Anda di halaman 1dari 10

 Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018

TANTANGAN KEBERLANJUTAN MUSIK TINGKILAN DI KUTAI


KARTANEGARA

Bayu Arsiadhi Putra


Prodi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Mulawarman
bayuarsiadhiputra@gmail.com

Abstrak
Tingkilian merupakan salah satu musik tradisional masyarakat Kutai yang sejak lama berkontribusi
pada keragaman kesenian di Kalimantan Timur. Dalam perkembangannya, praktik hibridisasi sering
terjadi sehingga memunculkan varian baru, seperti congkil (keroncong tingkilan), tingkilan jazz,
tingkilan dangdut dsb. Namun, hibridisasi selalu dipaksakan pada budaya di mana praktiknya banyak
didikte oleh pasar, dengan membuang elemen “tradisional”, dan menggantinya dengan yang baru,
“global”. Tulisan ini mengeksplorasi bagaimana agenda pemerintah, strategi seniman dan pendidik
musik dalam mempertahankan keberlanjutan musik tingkilan. Terlepas dari kebutuhan masyarakat
untuk modernisasi dan minimnya dukungan pemerintah, dapat dikatakan musik tingkilan tetap hidup
karena relevansinya yang luar biasa dengan seniman dan grup / sanggar.
Kata kunci: Tingkilan, berkelanjutan, musik, tradisi

Abstract
Tingkilian is one of the traditional musics of Kutai society that has long contributed to the art diversity
in East Kalimantan. In its development, hybridisation practices often occur, giving rise to new
variants, such as congkil (keroncong tingkilan), tingkilan jazz, tingkilan dangdut etc. However,
hybridisation has always been imposed on cultures where its practices are much dictated by the
tourism industry, by removing the "traditional" elements, and replacing them with new, the "global"
ones. This paper explores how the government agenda, artist strategy and music educator in
maintaining the sustainability of music. Regardless of the community's need for modernization and the
lack of government support, it can be said that tingkilan remains alive due to its remarkable relevance
to the artist and group / sanggar.
Keywords:Tingkilan, sustainability ,music, tradition

Pendahuluan Salah satu musik tradisional yang


Dekade ini memiliki perubahan tidak lepas perubahan adalah tingkilan.
secara masif di bandingkan dekade Masyarakat Kutai Kartanegara
sebelumnya. Percepatan ekonomi, mengakui kesenian ini telah lama ada,
pariwisata internasional dan informasi berakar dalam kebudayaan Kerajaan
global merupakan faktor dominan Kutai dan pengaruh islam di abad ke -
yang memimpin transformasi sosio- 16 (Hakim, 2016:). Dalam
ekonomi di Indoensia. Di satu sisi, perkembangannya kini, praktik
perubahan memberikan dampak positif hibridisasi adalah hal yang paling
dalam memahami nilai dan budaya sering dilakukan, memunculkan varian
bangsa lain. Pada saat yang sama, baru seperti congkil (keroncong
perubahan dikhawatirkan akan tingkilan), tingkilan jazz, tingkilan
mengancam keberadaan kesenian dangdut, dsb. Dari pandangan dunia
“tradisional”. para pelakunya, hibridisasi adalah

201
Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018 

suatu bentuk pelestarian agar diterima Keberlanjutan musik sejak lama


di masyarakat, dan merupakan sebuah menjadi salah satu topik pembahasan
pernyataan kesuksesan beradaptasi dalam etnomusikologi. Perluasan
terhadap perubahan lingkungan. pembahasan muncul baru-baru ini
Namun, terkadang hibridisasi dalam sub-disiplin ekomusikologi
dipaksakan pada budaya, yang musik (etnomusikologi terapan), yang
maupun praktiknya banyak didikte melihat musik sebagai sistem atau
oleh industri multinasional, dengan ekosistem ekologis. Pandangan
membuang elemen tradisional dan ekologi menginformasikan
menggantinya dengan yang baru, keberlanjutan sebagai kemampuan
“global”. musik untuk bertahan, tanpa
Sementara varian baru muncul, menyiratkan berbagai cara untuk
tingkilan lama tampak “menderita” mempertahankan suatu budaya musik
akibat transformasi secara besar- harus tetap atau tidak berubah.
besaran, dan selalu subur dengan Keberlanjutan musik berusaha untuk
wacana tidak ada lagi yang mewarisi, memastikan bahwa keberlanjutan tidak
tidak ada lagi praktik, tidak ada lagi menghambat kebebasan untuk tumbuh
penonton, tidak ada lagi media yang dan berkembang (Grant 2014: 11).
mengekspos, tidak ada lagi dukungan Jadi, keberlanjutan musik merupakan
pemerintah. Fenomena tersebut bagi suatu cara untuk melihat praktik
Titon (2009) tidak berkelanjutan. tradisional terlibat dalam sebuah
Analogi yang ia buat untuk fenomena ekosistem dalam memperebutkan
tersebut adalah memberi pupuk dengan sumber daya, baik internal maupun
maksud menyehatkan tanaman, tetapi eksternal.
menciptakan kelaparan di tempat lain Teori Ekosistem Musikal
(tanah). Penulis telah melihat banyak memandang bahwa praktik musikal di
kesenian tingkilan dimodifikasi, manapun harus dilihat sebagai
menghilang, atau tiba-tiba ekosistem yang dinamis, saling
berkembang. Dari perspektif penulis, memiliki keterkaitan antara struktur di
pengaruh globalisasi (integrasi dalamnya. Lima domain yang saling
internasional), modernisasi (tanggapan bermain dalam ekosistem musik
pemangku kepentingan terhadap adalah; sistem belajar mengajar
perubahan) adalah kekuatan yang (transmisi, kesamaan dan perbedaan
secara langsung membahayakan pelatihan formal dan informal);
tingkilan “lama”. Tulisan ini tertarik konteks dan konstruk (nilai dan sikap
untuk mengeksplorasi bagaimana yang menggaris bawahi bagaimana
agenda pemerintah, strategi seniman praktik musik diciptakan, dipelajari
dan pendidik musik dalam dan dipertunjukan); infrastruktur
mempertahankan keberlanjutan musik (perangkat keras musik, mulai dari
tingkilan di kota Tenggarong yang instrumen sampai ke tempat konser);
merupakan ibukota Kabupaten Kutai regulasi (meliputi hak cipta, dan
Kartanegara. pendanaan); media dan industri musik

202
 Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018

(bagaimana dan melalui apa musik gambus dan dua ketipung (gendang);
dibuat dan didistribusikan). teknik bernyani falsetto. (cempreng);
struktur musik tanpa chorus (repetisi
Metode terus menerus); pantun yang
Penelitian ini mengeksplorasi dinyanyikan; dan adanya interaksi
pengalaman dan pandangan seniman, dengan penonton.
pendidik dan pemerintah yang terlibat
dalam upaya pelestarian musik Tabel 1. Perbandingan Musik
tingkilan. Pengumpulan data Tingkilan Tradisional dan Modern
dilaksanakan selama sebelas bulan dari Aspek yang Musik Musik
September 2017 - juli 2018. Data dibandingkan Tingkilan Tingkilan
Tradisional Modern
dikumpulkan dengan cara wawancara
Bentuk Berbalas Tidak ada
semi-terstrukur, dan observasi dengan Penyajian pantun, dan berbalas
cara melibatkan diri secara langsung menggunakan pantun,
dalam praktik musik maupun Bahasa Kutai. syair
mendatangi festival di kota Isi pantun menyatu
diutamakan dengan
Tenggarong. Wawancara berlangsung
dan musik lagu. Musik
kurang lebih selama 20 – 60 menit sebagai lebih
kepada 8 informan yang meliputi pengiring. diutamakan
seniman, pendidik, dan pemerintah. Karakter Cempreng Tebal,
Analisis tematik secara induktif Vokal (tipis), banyak sedikit
(Boyatzis, 1998) digunakan untuk ornamen. ornament
Alat Musik Gambus dan Gambus,
disesuaikan dengan tema seperti yang dua ketipung. cello, bass,
dipaparkan dalam teori. Sebagian ada ukulele,
yang keyboard
Isu Kepunahan dan Keberlanjutan menyebut
“Keberlanjutan musik” merujuk gendang
(babon).
kepada upaya dan program yang Durasi Tidak ada Durasi
dijalankan oleh seniman, pejabat batas, sebuah
pemerintah untuk mempertahankan berhenti lagu, 3 – 5
bentuk tradisonal dan kehidupan para sesuai menit
seniman di kota Tenggarong, kebutuhan.
Penonton Berinteraksi Hanya
Kalimantan Timur. Banyak pejabat dengan sebagai
dan intelektual mempertanyakan musik. penonton
apakah ada identitas orang Kutai yang Menyoraki
unik dalam kesenian tingkilan. Salah peningkil
satu intelektual berpengaruh Ibu Aji yang tidak
kehabisan ide
Qamara Hakim menyebutkan bahwa untuk
tingkilan adalah “sebagai penyalur membalas
aspirasi di masyarakat Kutai”. Bentuk pantun
tingkilan awal sebenarnya masih dapat Busana dan Pakaian Baju taqwo
diidentifikasi dengan baik: instrumen Rias melayu, laki- untuk
laki perempuan,
musik yang hanya menggunakan

203
Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018 

menggunakan baju miskat musik tradisi, ia optimis seni tradisi


baju lengan untuk laki- akan berlanjut dalam “wujudnya yang
panjang, laki
celana
baru”. Demikian pula di Kabupaten
panjang, Kutai Kartanegara, Aji Qamara tidak
sarung diikat setuju bahwa musik tingkilan
di pinggang. menurun, “karena kehebatan gambus
Perempuan bisa disesuaikan dengan ansambel
baju kurung
dan sanggul
modern dan membuat tingkilan bisa
cepol bertahan”. Aji Norbek, pemain gambus
Tempat Dirumah, Gedung, kawakan di kota Tenggarong juga
Pementasan halaman, lapangan, menyatakan hal sama, “keluarga yang
lapangan atau hotel mengadakan acara pernikahan,
rumah pejabat
sunatan, tasmiyah dan naik ayun
Sumber: Reproduksi dari Tingkilan:
memilih untuk menghadirkan
Ekspresi Masyarakat Kutai di
Tenggarong, Kalimantan Timur Sebuah pertunjukan langsung (tingkilan)
Kajian Seni Wisata. Melalui izin penulis. daripada tahun-tahun sebelumnya
dalam sejarah Kutai”. Juriadi Juhri,
Upaya mengidentifikasi tingkilan kepala sanggar Pemarangan Desa
tradisional tidaklah sulit, namun Jembayan, memberikan pernyataan
banyak pemegang kepentingan (semua senada, dan menambahkan bahwa
urban) menghilangkan banyak konteks “musik tradisional dan bentuk
yang telah ada sejak lama. Umumnya kolaborasi lebih mudah diterima oleh
mereka tidak memiliki banyak alasan generasi muda, juga mengajak mereka
untuk mempertahankan tingkilan untuk melestarikannya”. Ketika isu ini
“tradisional”. Alasan yang dilontarkan saya bawa ke narasumber lain,
umumnya klise, dan barangkali Ridwansyah, mantan pengasuh
hamper serupa di seluruh Indonesia, program seni budaya di Radio
adalah berinovasi menciptakan seni- Pemerintah Kutai mengatakan, hanya
seni baru agar sejalan dengan bentuk- tingkilan tertentu yang terpilih akan
bentuk kreatifitas di negara-negara dilestarikan. Begitu pula Kaik Bom,
global. Bagi Ibu Aji Qamara Hakim, pemain gambus yang sudah berusia tua
tingkilan sekarang hanya untuk di kota Tenggarong menyebutkan
hiburan saja. bahwa tingkilan sudah terputus dari
Philip Yampolsky akarnya. Dalam kegelisahan yang
mempermasalahkan isu tentang serupa dengan Marett (2010: 250-251),
penurunan musik “tradisional” di Kakek Bom percaya bahwa tanpa
Indonesia (2001: 176), apalagi karena inisiatif keberlanjutan yang serius
ia dan timmnya berhasil merekam untuk tingkilan tradisional, maka
musik tradisional Indonesia, di luar warisan budaya Kutai menjadi
gamelan, yang berdurasi sekitar 400 taruhannya.
jam. Meskipun Yampolsky mengakui Para ahli musik berpendapat bahwa
bahwa generasi muda berpaling dari ada alasan alami mengapa beberapa
tradisi ‘memudar’ dan yang lainnya

204
 Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018

tidak. Dari banyak pelaku dan pemain tidak sampai kepada mereka adalah
tingkilan yang berinteraksi dengan menciptakan dan melagukan pantun.
penulis dan pengamatan di lapangan “kalau dulu hiburan kurang ada,
selama setahun mengungkapkan yang ada cuma tingkilan, orang
bahwa praktik pengunaan teknologi bahari (tua) yang di tanah hulu
baru (internet, midi, sequencer dsb) (kampung) sering begamus
telah meningkatkan kekayaan lanskap (gambus) sambil bepantun,
musik ini untuk melakukan pertukaran pantunya pun diciptakan secara
budaya, penciptaan dan distribusi. spontan, bila melihat tanah jadi
Namun di sisi lain, Grant (2014: 22- pantun, lihat burung jadi pantun,
23) menyatakan bahwa kebangkitan lihat perempuan jadi pantun, lihat
yang tidak terduga-duga menyulitkan malam jadi pantun”.
upaya untuk melacak garis / lintasan (komunikasi personal dengan Ibu
sejarah suatu genre musik. Dalam Juwita, 29/05/2018)
istilah Seeger (2013), kita sedang
menghadapi resiko identitas budaya
yang samar (cultural grey-out).
Mayoritas pendidik dan pelaku seni
yang saya jumpai sangat prihatin
dengan tingkat perubahan yang
semakin jauh, terutama persoalan
mendapatkan penghasilan dari bermain
tingkilan.

Sistem Belajar Mengajar


Pengetahuan musik dalam tradisi
tingkilan ditransmisikan melalui cara Gambar 1. Ibu Juwita sedang memainkan
lisan dan aural. Sebagain besar tidak gambus. Dok penulis, 2017.
memiliki tahapan-tahapan terstruktur.
Ibu Juwita dan Zainab yang telah Selain itu, pendidikan informal ini
mewarisi permainan gambus dari juga melibatkan pengetahuan non-
ibunya mengatakan jika dulu ibunya musik sebagai pendorong dalam
pun demikian, belajar dari sang belajar, seperti ekspresi identitas orang
ayahnya. Sama halnya dengan seorang Kutai dan pengetahuan budaya. Guru
guru Seni Budaya di SMU N 1 seni Budaya SMU 1 Tenggarong
Tenggarong telah mendapatkan mengatakan jika kakeknya yang
pelatihan gambus langsung dari mengajarkan ia bergambus memiliki
kakeknya. Cara memegang dan banyak istri, semua wanita yang
memetik gambus adalah pengetahuan dinikahi kakeknya lantaran senang
awal yang diberikan, meyusul dengan mendengarkan suara gambus.
memainkan bagian-bagian sebuah Pelembagaan musik tingkilan baru-
lagu. Semua dipelajari dengan cara baru ini terjadi di Program Studi
mengingat bunyinya. Satu bagian yang Etnomusikologi UNMUL (Universitas

205
Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018 

Mulawarman) dan ISBI (Institut Seni terpola, dan tanggapan seniman dan
Budaya Indonesia), bersama dengan komunitas untuk berubah tidak
kekuatan globalisasi, telah membawa seragam. Ada seniman tingkilan yang
proses transmisi ke domain yang baru, terus menampilkan versi-versi
seperti halnya memainkan lagu melalui tradisional, baik saat diundang di acara
notasi balok atau angka. Bagi sebagian pernikahan, sunatan, maupun festival
pelaku tradisi hal ini cukup atau acara di Keraton. Banyak juga
menggembirakan, dan menganggap diantaranya mencari nafkah tidak
sebagai suplemen untuk proses sepenuhnya dari bermain tingkilan,
pembelajaran informal. umumnya memiliki penghasilan di
Permintaan untuk seniman tempat lain atau tidak ada pekerjaan
tingkilan terampil di acara-acara lain sama sekali (misalnya, ibu rumah
Kesultanan dan festival lokal, nasional tangga). Kemudian ada seniman urban
maupun internasional setelah yang mendedikasikan hidup mereka
pertengahan abad ke-20 memicu untuk belajar musik tingkilan, dan
kebutuhan akan pendidikan musik mendapatkan penghasilan yang
tingkilan non formal dan formal. dianggap cukup dari bermain
Namun, untuk bersaing di tingkat tingkilan. Teman ngobrol penulis,
professional, seniman didorong untuk seorang yang belum lama menekuni
mengetahui teori musik, teknik praktik tingkilan menjelaskan bahwa ia
mengaransemen lagu, menyanyikan sudah tiga kali menjadi penata musik
repertoar yang luas dengan teknik untuk pembukaan festival
vokal yang akurat secara musikal dan Internasional (EIFAF) di kota
memiliki keterempilan berkualitas Tenggarong. Pihak penyelenggara
tinggi pada instrumen gambus dan (Pemerintah) memilihnya sebagai
gendang. penata musik karena melihat dan
Pemandangan yang berubah dari mendengar karya yang dipublikasikan
transmisi musik tingkilan telah di media Youtube. Lebih lanjut, ia
menawarkan kesempatan bagi pelajar menegaskan adanya represi ideologis
baru yang ingin menekuni tingkilan. jika bekerja sama dengan Pemerintah,
Dalam banyak kasus, seorang dapat yang banyak mendikte bentuk musik
belajar untuk mempertunjukan yang harus ia buat. Dengan demikian,
tingkilan di luar wilayah asalnya, mempelajari tingkilan lebih dari
umumnya di dominasi oleh generasi sekedar meningkatkan keterampilan
muda. Di pihak lain, variasi bentuk teknis, tapi juga mengetahui hal lain,
tradisional terancam keberadaannya terutama aspek sosial di seputar
karena jarang dilibatkan dalam acara kesenian ini.
berskala Internasional.

Seniman dan Komunitas


Pengaruh globalisasi terhadap
musik tradisional dimanapun
cenderung menyebabkan perubahan

206
 Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018

berbagai tingkat amplifikasi suara


diperlukan, seperti pada Festival Erau
yang umumnya berlangsung di luar
ruangan. Penyelenggara konser sangat
peduli terhadap aspek kualitas
amplifikasi, ruang hijau dan lalu-lintas
(kebisingan).
Aspek kunci dari infrastruktur
adalah dukungan teknologi yang saat
ini tersedia secara luas. Hal ini juga
telah menyebabkan pergeseran dalam
jumlah penonton yang semula relatif
sedikit ke jumlah yang jauh lebih
Gambar 2. Gubang Arts Community
mempersiapkan karya musik untuk banyak. Amplifikasi telah
pembukaan EIFAF (Erau Adat Kutai and memungkinkan instrumen gambus dan
Folklore Arts Festival). Dokumentasi Pribadi, ketipung didengar di panggung
2017. pertunjukan. Atas dasar pengalaman
pementasan, sebagian seniman
Keterlibatan seniman dengan tingkilan telah memiliki gambaran
musik tingkilan umumnya bermula khas untuk suara gambus dan gendang
dari peran dan signifikansi tingkilan yang mereka inginkan dalam tata suara
dalam kehidupan individual mereka. panggung.
Kebanyakan seniman ini berasal dari Pada tingkat “teknologi yang lebih
keluarga musik yang mewarisi genre rendah”, pemain akan lebih peka
dari generasi sebelumnya (ayah, ibu, terhadap organologi instrumen mereka.
kakek dan paman). Sementara yang Suara yang dihasilkan dari sebuah
lain tertarik untuk belajar tingkilan gambus umumnya dapat diprediksi
karena alasan ekonomi (karena mereka material yang digunakan. Misal, jika
tertarik dengan suara gambus dan gaya menginginkan suara yang nyaring
hidup pemain tingkilan). maka harus menggunakan kulit tedong
(ular) yang di jemur beberapa bulan.
Infrastruktur dan Regulasi Sikap pemerintah pada umumnya
Sebagai warisan budaya leluhur, menguntungkan untuk tingkilan
musik tingkilan memiliki tuntutan “modern” atau yang telah dikreasi
yang relatif sederhana dalam hal secara kreatif oleh para pelakunya.
infrastruktur. Tingkilan dimainkan Dalam festival yang berlabel seni
untuk melepaskan diri lelah dan tradisi pun, banyak diikuti bahkan
mengisi waktu luang sehabis behuma dimenangkan oleh grup-grup tingkilan
atau bertani (Irawati, 2013:387). modern. Tuan Norbek yang pernah
Tingkilan dimainkan di rumah-rumah menjadi juri dalam festival yang
penduduk dengan seniman yang diselenggarakan oleh pemerintah
bermain tanpa amplifikasi suara. mengakui kurangnya kordinasi antara
Sementara dalam konser publik, panitia dengan peserta. Ia juga

207
Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018 

menegaskan bahwa panitia dan video mereka sendiri. Rekaman


(pemerintah) tidak memahami benar semacam ini sering dibuat untuk
mana tingkilan tradisi dan mana yang mendokumentasikan, menganalisis dan
modern / kreasi. mengembangkan pertunjukan.
Meskipun pemerintah telah Rekaman pertunjukan juga sering
berkomitmen memberikan dukungan didistribusikan ke anggota grup atau
bagi keberadaan tingkilan di Kota teman di luar grup. Rekaman yang
Tenggarong, namun tidak ada bentuk diproduksi secara professional sering
dukungan yang berupa dana secara dijual oleh seniman dalam sebuah
langsung atau penghargaan kepada pertunjukan. Sementara beberapa grup
grup dan seniman tingkilan. bekerjasama dengan pemerintah untuk
Pemerintah lebih mengutamakan mempromosikan rekaman tingkilan
mendanai gerakan pendokumentasian mereka.
tingkilan, pengelola festival dan acara
festival yang lebih besar. Sebagian
grup sebagaimana yang telah
dikemukan mendapat dampaknya,
namun sebagian lainnya terpaksa
membuat pertunjukan skala kecil,
berharap mendapat dukungan baik
moril maupun dana demi keberlanjutan
komunitas mereka.

Industri Media
Penggunaan internet merupakan
salah satu cara yang semakin penting Gambar 3. Penyerahan CD tingkilan Grup
untuk mempromosikan bisnis: Irama Bahari kepada staff Pemerintah.
beberapa grup atau sanggar aktif di Sumber:humas.kutaikartanegarakab.go.id
media sosial, kadang memiliki situs
Pada saat ini, tingkilan telah
pribadi. Jika mengetik ‘tingkilan’ di
dimuat dalam koran lokal dan majalah
YouTube juga akan ditemukan
budaya lokal. Televisi lokal juga
sejumlah video, beberapa dengan teks
menampilkan pertunjukan dengan
(subtitle) di mana pemirsa dapat
seniman tingkilan, meski belum secara
membaca pantun / syair lagu saat
teratur. Dalam waktu dekat, komunitas
sedang diputar. Selain itu, banyak
pemuda juga berencana menghadirkan
artikel berbasis internet menyoroti
film dokumenter tentang tingkilan.
tingkilan sebagai bagian penting dari
Namun, artikel atau program televisi
warisan budaya Kutai. Terutama, iklan
yang ada saat ini belum menunjukan
yang ditujukan untuk pariwisata
realitas ‘pahit’ bagi kelompok dan
domestik dan internasional.
pemain tradisional, lebih sering
Komputer dan kamera digital telah
diarahkan guna kepentingan komersil
meningkatkan kemungkinan pemain
dan memberikan pandangan yang
tingkilan utuk membuat rekaman audio

208
 Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018

terlalu optimis tentang keberadaan terhadap arti tingkilan. Konteks dan


tingkilan. konstruksi yang ada berimplikasi pada
intepretasi pengalaman seniman dan
Konteks dan Konstruksi hubungannya dengan identitas mereka
Konteks pertunjukan tingkilan sendiri. Seperti para seniman tingkilan
telah berubah sepanjang sejarah. mempunyai kesempatan untuk tampil
Pergeseran dalam fungsi budaya, serta dalam berbagai konteks, baik penuh
ruang pertunjukan yang baru telah waktu dan sebagai hobi. Beberapa
muncul melalui penyebaran bentuk tingkilan dapat
geografisnya. Secara umum, tingkilan mempertahankan diri, namun
berdasarkan letak georafisnya dapat kekhawatiran yang telah dikemukakan
dikategorikan menjadi: tingkilan Hulu berulang-kali, jika hanya bentuk
Mahakam (terletak di pedalaman) dan kreasi, modern, global, urban yang
tingkilan ‘urban’ (Tenggarong). Aji tersedia, maka orang Kutai akan
Norbek mengakui tingkilan pedalaman kehilangan identitas dan nilai-nilai
jauh dari perhatian Pemerintah budaya mereka.
sehingga perkembangannya agak
lambat dibandingkan tingkilan Daftar Pustaka
modern. Namun demikian, masyarakat Boyatzis, R. E. (1998). Transforming
Qualitative Information: Thematic Analysis
Tenggarong dan kalangan seniman and Code Development. Thousand Oaks, CA,
memiliki pandangan yang kuat tentang London, and New Delhi: Sage.
tradisi dan keaslian. Hal ini tidak Grant, C. (2014). Music Endangerment: How
berlaku untuk tingkilan popular yang language manintenance can help. New York:
dikenal melalui saluran komersil. Ada Oxford University Press.
Seeger, A. (2013). Is it Possible to Safeguard
hal menarik dalam tingkilan, yaitu Intangible Cultural Heritage? and if so,
ketika konteks dan fungsi selalu should we?
berubah namun memiliki makna yang www.vermontfolklifecenter.org/education/cult
sama dari dahulu kala (Hakim, 2011). ural-sustainability/abstract (diakses
Saat ini ruang bagi tingkilan 17/06/2018).
Titon, J. T. (2009b). Music and Sustainability:
diciptakan kembali di luar konteks An Ecological View Point. World of Music
aslinya, tapi gerakan kebangkitan yang 51/1, 5-15.
melibatkan ansambel yang lebih Shippers, H., Grant, C. (2016). Sustainable
tradisional jarang dilakukan. Futures For Music Cultures: An Ecological
Perspective. New York: Oxford University
Press.
Kesimpulan Marett, A. (2010). Vanishing songs: How
Terlepas dari kebutuhan Musical Extinction Threaten The Planet.
masyarakat untuk modernisasi dan Ethnomusicology Forum 19/12, 249-2623.
minimnya dukungan pemerintah, dapat Satyawati, M. (2017). Tingkilan: Ekspresi
dikatakan musik tingkilan tetap hidup masyarakat Kutai di Tenggarong, Kalimantan
Timur Sebuah Kajian Seni Wisata. Jurnal
karena relevansinya yang luar biasa Imaji 15/1, 121-126.
dengan seniman dan grup/sanggar. Yampolsky, P. (2001). Konsep Pendidikan
Apa yang tidak berubah dalam Apresiasi Seni Nusantara, Makalah
tingkilan adalah intepretasi sosial disampaikan pada Seminar dan Lokakarya

209
Seminar Antar Bangsa : Seni Budaya dan Desain – STANSA 2018 

Nasional Pendidikan Seni 18 – 19 April, 2001


di Jakarta Website
Hakim, A. Q. (2011). Tingkilan, Alunan yang humas.kutaikartanegarakab.go.id/read/news/20
Mengarungi Abad. Samarinda: Nuansa 11/5774/lounching-congkil-dan-buku-sejarah-
Harmoni tingkilan.htmal

210

Anda mungkin juga menyukai