Anda di halaman 1dari 4

Bab 1 - Pemotongan Pajak Kapan Pemotongan PPH 23 dilakukan?

→ Pemberi penghasilan (withholder) wajib potong/pungut, setor, dan lapor. Juga Dibayarkan penghasilan
membayar penerima penghasilan (subjek pajak, pihak yang dipotong) b. Disediakan untuk dibayarkannya penghasilan (dividen)
→ Objek pajak adalah penghasilan atau tambahan kemampuan ekonomis yang diterima Jatuh tempo pembayaran (bungadan sewa)
wajib pajak. d. Saat ditentukan dlm kontrak (royalti, jasa manajemen, dsb
Kredit Pajak bagi WPOP Dalam Negeri
a. Pasal 21 → Pekerjaan, jasa, kegiatan
b. Pasal 22 → Kegiatan bidang impor atau kegiatan usaha bidang lain
. Pasal 23 → Jasa, Deviden, bunga, royalti, sewa, hadiah dan penghargaan, dan
imbalan lain.
d. Pasal 24 → Pajak yang dibayar/terutang atas penghasilan dari luar negeri yang
boleh dikreditkan
e. Pasal 25 → Pembayaran yang dilakukan oleh wajib pajak sendiri TIdak boleh
dikreditkan → sanksi admin (bunga, denda dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda)
PPh Pasal 22 *tidak final
Kegiatan bidang impor atau usaha bidang lain (objek: brng sgt mwah dan
impor)
→ Atas Impor (284 - 285)
a. Angka Pengenal Impor (API) 2.5% dri nilai impor
b. Tidak pakai API 7.5% dari nilai impor
. Tidak dikuasai 7.5% dri harga jual lelang
Nilai Impor = Cost Insurance and Freight (CIF) + Bea masuk dan pungutan
lain sesuai ketentuan uu pabean (impor)
→ Pembelian barang dibiayai APBN/APBD 1.5% dari harga pembelian (285)
→ Atas Penjualan hasil produksi (286) *perhitungan DPP PPN(287)
a. Industri semen → 0,25%dari dasar pengenaan pajak (DPP) Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) PPh 26 (386)
b. Industri rokok kretek/putih 0,1% dari harga bandrol, dan bersifat final → pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima WP luar
. Industri kertas sebesar 0,1% dari DPP PPN negeri dari Indonesia selain bentuk usaha tetap di Indonesia
d. Industri baja sebesar 0,3% dari DPP PPN WPLN → tinggal di indo kurang dari 183 hari dalam kurun waktu setahun
e. Industri otomotif - emas sebesar 0,45% dari DPP PPN → Objek: jasa luar negri
→ Bahan Bakar Minyak dan Premi Gas (BERSIFAT FINAL) 285 - 286 Tarif 20% (final) atau disesuaikan dengan tarif P3B (dok dgt dan dok cod) 1.
a. Pertamina dan anak perusahaan - 0.25% Dividen, Bunga, premium, diskonto, insentif , Royalti, sewa, dan pendapatan
b. Selain pertaminan - 0.3% lain terkait penggunaan aset
. Minyak tanah - 0,3% dari penjualan atau Rp. 912,-/KL 4. Insentif yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
d. Gas LPG 0,3% dari penjualan atau Rp. 2.250/Kl 5. Hadiah dan penghargaan
e. Pelumas sebesar 0,3% dari penjualanPengecualian → impor barang”dan 6. Pensiun dan pembayaran berkala
penyerahan barang yang bersifat final tidak terutang pph tapi pengecualian 7. Premi swap, penjualan saham, premi asuransi
harus dgn surat ket bebas pph pasal 22 dari dirjen pajak 8. Perolehan keuntungan dari penghapusah hutang
Impor barang yang bebas dari bea masuk PPh Badan
Untuk tujuan ekspor (EPTE), Pasal 6 dan pasal 7 PP Nomor 6 tahun 1969, → Subjek Pajak
Kiriman hadiah, Untuk keilmuan Dalam Negeri: badan yang didirikan dan bertempat di Indonesia
PPh Pasal 23 b. Luar Negeri: badan tdk didirikan di indo tapi bertempat di indo. Menerima
→ Pihak pemotong (yang melakukan pembayaran atas objek pph 23): Badan penghasilan dari indo bukan dari menjalankan usaha melalui BUT di Indo
Pemerintah, SPDN (subjek pajak), penyelenggara kegiatan, BUT (bentuk usaha
tetap), perwakilan perusahaan LN, org pribadi (WP) yang ditunjuk KPP
tarif Pajak (Dasar Pengenaan – Jumlah Bruto)
a. 15% - Haidah, Deividen, Bunga, dan Loyaliti
b. 2% - sewa dan penghasilan lain sehubungan harta, Jasa → Tarif
100% lebih tinggi jika lawan transaksi ga punya NPWP
PPh 24
→ Pph yang dibayar atau terutang di LN atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh dari LN oleh WP dalam negeri boleh dikreditkan dengan Pph yang Biaya Fiskal → hanya biaya usaha. Biaya pribadi ga masuk biaya fiskal
terutang dalam tahun pajak yang sama sebesar yang terkecil antara: Deductible Expense: boleh jadi penguranagan untuk penghasilan bruto
Pajak penghasilan yang dibayar/terutang di luar negeri b. Non deductible expense: gaboleh jadi pengurangan
Biaya Pinjaman Rata Pinjam dan Rata Deposito
Rata" pinjam </= Rata" Deposito --> bunga yang dibayar atau terutang gabisa
di bebankan jadi biaya (kena koreksi)
PPh Pasal 4 Ayat 2 Rata" pinjam > Rata" Deposito --> yang boleh masuk biaya fiskal itu selisih
→ pajak penghasilan atau jenis penghasilan” tertentu bersifat final dan tidak (pinjaman - deposito) x bunga atas rata" pinjaman
dapat dikreditkan dengan pajak penghasilan terutang 1. biaya pokok pinjaman x (%) Bunga
→ Objek Pajak dan tarif 2. Cari selisih antara biaya pinjaman dan deposito
3. Biaya Fiskal = selisih biaya x (%) Bunga
4. Koreksi = Biaya pokok - Biaya fiskal
Biaya Pinjaman Utang dan Modal Utang : Modal = 4:1 --> diatas 4 : 1 kena
koreksi
1. Cara 1:
1. Pokok Koreksi = Kelebihan dari batas utang yang lebih dari 4x lipat dari
modal2. Koreksi Bunga = pokok koreksi * (%) Bunga
2. Cara 2: → Pajak 31(E)
1. Biaya Fiskal = Batas max utang (4x modal) dikali %Bunga Omset < 4.8M → 0.5% x omset
2. Koreksi Bunga = Biaya Bunga - Biaya Fiskal b. 4.8M < omset < 50 M
Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan Contoh: 1. A = 𝑖𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒4.8𝑀 𝑥 𝑝𝑘𝑝 → dikali 11%
Biaya transportasi misal mobil kan kadang dibawa pulang gitu jadi contohnya2. B = taxable income (pkp) - A → dikali 22%
60% keperluan pribadi dan 40% keperluan kantor >50 M → 22% x laba
--> yang pribadi itu harus dikalikan dengan pajak PPh 21 (60%)
-> jadi yang masuk ke biaya fiskal itu yang perusahaan (40%)
→ Fiscal Depreciation
1. Itung secara keseluruhan scr masa manfaat barang cari per bulan terus dikali
sama dia pake berapa bulan (komersial)
2. Itung masa manfaatnya (masa manfaat, nilai per bulan, nominal per bulan yg
kepake brp) (FISKAL)
3. Koreksi fiskal = komersial - fiskal
TIdak boleh dikreditkan → sanksi admin (bunga, denda dan kenaikan serta Pengecualian → impor barang”dan penyerahan barang yang bersifat final tidak
sanksi pidana berupa denda) terutang pph tapi pengecualian harus dgn surat ket bebas pph pasal 22 dari
Pemotongan Pajak dirjen pajak
Pph 21 (PTKP hal 93) - tidak final Impor barang yang bebas dari bea masuk
Objek → gaji, upah, honor, tunjangan/pembayaran lainnya Subjek → SPDN Untuk tujuan ekspor (EPTE), Pasal 6 dan pasal 7 PP Nomor 6 tahun 1969,
( pribadi ) - tanpa NPWP 20% lebih tinggi Kiriman hadiah, Untuk keilmuan
Pegawai Tetap → PKP = penghasilan bruto - PTKP (Hal 187 - 190) PPh Pasal 23 (310) * tidak final
Pegawai Tidak Tetap → Pihak pemotong (yang melakukan pembayaran atas objek pph 23): Badan
a. Bulanan → Ph bruto disetahunkan - PTKP setahun Pemerintah, Dalam Negri (subjek pajak), penyelenggara kegiatan, BUT (bentuk
b. Harian → P.bulanan < 4.5jt & P.harian < 450k- tdk kena pajak usaha tetap), perwakilan perusahaan LN, org pribadi (WP) yang ditunjuk KPP
→ (Upah Sehari - 450k) P. harian>450k, P. Bulanan < 4.5 jt Tarif Pajak (Dasar Pengenaan – Jumlah Bruto)
→ (Upah sehari - PTKP sehari) P.bulanan >4.5jt - 10.2jt a. 15% - Hadiah DN, Deividen, Bunga, dan Loyaliti
→ (PKP = penghasilan bruto disetahunkan - PTKP setahun) b. 2% - sewa dan penghasilan lain sehubungan harta, Jasa → Tarif
. Pensiunan → PKP = Penghasilan Neto - PTKP (187) 100% lebih tinggi jika lawan transaksi ga punya NPWP Kapan Pemotongan
d. Bukan Pegawai (189) PPH 23 dilakukan?
→ Berkesinambungan - PKP = 50% x (P. bruto - PTKP per bulan) kumulatif c. Dibayarkan penghasilan
→ Berkesinambungan exc psl 13(1) - PKP = 50% x Ph Bruto (kumulatif) d. Disediakan untuk dibayarkannya penghasilan (dividen)
→ No berkesinambungan - PKP = 50% x Ph Bruto (tidak kumulatif) e. Jatuh tempo pembayaran (bunga dan sewa)
e. Komisaris, mantan pegawai, Penarikan dana pensiun masih pegawai - f. Saat ditentukan dlm kontrak (royalti, jasa manajemen, dsb)
Penghasilan Bruto kumulatif NPPN (norma perhitungan penghasilan neto)
. Peserta Kegiatan - penghasilan bruto (tdk kumulatif)
→ Tarif Progresif
Note: Biaya jabatan:
5% max
6 jt setahun (pegawai) → dianggap untuk (no TLCF, tarif lebih tinggi) TLCF max 5 tahun
Perhitungan: → 10 ibukota provinsi, ibukota provinsi lain, daerah lainnya
- Bruto: gaji + fasilitas →Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya,
dri perusahaan Denpasar,
- B Manado, Makassar dan Pontianak
iaya jabatan dari penghasilan bruto → CARA HITUNG LIAT DI BAGIAN PPH 25
PPh Pasal 22*tidak final PPh 24 * Pajak dibayar/terutang atas penghasilan dari LN yg blh
Kegiatan bidang impor atau usaha bidang lain (objek: brng sgt mwah dan dikreditkan
impor) Hal 342 *tidak final
→ Atas Impor (284 - 285) → Pph yang dibayar atau terutang di LN atas penghasilan yang diterima atau
a. Angka Pengenal Impor (API) 2.5% dri nilai impor diperoleh dari LN oleh WP dalam negeri boleh dikreditkan dengan Pph yang
terutang dalam tahun pajak yang sama sebesar yang terkecil antara:
b. Tidak pakai API 7.5% dari nilai impor
Pajak penghasilan yang dibayar/terutang di luar negeri
. Tidak dikuasai 7.5% dri harga jual lelang
Nilai Impor = Cost Insurance and Freight (CIF) + Bea masuk dan pungutan 𝑗𝑢𝑚𝑙ℎ𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑘𝑒𝑛𝑎 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 𝐿𝑁 𝑥 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑃𝐻
lain sesuai ketentuan uu pabean (impor) 𝑇𝑒𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔
→ Pembelian barang dibiayai APBN/APBD 1.5% dari harga pembelian (285)
→ Atas Penjualan hasil produksi (286) *perhitungan DPP PPN(287) PPh 25 *pajak yg dibayar sendiri oleh wajib pajak - final
a. Industri semen → 0,25% dari dasar pengenaan pajak (DPP) Pajak → cicilan pajak bulanan (362) Rumus:
Pertambahan Nilai (PPN) 1. Netto = PB x Nppn
b. Industri rokok kretek/putih 0,1% dari harga bandrol, dan bersifat final 2. PKP = Ph Netto - PTKP status
. Industri kertas sebesar 0,1% dari DPP PPN 3. PPh Terutang = Dikalikan dengan tarif progresif
d. Industri baja sebesar 0,3% dari DPP PPN 4. Total kredit pajak/bukti potong (semua pph yg udh dipotong)
e. Industri otomotif - emas sebesar 0,45% dari DPP PPN 5. Pajak yg harus dibayar = step 3 - step 4
→ Bahan Bakar Minyak dan Premi Gas (BERSIFAT FINAL) 285 - 286 6. Pasal 25 = step 5 / 12
a. Pertamina dan anak perusahaan - 0.25% PPh 26 (386) * FINAL
b. Selain pertamina - 0.3% → pajak atas penghasilan yg diterima WP luar negeri dari Indonesia selain
. Minyak tanah - 0,3% dari penjualan atau Rp. 912,-/KL bentuk usaha tetap di Indonesia
d. Gas LPG 0,3% dari penjualan atau Rp. 2.250/Kl WPLN → tinggal di indo kurang dari 183 hari dalam kurun waktu setahun
e. Pelumas sebesar 0,3% dari penjualan → Objek: jasa luar negri
Tarif 20% (final) atau disesuaikan dengan tarif P3B (dok dgt dan dok cod)
1. Dividen, Bunga, premium, diskonto, insentif , Royalti, sewa, dan pendapatan different),Pemberian natura, Jumlah yang melebihi kewajaran pem saham/hub
lain terkait penggunaan aset istmw,hibah/sumbangan, Pajak penghasilan, Sanksi admin terkain pajak
4. Insentif yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan A. Biaya Pinjaman Rata Pinjam dan Rata Deposito
5. Hadiah dan penghargaan Rata" pinjam </= Rata" Deposito --> bunga yang dibayar atau terutang
6. Pensiun dan pembayaran berkala gabisa di bebankan jadi biaya (kena koreksi) Rata" pinjam > Rata" Deposito
7. Premi swap, penjualan saham, premi asuransi -->
8. Perolehan keuntungan dari penghapusan utang yang boleh masuk biaya fiskal itu selisih (pinjaman - deposito) x bunga atas
Pajak Pertambahan Nilai Jasa LN rata" pinjaman
→ memotong PPN sebesar 10% dri Ph Bruto 1. biaya pokok pinjaman x (%) Bunga
Surat Pemberitahuan (SPT) 2. Cari selisih antara biaya pinjaman dan deposito
→ Masa: 21/26, 4 ayat 2, 23/26 3. Biaya Fiskal = selisih biaya x (%) Bunga
→ Tahunan: 1770 - menjalankan usaha/keg bebas 4. Koreksi = Biaya pokok - Biaya fiskal
1770 s → karyawan 1 atau lebih pemberi kerja (karyawan) B. Biaya Pinjaman Utang dan Modal Utang : Modal = 4:1 --> diatas 4 : 1
1770 ss → karyawan 1 pk, PB < 60jt tdk pnya penghasilan lain → kena koreksi 1. Cara 1:
penghasilan istri tdk digabungkan: 1pk, kerja gak ada hubungan sama suami 1. Pokok Koreksi = Kelebihan dari batas utang yang lebih dari 4x lipat dari
ato kluarga lain, lapor hanya spt 1770/1770s suami modal2. Koreksi Bunga = pokok koreksi * (%) Bunga
2. Cara 2:
→Mekanisme Perhitungan 1. Biaya Fiskal = Batas max utang (4x modal) dikali %Bunga
PPH OP 2. Koreksi Bunga = Biaya Bunga - Biaya Fiskal
C. Biaya Pemakaian Telepon Seluler dan Kendaraan Perusahaan Contoh:
Biaya transportasi misal mobil kan kadang dibawa pulang gitu jadi contohnya
60% keperluan pribadi dan 40% keperluan kantor
--> yang pribadi itu harus dikalikan dengan pajak PPh 21 (60%)
-> jadi yang masuk ke biaya fiskal itu yang perusahaan (40%)
D. Piutang Tidak Tertagih
Pasal 4 ayat 2 (150-164) *FINAL → syarat: dibebankan sbg biaya, WP menyerahkan daftar ke DJP, piutang
1. Sewa Tanah dan/atau Bangunan (10% x Bruto) - final pengadilan ada perjanjian tertulis → YES (DE) NO (NDE)
- angkatan darat - pph psl 23 harta lain (2%) → Fiscal Depreciation
2. Penghasilan dari Obligasi (Bursa Efek) - 20% 4. Itung secara keseluruhan scr masa manfaat barang cari per bulan terus dikali
3. Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sama dia pake berapa bulan (komersial)
4. Penghasilan dari Bunga Deposito, Tabungan, Jasa Giro, dan Diskonto SBI5. Itung masa manfaatnya (masa manfaat, nilai per bulan, nominal per bulan yg
(20%) kepake brp) (FISKAL)
5. Ph Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek (sendiri - 0.5%, bkn sendiri 6.- Koreksi fiskal = komersial - fiskal
0.1%) Transaksi Leasing (finance, operating, sales and lease)
6. Penyerahan Hadiah Undian - 25%, Hadiah lomba, penghargaan kerja,dll - Leese: penyewa guna usaha
badan Lessor: perusahaan pembiayaan
(15% bruto), LN (20%bruto), pribadi (pph 21 psl 17) Hubungan istimewa → saham min 25%, pengusaan manajemen/tech, hub
7. Ph Jasa Konstruksi (perencanaan & pengawasan - no kualifikasi 6% - kuali keluarga
4%) Tax Loss Carry Forward (TLCF) mas 5 thn - profit, loss, akumulasi
(pelaksanaan - kecil 2%, mengengah - bsr 3%, no kuali 4%) Corporate Income Tax
8. Penghasilan dari Usaha tertentu yang diterima Wajib Pajak (0.5%) PP 25/2018 Wp badan umum - 22%
koperasi b. Wp badan terbuka - 19%
PP 23/2018 → Final Pajak 31(E)
→ Subjek: WPOP (tdk kerja bebas - 7 thn), Badan(koperasi, CV, Firma/4thn &d. Omset < 4.8M → 0.5% x omset
PT/2thn)
→ Tarif: 0.5% - <4.8M
e. 4.8M < omset < 50 M
→ Pengecualian: kerja bebas, PH dan pajak yg dikenakan di LN, sudah kena3. A = 𝑥 𝑝𝑘𝑝 → dikali 11%
𝑖𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒4.8𝑀

pph 4. B = taxable income (pkp) - A → dikali 22%


final, penghasilannya dikecualikan sbg objek pp 23 >50 M → 22% x laba
PPh Pasal 15 * Final
→ pelayaran DN - 1.2% x bruto
→ pelayaran, penerbangan LN - 2.64% x bruto → Penerbangan DN - 1.8% x
bruto
PPh Badan
→ Subjek Pajak
. Dalam Negeri: badan yang didirikan dan bertempat di Indonesia
d. Luar Negeri: badan tdk didirikan di indo tapi bertempat di indo. Menerima
penghasilan dari indo bukan dari menjalankan usaha melalui BUT di Indo

PPn & PPnBm


Ppn (pajak pertambahan nilai) → dibuktikan dgn faktur pajak
→ pajak atas konsumsi BKP/JKP dlm daerah pabean oleh OP/Badan
→ Subjek: OP/Badan(pengusaha kena pajak, dan tdk) → Objek: BKP/JKP (6-
9)
→ Keluaran: jual, masukan: Beli → melewati proses olahan
Biaya Fiskal → hanya biaya usaha. Biaya pribadi ga masuk biaya fiskal → BKP, bukan BKP, JKP, bukan JKP (14-18)
Deductible Expense: boleh jadi penguranagan untuk penghasilan bruto → Terutang: penyerahaan BKP, impor, ekspor, bkp tdk wujud, jkp luar daerah
(pasal 6 uu no 36 2008) mendapatkan, menagih dan memelihara PH Non (19)
deductible expense: gaboleh jadi pengurangan (9 uu ni 36 2008),Pembagian → Tarif:11% (PPN = DPP PPN x Tarif)
laba, Biaya kepentingan pribadi pemegang saham, Dana cadangan (time
PPnBm (barang mewah) (77)
*79 Tarif: 10% - 200% → kendaraan bermotor: 10% - 125%, Tdk Motor: 20%
- 75%
→ PPnBM = tarif x DPP, DPP = 100 ) 𝑥 ℎ𝑟𝑔𝑎 𝑗𝑢𝑎𝑙 (𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑎𝑛𝑡𝑖
Lain-lain (110 +𝑡𝑎𝑟𝑖𝑓𝑝𝑝𝑛𝑏𝑚
Bea Materai → pasal 1 ayat 1 uu no 13 thn 1985 (terutang: harga nominal > 5jt)
Pajak Daerah
→ bagi hasil pajak provinsi:
a. Min 30%: motor, kendaraan atas air(5%) bea balik nama motor dan atas air
(10%)
b. Min 70%: bahan bakar motor (5%) pengambilan&pemanfaatan air bwh tanah
dan permukaan (20%)
→ KAB/Kota: Hotel, Resto, Penerangan Jalan (10%) - Parkir, bhn galian C
(20%) -
Reklame (25%) - Hiburan (35%)
BPHTB (bea perolehan hak atas tanah dan bangunan) *259
→ BPHTB = 5% x NPOPKP (NPOPKP = NPOP - NPOPTKP) *265
Penjual - Pph4(2) - 2.5% Pembeli - BPHTB - 5%
→ NPOP < NPOPTKP → No BPHTB!!
→ NPOPTKP max 60jt, kecuali hub darah 300jt
→ jika perolehan hak t&b (waris, wasiat, pemberian hak penggolongan)
BPHTB = 50% x BPHTB Terutang (50% x 5% x NPOPKP)
PBB (pajak bumi dan bangunan) *241 → dasar:NJOP
→ tarif tunggal: 0.5% (tarif x NJKP) objek: tol, pipa, kapal dermaga, tmpt or,
tmn mewah, pagar mewah, klm renang *243 → pusat: perkebunan, kehutanan,
pertambangan ato > 1M (40% x NJOP)
<1M (20% x NJOP) *NJOP: nilai jual objek pajak
PBB = tarif tunggal (0,5%) x (20%/40%/tarif) x NJKP
NJKP = (NJOP Bumi + NJOP Bangunan) - NJOPTKP
NJOPTKP → max 24 juta
PBB Jakarta →
< 200jt (0.01%)
200jt - 2M (0,1%)
2-10M (0.20%)
>10M (0.3%)

Anda mungkin juga menyukai