Anda di halaman 1dari 6

SEMINAR AKUNTANSI

RIVIEW ARTIKEL

OLEH:
KELOMPOK 7

1. I Made Wira Darma Yuda (2002622010044 / 14)


2. Kadek Vrada Aricha Dwinita Diputri (2002622010049 / 19)
3. Ni Kadek Ika Budiari (2002622010052 / 22)
4. I Wayan Irgi Aditya Putra (2002622010053 / 23)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI AKUNTANSI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
2023
TATA KELOLA PERUSAHAAN, HUBUNGAN POLITIK, DAN PENDAPATAN
PENGELOLAAN

Ni Nyoman Iin Purnama Sari 1) , Ni Wayan Rustiarini 2), Ni Putu Shinta Dewi 3)

Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas


Mahasaraswati Denpasar

1. MOTIVASI PENELITIAN

Salah satu kasus manajemen laba yang terjadi di Indonesia dilakukan oleh
perusahaan penerbangan PT Garuda Indonesia Tbk. Pada 2017, perseroan
mengklaim rugi perseroan sebesar US$ 216,58 juta. Namun, perusahaan ini
mengumumkan laba bersih sebesar US$ 809.846 pada tahun 2018. Selain itu,
terdapat peningkatan laba yang signifikan akibat overstatement pencatatan
pendapatan perusahaan (Cnbcindonesia.com, 2019). Kasus ini menimbulkan
pertanyaan publik tentang peran tata kelola perusahaan dalam proses pelaporan
informasi keuangan. Apalagi, Garuda Indonesia merupakan salah satu BUMN yang
mendapat amanah dari rakyat dan negara. Oleh karena itu, penelitian ini
mengeksplorasi peran tata kelola perusahaan dan hubungan politik dengan
manajemen laba.

2. RUMUSAN MASALAH
1) Apakah Kompensasi Bonus beperngaruh terhadap manajemen laba ?
2) Apakah Kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap manajemen laba ?
3) Apakah Komisaris Independen berpengaruh terhadap manajemen laba ?
4) Apakah Komite Audit berpengaruh terhadap manajemen laba?
5) Apakah Political Connection berpengaruh terhadap manajemen laba?
3. TEORI YANG DIGUNAKAN
Agency Theory (Teori Keagenan)
Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai kontrak
kerja antara prinsipal dan agen. Pemegang saham sebagai prinsipal ingin
meningkatkan kesejahteraan melalui pencapaian profitabilitas yang maksimal.
Demikian pula, manajer sebagai agen juga termotivasi untuk memaksimalkan
kepentingannya. Dengan demikian, adanya perbedaan kepentingan menimbulkan
konflik keagenan. Selain itu, agen berusaha untuk terlibat dalam perilaku
oportunistik untuk memaksimalkan kepentingan mereka, seperti manajemen laba.
4. HIPOTESIS
Berdasarkan Studi Pustaka Teori diatas, maka hipotesis dalam penelitian yaitu :
H1 : Kompensasi Bonus berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
H2 : Kepemilikan Institusional berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
H3 : Komisaris Independen berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
H4 : Komite Audit dengan pakar keuangan berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba.
H5 : Political Connection berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
5. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL
1) Bonus memotivasi manajer untuk bekerja memaksimalkan keuntungan
perusahaan (Moradi et al., 2015). Kompensasi meliputi tunjangan
finansial dan non finansial, serta tunjangan lain yang diterima oleh
karyawan. Pemberian kompensasi mendorong manajer untuk
memaksimalkan kinerja guna mencapai nilai laba yang ditargetkan
(Haque, 2017).
2) Institusional adalah kepemilikan saham oleh institusi. Jensen dan
Meckling (1976) menegaskan bahwa kepemilikan institusional efektif
dalam meminimalkan konflik keagenan. Investor institusi memiliki
pengalaman dan informasi yang cukup tentang kegiatan operasional
perusahaan. Dengan demikian, kepemilikan ini dapat mengurangi asimetri
informasi melalui proses pemantauan yang efektif (Nazir, 2014).
3) Dewan komisaris merupakan unsur korporasi yang memiliki fungsi
pengawasan kinerja manajemen. Dewan komisaris terdiri dari anggota
independen yang tidak terafiliasi dengan manajemen perseroan. Komisaris
independen dinilai mampu melakukan fungsi pengawasan praktis terhadap
kinerja manajemen, termasuk pelaporan keuangan (Murni et al., 2016).
4) Komite audit merupakan organ perusahaan yang menjalankan tugasnya sebagai
pengawas internal perusahaan. Selain itu komite audit dapat memantau
sistem pengendalian internal perusahaan untuk mencegah perilaku
oportunistik manajer (Khosheghbal et al., 2017). Semakin banyak anggota
ahli akuntansi atau keuangan, semakin rendah probabilitas manajemen
laba (Zalata et al., 2018).
5) Sugiyarti, 2017). Koneksi politik merupakan peluang berharga bagi
perusahaan untuk menjalin hubungan unik dengan lembaga pemerintah
atau partai politik yang memiliki hubungan dekat dengan pemerintah
(Pranoto & Widagdo, 2015). Koneksi politik diukur dari kedekatan
komisaris atau direksi dengan pemerintah atau partai politik (Antonius &
Tampubolon, 2019).
6. TEKNIK PENENTUAN SAMPEL

Populasi penelitian terdiri dari perusahaan manufaktur di Bursa Efek


Indonesia tahun 2017-2019. Penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur
karena sebagian besar perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia adalah
perusahaan manufaktur. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive
sampling karena pengambilan sampel memerlukan kriteria tertentu, seperti
memperoleh keuntungan dan memiliki variabel-variabel yang diperlukan dalam
penelitian ini. Dengan demikian, 61 perusahaan memenuhi kriteria tersebut atau
183 data observasi selama tiga tahun penelitian. Variabel dependen adalah
manajemen laba. Variabel independen terdiri dari lima variabel yaitu kompensasi
bonus, kepemilikan institusional, komisaris independen, komite audit dengan pakar
keuangan, dan koneksi politik.

7. TEKNIK ANALISIS DATA

Teknik analisis data yang digunakan adalah Teknik analisis linier berganda
menggunakan SPSS, Uji asumsi klasik, Uji normalitas, Uji multikolinearitas, Uji
heteroskedasrtisitas, Uji autokorelasi, Uji normalitas, Uji glejser, dan Uji
Kolmogorov-smirnov.

8. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil dan pembahasan analisis penelitian mengenai Tata Kelola Perusahaan,
Hubungan Politik dan Manajemen Laba adalah sebagai berikut:
1) Hipotesis 1 menyatakan bahwa kompensasi bonus berpengaruh positif terhadap
manajemen laba. Tabel 1 menunjukkan bahwa variabel manajemen laba
memiliki nilai rata-rata -0,03. Nilai rata-rata kompensasi bonus adalah 0,60.
Artinya, 60% perusahaan membagikan kompensasi bonus kepada manajemen.
Variabel kompensasi bonus memiliki arah koefisien positif dan signifikansi
0,000. Artinya kompensasi bonus meningkatkan manajemen laba. Oleh karena
itu, hipotesis pertama didukung. Jika perusahaan menawarkan kompensasi
(skema bonus), manajer akan termotivasi untuk mengelola laba bersih untuk
memaksimalkan keuntungan bonus. Tindakan ini dilakukan melalui
manajemen laba. Oleh karena itu, semakin tinggi bonus yang ditawarkan,
semakin tinggi pula tindakan manajemen laba yang dilakukan, begitu pula
sebaliknya.
2) Hasil hipotesis 2 mendukung bahwa kepemilikan institusional berpengaruh
negatif terhadap manajemen laba. Variabel kepemilikan institusional memiliki
nilai rata-rata 0,65. variabel kepemilikan institusional memiliki arah koefisien
negatif dan signifikansi 0,000. Dengan demikian, kepemilikan institusional
mengurangi manajemen laba. Kondisi ini disebabkan kepemilikan institusional
memiliki kompetensi untuk mencegah perilaku oportunistik manajer. Semakin
besar jumlah kepemilikan saham institusional, semakin rendah kemungkinan
terjadinya praktik manajemen laba.
3) Hasil pengujian hipotesis 3 menunjukkan bahwa proporsi komisaris
independen dan manajemen laba tidak memiliki hubungan yang signifikan.
Variabel komisaris independen memiliki rata-rata 0,43. Hasil nilai signifikansi
komisaris independen 0,583. Hasil ini menunjukkan bahwa komisaris
independen tidak dapat menurunkan perilaku manajemen laba pada perusahaan
manufaktur. Hal itu terjadi karena komisaris independen tidak menjalankan
fungsi pengawasannya dengan baik. Akibatnya, mereka kesulitan dalam
mengawasi dan mengendalikan manajemen laba.
4) Hasil hipotesis 4 juga gagal membuktikan hubungan antara ahli keuangan
anggota komite audit dengan manajemen laba. Variabel komite audit dengan
pakar keuangan memiliki rata-rata 0,62. Hasil nilai signifikansi Variabel
komite audit dengan pakar keuangan 0,343. Artinya keahlian keuangan atau
akuntansi tidak dapat mengurangi praktik
manajemen laba.
5) Hipotesis 5 menyatakan bahwa koneksi politik tidak berpengaruh terhadap
manajemen laba. Variabel koneksi politik memiliki rata-rata 0.21. Hasil nilai
signifikansi variabel koneksi politik 0,521. Koneksi politik tidak
mempengaruhi praktik manajemen laba karena perusahaan yang terhubung
secara politis cenderung lebih diawasi secara ketat oleh publik.
9. KETERBATASAN DAN SARAN
Saran yang dapat disampaikan adalah sebagai berikut:
Penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan variabel tata kelola
perusahaan lainnya, seperti ukuran dewan direksi, rapat komite audit, atau
kepemilikan publik.
10. KOMENTAR UTAMA

Anda mungkin juga menyukai