ABLASIO RETINA
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Case Science Session (CSS)
Disusun oleh :
Isyah 12100122614
Preseptor :
2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................2
1. Basic Science......................................................................................................................3
1.1 Anatomi.......................................................................................................................3
1.2 Histologi......................................................................................................................6
1.3 Fisiologi.......................................................................................................................8
2. Klinis..................................................................................................................................9
2.1 Ablasio retina / retina detachment...............................................................................9
2.1.1 Definisi.................................................................................................................9
2.1.2 Epidemiologi........................................................................................................9
2.1.3 Klasifikasi..........................................................................................................10
2.1.4 Etiologi..........................................................................................................…11
2.1.5 Tanda dan Gejala...............................................................................................11
2.1.6 Diagnosis............................................................................................................12
2.1.7 Tatalaksana.........................................................................................................12
2.1.8 Penanganan.........................................................................................................14
2.1.9 Diagnosis Banding.............................................................................................14
2.1.10 Komplikasi.........................................................................................................14
2.1.11 Prognosis............................................................................................................15
Daftar Pustaka........................................................................................................................16
2
1. Basic Science
1.1 Anatomi
Bola Mata
3
Bola mata memiliki 3 lapisan:
1) Fibrous layer, terdiri dari sklera dan kornea
2) Vascular layer, terdiri dari koroid, badan siliaris, dan iris
3) Inner layer, terdiri dari retina yang memiliki bagian optik dan non-optik
1. Fibrous Layer
o Rangka berserat eksternal bola mata
o Memberikan bentuk dan resistensi bola mata.
o Terdiri dari sklera & kornea
Sklera
4
Bagian kuat tak tembus cahaya
Memberikan perlekatan untuk otot ekstrinsik dan intrinsik mata
Menutupi 5/6 posterior bola mata.
Relatif avaskular
Kornea
Bagian transparan
Menutupi 1/6 anterior bola mata
Completely avascular
Menerima nutrisi dari aqueous humor, lacrimal fluid dan
capillary bed disekitar perifernya.
Sensitif terhadap sentuhan
Diinervasi oleh CN V1
Corneal limbus adalah sudut yang terbentuk antara sklera dan
kornea pada corneoscleral junction. Daerah ini memiliki kapiler
yang berperan untuk memberi nutrisi pada kornea.
2. Vascular (Uvea) Layer
Terdiri dari choroid, ciliary body, dan iris
Choroid
Lapisan cokelat kemerahan gelap antara sklera dan retina
Pembuluh darah di dalamnya berfungsi untuk mensuplai retina
dan sklera
Melekat ke pigmented layer retina
Ciliary body
Penebalan mirip cincin lapisan posterior dari corneoscleral
junction
Menguhubungkan choroid dengan iris.
Menyediakan perlekatan untuk lensa.
Lipatan pada permukaan internalnya membentuk ciliary
process yang mensekresi aqueous humor.
Iris
Terletak pada permukaan anterior lensa
Merupakan diafragma kontraktil dengan lubang di tengahnya
yaitu pupil
Terdapat 2 macam otot: sphincter pupillae & dilator pupillae
5
3. Inner Layer
- Adalah Retina
- Merupakan sensory neural layer
- Retina terdiri atas 2 bagian fungsional dengan lokasi berbeda: bagian optic dan
non-optic
- Bagian optic sensitive thd sinar cahaya, memiliki 2 lapisan: pigmented &
neural
Pigmented layer
- Single layer
- Memperkuat sifat menyerap cahaya dari koroid dalam mengurangi hamburan
cahaya pada bola mata.
1.2 Histologi
Inner sensory layer (retina)
- Lapisanpalingdalam Tersusun atas 10 lapisan:
o Outer pigmented layer
Pigmented simple cuboidal epithelium yang melekat pada Bruch’s
membrane
Mengelilingi neural layer
o Lamina of rods & cones: Berisi segmen luar & dalam sel batang dan konus
o External limiting membrane: Lapisan yang memisahkan inner segmen dan
nucleus sel batang & konus
6
o Outer nuclear layer : berisi nucleus sel batang & konus
o Outer plexiform layer: serabut & sinaps saraf konus & batang dengan sel
bipolar
o Inner nuclear layer: berisi nucleus sel bipolar
o Inner plexiform layer: serabut & sinaps saraf sel ganglion dengan sel
bipolar
o Ganglion cell layer: berisi nucleus sel ganglion
o Optic nerve fiber layer: akson sel ganglion
o Inner limiting membrane: membentuk inner surface retina
7
Lapisan paling dalam Tersusun atas 10 lapisan:
1. Outer pigmented layer: Pigmented simple cuboidal epithelium yang melekat
pada Bruch’s membrane Mengelilingi neural layer
2. Lamina of rods & cones: Berisi segmen luar & dalam sel batang dan konus
3. External limiting membrane: Lapisan yang memisahkan inner segmen dan
nucleus sel batang & konus
4. Outer nuclear layer : berisi nucleus sel batang & konus
5. Outer plexiform layer: serabut & sinaps saraf konus & batang dengan sel
bipolar
6. Inner nuclear layer: berisi nucleus sel bipolar
7. Inner plexiform layer: serabut & sinaps saraf sel ganglion dengan sel bipolar
8. Ganglion cell layer: berisi nucleus sel ganglion
9. Optic nerve fiber layer: akson sel ganglion
10. Inner limiting membrane: membentuk inner surface retina
1.3 Fisiologi
Retina juga memiliki lapisan neural yang terdiri dari sel bipolar, sel ganglion,
sel horizontal, dan sel amakrin. Sel bipolar tersebar di retina dan bertugas
menghubungkan sel fotoreseptor (post sinaps sel batang dan kerucut) dan sel
ganglion. Sel ganglion memberikan akson yang akan bergabung dengan
serabut nervus optikus ke otak. Sel horizontal terletak pada
lapisan pleksiform luar dan berfungsi sebagai interkoneksi sel bipolar dengan sel
8
bipolar lainnya. Sel amakrin terletak pada lapisan pleksiform dalam dan berfungsi
sebagai penghubung sel bipolar dengan sel ganglion.
2. Klinis
2.1.2 Epidemiologi
Ablasio retina dapat terjadi pada usia muda hingga usia lanjut, insiden ablasi
retina rhegmatogen bervariasi antara studi dari 1 dalam 10.000, dan yang lain
menunjukkan risiko tahunan ablasi retina rhegmatogen antara 6,3 dan 17,9 per
9
100.000. Laki-laki mungkin memiliki risiko yang sedikit lebih tinggi daripada
perempuan untuk mendapatkan ablasi retina rhegmatogenous. Mungkin ada risiko
ablasi retina rhegmatogenous yang lebih tinggi pada orang Asia Tenggara
dibandingkan dengan orang ras kulit putih Eropa, dibingungkan oleh fakta bahwa
orang Asia Tenggara cenderung memiliki risiko miopia yang lebih tinggi dan
panjang aksial yang lebih panjang. Studi lain tidak menemukan perbedaan yang
signifikan dalam faktor risiko pada pasien dengan ablasi retina antara orang India,
Melayu, dan Cina di Singapura.
2.1.3 Klasifikasi
Rhegmatogen
Ini merupakan tipe yang paling sering ditemukan, yang disebabkan karena
robekan pada retina. Melalui robekan ini humor vitreus dapat masuk ke dalam
celah potensial dan melepas retina dari dalam. Hal yang berhubungan dengan
ablasi retina tipe ini adalah miopia, afakia, degenerasi anyaman (lattice), dan
trauma okular. Pada usia tua, proses sklerosis menyebabkan retina menjadi
retina.
10
Ablasi Retina Traksional
Ablasi jenis ini disebabkan oleh tarikan retina ke dalam badan kaca. Keadaan ini
Ablasio retina tipe tarikan atau traksi merupakan tipe ablasi yang tersering
vitreoretinopati, retinopati akibat prematuritas, atau trauma okuli. Pada ablasi ini
lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca
terlokalisir.
11
Ablasi Retina Eksudatif (Serosa Dan Hemoragik)
Ablasi ini disebabkan karena tertimbunnya cairan di bawah daerah retina sensoris
tanpa robekan retina atau tarikan vitreoretina. Terjadi terutama karena kelainan
pada RPE dan koroid. Pada koroiditis, transudat dan eksudat akan terkumpul di
dalam celah potensial sehingga menyebabkan ablasi retina tanpa didahului oleh
traksi retina. Ini dapat terjadi pada berbagai penyakit vaskular, peradangan dan
neoplastik yang melibatkan retina, RPE dan koroid di mana cairan bocor ke luar
dengan memompa cairan yang bocor ke dalam sirkulasi koroid, RD tidak terjadi.
• Tumor koroid seperti melanoma, hemangioma, dan metastasis; oleh karena itu
12
• Koroidopati hipertensif, seperti yang mungkin terjadi pada toksemia kehamilan,
dan menunjukkan fenomena cairan yang berpindah Penyebab RD, seperti tumor
koroid (Gbr. 16.42), dapat terlihat ketika fundus diperiksa atau pada ultrasonografi B-
scan, atau pasien mungkin memiliki penyakit sistemik terkait yang menyebabkan RD
tutul' terdiri dari area penggumpalan pigmen subretinal yang tersebar dapat dilihat
13
2.1.4 Etiologi
Lattice degeneration
Peripheral retinal excavations
Pathologic myopia
Previous intraocular surgery
Trauma
Ablasi retina sebelumnya di mata sebelahnya
Riwayat keluarga
Gejala yang dialami penderita pada ablasi retina dapat berupa hal-hal seperti
berikut. (i) Metamorfopsia, yaitu dsitorsi bentuk, dapat disertai makropsia dan
hari sampai beberapa minggu sebelum ablasi. (iii) Melihat suatu tirai yang
bergerak menutupi pandangan ke arah tertentu, di mana hal ini disebabkan cairan
ablasi yang bergerak ke tempat yang lebih rendah. (iv) Bila terjadi di bagian
bila di bagian nasal, penglihatan sentral lebih lambat terganggu. (v) Lambat laun
tirai makin turun dan menutupi sama sekali penglihatan (karena terdapat ablasi
2.1.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologis.
Pada anamnesis ditanyakan gejala-gejala dan faktor risiko dari ablasio retina.
Pada awalnya pasien dapat melihat bayangan kecil gelap yang melayang-layang
(floaters) dan melihat kilatan cahaya (fotopsia). Floaters pada ablasio retina
terjadi karena pergerakan vitreus (terutama pada PVD), sineresis pada vitreus
14
atau perdarahan pada vitreus. Fotopsia terjadi karena adanya tarikan pada
perlekatan vitreoretina karena gerakan mata. Fotopsia muncul pada sisi yang
sama. Selanjutnya pasien mengalami gangguan pada lapang pandang yang sering
didefinisikan sebagai melihat di balik tirai hitam. Gangguan lapang pandang
sebelah bawah lebih sering disadari pasien dibanding gangguan lapang pandang
atas. Kuadran di mana defek pertama kali muncul dapat berfungsi memprediksi
lokasi break retina primer. Kehilangan lapang pandang sentral terjadi bila defek
sudah melibatkan fovea. Ablasio retina juga bisa tidak menimbulkan gejala bila
jumlah cairan subretina sedikit sekali.
Tanda yang dapat ditemukan pada pemeriksaan oftalmologis antara lain
hilangnya refleks fundus, shafer sign yaitu tobacco dust (kumpulan epitel pigmen
pada vitreus anterior) dan pupil Marcus Gunn pada ablasio retina yang ekstensif.
Dapat juga ditemukan penurunan tekanan bola mata dan iritis ringan. Apabila
visualisasi retina dapat dilihat dengan baik, maka diagnosis ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan fundus. Area ablasio retina terlihat sebagai elevasi
lapisan neurosensoris retina yang kehilangan detail epitel pigmen dan koroid di
bawahnya sehingga terlihat lebih pucat. Ablasio retina yang baru berbentuk
konveks, pembuluh darahnya terlihat lebih gelap. Break (robekan full thickness)
retina terlihat kontras berwarna merah karena merepresentasikan koroid di
bawahnya juga ditemukan pada pemeriksaan.
2.1.7 Tatalaksana
belakang mata dan menutup robekan atau lubang yang menyebabkan ablasi
mata untuk mendorong dinding mata lebih dekat ke robekan retina untuk
15
menginduksi bekas luka terkontrol di sekitar robekan dan menutupnya secara
2. Vitrectomy—Dalam operasi ini, tiga sayatan kecil dibuat di bagian putih mata
mengeluarkan gel vitreous yang mengisi mata dan mengalirkan cairan dari bawah
retina. Dokter bedah kemudian dapat menggunakan laser atau cryopexy untuk
menutup robekan atau lubang retina. Mata kemudian diisi dengan gelembung gas
untuk memposisikan gelembung gas di atas robekan retina. Robekan itu sendiri
ditutup baik dengan perawatan pembekuan pada saat prosedur, atau dengan laser
4. Laser surgery—Dalam kasus tertentu, ablasi retina dapat ditutup dengan laser
untuk mencegah ablasi retina menyebar. Ini umumnya sesuai untuk detasemen
kecil.
pendekatan mana yang paling cocok. Secara umum, perbaikan ablasi retina
2.1.8 Penanganan
16
Pengelolaan ablasi retina memiliki prinsip, yaitu mencari tempat robekan,
menutupnya, mengeluarkan cairan subretina dengan pungsi yang dilakukan dari
daerah yang paling tinggi ablasinya, sehingga retina melekat kembali. Apabila ada
robekan, pencegahannya dengan fotokoagulasi laser atau krioterapi pada robekan
retina. Ini dapat membantu perlekatan kembali retina. Prosedur
pneumoretinopeksi diindikasikan untuk robekan yang letaknya di superior dan
besarnya tidak melebihi 1 cm. Teknik operasi ini dilakukan dengan krioterapi
transkonjungtiva dan injeksi gas. Prosedur penyabukan sklera (scleral buckling),
dilakukan dengan menekan sklera dengan suatu pita atau sabuk yang terbuat dari
silikon sehingga retina yang lepas dapat melekat kembali. Prosedur penanganan
ablasi ini secara temporer ialah dengan menggunakan balon Lincoff, sedangkan
untuk permanen dengan pita silikon.
Retinoschisis degenerative
Choroidal effusion
Choroidal mass
Suprachoroidal hemorrhage
Klinisi dapat membedakannya dengan pemeriksaan funduskopi yang
melebar dan teknik pencitraan yang sesuai. Jika pasien memiliki
quadrantanopia atau hemianopia di kedua mata, peristiwa serebrovaskular
harus dalam diferensial.
17
2.1.10 Komplikasi
Retinopati proliferatif (PVR) terjadi pada sekitar 8-10% pasien dengan
perbaikan ablasi retina primer, dan merupakan penyebab paling umum dari
kegagalan perbaikan. Membran ini sering berkontraksi, menyebabkan traksi
ekuatorial, pelepasan epitel non-pigmen dari pars plana, penyusutan retina, dan
lipatan retina tetap. Pasien berisiko lebih tinggi untuk PVR jika mereka lebih tua,
mengalami robekan retina yang sangat besar, ablasi retina yang melibatkan lebih
dari dua kuadran, perdarahan vitreous, ablasi koroid, pernah menjalani perbaikan
ablasi retina sebelumnya, atau jika menggunakan cryotherapy, bahkan dapat
menyebabkan kebutaan.
2.1.11 Prognosis
Prognosis ablasi retina sangat bervariasi pada jenis ablasi dan presentasi
pasien. Untuk ablasi retina rhegmatogenous, salah satu faktor prognostik yang
paling penting adalah apakah makula tetap melekat atau tidak. Jika makula
terpasang, satu penelitian menunjukkan bahwa 83% pasien memiliki ketajaman
penglihatan terbaik 20/40 atau lebih baik. Jika makula tetap melekat, waktu
operasi tidak mengubah hasil visual akhir. Namun, jika makula terlepas,
prognosis visualnya relatif buruk.
Ablasi retina traksi memiliki prognosis visual yang bervariasi. Hasil visual
akhir tergantung pada penyebab yang mendasari detasemen traksi dan jika ada
masalah perancu yang memengaruhi penglihatan. Ablasi retina eksudatif juga
memiliki prognosis visual yang bervariasi berdasarkan kondisi yang
mendasarinya.
penglihatan akan pulih. Bila operasi pertama tidak berhasil, diulangi dua kali,
prognosisnya tinggal 15%. Prognosis buruk sekali pada operasi yang berulang
tiga kali atau ablasi yang lama. Prognosis juga buruk pada orang miopia tinggi
karena ada proses degenerasi retina. – buku ilmu penyakit mata UGM
18
Daftar Pustaka
19