Anda di halaman 1dari 7

PENATALAKSANAAN HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Hipertensi Kronik adalah Ditemukannya desakan darah ≥ 140/ 90 mmHg, sebelum

kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak menghilang setelah 12 minggu

pasca persalinan.

Preeklampsia adalah Desakan darah ≥ 140/ 90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu,

disertei dengan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau dipstick ≥ 1+. Eklampsia adalah Kejang-

kejang pada preeklamsi disertai koma. Superimposed preeklampsia adalah Timbulnya

proteinuria ≥ 300 mg/ 24 jam pada wanita hamil yang sudah mengalami hipertensi

sebelumnya. Proteinuria hanya timbul setelah kehamilan 20 minggu. Sedangkah hipertensi

gestasional adalah Didapatkan desakan darah ≥ 140/90 mmHg untuk pertama kalinya pada

kehamilan, tidak disertai dengan proteinuria dan desakan darah kembali normal < 12 minggu

pasca persalinan.

Faktor yang meningkatkan risiko terjadinya preeklampasia, terbagi menjadi tiga, yaitu

risiko yang berhubungan dengan partner laki, risiko yang berhubungan dengan riwayat

penyakit terdahulu dan riwayat penyakit keluarga, dan risiko yang berhubungan dengan

kehamilan. Risiko yang berhubungan dengan partner laki antara lain, primigravida,

primipaternity, umur yang terlalu tua atau terlalu muda, partner laki yang pernah menikahi

wanita yang kemudian hamil dan mengalami preeklamsi, pemaparan terbatas terhadap

sperma, dan inseminasi donor dan donor oocyte. Risiko yang berhubungan dengan riwayat

penyakit terdahulu dan riwayat penyakit keluarga antara lain, riwayat pernah preeklamsi,

hipertensi kronik, penyakit ginjal, obesitas, diabetes gestational, diabetes mellitus tipe 1,

antiphospholipid antibodies dan hiperhomocysteinemia. Sedangkan risiko yang berhubungan

dengan kehamilan antara lain, Mola hidatidosa, kehamilan ganda, infeksi saluran kencing

pada kehamilan, hydrops fetalis.


Pemeriksaan kesejahteraan janin pada hipertensi gestasional segera dilakukan pada

saat pertama kali ditegakan diagnosis, meliputi Pemeriksaan perkiraan pertumbuhan janin

dan volume airketubannya. Bila hasil normal, dilakukan pemeriksaan ulang, bila terjadi

perubahan pada ibu. NST harus dilakukan pada waktu diagnosis awal. Bila NST non reaktif

dan desakan darah tidak meningkat, maka NST ulang hanya dilakukan bila ada perubahan

pada ibu. Pada hipertensi ringan Pemeriksaan perkiraan pertumbuhan janin dan volume air

ketubannya. Bila hasil normal, pengulangan pemeriksaan dilakukan tiap 3 minggu NST harus

dilakukan pada waktu diagnosis. Bila NST non reaktif dan desakan darah meningkat, ulangi

NST tiap minggu. NST segera diulangi bila terjadi perubahan memburuk pada ibu. Bila

dengan USG didapatkan perkiraan berat janin < 10th percentile dari umur kehamilan atau

didapatkan oligohidramion : AFI ≤ 5, pemeriksaan dilakukan sekurang2nya 2 minggu sekali.

Sedangkan pada preeklampsia berat NST dilakukan setiap hari.

Yang dimaksud pencegahan ialah upaya untuk mencegah terjadinya preeklamsi pada

wanita hamil yang mempunyai risiko terjadinya preeklamsi. Pencegahan dapat dilakukan

dengan non medikal dan medikal. Pencegahan non medikal contohnya, Restriksi garam

namun tidak terbukti dapat mencegah terjadinya preeklamsi. Suplementasi diet yang

mengandung minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya omega-3

PŲFA, antioksidan seperti vitamin C, vitamin E, ßeta-carotene, CoQ10, N-Acetylcysteine,

asam lipoik. Elemen logam berat seperti zinc, magnesium, calcium. Tirah baring tidak

terbukti mencegah terjadinya preeklamsi dan mencegah persalinan preterm. Akan tetapi di

Indonesia tirah baring masih diperlukan pada mereka yang mempunyai risiko tinggi

terjadinya preeklamsi. Pencegahan secara medikal, antara lain pemberian anti hipertensi,

pemberian suplementasi kalsium dengan dosis 1500 – 2000 mg/ hari, dapat dipakai sebagai

suplemen pada risiko tinggi terjadinya preeklamsi. Zinc dengan dosis 200 mg/hari.

Magnesium dengan dosis 365 mg/hari. Obat anti thrombotik seperti, aspirin dosis rendah
dengan dosis dibawah 100 mg/hari. Serta vitamin C, vitamin E, ßeta-carotene, CoQ10, N-

Acetylcysteine, dan asam lipoik.

Pengelolaan preeklampsia ringan dapat dilakukan secara rawat jalan maupun rawat

inap. Pengelolaan secara rawat jalan antara lain meliputi, tidak mutlak harus tirah baring,

dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya. Di Indonesia tirah baring masih diperlukan, tidak

perlu diet khusus, vitamin prenatal, tidak perlu restriksi konsumsi garam, tidak perlu

pemberian diuretic, antihipertensi dan sedativum, dan kunjungan ke rumah sakit tiap minggu.

Sedangkan pengelolaan rawat inap dilakukan atas indikasi, hipertensi yang menetap selama >

2 minggu, proteinuria menetap selama > 2 minggu, hasil test laboratorium yang abnormal,

dan adanya gejala atau tanda 1 (satu) atau lebih preeklamsi berat. Maka perlu dilakukan

pemeriksaan dan monitoring pada ibu dengan melakukan pengukuran desakan darah setiap 4

jam kecuali ibu tidur, pengamatan yang cermat adanya edema pada muka dan abdomen,

penimbangan berat badan pada waktu ibu masuk rumah sakit dan penimbangan dilakukan

setiap hari, serta pengamatan dengan cermat gejala preeklamsi dengan impending eklamsi

seperti nyeri kepala frontal atau oksipital, gangguan visus, nyeri kuadran kanan atas perut,

dan nyeri epigastrium. Pemeriksaan laboratorium juga diperlukan dengan pemeriksaan

proteinuria pada dipstick pada waktu masuk dan sekurang-kurangnya diikuti 2 hari

setelahnya , Hematokrit dan trombosit 2 kali dalam seminggu, tes fungsi hepar: 2 kali dalam

seminggu, tes fungsi ginjal dengan pengukuran kreatinin serum, asam urat, dan BUN, dan

pengukuran produksi urine setiap 3 jam. Pemeriksaan kesejahteraan janin juga dilakukan

dengan Pengamatan gerakan janin setiap hari, NST 2 kali dalam seminggu, pemeriksaan

profil biofisik janin, bila NST non reaktif evaluasi pertumbuhan janin dengan USG, setiap

3-4 minggu, dan Ultrasound Doppler arteri umbilikalis, arteri uterina. Terapi medikamentosa

pada dasarnya sama dengan terapi rawat jalan, Bila terdapat perbaikan gejala dan tanda2

preeklamsi dan umur kehamilan ≥ 37 minggu, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari
kemudian boleh dipulangkan. Pengelolaan obstetrik tergantung pada usia kehamilan. Bila

belum inpartu pada usia kehamilan < 37 minggu Bila tanda dan gejala tidak memburuk,

kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm. Sedangkan jika usia kehamilan ≥ 37 minggu,

kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partus. Bila serviks matang pada tanggal

taksiran persalinan dapat dipertimbangkan untuk dilakukan induksi persalinan. Bila penderita

sudah inpartu perjalanan persalinan dapat diikuti dengan Grafik Friedman atau Partograf

WHO.

Preeklampsia berat adalah ialah preeklamsi dengan salah satu atau lebih gejala

dan tanda dibawah ini :

a. Desakan darah : pasien dalam keadaan istirahat desakan sistolik ≥ 160

mmHg dan atau desakan diastolik ≥ 110 mmHg

b. Proteinuria : ≥ 5 gr/ jumlah urin selama 24 jam. Atau dipstick : 4 +

c. Oliguria : produksi urin < 400-500 cc/ 24 jam

d. Kenaikan kreatinin serum

e. Edema paru dan sianosis

f. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen :

disebabkan teregangnya kapsula Glisoni. Nyeri dapat sebagai gejala awal

ruptur hepar.

g. Gangguan otak dan visus : perubahan kesadaran, nyeri kepala,

skotomata, dan pandangan kabur.

h. Gangguan fungsi hepar : peningkatan alanin atau aspartat amino

transferase

i. Hemolisis mikroangiopatik

j. Trombositopenia : < 100.000 cell/ mm3

k. Sindroma HELLP
Pada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan pengelolaan dasar sebagai

berikut :

a. Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya : yaitu terapi

medikamentosa dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya

b. Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap

kehamilannya : yang tergantung pada umur kehamilan.

Sikap terhadap kehamilannya dibagi 2, yaitu :

1. Ekspektatif ; konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu,

artinya : kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan

terapi medikamentosa

2. Aktif, agresif ; bila umur kehamilan ≥ 37 minggu, artinya kehamilan

dikahiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.

Terapi medikamentosa yaitu dengan segera masuk ke rumah sakit, tirah baring miring ke kiri

secara intermiten, infus RL atau Dextrose 5%, dan pemberian MgSO4 sebagai pencegahan

dan terapi kejang dengan dosis 4-6 gr 20% IV dilarutkan dalam 100 ml. Syarat pemberian

MgSO4 adalah, adanya refleks patella, RR > 16x/menit, produksi urine dalam 4 jam

sebelumnya >0,5cc/kgBB, dan adanya antidotum yaitu kalsium glukonat 10% 10cc.

Pemberian obat antihipertensi dengan nifedipine 10-20 mg peroral diulangi dalam 30 menit ,

dosis maksimum 120 mg dalam 24 jam. Dengan target penurunan tekanan darah 25% dari

tekanan sistolik awal.

Perawatan aktif agresif tujuannya adalah terminasi kehamilan atas indikai kegagalan terapi

medikamentosa pada ibu , tanda impending eklampsia, gangguan fungsi hepar, gangguan

fungsi ginjal. Indikasi janin antara lain usia kehamilan ≥ 37 minggu, IUGR, NST non reaktif

dan profil biofisik abnormal, serta adanya oligohidramnion. Indikasi laboratorium apabila
mengarah ke sindroma HELLP. Apabila hendak dilakukan pengakhiran kehamilan, sebisa

mungkin dilakukan secara pervaginam. Bila penderita belum inpartu dalam dilakukan induksi

persalinan bila skor Bishop ≥ 8, induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu

24 jam, bila tidak induksi dianggap gagal dan harus dilakukan sektsio sesaria. Indikasi seksio

sesaria antara lain, tidak ada indikasi persalinan pervaginam, induksi persalinan gagal, terjadi

gawat janin, dan usia kehamilan < 33 minggu, primigravida juga disarankan untuk dilakukan

persalinan perabdominam. Selama pembedahan, anestesi dilakukan secara regional anestesi

dengan epidural anestesia dan tidak dianjurkan anestesia umum.

Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang tonik-klonik disusul

dengan koma. Dasar-dasar pengelolaan eklamsi

a.Terapi supportiv untuk stabilisasi pada ibu

b.Selalu diingit ABC (Airway, Breathing,

Circulation). c.Pastikan jalan nafas atas tetap

terbuka

d.Mengatasi dan mencegah

kejang e.Koreksi hipoksemia

dan asidemia

f.Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya hipertensi krisis.

Perawatan kejang antara lain, tempatkan penderita di ruang isolasi atau ruang khusus

dengan lampu terang (tidak diperkenalkan ditempatkan di ruangan gelap, sebab bila terjadi

sianosis tidak dapat diketahui), Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam

posisi trendelenburg, dan posisi kepala lebih tinggi, rendahkan kepala ke bawah dan

diaspirasi lendir dalam orofaring guna mencegah aspirasi pneumonia.

Hipertensi kronik dalam kehamilan adalah hipertensi yang didapatkan sebelum

kehamilan atau sebelum umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi tidak menghilang setelah
12 minggu pasca persalinan. Etiologi hipertensi kronik dalam kehamilan 90% adalah

idiopatik dan 10% sisanya adalah akibat penyakit lain yang sudah mendasari, seperti penyakit

ginjal, endokrin, hipertensi dan vaskuler. Obat antihipertensi yang menjadi pilihan pertama

adalah methyldopa dengan dosis 0,5-3,0 g/hari dibagi dalam 2-3 dosis dan pilihan kedua

adalah nifedipine 30-120g/hari, dalam slow release tablet.

Sindroma HELLP adalah preeklamsi-eklamsi dengan adanya hemolisis, peningkatan

enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia (hemolysis, elevated liver enzyme, dan

low platelet count. Ditandai dengan trombositopenia (<100.000), serum LDH ≥ 600.000 IU/I,

AST ≥ 70 IU/I. Terapi medikamentosa sama seperti terapi preeklampsia. Dapat diberikan

double strength dexamethasone, serta pemberian transfuse trombosit dapat dipertimbangkan

apabila nilai trombosit <50.000. Sikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah

aktif, yaitu kehamilan diakhiri ( terminasi ) tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan

dapat dilakukan pervaginam atau perabdominam.

Anda mungkin juga menyukai