Dasar Manajemen Pendidikan
Dasar Manajemen Pendidikan
A. Pendahuluan
Studi mengenai dasar-dasar manajemen dapat dimulai dengan menyajikan berbagai konsepsi
dasar sebagai kerangka referensi ilmiah dan praktis dalam usaha memahami logika pikir
manajemen. Titik beratnya akan diletakkan pada arti manajemen, perkembangan historisnya,
pengaruh filsafat dan nilai-nilai manajer serta efek dari faktor lingkungan yang
melingkupinya, baik yang bersifat intern maupun ekstern.
Melalui orientasi tersebut pandangan akan lebih difokuskan pada pemahaman manajemen
dalam sudut pandang aktivitas manajer sebagai sebuah proses yang khas melalui pendekatan
yang berbeda. Secara sederhana studi tentang dasar-dasar manajemen dapat digambarkan
pada Gambar 1:
B. Pengertian Manajemen
Kamus Webster menyatakan bahwa manajemen berasal dari kata manage (maneggio, Italia)
yang dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia kata manage berarti: mengurus, memimpin,
mencapai, dan memerintah. Berdasarkan pengertian secara etimologis itu munculah konsep
manajemen yang secara terminologis menurut para ahli disebut sebagai the act or art of
managing, conducting, directing, and controlling. Manajemen merupakan suatu kegiatan atau
seni dalam mengurus (memimpin, mencapai, dan memerintah), membimbing, mengarahkan
dan mengendalikan (Appley dalam Zailani dan Antowijoyo, 1989:1).
Millet yang mendefinisikan manajemen sebagai suatu proses pembimbingan, pengarahan dan
pemberian fasilitas terhadap pekerjaan orang-orang yang terkoordinasi dalam kelompok-
kelompok formal untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Disimpulkan manajemen akan
selalu berhubungan dengan segenap usaha untuk mencapai tujuan yang ditelah ditetapkan dan
diharapkan melalui orang lain berdasarkan target terhadap sasaran-sasaran tertentu dengan
menggunakan strategi yang dibuat berdasarkan prinsip-prinsip manajemen ilmiah dan praktis
serta dengan memamfaatkan berbagai fasilitas dan sumber daya yang tersedia dengan sebaik-
baiknya.
1. Identitas manajemen :
a. Tak akan ada suatu organisasi yang berhasil dalam mencapai tujuanya tampa menggunakan
manajemen secara efektif dan efesien,
3. Prinsip Manajemen:
a. Berguna bagi para manajer dalam usaha menghindari berbagai kesalahan umum dalam
pekerjaanya,
b. Bersifat fleksibel sesuai dengan situasi dan kondisi yang berkembang dalam lingkungan
organisasi.
4. Sasaran manajemen:
Sasaran manajemen sangat penting oleh karena itu harus dibuat dengan jelas dan tegas
karena jika tidak (kurang) jelasnya maka akan mempersulit tugas-tugas manajer.
Berdasarkan beberapa pengertian dan definisi yang telah diuraikan di atas dapat
disimpulkan, bahwa manajemen itu meliputi hal-hal sebagai berikut :
4. Setiap kegiatanya selalu menggunakan cara berpikir ilmiah dan praktis (prinsip-prinsip
manajemen) dengan dukungan berbagai sumberdaya yang tersedia,
D. Hakekat Manajemen
Jika manajemen merupakan suatu genus maka manajemen dalam pemerintahan dapat
dikatakan sebagai suatu spesiesnya. Artinya manajemen dalam pemerintahan sebagai ilmu
terapan dari ilmu manajemen dalam lingkungan aparatur pemerintahan (negara) baik dalam
arti sempit (lembaga eksekutif) maupun dalam arti luas (lembaga eksekutif, legislatif dan
yudikatif) mulai dari tingkat pusat sampai daerah. Penjelasan tersebut menunjukan, bahwa
uraian tentang manajemen khususnya manajemen dalam pemerintahan akan menyentuh pula
wilayah administrasi karena antara keduanya walaupun dapat dibedakan namun tidak dapat
dipisahkan.
E. Pengertian Administrasi
Pengertian administrasi dapat dilihat secara sempit maupun luas. Secara sempit
administrasi (administratie dalam bahasa Belanda dan clerical work dalam bahasa Inggris)
diartikan sebagai ketatausahaan, seperti kegiatan kearsipan, surat-menyurat dan kerumah-
tanggaan. Pengertian ini adminitrasi dianggap sebagai bagian (aspek) dari manajemen. Secara
luas administrasi diartikan sebagai tindakan tertentu yang diambil dalam usaha mencapai
tujuan yang telah disadari (Marx dalam Siagian, 1982:10). Para ahli umumnya sepakat,
bahwa tindakan tersebut sebagai wujud kerja sama dari dua orang lebih yang dipandang
sebagai unsur utama administrasi. Sedangkan unsur lainya, adalah:
1. Manusia dua orang lebih yang menciptakan, melaksanakan dan menggunakanya untuk
mencapai tujuanya,
Semakin sedikit jumlah orang yang terlibat, akan semakin sederhana tujuan yang
hendak dicapai. Semakin sederhana tugas-tugas yang hendak dilaksanakanakan semakin
sederhana pula peralatan dan perlengkapan yang diperlukan.
1. Rasionalitas, karena setiap tindakan kerjasama untuk mencapai tujuan itu akan selalu
didasarkan pada pertimbangan akal sehat (logis dan objektif),
2. Keefektifan, sebagai usaha untuk mencapai tujuan yang diharapkan semaksimal mungkin.
Seorang manajer yang efektif berarti memiliki kemampuan untuk memilih dan
menentukan tujuan, pekerjaan, metode dan peralatan yang tepat guna mencapai tujuan,
3. Efesiensi, untuk mencapai efektivitas dengan pengorbanan yang seminimal mungkin. Jadi
sebagai perbandingan yang terbaik antara hasil yang dicapai dengan pengorbanan yang
dikeluarkan. Seorang manajer yang efisien memiliki kemampuan untuk
memperhitungkan secara cermat bagaimana menghasilkan keluaran yang lebih tinggi
(produktivitas) dibanding masukan yang digunakan (tenaga kerja, bahan, uang, peralatan
dan waktu).
Keefektifan adalah melakukan pekerjaan yang benar (doing the right thing) dan
efesiensi adalah melakukan pekerjaan dengan benar (doing things right). Jadi yang terpenting
bagi para manajer adalah bagaimana menemukan pekerjaan yang benar untuk dilakukan dan
memusatkan sumber daya dan usaha pada pekerjaan tersebut bukan melakukan pekerjaan
dengan benar (Drucker dalam Handoko, 1991:7). Apabila seorang manajer (pimpinan)
mempunyai pengetahuan dasar manajemen dan mengetahui cara menerapkanya pada situasi
yang ada maka akan memiliki kemampuan untuk melakukan fungsi-fungsi manajerial dengan
efesien dan efektif.
Sehubungan dengan penjelasan itu Beard mengatakan, bahwa di masa depan tiada
masalah yang lebih penting daripada masalah administrasi (Siagian, 1982:13). Artinya maju
mundurnya sebuah pemerintahan akan sangat ditentukan oleh administrasinya sedangkan
administrasi itu sendiri sangat ditentukan oleh orang-orang yang melaksanakanya dengan
bekal dasar kemampuan manajemen yang baik. Sehingga sangat beralasan bila manajemen
dapat dipandang sebagai inti administrasi (aspek pokok administrasi) di samping sebagai
wadah administrasi dan manajemen (Lipawsky dalam Siagian, 1982:17).
Manajemen adalah suatu fenomena sosial yang telah ada sejak adanya seseorang
menggunakan orang lain untuk memenuhi keinginanya, dalam hal ini manajemen, adalah
seni. Seni merupakan suatu keterampilan seseorang untuk mencapai hasil nyata sesuai dengan
yang diharapkan. Jadi hakekat seni, adalah suatu keberhasilan yang nyata dan baik walaupun
sifatnya relatif (tergantung pada orang, waktu, tempat dan keadaan).
Dewasa ini manajemen juga telah dipandang sebagai sebuah ilmu karena telah dapat
memenuhi kaidah-kaidah keilmuan, yaitu dapat diuraikan secara sistematis, mengandung
prinsip, dalil, rumus, hukum dan teori yang diperoleh dari hasil pengalaman, pengamatan,
pemikiran dan penelitian secara objektif, universal serta dapat dibuktikan kebenaranya
berdasarkan kenyataan yang ada. Artinya ilmu, adalah sesuatu yang dapat dipelajari dan
diajarkan sedangkan hakekat ilmu, adalah sebagai suatu kenyataan yang objektif, logis dan
universal.
Oleh sebab itu betapapun majunya manajemen sebagai suatu ilmu sifat seninya tidak
mungkin hilang, manajemen akan tetap selaku ilmu yang berseni (artistic science) disamping
seni yang ilmiah (scientific art). Orang memimpin apa saja asal tahu apa yang diperlukan dan
dapat memenuhinya sehingga akan menjadi seorang pemimpin yang baik. Seseorang yang
memimpin usaha swasta dan atau pemerintahan hanya berbeda dalam lingkupnya saja tetapi
dalam banyak hal sama.
Gambar 3 Manajemen Atas Dasar Kerangka Ilmu Pengetahuan yang Sistematis (Handoko,
1991:6)
Organisasi usaha yang diarahkan oleh beberapa orang dan bertanggung jawab atas
perencanaan, pengorganisasian, pemimpin, dan pengendalian kegiatan telah ada sejak ribuan
tahun lalu. Piramida Mesir serta Tembok Besar Cina merupakan bukti nyata bahwa proyek
yang ukurannya luar biasa besar, telah menggunakan puluhan ribu manusia, telah
dilaksanakan jauh sebelum zaman modern. Siapa yang memberitahukan masing-masing
pekerjaan dan apa yang harus dilakukan?
Jawabanya adalah manajemen tanpa mempedulikan apa sebutan para manajer saat itu,
seseorang harus merencanakan apa yang perlu dilakukan, mengorganisasikan manusia serta
bahan untuk melaksanakannya, memimpin dan mengarahkan para pekerja, dan menegakan
pengendalian tertentu guna menjamin bahwa segala sesuatunya dikerjakan menurut rencana.
Praktik manajemen lainnya dapat disaksikan selama tahun 1400-an di kota Venesia, Italia,
sebuah pusat penting perekonomian dan perdagangan. Penduduk Venesia mengembangkan
suatu bentuk awal bisnis dan terlihat dalam banyak kegiatan yang sekarang lazim bagi
organisasi, misalnya jalur perakitan yang membakukan produksi, sistem penyimpan dan
pergudangan untuk memantau isinya, fungsi personalia (pengelolaan sumber daya manusia),
yang dibutuhkan untuk mengelola angkatan kerja, dan suatu sistem akunting yang mencatat
pendapatan dan biaya.
Contoh dari masa lalu ini memperlihatkan bahwa organisasi dan manajemen telah ada
dan dipraktekan selama ribuan tahun lalu. Namun baru pada beberapa ratus tahun yang lalu
terutama pada Abad XX manajemen mengalami penyelidikan secara sistematis, menghimpun
kumpulan pengetahuan yang sama dan menjadi sebuah disiplin ilmu yang diformat untuk
dipelajari. Dua peristiwa sejarah yang penting telah pula memainkan suatu peran dalam
memajukan kajian manajemen.
1. Adam Smith (1776) menerbitkan sebuah doktrin ekonomi klasik: The Wealth of National,
Smith mengemukakan keuntungan-keuntungan ekonomis yang akan diperoleh organisasi
dan masyarakat dengan pembagian kerja. Sebagai contoh Smith mengatakan, bahwa jika
sepuluh orang pada pabrik peniti telah melakukan pekerjaan khususnya masing-masing
maka akan bisa menghasilkan kurang lebih 48.000 peniti sehari. Namun seandainya
setiap orang bekerja sendiri mulai dari awal proses sampai akhir proses untuk
menghasilkan peniti sehari maka sudah hebat bila mereka mampu menghasilkan sepuluh
peniti sehari. Kesimpulan Smith, bahwa pembagian kerja jelas bisa meningkatkan
produktivitas dengan meningkatkan ketrampilan dan menghemat waktu yang lazimnya
hilang dalam pergatian tugas serta dengan menciptakan berbagai mesin dan penemuan
yang menghemat tenaga kerja,
2. Revolusi Industri, dengan memanfaatkan tenaga mesin sehingga lebih ekonomis untuk
memproduksi barang secara massal. Berbagai pabrik besar ini jelas memerlukan
keterampilan manajemen terutama untuk:
a. Meramal permintaaan,
b. Menjamin kecukupan banyak bahan mentah yang siap untuk membuat produk-produk,
d. Mengkoordinasikan berbagai macam pekerjaan, dan menjamin agar tetap berada dalam
kondisi baik.
a. Tulisan Charles Babbage di Inggris tahun 1832 yang berjudul The Economy of
Manufacture sebagai sebuah laporan hasil penelitian tentang Time Study pada pabrik
peniti. Tulisan ini pada dasarnya menekankan arti pentingnya efesiensi waktu bagi para
pekerja dan jumlah biaya yang pasti dikeluarkan dalam setiap proses produksi. Namun
sangat disayangkan tulisan ini pada waktu itu belum mendapat sambutan yang hangat di
masyarakat.
1) Pada beberapa contoh yang sederhana terlihat, bahwa banyak sekali tindakan manusia di
dalam masyarakat yang tidak (kurang) efisien,
2) Memberikan suatu keyakinan umum, bahwa untuk mengobati ketidak efisiensi tersebut
melalui perbaikan di bidang manajemen,
3) Membuktikan manajemen yang paling baik, adalah scientific management berdasarkan
hukum, aturan dan prinsip yang jelas.
1) Selalu berusaha menggantikan cara-cara kerja yang hanya didasarkan pada pengalaman
dan bakat dengan cara-cara kerja yang ilmiah.
3) Mewujudkan kerjasama yang baik antara manajer dengan para pelaksana untuk mencapai
efesiensi yang maksimal.
Namun sistem yang dikemukakan oleh Taylor masih memiliki beberapa kelemahan
diantaranya:
1) Bagi para pekerja, perintah dari delapan orang itu bisa menimbulkan kesimpang-siuran
sehingga pekerjaanya tidak bisa tuntas,
3) Tidak ada tanggung jawab yang jelas terhadap hasil pekerjaan yang dilakukan oleh para
pekerja.
Taylor berusaha menciptakan suatu revolusi mental baik para pekerja maupun para
manajer dengan merumuskan pedoman tegas untuk memperbaiki efisiensi produksi. Taylor
dapat merumuskan empat prisip manajemen dan menegaskan, bahwa dengan mengikuti
prinsip itu akan dihasilkan kemakmuran baik bagi para manajer maupun para pekerja. Para
pekerja akan mendapatkan upah lebih banyak dan para manajer akan mendapatkan laba lebih
besar. Keempat prinsip manajemen Taylor tersebut, adalah:
1) Kembangkan sebuah ilmu bagi setiap unsur pekerjaan seseorang yang akan menggantikan
kaidah ibu jari yang sama,
2) Secara ilmiah pilih, latih, ajari dan kembangkan pekerja tersebut sebelum para pekerja
memilih sendiri pekerjaan mereka dan melatih diri mereka sendiri semampu mereka,
Tulisan Henry Fayol dalam bukunya yang berjudul General and Industrial
Management (Manajemen Umum dan Industri). Karya ilmiahnya ini cukup membahas
tentang beberapa syarat umum seorang top manajer dan beberapa prinsip umum dari
manajemen yang menurutnya dapat diterapkan pada segala kegiatan manajer baik di kalangan
bisnis maupun pemerintahan. Apabila dibandingkan dengan tulisan Taylor maka tulisan
Fayol ini dapat melengkapi kelemahan teori taylor tersebut karena pada dasarnya Fayol
mengajukan tiga pokok persoalan, yaitu:
a. Pembagian pekerjaan, dalam hal ini menurut Fayol setiap kegiatan dalam perusahaan
umumnya dapat dibagi dalam 6 fungsi, yaitu:
6) Manajemen.
b. Kepegawaian, dalam menilai pegawai Fayol menilainya dari beberapa segi kualitas,
seperti: fisik, mental, pendidikan, moral, dan pengalamanya,
3) Disiplin,
4) Kesatuan komando (Unity of command),
10) Ketertiban,
Selain itu Hicks menambahkan pula beberapa prinsip manajemen umum, yaitu:
1) Kesesuaian tujuan
Semua kegiatan organisasi akan efektif jika semua orang yang terlibat di dalamnya
bisa bekerja ke satu tujuan secara harmonis. Artinya harus muncul kesesuian antara tujuan
individu dengan tujuan organisasinya secara konseptual.
2) Universalitas manajemen
Seorang manajer harus bisa membuat keputusan mengenai semua persoalan yang
menjadi perhatianya kecuali terhadap persoalan yang bukan kewenanganya.
7) Koordinasi.
Berbagai kegiatan usaha yang efektif dapat dicapai jika semua orang dan sumber lain
bisa disinkronkan (diserasikan dan diarahkan). Artinya koordinasi diperlukan untuk
menjamin tercapainya tujuan secara produktif (Siagian, 1982:18-21).
Bersifat dinamis,
Menekankan pada pandangan yang menyeluruh dalam mencapai tujuan oleh seorang
manajer.
Setiap kepala bagian bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas dalam unitnya sendiri,
Adanya vested interest disetiap unit (bagian) sehingga mereka cenderung untuk
memusatkan tujuan bagianya masing-masing,
Weber seorang ahli sosiologi Jerman yang pada awal tahun 1900-an menulis
mengenai pengembangan teori struktur otoritas yang menggambarkan kegiatan organisasi
berdasarkan hubungan otoritas. Weber melukiskan suatu tipe ideal organisasi yang
disebutnya birokrasi. Birokrasi, adalah suatu system yang dicirikan oleh, adanya pembagian
kerja, hierarki yang dirumuskan dengan tegas, peraturan, dan ketetapan yang terinci dalam
hubungan impersonal.
a) Pembagian kerja, pekerjaan diperinci menjadi tugas-tugas sederhana, rutin dan dirumuskan
dengan baik,
b) Hierarki Wewenang, kedudukan (posisi) disusun dalam sebuah hierarki yang dibawah
kendali dan diawali oleh yang lebih tinggi,
c) Seleksi Format, semua anggota organisasi dipilih atas dasar kualifikasi teknis yang
diperlihatkan oleh pelatihan, pendidikan, dan pemeriksaan formal,
d) Tatanan dan aturan formal, untuk menjamin keseragaman dan mengatur perilaku
karyawan, dan para manager sangat tergantung pada peraturan organisasi yang formal,
e) Impersonalitas, peraturan dan kendali diterapkan seragam, sambil menghindari campur
tangan atas kepribadian dan cita rasa pribadi para karyawan,
f) Orientasi Karier, para manajer sebagai pejabat professional bukannya pemilik unit-unit
yang mereka kelola. Mereka bekerja demi gaji dan mengajarkan karier mereka di dalam
organisasi itu.
Pendekatan Kuantitatif disebut juga Operation Research (OR) atau ilmu manajemen,
pendekatan ini muncul dari berkembangnya pemecahan matematis dan statis dalam masalah
kemiliteran selama Perang Dunia II. Pasca PD II banyak teknik kuantitatif yang telah
digunakan dalam memecahkan persoalan militer diterapkan ke sektor bisnis. Salah satu
kelompok perwira militer yang dijuluki “Whiz Kids”, bergabung dengan Fond Motor
Company pada pertengahan 1940-an dan segera mulai menggunakan metoda statistik dan
model kuantitatif untuk memperbaiki teknik pengambil keputusan di Ford. Pendekatan
kuantitatif terhadap manajemen mencakup penerapan statistik, model optimasi, model
informasi dan simulasi komputer. Program Linier, adalah salah satu teknik yang dapat
digunakan para manajer untuk memperbaiki keputusan pengalokasian sumber daya.
Penjadwalan kerja dapat lebih efisien sebagai hasil analisis penjadwalan jalur kritis
(CPA=Critical Path Analysis). Keputusan mengenai penentuan tingkat persediaan optimum
yang harus dipertahankan oleh sebuah perusahaan dapat sangat dipengaruhi oleh model
kuantitas pesanan ekonomis.
I. Perilaku Organisasi
Para manajer dalam usaha merampungkan segala pekerjaanya dilakukan dengan kerja
sama, ini menjelaskan mengapa beberapa penulis dan peneliti telah memilih untuk melihat
manajemen dengan memusatkan perhatian pada sumber-sumber daya manusia organisasi
tersebut. Bidang kajian yang berkaitan dengan tindakan (perilaku) manusia ditempat kerja itu,
disebut perilaku organisasi (OB = organizational behaviour). Sebagian besar sekarang ini
merupakan bidang manajemen (personalia) sumber daya manusia, dan pandangan
kontemporer mengenai motivasi, kepemimpinan, kerja kelompok, dan pengelolaan konflik
telah muncul dari perilaku organisasi itu.
Ada empat orang yang menonjol sebagai pendukung awal pendekatan perilaku
organisasi, yaitu: Robert Owen, Hugo Munsterberg, Mary Parker Follett, dan Chester
Barnard. Robert Owen adalah seorang pengusahan sukses asal Scontlandia yang membeli
pabrik pertamanya tahun 1780. Ketika baru berusia 18 tahun Ia muak dengan praktek kasar
yang disaksikannya di pabrik-pabrik diseluruh scotlandia, misalnya dipekerjakannya anak-
anak kecil (banyak yang umurnya di bawah 10 tahun), hari kerja 13 jam, dan keadaan tempat
kerja yang menyedihkan.
Owen kemudian menjadi seorang pembaharu sosial yang mencomooh pabrik karena
memperlakukan peralatan mereka dengan lebih baik dari pada buruh mereka. Owen
menegaskan, bahwa uang yang dibelanjakan untuk memperbaiki upah merupakan salah satu
investasi paling baik yang dapat dibuat oleh para eksekutif bisnis. Owen mengatakan, bahwa
perhatikan karyawan itu sangat mengutungkan manajemen, dan akan meringankan
penderitaan manusia.
Owen mengusulkan suatu tempat kerja yang idealistis dimana jam-jam kerja akan
diatur, tenaga kerja anak akan diharamkan, pendidikan masyarakat akan disediakan, santapan
ditempat kerja akan disediakan, dan perusahaan-perusahaan akan dilibatkan dalam proyek-
proyek kemasayarakat. Namun Owen lebih dikenang dalam teori manajemen karena
keberanian dan niatnya untuk mengurangi penderitaan kelas pekerja ketimbang karena sukses
manajemennya.
Hugo Munsterbeg menciptakan bidang psikologi industri kajian ilmiah terhadap para
individu yang bekerja untuk mencapai produktivitas yang maksimal. Untuk ini Hugo
menyarankan penggunaan tes psikologi untuk memperbaiki pemilihan karyawan, nilai teori
belajar dalam mengembangkan metode pelatihan, dan kajian atas perilaku manusia untuk
memahami teknik yang paling efektif dalam memotivasi para pekerja. Sebagiaan besar
pengetahuan kita sekarang tentang teknik pemilihan karyawan, pelatihan karyawan, desain
pekerja, dan motivasi didasarkan pada karya Munsterberg itu.
Chester Barnard adalah orang yang gagasannya menjembatani sudut pandang klasik
dengan sudut pandang perilaku organisasi. Seperti fayol, dan Barnard, adalah seorang
praktisi, Bernard juga, adalah Presiden New Jersey Bell Telephone Company. Bernard telah
membaca dan dipengaruhi oleh tulisan Weber, tetapi berbeda dengan Weber yang
mempunyai pandangan mekanistik dan impersonal terhadap organisasi, Bernard melihat
organisasi sebagai system social yang membutuhkan kerja sama manusia. Bernard
berpendapat, bahwa organisasi itu terbentuk dari orang-orang yang mempunyai ikatan sosial
yang saling berinteraksi. Peran manajer, adalah berkomunikasi dan merasang anak buah
menuju tingkatan usaha yang tinggi, dan suksesnya sebuah organisasi menurut Bernard
tergantung pada diperolehnya kerja sama dari orang-orangnya.
J. Kajian Hawthorne
Salah satu percobaan yang dirancang untuk mengevaluasi pengaruh sebuah system
pembayaran intensif kerja kelompok pada produktifitas kelompok. Hasilnya
mengindikasikan, bahwa rancangan intensif itu kurang pengaruhnya terhadap hasil seorang
pekerja dibanding tekanan kelompok dan penerimaan kelompok serta rasa aman yang
menyertainya. Untuk itu norma-norma sosial (patokan) kelompok tersebut disimpulkan
sebagai penentu kerja individu.
Para ahli umumnya sepakat, bahwa kajian Hawthorne itu mempunyai dampak
terhadap arah gagasan manajemen, dan peran perilaku manusia dalam organisasi. Namun
kajian Hawthorne itu dikritik, serangan dilancarkan terhadap produser analisis dari temuan,
dan kesimpulannya. Dari sudut pandang sejarah tidaklah begitu penting apakah kajian-kajian
itu secara akademis sehat atau kesimpulanya dibenarkan, yang penting kajian itu merasang
minat terhadap perilaku manusia dalam organisasi. Kajian Hawthorne itu memainkan peran
penting dalam mengubah pandangan yang dominan pada waktu itu yakni karyawan itu
berbeda dari mesin lain mana pun juga yang digunakan oleh organisasi tersebut, artinya
mereka itu hanyalah ada dengan tujuan menolong organisasi tersebut mencapai sasarannya
secara effisien.
K. Teori Maslow
Teori motivasi yang terkenal, adalah teori Abraham Maslow tentang Hierarki
Kebutuhan. Maslow adalah ahli psikologi humanistis yang mengemukakan bahwa di dalam
setiap manusia terdapat tataran lima kebutuhan, yaitu:
1. Kebutuhan Fisiologis: pangan, minum, tempat berteduh, kepuasan seksual, dan tuntutan
fisik lainnya,
2. Kebutuhan Rasa Aman: rasa aman dan perlindungan terhadap hal yang membahayakan
fisik dan emosional, dan juga jaminan bahwa kebutuhan fisik itu akan terus dipenuhi,
3. Kebutuhan Sosial: rasa sayang, rasa termasuk dalam kelompok, diterima, dan
persahabatan,
Maslow menegaskan bahwa setiap tingkat dalam hirarki itu pada pokoknya harus
dipenuhi sebelum tingkatnya diaktifkan, dan setelah satu kebutuhan pada pokoknya dipenuhi,
kebutuhan tersebut tidak lagi memotivasi perilaku. Artinya sewaktu setiap kebutuhan pada
pokoknya terpenuhi, kebutuhan berikut menjadi dominan. Dari sudut pandang motivasi, teori
kebutuhan yang pada pokoknya telah dipenuhi tidak lagi memotivasi seseorang. Untuk itu
seandainya ingin memotivasi seseorang, maka menurut Maslow harus mengerti kebutuhan
orang tersebut ada pada tingkat mana di dalam hirarki itu, dan memusatkan perhatian untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada tingkat tersebut atau di atasnya. Maslow memisahkan
kelima kebutuhan itu menjadi tingkat atas dan tingkat bawah, kebutuhan-kebutuhan fisiologis
dan keamanan digambarkan sebagai kebutuhan tingkat bawah, sedangkan kebutuhan sosial,
pengharga, dan aktualisasi diri digambarkan sebagai kebutuhan tingkat atas.
L. Kepemimpinan (Leadership)
Organisai adalah suatu pengaturan orang yang secara sengaja diciptakan untuk
mencapai suatu tujuan tertentu dengan tiga ciri umum yang dipunyainya, yaitu: manusia,
tujuan, dan struktur. Setiap organisasi terdiri atas beberapa orang manusia untuk menjalankan
pekerjaan agar organisasi tersebut dapat mencapai sasarannya (jika hanya satu orang yang
berkerja bukanlah organisasi). Setiap organisasi mempunyai tujuan tertentu yang biasanya
diungkapkan dalam rangka sebuah sasaran (serangkaian sasaran) yang ingin dicapai oleh
organisasi.
Semua organisasi mengembangkan struktur secara sengaja agar semua anggota dapat
melaksanakan pekerjaan mereka. Struktur itu dapat terbuka dan luwes tanpa batasan yang
jelas dan tegas mengenai kewajiban jabatan atau ketaatan yang kaku pada setiap pengaturan
jabatan yang tegas. Singkatnya suatu jaringan kerja sederhana yang terdiri atas hubungan
kerja longgar (struktur) tersebut dapat bersifat lebih rasional dengan peraturan dan uraian.
Misalnya salah satu anak perusahaan independent General Motors, Saturn Corporation, bisa
mewakili ciri penampilan organisasi kontemporer dengan pengaturan kerja yang luwes, tim
kerja karyawan, sistem komunikasi terbuka, dan gabungan pemasoknya.
Bagaimanakah persisnya perubahan konsep organisasi itu? Mengenai hal ini terdapat
beberapa perbedaan antara pandangan tradisional dengan pandangan kontemporer. Organisasi
zaman sekarang lebih terbuka, fleksibel, dan tanggap terhadap perubahan karena perubahan
masyarakat, ekonomi global, dan teknologi telah menciptakan lingkungan baru bagi
organisasi. Organisasi yang sukses, adalah organisasi yang terus-menerus mencapai sasaran
mereka untuk ini harus ditempuh cara-cara baru dalam menyelesaikan pekerjaan mereka.
Contohnya “ledakan informasi”, globalisasi yang meningkat, dan harapan-harapan karyawan
yang berubah-ubah ditempat kerja.
Meskipun konsep organisasi ini dapat berubah namun manajer dan manajemenya
tetap sebagai hal penting bagi organisasi. Manajer, adalah anggota organisasi yang
mengawasi dan mengarahkan pekerjaan anggota yang lain. Sifat organisasi dan pekerjaan
yang telah berubah dalam banyak organisasi telah mengaburkan garis perbedaan yang tegas
antara manajer dengan karyawan. Banyak pekerjaan karyawan yang tradisional sekarang
mencakup kegiatan manajerial, terutama dalam regu-regu, misalnya: seringkah anggota tim
menyusun rencana, mengambil keputusan, memantau kinerjanya, dan sebagai karyawan
operasi ikut pula memikul tanggung jawab yang secara tradisional dianggap milik
manajemen. Untuk itu beberapa definisi yang telah digunakan dimasa lampau tidak cocok
lagi. Seorang anggota organisasi yang memadukan dan mengkoordininasikan pekerjaan orang
lain dapat berarti bertanggung jawab langsung atas sebuah departemen atau dapat berarti
menyelia satu orang saja.
Hal ini dapat juga mencakup mengkoordininasikan kegiatan kerja sebuah regu yang
terdiri atas beberapa orang dari departemen yang berlainaan atau dari organisasi lain. Manajer
mempunyai kewajiban kerja lain yang tidak berkaitan dengan memadukan pekerjaan orang
lain, misalnya : seorang pengawas klaim asuransi dapat pula memproses klaimnya selain
mengkoordinasikan kegiatan kerja pegawai kaim lainnya. Bagi organisasi yang berstruktur
tradisional (organisasi yang memiliki penataan kerja yang secara sengaja dibentuk seperti
sebuah piramida) mencerminkan kenyataan, bahwa jumlah karyawan tidak lebih besar di
bagian bawah daripada di puncak, seperti terlihat pada Gambar 5.
Mengidentifikasi dengan tepat siapa manajer dalam organisasi ini tidak sulit,
meskipun manajer mempunyai berbagai macam nama. Manajer Lini pertama, adalah
manajemen tingkat paling rendah dan seringkali disebut Penyelia. Pada sebuah pabrik
manajer lini pertama dapat disebut Mandor atau dalam regu atletik Pelatih akan dianggap
sebagai manajer lini pertama. Manajer menengah mencakup semua tingkat manajemen antara
tingkat penyelia dan tingkat puncak pada organisasi tersebut dengan sebutan, seperti : kepala
bagian (kepala biro), pemimpin proyek, manajer pabrik, kepala unit, dekan, uskup, atau
manajer devisi.
Selanjutnya pada puncak (dekat puncak organisasi) terdapat manajer puncak yang
bertanggung jawab atas pengambilan keputusan seluruh organisasi dan menetapkan kebijakan
serta strategi yang mencakup seluruh organisasi. Lazimnya jabatan-jabatan pada tingkat ini
dipegang oleh wakil presiden pelaksana, presiden, direktur pelaksana, kepala operasi, CEO
(Chief Executive Officer), atau presiden komisaris. Istilah manajemen mengacu pada proses
mengkoordinasi dan mengintegrasi kegiatan kerja agar diselesaikan secara efisien dan efektif
melalui orang lain. Proses itu menggambarkan berbagai fungsi yang berjalan terus sebagai
kegiatan utama yang harus dilakukan oleh para menejer. Fungsi itu meliputi kegiatan:
merancang, mengorganisasi, memimpin, mengendalikan, mengkoordinasikan, dan
mengintegrasikan pekerjaan orang lain itu merupakan hal yang membedakan sebuah posisi
manajerial dari posisi non manajerial.
Menggambarkan apa yang harus dikerjakan oleh para manajer bukanlah suatu tugas
yang gampang (sederhana) karena tidak ada dua organisasi yang sama persis, dan tidak ada
dua pekerjaan manajer yang tepat sama. Melihat adanya keterbatasan itu, maka untuk dapat
memiliki kajian manajemen formal diperlukan lebih dari 100 tahun agar dapat di peroleh dan
dimiliki sejumlah skema kategori yang jelas serta bisa dikembangkan untuk melukiskan apa
yang harus dilakukan oleh para manajer. Mengenai hal ini bisa dilihat dari segi fungsi, posisi,
peran, keterampilan, sistem pengelolaan, dan pengelolaan situasi yang berbeda serta berubah-
ubah jika tidak mempunyai tujuan tertentu yang dipikirkan.
1. Pemimpin,
2. Lambang Pemimpin,
3. Penghubung,
4. Pemantau,
5. Penyebar,
6. Juru bicara,
7. Wirausaha,
8. Pengendalian gangguan,
10. Perundangan.
Kesepuluh peran manajerial Minzberg itu sebagai peran utama yang berkaitan dengan
hubungan antar pribadi, pengalihan informasi, dan pengambilan keputusan. Peran antar
pribadi, adalah peran yang meliputi kegiatan simbolis (figurehead) antara pemimpin dan
penghubung. Peran informasi, adalah peran yang meliputi kecepatan memantau,
menyebarkan dan juru bicara. Peran memutuskan, adalah peran yang meliputi
kewirausahawan, penanganan gangguan, pengalokasian sumber daya dan perudangan.
1. Ketrampilan teknis mencakup pengetahuan dan keahlian dalam bidang khusus tertentu,
2. Manusiawi, adalah kemampuan untuk bekerja dengan baik bersama orang lain, baik secara
individual maupun secara kelompok,
3. Konseptual, adalah kemampuan untuk berfikir dan menggagas situasi abstrak, untuk
melihat organisai sebagai suatu kesamaan dan hubungan di antara sub-sub unit, dan untuk
menggambarkan bagaimana organisasi dapat masuk dalam suatu lingkungan.
Ada dua alasan untuk mempelajari menajemen, pertama kita semua memiliki sebuah
kepentingan mendalam untuk memperbaiki cara-cara pengolahan organisasi. Kedua, untuk
merencanakan karier manajemen dalam pengertian ini proses manajemen merupakan dasar
tempat membangun ketrampilan manajemen.
FUNGSI PERENCANAAN
Perencanaan meliputi semua kegiatan mulai dari merumuskan sasaran (tujuan)
organisasi, menetapkan strategi menyeluruh untuk mencapai tujuan tersebut dan
mengkoordinasikanya.
Maksud Perencanaan
Sedikitnya ada empat alasan mengapa perencanaan penting dilakukan, yaitu:
Perencanaan juga bisa memantapkan usaha koordinasi dan memberi arah kepada para
manajer serta nonmanajer. Tanpa perencanaan yang baik departemen-departemen mungkin
akan bekerja dengan tujuan yang saling bertentangan dan menghambat organisasi untuk
bergerak secara efisien menuju sasarannya. Perencanaan mengurangi ketidakpastian karena
dapat mendorongan para manajer untuk melihat kedepan, mengantisipasi perubahan,
mempertimbangkan dampak perubahan dan menyusun berbagai tanggapan yang tepat serta
cepat. Perencanaan juga memperjelas konsekuensi dari tindakan yang mungkin dilakukan
oleh para manajer dalam menanggapi perubahan.
Fokus Perencanaan
Fokus perencanaan pada masa depan, apa yang harus dicapai dan bagaimana caranya.
Esensinya, fungsi perencanaan termasuk dalam aktivitas manajerial yang menetapkan tujuan
untuk masa depan, dan sarana yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Hasil dari fungsi
perencanaan adalah rencana, suatu dokumen tertulis yang menetapkan serangkaian tindakan
yang akan diambil perusahaan.
Elemen Perencanaan
Fungsi perencanaan mengharuskan manajer untuk membuat keputusan sedikitnya
mengenai 4 elemen dasar rencana, yaitu : tujuan, tindakan, sumberdaya dan implementasi.
1. Tujuan, menetapkan kondisi masa depan yang diharapkan seorang manajer untuk dicapai,
2. Tindakan, adalah sarana (aktivitas) khusus yang direncanakan untuk mencapai tujuan.
Penetapan tujuan dan pemilihan rangkaian tindakan juga memerlukan peramalan
(forecasting) masa depan. Seorang manajer tidak dapat membuat rencana tanpa
mempertimbangkan berbagai kejadian dan faktor masa depan yang akan mempengaruhi
apa yang mungkin akan dicapai,
3. Sumberdaya merupakan rangkaian tindakan, suatu rencana harus menetapkan macam dan
banyaknya sumberdaya yang diperlukan, sumberdaya potensial dan alokasi sumberdaya.
Penetapan sumberdaya melibatkan penganggaran (budgeting), identifikasi dan tingkat
sumberdaya yang dapat dipastikan untuk serangkaian tindakan,
Jenis Perencanaan
Cara yang populer untuk menjabarkan rencana organisasi, adalah menurut luasnya
(strategi Vs operasional), kerangka waktu (jangka pendek vs jangka panjang), kekhususan
(pengarahan vs otonomi) dan frekuensi penggunaan (dipakai sekali terus-menerus).
Rencana Jangka Panjang adalah rencana dengan batas waktu diatas tiga tahun.
Rencana Jangka Pendek adalah Rencana yang mencakup satu tahun atau kurang.
Rencana Khusus, adalah rencana yang sudah dirumuskan dengan jelas dan tidak
menyediakan ruang bagi interprestasi. Rencana Directional, adalah rencana yang fleksibel
yang menetapkan pedoman umum.
Kritikan terhadap perencanaan formal amat popular di tahun 1960-an dan masih
populer sampai sekarang. Para pengkritik telah menantang beberapa asumsi dasar yang
mendasari perencanaan itu. Ada beberapa argumen utama yang telah diarahkan pada
perencanaan formal, yaitu:
Fungsi Pengorganisasian
Menetapkan Struktur dan Desain
Organisasi
Pengorganisasian, dirumuskan sebagai proses menciptakan struktur sebuah
organisasi. Struktur Organisasi, adalah kerangka kerja formal organisasi yang mencerminkan
pembagian, pengelompokan dan pengkoordinasian tugas dalam suatu organisasi. Desain
Organisasi, adalah pengembangan atau pengubahan struktur suatu organisasi.
Spesialisai Kerja
Konsep spesialisasi (pembagian) kerja menyebabkan meningkatnya produktivitas
karyawan. Penerapan konsep pembagian kerja yang terkenal dilakukan melalui jalur
perakitan Henry Ford pada awal tahun 1900-an dengan membagi tugas pada setiap pekerja
untuk suatu pejerjaan tertentu dan diulang-ulang. Spesialisasi kerja, adalah tingkat dimana
tugas-tugas dalam suatu organisasi dibagi menjadi pekerjaan-pekerjaan yang terpisah.
Hakekat spesialisasi kerja, ialah seluruh pekerjaan tidak dilakukan oleh satu individu
melainkan dipecah-pecah menjadi langkah-langkah dengan setiap langkah dikerjakan oleh
orang yang berbeda. Artinya setiap karyawan mengkhususkan diri untuk mengerjakan bagian
kegiatan bukannya seluruh kegiatan itu.
Departementalisasi
Departementalisasi sebagai landasan yang digunakan untuk mengelompokan tugas-
tugas dan pekerjaan dalam rangka mencapai sasaran organisasi. Setiap organisasi akan
memiliki cara khasnya sendiri dalam mengklasifikasikan dan menggolongkan kegiatan kerja.
Secara histories salah satu cara yang paling popular untuk menggolongkan kegiatan kerja,
adalah menurut fungsi yang dilakukan (departemen fungsional). Kegiatan kerja dapat pula
didepartementalisasikan menurut jenis produk yang dihasilkan oleh organisasi tersebut
(departementalisasi produk), gambar Departementalisasi Produk.
Rantai Komando
Rantai Komando adalah sebuah garis wewenang yang tak terputus yang membentang
dari tingkat atas organisasi terus sampai tingkat paling bawah dan menjelaskan siapa melapor
kepada siapa. Dalam membahas rantai komando ada tiga konsep serupa, yaitu : wewenang,
tanggung jawab, dan kesatuan komando. Wewenang, merujuk pada hak-hak yang melekat
pada sebuah posisi manajerial untuk memberi perintah dan mengharapkan perintah itu ditaati.
Tanggung jawab, apabila orang mendapat hak dengan kadar untuk melakukan sesuatu, orang
pun mengandaikan kewajiban yang setara untuk melaksanakan kegiatan yang diperintahkan.
Kesatuan Komando, menolong melestarikan konsep garis wewenang yang terputus, prinsip
ini mengatakan, bahwa seseorang hanya boleh mempunyai satu atasan saja dan kepadanyalah
dia bertanggung jawab secara langsung.
Rentang Kendali
Konsep rentang kendali merujuk pada seberapa banyak anak buah yang dapat diawasi
secara efektif dan efisien oleh seorang manajer. Masalah rentang kendali mendapat sejumlah
perhatian meskipun tidak ada kesepakatan mengenai angka ideal tertentu, namun sejumlah
penulis memang mengakui bahwa tingkatan dalam oraganisasi merupakan variable
kotingensi yang dapat mempengaruhi angka ini. Mereka mengatakan, bahwa sewaktu seorang
manajer naik dalam hirarki organisasi, ia harus berhadapan dengan masalah yang makin
beragam kerumitannya, dan tidak terstruktur karena itu para penjabat puncak seharusnya
mempunyai rentang kendali yang lebih kecil daripada manajer-manajer menegah.
Demikian juga para manajer menengah memerlukan rentang kendali yang lebih kecil
daripada para penyelia. Harus disadari dan dipahami, bahwa rentang kendali yang paling
efektif dan efisien itu semakin ditentukan dengan melihat pada sejumlah variable kontingensi.
Mengapa konsep rentang kendali itu penting? Untuk sebagian besar konsep tersebut
menentukan jumlah tingkatan dan jumlah manajer yang dimiliki sebuah organisasi, kalau
segala sesuatunya sama, semakin luas atau semakin lebar rentang kendali maka semakin
efisien desain organisasi.
Sebaliknya semakin karyawan tingkat rendah bisa memberi masukan atau betul-betul
diberi kebebasan untuk mengambil keputusan maka perusahan itu makin terdesentralisasi.
Pada konsep sentralisasi dan desentralisasi itu bersifat relatif (bukan absolut), dimaksud
dengan ini ialah bahwa sebuah organisasi itu tidak pernah sepenuhnya tersentralisasi atau
terdesentralisasi. Di bawah ini tabel Faktor yang mempengaruhi jumlah Sentralisasi dan
Desentralisasi.
1. Lingkungannya stabil
Para manajer tingkat rendah tidak semahir atau berpengalaman dalam mengambil
keputusan seperti hal para manajer tingkat atas. Para manajer tingkat rendah tidak ingin ikut
serta dalam keutusan-keputusan. Organisasi itu menghadapi suatu atau risiko gagalnya
perusahan.
Formalisasi
Formalisasi merujuk pada sejauh mana berbagai pekerjaan dan tingkah laku karyawan
dalam organisasi dibakukan serta dibimbing oleh peraturan. Apabila sebuah pekerjaan sangat
diformalisasikan, maka orang yang mengerjakan pekerjaan tersebut mempunyai kebebasan
minimum atas apa yang harus dilakukan, kapan hal itu harus diselesaikan, dan bagaimana ia
harus melakukannya. Para karyawan diharapkan senantiasa menangani masukan yang sama
dengan cara yang persis sama, menghasilkan keluaran yang seragam dan konsisten. Pada
organisasi dengan formalisasi tinggi, terdapat uraian jabatan yang tegas, banyak peraturan
organisasi, dan prosedur yang telah dirumuskan dengan jalas mencakup proses kerja.
Pada organisasi dengan formalisasi rendah, tingkah laku pekerjanya relatif tidak
terstruktur dan mempunyai banyak kebebasan dalam hal bagaimana cara melakukan
pekerjaan. Kebebasan seseorang ditempat kerja berbanding terbalik dengan tingkah laku
dalam pekerjaan yang telah diprogram sebelumnya oleh organisasi tersebut, semakin besar
standarisasinya, semakin kecil masukan yang dimiliki karyawan mengenai bagaimana
pekerjaan itu harus diselesaikan. Standarisasi bukan saja menghilangkan kemungkinan,
bahwa para karyawan akan terlibat dalam tingkah laku alternatif, tetapi standarisasi bahkan
menghilangkan perlunya para karyawan untuk memikirkan alternatif.
Kompleksitas
Kompleksitas adalah akibat perkembangan langsung pembagian kerja dan penciptaan
departemen-departemen. Gagasan dasar dari kompleksitas, adalah organisasi dengan
sejumlah besar pekerjaan dan unit yang sangat berbeda jenisnya akan menciptakan lebih
banyak masalah manajerial dan organisasi yang rumit daripada organisasi dengan lebih
sedikit jenis pekerjaan dan departemennya.
Pembagian Kerja
Pembagian kerja (division of labor) berkenaan dengan tingkat sejauh mana pekerjaan
dispesialisasikan. Para manajer membagi seluruh kerja organisasi ke dalam beberapa
pekerjaan tertentu yang mempunyai kegiatan tertentu. Organisasi merupakan kumpulan dari
pekerjaan yang terspesialisasikan, yaitu orang-orang yang melakukan pekerjaan yang
berbeda. Keputusan manajerial yang utama, adalah menentukan sampai sejauh mana
pekerjaan akan dispesialisasikan.
M. Kepemimpinan
Seorang manajer idealnya haruslah pemimpin tetapi bukan semua pemimpin dengan
sendirinya mempunyai kemampuan atau ketrampilan dalam fungsi manajemen lain, artinya
tidak semuanya harus menduduki posisi manajemen. Untuk itu definisi seorang pemimpin,
ialah orang yang mampu mempengaruhi orang lain dan memiliki wewenang manajerial.
Sedangkan Kepemimpinan, adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok
menuju tercapainya tujuan.
Model fiedler
Model Kontingensi yang komprehensif mengenai kepemimpinan telah disusun oleh
Fred Fiedler. Model kontingensi Fiedler itu mengemukakan, bahwa kinerja kelompok yang
efektif tergantung pada perpaduan yang memadai antara gaya interaksi pemimpin dengan
bawahannya, dan derajat sejauh mana situasi memungkinkan kelompok itu untuk
mengendalikan dan mempengaruhi. Model itu didasarkan pada anggapan, bahwa
kepemimpinan itu paling efektif pada situasi yang berbeda, dan kemudian mengidentifikasi
kombinasi yang pas antara gaya dengan situasi.
Sebaliknya, andaikata anda melihat rekan yang paling sedikit disukai itu dalam
istilah-istilah yang relatif tidak menguntungkan (angka LPC yang rendah), anda terutama
berminat pada produktivitas dan penyelasaian tugas itu dengan demikian anda akan dicap
berorientasi tugas. Setelah gaya kepemimpinan mendasari seseorang ditentukan melalui
LPC, perlu juga mengevaluasi situasi untuk mencocokkan pemimpin itu dengan situasinya.
Riset Fiedler dalam hal ini menyikapi 3 dimensi kontingensi yang menetapkan faktor-faktor
situasional utama untuk menentukan efektifitas pemimpin, yaitu hubungan pemimpin-
anggota, mencakup: (1) tingkatan kepercayaan, keyakinan, dan rasa hormat, yang dimiliki
bawahan terhadap pemimpin mereka; dinilai sebagai entah baik atau buruk; (2) struktur
tugas, sejauh mana tugas-tugas kerja itu diformalkan dan dijadikan prosedur, dinilai sebagai
tinggi atau rendah; dan (3) kekuasaan posisi, tingkat pengaruh yang dimiliki seorang
pemimpin terhadap kegiatan-kegiatan berdasarkan kekuasaan, seperti mempekerjakan,
memecat, menertibkan, menaikan pangkat, dan menaikan gaji, dinilai sebagai kuat atau
lemah.
Fiedler memperlakukan gaya kepemimpinan seseorang sebagai hal yang tetap. Untuk
itu, sebetulnya hanya ada dua cara untuk memperbaiki efektifitas pemimpin. Pertama, anda
harus membawa masuk seorang pemimpin baru yang lebih cocok dengan situasinya.
Misalnya, apabila situasi kelompok itu dinilai sebagai sangat tidak menutungkan tetapi
dipimpin oleh seorang pemimpin yang brorientasi hubungan, kinerja kelompok itu dapat
diperbaiki dengan menggantikan orang tersebut dengan pemimpin yang berorientasi tugas.
Alternatif kedua, adalah mengubah situasinya hingga cocok dengan pemimpin itu, ini dapat
dilakukan dengan merestrukturisasi tugas-tugas dengan cara meningkatkan atau mengurangi
kekuasaan yang dimiliki pemimpin terhadap faktor-faktor, seperti kenaikan gaji, kenaikan
pangkat, dan tindakan disipliner.
Teori Alur-Tujuan
Salah satu pendekatan yang paling dihargai untuk memahami kepemimpinan, adalah
teori Alur-Tujuan. Teori ini dikembangkan oleh Robert House sebagai sebuah model
kepemimpinan situasional yang menyaring unsur-unsur kunci dari teori pengharapan tentang
motivasi. Pokok teori ini, adalah tugas pemimpin untuk menolong para pengikutnya dalam
mencapai tujuan-tujuan mereka, dan untuk memberikan dukungan (bimbingan) yang perlu
guna menjamin agar tujuan-tujuan mereka itu cocok dengan keseluruhan tujuan-tujuan
kelompok (organisasi) tersebut. Menurut teori ini perilaku seorang pemimpin dapat diterima
oleh bawahan sejauh mereka melihatnya sebagai sumber langsung kepuasan atau sebagai
sarana kepuasan masa depan.
Perilaku seorang pemimpin itu memotivasi, sejauh kelakuan itu membuat pencapaian
kebutuhan bawahan tergantung pada kinerja yang efektif, memberi pelatihan, bimbingan,
dukungan, dan imbalan-imbalan yang perlu bagi kinerja yang efektif. House mengidentifikasi
empat perilaku pemimpin, yaitu:
1. Pemimpin yang Direktif, membiarkan bawahan mengetahui apa yang diharapkan dari diri mereka, memjadwal pekerjaan yang harus
dilakukan, dan memberi bimbingan spesifik mengenai caranya menyelesaikan tugas,
2. Pemimpin yang Suportif, bersikap bersahabat dan menunjukkan serta menggunakan saran-saran mereka sebelum membuat keputusan,
Berikut ini beberapa contoh hipotesa yang telah dikembang dari teori Alur-Tujuan,
yakni:
1. Kepemimpinan Direktif, menyebabkan kepuasan yang lebih besar bila tugas-tugas itu
sangat terstruktur dan ditata dengan baik namun bawahan yang merasa mempunyai
kemampuan besar (banyak pengalaman) cenderung menganggap hal itu berlebihan.
Semakin jelas dan birokratis hubungan wewenang formalnya, maka para pemimpin harus
bisa menampilkan perilaku yang mendukung dan mengurangi perilaku yang
mengarahkan,
2. Kepemimpinan yang suportif, menghasilkan kepuasan dan kinerja karyawan yang tinggi
bila ada konflik nyata dalam suatu kelompok kerja,
4. Bawahan-bawahan dengan tempat kendali eksternal akan merasa lebih puas dengan gaya
yang direktif,
5. Kepemimpin berorientasi prestasi, akan meningkatkan harapan bawahan bahwa usaha yang
dilakukan akan menjurus kearah kinerja yang tinggi apabila tugas-tugas disusun secara
tidak jelas.
Model Partisipasi Pemimpin
Model kontingensi lainnya dikembangkan oleh Viktor Vroom dan Philip Yetton.
Model ini, adalah model partisipasi pemimpin yang menghubungkan perilaku pemimpin
partisipasi dalam hal pembuatan keputusaan. Model ini dikembangkan pada awal 1970-an
dengan asumsi, bahwa perilaku pemimpin harus disesuaikan dengan struktur tugasnya, baik
yang bersifat rutin, non rutin, atau salah satu diantaranya. Model Vroom dan Yetton disebut
sebut juga model normatif sebab model ini menyajikan suatu rangkaian aturan (norma) yang
berurutan dan harus diikuti oleh pemimpin untuk menentukan bentuk dan jumlah partisipasi
dalam pengambilan keputusan, sebagaimana ditentukan oleh berbagai jenis situasi.
Otokrasi I (AI): Anda bisa pecahkan masalah dan membuat keputusana sendiri
dengan menggunakan informasi yang tersedia saat itu. Otokrasi II (AII): Cari informasi yang
diperlukan dari bawahan, kemudian putuskan sendiri jawaban atas permasalah tesebut.
Pimpinan boleh menceritakan kepada bawahan mengenai masalah yang dihadapi sehingga
bisa mencari informasi dari mereka. Peran bawahan dalam pembuatan keputusan lebih
kepada memberi informasi yang diperlukan daripada memberikan atau mengevaluasi
alternatif pemecahan masalah.
2. Visi, memiliki tujuan idealis dalam mengusulkan masa depan yang lebih baik daripada
keadaan status quo. Semakin besar perbedaan antara tujuan idealis dengan status quo,
akan sangat memungkinkan, bahwa para pengikut akan mengkaitkan misi yang luar biasa
itu kepada pemimpin.
3. Kemapuan mengartikulasikan visi, mampu menjelaskan dan menyatakan visi itu dalam
istilah yang dipahami orang lain. Artikulasi ini memperlihatkan pemahaman terhadap
kebutuhan kepada para pengikut untuk bertindak sebagai kekuatan motivasi.
4. Keyakinan yang kuat akan misi, berani menanggung resiko pribadi, mengeluarkan biaya
besar, dan bersedia mengorbankan diri demi tercapainya visi.
5. Perilaku yang lain dari biasa, membawa perilaku yang dianggap baru, tidak biasa, dan
melawan arus. Bila berhasil, perilaku ini membangkitkan keheranan dan kekaguman dari
para pengikut.
6. Penampilan sebagai agen, lebih dianggap sebagai agen perubahan yang radikal daripada
sebagai pengemban status quo.
7. Kepekaan Lingkungan, mampu melakukan penilaian yang realistik terhadap hambatan
lingkungan, dan sumber daya yang diperlukan untuk membawa perubahan.
Pengawasan (Pengendalian)
Pentingnya Pengendalian
Perencanaan dapat dibuat, struktur organisasi bisa diciptakan untuk memperlancar
tercapainya tujuan secara efektif dan efisien, para karyawan dapat diarahkan dan dimotivasi
guna menghasilkan kinerja yang baik namun apakah semua itu bisa menjamin semua
kegiatan yang dilakukan akan berlangsung sesuai dengan perencanaan, dan tujuan yang
dikejar oleh para manajer bisa tercapai. Untuk itu pengendalian sangat penting sebagai
jembatan terakhir dalam mata rantai fungsional kegiatan manajemen. Pengendalian, adalah
salah satu cara bagi para manajer untuk mengetahui apakah tujuan organisasi itu tercapai atau
tidak, dan mengapa hal itu terjadi.
Jenis Pengendalian
Pengendalian Umpan Balik Depan: pengendalian ini paling didambakan karena bisa
mencegah munculnya masalah diawal kegiatan, artinya pengendalian itu diarahkan ke masa
depan. Kunci, adalah melakukan tindakan manajerial sebelum masalahnya timbul sehingga
memungkinkan manajemen untuk mencegah permasalahan ketimbang harus
membereskannya. Pengendalian ini menuntut informasi yang tepat waktu dan akurat
sehingga sering sulit dikembangkan. Akibatnya para manajer sering mengandalkan kedua
jenis pengendalian lainnya. Pengendalian Sejalan: berlangsung saat kegiatan sedang
dilaksanakan sehingga manajemen dapat mengoreksi masalah yang muncul sebelum masalah
itu terlampau mahal. Bentuk pengendalian yang paling terkenal, adalah pengawasan langsung
terhadap tindakan bawahan, dan memantau serta mengoreksinya.
1. Ketepatan, sebuah sistem pengendalian yang menghasilkan informasi yang tidak tepat
dapat membuat manajemen lupa mengambil tindakan manakala seharusnya bertindak
atau menanggapi suatu masalah yang sebetul tidak ada,
4. Fleksibel, bisa menyesuaikan dengan perubahan yang tidak bersahabat atau untuk
mamanfaatkan peluang baru,
6. Kriteria (standar) yang masuk akal, bisa dicapai karena bila kriteria itu terlampau tinggi
atau tidak masuk akal, maka tidak akan lagi memotivasi,
7. Penempatan yang strategis, para manajer tidak mungkin mengendalikan segala sesuatu
yang berlangsung dalam organisasi, seandainya mampu manfaatkanya tidak akan dapat
menutupi biayanya,
8. Tekanan pada perkecualian, para manajer yang tidak mampu mengendalikan semua
kegiatanya, seharus menempatkan alat pengendali strategis ditempat di mana alat itu
dapat meminta perhatian hanya bagi perkecualian,
9. Multikriteria, para manajer dan karyawan akan berusaha untuk “tampil bagus” pada kriteria
yang dikendalikan. Multi Kriteria mempunyai dampak positif ganda, karena lebih sulit
dimanipulasi ketimbang kriteria tunggal. Kriteria tersebut dapat mengurangi usaha untuk
sekedar tampil “bagus”, juga karena kinerja jarang dapat dinilai secara obyektif dari satu
indikator saja, multi kriteria memungkinkan penilaian kinerja yang lebih akurat,
10. Tindakan koreksi, sebuah sistem pengendalian yang efektif bukan saja menunjukkan
kapan terjadi penyimpangan yang berarti dari standar, melainkan juga menyarankan
tindakan apa yang harus diambil untuk membetulkan penyimpangan tadi.
Pandangan Simbolis
Pandangan ini mengemukakan, bahwa kemampuan manajer untuk mempengaruhi
hasil dibatasi oleh beberapa faktor luar. Tidaklah masuk akal bila mengharapkan para
manajer mempunyai pengaruh yang berarti terhadap kinerja sebuah organisasi. Menurut
pandangan ini, hasil sejumlah organisasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor di luar kendali
manajemen. Faktor-faktor itu mencakup perekonomian, perubahan para pelanggan, kebijakan
pemerintah, tindakan para pesaing dan industri tertentu, kendali terhadap pemilik teknologi,
serta keputusan yang diambil oleh para manajer terdahulu dalam organisasi tersebut.
P. Lingkungan
Istilah lingkungan merujuk pada lembaga atau kekuatan yang berada di luar
organisasi dan secara potensial mempengaruhi kinerja organisasi.
2. Lingkungan Ekonomi
Para manajer global mempunyai perhatian terhadap ekonomi yang tidak dimiliki oleh
para manajer yang bekerja pada satu negara saja dalam hal ini ada 3 perhatian utama, yaitu
nilai tukar mata uang yang berubah-ubah, laju inflasi, dan berbagai macam kebijakan. Laba
perusahaan global dapat secara dramatis berubah-ubah tergantung kepada kekuatan mata
uang dalam negerinya dan mata uang negara-negara dimana perusahaan itu beroperasi. Setiap
devaluasi mata uang sebuah negara akan sangat mempengaruhi tingkat keuntungan sebuah
perusahaan. Kekuatan mata uang suatu negara asing dapat juga memepengaruhi keputusan
para manajer. Misalnya General Motors telah mengimport Geo Stormnya ke amerika dari
Jepang. Namun ketika kekuatan Yen Jepang terhadapan dolar membuat produk itu tidak
ekonomis, para pejabat perusahaan memutuskan untuk menghentikan model tersebut.
Kekuatan Lingkungan global terakhir, adalah perbedaan budaya antara bangsa. Setiap
organisasi mempunyai budaya internal yang berbeda-beda, negara-negara pun mempunyai
kebudayaan pula.
Individualisme Vs kolektivitas
Individualisme merujuk pada sesuatu kerangka kerja sosial yang ikatannya longgar
dimana orang diharapkan untuk mengurusi kepentingan mereka sendiri dari kepentingan
keluarga terdekatnya. Ini dimungkinkan sebab adanya sejumlah besar kebebaskan yang
diberikan oleh masayarakat semacam itu kepada individu. Lawannya kolektivitisme, yang di
cirikan dengan kerangka kerja sosial ketat dimana orang mengharapkan orang lain yang
berada dalam kelompok mereka menjadi bagiannya supaya mengurusi dan melindungi
mereka apabila mengalami kesusahan. Sebagai imbalanya, mereka merasa harus memberikan
loyalitas mutlak kepada kelompok tadi. Hofstrede, mengatakan, bahwa tingkat individualisme
di sebuah negara erat kaitannya dengan kekayaan negara itu. Negara-negara yang lebih kaya,
seperti Amerika Serikat, Inggris Raya, dan Nederland sangatlah individualistis. Negara-
negara yang lebih miskin seperti Kolombia dan Pakistan sangat bersifat kolektif.
Jarak kekuasaan, adalah suatu budaya yang mengukur sampai sejauh mana suatu
masyarakat dapat menerima ketidak merataan pembagian kekuatan dalam lembaga dan
organisasi. Penghindaran ketidakpastian suatu ukuran budaya yang digunakan untuk
menjelaskan sampai sejauh mana nilai-nilai sosial dipengaruhi oleh kesombongan dan
materialisme. Kuantitas hidup suatu perlengkapan budaya nasional bisa menjelaskan sampai
seberapa jauh nilai-nilai sosial dicirikan oleh kesombongan dan materialisme sedangkan
kualitas hidup suatu perlengkapan budaya nasional bisa mencerminkan penekanan yang
diberikan pada hubungan dan perhatian kepada pihak orang lain.
Setelah seorang yang dipilih sebagai calon yang baik bagi sebuah posisi manajerial
diluat negeri, ada beberapa faktor individual maupun organisasi yang menentukan apakah dia
ini mampu atau tidak menyesuaikan diri dengan penugasan luar negeri tersebut secara efektif.
Faktor-faktor individual yang dapat mempengaruhi penyesuaian internasional tersebut adalah
:
1. Kemampuan untuk tetap bersemangat, bersikap positif, dan produktif bahkan dalam situasi
baru yang barangkali penuh tekanan dan ketegangan,
2. Kemampuan untuk bergaul secara efektif dengan rekan kerja di negara tuan rumah,
3. Kemampuan dengan tepat merasakan dan berpendapat dengan norma dan nilai budaya
negara itu.
1. Budaya organisasi,