Anda di halaman 1dari 50

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Tinjauan Teori Genius Loci


Genius Loci awalnya merupakan kepercayaan klasik bangsa Roma bahwa setiap
tempat memiliki jiwa pelindung. Konsep ini biasanya digambarkan dalam bentuk
atribut atau ikon tertentu. Konsep ini juga sering digunakan untuk merancang altar
atau taman pada istana dan bangunan-bangunan Roma lain. Genius loci kemudian
digunakan untuk memahami jiwa dari suatu tempat atau spirit of place. Jiwa tempat
atau spirit of place dimaknai sebagai atmosfir tertentu dari suatu tempat (place).
Pada abad ke-19, genius loci muncul sebagi suatu diskursus arsitektural yang
dicetuskan oleh Christian Norberd-Schulz dalam buku “Genius Loci: Towards a
Phenomenology of Architecture”. Genius loci menurut Norberg-Schulz bukanlah
suatu teori baru, terdapat beberapa teori yang menjadi pendahulu dalam diskursus
spirit of place atau atmosfir tempat, yaitu:
2.1.1 Peter Zumthor “Atmospheres” (2006)
‘Atmospheres’ lahir dari kegelisahan Peter Zumthor terhadap kualitas
sebuah karya arsitektur. Kualitas karya arsitektur bagi Peter Zumthor bukan
tentang pedoman atau aturan-aturan arsitektural, tetapi tentang bagaimana
suatu karya dapat menggerakkan penggunanya, salah satu caranya dengan
menghadirkan unsur-unsur alam pada desain. Zumthor secara rinci membagi
kedalam 9 kelompok, unsur-unsur yang dapat membangun kualitas karya
arsitektur yang disebut sebagai atmospheres.
 The Sound of a Space
Peter Zumthor (1844), “Interiors are like large instruments,
collecting sound, amplilying it, transmitting it elsewhere.” Bentuk
dan jenis material menghasilkan suara yang berbeda pada ruang.
Keheningan pada sebuah ruang akan menghadirkan ‘suara asli’ dari
ruang tersebut. Unsur alam seperti angin dan air juga dapat
membentuk sound-space.

commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 1


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

 The Body of Architecture


Material merupakan frame yang membuat karya arsitektur menjadi
nyata. Seperti pada anatomi tubuh manusia, arsitektur juga terbagi
menjadi kulit yang membungkus dan isi yang dibungkus. Kulit
menggambarkan isi dan unsur-unsur yang ada didalamnya.
 Material Compatibility
Setiap material memiliki karakter yang berbeda. Intensitas (ukuran)
material sangat mempengaruhi nuansa yang terbentuk. Mencoba
mengkombinasikan material berbeda akan menunjukkan kedekatan
material satu dengan material lain.
 The Temperature of a Space
Temperature memiliki makna fisik dan psikologis. Temperatur
secara fisik adalah temperatur yang dihadirkan oleh material ruang
atau bangunan. Sedangkan temperatur secara psikologis adalah
temperatur yang lahir dari persepsi individu pengguna.
 Surrounding Objects
Arsitektur dilingkupi berbagai obyek yang bernyawa maupun tak
bernyawa. Ide tentang obyek yang akan mengambil bagian di sekitar
atau didalam sebuah karya arsitektur akan memberi wawasan,
pengertian, dan pengetahuan tentang keberlangsungan karya.
 Between Composure and Seduction
Karya arsitektur dirancang untuk mewadahi suatu kegiatan
didalamnya. Sehingga selain mendesain bangunan, perlu untuk
mendesain tata letak dan alur kegiatan yang akan berlangsung.
 Tension Between Interior and Exterior
Peter Zumthor (1844), “the way architecture takes a bit of the globe
and constructs a tiny box of it.” Interior-eksterior berkaitan dengan
konsep luar dan dalam. Bukaan yang menghubungkan antara luar
dan dalam dapat memberikan kesadaran tentang unsur pelingkup.
 Level of Intimacy
Keintiman memiliki makna yang lebih dekat pada manusia daripada
skala dan dimensi yang cenderung
commit to user bersifat matematis. Keintiman

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 2


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

merupakan hasil persepsi manusia pada skala dan dimensi ruang atau
bangunan. Keintiman bersifat subyektif, menggunakan parameter
yang lebih lokal berdasarkan pengalaman pengguna bangunan.
 The Light on Things
Dalam mendesain pencahayaan, bangunan diposisikan sebagai masa
utuh yang tak tersinari. Cahaya merambat masuk, membentuk masa
bangunan baru. Material dan tekstur dapat menjadi ide atau konsep
merancang pencahayaan ruang-ruang bangunan. Pencahayaan juga
bermakna spiritual dan simbolis, sehingga menghadirkan persepsi
tertentu pada pengguna bangunan.

2.1.2 Kevin Lynch “The Image of The City” (1960)


Berbeda dengan Peter Zumpthor yang membahas karya arsitektural
dalam skala bangunan, Kevin Lynch membahas karya arsitektural dalam
skala kota atau cityscape. Lynch menitikberatkan pembahasannya tentang
bagaimana membaca atau membangun image kota. Untuk mengidentifikasi
suatu kota, Lynch menyebutkan beberapa elemen yang dapat digunakan,
yaitu: sensasi visual warna, bentuk, gerakan dan cahaya, serta bau, suara dan
sentuhan. 5 (lima) element pembentuk image kota menurut Lynch, yaitu:
 Paths
Paths merupakan elemen linier yang biasa/berpotensi digunakan
untuk bergerak dan berpindah, misalnya jalan raya, jalan setapak,
jalur transit, kanal dan rel kereta api. Beberapa orang mengamati
kotanya saat sedang berjalan atau berkendara, sehingga paths dan
elemen lain yang terletak di sepanjang paths atau terhubung dengan
paths menjadi unsur utama pembentuk image kota. Identitas paths
dapat terbentuk karena: (1) adanya kegiatan atau fungsi tertentu
sepanjang paths, (2) karakter khusus paths, misalnya gang yang
sangat sempit, (3) adanya fasade dengan karakter tertentu sepanjang
paths, dan (4) memiliki kedekatan dengan suatu fitur penting kota.
Paths harus mudah diidentifikasi, kontinu dan memiliki arah atau
tujuan yang jelas. Paths yang mudah diidentifikasi akan membantu
commit to user
pengamat dalam membentuk image kota. Paths yang memiliki

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 3


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kontinuitas lebih banyak digunakan oleh pengguna. Pengguna


cenderung lebih suka menggunakan paths yang memiliki kejelasan
tujuan untuk membantu membentuk image kota secara keseluruhan.
 Edges
Edges merupakan elemen linier yang tidak digunakan sebagai paths.
Edges bersifat membatasi dua fase secara linier dan kontinu. Edges
bisa menjadi pembatas antara dua daerah dan juga bisa menjadi
penghubung yang menyatukan dua daerah. Edges bukan merupakan
elemen yang dominan seperti paths, namun memegang peranan
dalam membentuk suatu area atau menjadi outline suatu daerah.
Contoh dari edges yaitu dinding, garis pantai, harborfront,
pedestrian, sungai dan jalur kereta api. Beberapa edges merupakan
paths namun tidak digunakan sebagai akses atau jalan, tetapi
dipandang sebagai batas.
 Districts
District merupakan bagian dari kota yang mengandung makna dua
dimensi luas dan dapat dikenali melalui karakter tertentu. District
juga merupakan bagian kota yang dominan, seperti paths, karena
beberapa orang membangun struktur kota melalui pengamatan
terhadap district. Karakter fisik yang dapat digunakan sebagai
identitas district misalnya: teksture, bentuk, detail, simbol, bangunan
dengan style tertentu, fungsi atau kegiatan tertentu, topografi dan
kegiatan masyarakat lokal pada district. Pada beberapa area yang
pembangunannya terbatas, homogenitas fasade dari segi material,
modelling, ornamen, warna, skyline dapat digunakan sebagai unsur
penentu identitas. Pada daerah tertentu, karakter district terbentuk
karena homogenitas arsitektural serta background sejarahnya.
 Nodes
Nodes merupakan titik/spot strategis pada kota yang dapat diakses
oleh pengamat sebagai fokus dalam menentukan “to and from”
perjalanan mereka. Nodes dapat berupa titik persimpangan, tempat
pemberhentian kendaraan,
commitdan simpul paths/jalur/jalan. Nodes dapat
to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 4


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

juga berupa pusat yang bermakna atau menjadi penting karena


memiliki karakter fisik tertentu, misalnya lapangan atau bundaran.
Beberapa nodes berperan sebagai core, atau menjadi fokus dan
simbol dari suatu daerah. Konsep nodes berhubungan dengan paths,
karena nodes merupakan pusat atau simpang dari beberapa paths.
 Landmarks
Landmarks juga merupakan suatu titik/spot, namun tidak dapat
diakses oleh pengamat atau bersifat eksternal, serta memiliki dampak
yang luas dalam membentuk image kota, misalnya bangunan,
penanda arah, toko atau bahkan gunung. Beberapa landmarks dapat
diamati/dilihat dari berbagai sudut atau jarak dan digunakan sebagai
pusat dari struktur radial tertentu atau penanda dari suatu arah yang
konstan, misal tower, dome dan bukit. Benda yang bergerak secara
teratur juga dapat menjadi landmark, misalnya matahari. Landmark
lain hanya dapat dilihat dari lokasi tertentu, contohnya papan
penanda, pohon, knop pintu, dan berbagai detail pada area urban.

Elemen-elemen tersebut merupakan material dasar pembentuk image


kota menurut Lynch. Elemen tersebut tidak dapat berdiri sendiri, melainkan
harus disusun bersama untuk menciptakan suatu pattern atau pola tata kota.
Penentuan elemen yang menjadi image kota beserta identitasnya bergantung
pada skala yang digunakan dalam mengamati.

2.1.3 Teori Genius Loci Christian Norberg-Schulz


Arsitektur berperan dalam memvisualisasikan genius loci dan tugas
seorang arsitek adalah menciptakan tempat yang memiliki makna, sehingga
mendorong seseorang untuk tinggal (dwell). Dwelling place (tempat tinggal)
merupakan tempat yang memiliki karakter tertentu dan makna kehidupan
bagi masyarakatnya. Menurut Heidegger (Christian Norberg-Schulz, 1984),
‘dwelling means to be at peace at protected place’. Place (tempat) adalah
manifestasi konkret dari proses menetap (dwell) yang dilakukan oleh
manusia. Elemen-elemen yang harus dipahami dalam menentukan dan
commit
membangun genius loci pada to user adalah sebagai berikut:
suatu tempat

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 5


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

A. Place (Tempat)
Bentuk yang lebih konkrit dari lingkungan adalah place (tempat).
Suatu kegiatan atau kejadian membutuhkan tempat, dengan kata lain,
menjadi sulit untuk membayangkan suatu peristiwa tanpa merujuk pada
tempat tertentu (locality). Sehingga, tempat bukanlah suatu bahasan
abstrak, melainkan suatu totalitas yang memiliki substansi material,
bentuk, tekstur dan warna. Totalitas tersebut kemudian membentuk
“environmental character” (karakter lingkungan).
Secara umum, suatu tempat memiliki karakter tersendiri yang biasa
disebut dengan “atmosphere” (atmosfir). Atmosfir sering dipahami
secara kuantitatif belaka, namun pada dasarnya, atmosfir bersifat
kualitatif dan harus dipahami sebagai “total phenomenon” (fenomena
total). Fenomena total tercipta dari kegiatan/kejadian sehari-hari yang
dilakukan/dihadapi seseorang pada suatu tempat.
 Structure of Place (Struktur Tempat)
Pemahaman tentang structure of place atau struktur tempat
terbagi menjadi tiga. Pertama, pemahaman tentang natural place
dan man-made place. Natural place pada skala landscape dan
man-made place skala settlement. Keduanya memiliki ruang dan
karakter. Karakter bersifat adjective, merupakan hasil dari
visualisasi, komplementasi dan simbolisasi peristiwa yang
terjadi sehari-hari, sedangkan ruang (space) bersifat kebendaan,
merupakan hasil dari susunan aspek-aspek yang substansial dan
konkrit. Kedua, pemahaman tentang inside dan outside.
Pemahaman ini didasari oleh konsep place (tempat) sebagai
dimensi eksistensial yang terbentuk dari “enclosure” (batasan).
Enclosure merupakan hasil dari adanya boundary (batas) yang
pada skala landscape berupa ground, horizon and sky (tanah,
horizon dan langit), sedangkan pada skala bangunan berupa
floor, wall and ceiling (lantai, dinding dan atap). Penambahan
bukaan akan memengaruhi hubungan antara inside dan outside.
commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 6


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Ketiga, pemahaman tentang karakter place. Pemahaman tentang


karakter merujuk pada atmosfir dan bentuk yang konkrit dari
elemen substansialnya. Secara lebih mendasar, karakter dapat
dipahami dengan mengetahui bagaimana sesuatu terbentuk atau
tercipta yang dalam konteks bangunan bersifat “technical
realization” atau kesadaran terhadap unsur-unsur teknis.
 Spirit of Place (Jiwa Tempat)
Genius loci merupakan konsep bangsa Roma kuno yang
mempercayai bahwa setiap wujud yang “independent” memiliki
suatu kejeniusan yang menjadi jiwa pelindungnya. Jiwa ini
memberi kehidupan, menemani dari lahir hingga mati dan
memberi esensi serta karakter, tidak hanya pada seseorang tetapi
juga pada suatu tempat (place). Hal ini menjelaskan bahwa
genius loci bagi masyarakat kuno adalah kesadaran akan genius
of locality. Locality adalah karakter lokal suatu tempat dimana
mereka tinggal (dwell). Pada proses tinggal atau menetap, perlu
adanya orientasi dan identifikasi. Menurut Norberg-Schulz,
proses orientasi memerlukan adanya node, path dan district
untuk membentuk ”environmental image” atau karakter
lingkungan. Karakter dapat dilihat melalui bentuk, warna dan
susunan unsur-unsur pembentuk lingkungan. Proses identifikasi
memerlukan kedekatan antara manusia dengan lingkungannya
(atau antara peneliti dengan lingkungan yang diteliti). Obyek
yang diidentifikasi adalah obyek konkrit yang menjadi kekayaan
alam lingkungan tersebut. Contohnya adalah pemahaman
masyarakat tentang kota melalui pengamatan tentang obyek
jalan, setapak, gedung, rumah dan monumen sehingga menurut
Kallmann (Norberg-Schulz, 1984), dapat memberikan perasaan
yang kuat tentang “having return home”.

commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 7


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. Man-Made Place
Man-made place sering disebut sebagai “imago mundi” atau
mikrokosmos karena merupakan hasil upaya manusia dalam
’menciptakan’ dunianya. Secara sederhana, man-made place dapat
dipahami sebagai sebuah “settlement” (pemukiman). Namun jika
ditinjau dari beberapa skala, man-made place juga terdiri dari
village/town, house/building and interior (desa/kota, rumah/bangunan
dan bagian dalam rumah/bangunan).
 Struktur Man-Made Place
Kualitas man-made place ditentukan oleh enclosure yang
dimiliki. Enclosure adalah area tertentu yang terpisah dari area
sekitar karena adanya boundary (batas). Pada man-made place,
boundary (batas) dibedakan menjadi dua, yaitu batas pada skala
urban dan batas pada skala bangunan. Batas pada skala urban
terdiri dari center, path and district yang dimanifestasikan
dalam sebuah settlement (pemukiman) menjadi square, street
and district. Distrik pada sebuah settlement tersusun dari rumah-
rumah dan bangunan pelengkap. Batas pada skala bangunan
terdiri dari ceiling, wall dan floor Atap merupakan simbolisasi
hubungan antara bumi dan langit, bentuknya mencerminkan
karakter atau filosofi tertentu pada bangunan. Dinding sebagai
pembatas antara luar dan dalam serta sebagai penghubung antara
luar dan dalam melalui bukaan. Bukaan menciptakan karakter
ruang melalui bentuk, material dan warnanya.

 Genius Loci of Man-Made Place


Terdapat empat jenis man-made place, yaitu:
- Romantic Architecture
Karakter romantic architecture pada man-made place
bersifat hidup, dinamis dan ekspresif. Bentuknya lebih
merupakan hasil dari proses tumbuh, bukan dari proses
organisasi di awal. Sehingga, cenderung bersifat
commit to user
topologikal, bukan geometrikal. Pada skala urban,

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 8


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

konfigurasi dasarnya tersusun dari kluster bangunan


yang padat dan tidak beraturan serta deretan bangunan
yang acak dan bervariasi baik bentuk, material dan
warna. Pada romantic architecture, bentuk-bentuk
sederhana dihindari dan dirubah menjadi struktur-
struktur yang dinamis dengan berbagai detail dan
ornamentasi. Hubungan antara ruang luar dan dalam
kompleks. Cahaya sebagai pembentuk atmosfir dengan
lekukan/celah yang menciptakan bayang dan cerlang.
- Cosmic Architecture
Cosmic architecture ditandai adanya keseragaman dan
“absolute order”. Absolute order tercipta dari sistem
logika yang rasional, namun juga bersifat abstrak karena
adanya pemahaman atau aturan diluar kondisi konkrit.
Cosmic architecture memiliki atmosfer yang minim dan
karakter yang terbatas, sehingga bersifat statis. Tujuan
dari cosmic architecture adalah untuk memenuhi
kebutuhan, bukan sebagai penyalur ekspresi individu,
sehingga walaupun menunjukkan partisipasi langsung
manusia, cosmic architecture juga menciptakan kesan
keterasingan (kaku). Bentuk-bentuk yang muncul adalah
bentuk-bentuk geometrikal. Salah satu bentuk yang
menjadi ciri khasnya adalah labyrinthine space.
Labyrinthine space merupakan suatu konfigurasi yang
tidak berorientasi pada capaian tertentu. Bentuk atau
konfigurasi ini menvisualisasikan sistem yang ada secara
jelas/gamblang. Bentuk ini memilki hubungan yang
terbuka dengan sekitar, namun tidak menjadikan
sktruktur mikro lokal sebagai bahan pertimbangan. Pada
era modern, cosmic architecture lebih menjadikan
struktur politik, sosial dan ekonomi sebagai dasar dalam
menciptakan sistem.
commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 9


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

- Classical Architecture
Karakter classical architecture dapat dilihat pada unsur
konkritnya yang terbentuk dari elemen-elemen dengan
kepribadian beragam. Identitas yang berbeda-beda itu
muncul dari dorongan individu untuk mempresentasikan
diri dan menunjukkan partisipasi. Bentuk yang muncul
tidak bersifat statis maupun dinamis, tetapi mengandung
pemahaman tentang kehidupan yang organis. Classical
architecture lebih tampak sebagai hasil dari komposisi
sadar dari individu yang bebas dan peduli. Classical
architecture menggabungkan pendekatan topologikal-
geometrikal sehingga menciptakan ekspresi demokratis.
Berbeda dengan romantic architecture, cahaya pada
classical architecture lebih digunakan untuk memberi
penekanan pada keberadaan bagian-bagian tertentu atau
obyek secara keseluruhan. Permainan cahaya dengan
bayang dan cerlangnya bertujuan untuk menguatkan
bentuk-bentuk yang dimiliki obyek. Kesan yang
dihadirkan: sederhana, mudah dimengerti, konstruktif.
- Complex Architecture
Romantic, cosmic dan classical merupakan pola dasar
dari man-made place, cenderung tidak hadir sebagai
bentuk yang asli, tetapi lebih sebagai bentuk syntheses
(tiruan). Pola dasar tersebut menginterpretasi genius loci
pada suatu pemukiman atau bangunan, contohnya pada
Katedral Ghotic. Katedral Ghotic merupakan gabungan
dari romantic architecture yang penuh ornamentasi dan
cosmic architecture yang bersifat geometri dan memiliki
struktur sistematis untuk memvisualisasikan keteraturan
cosmic. Seperti pada cosmic architecture, cahaya
digunakan untuk mempresentasikan sifat Tuhan sebagai
pusat dari segalatokosmologi
commit user pada Katedral Ghotic.

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 10


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

C. Natural Place
Sebelum proses menetap (dwell), seseorang harus terlebih dahulu
mengerti tentang lingkungannya. Pemahaman tersebut tidak terbatas
pada fenomena yang muncul, tetapi juga termasuk pemahaman tentang
struktur dan makna yang terkandung dari fenomena tersebut, atau yang
dipercaya oleh masyarakat setempat. Secara umum, pemahaman tentang
lingkungan alam berkembang dari pengalaman dasar tentang alam
menjadi fondasi masyarakat dalam bergerak atau berkembang.
 Natural Understanding
Ada beberapa elemen yang perlu dipahami untuk memahami
lingkungan alan, elemen tersebut yaitu:
- Things
Umumnya, suatu ciptaan dipahami sebagai “perkawinan
antara bumi dan langit. Bumi merupakan simbol
kehidupan, awal kelahiran suatu benda. ‘Perkawinan’
bumi dan langit menghasilkan beberapa elemen. Elemen
pertama adalah batu sebagai simbol imperishable
(kekekalan) dan wilderness (keliaran). Batu membentuk
gunung yang dipercaya sebagai titik bertemunya dua
cosmic yaitu langit dan bumi. Elemen yang kedua adalah
vegetasi yang dianggap sebagai manifestasi realitas yang
terjadi di masyarakat karena memiliki berbagai kesan
yang ditampilkan seperti ramah atau menakutkan. Salah
satu bentuk vegetasi adalah pohon yang dipahami
sebagai titik menyatunya bumi dan langit karena berada
di bumi, menjulang ke langit dan tumbuh sebagai simbol
khidupan. Elemen ketiga adalah air yang merupakan
substansi dasar pembentuk benda. Menurut Eliade
(Norberg-Schulz, 1984), tempat-tempat yang pada masa
lampau menjadi keramat, suci atau digunakan sebagai
pusat mikrokosmos adalah yang memiliki unsur batu, air
atau pohon.
commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 11


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

- Cosmic Order
Cosmic order biasanya berdasarkan pada sesuatu atau
fenomena yang dianggap luar biasa dan tidak ada
duanya, contohnya keberadaan matahari bagi bangsa
Mesir. Timur yang menjadi arah matahari terbit
dimaknai sebagai domain kelahiran, kebangkitan dan
berbagai energi positif. Barat yang menjadi arah
matahari terbenam dimaknai sebagai domain kematian
beserta energi negatif lainnya. Pada beberapa daerah,
cosmic order juga didasarkan pada struktur geografi
setempat. Misalnya dengan keberadaan gunung dan laut
serta kepercayaan tentang adanya kekuatan yang datang.
- Cahaya
Jika matahari dipahami sebagai “things” (benda), maka
cahaya dipahami sebagai fenomena. Cahaya sering
dimaknai lebih dari sekedar fenomena alam oleh
kelompok atau masyarakat tertentu, misalnya pada
masyarakat Yunani, cahaya menjadi simbol
pengetahuan, keindahan dan intelektualitas, serta jalan
yang dapat menghubungkan dengan dewa-dewi.
Sedangkan oleh umat Kristen, sering dijumpai istilah
Divine Light yang berarti cahaya sebagai manifestasi
sifat Ketuhanan. Ritme cahaya dipengaruhi oleh ritme
alam. Ritme tersebut tidak merubah elemen dasar dari
cahaya, namun berkontribusi dalam pembentukan
karakter. Misalnya pada saat matahari terbit dan
terbenam serta pada tengah malam dan tengah hari,
cahaya menghadirkan yang berbeda menghasilkan
karakter yang berbeda pula.

commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 12


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

- Karakter
Karakter lingkungan bergantung pada kondisi geografis
lingkungan tersebut, misalnya karakter pada daerah
hutan berbeda dengan karakter daerah gurun, pantai atau
kutub. Namun, karakter juga mengacu pada pemahaman
bersama masyarakat setempat, karena karakter suatu
tempat juga dipengaruhi oleh sifat/ciri khas masyarakat
disana. Selain itu, karakter juga dapat dimengerti melalui
deskripsi tentang kondisi dan fenomena yang ditemui.
- Waktu
Dimensi keempat untuk memahami suatu fenomena atau
benda adalah waktu. Waktu bergerak dengan ritme yang
konstan. Waktu memberikan pengalaman tentang ritme
pada kehidupan manusia, sejalan dengan ritme
kehidupan alam, misalnya ritme bulanan dan harian pada
alam yang kemudian dipahami oleh manusia dalam
ritmenya masing-masing. Oleh manusia, waktu juga
dijadikan sebagai penanda untuk melakukan berbagai
ritual. Waktu menghasilkan karakter ruang tertentu pada
masyarakat yang berkembang menjadi genius loci.

 Struktur Natural Place


Struktur natural place ditentukan melalui berbagai elemen
konkrit yang ada di langit dan bumi. Ground atau tanah
merupakan elemen yang dianggap paling stabil, sehingga tanah
dijadikan sebagai pijakan dalam menentukan struktur natural
place. Tanah dan berbagai elemen pendukungnya yang
termasuk dalam skala lingkungan disebut landscape. Landscape
merupakan panggung kehidupan dengan kualitas berbeda satu
sama lain tergantung pada kondisi topografinya. Topografi
adalah deskripsi lingkungan yang menunjukkan konfigurasi
fisik atau relief permukaan. Elemen untuk mendeskripsikan
commit to user
konfigurasi tersebut adalah node, path dan domain. Node

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 13


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

merupakan elemen yang menjadi titik sentral pada landscape,


contohnya bukit, gunung dan basin. Path merupakan elemen
memanjang dan mengarahkan satu tempat ke tempat lain,
contohnya lembah, sungai dan wadi. Domain merupakan elemen
yang luas yang terbentuk karena pola tertentu, misalnya
persawahan atau perbukitan. Karakter relief permukaan
ditentukan oleh faktor teksture, warna dan vegetasi. Tekstur dan
warna terutama pada material alami yang substansial seperti
pasir, air dan batu. Tekstur dan warna material serta vegetasi
membentuk karakter tertentu pada relief permukaan, misalnya
karakter tanah yang subur dan ditumbuhi tanaman berbeda
dengan karakter tanah yang gersang di gurun.

 Karakter Natural Place


Seperti yang telah disebutkan diawal, boundary (batas) pada
skala landscape adalah ground, horizon and sky. Sehingga,
landscape tidak terbatas hanya pada apa yang ada di bumi,
melainkan juga termasuk apa yang ada di langit. Karakter
landscape bergantung pada unsur yang ada di bumi dan di langit
- Bumi (Earth)
Karakteristik total sebuah tempat diperoleh dari interaksi
antara relief permukaan, vegetasi dan unsur air. Air
merupakan elemen yang kuat dan dapat membentuk
karakteristik mikro tertentu, misalnya pada sungai yang
arusnya deras, karakter yang muncul adalah dinamis.
Tempat yang karakternya dipengaruhi relief permukaan
misalnya dataran rendah, lembah, basin, dataran tinggi,
bukit, gunung. Tidak hanya konfigurasi fisik tanah,
kehadiran unsur air pada relief permukaan juga dapat
memberi penekanan/penguatan pada karakteristik
tempat, misalnya lembah yang dipertegas dengan sungai
dan basin yang diperkuat dengan danau. Tempat juga
commit to user
dapat memiliki karakter tertentu karena pengaruh unsur

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 14


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

vegetasi, misalnya hutan, semak belukar, dan


perkebunan. Umumnya, keberadaan vegetasi merupakan
tanda keberadaan masyarakat atau manusia. Unsur
terakhir yang memengaruhi karakter tempat adalah air.
Tempat yang karakternya terbentuk akibat adanya unsur
air, antara lain pulau, tanjung, semenanjung dan teluk.
- Langit (Sky)
Langit membentuk karakter melalui dua sudut pandang.
Pertama adalah keadaan langit itu sendiri dan kedua
adalah hubungan antara langit dengan bumi. Jika ditinjau
dari faktor pertama, yang perlu diperhatikan adalah
kualitas cahaya, warna dan bentuk awan yang muncul.
Sedangkan jika ditinjau dari faktor kedua, yang
diperhatikan adalah bagaimana benda langit muncul
(terbit). Bumi adalah panggung tempat berlangsungnya
kehidupan manusia setiap hari. Oleh karenanya, natural
landscape kemudian akan berkembang menjadi cultural
landscape, yaitu lingkungan dimana manusia akan
menemukan tempat-tempat yang memiliki makna atau
bermakna bagi dirinya. Dalam proses tersebut, manusia
cenderung akan menciptakan centres, paths dan domains
sebagai bentuk konkrit ruang-ruang kegiatan hariannya.
Kemudian, genius loci akan hadir sebagai bagian dari
sistem dan yang harus dilihat melalui pemahaman utuh.

 Spirit of Natural Place


Seperti pada man-made place, spirit dari natural place juga
terbagi menjadi empat kategori, yaitu romantic landscape,
cosmic landscape, classic landscape dan complec landscape.
Setiap tempat memiliki kekhasan masing-masing, yaitu:
- Romantic Landscape
Tanah, langit, matahari, air dan udara merupakan suatu
commit to user
keseluruhan yang perlu diperhatikan karena mudah

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 15


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

berubah-ubah. Perubahan yang terjadi merupakan akibat


dari musim dan cuaca. Genius loci pada romantic world
membuat seseorang kembali ke masa lalu melalui
memori yang ditemukan pada tempat tersebut.
- Cosmic Landscape
Contoh yang sesuai untuk menggambarkan cosmic
landscape adalah landscape desert (gurun). Pada
landscape gurun, fenomena yang muncul antara lain: (1)
hamparan tanah tandus yang luas, monoton dan seakan
tak terbatas; (2) kolong langit yang sangat besar; (3)
matahari yang sangat terik dengan sedikit sekali tempat
yang tekena bayangan cahaya; dan (4) udara yang kering
dan hangat. Pada landscape gurun, tampak bahwa dunia
ditunjukkan melalui struktur permanen gurun yang
seolah kekal (tanpa batas). Salah satu elemen penting
adalah matahari yang membagi ruang menjadi orient,
occident, midnight dan midday. Fenomena matahari
terbit dan terbenam berperan menciptakan ritme harian,
sehingga matahari dijadikan sebagai pusat cosmic order.
- Classical Landscape
Classical landscape memberikan kemungkinan bagi
manusia untuk terjun atau berpartisipasi langsung
dimana setiap bagian dapat mempertahankan
identitasnya pada totalitas lingkungan. Oleh sebab itu,
classical landscape dipahami sebagai susunan yang
penuh makna dari tempat yang beragam dan individual.
Pada classical landscape, manusia menetap (dwell)
dengan cara menjadi partner yang setara dengan alam,
atau menghormati alam. Sehingga manifestasi genius
loci pada classical landscape terdefinisi dengan jelas dan
baik justru pada natural place yang diperkuat/dipertegas
oleh perlindungan/perawatan
commit to user dari manusia.

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 16


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

- Complex Landscape
Complex landscape merupakan perpaduan antara
romantic, cosmic dan classical landscape. Ketiga
kategori tersebut merupkan pola dasar dari natural
place. Ketiga kategori tersebut merupakan hasil dari
hubungan antara langit dan bumi. Hubungan antara
langit dan bumi membantu manusia dalam memahami
genius loci pada situasi-situasi konkrit di alam.

2.1.4 Perbandingan Teori Zumthor, Lynch dan Norberg-Schulz


Teori Peter Zumthor (2006) kurang membahas mengenai elemen konkrit
arsitektural untuk digunakan dalam perencanaan dan perancangan. Elemen
yang disebutkan lebih bersifat kualitatif. Teori Kevin Lynch (1960)
menggunakan skala makro, yaitu skala kota. Teori ini tidak menyebutkan
mengenai elemen dengan skala mikro atau skala bangunan. Teori Chistian
Norberg-Schulz (1984) mencakup elemen konkrit arsitektural pada skala
makro dan mikro. Perbandingan teori dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan 2.2.

Tabel 2.1 Perbandingan Teori Zumthor, Lynch dan Norberg-Schulz


Peter Zumthor Kevin Lynch C. Norberg Schulz
“Atmospheres: Architectural “Genius Loci: Towards a
“The Image of The
Buku Environment and Surounding Phenomenology of
City”
Objects” Architecture”
Tahun (2006) (1960) (1984)
Landscape-Lingkungan,
Skala Building -Bangunan Urban-Kota Urban-Kota
Building-Bangunan
Elemen 9 elemen pembentuk kualitas 5 elemen pembentuk Secara rinci dapat dilihat
Pembentuk ruang, yaitu: image kota, yaitu: pada Tabel 2.2.
1) The Body of Architecture 1) Paths
2) Material Compatibility 2) Edges
3) The Sound of a Space 3) Districts
4) The Temperature of a Space 4) Nodes
5) Surrounding Objects 5) Landmarks
6) Between Composure and
Seduction
7) Tension Between Interior
and Exterior
8) Level of Intimacy
9) The Light on Things
commit to user
(sumber: Zumthor, 2006; Lynch, 1960; Norberg-Schul, 1984)

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 17


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
Tabel 2.2 Kajian Genius Loci dalam Perspektif Christian Norberg-Schulz (1984)
Man-made Place
Natural Place
Urban Scale Building Scale
Boundary (batas)  Skala urban: node, path,  Skala ruang: floor, wall,  Landscape: ground, horizon and sky (tanah, horizon
domain. ceiling (lantai, dinding, atap). dan langit).

Elemen lain  Settlement: lapangan, jalan,  Bukaan: bentuk, material,  Elemen untuk memahami alam: things, comic order,
pembentuk distrik. warna. cahaya, karakter, waktu.
karakter  Hubungan antara inside dan  Things: batu, vegetasi, air.
outside.  Elemen bumi: relief permukaan, vegetasi, air.
 Technical realization atau  Elemen langit: kondisi langit, hubungan langit dan
kesadaran terhadap unsur- tanah (sky and ground).
unsur teknis  Relief permukaan: node, path, domain
Spirit of place Romantic architecture Romantic place
 Kesan yang ditampilkan: hidup, dinamis dan ekspresif.  Karakter: mutable dan nostalgic.
 Struktur: topological.  Unsur pembentuk: tanah, langit, matahari, air dan
 Struktur urban: kluster bangunan yang padat dan tidak beraturan kualitas udara.
serta deretan bangunan yang acak dan bervariasi baik bentuk,
material dan warna.
 Ciri khas: detail dan ornamentasi.
 Cahaya: pembentuk atmosfir.
Cosmic architecture Cosmic place
 Kesan yang ditampilkan: minimnya atmosfer yang tercipta dan  Karakter: memiliki struktur permanen dengan
terbatasnya karakter yang dimiliki, sehingga bersifat statis. matahari sebagai elemen pentingnya.
 Struktur: geometrical.  Unsur: tanah, langit, matahari, air dan kualitas udara.
 Ciri khas: labyrinthine space.

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 18


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
 Cahaya: unsur kosmologis.
Classical architecture Classical place
 Kesan yang ditampilkan: organis serta terdiri dari elemen  Karakter: “sentuhan” manusia sebagai partner yang
individual yang beragam. saling menghormati dengan alam.
 Struktur: topological, geometrical dan demokratis.  Unsur: terdiri tempat/bagian yang beragam namun
 Cahaya: memberi penekanan pada keberadaan bagian tertentu bersinergi secara total.
atau obyek secara keseluruhan untuk menguatkan bentuk-bentuk
yang dimiliki obyek.
Complex architecture Complex place
Merupakan gabungan dari pola romantic, cosmic dan classical. Merupakan gabungan pola romantic, cosmic dan classical.
(sumber: Norberg-Schulz “Genius Loci: Towards a Phenomenology of Architecture”, 1984)

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 19


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2.1.5 Pokok Pikiran Genius Loci


Berdasarkan hasil tinjauan teori genius loci dari beberapa ahli, diperoleh
poin-poin yang menjadi pikiran utama teori genius loci. Poin tersebut yaitu:
 Genius loci merupakan spirit of place yang memberikan atmosfir
dan suasana berbeda pada setiap tempat.
 Genius loci adalah kesadaran akan genius of locality atau kejeniusan
lokal. Locality bermakna sebagai karakter lokal suatu tempat dimana
masyarakat tersebut tinggal (dwell).
 Untuk mengetahui genius loci suatu tempat, elemen yang perlu
diamati adalah batasan (boundaries) yang membentuk tempat
tersebut. Batasan dikelompokkan menjadi dua berdasarkan proses
terbentuknya menjadi natural dan man-made place.
 Batasan yang dimiliki oleh natural place adalah ground, horizon dan
sky. Batasan yang dimiliki man-made place dikelompokkan menjadi
dua berdasarkan skala pengamatannya menjadi node, path dan
domain untuk sekala urban serta lantai, dinding dan atap untuk skala
pengamatan bangunan atau single building.
 Pada bangunan tunggal, pengamatan terhadap bukaan seperti pintu
dan jendela juga merupakan elemen penting pembentuk genius loci.
 Pada skala bangunan, atmosfir tercipta melalui komposisi bentuk,
material, warna, hubungan antara inside-outside dan unsur-unsur
yang bersifat teknik pada batasan yang melingkupi.
 Menjadi catatan bahwa man-made place merupakan hasil dari upaya
manusia dalam ’menciptakan’ dunianya (jagad mikro), sehingga
sangat penting untuk mengetahui struktur asli (mikrokosmos) pada
man-made place.
 Arsitektur berperan dalam memvisualisasikan genius loci dan tugas
seorang arsitek adalah menciptakan tempat yang memiliki makna,
sehingga mendorong seseorang untuk tinggal (dwell). Dwelling
place (tempat tinggal) merupakan tempat yang memiliki karakter
tertentu dan makna kehidupan bagi masyarakatnya.
commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 20


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2.2 Tinjauan Konservasi Infill Design


2.2.1 Pengertian dan Batasan Konservasi
A. Pengertian Konservasi
Konservasi merupakan proses memahami, melindungi, memelihara,
memperbaiki, memugar dan mengadaptasi pusaka sejarah sebagai
pemeliharaan makna kultural, tidak hanya melalui pertimbangan
arsitektural, tetapi juga mempertimbangkan isu sosial-ekonomi dengan
didasarkan pada: (1) fakta, sejarah; (2) kebutuhan masa kini; (3)
ketersediaan sumber daya; dan (4) kelestarian bangunan di masa depan.
Menurut Sidharta dan Eko Budihardjo (1989: 11), “konservasi
merupakan istilah yang menjadi payung dari semua kegiatan pelestarian
sesuai dengan kesepakatan internasional yang telah dirumukan dalam
Piagam Burra tahun 1981”.
Conservation is the process of understanding, safeguarding and, as
necesary, maintaining, repairing, restoring and adapting historic
property to preserve its cultural significance. Conservation is the
suistainable management of change; it is not simply an architectural
deliberation, but an economic and social issue. The concern of
conservation is the past, present and future of a building and
involves making balanced judgements in respect of: (1) evidence
(history); (2) the present day need and resources available; and (3)
future sustainability. (Orbasli, Aylin. 2008: 38)

Konservasi arsitektural merupakan upaya pelestarian untuk


memfungsikan kembali bangunan eksisting dengan modifikasi minimal
dan mencegah pembongkaran bahkan penghancuran. Perhatian tidak
hanya ditekankan pada bangunan, tetapi juga pada kondisi sosial saat
itu. Konservasi arsitektural juga merupakan proses kreatif, terutama
untuk menentukan fungsi baru yang akan berlangsung pada bangunan
tanpa menghilangkan makna kultural dan mempertimbangkan strategi
tindakan pada material lama dan baru.

B. Batasan Konservasi
Konservasi berkembang seiring dengan makin banyaknya upaya
pelestarian pusaka sejarah. Hal tersebut memunculkan berbagai istilah

commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 21


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

untuk membedakan konservasi sesuai batasan dan definisi tertentu.


Istilah dan definisi tersebut menurut
Orbasli dalam “Architectural Conservation: Principles And
Practice” (2008) adalah:
 Adaptif re-use: adaptasi bangunan untuk fungsi baru dengan
melakukan perubahan layout ruang dan struktur bangunan
seminimal mungkin untuk menjaga keaslian bangunan.
 Konservasi: seluruh proses pelestarian untuk menjaga makna
kulturalnya. Konservasi merupakan upaya pemeliharaan yang
memungkinkan penggabungan tindakan preservasi, restorasi,
rekonstruksi and adaptasi.
 Prevensi: upaya untuk merubah, mengurangi atau
memperlambat kerusakan pada bangunan, termasuk
didalamnya tindakan: manajemen pemeliharaan lingkungan
internal, manajemen pemeliharaan housekeeping; dan
monitoring vegetasi di sekitar.
 Konsolidasi: intervensi fisik untuk menghentikan kerusakan
lebih lanjut atau ketidakstabilan struktur pada bangunan.
 Preservasi: pemeliharaan bangunan pada bentuk dan kondisi
eksisting, serta pemeliharaan sesuai kebutuhan bangunan.
 Proteksi: meliputi mendaftarkan secara legal pusaka budaya
yang bersifat fisik atau tangible; mendaftarkan bangunan atau
area sejarah (cagar budaya) untuk memperoleh perlindungan
legal dari pihak yang kompeten; dan melakukan diskusi,
diskursus dan pembiayaan untuk kelanjutan bangunan.
 Rekonstitusi: membangun kembali bangunan yang rusak atau
menyusun bagian yang runtuh. Rekonstitusi harus didasarkan
pada bukti kuat, bukan didasari oleh dugaan.
 Rekonstruksi: meliputi membangun replika bangunan pada
tapak asli, biasanya sebagai pengganti bangunan yang hancur
akibat kebakaran, perang, gempa bumi dan bencana alam
commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 22


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

lain; dan memindahkan bangunan pada tapak baru apabila


tapak asli membahayakan keberlangsungan bangunan.

Tabel 2.3 Prinsip Dasar Konservasi Bangunan


Categories Principles
1. Working with the evidence
Understanding 2. Understanding layers
3. Setting and context
4. Appropriate uses
5. Material repairs
Implementation 6. Tradition and technology
7. Legibility
8. Patina of time
9. New problems may require new approaches
Evaluation 10. Sustainability
11. Interpretation
(sumber: Aylin Orbasli, 2008: 53)

 Replika: tindakan menduplikasi sebagian atau seluruh bagian


bangunan eksisting, biasanya untuk tujuan display.
 Restorasi: mengembalikan bangunan atau beberapa bagian
bangunan sesuai dengan kondisi di masa lalu. Melengkapi
beberapa bagian yang hilang atau menyatukan beberapa
bagian yang terpisah juga merupakan upaya restorasi. Proses
pembersihan bangunan untuk mengembalikannya seperti
tampak asli juga merupakan lingkup dari kegiatan restorasi.

2.2.2 Prinsip, Etika dan Nilai Konservasi


A. Prinsip Konservasi
Konservasi dilandasi atas penghargaan terhadap makna kultural, dan
sesedikit mungkin melakukan intervensi fisik bangunan supaya tidak
mengubah bukti sejarah yang dimiliki. Maksud dari konservasi adalah
untuk menangkap kembali makna kultural dari suatu tempat dan harus
bisa menjamin keamanan dan pemeliharaannya di masa mendatang.
(Sidharta dan Eko Budihardjo. 1989: 14)

commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 23


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Untuk menjaga maksud dan landasan tersebut, terdapat 11 prinsip


konservasi yang terbagi menjadi 3 kategori. Prinsip tersebut menjadi
pegangan pelaksanaan konservasi. Pengelompokan dan rincian prinsip
konservasi dapat dilihat pada Tabel 2.3.

B. Etika Konservasi
Primarily buildings are preserved and conserved because (1) they
are useful and have value for their users, or because (2) they testify
to the identity of a national, ethnic, or social group. In this respect,
the built heritage can be seen as the (3) physical manifestation or
individual, collective and at times ‘imagined’ memory. Historic
building not only (4) provide scientific evidence of the past, but can
also (5) embody an emotional link with it, allowing an experience of
space and place as it might have been experienced by others before
us. (Orbasli, Aylin. 2008: 35)

Ada berbagai alasan yang mendasari dilakukannya konservasi, seperti


yang telah disebutkan oleh Aylin Orbasli pada bukunya “Architectural
Conservation: Principles And Practice” (2008). Alasan tersebut juga
mendasari etika yang perlu dijaga dalam proses konservasi.
 Integritas. Integritas diperlukan untuk menjaga detail dan
informasi masa lalu yang ada pada bangunan. Integritas
dalam konservasi dintujukkan melalui: integritas fisik
(material); integritas struktur; integritas desain; integritas
estetika; integritas setting and context; integritas
profesionalisme dari tim konservasi.
 Otentik. Otentisitas bangunan harus dijaga untuk menjamin
identitas, kelangkaan serta jejak sejarah pada bangunan. Pada
konservasi, autentik ditunjukan melalui: desain dan bentuk;
material, teknik, tradisi dan proses; lokasi, setting dan
konteks bangunan; fungsi dan kegunaan.

C. Nilai Konservasi
Nilai merupakan kualitas dan karakter yang dimiliki oleh pusaka
budaya. Nilai didasari oleh faktor fisik seperti arsitektural, estetika,
kelangkaan dan arkeologikal. Nilai lain didasari oleh faktor intangible
seperti faktor simbolik, commit
spiritualtodan
useremosional. Konservasi arsitektural

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 24


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dilakukan untuk menjaga dan memperkuat nilai tersebut. Sebuah pusaka


bisa memiliki lebih dari satu nilai (Tabel 2.4).

Tabel 2.4 Nilai yang Terkandung dalam Arsitektur Pusaka


Architectural Heritage Values
- Age and rarity value - Local distinctiveness
- Architectural value - Political value
- Artistic value - Public value
- Assosiative value - Religious value and spiritual value
- Cultural value - Scientific, research, knowledge value
- Economic value - Social value
- Educational value - Symbolic value
- Emotional value - Technical value
- Historic value - Townspace value
- Landscape value
(sumber: Aylin Orbasli, 2008: 38-46)

2.2.3 Strategi Konservasi


A. Cakupan Konservasi
Konservasi memiliki cakupan yang luas, tampak pada Gambar 2.1.
Konservasi lingkungan/area bersifat makro (area-based designation/
conservation areas), sedangkan konservasi bangunan bersifat mikro
(buildings of architectural and historic significance).
 Buildings of architectural and historic significance
Latar belakang dari konservasi bangunan adalah untuk
menjaga: nilai arsitektural seperti material, konstruksi, teknik
dan kekarya-tanganan; nilai sejarah serta hubungannya
dengan periode tertentu sejarah; hubungan dengan kejadian
atau tokoh tertentu dalam sejarah; kontribusi bangunan pada
kelompok bangunan; dan nilai kelangkaan bangunan. Proses
desain akan meliputi tindakan/pertimbangan dalam hal:
konservasi; perubahan dan pengurangan; pengembangan dan
penambahan; dan demolisi. Demolisi merupakan alternatif
terakhir, dengan alasan: kondisi bangunan yang hancur;

commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 25


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ketidakstabilan struktur; tidak ada fungsi baru yang sesuai;


dan kurangnya dana atau faktor ekonomi.
 Area-based designation (conservation areas)
Latar belakang dari konservasi area adalah karena: karakter
dan kualitas arsitektural yang dimiliki; keseragaman
bangunan yang berhubungan dengan priode tertentu;
keragaman langgam; desain pemukiman atau kota yang
spesifik (kuno); dan memiliki hubungan dengan landscape
yang lebih luas. Konservasi area akan berdampak pada tata
ruang daerah, sehingga konservasi area harus juga
memperhatikan rencana tata ruang daerah, untuk menjaga
sinergi area dengan struktur daerah.

commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 26


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KONSERVASI

ALAM KESENIAN ARKEOLOGI LINGKUNGAN BINAAN

Badan Air Tari Dokumen Arsitektur


- sungai, - Arsitektur Mikro:
- laut, Karawitan Dwi Matra gardu, perlengkapan jalan,
- danau, - dokumen tulis, gerbang, pagar, tugu, dll.
- dll. Musik - lukisan,
- lontar. - Bangunan Kuno:
Lahan kraton, benteng, pasar,
- pertanian, Artefak stasiun, dll.
- kehutanan,
Tri Matra
- pariwisata
alam. - patung, Lingkungan Bersejarah
- perabot rumah
- pusat kota lama,
tangga,
- kawasan kuno/tradisional,
- peralatan.
- dll.

Taman/Ruang Terbuka
- alun-alun,
- lapangan,
- tempat rekreasi,
- dll.

Kota Bersejarah

Gambar 2.1 Cakupan Konservasi


(sumber: Sidharta dan Eko Budihardjo. 1989: 10)

commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 27


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 2.5 Tingkatan Kewenangan Penentuan Kebijakan Pelestarian


Type of site Level decisions made Agency responsible
Archeological sites and ancient National Ministry
monuments
World heritage sites National/international Ministry and/or
UNESCO
Monuments and buildings of National Ministry and/or its
national importance appointed agencies
Other listed/protected buildings Local with national level Local authority with
input input from Ministry
and/or its regional
offices and appointed
agencies.
Conservation areas Local Local municipality
Areas of influence, setting of a Local/national Local planning authority
historic building or place
Historic parks, gardens and Depends on which legislation
areas of landscape significance it is covered under
(sumber: Aylin Orbasli. 2008: 67)

B. Pihak Yang Terlibat


Terdapat beberapa lapisan pihak yang terlibat dalam penentuan
kebijakan konservasi: (1) tingkat internasional; (2) tingkat nasional; (3)
tingkat lokal; (4) Non-Govermental Organisations and amenity society;
(5) pihak yang lebih privat seperti pemegang hak milik pusaka sejarah;
(6) pihak umum yang akan berpartisipasi. Pihak yang memiliki
wewenang dan terlibat dalam menentukan kebijakan dalam konservasi
berbeda pada setiap obyeknya, dapat dilihat rinciannya pada Tabel 2.5.
Pada lingkup lokal, konservasi (terutama yang bersifat makro)
merupakan bagian dari rencana tata kota, sehingga kebijakan dan
keputusan harus bersinergi dengan rencana tata kelola kota atau
pedoman konservasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah kota.

commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 28


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2.2.4 Konservasi Infill Design


Menurut Lagerqvist (2004; Feilden and Jokilehto, 1993, p. 92), metode
infill biasa digunakan pada area urban dan bertujuan untuk
mengintegrasikan lahan kosong dengan konstruksi dan desain yang
kontemporer, namun tetap mengacu pada konteks sejarahnya.
The aim of the conservation system is to reduce the rate of decay on
cultural, scientific, technical and natural heritage and resources, since
they function as authentic documents and valuable components for the
benefit of societal development. In order to achieve this aim decisions are
taken in order to control interventions, which are: Preventive
maintenance, Protection, Preservation, Consolidation, Restoration,
Anastylosis, Reconstruction, Rehabilitation, Infill, Maintenance.
(Lagerqvist, Bosse. 2004)

Infill design merupakan bagian infill development. Menurut Cave pada


Encyclopaedia of the city (Caves, 2005; Mirmoghtadaee, 2010): “infill
development refers to the use of vacant or under-utilized land parcels
and existing buildings within the central city of a metropolitan area for the
purpose of accommodating growth in lieu of the development of open space
or farmland at the urban fringe. It is one tactic in a regional smart growth
strategy. It typically involves one or more of three principal activities:
the construction of new buildings on land that is currently under-
developed or undeveloped; the rehabilitation of formerly unusable
buildings; and/or the adaptive reuse of existing buildings”
Kriteria dalam melakukan infill design menurut Imam (2013; NSW
Heritage Office, 2005) yaitu: (1) karakter; (2) skala; (3) bentuk; (4) setting;
(5) material; (6) warna; dan (7) detail. Sahar Imam (2013; CABE, 2001)
juga memaparkan beberapa kondisi yang harus dipahami dalam melakukan
infill, yaitu: (1) kondisi geografi dan sejarah tempat; (2) pola pengembangan
dan rute eksisting; (3) view; (4) skala; (5) kualitas dan teknologi material;
dan (6) view baru yang akan tercipta. Infill design pada area cagar budaya
(bersejarah) tidak hanya dilakukan oleh para ahli/pakar tetapi juga
memerlukan keterlibatan komunitas lokal.
Infill design in historic quarters needs more than formal aesthetics
guidelines it needs a process generating a dialogue between
community and professionals.(Nasar J., 1994; Sahar Imam, 2013)
commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 29


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2.2.5 Prinsip-prinsip Infill design


A Penambahan Bangunan Baru
Penambahan bangunan baru dilakukan pada kompleks atau
lingkungan Cagar Budaya untuk menambah kapasitas bangunan lama
dan menunjang kegiatan dengan fasilitas dan kelengkapan baru. Prinsip
utama yang harus dipahami adalah menentukan zona situs/kompleks.
Zona situs/kompleks terbagi menjadi tiga, yaitu:
 Zona Inti/Critical Zone: adalah zona yang dipertahankan
seutuhnya, dan dikembalikan sesuai aslinya. Diperlukan dan
dilakukan perlindungan secara mutlak.
 Zona Penyangga/Important: memungkinkan modifikasi tapi
dalam rangka untuk mempertahankan kualitas kunci dan
penting pada bangunan dan situs.
 Zona Pengembangan/Contributory: memungkinkan untuk
fleksibilitas dan dibangun bangunan baru.
Sesuai pedoman World Heritage Cities (Awal, Han. 2011: 146), hal-hal
yang harus diperhatikan adalah:
 Identifikasi nilai dan kualitas situs bersejarah.
 Inventarisasi, penelitian dan penilaian aset pelestarian.
 Perencanaan dengan memperhatikan azas proteksi.
 Integrasi dengan tujuan pembangunan sosial-ekonomi.
 Melibatkan peran masyarakat dalam perencanaan pelestarian.
 Membangun tanpa merusak situs bersejarah.
 Penerapan peraturan perundang-undangan.
 Setiap persoalan pelestarian adalah unik.
Infill design dengan penambahan bangunan baru, perlu memperhatikan
maksimal tinggi bangunan, KDB dan KLB menurut peraturan tata kota
setempat. Bangunan baru yang menyesuaikan atau kontras dengan
bangunan lama harus memperhatikan keselarasan, keharmonisan dan
kesatuan bangunan, sehingga bangunan baru dapat memberikan nilai
tambah pada bangunan bersejarah. (Awal, Han. 2011: 146)
commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 30


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B Penambahan Elemen Interior Baru


Selain menambahkan bangunan baru, infill design juga dilakukan
dengan menambahkan elemen interior baru pada bangunan bersejarah.
Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan (Awal, Han. 2011: 147) adalah:
 Minimum intervention: elemen-elemen tambahan baru
seminimal mungkin melukai bangunan (lantai, dinding,
plafond, pintu, jendela, ornamen).
 Interior memperhatikan keselarasan, keharmonisan, keutuhan
dan kesatuan ruang dengan interior bangunan bersejarah.
 Mengacu pada arahan dan petunjuk pemerintah setempat.

2.2.6 Konsep Otentisitas


Otentisitas merupakan etika penting dalam pelaksanaan konservasi infill
design. Konsep otentisitas menurut Awal (2011: 20) mencakup:
 Otentisitas Bahan: Bahan bangunan asli wajib dikembalikan ke
tempat semula. Jika bahan tidak dapat dikembalikan karena hilang,
lapuk atau rusak, penggantian dengan bahan baru dapat diizinkan
dengan syarat jenis dan kualitas bahan pengganti harus sama.
 Otentisitas Disain: Desain asli bangunan wajib dilestarikan, tanpa
perubahan atau penambahan. Khusus untuk pemugaran monumen
hidup (living monument) bila untuk memenuhi kebutuhan fungsi
kontemporer, maka perubahan tersebut harus bersifat compatible,
yaitu tidak merusak bangunan asli.
 Otentisittas Teknologi Pengerjaan: Teknologi asli wajib untuk
dipertahankan, yaitu mencakup teknologi pembuatan, teknologi
konstruksi dan teknologi penyelesaian akhir. Bila intervensi
teknologi tidak dapat dihindari, maka teknologi modern ini sedapat
mungkin tidak nampak pada pemugaran bangunan.
 Otentisitas Tata Letak: Otentisitas tata letak bangunan secara
keseluruhan maupun komponen-komponen bergerak (lukisan,
furniture, dan sebagainya), orientasi bangunan juga perlu
dipertahankan sesuai dengan aslinya.
commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 31


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2.2.7 Pokok Pikiran Konservasi Infill Design


Berdasarkan hasil tinjauan prosedur teknis pelaksanaan konservasi infill
design, diperoleh poin-poin yang menjadi pikiran utama teori genius loci.
Poin-poin pokok pikiran tersebut yaitu:
 Konservasi merupakan proses memahami, melindungi, memelihara,
memperbaiki, memugar dan mengadaptasi pusaka sejarah sebagai
pemeliharaan makna kultural, tidak hanya melalui pertimbangan
arsitektural, tetapi juga isu sosial-ekonomi dengan didasarkan pada:
(1) fakta, sejarah; (2) kebutuhan masa kini; (3) ketersediaan sumber
daya; dan (4) kelestarian bangunan di masa depan.
 Etika konservasi yaitu integritas dan otentisitas. Otentisitas terdiri
dari: otentisitas bahan, desain, teknologi pengerjaan dan tata letak.
 Tindakan atau teknik konservasi infill design terdiri dari: (1)
Rehabilitasi fisik dilakukan dalam rangka memperpanjang hidup
bangunan dan/atau kemampuan ekonominya. Dilakukan melalui
adaptasi, modifikasi, perubahan bentuk atau model, pembangunan
kembali atau penguatan, serta beberapa perbaikan. Dapat dilakukan
pada eksterior maupun interior bangunan (National Research
Council of Canada, 1982); (2) Adaptive re-use dengan menggunakan
kembali struktur lama untuk fungsi baru. Pada umumnya dilakukan
restorasi atau rehabilitasi interior maupun eksterior (Heritage Canada
Foundation 1983); dan (3) Infill Development dengan membangun
bangunan baru pada lahan bekas atau lahan mangkrak dan bangunan
lama untuk tujuan pemenuhan kebutuhan kegiatan urban yang terus
berkembang. (Caves, 2005; Mirmoghtadaee, 2010):
 Penambahan bangunan baru perlu memperhatikan zonasi kawasan/
kompleks/situs, yaitu: zona inti, penyangga dan pengembangan.
 Infill design merupakan community based development dimana
dibutuhkan lebih dari guidelines formal tetapi juga ide/gagasan hasil
dari diskusi antara pakar/ahli dengan komunitas lokal.

commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 32


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 2.6 Perubahan Pardigma Pelestarian Pusaka (UNESCO 2004)


Lama Baru
Monumen raja, ulama, pendeta, dan politikus Tempat dan ruang karya masyarakat
Tidak ada kehidupan, situs fisik Kesinambugan masyarakat
Komponen fisik Tradisi dan praktik kehidupan
Pengelolaan oleh administrasi pusat Pengelolaan desentralisasi masyarakat
Penggunaan elit (untuk rekreasi) Penggunaan popular (untuk pengembangan)
(sumber: Engelhardt, Richard. Dalam World Heritage Regime: Trends and Realities in The Asia
Pacific Region, 2006)

2.3 Peraturan Terkait Pelestarian pada Kawasan Kotagede


2.3.1 Paradigma Pelestarian Pusaka
Dalam buku Pedoman Pelestarian Pasca Bencana Kawasan Pusaka
Kotagede (2009), disebutkan bahwa landasan yang digunakan sebagai
paradigma dalam pelestarian Kawasan Pusaka Kotagede mengacu pada
Paradigma Pelestarian Pusaka yang diterbitkan oleh UNESCO pada tahun
2004. Paradigma pelestarian tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.6.

2.3.2 Anjuran Alih Fungsi Bangunan Pusaka pada Kawasan Kotagede


Alih fungsi yang dianjurkan pada bangunan rumah pusaka di Kotagede:
 Fasilitas makan-minum (restoran, café, dll)
 Penginapan (hotel, guesthouse, homestay, dll)
 Toko kerajinan dan bengkel kerja
 Ruang pamer, seni da museum

2.3.3 Proteksi dan Olah Desain pada Pelestarian Kawasan Kotagede


Dalam pelestarian Kawasan Pusaka Kotagede, dimungkinkan terjadi
proses olah desain baik pada aspek kawasan, bangunan maupun interior
ruang. Olah desain dapat dilakukan dengan memperhatikan prinsip proteksi.
Prinsip proteksi pada olah disain arsitektur pusaka menurut Byard dalam
bukunya yang berjudul “The Architecture of Additions: design and
regulations” (1998), diantaranya:
 Proteksi identitas dan tempat dalam bentuk baru
 Penguatan identitas tempat
 Proteksi sumber-sumber identitas tertentu
commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 33


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Ditambahkan oleh Milford (2001), dalam merancang bangunan baru pada


bangunan pusaka perlu memperhatikan: proporsi, materi, warna, komposisi
fasad, dan hubungan dengan jalan. Sedangkan golongan dalam olah disain
arsitektur pusaka menurut Adishakti (2009) terdiri dari:
 Olah disain bangunan: penambahan bangunan baru yang menjadi
satu kesatuan dengan bangunan pusaka.
 Oleh disain interior: menambah interior dengan perubahan kecil,
fasad luar tata ruang tetap.
 Olah disain interior konstruktif: mengubah secara total interior
termasuk konstruksinya, namun fasad luar tetap dipertahankan.
 Olah disain atap: mengisi dan menambah ruang pada atap.
 Olah disain atap konstruktif: secara konstruksf mengolah atap
menjadi ruang baru.
 Olah disain lantai dasar: mengubah lantai dasar termasuk fasad untuk
memenuhi kebutuhan baru namun tetap mempertahankan fasad dan
lantai-lantai diatasnya.

2.3.4 Evaluasi Ruang pada Bangunan


Menurut “Homeowner’s Conservation Manual, Kawasan Pusaka Kotagede”
yang diterbitkan oleh UNESCO, evaluasi ruang dalam dilakukan untuk
memastikan bagian-bagian bangunan yang memerlukan perbaikan,
perombakan atau pemeliharaan. Evaluasi ruang dalam antara lain meliputi:
 Tata ruang (jenis, jumlah, ukuran dan peletakan ruang)
 Kualitas ruang (pencahayaan dan penghawaan)
 Bahan dan konstruksi (pintu-jendela, lantai, dinding, langit-langit)
 Warna dan ornamen ruang

2.3.5 Arahan pelestarian dan desain rumah pusaka Kotagede:


a. Arahan Tapak
 Tata tapak perlu memperhatikan jarak antar bangunan untuk
kepentingan pencahayaan, sirkulasi udara dan penghijauan.
 Koefisien Dasar Bangunan maksimum 60%.
commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 34


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

 Bangunan pusaka yang berhimpit dengan tepi jalan tidak


diperbolehkan menambah elemen bangunan baru seperti tritisan,
tangga atau ramp.
 Tanaman yang dianjurkan adalah jeruk kingkit dan jeruk pecel.
 Jumlah lantai bangunan tidak lebih dari dua. Penambahan bangunan
dianjurkan pada bangunan gadri dan tidak lebih tinggi dari dalem.
 Arah hadap bangunan mempertahankan arah hadap utara-selatan,
terutama bangunan di tengah kampung.
b. Arahan Kaki Bangunan
 Bentuk dan bahan umpak dipertahankan.
 Lantai tegel motif maupun polos yang tidak mengkilap.
c. Arahan Badan Bangunan
 Penambahan tiang tetap menggunakan bentuk bujur sangkar dengan
menggunakan kayu jati, bangkirai, Kalimantan, glugu dan nangka.
 Dinding papan kayu, anyaman bambu dan batu bata.
 Pendapa dipertahankan tetap terbuka.
 Dinding luar tidak menggunakan keramik atau cat mengkilap.
 Pintu, jendela, ventilasi dan gebyok dipertahankan.
 Mempertahankan bentuk dan bahan pintu, jendela dan ventilasi asli.
d. Arahan Kepala Bangunan
 Mempertahankan bentuk atap rumah tradisional Kotagede.
 Atap panggang pe hanya untuk bangunan tambahan, tidak untuk
bangunan utama.
 Bentuk atap baru diperbolehkan dengan mempertahankan
kemiringan 30°-40° dan menghindari bentuk atap datar atau kubah.
 Direkomendasikan menggunakan genteng kripik dan terakota
berbentuk sirap. Tidak menggunakan genteng asbes atau keramik.
 Langit-langit menempel pada rangka atap (dibawah reng atau usuk).
 Bahan langit-langit yang disarankan adalah anyaman bamboo atau
kayu seperti teakwood atau tripleks.

commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 35


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2.4 Kriteria Sirkulasi Kawasan


2.4.1 Prinsip Desain Kawasan
Menurut Llewelyn dan Davies (2006), terdapat 7 prinsip yang perlu
diperhatikan dalam mendesain kawasan yaitu sebagai berikut:
 Places for People: desain yang baik harus dapat menciptakan sebuah
tempat yang aman, nyaman dan memiliki identitas, serta memberi
kesempatan bagi pengguna untuk berinteraksi dengan orang lain dan
bermain baik pada suatu ruang publik maupun pada penggal jalan.
 Enrich the Existing: desain yang baik dapat mendukung berbagai
komponen/elemen eksisting penting pada kawasan, baik kawasan
pada skala kota, pemukiman maupun jalan.
 Make Connections: desain yang baik memudahkan pengguna dalam
mencapai lokasi yag dituju melalui integrasi fisik maupun visual
pada kawasan, baik dengan berjalan kaki, bersepeda, menggunakan
kendaraan umum maupun menggunakan kendaraan pribadi.
 Work with the Landscape: desain yang baik menyelaraskan antara
lingkungan alam dan lingkungan buatan manusia.
 Mix Uses and Forms: desain yang baik mewadahi berbagai fasilitas
untuk memenuhi kebutuhan atau permintaan dari pengguna atau
kelompok pengguna pada kawasan.
 Manage the Investment: sebuah desain yang baik harus memiliki
nilai ekonomi dan memperhatikan kebutuhan pasar, namun yang
terpenting, harus terjalin komitmen antara komunitas dan pemerintah
lokal untuk menghadirkan suatu mekanisme yang sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan kawasan.
 Design for Change: desain yang baik haruslah fleksibel terhadap
perubahan yang akan terjadi akibat faktor pengguna, gaya hidup dan
demografi. Menawarkan pendekatan baru pada sistem dan
manajemen transportasi, sirkulasi serta parkir.

commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 36


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2.4.2 Koneksi dan Sirkulasi Kawasan


Menurut Llewelyn dan Davies (2006), yang menjadi bahan pertimbangan
dalam desain sirkulasi kawasan antara lain sebagai berikut: (1) akses dan
mobilitas; (2) pejalan kaki; (3) sirkulasi sepeda; (4) transportasi publik; (5)
kendaraan pribadi; (6) titik perpindahan moda; dan (7) persimpangan/simpul
jalan. Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah area masuk kawasan,
hirarki jalan/rute dan parkir kawasan.

2.4.3 Kriteria Pedestrian dan Jalur Sepeda


Pedestrian yang baik, memenuhi beberapa kriteria berikut ini:
 Connections: mengkoneksikan tempat-tempat yang ingin dituju oleh
pengguna, pada satu kawasan dengan tema khusus, koneksi yang
baik memberikan kejelasan rute bagi pengguna untuk mencapai titik-
titik lokasi yang ditawarkan.
 Convenience: memiliki rute yang jelas dan mudah untuk mencapai
lokasi yang dituju pengguna.
 Convivial: rute yang ditawarkan atraktif dan aman.
 Comfortable: memiliki kualitas dan lebar jalan yang sesuai standar.
 Conspicuousness: rute mudah ditemukan dengan pengolahan
permukaan jalan atau penanda yang mengarahkan pedestrian.

Menurut Uterman (1984), terdapat 4 faktor penting yang memengaruhi


jarak/panjang pejalan kaki:
 Waktu: Jarak tempuh (m) memengaruhi waktu seseorang berjalan
kaki. Jarak tempuh yang masih dianggap nyaman ±455m.
 Kenyamanan: Kenyamanan kegiatan berjalan kaki dipengaruhi iklim
dan cuaca. Di Indonesia, jarak tempuh nyaman orang berjalan kaki
±400m, sedang untuk jarak tempuh nyaman orang berjalan dengan
membawa barang ±300m (Kompas, 4 April 1989).
 Ketersediaan Kendaraan Bermotor: Kesinambungan penyediaan
moda angkutan kendaraan (umum/pribadi) sebelum/sesudah berjalan
kaki sangat mempengaruhi jarak tempuh berjalan kaki.
commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 37


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

 Pola Tata Guna Lahan: Berjalan di daerah yang memiliki tata guna
lahan mixed, jarak tempuh nyaman mencapai ±500m, untuk jarak
lebih dari itu dibutuhkan fasilitas lain seperti tempat duduk, kios
makanan/minuman, taman).

Menurut Keputusan Menteri 468 tentang Persyaratan Aksesbilitas pada


Bangunan Gedung dan Lingkungan (Angga Nugraha, 2015), persyaratan
standar pedestrian untuk pengguna normal dan penyandang cacat adalah:
 Ukuran: Lebar minimum jalur pedestrian adalah 136 cm untuk jalur
satu arah dan 180 cm untuk jalur dua arah. Pedestrian harus bebas
tiang, rambu-rambu, pohon dan street furniture lain yang dapat
menjadi penghalang bagi penyandang cacat.
 Permukaan: Permukaan jalan harus stabil, kuat, tahan cuaca,
bertekstur halus dan tidak licin. Bila menggunakan karpet, ujungnya
harus kencang dan memiliki trim permanen.
 Kemiringan: Kemiringan maksimum 7° terutama untuk keamanan
dan kenyamanan penggunaan pedestrian oleh penyandang cacat.
 Area istirahat: Disarankan terdapat pemberhentian pada setiap 9 m.
 Pencahayaan: Berkisar antara 50-150 lux tergantung pada intensitas
pemakaian, kebutuhan keamanan dan kenyamanan kegiatan.

Jalur sepeda memerlukan rute yang jelas yang mengantarkan pada lokasi-
lokasi yang dituju. Jalur sepeda dapat bergabung tau terpisah dengan jalur
kendaraan lain dengan syarat:
 Pada jalur yang tergolong lambat (dibawah 30 kph: 20 mph), jalur
sepeda dapat bergabung dengan jalur kendaraan lain.
 Pada jalur cepat dan sibuk (antara 30-50 kph: 20-30 mph), jalur
sepeda dirancang terpisah dengan jalur kendaraan lain.
 Setapak dengan lebar tertentu dapat digunakan sebagai pedestrian
dan jalur sepeda, namun tetap dengan marka yang memisahkannya.
 Dimensi yang disarankan untuk pedestrian dan jalur sepeda adalah
dapat dilihat pada Tabel 2.7.
commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 38


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 2.7 Dimensi Pedestrian dan Jalur Sepeda


Ilustrasi Dimensi Aturan Dimensi
Lebar pedestrian 1.5 m.
Lebar jalur sepeda 1.5 m.
Tanpa pembatas pada sisi jalur.

Lebar pedestrian 1.5 m.


Lebar jalur sepeda 1.75 m.
Dengan pembatas (dinding) pada
salah satu sisi jalur sepeda.

Lebar pedestrian 1.75 m.


Lebar jalur sepeda 1.5 m.
Dengan pembatas (dinding) pada
salah satu sisi pedestrian.

Lebar pedestrian 1.75 m.


Lebar jalur sepeda 1.75 m.
Dengan pembatas (dinding) pada
sisi jalur sepeda dan pedestrian,
membentuk gang atau lorong.

(sumber: Compendium Urban Design, 2006)

2.4.4 Kriteria Ruang Publik


Menurut Llewelyn dan Davies (2006) dalam buku “Compendium Urban
Design”, identitas suatu ruang publik dapat terbentuk melalui stimulasi
terhadap indra peraba, pendengaran dan penciuman user. Stimulasi tersebut
dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 39


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 2.8 Stimulan Pembentuk Identitas Ruang Publik


Ilustrasi Stimulan Jenis Strimulan Ruang Publik

Menstimulasi indra peraba:


dengan olah material pada permukaan jalan,
dinding maupun elemen landsekap lain.

Menstimulasi indra pendengar:


atmosfir dapat terbentuk melalui musik dan
kegiatan manusia lain serta suara alami dari
angin, air, pohon dan hewan-hewan.

Menstimulasi indra penciuman:


aroma tertentu dapat menciptakan identitas
dan memberi pengalaman ruang berbeda,
misalnya aroma tanaman atau makanan khas.
(sumber: Compendium Urban Design, 2006)

2.4.5 Detail Ruang Publik


Detail ruang publik dapat menjadi elemen penguat identitas kawasan. Detail
ruang publik dapat dilakukan pada elemen-elemen berikut ini:
 Floorscape: memperkuat identitas kawasan dengan: memanfaatkan
material lokal, mempertahankan nilai sejarah serta menggunakan
motif tertentu pada perkerasan jalan/setapak/ruang publik.
 Tanaman lokal: dapat digunakan sebagai pengarah dan pembentuk
identitas kawasan. Tanaman tertentu, terutama yang berhubungan
dengan filosofi kawasan, dapat menjadi penguat citra kawasan.
 Penanda: dapat mengarahkan pengguna pada lokasi tertentu atau
memberi informasi untuk membantu pengguna dalam menentukan
orientasinya. Namun penggunaan penanda dapat diminimalisasi
dengan memaksimalkan desain persimpangan dan perkerasan jalan.
 Pencahayaan: berfungsi menerangi jalan/setapak/ruang publik pada
malam hari, mempertegas keberadaan komponen tertentu pada
commit
kawasan, menciptakan to user tertentu pada kawasan.
persepsi/kesan
PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 40
KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2.5 Kriteria Ruang Pergelaran, Galeri dan Perpustakaan


2.5.1 Persyaratan Ruang Pergelaran
Ruang pergelaran terbagi menjadi tiga, yaitu: panggung, area penonton
dan backstage. Panggung atau stage adalah area yang digunakan oleh
pementas untuk tampil. Area penonton atau auditorium adalah area yang
digunakan oleh penonton untuk menikmati pergelaran. Ruang backstage
adalah ruang persiapan dan pengaturan acara bagi pementas dan pengelola.
Persyaratan area penonton pada ruang pergelaran yaitu:
 Luas area duduk yang dibutuhkan oleh setiap penonton adalah 0.45-
0.50 m2 (dapat dilihat pada Gambar 2.2).
 Jumlah kursi penonton maksimal dalam satu deret adalah 16.
 Sudut pandang maksimal penonton adalah 110º.
 Jarak maksimal penonton dengan pementas adalah 24 m untuk tetap
dapat melihat ekspresi wajah pementas.
 Jarak maksimal penonton dengan pementas adalah 32 m untuk tetap
dapat melihat gerak dan perpindahan pementas.
 Pada susunan kursi penonton yang berundak, jarak antar deret kursi
atau lebar setiap undakan minimum adalah 0.90 m, sedangkan jarak
ketinggian setiap undakan minimum adalah 12 cm (Gambar 2.3).
 Ketika duduk, penonton diasumsikan memiliki tinggi 1.10m.

Berdasarkan dimensinya, panggung dikelompokkan menjadi tiga:


 Full stage, memiliki luas lebih dari 100 m2, atap auditorium
memiliki ketinggian lebih dari 1 meter dari atap panggung,
panggung memiliki dua ketinggian berbeda, harus memiliki tirai
antara panggung dan penonton untuk keadaan darurat.
 Small stage, luasnya tidak lebih dari 100 m2, atap auditorium
memiliki ketinggian kurang dari 1 meter dari atap panggung, tidak
memiliki panggung kedua dan tidak harus memiliki tirai pelindung
antara panggung dan penonton.
 Set area, adalah panggung yang terletak pada ruang tertentu yang
bukan dirancang untuk panggung.
commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 41


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

(a) Jarak antar kursi dan (b) Ruang yang (c) Jarak antar deret kursi dan
ruang yang dibutuhkan untuk dibutuhkan untuk kursi jumlah maksimum kursi
kursi penonton dengan penonton dengan susunan penonton pada tiap deret kursi,
susunan linier diagonal yaitu 16 kursi.
Gambar 2.2 Acuan Kursi Penonton Ruang Pergelaran (1)
(sumber: Neufert Architects' Data Third Edition, halaman 478)

Persyaratan area pentas pada ruang pergelaran antara lain:


 Terdapat jarak antara panggung dan kursi penonton, minimum jarak
adalah 1.5 meter (Gambar 2.3).
 Ketinggian panggung antara 0.6-1.1 meter dibandingkan dengan
lantai kursi penonton paling pada baris pertama.
 Proporsi yang baik antara ruang pentas dan ruang penonton adalah
1:1.6 untuk berbagai pementasan.
 Untuk 99 x 0.6 m2 kursi penonton, panggung yang nyaman memiliki
ukuran antara 90-100 m2.

Sebuah panggung pergelaran memiliki ruang-ruang pelengkap di


belakangnya yang disebut dengan backstage/stores. Backstage ini berfungsi
untuk meletakkan perlengkapan panggung dari mulai back-drop, furniture,
kostum, atribut hingga lighting. Backstage juga menjadi area persiapan bagi
pementas sebelum naik ke atas panggung. Skema backstage dan ruang
pergelaran secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Selain persyaratan yang bersifat dimensional, terdapat juga persyaratan
lain yang perlu diperhatikan dalam perencanaan ruang-ruang pergelaran.
Persyaratan tersebut berkaitan dengan kebutuhan pada ruang untuk menjaga
kenyamanan pengguna, kelancaran kegiatan dan perlindungan perlengkapan
panggung. Persyaratan tersebut dapat
commit to dilihat
user pada Tabel 2.9.

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 42


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.3 Acuan Kursi Penonton Ruang Pergelaran (2)


(sumber: Neufert Architects' Data Third Edition, halaman 479)

Gambar 2.4 Skema Ruang Penunjang Pergelaran


(sumber: Time Saver Standards for Building Types, 371)

Tabel 2.9 Persyaratan Ruang-Ruang Pergelaran


Nama Ruang Persyaratan Ruang
Sirkulasi Publik - Memiliki sirkulasi yang bebas dan aksesible bagi
pengunjung yang menghubungkan antara vestibule,
lobi, auditorium dan lounge.
- Antara lobi dan auditorium lebih baik tidak
dipisahkan oleh pintu atau sekat lain.
Lobi Ruang pergelaran budaya & komuniatas perlu memiliki
lobi untuk sosialisasi antara pementas dan penonton
serta kegiatan lain seperti pameran kostum.
Area Tiket Memiliki dua loket untuk melayani tiket reservasi dan
commit
pembelian to di
tiket user
tempat.

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 43


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Nama Ruang Persyaratan Ruang


Rehearsal Room - Memiliki pencahayaan alami.
- Memiliki penghawaan alami.
- Ukuran minimum untuk persiapan pentas.
Costume and Stage Workshop - Memiliki pencahayaan alami.
- Memiliki penghawaan alami.
Costume Storage - Tidak memiliki akses untuk pencahayaan alami.
- Memiliki penghawaan alami.
- Ruangan harus selalu kering.
Dressing Room and - Memiliki akses menuju KM/WC.
Make-Up Room - Memiliki penghawaan yang baik (alami/buatan).
(sumber: Time Saver Standards for Building Types, 372)

2.5.2 Persyarakat Ruang Perpustakaan


Ruangan inti perpustakaan terdiri dari ruang koleksi buku, ruang baca
dan ruang kerja pengelola. Terdapat pula ruang pelengkap seperti ruang
display, KM/WC, vestibule atau area depan, ruang meeting dan workshop.
Ruang koleksi mewadahi koleksi buku perpustakaan yang disusun pada rak-
rak dengan ukuran tertentu. Ukuran rak bergantung pada usia pengguna
perpustakaan. Ukuran rak juga memengaruhi kapasitas koleksi yang dapat
disimpan dalam perpustakaan. Acuan dimensi pengguna dapat dilihat pada
Gambar 2.5. Jarak antar rak yang dianjurkan adalah 75 cm. Rak umumnya
memiliki lebar 60 cm untuk rak dengan dua muka. Terdapat beberapa model
penyusunan meja dan kursi baca. Penyusunan ini memengaruhi dimensi
ruang gerak pengguna sehingga memengaruhi kapasitas pengguna pada
ruang baca. Susunan meja baca dapat dilihat pada Gambar 2.6.

2.5.3 Persyaratan Ruang Galeri


Galeri yang direncanakan merupakan galeri dokumentasi pada Pusat
Dokumentasi Budaya Kotagede. Galeri merupakan galeri kecil yang
menampilkan koleksi dua dimensi. Kenyamanan pengguna galeri
bergantung pada tata letak koleksi. Sedangkan kapasitas pengguna atau
koleksi bergantung pada layout display pada galeri. Batas nyaman pengguna
untuk melihat koleksi galeri ditunjukkan oleh Gambar 2.7.

commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 44


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.5 Dimensi Rak Buku Perpustakaan


(sumber: Neufert Architects' Data Third Edition, halaman 339)

Gambar 2.6 Dimensi Meja dan Kursi Baca Perpustakaan


(sumber: Neufert Architects' Data Third Edition, halaman 339)

Gambar 2.7 Jarak Pandang Galeri


(sumber: Neufert Architects' Data Third Edition, halaman 333)
commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 45


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 2.10 Perbandingan Bentara Budaya Bali dan Taman Budaya Yogyakarta.
Pusat Kebudayaan Pusat Kebudayaan
Bentara Budaya Bali Taman Budaya Yogyakarta
Kegiatan Utama Pameran dan pertunjukan Pameran dan pertunjukan
Program  Akademika bentara  Pameran seni rupa
 Bali tempo doeloe  Ruang diskusi sastra
 Diskusi budaya  Pembacaan puisi
 Langgam keroncong  Pelatihan seni
 Performing dan festival  Pertunjukan seni
 Pustaka bentara  Festival Kesenian
 Sandyakala sastra Yogyakarta (FKY)
 Seni rupa
 Sinema bentara
Fasilitas  Ruang pamer  Concert hall
 Panggung terbuka  Gedung Societet Militair
 Taman baca
Pengelola/Status Lembaga Kebudayaan Nirlaba UPTD Kebudayaan dan
Kepemilikan Cerminan Kompas Gramedia Pariwisata Provinsi DIY
(sumber: jogjatrip.com dan bentarabudayabali.wordpress.com, 28 Oktober 2014)

Gambar 2.8 Taman Budaya Yogyakarta Gambar 2.9 Bentara Budaya Bali
(sumber: www.wisatajogja.co.id, (sumber: www.beritasatu.com
diunduh 21 November 2015) diunduh 21 November 2015)

2.6 Preseden Pusat Kebudayaan


2.6.1 Bentara Budaya Bali dan Taman Budaya Yogyakarta
Di Indonesia telah berdiri beberapa Pusat Kebudayaan misalnya Bentara
Budaya Bali (Gb. 2.9) dan Taman Budaya Yogyakarta (Gb. 2.8). Bentara
Bali dan TBY menjadi preseden untuk mempelajari program dan
manajemen pelestarikan, pengembangkan dan pemanfaatkan budaya pada
wadah Pusat Kebudayaan. Adapun program dan manajemen yang
diterapkan pada Bentara Balicommit
dan TBY dapat dilihat pada Tabel 2.10.
to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 46


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 2.11 Informasi Umum Tembi Rumah Budaya.


Informasi Umum Tembi Rumah Budaya
Lokasi Jl. Parangtritis KM 8.4, Tembi
Luas Site 2337.42 m² (sebelum penambahan area Bale Inap)
Luas Bangunan 932.38 m² (sebelum penambahan area Bale Inap)
Tahun Pembangunan 1999 (peresmian)
Kegiatan  Pertunjukan dan pameran
 Dokumentasian dan perawatan koleksi museum
 Kelas seni tetap (tari, musik dan geguritan)
 Kelas seni kusus (batik, wayang dan gamelan)
 Menginap, rapat dan restoran
Fasilitas  Pendhapa
 Galeri dan museum
 Perpustakaan dan ruang baca semi outdoor
 Ruang serbaguna dan teater terbuka
 Ruang pertemuan/rapat kapasitas 50 orang
 Ruang latihan dan ruang kelas kapasitas 20 orang
 Bale Inap dan kolam renang
 Warung Dahar (restoran dan angkringan)
(sumber: tembi.net, 28 Oktober 2014 )

Gambar 2.10 Tembi Rumah Budaya


(sumber: https://www.google.com/, diunduh 8 Mei 2014)

2.6.2 Tembi Rumah Budaya


Tembi Rumah Budaya diresmikan pada 21 Oktober 1999 bermula dari
Lembaga Studi Jawa yang berpindah ke Dusun Tembi, Timbulharjo, Sewon,
Bantul, Yogyakarta (Tabel 2.11 ). Awalnya, Tembi Rumah Budaya adalah
museum dengan jumlah koleksi ±3000. Koleksi tersebut antara lain: (1)
senthong, merupakan tata ruang dalam rumah adat Jawa; (2) senjata berupa
keris, pedang dan tombak; (3) berbagai reklame; dan (4) atap rumah
tradisional Jawa yang dipamerkan sekaligus digunakan sebagai atap-atap
bangunan (Gambar 2.10). commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 47


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.11 Material dan Olah Bentuk Tembi


(sumber: dokumenTunggadewi, 2015)

Gambar 2.12 Inovasi Konstruksi pada Tembi


(sumber: dokumen Tunggadewi, 2015)

A. Pemanfaatan Material dan Bentuk Lokal


Material dan bentuk lokal merupakan salah satu elemen yang
membentuk karakter Rumah Budaya Tembi (Gambar 2.11). Material
lokal yang digunakan contohnya kayu, batu alam dan batu bata. Aplikasi
material lokal antara lain pada: (1) konstruksi atap kayu; (2) gapura,
pagar dan dinding bata ekspose; (3) dinding, lantai dan kolom batu
alam; (4) panggung terbuka dan kolam renang batu alam; dan (5)
penutup lantai tegel dan batu alam. Sedangkan bentuk lokal yang
digunakan dapat dilihat pada bentuk: (1) gapura masuk, gapura taman
dan pendapa; dan (2) pemanfaatan atap rumah tradisional Jawa.

commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 48


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. Inovasi Teknik Konstruksi


Selain pemanfaatan kembali material dan bentuk lokal, pada Tembi
Rumah Budaya juga dilakukan inovasi teknik konstruksi (Gambar 2.12).
Inovasi dilakukan dengan menggabungkan material lokal dan pabrikasi
serta melakukan gubahan, seperti: (1) perpaduan umpak beton dan
kolom kayu pada struktur yang disambung menggunakan material besi;
(2) modifikasi struktur atap rumah Jawa untuk mengakomodasi cahaya
matahari masuk pada ruang-ruang galeri; dan (3) penyusunan melingkar
batu alam sebagai material dinding kolam dan kamar mandi.

C. Elemen Landsekap Pembentuk Karakter


Karakter pada Tembi Rumah Budaya juga diperkuat dengan
harmonisasi ruang dalam dan ruang luar. Kesinambungan antara ruang
dalam dan luar membuat pengunjung merasakan pengalaman ruang
yang berbeda. Beberapa pengalaman tersebut antara lain: (1) suara
angin, pohon, persawahan dan gemericik air dari kolam pada lansekap;
(2) suara gamelan dari ruang latihan tari dan suara kegiatan kelas
macapat dan geguritan; (3) bukaan yang menghubungkan ruang dalam
dan ruang luar; (4) masuknya cahaya alami dari bukaan atap; dan (5)
ruang-ruang penghubung yang diolah semi terbuka seperti selasar,
setapak dan teras-teras.
Tembi Rumah Budaya terdiri dari beberapa masa bangunan yang
dihubungkan melalui selasar, teras-teras maupun setapak pada taman.
Sehingga, elemen landscape menjadi unsur penting dalam membentuk
suasana dan karakter ruang, baik ruang dalam maupun ruang luar.
Elemen landscape didesain menggunakan bentuk dan material lokal
seperti pada gapura, kolom dan dinding pagar (Gambar 2.13).

commit to user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 49


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.13 Harmonisasi Ruang pada Tembi


(sumber: dokumen Tunggadewi, 2015)

Gambar 2.14 Kegiatan Budaya pada Tembi


(sumber: tembi.net, 20 Agustus 2015)

D. Kegiatan Budaya pada Tembi


Berbagai kegiatan budaya digelar pada Tembi Rumah Budaya mulai
dari kegiatan formal hingga kegiatan non-formal yang bersifat rutin dan
temporal. Tembi Rumah Budaya terbuka bagi komunitas untuk
berkegiatan pada fasilitas yang tersedia. Tembi juga memiliki komunitas
budaya dibawah naungannya, yaitu komunitas tari Jawa, karawitan,
macapat dan geguritan (Gambar
commit to2.14).
user

PUSAT KEBUDAYAAN SEBAGAI WADAH SENI PERTUNJUKAN DI BAB II | 50


KOTAGEDE DENGAN PENDEKATAN GENIUS LOCI

Anda mungkin juga menyukai