Anda di halaman 1dari 9

TINJAUAN PUSTAKA

Pemilihan Obat Antidiabetik Oral pada Pasien Diabetes


Melitus Tipe 2 dengan Risiko Tinggi untuk Kejadian
Kardiovaskular
The Selection of Oral Antidiabetic Drugs in Type 2 Diabetes
Mellitus Patients with High Risk for Cardiovascular Events
Derlin J. Leander1, Dicky L. Tahapary2,3
1
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
2
Divisi Metabolik Endokrin, Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUPN Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta
3
Metabolic, Cardiovascular, and Aging Cluster, The Indonesian Medical Education and Research Institute (IMERI), Universitas
Indonesia

Korespondensi:
Dicky L. Tahapary. Divisi Metabolik Endokrin, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jln. Pangeran Diponegoro 71, Jakarta 10430, Indonesia. Email: dicky.tahapary@ui.ac.id

ABSTRAK
Pasien diabetes melitus tipe 2 (DMT2) dikaitkan dengan peningkatan risiko kejadian kardiovaskular. Sebelum era cardio-
vascular trial outcome (CVOT) bukti efikasi obat oral diabetes (OAD) golongan lama seperti metformin, sulfonilurea,
tiazolidindion, glinid, dan inhibitor alfa glukosidase dalam menurunkan risiko kejadian kardiovaskular sangatlah terbatas.
Sejak 2008, semua OAD wajib memiliki data CVOT. Penghambat DPP-4 bersifat netral terhadap risiko kejadian kardiovaskular
sedangkan penghambat SGLT-2 dilaporkan dapat menurunkan risiko kejadian kardiovaskular secara bermakna. Temuan
ini bahkan turut mengubah panduan pengelolaan DMT2 yang dikeluarkan oleh American Diabetes Association – European
Association for the Study of Diabetes (ADA-EASD) di akhir tahun 2018. Namun demikian, penggunaan penghambat SGLT-2
di Indonesia sepertinya akan terkendala dalam hal biaya. Bila dibandingkan dengan pendekatan multifaktorial secara
intensif yang berusaha menurunkan glukosa darah, lipid, tekanan darah, berat badan, dan pemberian aspirin; ternyata
pendekatan multifaktorial ini dikaitkan dengan penurunan risiko kejadian kardiovaskular yang lebih tinggi dan biaya yang
lebih rendah. Dalam era JKN, diperlukan kendali mutu dan kendali biaya, nampaknya upaya pendekatan multifaktorial
akan masih menjadi pilihan utama dalam rangka menurunkan kejadian kardiovaskular pada penyandang DMT2 di
Indonesia.
Kata kunci: Diabetes melitus tipe 2, kejadian kardiovaskular, obat antidiabetik oral, pendekatan multifaktorial

ABSTRACT
Type 2 diabetes mellitus (DMT2) patients are associated with an increased risk of cardiovascular events. Prior to the era
of cardio-vascular trial outcome (CVOT) evidence on the efficacy of old oral diabetes (OAD) drugs such as metformin,
sulfonylurea, thiazolidindion, glinid, and alpha glucosidase inhibitors in reducing the risk of cardiovascular events was very
limited. Since 2008, all OADs must have CVOT data. DPP-4 inhibitors are neutral against the risk of cardiovascular events
while SGLT-2 inhibitors are reported to significantly reduce the risk of cardiovascular events. This finding even helped to
change the DMT2 management guidelines issued by American Diabetes Association (ADA-EASD) in late 2018. However,
SGLT-2 inhibitor applications in Indonesia are likely to be constrained in terms of costs. When compared with an intensive
multifactorial approach that seeks to reduce blood glucose, lipids, blood pressure, weight, and aspirin; it turns out that
this multifactorial approach is associated with a lower risk of higher cardiovascular events and lower costs. In the JKN era,
where quality control and cost control are needed, it seems that the multifactorial approach will still be the main choice in
reducing cardiovascular events in people with T2DM in Indonesia.
Keywords: Cardiovascular events, diabetes mellitus type 2, multifactorial approach, oral antidiabetic drugs

240 | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 4 | Desember 2020


Pemilihan Obat Antidiabetik Oral pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Tinggi untuk Kejadian Kardiovaskular

PENDAHULUAN PANDUAN PENGGUNAAN OAD DI INDONESIA


Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) merupakan salah PADA PASIEN DMT2 DENGAN RIWAYAT
satu penyakit metabolik yang mengakibatkan komplikasi PENYAKIT KARDIOVASKULAR
berbagai organ dan penurunan kualitas hidup. Data Panduan penggunaan OAD di Indonesia merujuk
dari Kemenkes tahun 2013 menunjukkan bahwa hanya pada Konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
sebanyak 30,4% dari 12.191.154 orang dewasa yang (Perkeni) tahun 2015.7 Metformin pada umumnya
menderita DMT2 di Indonesia yang sudah terdiagnosis.1 dipakai sebagai obat lini pertama bila tidak ditemukan
Penyakit DMT2 yang tidak tertangani dengan baik adanya kontraindikasi dan dapat ditoleransi dengan
akan menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi baik oleh pasien. Untuk pengobatan tahap selanjutnya
makrovaskular dan mikrovaskular. Salah satu komplikasi diperlukan pertimbangan khusus yang disesuaikan dengan
vaskular yang merupakan penyebab morbiditas dan karakteristik pasien.7 Tujuan utama pengelolaan DMT2
mortalitas tertinggi pada pasien DMT2 adalah komplikasi sebenarnya adalah mencegah mortalitas dan morbiditas
kardiovaskular. Salah satu studi yang dilakukan di Inggris, serta meningkatkan kualitas hidup, jadi tidak semata-mata
menunjukkan bahwa pasien DMT2 memiliki adjusted menurunkan kadar glukosa darah. Diharapkan terapi OAD
relative risk untuk terjadinya kejadian kardiovaskular pada pasien dengan riwayat penyakit kardiovaskular dapat
sebesar 2 - 3 kali lipat. Selain itu, studi selama 18 tahun di mencegah terjadinya kejadian kardiovaskular rekuren,
Finlandia menunjukkan mortalitas kardiovaskular sebesar namun tetap memperhatikan keamanan terhadap
4,9 kali lipat, dan risiko kematian sebanyak 6% per tahun.2,3 penggunaan OAD agar tidak menimbukan efek samping
Untuk menurunkan risiko terjadinya komplikasi hipoglikemia.
kardiovaskular diperlukan pengelolaan yang menyeluruh Berdasarkan American Heart Association8, penyakit
terkait kondisi metabolik pasien, yang meliputi kendali kardiovaskular mengacu pada penyakit jantung dan
gula darah, lipid, tekanan darah, dan berat badan. Kadar pembuluh darah yang meliputi aterosklerosis, infark
glukosa darah memiliki hubungan negatif terhadap miokardium, stroke, aritmia, gagal jantung, dan gangguan
kejadian kardiovaskular. Studi yang dilakukan Marfella, katup. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab
dkk.4 menunjukkan adanya hubungan bermakna antara mortalitas terbesar pasien DMT2. Pencegahan kejadian
kontrol glikemik ketat (glukosa 80-140 mg/dL) terhadap kardiovaskular pada pasien DMT2 merupakan salah
penurunan kejadian kardiovaskular dengan meningkatkan satu tujuan penting pengobatan OAD jangka panjang.
potensi regenerasi miosit iskemik. Trial ACCORD, ADVANCE, Sayangnya, belum ada panduan yang jelas mengenai
dan VADT menunjukkan penurunan risiko 15-17% infark pemilihan OAD pada pasien DMT2 dengan riwayat
miokardium nonfatal dengan kontrol intensif glikemik.5 penyakit kardiovaskular di Indonesia. Hanya salah
Terkait kendali glukosa darah, selain pengaturan satu subbab dijelaskan pada Konsensus Perkeni 20157
gaya hidup, obat antidiabetik oral (OAD) merupakan salah mengenai pemberian aspirin pada pasien dengan DMT2
satu metode pengobatan yang masing-masing mempunyai dengan riwayat penyakit kardiovaskular dan pemberian
cara kerja dan keunggulan yang berbeda. Analisis insulin untuk pasien dengan stroke akut. Pada beberapa
studi yang dilakukan Mannucci, dkk.6 menunjukkan kondisi, ACE inhibitor dan statin juga diberikan pada
bahwa efek penurunan glukosa darah tidak menjadi pasien dengan riwayat infark miokardium atau risiko
faktor utama terkait dengan penurunan risiko kejadian tinggi penyakit kardiovaskular. Pemberian OAD perlu
kardiovaskular. Melainkan, hal ini dikaitkan dengan efek memperhatikan efikasinya terkait penurunan mortalitas
lain masing-masing OAD dalam memengaruhi tekanan kardiovaskular, khususnya pada kelompok pasien yang
darah, kadar glukosa, lipid, berat badan, dan perubahan berisiko tinggi untuk penyakit kardiovaskular. Selain itu,
fisiologis lainnya dalam tubuh seperti efek anti-inflamasi, penggunaan statin, ACE inhibitor, dan aspirin pada pasien
antioksidatif, dan perbaikan pada disfungsi endotel. Akan DMT2 dengan riwayat penyakit kardiovaskular menjadi
tetapi, efek penurunan glukosa tetap esensial untuk pertimbangan pemilihan OAD mengingat interaksinya
mencegah fluktuasi glikemik dan hiperglikemia kronik dengan obat-obatan lainnya.
terhadap aterogenesis.6 The American Diabetes Association (ADA) dan The
European Association for the Study of Diabetes (EASD)
9
tahun 2018 sudah menyusun panduan pemilihan OAD
berdasarkan hasil beberapa uji klinis terkini yang menilai
efek OAD golongan baru terhadap keluaran kardiovaskular
pada pasien DMT2. Pasien DMT2 dengan riwayat

Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 4 | Desember 2020 241


Derlin J. Leander, Dicky L.Tahapary

penyakit ASCVD (atherosclerotic cardiovascular disease) Sulfonilurea


direkomendasikan untuk menggunakan metformin Sulfonilurea (SU) bekerja sebagai insulin
sebagai lini pertama. Jika target HbA1c tidak tercapai, secretagogues pada sel ϐ pankreas dengan merangsang
perlu penambahan penghambat SGLT-2 atau agonis GLP- sekresi insulin. Generasi yang saat ini digunakan adalah SU
1 yang terbukti memiliki manfaat kardovaskular. Jika generasi ke-2 yang dimetabolisme di hepar dan diekskresi
target HbA1c tidak tercapai, dapat dipertimbangkan untuk di ginjal. Roumi, dkk.13 dan American Heart Association8
penambahan kelas OAD lain seperti penghambat DPP-IV, tidak merekomendasikan penggunaan SU pada pasien
insulin basal, tiazolidindion (TZD), dan sulfonilurea (SU) dengan atau tanpa riwayat penyakit kardiovaskular karena
sebagai pilihan akhir. Dalam panduan tersebut, ADA dan peningkatan kejadian gagal jantung dekompensata dan
EASD juga merekomendasikan penggunaan penghambat mortalitas kardiovaskular pada pasien DMT2. DIGAMI trial
SLGT-2 dan agonis GLP-1 sebagai monoterapi jika pasien menunjukkan bahwa pasien dengan infark miokardium
intolerans terhadap metformin.9 Akan tetapi, apakah hal yang diberikan pengobatan SU memiliki hasil luaran yang
ini dapat diterapkan secara langsung di Indonesia masih buruk dengan adanya peningkatan angka mortalitas.
diperlukan pengkajian mendalam mengingat mahalnya Kematian akibat iskemik akut lebih banyak terjadi pada
harga obat penghambat SGLT-2 dan agonis GLP-1. Selain pasien yang diberikan terapi SU dibandingkan metformin.
itu, perbedaan harga obat di masing-masing negara, Hal ini dijelaskan melalui mekanisme pengikatan SU dengan
seperti harga obat penghambat DPP-IV dapat lebih murah reseptor kardiomiosit dan vaskular koroner, sehingga
dibandingkan TZD pada negara tertentu, sedangkan di mengganggu vasodilatasi koroner dan menyebabkan
Indonesia harga kedua obat ini justru sebaliknya. kerusakan area infark miokardium lebih luas. Selain
itu, SU juga dapat mengganggu fungsi HDL dalam
EFEKTIVITAS GOLONGAN OAD DALAM transportasi reverse cholesterol. SU juga dikenal memiliki
MENCEGAH KEJADIAN KARDIOVASKULAR efek hipoglikemia yang berarti sehingga tidak disarankan
penggunaannya pada pasien > 75 tahun, meskipun obat
Metformin SU yang lebih baru (glipizid, glimepirid, gliklazid) dikatakan
Meta-analisis Griffin, dkk.10 dari 13 uji klinis yang memiliki efek hipoglikemia yang lebih rendah.14
membandingkan metformin dengan diet, gaya hidup, Obat ini disarankan pada pasien usia muda dengan
dan plasebo, didapatkan bahwa, walaupun tidak target kontrol glikemik yang belum tercapai dan dianjurkan
bermakna secara statistik, metformin memiliki potensi penggunaannya selama 3-6 bulan. Setelah kadar glikemik
efek protektif terhadap cardiovascular outcomes (all- tercapai atau HbA1c sudah menurun, maka dianjurkan
cause mortality dengan RR 0,96 (IK 95% 0,84 – 1,09); untuk mengganti SU dengan antidiabetik oral lainnya sesuai
mortalitas kardiovaskular dengan RR 0,97 (IK 95% 0,80– dengan konsensus yang ditetapkan. Walaupun demikian,
1,16); infark miokardium dengan RR 0,89 (IK 95% 0,75 di Indonesia dan banyak negara Asia lainnya, kenyataan di
– 1,06); dan peripheral vascular disease dengan RR 0,81 lapangan menunjukkan bahwa penggunaan SU masih luas
(IK 95% 0,50 – 1,31). Terkait stroke, metformin mungkin karena efikasinya yang tinggi dalam menurunkan kadar
dapat meningkatkan risiko kejadian stroke dengan RR 1,04 glukosa darah dan harganya yang murah. Akan tetapi,
(IK 95% 0,73 – 1,48), namun tidak mencapai kemaknaan untuk pasien lanjut usia, penyakit ginjal, dan penyakit hati,
secara statisik. Studi yang dilakukan Lamanna, dkk.11 juga pemberian SU tidak disarankan.14
menunjukkan hasil bahwa metformin dibandingkan dengan Hasil studi ADVANCE yang menggunakan gliklazid
plasebo mampu menurunkan kejadian kardiovaskular dan sebagai OAD utama, menunjukkan bahwa terdapat efek
meningkatkan survival rate. Sebuah studi retrospektif di minor terhadap penurunan mortalitas kardiovaskular
Cina oleh Fung, dkk.12 menunjukkan bahwa pasien DMT2 sebesar 12%, walaupun memang tidak bermakna secara
yang diberikan terapi inisial perubahan gaya hidup dan statisik.15 Sementara itu, studi meta-analisis Azoulay, dkk.16
metformin memiliki keluaran yang lebih baik dibandingkan menunjukkan dari 19 studi yang dianalisis dengan luaran
hanya diberikan perubahan gaya hidup saja, terutama kejadian kardiovaskular, hanya terdapat satu studi yang
dalam hal penurunan risiko kematian dan kejadian dilakukan pada tahun 2003 – 2009 di 16 negara di Eropa,
kardiovaskular. Hal ini menguatkan rekomendasi bahwa Amerika, dan Australia yang menunjukkan bahwa SU
metformin tetap menjadi pilihan pertama dalam inisiasi memiliki efek yang tidak bermakna dalam meningkatkan
OAD pada pasien DMT2 bila tidak ada kontraindikasi dan risiko MACE, serta satu hasil studi di Inggris tahun 2004
dapat ditoleransi. yang menunjukkan bahwa SU tidak meningkatkan secara

242 | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 4 | Desember 2020


Pemilihan Obat Antidiabetik Oral pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Tinggi untuk Kejadian Kardiovaskular

bermakna all-cause mortality. Selebihnya menunjukkan Akarbosa


bahwa SU meningkatkan risiko kejadian kardiovaskular Akarbosa merupakan obat yang tersedia di
pada pasien DMT2. Indonesia dan merupakan golongan alfa glukosidase
inhibitor. Obat ini bekerja dengan cara memperlambat
Glinid absorpsi polisakarida, dekstrin, dan disakarida dengan
Glinid merupakan OAD yang bekerja sebagai insulin menghambat enzim alfa glukosidase di intestin sehingga
secretagogues dengan menutup kanal kalium yang tidak mencegah peningkatan glukosa plasma orang dengan
bergantung ATP pada sel ϐ pankreas sehingga merangsang glukosa yang normal dan diabetes.20
sekresi insulin. Golongan obat yang termasuk adalah Studi yang dilakukan oleh Hanefeld, dkk.21 tahun
nateglinid dan repaglinid. Obat ini dimetabolisme di 2004 menunjukkan bahwa akarbosa dapat menurunkan
hepar dan 10% sisanya dimetabolisme di ginjal. Repaglinid kejadian kardiovaskular dan mencegah infark miokardium
diketahui menurunkan aktivasi platelet, memperbaiki dengan cara memperbaiki kontrol glikemik, trigliserida,
profil lipid, dan menurunkan inflamasi. Studi yang berat badan, dan tekanan darah sistolik. Studi yang
dilakukan menunjukkan efek glinid terhadap peningkatan dilakukan Chen, dkk. 20 mengenai efek akarbosa terkait
kejadian iskemia dan LVD (left ventricular dyscfuntion) dengan kejadian kardiovaskular menunjukkan bahwa
pada pasien dengan penyakit CAD (coronary artery pada pasien tanpa riwayat penyakit kardiovaskular
disease). Glinid tidak terbukti menurunkan risiko kejadian sebelumnya, akarbosa dapat meningkatkan risiko kejadian
kardiovaskular. Efek sampingnya adalah peningkatan berat kardiovaskular dalam 12 bulan pertama pemakaian, namun
badan, gangguan saluran cerna, dan hipoglikemia.17 pada penggunaan jangka panjang, ada estimasi bahwa
akarbosa dapat menurunkan risiko kejadian kardiovaskular.
Tiazolidindion Selain itu, studi kohort yang dilakukan Chang, dkk.22 pada
Pioglitazon yang merupakan salah satu obat tahun 2015 menunjukkan bahwa akarbosa tidak memiliki
antidiabetik oral golongan Thiazolidindion, merupakan efek kardioprotektif. Hal ini ditunjukkan dengan Hazard
agonis PPAR (peroxisome proliferator-activated receptor) Ratio pada pasien yang menggunakan akarbosa lebih
yang bekerja dengan cara memodifikasi transkripsi gen tinggi terhadap kejadian kardiovaskular, gagal jantung,
untuk metabolisme karbohidrat dan lemak melalui stroke iskemik (Adjusted hazard ratio masing-masing 1.05,
perannya sebagai PPAR gamma-1 dan PPAR gamma-2. 1.08, 1.05) dibandingkan dengan metformin.
Pioglitazon memiliki efek utama meningkatkan sensitivitas
insulin di jaringan perifer, lemak, dan hati dengan Penghambat DPP-IV
menurunkan glukoneogenesis, meningkatkan uptake Penghambat DPP-IV merupakan golongan OAD
glukosa dan lipid, serta meningkatkan oksidasi glukosa di yang bekerja dengan cara menghambat DPP-IV, sehingga
otot. mencegah degradasi GLP-1 (inkretin mimetik). DPP-IV
Berdasarkan studi PROactive yang dilakukan inhibitor yang tersedia di antaranya sitagliptin, saxagliptin,
menunjukkan bahwa pioglitazon memiliki efek bermakna alogliptin, linagliptin, dan vildagliptin. Analisis studi yang
dalam menurunkan risiko kejadian kardiovaskular pada dilakukan Thompson, dkk.23 tahun 2017 menunjukkan
pasien dengan riwayat penyakit kardiovaskular sebelumnya bahwa Sitagliptin, Saxagliptin, dan Alogliptin tidak
yang sudah terjadi > 6 bulan lalu, yaitu infark miokardium, memiliki efek bermakna untuk menurunkan kejadian
stroke, revaskularisasi arteri koroner, dan acute coronary kardiovaskular pada pasien DMT2 dengan Hazard Ratio
syndrome selama 3 bulan dengan 50% pasien memiliki masing-masing 0,96, 1,00, dan 0,98. Studi SAVOR-TIMI 53
faktor risiko seperti merokok dan hipertensi.18 Berdasarkan menunjukkan risiko hospitalisasi gagal jantung meningkat
studi Dormandy, dkk.19, pioglitazon dapat menurunkan pada penggunaan saxagliptin. Akan tetapi, meta-analisis
risiko all-cause mortality, stroke, dan infark miokardium yang dilakukan Elgendy, dkk.24 tahun 2016 menunjukkan
nonfatal. Dari studi PROactive juga didapatkan bahwa bahwa dari 90 trial yang meliputi 66.730 subjek,
pioglitazon tidak meningkatkan disfungsi LV (left ventricle) didapatkan bahwa DPP-IV inhibitor tidak meningkatkan
dan disfungsi diastolik pada pasien gagal jantung. risiko gagal jantung secara bermakna dengan OR 1,11 (IK
Beberapa pendapat disampaikan kemungkinan kombinasi 95% 0,99 – 1,25) dengan p = 0,07 dalam rerata studi 108
pioglitazon-empagliflozin untuk memberikan efek sinergis minggu. Studi ini juga menunjukkan risiko terjadinya all-
dengan cara menurunkan afterload dan memperbaiki cause mortality, infark miokardium, dan stroke iskemik
survival pada penyakit kardiovaskular.18 yang sama dengan plasebo, sehingga dapat disimpulkan
bahwa efektivitas DPP-IV inhibitor dalam menurukan

Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 4 | Desember 2020 243


Derlin J. Leander, Dicky L.Tahapary

kejadian kardiovaskular belum terbukti secara klinis. nonfatal) dengan hazard ratio 0,86 (IK95% 0,74-0,99).29-31
Studi lain yang dilakukan Nishikido, dkk.25 tahun 2017 Studi CANVAS menunjukkan bahwa canaglifozin memiliki
menunjukkan bahwa subjek yang diberikan vildagliptin efek penurunan kejadian stroke nonfatal sebanyak 10%
memiliki kadar HbA1c lebih rendah dibandingkan pasien dan stroke fatal dengan hazard ratio 0,87 (IK 95% 0,69-
dengan terapi non-inkretin. Studi tersebut menunjukkan 1,09) dengan P < 0,001 non-inferior. Selain itu, dengan
vildagliptin tidak memperbaiki fungsi sistolik dan diastolik pemberian canagliflozin, pasien DMT2 memiliki risiko
jantung, namun menurunkan kadar BNP sehingga dipikirkan lebih rendah mengalami kejadian kardiovaskular.29
memiliki efek protektif terhadap IMA. Studi mengenai Studi DECLARE-TIMI menunjukkan dapagliflozin dapat
efek linagliptin terhadap kejadian kardiovaskular masih menurunkan mortalitas kardiovaskular atau hospitalisasi
berjalan. Keuntungan dari penghambat DPP-IV adalah efek gagal jantung dengan hazard ratio 0,83 dengan (IK 95%
netral terhadap peningkatan berat badan dan rendahnya 0,73 – 0,95) dan p = 0,005. Dapagliflozin tidak terbukti
risiko hipoglikemia. Obat golongan ini juga tolerabilitasnya menurunkan MACE. Efek samping diabetik ketoasidosis
cukup baik, walaupun pada sebagian kecil pasien juga dan infeksi genital lebih sering terjadi pada dapagliflozin
mengeluhkan adanya gangguan gastrointestinal.26 dibandingkan plasebo.30
Efek penghambat SGLT-2 dalam menurunkan kejadian
Penghambat SGLT-2 kardiovaskular dijelaskan melalui mekanisme peningkatan
Penghambat SGLT-2 merupakan golongan OAD sekresi glukagon. Glukagon mengaktivasi pembentukan
baru yang bekerja dengan menghambat kerja SGLT-2 cAMP dan menstimulasi efek inotropik yang meningkatkan
untuk reabsorpsi kembali glukosa di tubulus kontortus kontraktilitas miokardium dan cardiac output pada pasien
proksimal.7 Penghambat SGLT-2 memiliki mekanisme IM. Selain itu, glukagon juga memiliki efek kronotropik
seperti loop diuretic melalui efek diuresis dan penurunan dengan berikatan pada reseptor ϐ-1. Pelepasan glukagon
tekanan darah. Tiga jenis obat golongan SGLT-2 inhibitor melalui penghambat SGLT-2 memberikan efek antiaritmia,
yang sudah diverifikasi di Amerika Serikat dan Eropa adalah antioksidatif, dan anti-inflamasi.23 Selain itu, efek lainnya
canagliflozin, empagliflozin, dan dapagliflozin, sementara juga dapat menurunkan kadar glukosa darah, insulin,
ertugliflozin dan sotagliflozin masih memerlukan tekanan darah, berat badan, dan albuminuria. Penurunan
penelitian lebih lanjut.27 berat badan yang terjadi mencapai 2-3 kg dalam waktu 24-
Meta-analisis Zelniker, dkk28 tahun 2018, Fei, dkk.2 52 minggu. Hal ini disebabkan karena balans energi negatif,
tahun 2018, dan Savarese, dkk.3 tahun 2016, mendapatkan terjadi peningkatan ekskresi glukosa, dan penurunan
bahwa SGLT-2 inhibitor dapat menurunkan risiko kejadian reabsorpsi glukosa di ginjal. Efek diuresis penghambat
kardiovaskular secara bermakna dibandingkan dengan SGLT-2 juga dipikirkan berperan pada penurunan risiko
plasebo dan antidiabetik oral lainnya. Akan tetapi, dua perawatan akibat gagal jantung. Pemberian penghambat
studi yang dilakukan menunjukkan adanya perbedaan SGLT-2 harus berhati-hati pada pasien usia > 65 tahun
dalam efikasi SGLT-2 inhibitor terhadap infark miokardium karena dapat meningkatkan risiko dehidrasi dan hipotensi
nonfatal. Studi Fei, dkk.2 menunjukkan penghambat ortostatik.30 Empagliflozin yang diberikan dalam waktu
SGLT-2 tidak dapat mencegah infark miokardium (IM) lima tahun dengan dosis 10 mg atau 25 mg per hari
nonfatal, sementara studi yang dilakukan Savarese, dkk.3 memberikan efek peningkatan HDL 2 mg/dL, penurunan
menunjukkan efek penghambat SGLT-2 tidak bermakna berat badan 2 kg, dan penurunan tekanan darah sistolik
untuk mencegah stroke pada pasien dengan riwayat 4 mmHg. Efek akumulasi ini dipikirkan memiliki efek
penyakit kardiovaskular. Hal ini sesuai dengan studi Fei, anti aterosklerosis yang pada akhirnya dapat mencegah
dkk.2 dengan nilai OR/RR yang melewati angka 1. Fei, kejadian kardiovaskular yang terutama disebabkan oleh
dkk.2 melaporkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna aterosklerosis.31
penggunaan penghambat SGLT-2 dengan penurunan risiko
IM nonfatal pada pasien yang menerima plasebo atau ANALISIS COST-BENEFIT OAD DI INDONESIA
DPP-4 inhibitor. Biaya terkait penggunaan OAD sangat bergantung
Tiga penelitian utama mengenai penghambat SGLT-2 pada golongan obat antidiabetik tersebut dan ketersediaan
adalah EMPA-REG, CANVAS, dan DECLARE-TIMI 58. EMPA- obat generik. Obat-obatan golongan biguanid, SU, TZD,
REG OUTCOME trials menunjukkan bahwa penggunaan dan penghambat alfa glukosidase umumnya sudah
empagliflozin dikaitkan dengan penurunan bermakna memiliki sediaan generik. Obat glibenklamid, glimepirid,
major adverse cardiovascular events/MACE (kematian dan gliklazid merupakan obat SU yang paling murah,
kardiovaskular, infark miokardium nonfatal, dan stroke sementara glikuidon relatif lebih mahal.

244 | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 4 | Desember 2020


Pemilihan Obat Antidiabetik Oral pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Tinggi untuk Kejadian Kardiovaskular

Di Indonesia, biaya terapi total setiap pasien berkisar terkini bahwa OAD golongan terbaru dapat menurunkan
antara Rp208.500,00 sampai Rp754.500,00 per bulan risiko kejadian kardiovaskular, peneliti berusaha membuat
dengan proporsi biaya tertinggi adalah obat (59,5%).32 perhitungan sederhana terkait biaya yang dikeluarkan
Kisaran biaya total pasien diabetes ini lebih tinggi untuk mencegah setidaknya satu kejadian kardiovaskular
dibandingkan dengan biaya total pasien diabetes di India berdasarkan data yang ada (Tabel 1).
dengan kisaran 15 hingga 2.501 Rupee India (INR) per Analisis cost-benefit tersebut menunjukkan bahwa
bulan (setara dengan Rp3.033,00 sampai Rp505.713,00).33 obat-obatan baru ini walau terbukti dapat menurunkan
Di Indonesia, obat metformin generik 500 mg risiko kejadian kardiovaskular, namun diperlukan total
memiliki harga Rp233,00/tablet, glimepirid generik 2 biaya yang besar. Selain itu, obat-obatan lama seperti
mg seharga Rp1.983,00/tablet; dan glibenklamid 5 mg metformin, akarbosa, dan pioglitazon ternyata juga dapat
Rp236,00/tablet. Sementara obat glikuidon generik tablet menurunkan risiko kejadian kardiovaskular, walaupun
30 mg memiliki harga Rp1.491,00/tablet. Rerata biaya per tingkat buktinya tidak setinggi obat-obat baru.
bulan untuk satu orang pasien rawat jalan di RS Kodya
Yogyakarta pada tahun 2004 yang diberikan glibenklamid PENDEKATAN MULTIFAKORIAL
adalah Rp1.078.200,00. Untuk 100 orang pasien yang Dalam praktik sehari-hari tentu saja seorang klinisi
diberikan metformin, diperlukan biaya Rp1.788.015,00.34 ingin mendapatkan penurunan kejadian kardiovaskular
Harga akarbosa tablet generik 100 mg adalah Rp2.645,00 pada pasien DMT2 yang ditanganinya. Hasil penelitian di
per tablet, pioglitazon hidroklorida obat generik seharga era CVOT menunjukkan bahwa penghambat SGLT-2 efektif
Rp2.135,00 per tablet. Golongan glinid, misalnya dalam menurunkan risiko kejadian kardiovaskular. Namun
repaglinid dan nateglinid dipasarkan dengan kisaran harga demikian, ada pertimbangan cost-benefit pendekatan
Rp2.500,00 – Rp9.000,00 per tablet. multifaktorial yang selama ini sebenarnya sudah menjadi
Obat golongan baru seperti penghambat DPP-IV pendekatan yang umumnya dilakukan pada pasien DMT2
dan SGLT-2 belum memiliki sediaan generik. Penghambat dalam rangka menurunkan risiko kejadian kardiovaskular.
DPP-IV seperti sitagliptin, vildagliptin, saxagliptin, dan Pada penelitian Steno-2 yang dilakukan Gaede, dkk.37
linagliptin dipasarkan dengan harga untuk dosis harian tahun 2003, dilakukan perbandingan terapi multifaktorial
berkisar antara Rp15.000,00 – Rp20.000,00. Sementara itu, intensif dengan terapi konvensional. Terapi konvensional
obat penghambat SGLT-2, empagliflozin, dan dapagliflozin (aspirin, statin, ACEi, modifikasi diet, aktivitas fisik)
dipasarkan dengan harga berkisar antara Rp15.000,00 – dibandingkan dengan terapi intensif (aspirin, statin,
Rp25.000,00 per tablet. ACEi, modifikasi diet, aktivitas fisik), namun untuk terapi
Selain itu, analisis cost-benefit obat antidiabetik intensif ditambahkan kontrol glikemik dengan berpatokan
juga dapat dilihat dari hasil perhitungan incremental cost- pada nilai HbA1c. Pasien yang overweight dan obesitas
effectiveness ratio (ICER), yaitu analisis yang digunakan diberikan metformin, sedangkan pasien dengan lean
untuk menilai perbedaan biaya antara dua jenis obat dibagi body mass yang ideal, diberikan gliklazid. Apabila target
dengan selisih tingkat efektivitas antara dua obat. Semakin gula darah atau HbA1c tidak tercapai, maka dilakukan
kecil ICER, semakin efektif dan efisien obat yang dimaksud. pemberian kombinasi obat. Apabila dengan obat oral
Penelitian di Indonesia oleh Pribadi, dkk.35 menunjukkan tidak didapatkan perbaikan, maka mulai diberikan terapi
bahwa kombinasi regimen obat antidiabetik yang paling insulin basal. Follow-up dilakukan selama 7,8 tahun
efektif adalah sulfonilurea dan biguanid dengan nilai dan didapatkan bahwa terjadi penurunan HbA1c yang
ICER Rp -170.208. Penelitian lain di India oleh George36 bermakna, juga tekanan darah sistolik dan diastolik,
menemukan bahwa kombinasi metformin, sulfonilurea, kolesterol, trigliserida, dan laju ekskresi albumin pada
dan pioglitzone merupakan kombinasi terbaik untuk pasien yang mendapatkan terapi intensif dibandingkan
menurunkan kadar gula darah puasa. Jenis kombinasi obat pasien dengan terapi konvensional.
lain dengan agen penghambat DPP-4 memiliki efektivitas Hal yang menarik adalah bahwa pada penelitian
yang kurang dan lebih mahal dibandingkan kombinasi obat Steno-2 didapatkan efek penurunan risiko kejadian
antidiabetik lainnya. Harga obat antidiabetik oral menjadi kardiovaskular dengan HR 0,47 (IK 95% 0,24 – 0,73). Hal
pertimbangan penting dalam pemilihan jenis obat. Dalam ini menunjukkan upaya kontrol glikemik dengan disertai
pemilihan OAD perlu diperhatikan ketersediaan obat, pengelolaan faktor risiko lainnya yang berperan sangat
harga, dan terjaminnya obat melalui BPJS mengingat penting dalam mencegah kejadian kardiovaskular. Penting
sebagian besar masyarakat Indonesia merupakan peserta untuk dicatat bahwa pendekatan multifaktorial seperti
jaminan kesehatan nasional (JKN). Terkait bukti-bukti yang dilakukan Steno-2 dikaitkan dengan penurunan

Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 4 | Desember 2020 245


Derlin J. Leander, Dicky L.Tahapary

risiko kejadian kardiovaskular yang lebih tinggi dengan on the risk of heart failure: a cohort study. J Am Heart Assoc. 2018;
6(4):e005379.
ARR mencapai 20% dan NNT hanya 5, jauh lebih besar
9. Davies MJ, D’Alessio DA, Fradkin J, Kernan WN, Mathieu C, Mingrone
dibandingkan dengan CVOT obat-obat golongan baru G, et al. Management of hyperglycaemia in type 2 diabetes, 2018.
A consensus report by the American Diabetes Association (ADA)
tersebut.37 Sebuah studi terbaru yang melakukan analisis and the European Association for the Study of Diabetes (EASD).
biaya Steno-2 (1996-2014) melaporkan bahwa terapi Diabetes Care. 2018;41(12):1-38.
intensif multifaktorial dikaitkan dengan rerata biaya per 10. Griffin SJ, Leaver JK, Irving GJ. Impact of metformin on cardiovascular
disease: a meta-analysis of randomised trials among people with
orang per tahun yang lebih rendah (8.725 Euro vs. 10.091 type 2 diabetes. Diabetologia. 2017;60(9):1620-9.
Euro, p = 0,045). Perbedaan ini disebabkan oleh penurunan 11. Lamanna C, Monami M, Marchionni N, Mannucci E. Effect of
metformin on cardiovascular events and mortality: a meta-analysis
biaya terkait hospitalisasi akibat penyakit kardiovaskular.38 of randomized clinical trials. Diabetes Obes Metab. 2011;13(3):221-
8.
12. Fung CSC, Wan EYF, Wong CKH, Jiao F, Chan AKC. Effect of
SIMPULAN metformin monotherapy on cardiovascular diseases and mortality:
Penghambat SGLT-2 memberikan efek penurunan a retrospective cohort study on chinese type 2 diabetes mellitus
patients. Cardiovasc Diabetol. 2015;14:137.
risiko kejadian kardiovaskular yang bermakna pada pasien 13. Roumie CL, Hung AM, Greevy RA. Comparative effectiveness
dengan riwayat penyakit kardiovaskular sebelumnya of sulfonylurea and metformin monotherapy on cardiovascular
events in type 2 diabetes mellitus: a cohort study. Ann Intern Med.
(pencegahan sekunder). Dari segi cost-benefit, terapi 2012;157(9):601-2.
multifaktorial secara intensif yang meliputi kendali 14. Sola D, Rossi L, Schianca GP. Sulfonylureas and their use in clinical
practice. Arch Med Sci. 2015;11(4):840-8.
glukosa darah, lipid, tekanan darah, dan berat badan, serta
15. Heller SR. A summary of the ADVANCE trial. Diabetes Care.
pemberian aspirin dikaitkan dengan penurunan risiko 2009;32(2):357-61.
kejadian kardiovaskular yang lebih besar dengan biaya yang 16. Azoulay L, Suissa S. Sulfonylureas and the risks of cardiovascular
events and death: a methodological meta-regression analysis of
lebih ringan. Di Indonesia, dengan adanya keterbatasan the observational studies. Diabetes Care. 2017;40:706-14.
pembiayaan kesehatan, nampaknya pendekatan 17. Rutten G. Effect of nateglinide on the incidence of diabetes and
cardiovascular events. N Engl J Med. 2010;362:16.
multifaktorial secara intensif masih merupakan pilihan
18. Charbonnel B, Dormandy J, Erdmann E, Massi-Benedetti M, Skene
utama untuk menurunkan risiko kejadian kardiovaskular. A. The prospective pioglitazone clinical trial in macrovascular
events (PROactive). Diabetes Care. 2004;27(7):1-7.
19. Dormandy JA, Charbonne B, Eckland DJA, Erdmann E, Massi-
UCAPAN TERIMA KASIH Benedetti M, Moules IK, et al. Secondary prevention of
Penulis mengucapkan terima kasih untuk Prof. Dr. dr. macrovascular events in patiens with type 2 diabetes in the
PROactive Study (PROspective pioglitAzone Clinical Trial In
Pradana Soewondo, SpPD, KEMD yang telah memberikan macroVascular Events): a randomised controlled trial. Lancet.
2005;366:1-11.
masukan berharga dalam penulisan artikel ini, dan kepada
20. Chen JM, Chang CW, Lin YC, Horng JT, H.-H. Sheu W. acarbose
dr. Cindy Astrella untuk bantuan teknisnya. treatment and the risk of cardiovascular disease in type 2 diabetic
patients: a nationwide seven-year follow-up study. J Diabetes Res.
2014;2014:1-6.
DAFTAR PUSTAKA 21. Hanefeld M, Catagay M, Petrowitsch T, Neuser D, Petzinna D, Rupp
1. Kementerian Kesehatan RI. Infodatin: situasi dan analisis diabetes M. Acarbose reduces the risk for myocardial infarction in type 2
[Internet]. 2014 [cited 2018 Nov 14]. Available from: http://www. diabetic patients: meta-analysis of seven long-term studies. Eur
depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin- Heart J. 2004;25:10-6.
diabetes.pdf 22. Chang CH, Chang YC, Lin JW, Chen ST, Chuang LM, Lai MS.
2. Fei Y, Tsoi MF, Kumana CR, Cheung TT, Cheung BMY. Network meta- Cardiovascular risk associated with acarbose versus metformin as
analysis of cardiovascular outcomes in randomized controlled trials the first-line treatment in patients with type 2 diabetes: a nationwide
of new antidiabetic drugs. Int J Cardiol. 2018;254(2018):291-6. cohort study. J Clin Endocrinol Metab. 2015;100(3):1121-9.
3. Savarese G, D’Amore C, Federici M, Martino FD, Dellegrottaglie S, 23. Thompson PL, Davis TME. Review cardiovascular effects of glucose-
Marciano C, et al. Effects of dipeptidyl peptidase 4 inhibitors and lowering therapies for type 2 diabates: new drugs in perspective.
sodium-glucose linked cotransporter-2 inhibitors on cardiovascular Clin Ther. 2017;39(5):1012-25.
events in patients with type 2 diabetes mellitus: a meta-analysis. 24. Elgendy IY, Mahmoud AN, Barakat AF, Elgendy AY, Saad M, Abuzid
Int J Cardiol. 2016;220(2016):595-601. A, et al. Cardiovascular safety of dipeptidyl-peptidase iv inhibitors:
4. Marfella R, Sasso FC, Cacciapuoti F, Portoghese M, Rizzo MR, a meta-analysis of placebo-controlled randomized trials. Am J
Siniscalchi M, et al. Tight glycemic control may increase regenerative Cardiovasc Drugs. 2017;17:143-55.
potential of myocardium during acute infarction. J Clin Endocrinol 25. Nishikido T, Oyama JI, Ohira H, Node K. The effects and safety of
Metab. 2012; 97(3):933-42. vildagliptin on cardiac function after acute myocardial infarction.
5. Moodahadu LS, Dhall R, Zargar AH, Bangera S, Ramani L, Katipally R. Int J Cardiol. 2015;188(2015):13-5.
Tight glycemic control and cardiovascular effects in type 2 diabetic 26. Gokhale M, Buse JB, Funk MJ, Lund J, Pate V, Simpson RJ, et al.
patients. Heart Views. 2014;15(4):111-20. No increased risk of cardiovascular events in older adults initiating
6. Mannucci E. Is glucose control important for prevention of dipeptidyl peptidase 4 inhibitors versus therapeutic alternatives.
cardiovascular disease in diabetes? Diabetes Care. 2013;36(2):259- Diabetes Obes Metab. 2017;19(7):970-80.
63. 27. Cinti F, Moffa S, Impronta F, et al. Spotlight on ertugliflozin and
7. PB PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes its potential in the treatment of type 2 diabetes: evidence to
melitus tipe 2 di Indonesia 2015 [Internet]. Available from: https:// date. Drug Des Devel Ther. 2017;11:2905-19.
kupdf.net/download/konsensus-penggunaan-insulin-perkeni- 28. Zelniker M, Lam CSP, Kohsaka S, Kim DJ, Karasik A, Shaw J et al.
2015_590b19d0dc0d60cd4a959ecc_pdf Cardiovascular events associated with sglt-2 inhibitors versus other
8. Roumie CL, Min JY, McGowan LD, Presley C, Grijalva CG, Hackstadt glucose-lowering drugs: the CVD-REAL 2 study. J Am Coll Cardiol.
AJ. Comparative safety of sulfonylurea and metformin monotherapy 2018;71(23):2628-39.

246 | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 4 | Desember 2020


Pemilihan Obat Antidiabetik Oral pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Tinggi untuk Kejadian Kardiovaskular

29. Neal B, Perkovic V, Mahaffey KW, Zeeuw D, Fulcher G, Erondu N,


et al. Canagliflozin and cardiovascular and renal events in type 2
diabetes. N Engl J Med. 2017;377:7.
30. Wiviott SD, Raz I, Bonaca MP, Mosenzon O, Kato ET, Cahn A, et al.
Dapagliflozin and cardiovascular outcomes in type 2 diabetes. N
Engl J Med. 2018;83:1-12.
31. Zinman B, Wanner C, Lachin JM, Fitchett D, Bluhmki E, Hantel S, et
al. Empagliflozin, cardiovascular outcomes, and mortality in type 2
diabetes. N Engl J Med. 2015;373:22.
32. Andayani TM. Analisis biaya terapi diabetes mellitus di
Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta. Majalah Farmasi
Indonesia.2006;17(3):130-5
33. Acharya KG, Shah KN, Solanki ND, Rana DA. Evaluation of
antidiabetic prescriptions, cost and adherence to treatment
guidelines: A prospective, cross-sectional study at a tertiary care
teaching hospital. J Basic Clin Pharm. 2013; 4(4):82-7.
34. Andayani TM, Imaningsih I. Cost analysis of antidiabetic drugs for
diabetes mellitus outpatient in kodya Yogyakarta hospital. Malays.
J Pharm Sci. 2007;5(1):19-23.
35. Pribadi F, Permana I. Analysis of the cost-effectiveness of
antidiabetic drugs among self paid participant of the Indonesia
national security service (NSS) with type 2 diabetes mellitus. Int J
Med Sci Public Health.2018; 8(3): 108-11
36. George N, Kumar A, Amma V. Glycemic control and cost-
effectiveness attained by the drug utilization of oral antidiabetic
agents in a tertiary care hospital in South India. Int J Basic Clin
Pharmacol. 2016;5(3):684-91.
37. Gaede P, Vedel P, Larsen N, Jensen GVH. Multifactorial intervention
and cardiovascular disease in patients with type 2 diabetes. N Engl
J Med. 2003;348:383-93.
38. Gaede J, Oellgaard J, Ibsen R, Gaede P, Nortoft E, Parving HH, et
al. A cost analysis of intensified vs conventional multifactorial
therapy in individuals with type 2 diabetes: a post hoc analysis of
the steno-2 study. Diabetologia. 2019;62(1):147-55

Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 4 | Desember 2020 247


Derlin J. Leander, Dicky L.Tahapary

Tabel 1. Perbandingan efikasi, efektivitas, keamanan, dan cost-benefit OAD pada pasien DMT2 dalam menurunkan risiko kejadian kardiovaskular
Estimasi
Nama Obat Pembanding Durasi Efektivitas HR / OR / RR Keamanan ARR/RRR NNT
Biaya*
Metformin Plasebo ≥ 52 Menurunkan kejadian OR 0,79 Relatif aman pada ARR = 0,006 167 Rp200
(Lamanna, dkk)11 atau tanpa minggu kardiovaskular dan (IK95% pasien DMT2 dengan juta
terapi atau Perbaikan survival 0,6400,98) riwayat penyakit
komparator kardiovaskular
aktif
p = 0,031
Pioglitazon Plasebo 34,5 bulan Menurunkan risiko all- HR 0,84 (IK95 Keamanan dan ARR = 0,02 50 Rp1,8
(Dormandy, dkk)19 (rerata) cause mortality, stroke, 0,72-0,98) tolerabilitas baik. miliar
infark miokardium Hospitalisasi gagal
nonfatal jantung: 6% vs 4%
p = 0,027
Akarbosa Plasebo 52 minggu Menurunkan kejadian HR 0,65 Efek samping ARR = 0,088 12 Rp171
(Hanefeld, dkk)21 kardiovaskular; kontrol (IK95% 0,48- flatulens, diare,nyeri juta
glikemik, BB, trigliserida, 0,88) abdomen
TD sistolik pada subjek
dengan terapi intensif
p = 0,0061
Canagliflozin Plasebo 13,5 tahun Menurunkan kejadian HR 0,86 Peningkatan kejadian RRR = 0,146 218 Rp7,9
(Neal, dkk)29 (rerata) kardiovaskular, (IK95% 0,75- amputasi (ibu jari dan miliar
albuminuria 0,97) p<0,001 metatarsal)
ARR = 0,0046
Empagliflozin Plasebo 3,1 tahun Menurunkan mortalitas HR 0,86 Risiko infeksi RRR = 0,132 63 Rp4
(Zinman, dkk)31 (median) akibat kejadian (IK95% 0,74- genital, hematokrit miliar
kardiovaskular dan 0,99) meningkat
hospitalisasi akibat
ARR = 0,016
unstable angina
p = 0,04

Dapagliflozin Plasebo 4,2 tahun Menurunkan MACE HR 0,93 Risiko ketoasidosis 0,005 200 Rp5
(Wiviott, dkk)30 (median) (tidak bermakna secara (IK95% 0,84- diabetik dan infeksi miliar
statistik); menurunkan 1,03) genital
mortalitas kardiovaskular
dan hospitalisasi akibat
gagal jantung
p = 0,17
Keterangan: DMT2 = Diabetes Melitus Tipe 2; HR = Hazard Ratio; OR = Odds Ratio; RR: Relative Risk; IK = Interval Kepercayaan; ARR = Absolute Risk Reduction; NNT = Number Needed to Treat. *Estimasi
biaya dhitung berdasarkan estimasi harga OAD untuk satu hari x NNT x median/rerata durasi follow-up dalam hari

248 | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 4 | Desember 2020

Anda mungkin juga menyukai