/TEN

Patogenesis yang tepat secara molekuler dan seluler hingga saat ini masih belum
sepenuhnya dipahami, namun terdapat beberapa studi yang mendekati. Obat-obatan
adalah faktor utama pencetus SJS/TEN.
Pola imunologi pada lesi awal menunjukkan reaksi sitotoksik yang dimediasi sel sitokin pro-
inflamasi terhadap keratinosit yang menyebabkan apoptosis masif. Pada tahap ini, terjadi
aktivasi sel sitotoksik seperti sel natural killer (NK), sel limfosit T CD8+, monosit, dan
makrofag.
Faktor genetik juga berperan penting pada perkembangan SJS/TEN. Beberapa gen yang
terbukti di beberapa daerah Asia berhubungan dengan peningkatan risiko epidermal
necrolysis
 Human leukocyte antigen HLA-B ∗ 1502 -> carbamazepine
 HLA-B ∗ 5801 -> allopurinol
- Obat tersering dilaporkan sebagai penyebab adalah golongan Sulfonamid, Penisilin, oxicam
NSAID, antiepilepsi, nevirapine dan allopurinol. Keterlibatan kausal ditujukan terhadap obat
yang diberikan sebelum masa awitan gejala klinis yang dicurigai (dapat sampai 21 hari). Bila
obat yang diberikan lebih dari satu macam maka semua obat tersebut harus dicurigai
mempunyai hubungan kausal.

2. SSSS

Toksin eksfoliatif (ET) dibuat oleh strain S. aureus tertentu (biasanya kelompok fag 2)
Exfoliatin A dan B (ETA dan ETB) adalah 2 protein berbeda secara serologis yang diproduksi
oleh S. aureus. ET adalah protease serin yang berikatan dengan molekul adhesi sel
desmoglein-1 dan membelahnya sehingga menyebabkan hilangnya adhesi sel-sel.
Konsisten dengan pola ekspresi protein desmoglein-1, yang ditemukan di bagian atas
epidermis, epidermolisis biasanya terjadi antara stratum spinosum dan granulosum. Hal ini
menyebabkan lepuh berdinding sangat tipis yang mudah pecah, sehingga memberikan
gambaran tanda Nikolsky positif.

3. Urticaria

Gambaran umum urtikaria adalah vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler.


Peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan ekstravasasi plasma yang cepat dan
sementara ke dalam jaringan kulit atau mukosa, disertai dengan aktivasi saraf sensorik
gatal. Hal ini menyebabkan timbulnya gambaran klinis berupa edema setempat disertai
kemerahan. Reaksi ini sebagian besar dijelaskan oleh degranulasi sel mast kulit, yang
melepaskan histamin dan mediator vasoaktif lainnya, termasuk metabolit asam arakidonat,
seperti prostaglandin dan leukotrien.
Sel mast telah terbukti memiliki peran penting pada urtikaria. Pada pengamatan
histologis degranulasi sel mast pada lesi kulit urtikaria, terjadi peningkatan konsentrasi
histamin lokal dalam cairan kulit atau plasma lesi urtikaria, dan perbaikan klinis dengan
antihistamin selama lebih dari setengah pasien dengan urtikaria spontan kronis.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan urtikaria dan dapat dibedakan menjadi
faktor non-imunologi dan faktor imunologi. Faktor imunologi terdiri dari reaksi
hipersensitivitas tipe I (IgE) dan aktivasi komplemen klasik alternatif. Sedangkan faktor non-
imunologi terdiri atas bahan kimia, faktor fisik (panas, dingin, trauma, sinar X, dan cahaya),
dan efek kolinergik. Kedua kelompok ini kemudian memicu degranulasi sel mast sehingga
timbul klinis urtikaria.

 HIPERSENSITIVITAS TIPE I DAN AKTIVASI KOMPLEMEN


Sel mast memainkan peran penting dalam reaksi hipersensitivitas tipe I melalui reseptor
IgE berafinitas tinggi (FcεRI) dan IgE spesifik antigen. Crosslink dari reseptor ini
menyebabkan aktivasi banyak molekul pensinyalan, dan akhirnya menghasilkan degranulasi
dengan pelepasan mediator yang telah dibentuk sebelumnya seperti histamin, dan yang
baru disintesis seperti metabolit asam arakidonat, faktor pengaktif trombosit, dan sitokin
proinflamasi. Pasien yang memiliki antigen-spesifik IgE, dapat merespon antigen yang
mencapai sel mast kulit melalui berbagai jalur seperti menelan, inhalasi, atau paparan kulit.
Jika pasien terpapar antigen penyebab setiap hari, urtikaria dapat menjadi kronis.

 GEJALA URTIKARIA YANG DIINDUKSI OLEH RANGSANGAN SPESIFIK urtikaria fisik,


urtikaria kolinergik, dan urtikaria kontak(bahan kimia)

IgE spesifik antigen dapat menghubungkan rangsangan antigen spesifik dengan sel mast
tersebut, menghasilkan reaksi alergi sebagai respons terhadap rangsangan. Mekanisme lain
yang membuat pasien sensitif terhadap rangsangan tertentu sebagian besar masih belum
diketahui. Namun, dalam kasus urtikaria dingin (cold urticaria), urtikaria matahari, dan
angioedema vibration yang terbatas, penyebab definitif dapat diidentifikasi dengan analisis
serologis atau genetik.

4. Erythema multiforme
Sebagian besar kasus EM berhubungan dengan riwayat infeksi HSV, M.pneumoniae,
serta obat.
 HSV
Tidak semua infeksi HSV simptomatik menimbulkan EM, namun beberapa infeksi
HSV asimptomatik dapat diikuti EM. Saat ini mekanisme patologi EM yang jelas
hanya terkait infeksi HSV saja, untuk etiologi infeksi lain dan obat belum ada
mekanisme yang jelas dan mungkin memiliki mekanisme yang sama dengan infeksi
HSV

Pada berbagai penelitian tes PCR, ditemukan adanya DNA HSV pada lesi kulit pasien
yang pernah terinfeksi HSV. Studi-studi ini menunjukkan bahwa keratinosit
mengandung fragmen DNA virus, yang selalu menyertakan gen virus polimerase
(Pol). DNA Pol HSV terletak di keratinosit basal dan di lapisan sel spinosus bawah, di
mana protein Pol virus disintesis. Kemudian terjadi respon spesifik virus oleh sel T
spesifik HSV, termasuk sel sitotoksik. Respon spesifik virus ini kemudian diikuti oleh
amplifikasi inflamasi yang nonspesifik oleh sel T autoreaktif. Sitokin yang diproduksi
dalam sel-sel ini menginduksi gambaran seperti hipersensitivitas yang tertunda
(delayed hipersensitivity)

Anda mungkin juga menyukai