Anda di halaman 1dari 21

PEMODELAN INVERSI 1-DIMENSI DATA

MAGNETOTELLURIK
( Laporan Praktikum Metode Elektromagnetik )

Oleh
Widya Putri Syahranti
2115051032

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2023
Judul Praktikum : Pemodelan Inversi 1D Data Magnetotellurik

Tanggal Praktikum : 13 April 2023

Tempat Praktikum : Rumah Masing-masing Praktikan

Nama : Widya Putri Syahranti

NPM : 2115051032

Fakultas : Teknik

Jurusan : Teknik Geofisika

Kelompok : II (Dua)

Bandar Lampung, 28 April 2023

Mengetahui ,
Asisten

Rinda Ermana
NPM. 2015051003

i
ABSTRAK

PEMODELAN INVERSI 1-DIMENSI DATA MAGNETOTELLURIK

Oleh
Widya Putri Syahranti

Telah dilaksanakannya praktikum metode elektromagnetik secara online


melalui google meet pada tanggal 13 April 2023 yang membahas tentang
pemodelan inversi 1D data mmagnetotellurik di rumah masing-masing.
Metode elektromagnetik adalah metode geofisika yang memanfaatkan
gelombang elektromagnetik alamiah maupun buatan manusia untuk
mengetahui sifat fisis (resistivitas) di bawah permukaan bumi. Adapun
dilakukannya praktikum ini dengan tujuan agar mahasiswa dapat memahami
inversi 1D data magnetotellurik,mampu menggunakan software WinGLink dan
dapat melakukan pengolahan dan pemodelan inversi 1D data magnetotellurik.
Pada praktikum kali ini menggunakan softwere WinGLink untuk menghasilkan
kurva perbandingan frekuensi dengan resisitivitas. Pada pemodelan dapat
diketahui bahwa nilai resistivitas yang rendah berkisar antara 1- 10 Ohm.m
dari kedalaman 2500 m di atas permukaan air laut sampai kedalaman 2800 di
bawah pemukaan air laut. Lapisan selanjutnya adalah lapisan dengan nilai
resistivitas yang sedang 7 berkisar antara 10 -300 Ohm.m dari kedalaman 500
m di atas permukaan air laut. Kemudian terdapat lapisan dengan resistivitas
tinggi berkisar antara 300 - 1000 Ohm.m yang berada pada posisi 2250 - 3200
m dan dari 5100 5600 m pada kedalaman 1500 - 4000 m di bawah permukaan
air laut.

ii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................i

ABSTRAK..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv

I. PENDAHULUAN
A. Pendahuluan...................................................................................................1
B. Latar Belakang................................................................................................1

II. TEORI DASAR

III. METODOLOGI PRAKTIKUM


A. Alat dan Bahan...............................................................................................5
B. Diagram Alir...................................................................................................6

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Data Praktikum...............................................................................................7
B. Pembahasan....................................................................................................7

V. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Alat tulis................................................................................................5

Gambar 2. Modul praktikum..................................................................................5

Gambar 3. Laptop...................................................................................................5

Gambar 4. Software WinGLink...............................................................................5

Gambar 5. Diagram alir..........................................................................................6

Gambar 6. Hasil Inversi 1D....................................................................................8

iv
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Metoda magnetotellurik (MT) merupakan salah satu metoda eksplorasi
geofisika yang bersifat pasif memanfaatkan medan elektromagnetik alam
sebagai sumber gelombang atau energy untuk mengetahui struktur tahanan
jenis bawah permukaan. Terdapat dua tipe pemodelan dalam geofisika
yaitu forward modeling dan inversi. Inverse modeling biasanya dikatakan
sebagai kebalikan dari forward modeling karena pemodelan inversi ini
parameter model yang digunakan diperoleh secara langsung dari data
pengamatan. Inversi dalam bidang merupakan suatu alat matematika yang
digunakan untuk mengkonversi data observasi menjadi model struktur
bawah permukaan. Dalam praktikum ini dibahas mengenai pemodelan
inversi satu dimensi. Data magnetotellurik yang diperoleh dari akuisisi di
lapangan tidak lepas dari gangguan noise sehingga perlu dilakukan
pengolahaan data . Pengolahan data magnetotellurik dilakukan dengan
tahapan transformasi Fourier, robust processing, dan seleksi crosspower.
Kemudian dilakukan inversi 2D. Pengolahan data dari pre-processing yaitu
menggunakan software Phoenix Geophysics SSMT 2000 untuk proses
transformasi Fourier, penentuan nilai crosspower, dan robust processing
dilanjutkan dengan menggunakan software MT-Editor untuk pemilihan
crosspower. Proses selanjutnya adalah melakukan pemodelan inversi 1D
pada software WinGLink,sehingga diperlukannya pemahaman tentang
pemodelan inversi 1D pada software ini.

B. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum pada praktikum kali ini adalah :
1. Praktikan dapat memahami inversi 1D data magnetotellurik.
2. Praktikan dapat menggunakan Software WinGLink.
3. Praktikan dapat melakukan pengolahan dan pemodelan inversi 1D data
magnetotellurik.
II. TEORI DASAR

Metode magnetotellurik pertama kali diperkenalkan oleh Caniard (1953). Ia


menunjukkan bahwa terjadinya interaksi solar wind dengan magnetosfer bumi
menyebabkan terbentuknya medan magnet dan menyebabkan terbentuknya medan
elektromagnetik yang merambat dipermukaan bumi. Medan elektromagnetik
kemudian didentifikasi lebih lanjut untuk mendapatkan sifat kelistrikan batuan
bawah permukaan yang meliputi nilai impedansi karakteristik dan resistivitas
(Lantu dkk., 2017).

Magnetotellurik (MT) adalah metode pasif yang mengukur arus listrik alami
dalam bumi, yang dihasilkan oleh induksi magnetik dari arus listrik di ionosfer.
Metode ini dapat digunakan untuk menentukan sifat listrik bahan pada kedalaman
yang relatif besar (termasuk mantel) di dalam bumi. Dengan teknik ini, variasi
waktu pada potensi listrik diukur pada stasiun pangkalan dan stasiun survei.
Perbedaan pada sinyal tercatat digunakan untuk memperkirakan distribusi
resistivitas listrik bawah permukaan. Teknik prospeksi tahanan listrik untuk
menentukan kedalaman formasi batuan sedimen yang berada jauh di dalam bumi
dengan cara mengukur tahanan jenis formasi batuan tersebut berdasarkan
pengukuran serempak medan listrik dan medan magnet yang berosilasi pada
lokasi yang sama, yaitu dengan mencatat rentang frekuensi yang tergantung dari
kedalaman sasaran. Medan elektromagnetik yang dimanfaatkan memiliki fluktuasi
geomagnetik dengan rentang 10-3 s.d 105s atau rentang frekuensi 10-5 s.d 103
Hz. Sumber sinyal dari medan elektromagnetik terbagi menjadi dua yaitu: a.
Sinyal dengan frekuensi rendah ( < 1 Hz) merupakan sumber sinyal ini berasal
dari solar wind (interaksi angin matahari dengan magnet bumi). b. Sinyal dengan
frekuensi tinggi ( > 1 Hz) merupakan sumber sinyal ini berasal dari aktiviatas
meteorologi seperti adanya petir ataupun badai (Grandis, H. 2013).

Data magnetotelurik yang diperoleh dari pengukuran di lapangan tidak lepas dari
gangguan atau noise sehingga perlu dilakukan pengolahan data (Simpson & Bahr,
2005). Pengolahan data magnetotellurik dilakukan dengan tahapan transformasi
Fourier, robust processing, dan seleksi crosspower. Kemudian dilakukan inversi
3

2D. Pengolahan data dari pre-processing yaitu menggunakan software Phoenix


Geophysics SSMT 2000 untuk proses transformasi Fourier, penentuan nilai
crosspower, dan robust processing dilanjutkan dengan menggunakan software
MT-Editor untuk pemilihan crosspower, serta software WinGLink untuk proses
inversi pemodelan 2-dimensi (Sugiyo, dkk., 2013). Pada metode MT tahap awal
pengolahan datanya adalah transformasi Fourier yang digunakan untuk mengubah
data mentah yaitu yang masih dalam domain waktu menjadi data dalam domain
frekuensi. Data tersebut diubah ke dalam domain frekuensi dengan tujuan agar
lebih mudah untuk dianalisis (Dewi dkk., 2015).
Metode MT akan diaplikasikan untuk eksplorasi pendahuluan dengan mengkaji
dan membandingkannya dengan hasil-hasil sebelumnya. Nilai resistivitas batuan
rendah (low resistivity) mencerminkan lapisan konduktif (high conductive), yang
secara tidak langsung akan mendapatkan struktur geologi bawah permukaan
berupa sebaran dan ketebalan lapisan batuan. Kurva sounding pemodelan 1D dan
2D-Inversi yang menghasilkan peta tahanan jenis semu ke arah yang horizontal
dan vertikal (Panjaitan, 2010).
Pemodelan menggunakan model 1-D hanya dapat diterapkan pada data yang
memenuhi kriteria data 1-D. Namun demikian, dengan asumsi tertentu pemodelan
1-D dapat pula diterapkan pada data yang dianggap mewakili kecenderungan
lokal atau struktur secara garis besar, misalnya impedansi invarian dan impedansi
dari TE-mode. Pemodelan 1-D menggunakan kurva sounding TE-mode
didasarkan atas anggapan bahwa pengukuran medanlistrik searah jurus tidak
terlalu dipengaruhi oleh diskontinuitas lateral tegak lurus jurus.Teknik forward
modeling dilakukan dengan menghitung respons dari suatu model untuk
dibandingkan dengan data impedansi (tahanan-jenis semu dan fasa) pengamatan.
Dengan cara coba-coba (trial and error) dapat diperoleh suatu model yang
responsnya paling cocok dengan data, sehingga model tersebut dapat dianggap
mewakili kondisi bawah permukaan. Teknik inverse modeling memungkinkan
kita memperoleh parameter model langsung daridata (Wachisbu, 2005).
Data untuk memperkirakan distribusi tahanan-jenis bawah permukaan melalui
model-model. Model yang paling sederhana adalah model 1-D dimana tahanan
jenis bervariasi hanya terhadap kedalaman r(z). 1-D menggunakan kurva sounding
TE-mode didasarkan atas anggapan bahwa pengukuran medan listrik searah jurus
tidak terlalu dipengaruhi oleh diskontinuitas lateral tegak lurus jurus. Teknik
forward modeling dilakukan dengan menghitung respons dari suatu model untuk
dibandingkan dengan data impedansi (tahanan jenis semu dan fasa) pengamatan.
Dengan cara coba-coba (trial and error) dapat diperoleh suatu model yang
responsnya paling cocok dengan data, sehingga model tersebut dapat dianggap
mewakili kondisi bawah permukaan. Teknik inverse modeling memungkinkan
kita memperoleh parameter model langsung dari data (Pellerin dkk., 1990).
Model 1 dimensi berupa model berlapis horizontal, yaitu model yang terdiri dari
beberapa lapisan, dimana tahanan jenis tiap lapisan homogen. Dalam hal ini
4

parameter model 1 dimensi adalah tahanan jenis dan ketebalan tiap lapisan.
Inversi 1D terdiri dari dua jenis yaitu: Proses inversi bostick, yang terjadi dalam
metode ini yaitu diterapkan pada data resistivitas semu dan fasa yang kemudian
dilakukan transformasi hingga mendapatkan nilai resistivitas sebenarnya dan data
kedalaman (Goldberg dan Rotstein, 1982).
Pemodelan dimaksudkan untuk mengekstraksi informasi yang terkandung dalam
data untuk memperkirakan distribusi tahanan-jenis bawah permukaan melalui
model 1-D dimana tahanan-jenis bervariasi hanya terhadap kedalaman ρ(z).
Model 1-D biasanya direpresentasikan oleh model berlapis horizontal, yaitu
model yang terdiri dari beberapa lapisan dimana tahanan-jenis tiap lapisan
homogen. Dalam hal ini parameter model adalah tahanan-jenis dan ketebalan tiap
lapisan. Pemodelan menggunakan model 1-D hanya dapat diterapkan pada data
yang memenuhi kriteria data 1-D. Namun demikian, dengan asumsi tertentu
pemodelan 1-D dapat pula diterapkan pada data yang dianggap mewakili
kecenderungan lokal atau struktur secara garis besar, misalnya impedansi invarian
dan impedansi dari TE-mode. Pemodelan 1-D menggunakan kurva sounding TE-
mode didasarkan atas anggapan bahwa pengukuran medan listrik searah jurus
tidak terlalu dipengaruhi oleh diskontinuitas lateral tegak lurus jurus (Jones,
1983).
Proses inversi adalah suatu proses pengolahan data lapangan yang melibatkan
teknik penyelesaian matematika dan statistika untuk mendapatkan informasi yang
berguna mengenai distribusi sifat fisis bawah permukaan. Di dalam proses inversi,
dilakukan analisis terhadap data lapangan dengan cara melakukan curve fitting
(pencocokan kurva) antara model matematika dan data lapangan. Dengan kata
lain, proses inversi yaitu proses mengubah data yang diperoleh dari pengukuran
menjadi model penampang bawah permukaan. Tujuan dari proses inversi ini
adalah mengestimasi parameter fisis batuan yang tidak diketahui sebelumnya
(unknown parameter) (Heditama, 2011).
Teknik forward modeling dilakukan dengan menghitung respons dari suatu model
untuk dibandingkan dengan data impedansi (tahanan-jenis semu dan fasa)
pengamatan. Dengan cara coba-coba (trial and error) dapat diperoleh suatu model
yang responsnya paling cocok dengan data, sehingga model tersebut dapat
dianggap mewakili kondisi bawah permukaan. Teknik inverse modeling
memungkinkan kita memperoleh parameter model langsung dari data (Jones,
1983).
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :

Gambar 1 . Alat Tulis Gambar 3. Laptop

Gambar 2. Modul Praktikum Gambar 4. Software WinGLink


6

B. Diagram Alir
Adapun diagram alir pada praktikun ini adalah sebagai berukut :

Mulai

Membuka software WinGLink dan membuat database projection

Mengatur nama area, lokasi, koordinat, dan satuan elevasi

Melakukan import data dengan format .edi yang telah disiapkan

Melakukan line penampang x-section model inversi 1D

Melakukan sounding data MT

Pemilihan stasiun MT dan proses inversi pada titik-titik dalam


satu line stasiun

Penampang hasil pemodelan


inversi 1D

Selesai

Gambar 5. Diagram Alir


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Pengamatan
Praktikan dapat memahami dan mengerti pemodelan inversi 1d data
magneetotellurik dengan menggunakan software WinGLink dan praktikan
dapat memahami proses pembuat kurva dan dapat menginterpretasikannya.

B. Pembahasan
Telah dilaksanakannya praktikum metode elektromagnetik secara online
melalui google meet pada tanggal 13 April 2023 jam yang membahas tentang
pemodelan inversi 1D data magnetotellurik di rumah masing-masing. Hal
yang pertama kali dilakukan adalah pemaparan materi pemodelan inversi 1D
data magnetotellurik oleh asisten dosen praktikan melakukan pengolahan data
praktikum yang telah diberikan asisten. Praktikum kali ini menggunakan
software WinGLink dan data praktikum (*.edi).Langkah awal yaitu  membuat
terlebih dahulu folder data tersebut, lalu setelah itu input data yang terdiri dari
5 titik data, kemudian pilih menu sounding dan kemudian  pilih open station
lalu plot semua titik data dan kemudian kita lakukan running,  setelah itu kita
lakukan editing pada 5 titik data satu persatu dengan mengubah mode  data
tersebut menjadi mode INV (inversi). Setelah itu kita pilih menu 1D model
dan  lakukan kegiatan tersebut pada semua data hingga selesai dan dilanjutkan
dengan pengambilan nilai keaktifan dan ditutup dengan posttest. Prakikan ini
dilakukan agar praktikan dapat memahami proses pengolahan data
magnetotellurik dengan menggunakan software WinGLink dan juga dapat
melakukan interpretasi kurva 1D yang telah didapatkan.

Dalam ilmu geofisika sendiri yang diterapkan pula pada pemodelan data MT
terdapat dua macam pemodelan yaitu pemodelan kedepan (forward modeling)
dan pemodelan inversi (invers modeling). Invers modeling sering dikatakan
sebagai kebalikan dari pemodelan kedepan atau forward modeling karena
dalam pemodelan inversi parameter model diperoleh secara langsung dari data
pengamatan. Ada yan menyatakan invers modeling terbagi menjadi dua yaitu
inversi data sintetik dan inversi data lapangan. Inversi data sintetik bertujuan
untuk mendapatkan kembali data sintetik seperti hasil pemodelan kedepan.
Inversi ini dilakukan dengan menggunakan algoritma multi objektif dragonfly
8

dengan fungsi objektif berupa resistivitas dan fasa. Sedangkan inversi data
lapangan ialah pengaplikasian software ke data sebenarnya. Data MT yang
diinversi berupa data yang didapatkan dari model sasaki. Tahap inversi yang
dilakukan pada inversi data lapangan sama dengan data sintetik di sebelumnya
hanya berbeda data saja. Pada pemodelan 1 dimensi, distribusi resistivitas
medium hanya bergantung pada kedalaman saja. Distribusi resistivitas
diperoleh dari perbandingan medan listrik dan medan magnet yang menjalar
tegak lurus kedalaman tanah permukaan bumi pada arah osilasi dan konstan.
Gelombang tersebut akan teratenuasi seiring bertambahnya kedalaman yang
juga dipengaruhi oleh gelombang dan nilai resistivitas medium yang dilalui.

Forward  Modeling adalah menjabarkan data dari model dengan menghitung


respon teoritis dan  distribusi sifat sumber anomali. Dimana pada Forward
modeling (pemodelan kedepan)  ini yaitu dengan metode interpretasi yang
membuat terlebih dahulu benda geologi bawah  permukaan. Pemodelan
inversi adalah penggunaan data observasi yang dikonversi secara matematis
menjadi model bawah permukaan. Pemodelan inversi sering pula disebut
sebagai data fitting karena dalam prosesnya dicari parameter model yang
menghasilkan respons yang fit dengan data pengamatan. Kesesuaian antara
respons model dengan data pengamatan umumnya dinyatakan oleh suatu
fungsi obyektif yang harus diminimumkan. Proses pencarian minimum fungsi
obyektif tersebut berasosiasi dengan proses pencarian model optimum.
Transformasi Bostick adalah suatu transformasi yang dilakukan untuk
menghasilkan variasi resistivitas terhadap kedalaman dari data sounding.

Gambar 6. Hasil Inversi 1D


9

Berdasarkan hasil inversi 1D, pengukuran dilakukan menggunakan data


pengukuran yang berjumlah 21 titik, data pengukuran ini berupa data sintetik,
yang dimana data tersebut di inversi dengan metode inversi occam. Dengan
jumlah layers maksimum 45 dan 10 iterasi. Pengukuran juga perlu dilakukan
interpolarsi terlebih dahulu untuk setiap titik pengukuran. Berdasarkan hasil
penampang, dapat diketahui dari material kedalaman, dimana coulor map Rho
layr’d untuk bagian depan (pipa), dan Rho cont’d bagian belakang. Pada
gambar diatas ialah hasil pengolahan penampang model 2D dengan x-section
dari hasil pengolahan inversi 1D data MT.Untuk lapisan paling dekat
permukaan adalah lapisan dengan resistivitas sedang berkisar antara 6 - 130
Ohm.m dari kedalaman sekitar -15000-30000 m sampai 1000 m di atas
permukaan air laut. Lapisan kedua merupakan lapisan dengan nilai resistivitas
yang rendah berkisar antara 1- 10 Ohm.m dari kedalaman 2500 m di atas
permukaan air laut sampai kedalaman 2800 di bawah pemukaan air laut.
Lapisan selanjutnya adalah lapisan dengan nilai resistivitas yang sedang 7
berkisar antara 10 -300 Ohm.m dari kedalaman 500 m di atas permukaan air
laut. Kemudian terdapat lapisan dengan resistivitas tinggi berkisar antara 300 -
1000 Ohm.m yang berada pada posisi 2250 - 3200 m dan dari 5100 5600 m
pada kedalaman 1500 - 4000 m di bawah permukaan air laut. Metode Inversi
occam ini sangat cocok pada pemodelan sintetik dengan parameter inversi
untuk mendapatkan penampang 2D dari pengolahan data 1D untuk
mengetahui lapisan permukaan bumi diatas permukaan air.

Jurnal “Pendekatan Inversi 1d Untuk Mengurangi Efek Galvanic Pada Model


2d Magnetotellurik Daerah Panasbumi Danau Ranau” oleh Muhammad
Gunandi Arief Wibowo. Berdasarakn jurnal tersebut memiliki tujuan untuk
menentukan Clay Cap berdasarkan hasil inversi 2D Magnetotellurik yang
terkoreksi oleh pendekatan inversi 1D dan diketahui bahwa Metode
magnetotelurik adalah metode sounding elektromagnetik untuk mengetahui
struktur tahanan jenis bawah permukaan dengan cara melakukan pengukuran
pasif komponen medan listrik dan medan magnet alam yang berubah terhadap
waktu. Data MT tidak begitu stabil pada lapisan dangkal karena perbedaan
topografi yang mencolok yang disebut juga efek galvanik (distorsi galvanic).
Untuk mengatasi data yang mengalami shift tersebut dilakukanlah koreksi
statik dengan menggunakan data TDEM. Dari informasi yang penulis dapat
dari pihak Pusat Sumber Daya Geologi (PSDG), pada saat melakukan
pengukuran di daerah Danau Ranau tidak menggunakan TDEM. Sehingga
untuk menginterpretasikan titik-titik tersebut agar pemodelan sesuai dengan
karakteristik sistem panasbumi yang diinginkan, maka penulis menggunakan
pendekatan hasil inversi 1D untuk menghilangkan efek galvanik. Daerah
impermeable (Claycap) ditunjukkan oleh lapisan dengan nilai resistivitas ≤ 10
Ohm.m dengan ketebalan 700-1000 meter. Data MT tidak begitu stabil pada
10

lapisan dangkal karena perbedaan topografi yang mencolok yang disebut juga
karena efek galvanik (distorsi galvanic) dan juga aktivitas permukaan baik
dari aktivitas manusia maupun benda yang mempengaruhi gelombang
elektromagnetik pada permukaan. Pendekatan 1D dapat digunakan untuk
melakukan pendugaan batas atas Clay Cap yang error akibat efek topografi.
Berdasarkan hasil analisis komponen panasbumi (caprock dan reservoir)
terhadap nilai resistivitas pada hasil pemodelan inversi 2D magnetotellurik
diinterpretasikan bahwa Daerah impermeable (Claycap) ditunjukkan oleh
lapisan dengan nilai resistivitas ≤ 10 Ohm.m dengan ketebalan 700-1000
meter. Untuk daerah permeable (reservoar) ditunjukkan oleh lapisan dengan
nilai resistivitas ≤ 10 s.d 60 Ohm.m pada kedalaman lebih dari 1000 meter.

Jurnal “Studi Komparasi Pemodelan Inversi 1-D, 2-D, Dan 3-D Data
Magnetotellurik Di Daerah Panas Bumi Lokop, Provinsi Aceh” oleh Wiwid
Joni dan Iqbal Takodama. Berdasarkan jurnal tersebut didapatkan bahwa
Metode magnetotellurik (MT) dapat menggambarkan struktur/zona tahanan
jenis rendah di daerah panas bumi yang dapat ditafsirkan sebagai lapisan
batuan penudung. Zona-zona ini biasanya digunakan untuk membantu
penentuan target wellsite dan memperkirakan potensi/kapasitas sumber daya
panas bumi. Dalam pemprosesan data MT, dapat dilakukan dengan pemodelan
inversi 1-D, 2-D, dan 3-D untuk menghasilkan model yang realistis dan lebih
presisi. Pemodelan Inversi 1-D sangat mudah dilakukan, disamping itu dapat
digunakan sebagai jaminan kualitas setiap stasiun data MT yang lebih efektif.
Inversi 1-D biasanya dapat menggambarkan karakter geometri dari tahanan
jenis secara keseluruhan terhadap lapisan penudung, namun tidak dapat
mendeteksi batas bawah atau variasi kedalamannya. Untuk menjawab
ketidakpastian tersebut, dapat dilakukan pemodelan inversi 2-D. Namun
pemodelan inversi 2-D juga tidak akan dapat berhasil baik, jika mendapatkan
kondisi geologi yang kompleks di daerah penyelidikan. Keterbatasan dari
pemodelan inversi 1-D dan 2-D tersebut, dapat diatasi dengan melakukan
pemodelan inversi 3-D. Perbandingan metode pemodelan ini dilakukan
dengan menggunakan data MT di daerah panas bumi Lokop, Provinsi Aceh.
Hasil pemodelan 1-D dan 3-D lebih dapat menggambarkan kemungkinan
adanya zona lapisan penudung di daerah panas bumi Lokop. Pemodelan
inversi 1-D dapat mengkarakterisasi tahanan jenis lapisan penudung panas
bumi, namun tidak dapat menentukan zona batas bawah lapisan penudungnya.
Peta tahanan jenis hasil inversi 1-D lebih efektif untuk menilai kualitas
masing-masing stasiun data untuk elevasi di atas dasar lapisan penudung,
disamping itu hasil inversi 1-D secara umum dapat diandalkan dalam
memberikan kemungkinan distorsi data MT. Pemodelan 2-D tidak akan
bekerja dengan baik jika kondisi geologi tidak kompleks di daerah
penyelidikan. Pemodelan inversi 3-D dapat menentukan batas bawah zona
11

lapisan penudung, dengan demikian kedalaman efektif inversi 3-D tidak


dibatasi oleh asumsi geometris sebagaimana yang terjadi pada inversi 1-D dan
2-D. Akibat keberadan struktur yang komplek di daerah panas bumi Lokop,
inversi 2-D tidak menghasilkan model yang ideal, sedangkan hasil model 1-D
dapat mendukung pemodelan inversi 3-D terhadap keberadaan zona menarik
dan mengetahui distorsi data MT.
V. KESIMPULAN

Dari hasil praktikum yang telah diselesaikan dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:

1. Pemodelan Inversi 1D terdiri dari dua jenis yaitu proses inversi bostick, yang
terjadi dalam metode ini yaitu diterapkan pada data resistivitas semu dan fasa
yang kemudian dilakukan transformasi hingga mendapatkan nilai resistivitas
sebenarnya dan data kedalaman. Proses inversi occam, yang terjadi dalam
metode ini terbagi menjadi dua fase. Fase I adalah fase dimana proses inversi
akan membawa RMS ke level yang diinginkan dengan mengubah λ. Sementara
itu, fase II adalah fase dimana inversi akan meminimalisasi model normal
(normalisasi model).
2. WinGLink merupakan software untuk pemodelan data MT dengan
menggunakan format .edi, software ini berguna untuk menampilkan inversi
data baik 1D ataupun 2D.
3. Pada proses pengolahan dan pemodelan inversi 1D data MT dapat dilakukan
dengan membuat database project > import data > membuat line > memilih
stasiun MT > proses inversi.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, dkk. 2015. Sistem Panasbumi Daerah Blawan, Jawa Timur Berdasarkan
Survei Magnetotelurik. RISET Geologi dan Pertambangan, 25(2), 111-
119.

Goldberg, dkk. 1982. A Simple Form Of Presentation Of Magnetotelluric data


using The Bostick Transform, Geophysical.

Grandis, H. 2013. Metoda Magnetotellurik (MT). Institut Teknologi Bandung,


Bandung.

Heditama, D. 2011. Pemrosesan Data Time Series Pada Metode Magnetotellurik


(MT) Menjadi Data Resistivitas Semu dan Fase Menggunakan MATLAB.
Depok: Universitas Indonesia.

Jones, A. 1983. On the Equivalence of the “Niblett” and “Bostick”


Transformation in the Magnetotelluric Method. Journal of Geophysics
(53), 72 – 73.

Lantu, dkk. 2017. Karakterisasi Zona Reservoar Cekungan Bula Maluku dengan
Metode Elektromagnetik Magnetotellurik. Jurnal Geocelebes Vol. 1 No. 1,
April 2017, 23 – 29.

Panjaitan, S. 2010. Geologi Daerah Panasbumi Ulubelu Tanggamus, Lampung


Utara Berdasarkan Analisis Metode Magnetotellurik (MT). JSDG Vol. 20
No. 2.

Pellerin, dkk. 1990. Transient electromagnetic inversion: A remedy


formagnetotelluric static shifts, Geophysics, 55, 1242 - 1250.
Wachisbu, dkk. 2015. Pemodelan Data Magnetotelurik dengan Remote Reference
untuk Eksplorasi Cekungan Migas Studi Kasus: Lapangan Em-4 (Doctoral
dissertation, Institut Teknologi Sepuluh Nopember).

LAMPIRAN
Jurnal yang digunakan

1.

2.
Hasil posttest

Anda mungkin juga menyukai