Anda di halaman 1dari 9

Perkembangan industri perbankan dan keuangan syariah dalam satu dasawarsa

belakangan ini mengalami kemajuan yang sangat pesat, seperti perbankan syariah,
asuransi syariah, pasar modal syariah, reksadana syariah, obligasi syariah, pegadaian
syariah, Baitul Mal wat Tamwil (BMT). Demikian pula di sektor riil, seperti Hotel Syariah,
Multi Level Marketing Syariah, dsb. 
Perkembangan perbankan menurut data Bank Indonesia mengalami kemajuan yang
spektakuler. Jika sebelum tahun 1999, jumlah bank syariah sangat terbatas di mana hanya
ada sebuah bank syariah, yaitu Bank Muamalat Indoensia dengan beberapa kantor cabang,
kini ada 21 bank syariah dengan jumlah pelayanan kantor bank syariah sebanyak 611 (data
Mei 2006). Demikian pula lembaga asuransi syariah, perkembangannya di Indonesia
merupakan yang paling cepat di dunia. Hanya Indonesia satu-satunya negara yang memiliki
34 lembaga asuransi syariah, sedangkan Malaysia cuma ada 4 lembaga asuransi syariah.
Dan hanya Indonesia yang memiliki 3 lembaga reasuransi syariah. Di negara manapun
biasanya hanya ada satu lembaga reasuransi syariah. Jumlah BMT juga telah melebihi dari
3.800 bauh yang tersebar di seluruh Indonesia.
Berdasarkan hasil kajian Tim BEINEWS (2004) menunjukkan bahwa ada lima faktor yang
memicu perkembangan perbankan syariah di Indonesia, sekaligus menjadi pembeda antara
perbankan syariah dan perbankan konvensional, yaitu: 
1.market yang dianggap luas ternyata belum digarap secara maksimal (apalagi, bank
syariah tidahanya dikhususkan untuk orang muslim karena di sejumlah bank terdapat
nasabah nonmuslim), 
2.sistem bagi hasil terbukti lebih menguntungkan dibandingkan dengansistem bunga yang
dianut bank konvensional (review pada waktu krisis ekonomi-moneter)
3.reeturn yang diberikan kepada nasabah pemilik dana bank syariah lebihbesar daripada
bunga deposito bank konvesional (ditambah lagi belakangan ini, sukubunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI) terus mengalami penurunan, sehingga suku bunga menurun
4.bank syariah tidak memberikan pinjaman dalam bentuk uang tunai, tetapi bekerja sama
atas dasar kemitraan, seperti prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal
(musyarakah), prinsip jual beli (murabahah) dan prisip sewa (ijarah),
5.prinsiplaba bagi bank syariah bukan satu-satunya tujuan karena bank syariah
mengupayakan bagaimana memanfaatkan sumber dana yang ada untuk membangun
kesejahteraan masyarakat (lagi pula, bank syariah bekerja di bawah pengawasan Dewan
Pengawas Syariah).
Menurut Boesono (2007), paling tidak ada tiga prinsip dalam operasional bank syariah yang
berbeda dengan bank konvensional, terutama dalam pelayanan terhadap nasabah, yang
harus dijaga oleh para bankir, yaitu:
1.prinsip keadilan, yakni imbalan atas dasar bagi hasil dan margin keuntungan ditetapkan
atas kesepakatan bersama antara bank dan nasabah, 
2.prinsip kesetaraan, yakni nasabah penyimpan dana, pengguna dana dan bank memiliki
hak, kewajiban, beban terhadap resiko dan keuntungan yang berimbang
3.prinsip ketenteraman, bahwa produk bank syariah mengikuti prinsipdan kaidah muamalah
Islam (bebas riba dan menerapkan zakat harta)
akan tetapi tidak sedikit lembaga keuangan yang berbasis syariah, akan tetapi pada prktek
pelaksanaanya tidak ubahnya dengan lembaga keuangan konvensional, kita semua
berharap bahwa mereka benar-benar menerapkan system syariah sehingga tidak saling
merugikan satu sama lain. Demi kemajuan sector keaungan indonesia
http://sugengsetyawan.blogspot.com/2008/06/lembaga-keuangan-syariah.html
Profil Lembaga Keuangan Syariah - Asuransi Syariah
Kategori : Asuransi Syariah
Kamis, 31 Mei 2001 

Kali ini kami akan menampilkan profil-profil lembaga ekonomi syariah yang ada di Indonesia. Semoga
informasi ini akan menambah khasanah pengetahuan Anda tentang ekonomi syariah. 

Asuransi Syariah
Sumber: Pesantren.net

Kebangkitan kedua sektor keuangan syariah setelah perbankan, dialami oleh asuransi. Itu terjadi pada
tahun 1994, ketika untuk pertama kalinya didirikan perusahaan asuransi berlandaskan syariah di Indonesia,
melalui PT Syarikat Takaful Indonesia (STI). PT STI sendiri memiliki dua anak perusahaan, yaitu PT Asuransi
Takaful Keluarga (ATK) dan PT Asuransi Takaful Umum (ATU). 

Dibandingkan di sejumlah negara -bahkan negara yang mayoritas penduduknya adalah nonmuslim-
keberadaan asuransi Takaful di Indonesia terbilang terlambat. Di Luxemburg, Geneva dan Bahamas
misalnya, asuransi Takaful sudah ada sejak tahun 1983. Sementara di negara-negara yang penduduknya
mayoritas muslim, keberadaannya sudah jauh lebih lama seperti di Sudan (1979), Saudi Arabia (1979),
Bahrain (1983), Malaysia (1984) dan Brunei Darussalam (1992). 

Hingga saat ini, PT Syarikat Takaful Indonesia masih menjadi satu-satunya perusahaan asuransi
berdasarkan syariah. Namun demikian, ada beberapa perusahaan asuransi konvensional yang mulai
menjajaki peluncuran produk-produknya yang berlandaskan sistem syariah. 

Dibandingkan asuransi konvensional, asuransi syariah memiliki perbedaan mendasar dalam beberapa hal.
Pertama, keberadaan Dewan Pengawas Syariah dalam perusahaan asuransi syariah merupakan suatu
keharusan. Dewan ini berperan dalam mengawasi manajemen, produk serta kebijakan investasi supaya
senantiasa sejalan dengan syariat Islam. 

Kedua, prinsip akad asuransi syariah adalah takafuli (tolong-menolong). Yaitu nasabah yang satu menolong
nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan. Sedangkan akad asuransi konvensional bersifat
tadabuli (jual-beli antara nasabah dengan perusahaan). 

Ketiga, dana yang terkumpul dari nasabah perusahaan asuransi syariah (premi) diinvestasikan berdasarkan
syariah dengan sistem bagi hasil (mudharobah). Sedangkan pada asuransi konvensional, investasi dana
dilakukan pada sembarang sektor dengan sistem bunga. 

Keempat, premi yang terkumpul diperlakukan tetap sebagai dana milik nasabah. Perusahaan hanya sebagai
pemegang amanah untuk mengelolanya. Sedangkan pada asuransi konvensional, premi menjadi milik
perusahaan dan perusahaan-lah yang memiliki otoritas penuh untuk menetapkan kebijakan pengelolaan
dana tersebut. 

Kelima, untuk kepentingan pembayaran klaim nasabah, dana diambil dari rekening tabarru (dana sosial)
seluruh peserta yang sudah diikhlaskan untuk keperluan tolong-menolong bila ada peserta yang terkena
musibah. Sedangkan dalam asuransi konvensional, dana pembayaran klaim diambil dari rekening milik
perusahaan. 

Keenam, keuntungan investasi dibagi dua antara nasabah selaku pemilik dana dengan perusahaan selaku
pengelola, dengan prinsip bagi hasil. Sedangkan dalam asuransi konvensional, keuntungan sepenuhnya
menjadi milik perusahaan. Jika tak ada klaim, nasabah tak memperoleh apa-apa. 
PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) 

PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK), didirikan pada tahun 1994 dengan modal dasar Rp 25 miliar dan modal
disetor Rp 9 miliar. Sebagai anak perusahaan PT Syarikat Takaful Indonesia (STI), sebagian besar saham PT
ATK dimiliki oleh PT STI, selebihnya oleh Koperasi Karyawan Takaful. 

Pada tiga tahun pertama beroperasi, yaitu 1994, 1995 dan 1996, PT ATK mengalami kerugian kumulatif
sebesar Rp 1,383 miliar. Namun mulai tahun 1997, PT ATK mulai berhasil membukukan laba yaitu sebesar
Rp 135 juta. Laba itu terus tumbuh pada tahun 1998 menjadi Rp 312 juta, namun menurun kembali pada
1999 menjadi Rp 221. Kondisi ini sebetulnya relatif baik, mengingat pada tahun-tahun itu ekonomi
Indonesia tengah dilanda krisis. Bahkan, tak sedikit perusahaan asuransi konvensional yang kesulitan
likuiditas dan akhirnya gulung tikar. 

Sedangkan pendapatannya sejak pertama berdiri terus tumbuh. Pada tahun 1999, porsi pendapatan
terbesar masih dari premi yaitu mencapai Rp 28,552 miliar. Pendapatan investasi mencapai Rp 1,707 miliar
dan dari sektor lainnya Rp 99 juta. 
PT ATK yang berkantor pusat di Jl. DR. Saharjo, Jakarta, hingga tahun 1999 berhasil merangkul 39.204
orang peserta individu di delapan produk individunya, yaitu Takaful Dana Investasi, Takaful Dana Haji,
Takaful Dana Siswa, Takaful Anuitas, Takaful Anak Asuh, Takaful Kesehatan, Takaful Al-Khairat dan Takaful
Kecelakaan Diri. Sementara 441.573 peserta kumpulan tersebar di tujuh produk kumpulannya, yaitu Takaful
Pembiayaan, Takaful Al-Khairat, Takaful Majelis Taklim, Takaful Kecelakaan Diri Kumpulan, Takaful
Kecelakaan Siswa, Takaful Perjalanan Haji dan Umroh serta Takaful Wisata dan Perjalanan. 

Jajaran dewan komisaris PT ATK, dipimpin oleh Iwa Sewaka selaku Direktur Utama PT STI. Sedangkan
jajaran dewan pengawas syariah diketuai oleh KH Ali Yafie. Jajaran dewan direksi diisi oleh Agus Siswanto
selaku direktur utama, Basuki Agus selaku direktur operasional, Edwin Mustafa selaku direktur keuangan
dan Syahrial Sakni selaku direktur teknik dan aktuaria. 

Mereka saat ini mengelola aset perusahaan senilai lebih dari Rp 55 miliar. Dalam menjalankan
operasionalnya, PT ATK didukung oleh 947 orang sumberdaya manusia yang tersebar di 31 kantor cabang.
Dengan segala potensinya, PT ATK menetapkan visi 2003, yaitu menjadi perusahaan asuransi yang
tangguh, terkemuka, diperhitungkan dan dibanggakan oleh ummat Islam dan masyarakat Indonesia. Untuk
itu, PT ATK menetapkan misi untuk tetap konsisten sebagai lembaga ekonomi-keuangan syariah dan
memeberi manfaat sebesar-besarnya bagi para stakeholders. 

PT Asuransi Takaful Umum 

PT Asuransi Takaful Umum (ATU), didirikan pada 5 Mei 1994. Mayoritas (99 persen) saham PT ATU, dimiliki
oleh PT Syarikat Takaful Indonesia selaku induk perusahaan. Selebihnya adalah milik Koperasi Karyawan
Takaful. 

Sebagai perusahaan asuransi berdasarkan sistem syariah, produk-produk asuransi PT ATU bebas dari tiga
unsur yang diharamkan hukumnya dalam muamalat Islam, yaitu ketidakpastian (gharar), untung-untungan
(maisir) dan bunga (riba). 

Lebih dari itu, prinsip bagi hasil (mudharobah) yang mendasari operasi PT ATU memungkinkan para peserta
yang tak pernah mengajukan klaim -atau bahkan yang membatalkan polis sekalipun- memperoleh
keuntungan dari bagi hasil tersebut. 

Perhitungan bagi hasil antara perusahaan dengan peserta, didasarkan pada mekanisme sebagai berikut:
kumpulan dana dari peserta diinvestasikan dengan prinsip syariah. Hasil investasi, dibagikan kepada
perusahaan dan peserta berdasarkan suatu nisbah tertentu, setelah dikurangi pembayaran berbagai beban
biaya (klaim dan premi reasuransi). 
Berbeda dengan produk-produk PT ATK, produk asuransi PT ATU lebih banyak berorientasi pada
pengasuransian barang. Produk-produk tersebut yaitu Takaful Kebakaran, Takaful Kendaraan Bermotor,
Takaful Rekayasa, Takaful Pengangkutan, Takaful Rangka Kapal, Takaful Aneka. 

Dari kantor pusatnya di Arthaloka Building, Jl. Jendral Sudirman Jakarta, PT ATU mengembangkan usahanya
melalui enam kantor cabang, masing-masing di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan dan
Balikpapan. 

Saat ini, sejumlah korporat terkemuka telah tercatat sebagai nasabah PT ATU seperti PT Krakatau Steel, PT
Pupuk Kujang, PT Telkom, PT Perusahaan Listrik Negara serta sejumlah perusahaan swasta seperti PT Bank
Muamalat Indonesia, PT ARCO Indonesia, PT Elnusa, dan sebagainya. 

Jajaran dewan pengawas syariah PT ATU diketuai oleh KH. Ali Yafie. Sedangkan jajaran dewan komisaris
dipimpin oleh Iwa Sewaka selaku Dirut PT Syarikat Takaful Indonesia. Sedangkan di jajaran Direksi terdapat
nama-nama seperti Shakti Agustono Rahardjo sebagai dirut, Muhammad Syakir Sula sebagai direktur
operasi dan Nurmansjha Lubis sebagai direktur keuangan

http://www.indomp3z.us/archive/index.php/t-20165.html

BANDUNG, KAMIS — Meski bergerak lambat dalam perkembangan ekonomi syariah, saat ini
Indonesia menjadi negara dengan jumlah bank dan lembaga keuangan yang berlandaskan
sistem syariah terbanyak di dunia. "Hal ini terbukti dengan hadirnya 33 bank, 46 lembaga
asuransi, dan 17 mutual fund yang menganut sistem syariah," kata pakar ekonomi syariah
sekaligus Direktur Tazkia Institute Dr Syafi’i Antonio pada seminar "Rekonstruksi Pemikiran
Ekonomi Syariah dan Implementasinya" di Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Rabu,
seperti ditulis situs web Unpad. Dikatakan, lambatnya pergerakan perkembangan ekonomi
syariah di Indonesia disebabkan adanya dualisme antara kaum ulama dan para ekonom
yang sibuk pada bidangnya masing-masing. Ulama hanya bergaul pada masalah akidah,
ibadah, munakalah, dan jinayah, sedangkan pengetahuan mengenai mualamah dan
transaksi bisnis sangat minim. "Sementara para ekonom, ahli di bidang fiskal, moneter, dan
masalah finansial lainnya minim mempelajari syariah," kata Dr. Syafi’i Antonio di hadapan
Rektor Unpad Prof Dr Ir Ganjar Kurnia, DEA dan unsur pimpinan Unpad, para guru besar,
dan mahasiswa. Penulis 12 buku perbankan dan leadership dan komite ahli Bank Indonesia
itu memaparkan materi berjudul "Islamic Finance, Global Development, Local Challenges,
and HRD Opportunities". Masalah tersebut, kata Syafi’i Antonio belum ditambah dengan
kurangnya keberanian Indonesia mendirikan bank Islam. Padahal, Indonesia disebut-sebut
sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. "Hal ini berbeda dengan yang
dilakukan Inggris. Negara dengan minoritas umat Muslim itu justru berani mendirikan
Islamic Bank of Britain", ucapnya. Inggris berani mencantumkan secara eksplisit kata
"Islamic" sebagai representasi lembaga keuangan dengan sistem syariah yang
mengharamkan riba di dalamnya. Sementara Indonesia masih ketakutan mencantumkan
kata tersebut dan hanya berani menggunakan kata "syariah". Meski Bank Indonesia telah
memiliki Islamic Bank, tetapi kata itu masih diterjemahkan sebagai bank syariah.
Tantangan yang perlu dihadapi Indonesia ke depan adalah menggerakkan bank syariah
menjadi bank Islam. Pergerakan inilah, menurut Syafi’i, menjadi faktor yang sangat penting
agar Indonesia dapat keluar dari permasalahan besar, yaitu rendahnya penghasilan
masyarakat. "Jika pendapatan rendah, nutrisi masyarakat akan terganggu yang berakibat
pada munculnya beragam penyakit. Jika masyarakat sudah rentan terhadap penyakit maka
produktivitas menjadi rendah yang lagi-lagi berakibat pada minimnya pendapatan,"
katanya. Diakuinya, meski banyak bank berlogo syariah, dalam kenyataannya belum
mampu menghidupkan sektor perekonomian masyarakat kecil. "Dinamakan syariah, apabila
rukun dan syarat Islam terpenuhi. Namun, apabila masih melupakan pengusaha kecil dan
hanya membantu pengusaha kaya, bukan Islam namanya," kata Syafi’i Antonio.
http://forum.kompas.com/ekonomi-umum/15488-indonesia-miliki-lembaga-keuangan-syariah-
terbanyak-se-dunia.html
II. Bank Muamalat dan Lembaga Keuangan
Bank muamalat atau bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit
dan jasa-jasa lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan
dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Kenyataan di masyarakat, mungkin terdapat kesimpangsiuran
mengenai pemahaman tentang pengertian lembaga keuangan dengan bank muamalat. Lembaga
keuangan dapat dikatakan sebagai badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk asset
keuangan atau tagihan (claim) serta asset non finansial atau asset riil dan memberikan pelayanan
jasa dalam bentuk skim tabungan (depositori), proteksi asuransi, program pensiun, dan penyediaan
sistem pembayaran melalui mekanisme transfer dana (Siamat:1999).
Jika dilihat dari dua pengertian diatas, antara lembaga keuangan dengan bank muamalat memiliki
persamaan yaitu sebagai badan usaha yang bergerak dalam bidang pengelolaan keuangan dan
pendanaan maupun investasi. Pernyataan ini diperkuat oleh Peraturan Pemerintah No. 70 tahun 1992,
tentang perubahan lembaga keuangan bukan bank (LKBB) menjadi bank umum. Bank umum menurut
UU No. 7 Tahun 1992, disamping melakukan kegiatan usaha secara konvensional dapat juga
melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Pendiri lebih menyukai bentuk lembaga
keuangan, mungkin karena lapangan maupun orientasi usahanya masih dalam lingkup yang kecil.
Sedangkan pendirian sebuah bank, memerlukan capital adequacy ratio (CAR) 8% berdasarkan rasio
kecukupan modal perbankan. Pada dasarnya lembaga keuangan, bank konvensional, maupun bank
Islam (bank Muamalat) merupakan bagian dari manajemen keuangan modern.
Lembaga keuangan syariah maupun bank Muamalat, sebagai lembaga keuangan Islam dan alternatif
pengganti bank-bank konvensional memiliki ciri-ciri keistimewaan sebagai berikut :
1. Adanya kesamaan ikatan emosional yang kuat antara pemegang saham, pengelola bank dan
nasabahnya.
2. Diterapkannya sistem bagi hasil sebagai pengganti bunga, sehingga akan berdampak positif dalam
menekan cost push inflation dan persaingan antar bank.
3. Tersedianya fasilitas kredit kebaikan (Al-Qardhul Hasan) yang diberikan secara Cuma-Cuma
4. Konsep (build in concept) dengan berorientasi pada kebersamaan :
a. Mendorong kegiatan investasi dan menghambat simpanan yang tidak produktif melalui sistem
operasi profit and loss sharing.
b. Memerangi kemiskinan dengan membina golongan ekonomi lemah dan tertindas, melalui bantuan
hibah yang dilakukan bank secara produktif.
c. Mengembangkan produksi, menggalakkan perdagangan dan memperluas kesempatan kerja melalui
kredit pemilikan barang atau peralatan modal dengan pembayaran tangguh dan pembayaran cicilan.
d. Meratakan pendapatan melalui sistem bagi hasil dan kerugian, baik yang diberikan kepada bank itu
sendiri maupun kepada peminjam.
5. Penerapan sistem bagi hasil yang tidak membebani biaya diluar kemampuan nasabah dan akan
terjamin adanya “keterbukaan”.
6. Menciptakan alternatif kehidupan ekonomi yang berkeadilan dalam kehidupan modern.
III. Fungsi dan Usaha Bank Muamalat
Di Indonesia, keberadaan bank muamalat sudah ada sejak pertengahan tahun 1992, tepatnya setelah
disahkannya UU No. 7 Tahun 1992 sebagai dasar hukum, yang kemudian dirubah menjadi UU No. 10
Tahun 1998. kebijakan perundangan ini diperkuat oleh Keputusan Menteri Koperasi Pengusaha Kecil
dan Menengah Republik Indonesia No. 53/BH/KDK 13.32/1.2/XII/1998, pengesahan Perubahan
Anggaran Dasar Koperasi No. 165/PAD/KDK 13.32/1.2/V/1999,serta izin usaha dari Menteri Keuangan
untuk beroperasi dengan prinsip bagi hasil seperti bank perkreditan rakyat (BPR) Syariah.
Berdasarkan beberapa dasar hukum ini, bank muamalat memiliki kesamaan fungsi demngan bank
umum. Fungsi-fungsi bank umum sebagaimana yang dimaksud antara lain (Siamat:1999) :
Menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam kegiatan ekonomi. Bank wajib
menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien kepada nasabahnya, seperti
penyediaan fasilitas kartu kredit, ATM, serta mekanisme jasa kliring dan inkaso.
Menciptakan uang. Menciptakan uang yang dimaksud bukanlah seperti fungsi pada bank Indonesia.
Menciptakan uang dalam hal ini adalah bagaimana bank muamalat dalam kegiatan operasionalnya
seperti bank konvensional, dapat memberikan perolehan hasil secara maksimal. Perolehan hasil ini
merupakan balas jasa (keuntungan) yang diterima dalam bentuk uang, yang dapat digunakan kembali
untuk memperlancar kegiatan operasional bank atau disimpan sebagai cadangan modal.
Menghimpun dana dan menyalurkannya kepada masyarakat. Kegiatan menghimpun dana dapat
dilakukan dengan cara menawarkan jasa dalam bentuk tabungan, deposito berjangka, giro maupun
penerimaan dana sesuai dengan syariah Islam. Penyaluran kembali dana ke masyarakat dapat dalam
bentuk pemberian kredit dan bentuk-bentuk pendanaan lainnya. Dalam penyaluran kembali dana
masyarakat, bank memperoleh balas jasa dalam bentuk bagi hasil berdasarkan kesepakatan kedua
belah pihak. Tujuan dari perputaran dana ini adalah sebagai perolehan hasil (profit) dan mobilisasi
dana dapat terus berjalan.
Menawarkan jasa-jasa keuangan lainnya. Jasa-jasa keuangan lainnya yang dapat ditawarkan oleh
bank muamalat, antara lain :
1. Transfer antar bank dalam kota atau luar negeri.
2. Kliring (clearing)
3. Inkaso
4. Safe deposit box
5. Bank card
6. Bank notes
7. Travelers cheque
8. Letter of credit (L/C)
9. Bank garansi
10. Jasa-jasa dipasar modal
11. Menerima setoran-setoran lain
Menurut Siamat (1999), kegiatan usaha bank yang dapat dilakukan berdasarkan UU No. 10 Tahun
1998 tentang perbankan, antara lain :
1. Menghimpun dana dari masyarakat. Penghimpunan atau mobilisasi dana dapat melalui sarana
tabungan, deposito berjangka dan giro.
2. Memberikan kredit. Kredit yang diberikan dapat dalam bentuk pendanaan kegiatan ekonomi
masyarakat mapun barang kebutuhan konsumen.
3. Menerbitkan surat pengakuan utang.
4. Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah
nasabahnya:
a. Surat-surat wesel termasuk wesel yang disekap oleh bank.
b. Surat pengakuan utang.
c. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah.
d. Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
e. Obligasi.
f. Surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun.
g. Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun.
5. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah.
6. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik
dengan menggunakan surat, sarana komunikasi mapun dengan wesel.
7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau
antara pihak ketiga.
8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.
9. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak (custodian).
10. Melakukan penempatan dana dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
11. Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal debitur tidak
memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan
secepatnya.
12. Melakukan kegiatan anjak piutang (factoring) kartu kredit dan kegiatan wali amanat (trustee).
13. menyediakan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil.
14. Melakukan kegiatan lain, misalnya kegiatan transaksi dalam valuta asing, melakukan penyertaan
modal atau usaha lain di bidang keuangan seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek,
dan asuransi, serta melakukan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan
kredit.
15. Kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-
undang.
IV. Manajemen Kredit Syariah
Menurut UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 10 Tahun 1998 tentang
perbankan, disebutkan bahwa “kredit adalah penyediaan uang tagihan atau yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjaman antara bank dengan pihak lain yang
mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah
bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan”. Menurut Siamat (1999), kredit ini dapat
digolongkan kedalam enam bentuk yaitu :
1. Penggolongan kredit berdasarkan jangka waktu (maturity), antara lain :
- Kredit jangka pendek (short-term loan).
- Kredit jangka menengah (medium-term loan)
- Kredit jangka panjang (long-term loan).
- Penggolongan kredit berdasarkan barang jaminan (collateral), antara lain :
- Kredit dengan jaminan (secured loan).
- Kredit dengan jaminan (unsecured loan).
2. Kredit berdasarkan segmen usaha, seperti otomotif, pharmasi, tekstil, makanan, konstruksi dan
sebagainya.
3. Penggolongan kredit berdasarkan tujuannya, antara lain :
a. kredit komersil (commercial loan), yaitu kredit yang diberikan untuk memperlancar kegiatan usaha
nasabah di bidang perdagangan.
b. Kredit konsumtif (consumer loan), yaitu kredit yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan debitur
yang bersifat konsumtif.
c. Kredit produktif (productive loan), yaitu kredit yang diberikan dalam rangka membiayai kebutuhan
modal kerja debitur sehingga dapat memperlancar produksi.
4. Penggolongan kredit menurut penggunaannya, antara lain :
a. Kredit modal kerja (working capital credit), yaitu kredit yang diberikan oleh bank untuk menambah
modal kerja debitur.
b. Kredit investasi (Invesment credit), yaitu kredit yang diberikan oleh bank kepada perusahaan untuk
digunakan melakukan investasi dengan membeli barang-barang modal.
5. Kredit non kas (non cash loan), yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah yang hanya boleh
ditarik apabila suatu transaksi yang telah diperjanjikan telah direalisasikan atau efektif.
Dalam pendanaan kepada nasabah dalam bentuk pemberian kredit, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan berkaitan dengan penilaian kredit, oleh karena layak tidaknya kredit yang diberikan akan
sangat mempengaruhi stabilitas keuangan bank. Menurut Rahardja (1997), penilaian kredit harus
memenuhi criteria sebagai berikut :
1. Keamanan kredit (safety). Harus benar-benar diyakini bahwa kredit tersebut dapat dilunasi
kembali.
2. Terarahnya tujuan penggunaan kredit (suitability). Kredit akan digunakan untuk tujuan yang
sejalan dengan kepentingan masyarakat atau setidaknya tidak bertentangan dengan peraturan yang
berlaku.
3. Menguntungkan (profitable). Kredit yang diberikan menguntungkan bagi bank maupun bagi
nasabah.
http://duniabaca.com/manajemen-kredit-syariah-bank-muamalat.html

Anda mungkin juga menyukai