Anda di halaman 1dari 19

CASE SCIENCE SESSION 

ABLASIO RETINA

  

Disusun untuk memenuhi salah satu  tugas Case Science Session (CSS) 

 pada P3D Bagian Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Muhammadiyah 

Disusun oleh : 

 Nadia Mufliha Zahro 12100122529

Isyah 12100122614

  

Preseptor : 

Desie Warsodoedi, dr., Sp.M., M.Kes

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER 

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH BANDUNG 

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 

2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................2
1. Basic Science......................................................................................................................3
1.1 Anatomi.......................................................................................................................3
1.2 Histologi......................................................................................................................6
1.3 Fisiologi.......................................................................................................................8
2. Klinis..................................................................................................................................9
2.1 Ablasio retina / retina detachment...............................................................................9
2.1.1 Definisi.................................................................................................................9
2.1.2 Epidemiologi........................................................................................................9
2.1.3 Klasifikasi..........................................................................................................10
2.1.4 Etiologi..........................................................................................................…11
2.1.5 Tanda dan Gejala...............................................................................................11
2.1.6 Diagnosis............................................................................................................12
2.1.7 Tatalaksana.........................................................................................................12
2.1.8 Penanganan.........................................................................................................14
2.1.9 Diagnosis Banding.............................................................................................14
2.1.10 Komplikasi.........................................................................................................14
2.1.11 Prognosis............................................................................................................15
Daftar Pustaka........................................................................................................................16

2
1. Basic Science

1.1 Anatomi

Bola Mata

 Bola mata terletak di dalam orbit


 Bola Mata berisi apparatus optikal dari sistem penglihatan.
 Bola mata terletak di bagian anterior orbit, ditopang oleh 6 otot ekstrinsik
untuk mengontrol pergerakannya.
 Bola mata memiliki 3 lapisan:
1) Fibrous layer, terdiri dari sklera dan kornea
2) Vascular layer, terdiri dari koroid, badan siliaris, dan iris
3) Inner layer, terdiri dari retina yang memiliki bagian optik dan non-optik

 Bola mata terletak di dalam orbit


 Bola Mata berisi apparatus optikal dari sistem penglihatan.
 Bola mata terletak di bagian anterior orbit, ditopang oleh 6 otot ekstrinsik
untuk mengontrol pergerakannya.

3
 Bola mata memiliki 3 lapisan:
1) Fibrous layer, terdiri dari sklera dan kornea
2) Vascular layer, terdiri dari koroid, badan siliaris, dan iris
3) Inner layer, terdiri dari retina yang memiliki bagian optik dan non-optik

 Bola mata terletak di dalam orbit


 Bola Mata berisi apparatus optikal dari sistem penglihatan.
 Bola mata terletak di bagian anterior orbit, ditopang oleh 6 otot ekstrinsik
untuk mengontrol pergerakannya.
 Bola mata memiliki 3 lapisan:
1) Fibrous layer, terdiri dari sklera dan kornea
2) Vascular layer, terdiri dari koroid, badan siliaris, dan iris
3) Inner layer, terdiri dari retina yang memiliki bagian optik dan non-optik

1. Fibrous Layer
o Rangka berserat eksternal bola mata
o Memberikan bentuk dan resistensi bola mata.
o Terdiri dari sklera & kornea
Sklera

4
 Bagian kuat tak tembus cahaya
 Memberikan perlekatan untuk otot ekstrinsik dan intrinsik mata
 Menutupi 5/6 posterior bola mata.
 Relatif avaskular
Kornea
 Bagian transparan
 Menutupi 1/6 anterior bola mata
 Completely avascular
  Menerima nutrisi dari aqueous humor, lacrimal fluid dan
capillary bed disekitar perifernya.
 Sensitif terhadap sentuhan
 Diinervasi oleh CN V1
 Corneal limbus adalah sudut yang terbentuk antara sklera dan
kornea pada corneoscleral junction. Daerah ini memiliki kapiler
yang berperan untuk memberi nutrisi pada kornea.
2. Vascular (Uvea) Layer
Terdiri dari choroid, ciliary body, dan iris
Choroid
 Lapisan cokelat kemerahan gelap antara sklera dan retina
 Pembuluh darah di dalamnya berfungsi untuk mensuplai retina
dan sklera
 Melekat ke pigmented layer retina
Ciliary body
 Penebalan mirip cincin lapisan posterior dari corneoscleral
junction
 Menguhubungkan choroid dengan iris.
 Menyediakan perlekatan untuk lensa.
 Lipatan pada permukaan internalnya membentuk ciliary
process yang mensekresi aqueous humor.
Iris
 Terletak pada permukaan anterior lensa
 Merupakan diafragma kontraktil dengan lubang di tengahnya
yaitu pupil
 Terdapat 2 macam otot: sphincter pupillae & dilator pupillae
5
3. Inner Layer
- Adalah Retina
- Merupakan sensory neural layer
- Retina terdiri atas 2 bagian fungsional dengan lokasi berbeda: bagian optic dan
non-optic
- Bagian optic sensitive thd sinar cahaya, memiliki 2 lapisan: pigmented &
neural

Pigmented layer
- Single layer
- Memperkuat sifat menyerap cahaya dari koroid dalam mengurangi hamburan
cahaya pada bola mata.

Neural layer: menerima cahaya


- Non-optic retina merupakan kelanjutan pigmented layer, meluas di atas ciliary
body dan perm. posterior iris sampai tepi pupil.
- Terdapat optic disc (titik buta) dimana keluarnya serabut sensoris menjadi
optic nerve (CN II) dan pembuluh darah
- Lateral dari optic disc terdapat macula lutea (titik kuning), di tengahnya
terdapat fovea yaitu are penglihatan paling tajam.
- Retina disuplai oleh central retinal a. cabang dari ophthalmic a. dan central
retinal v.

1.2 Histologi
Inner sensory layer (retina)
- Lapisanpalingdalam Tersusun atas 10 lapisan:
o Outer pigmented layer
 Pigmented simple cuboidal epithelium yang melekat pada Bruch’s
membrane
 Mengelilingi neural layer
o Lamina of rods & cones: Berisi segmen luar & dalam sel batang dan konus
o External limiting membrane: Lapisan yang memisahkan inner segmen dan
nucleus sel batang & konus

6
o Outer nuclear layer : berisi nucleus sel batang & konus
o Outer plexiform layer: serabut & sinaps saraf konus & batang dengan sel
bipolar
o Inner nuclear layer: berisi nucleus sel bipolar
o Inner plexiform layer: serabut & sinaps saraf sel ganglion dengan sel
bipolar
o Ganglion cell layer: berisi nucleus sel ganglion
o Optic nerve fiber layer: akson sel ganglion
o Inner limiting membrane: membentuk inner surface retina

Segmen fungsional utama sel batang dan kerucut terdiri dari:


1. Segmen luar: terletak paling dekat dengan eksterior mata, menghadap ke
koroid, terdapat lempengan berisi rhodopsin/fotopsin dan retinal
2. Segmen dalam: terletak di bagian tengah fotoreseptor, mengandung perangkat
metabolik sel.
3. Terminal sinaps, terletak paling dekat dengan bagian interior mata,
mengahadap ke sel bipolar

7
Lapisan paling dalam Tersusun atas 10 lapisan:
1. Outer pigmented layer: Pigmented simple cuboidal epithelium yang melekat
pada Bruch’s membrane Mengelilingi neural layer
2. Lamina of rods & cones: Berisi segmen luar & dalam sel batang dan konus
3. External limiting membrane: Lapisan yang memisahkan inner segmen dan
nucleus sel batang & konus
4. Outer nuclear layer : berisi nucleus sel batang & konus
5. Outer plexiform layer: serabut & sinaps saraf konus & batang dengan sel
bipolar
6. Inner nuclear layer: berisi nucleus sel bipolar
7. Inner plexiform layer: serabut & sinaps saraf sel ganglion dengan sel bipolar
8. Ganglion cell layer: berisi nucleus sel ganglion
9. Optic nerve fiber layer: akson sel ganglion
10. Inner limiting membrane: membentuk inner surface retina

1.3 Fisiologi

Retina juga memiliki lapisan neural yang terdiri dari sel bipolar, sel ganglion,
sel horizontal, dan sel amakrin. Sel bipolar tersebar di retina dan bertugas
menghubungkan sel fotoreseptor (post sinaps sel batang dan kerucut) dan sel
ganglion. Sel ganglion memberikan akson yang akan bergabung dengan
serabut nervus optikus ke otak. Sel horizontal terletak pada
lapisan pleksiform luar dan berfungsi sebagai interkoneksi sel bipolar dengan sel

8
bipolar lainnya. Sel amakrin terletak pada lapisan pleksiform dalam dan berfungsi
sebagai penghubung sel bipolar dengan sel ganglion.

2. Klinis

2.1 Ablasio retina / retina detachment


2.1.1 Definisi
- Ablasi retina merupakan kelainan retina dimana lapisan sel kerucut dan sel
batang terpisah dari lapisan sel epitel pigmen. (ilmu kesehatan mata
UGM)
- Ablasi retina adalah suatu keadaan terpisahnya sel kerucut dan batang
retina dari sel epitel pigmen retina (buku ajar UI)
- Ablasio retina adalah terpisahnya lapisan neurosensoris retina dari lapisan
epitel pigmen di bawahnya. (PERDAMI)

2.1.2 Epidemiologi

Ablasio retina dapat terjadi pada usia muda hingga usia lanjut, insiden ablasi
retina rhegmatogen bervariasi antara studi dari 1 dalam 10.000, dan yang lain
menunjukkan risiko tahunan ablasi retina rhegmatogen antara 6,3 dan 17,9 per
9
100.000. Laki-laki mungkin memiliki risiko yang sedikit lebih tinggi daripada
perempuan untuk mendapatkan ablasi retina rhegmatogenous. Mungkin ada risiko
ablasi retina rhegmatogenous yang lebih tinggi pada orang Asia Tenggara
dibandingkan dengan orang ras kulit putih Eropa, dibingungkan oleh fakta bahwa
orang Asia Tenggara cenderung memiliki risiko miopia yang lebih tinggi dan
panjang aksial yang lebih panjang. Studi lain tidak menemukan perbedaan yang
signifikan dalam faktor risiko pada pasien dengan ablasi retina antara orang India,
Melayu, dan Cina di Singapura.

2.1.3 Klasifikasi

 Rhegmatogen

Ini merupakan tipe yang paling sering ditemukan, yang disebabkan karena

robekan pada retina. Melalui robekan ini humor vitreus dapat masuk ke dalam

celah potensial dan melepas retina dari dalam. Hal yang berhubungan dengan

ablasi retina tipe ini adalah miopia, afakia, degenerasi anyaman (lattice), dan

trauma okular. Pada usia tua, proses sklerosis menyebabkan retina menjadi

degeneratif sehingga menimbulkan ablasi retina sedangakan pada miopia tinggi

sering timbul degenerasi lattice pada

retina.

10
 Ablasi Retina Traksional

Ablasi jenis ini disebabkan oleh tarikan retina ke dalam badan kaca. Keadaan ini

ditemukan pada retinopati diabetik proliferatif, vitreoretinopati proliferatif,

retinopati prematuritas (retinopathy of prematurity/ROP).

Ablasio retina tipe tarikan atau traksi merupakan tipe ablasi yang tersering

kedua. Tipe ini biasanya timbul akibat retinopati diabetika, proliferasi

vitreoretinopati, retinopati akibat prematuritas, atau trauma okuli. Pada ablasi ini

lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca

yang akan melepaskan tautan retina. Berbeda

dengan tipe regmatogenosa dengan kelainan

berbentuk koveks, bentuk kelainan pada

tipe traksi biasanya konkaf dan lebih

terlokalisir.

11
 Ablasi Retina Eksudatif (Serosa Dan Hemoragik)

Ablasi ini disebabkan karena tertimbunnya cairan di bawah daerah retina sensoris

tanpa robekan retina atau tarikan vitreoretina. Terjadi terutama karena kelainan

pada RPE dan koroid. Pada koroiditis, transudat dan eksudat akan terkumpul di

dalam celah potensial sehingga menyebabkan ablasi retina tanpa didahului oleh

adanya robekan retina.

RD eksudatif ditandai dengan akumulasi SRF tanpa adanya robekan atau

traksi retina. Ini dapat terjadi pada berbagai penyakit vaskular, peradangan dan

neoplastik yang melibatkan retina, RPE dan koroid di mana cairan bocor ke luar

pembuluh dan menumpuk di bawah retina. Selama RPE mampu mengkompensasi

dengan memompa cairan yang bocor ke dalam sirkulasi koroid, RD tidak terjadi.

Namun, ketika mekanismenya kewalahan atau berfungsi secara subnormal, cairan

menumpuk di ruang subretina. Penyebabnya meliputi:

• Tumor koroid seperti melanoma, hemangioma, dan metastasis; oleh karena itu

sangat penting untuk mempertimbangkan bahwa RD eksudatif disebabkan oleh

tumor intraokular sampai terbukti sebaliknya.

• Peradangan seperti penyakit Harada dan skleritis posterior.

• Korioretinopati serosa sentral bulosa merupakan penyebab yang jarang.

• Penyebab iatrogenik meliputi operasi ablasi retina dan fotokoagulasi retina.

• Neovaskularisasi koroid yang dapat bocor dan timbul akumulasi cairan

subretinal yang luas di posterior tiang.

12
• Koroidopati hipertensif, seperti yang mungkin terjadi pada toksemia kehamilan,

merupakan penyebab yang sangat jarang.

• Idiopatik, seperti sindrom efusi uveal .

Ditandai dengan konfigurasi cembung, seperti RD rhegmatogenous, tetapi

permukaannya halus dan tidak bergelombang.Retina yang terlepas sangat bergerak

dan menunjukkan fenomena cairan yang berpindah Penyebab RD, seperti tumor

koroid (Gbr. 16.42), dapat terlihat ketika fundus diperiksa atau pada ultrasonografi B-

scan, atau pasien mungkin memiliki penyakit sistemik terkait yang menyebabkan RD

(misalnya penyakit Harada , toksemia kehamilan). Leospot / 'Bintik-bintik macan

tutul' terdiri dari area penggumpalan pigmen subretinal yang tersebar dapat dilihat

setelah pelepasan diratakan (Gbr. 16.43)

13
2.1.4 Etiologi

 Lattice degeneration
 Peripheral retinal excavations 
 Pathologic myopia
 Previous intraocular surgery
 Trauma
 Ablasi retina sebelumnya di mata sebelahnya
 Riwayat keluarga

2.1.5 Tanda dan Gejala

Gejala yang dialami penderita pada ablasi retina dapat berupa hal-hal seperti

berikut. (i) Metamorfopsia, yaitu dsitorsi bentuk, dapat disertai makropsia dan

mikropsia. (ii) Fotopsia, yaitu melihat adanya kilatan-kilatan cahaya beberapa

hari sampai beberapa minggu sebelum ablasi. (iii) Melihat suatu tirai yang

bergerak menutupi pandangan ke arah tertentu, di mana hal ini disebabkan cairan

ablasi yang bergerak ke tempat yang lebih rendah. (iv) Bila terjadi di bagian

temporal dimana terletak makula lutea, penglihatan sentral lenyap. Sedangkan

bila di bagian nasal, penglihatan sentral lebih lambat terganggu. (v) Lambat laun

tirai makin turun dan menutupi sama sekali penglihatan (karena terdapat ablasi

retina total), sehingga persepsi cahaya menjadi 0.

2.1.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologis.
Pada anamnesis ditanyakan gejala-gejala dan faktor risiko dari ablasio retina.
Pada awalnya pasien dapat melihat bayangan kecil gelap yang melayang-layang
(floaters) dan melihat kilatan cahaya (fotopsia). Floaters pada ablasio retina
terjadi karena pergerakan vitreus (terutama pada PVD), sineresis pada vitreus

14
atau perdarahan pada vitreus. Fotopsia terjadi karena adanya tarikan pada
perlekatan vitreoretina karena gerakan mata. Fotopsia muncul pada sisi yang
sama. Selanjutnya pasien mengalami gangguan pada lapang pandang yang sering
didefinisikan sebagai melihat di balik tirai hitam. Gangguan lapang pandang
sebelah bawah lebih sering disadari pasien dibanding gangguan lapang pandang
atas. Kuadran di mana defek pertama kali muncul dapat berfungsi memprediksi
lokasi break retina primer. Kehilangan lapang pandang sentral terjadi bila defek
sudah melibatkan fovea. Ablasio retina juga bisa tidak menimbulkan gejala bila
jumlah cairan subretina sedikit sekali.
Tanda yang dapat ditemukan pada pemeriksaan oftalmologis antara lain
hilangnya refleks fundus, shafer sign yaitu tobacco dust (kumpulan epitel pigmen
pada vitreus anterior) dan pupil Marcus Gunn pada ablasio retina yang ekstensif.
Dapat juga ditemukan penurunan tekanan bola mata dan iritis ringan. Apabila
visualisasi retina dapat dilihat dengan baik, maka diagnosis ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan fundus. Area ablasio retina terlihat sebagai elevasi
lapisan neurosensoris retina yang kehilangan detail epitel pigmen dan koroid di
bawahnya sehingga terlihat lebih pucat. Ablasio retina yang baru berbentuk
konveks, pembuluh darahnya terlihat lebih gelap. Break (robekan full thickness)
retina terlihat kontras berwarna merah karena merepresentasikan koroid di
bawahnya juga ditemukan pada pemeriksaan.

2.1.7 Tatalaksana

Tujuan pengobatan adalah untuk menempelkan kembali retina ke dinding

belakang mata dan menutup robekan atau lubang yang menyebabkan ablasi

retina. Beberapa pendekatan dapat digunakan untuk memperbaiki ablasi retina:

1. Scleral buckle—Dalam operasi ini, pita silikon ditempatkan di luar dinding

mata untuk mendorong dinding mata lebih dekat ke robekan retina untuk

menutup robekan. Robekan diobati dengan perawatan pembekuan untuk

15
menginduksi bekas luka terkontrol di sekitar robekan dan menutupnya secara

permanen. Cairan di bawah retina terkadang dikeluarkan pada saat operasi.

2. Vitrectomy—Dalam operasi ini, tiga sayatan kecil dibuat di bagian putih mata

dan instrumen halus dimanipulasi menggunakan mikroskop operasi untuk

mengeluarkan gel vitreous yang mengisi mata dan mengalirkan cairan dari bawah

retina. Dokter bedah kemudian dapat menggunakan laser atau cryopexy untuk

menutup robekan atau lubang retina. Mata kemudian diisi dengan gelembung gas

untuk menahan retina di tempatnya saat sembuh.

3. Pneumatic retinopexy—Dalam prosedur berbasiskantor ini, gelembung gas

disuntikkan ke dalam mata dan pasien mempertahankan postur kepala tertentu

untuk memposisikan gelembung gas di atas robekan retina. Robekan itu sendiri

ditutup baik dengan perawatan pembekuan pada saat prosedur, atau dengan laser

setelah retina dipasang kembali.

4. Laser surgery—Dalam kasus tertentu, ablasi retina dapat ditutup dengan laser

untuk mencegah ablasi retina menyebar. Ini umumnya sesuai untuk detasemen

kecil.

Berdasarkan karakteristik detasemen, spesialis retina dapat menentukan

pendekatan mana yang paling cocok. Secara umum, perbaikan ablasi retina

berhasil pada sekitar 9 dari 10 kasus, meskipun kadang-kadang diperlukan lebih

dari satu prosedur untuk berhasil mengembalikan retina ke tempatnya.

2.1.8 Penanganan

16
Pengelolaan ablasi retina memiliki prinsip, yaitu mencari tempat robekan,
menutupnya, mengeluarkan cairan subretina dengan pungsi yang dilakukan dari
daerah yang paling tinggi ablasinya, sehingga retina melekat kembali. Apabila ada
robekan, pencegahannya dengan fotokoagulasi laser atau krioterapi pada robekan
retina. Ini dapat membantu perlekatan kembali retina. Prosedur
pneumoretinopeksi diindikasikan untuk robekan yang letaknya di superior dan
besarnya tidak melebihi 1 cm. Teknik operasi ini dilakukan dengan krioterapi
transkonjungtiva dan injeksi gas. Prosedur penyabukan sklera (scleral buckling),
dilakukan dengan menekan sklera dengan suatu pita atau sabuk yang terbuat dari
silikon sehingga retina yang lepas dapat melekat kembali. Prosedur penanganan
ablasi ini secara temporer ialah dengan menggunakan balon Lincoff, sedangkan
untuk permanen dengan pita silikon.

Tindakan bedah adalah satu-satunya penanganan pada kasus


rhegmatogenous dan tractional. Pilihan terapi adalah scleral bulking atau
vitrektomi. Prinsip penanganan kasus rhegmatogenous: temukan semua lokasi
ablasi dan identifikasi robekan, evakuasi cairan sub-retina, rekatkan retina dengan
RPE, buat iritasi korioretina disekitar ablasi. Untuk memberikan efek tamponade
jangka panjang dapat digunakan silicon oil atau gas. Prinsip penanganan kasus
tractional: lepaskan jaringan fibrosis di dalam vitreus dan pre-retina.

2.1.9 Diagnosis Banding


Perbedaan untuk dugaan ablasi retina meliputi:

 Retinoschisis degenerative
 Choroidal effusion
 Choroidal mass
 Suprachoroidal hemorrhage
Klinisi dapat membedakannya dengan pemeriksaan funduskopi yang
melebar dan teknik pencitraan yang sesuai. Jika pasien memiliki
quadrantanopia atau hemianopia di kedua mata, peristiwa serebrovaskular
harus dalam diferensial.

17
2.1.10 Komplikasi
Retinopati proliferatif (PVR) terjadi pada sekitar 8-10% pasien dengan
perbaikan ablasi retina primer, dan merupakan penyebab paling umum dari
kegagalan perbaikan. Membran ini sering berkontraksi, menyebabkan traksi
ekuatorial, pelepasan epitel non-pigmen dari pars plana, penyusutan retina, dan
lipatan retina tetap. Pasien berisiko lebih tinggi untuk PVR jika mereka lebih tua,
mengalami robekan retina yang sangat besar, ablasi retina yang melibatkan lebih
dari dua kuadran, perdarahan vitreous, ablasi koroid, pernah menjalani perbaikan
ablasi retina sebelumnya, atau jika menggunakan cryotherapy, bahkan dapat
menyebabkan kebutaan.

2.1.11 Prognosis
Prognosis ablasi retina sangat bervariasi pada jenis ablasi dan presentasi
pasien. Untuk ablasi retina rhegmatogenous, salah satu faktor prognostik yang
paling penting adalah apakah makula tetap melekat atau tidak. Jika makula
terpasang, satu penelitian menunjukkan bahwa 83% pasien memiliki ketajaman
penglihatan terbaik 20/40 atau lebih baik. Jika makula tetap melekat, waktu
operasi tidak mengubah hasil visual akhir. Namun, jika makula terlepas,
prognosis visualnya relatif buruk.
Ablasi retina traksi memiliki prognosis visual yang bervariasi. Hasil visual
akhir tergantung pada penyebab yang mendasari detasemen traksi dan jika ada
masalah perancu yang memengaruhi penglihatan. Ablasi retina eksudatif juga
memiliki prognosis visual yang bervariasi berdasarkan kondisi yang
mendasarinya.

Prognosisnya baik sekali, bila pertama kali operasi berhasil, 50 – 60%

penglihatan akan pulih. Bila operasi pertama tidak berhasil, diulangi dua kali,

prognosisnya tinggal 15%. Prognosis buruk sekali pada operasi yang berulang

tiga kali atau ablasi yang lama. Prognosis juga buruk pada orang miopia tinggi

karena ada proses degenerasi retina. – buku ilmu penyakit mata UGM

18
Daftar Pustaka

1. Moore, Keith L.; Huriawati Hartanto; Rina Astikawati. (2013). Anatomi


berorientasi klinis / Keith L.Moore ... [et al.]; penerjemah, Huriawati Hartanto;
editor, Rina Astikawati. Jakarta :: Erlangga,
2. Junqueira Junqueira's Basic Histology Text & Atlas (14th ed.)
3. Sherwood Human Physiology
4. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 13 ed vol.18
5. NCBI; Retinal Traction Detachment :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558952/
6. NCBI; Retinal Detachment :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551502/
7. https://www.asrs.org/patients/retinal-diseases/6/retinal-detachment
8. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI). Ilmu Penyakit Mata:
Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi 2. Sagung Seto; 2010

19

Anda mungkin juga menyukai