Anda di halaman 1dari 20

AKUISISI DATA DAN PENGENALAN ALAT

MAGNETOTELURIK
(Laporan Praktikum Elektromagnetik)

Oleh
Feryanika Ukhti
1715051026

LABORATORIUM TEKNIK GEOFISIKA


JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
Judul Praktikum : Akuisisi Data dan Pengenalan Alat Magnetotelurik

Tanggal Praktikum : 24 September 2019

Tempat Praktikum : Laboratorium Teknik Geofisika

Nama : Feryanika Ukhti

NPM : 1715051026

Fakultas : Teknik

Jurusan : Teknik Geofisika

Kelompok : V (Lima)

Bandar Lampung, 1 Oktober 2019


Mengetahui,
Asisten,

Puja Kharisma AW
` NPM. 1615051013

i
PENGENALAN ALAT DAN AKUISISI DATA
MAGNETOTELLURIK

Oleh
Feryanika Ukhti

ABSTRAK

Metode magnetotellurik (MT) merupakan salah satu metode elektromagnetik


(EM) pasif yang mengukur fluktasi medan listrik dan medan magnet. Metode MT
memiliki frekuensi yang rendah yaitu 300 – 0.001 Hz, hal inilah yang
menyebabkan penetrasi gelombang mampu mencapai hingga >500 km. Dalam
praktikum kali ini dilakukan pengenalan alat dari metode MT dan bagaimana
sistem akuisisi data. Suatu alat MT memiliki komponen-komponen alat lainnya
yang terdiri atas 1 unit MTU, kabel power, kabel 3 way-adaptor, laptop, 3 buah
coil, 6 buah porouspot, GPS terintegrasi & GPS handled, kompas, waterpass,
mutimeter digital & multimeter analog, accu, kabel, log boox, compact flash,
campuran air dan garam, cangkul, linggis, ampelas, solatif, tenda dan terpal. Coil
diunakan untuk mengukur medan magnet, sedangkan porouspot digunakan untuk
mengukur medan listrik. Sistem akuisisi data MT berdasarkan titiknya terbagi atas
akuisisi dengan sistem grid, akuisisi dengan sistem line (lintasan), dan akuisisi
dengan sistem random. Selanjutnya pada proses akuisisi data MT juga terbagi atas
beberapa prosedur, yaitu instalasi porouspot, instalasi coil magnetik, instalasi
MTU, pengukuran, dan penutup.

Kata Kunci : Metode Magnetotellurik (MT), system akuisisi, coil, porouspot.

ii
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................. i
ABSTRAK........................................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... iv

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian................................................................................ 1

II. TEORI DASAR

III. METODOLOGI PRAKTIKUM


A. Alat dan Bahan................................................................................... 4
B. Diagram Alir....................................................................................... 4

IV. DATA PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


A. Data Pengamatan................................................................................ 5
B. Pembahasan........................................................................................ 5

V. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Diagram Alir........................................................................................ 4

iv
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bumi memiliki struktur perlapisan dibawah permukaan yang menyimpan


banyak mineral-mineral yang berguna bagi kehidupan manusia. Geofisika
merupakan salah satu ilmu yang umum dipelajari dalam mencari mineral-
mineral dibawah permukaan dengan menggunakan pengukuran, metode, serta
analisis fisika pemodelan untuk mengeksplor struktur dinamika bumi. Dalam
ilmu geofisika banyak metode-metode yang dapat digunakan salah satunya
adalah metode elektromagnetik. Metode elektromagnetik biasa digunakan
untuk eksplorai benda-benda konduktif atau benda-benda yang mampu
menghantarkan listrik dan mampu memberikan respon terhadap gaya magnet.
Dalam metode EM pula terdapat berbagai metode lainnya, salah satunya
adalah metode magnetotelurik atau MT. Metode ini adalah metode sounding
yang mengukur secara pasif gelombang EM alami. Metode MT memiliki
kemampuan penetrasi yang dalam hal ini disebabkan oleh frekuensi yang
sangat kecil. Metode MT dapat mengetahui sebaran batuan dan lapisan di
bawah permukaan dengan melihat nilai resistivitasnya atau tahanan jenisnya.
Dalam melakukan eksplorasi MT, harus mengikuti prosedur akuisisi data
dengan benar, yaitu dimuai dengan instalasi porouspot, instalasi coil
magnetik, instalasi MTU, penguukuran, dan penutup.

B. Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum pengenalan alat dan akuisisi data


magnetotelurik adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi alat magnetotellurik.
2. Mahasiswa dapat membedakan sistem akuisisi menggunakan metode
magnetotellurik.
3. Mahasiswa dapat menentukan sistem akuisisi data magnetotellurik yang
diterapkan pada area survei.
4. Mahasiswa dapat mendesain sistem akuisisi menggunakan metode
magnetotellurik.
5. Mahasiswa dapat mengestimasi biaya akuisisi berdasarkan desain akuisisi
yang ditentukan.
2

II. TEORI DASAR

Metode magnetotellurik (MT) merupakan metode elektromagnetik (EM) pasif


yang mengukur fluktasi medan listrik (E) dan medan magnet (H) alami pada arah
yang orthogonal dengan arah permukaan bumi dengan tujuan untuk menentukan
kondutivitas bawah permukaan bumi dari kedalaman puluhan meter hingga ribuan
meter. Cakupan rentang frekuensi dari elektromagnetik yang bisa direkam oleh
metode ini adalah 300 – 0.001 Hz (Simpson & Bahr, 2005).

Sumber sinyal untuk metode magnetotellurik adalah medan magnetik yang berasal
dari dan luar bumi serta memiliki rentang frekuensi yang bervariasi. Medan
magnet yang berasal dari dalam dikarenakan pergerakan antara mantel bumi
terhadap inti bumi. Medan magnet yang berasal dari luar bumi adalah medan
magnet yang dihasilkan di atmosfer dan magnetosfer. Semua sumber medan
magnetik tersebut memiliki nilai yang bervariasi terhadap waktu, tetapi yang
dimanfaatkan pada Metode Magnetotellurik hanya medan magnetik yang berasal
dari luar bumi yang memiliki rentang frekuensi besar (Hezliana dkk. 2014).

Metode magnetotellurik pertama kali diperkenalkan oleh Caniard (1953). Ia


menunjukkan bahwa terjadinya interaksi solar wind dengan magnetosfer bumi
menyebabkan terbentuknya medan magnet dan menyebabkan terbentuknya medan
elektromagnetik yang merambat dipermukaan bumi. Medan elektromagnetik
kemudian didentifikasi lebih lanjut untuk mendapatkan sifat kelistrikan batuan
bawah permukaan yang meliputi nilai impedansi karakteristik dan resistivitas
(Lantu dkk., 2017).

Medan elektromagnetik yang menginduksi bumi secara alami dan digunakan


untuk penelitian MT memiliki rentang periode dari 10-3 sampai 105 detik. Jika
diasumsikan resistivitas rata-rata batuan di kerak dan mantel bumi adalah 100
Ωm, maka dalam penetrasinya gelombang elektromagnetik mampu mencapai
~160 m hingga >500 km. inilah keuntungan menggunakan metode MT disbanding
metode elektromagnetik lainnya (Simpson & Bahr, 2005).

Impedansi yang dimaksud pada metode MT adalah perbandingan antara medan


listrik dan medan magnetik. Pada metode magnetotellurik (MT), salah satu
variable yang dicari yaitu tensor impedansi Z(ω). Secara umum hubungan linier
antara medan listrik, medan magnetik, dan impedani dapat dirumuskan dengan
persamaan berikut:
𝐸𝑥 𝜔𝜇 𝜔𝜇 1
𝑍𝑥𝑦 = = = (1 + 𝑖)( ) ⁄2
𝐻𝑦 𝑘 2𝜎
3

dimana :
𝑉
𝐸𝑥 = medan listrik pada arah x (𝑚)
𝐴
𝐻𝑦 = medan magnet pada arah y ( )
𝑚
𝜔 = frekuensi angular
𝐻
𝜇 = permeabilitas magnetik ( )
𝑚
k = bilangan gelombang
(Vozoff, 1991).

Gelombang EM yang masuk ke dalam permukaan bumi akan mengalami


peluruhan dari amplitude awal yang disebut dengan istilah skin depth. Skin depth
adalah jarak (δ) sepanjang kuat medan listrik yang teratenuasi oleh kuat medan
listrik awal. Skin depth dapat diukur dengan persaman berikut :
2 𝜌
𝛿= ≈ 503√
𝜔𝜎𝜇 𝑓
Dengan:
𝜌 = resistivitas
𝑓 = frekuensi
(Hezliana dkk. 2014).

Untuk merekam gelombang elektromagnetik digunakan dua buah sensor pada saat
akuisisi, yaitu sensor elektrik dan sensor magnetik yang saling tegak lurus. Cara
peletakan sensor elektrik dan sensor magnetik menghasilkan 2 jenis modus
pengukuran, yaitu :
a. Transverse Magnetic Mode (TM)
Mode ini mengukur medan magnet yang searah dengan struktur geologi dan
medan listrik yang tegak lurus dengan arah struktur.
b. Transverse Electric Mode (TE)
Mode ini mengukur medan magnet yang tegak lurus dengan struktur geologi
dan medan listrik yang searah dengan arah struktur.
(Unsworth, 2006).
III. METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum pengenalan alat dan
akuisisi data magnetotellurik ini adalah alat tulis, dan modul praktikum.

B. Diagram Alir

Adapun diagram alir dari praktikum kali ini adalah :

Mulai

Penjelasan metode
MT

Penjelasan komponen
alat- alat MT

Tanya jawab

Selesai

Gambar 1. Diagram Alir


5

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Data Pengamatan

Adapun data pengamatan dari praktikum pengenalan alat dan akuisisi data
magnetotellurik terlampir pada lampiran.

B. Pembahasan

Telah dilakukan pengenalan alat dan akuisisi data magnetotellurik di Gedung


L teknik geofisika Universitas Lampung. Dalam jurnal karya Irfan Putra,
Nazli Ismail, dan Marwan dengan judul “Pemodelan 2D Lapangan Panas
Bumi Seulawah Agam Berdasarkan Data Magnetotellurik (MT)” yang
terlampir pada lampiran menjelaskan mengenai pemodelan 2D dari data yang
diperoleh di lapangan panas bumi Seulawah Agam. Adapun tahapan survei
terdiri dari eksplorasi pendahuluan (reconnaisanse survey), eksplorasi lanjut
atau rindi (pre-feasibility), pengeboran eksplorasi, studi kelayakan,
perencanaan, pengembangan dan pembangunan, produksi serta perluasan.
Metode magnetotellurik digunakan pada survei lanjutan karena pada metode
MT memanfaatkan sumber gelombang elektromagnetik alamiah yang
berfrekuensi rendah. Semakin rendah frekuensi yang digunakan maka
penetrasi gelombangnya akan semakin dalam. Hal inilah yang menyebabkan
metode MT cocok untuk survei panas bumi karena dapat menggambarkan
kondisi serta struktur reservoir panas bumi yang berada pada kedalaman
beberapa kilometer dibawah permukaan. Pada penelitian ini menggunakan
code inversi Reduced Basis Occam (REBOCC) untuk melihat nilai resistivitas
bawah permukaan untuk menentukan model struktur bawah permukaaan.
Penelitian ini menggunakan data sebanyak 7 titik. Titik-titik pengukuran
berbentuk lintasan yang relative lurus dari arah selatan menuju utara, yang
melalui Gunung Api Seulwah Agam pada bagian timur. Untuk mendapatkan
kurva resistivitas, tahap pemrosesannya meliputi fast fourier transform,
robust processing, dan uji kualitas data ID. Untuk mengetahui kualiats data
hasil pengukuran, dapat dilihat dari bentuk kurva nilai resistivitas semu dan
fase. Lalu untuk gambar hasil pengukuran dapat dilihat pada jurnal yang
terdapat di lampiran. Adapun kesimpulan dari jurnal ini ialah berdasarkan
resistivitas model 2D, lapisan pertama yaitu top soil (lapisan teratas) dengan
nilai resistivitas 20 – 60 Ωm. Lapisan kedua yaitu lapisan clay/caprock yang
memiliki nilai resistivitas <10 Ωm. Lapisan ketiga yaitu lapisan reservoir
dengan nilai resistivitas berkisar antara 10 – 100 Ωm serta tidak
6

didapatkannya posisi dari heat source dikarenakan tidak adanya data


pengukuran di tengah Gunung Api Seulawah Agam.

Adapun pada praktikum kali ini praktikan diperintahkan membuat suatu


desain survey metode MT dalam eksplorasi panas bumi di Gn. Lawu adapun
peta desain survei dapat dilihat pada lampiran. Pada hal ini saya membuat
desain survey dengan sistem akuisisi random karena melihat medan topografi
yang begitu berbeda dan banyak terdapat sungai-sungai dan lembah, jadi saya
rasa saat dilakukannya eksplorasi dengan sistem akuisisi random lebih tepat
dengan 25 titik pengukuran yangmana estimasi jarak antar titik adalah 500-
700 m. Luas area yang dijadikan area survey adalah 4x4 km. penentuan titik-
titik dilakukannya akuisisi tidak sembarang melainkan didasarkan dengan
keberasaan fumarole atau hot spring atau manifestasi panas bumi lainnya
yang ada. Karena hot spring umumnya mengidentifikasi adanya reservoir.
Selain didasarkan dengan manifestasi, didasarkan juga pada strukturnya jadi
titik akuisisi harus memotng struktur yang ada untuk mendapatkan pemodelan
mengenai struktur dibawahnya dan mengetahui sistem panas bumi. Dapat
dilihat pada lampiran terdapat peta sebaran manifestasi dan peta struktur
geologi yang dijadikan sebagai panduan dimana titik-titik akuisisi.

Dalam melakukan akuisisi atau pengambilan data maka diperlukan penentuan


titik-titik dimana akuisisi dilakukan, dengan ini maka dibutuhkan adanya
sistem akusisi. Dalam akusisi terbagi menjadi tiga macam yang berdasarkan
posisi titik-titik akusisi yaitu akuisisi dengan sistem grid, akusisi dengan
sistem line (lintasan), dan akuisisi dengan sistem random. Akuisisi dengan
sistem grid menghasilkan jarak yang teratur antar titik pengukurannya
misalnya jarak antar titik selalu 500m, tidak berbeda. Karena inilah akurasi
yang tinggi diperlukan pada sistem akuisisi ini. Umumnya diterapkan pada
daerah yang variasi topografi areanya tidak begitu besar. Berikutnya akuisisi
dengan sistem line (lintasan) menghasilkan jarak yang teratur antar titik dan
antar lintasan. Jarak antar titik dalam satu lintasan memiliki jarak yang sama
dan antar lintasan juga memiliki jarak yang sama. Hal inilah yang
membedakan sistem akuisisi line dengan grid. Misalnya dalam suatu akuisisi
terdapat tiga buah lintasan yangmana setiap lintasan memiliki jarak 1 km dan
dalam setiap lintasan memiliki 7 titik akuisisi, dalam setiap lintasan jarak
antar titik akuisisi 500 m. Sistem akuisisi ini cocok digunakan untuk
melakukan pemotongan struktur. Terakhir ada sistem akuisisi random yang
menghasilkan jarak antar titik pengukuran yang random atau tidak sama.
Contohnya setiap jarak antar titik 500 – 700 m. dan tersebar tidak teratur
tetapi bukan berarti titik akuisisi dilakukan asal-asalan. Harus dilihat juga
pada peta geologi, peta sebaran manifestasi, dan peta struktur. Seperti contoh
titik dilakukan di daerah-daerah yang memiliki hot spring. Sistem akuisisi ini
7

banyak digunakan pada area yang memiliki variasi topografi yang sangat
beragam seperti di daerah gunung yang curam dan banyak jurang. Secara
garis besar pemilihan sistem akuisisi disesuaikan dengan luasan daerah,
kondisi topografi daerah penelitian, serta ukuran, bentuk, sebaran, dan luasan
objek target. Hal ini dilakukan agar pengukuran lebih efisien dan rencana
anggaran biaya tidak membengkak. Selain itu pemilihan titik di lapangan juga
perlu diperhatikan untuk menghindari lokasi-lokasi yang bisa menyebabkan
sumber noise, seperti jaringan kabel listri, aliran sungai, pohon besar,
perkampungan warga, dan kendaran bermotor.

Adapun dalam cara melakukan pengukuran MT di lapangan atau proses


pengukuran MT terbagi menjadi lima yaitu instalasi porouspot, instalasi coil
magnetik, instalasi MTU, pengukuran dan penutup. Dalam proses instalasi
porouspot juga memiliki beberapa tahapan, pertama menentukan arah U, T,
S, dan B dengan menggunakan kompas, lalu tarik kabel porouspot sesuai
arahnya sepanjang 25 meter. Berikutnya gali lubang diujungnya dengan
kedalaman ± 30 cm untuk lokasi pemasangan porouspot. Selanjutnya beri
adunan lumpur air garam dan diaduk hingga rata dan letakkan porouspot
kedalam lubang, lalu sambungkan kabel dari MTU dengan kabel porouspot
sebelum itu bersihkan dulu kabel dengan menggunaan ampelas, lalu kabel
disambungkan dan dibungkus dengan selotif jangan sampai bocor/kontak
dengan tanah. Setelah keempat porouspor terpasang, sambungkan tiap kabel
MTU dengan posisi bidang yang sesuai, W untuk kabel barat, N untuk kabel
utara, S untuk kabel selatan, dan E untuk kabel timur. Setelah selesai maka
lakukan hal yang sama untuk groundspot di lokasi dekat MTU, lalu
sambungkan dengan MTU ke binding GRN. Setelah pemasangan groundpot
maka proses dari instalasi porouspot selesai, setelah itu langsung ke instalasi
coil magnetik. Instalasi coil magnetik juga memiliki tahapan, pertama
menentukan posisi untuk tiap-tiap coil yang umumnya berada di kuadran
yang kosong, setelah itu tarik kabel coil sejauh ± 15 m dari loaksi MTU
sentral, untuk coil Hx selalu tegak lurus dengan coil Hy. Lalu sambunkan coil
dengan kabel coil yang memiliki warnah hitam terang yang dipasangkan
dengan kabelnya. Lalu gali lubang dengan anjang 1,75 m dan lebar ± 30 cm
dengan kedalaman ± 40 cm. untuk coil Hc arah panjang utara-selatan, coil Hy
arah memanjang barat-timur. Sedangkan untuk coil Hz buat lubang vertical
dengan kedalaman ± 1 m dan diameter ± 10 cm. Selanjutnya pemasangan coil
yaitu dengan memasukkan coil ke lubang, posisikan coil secara mendatar
(levelling) dengan menggunakan waterpass dan arah yang sesuai, ke utara
untuk coil Hx dan ke timur untuk coil Hy dengan menggunakan kompas.
Presisi levelling dan ketepatan arah sangat menentukan akurasi dalam
pengambilan data. Lalu sambungkan kabel coil dengan kabel 3-way adapter
(kabel Hx: 1 cincin, kabel Hy: 2 cincin dan kabel Hz: 3 cincin). Setelah
8

ketiganya tersambung kabel 3-way adapter, lalu sambungkan ke MTU


melalui soket magnetik I/O. Setelah itu maka langsung ke prosedur
selanjutnya yaitu instalasi MTU. Adapun tahapan dalam instalasi MTU
pertama adalah meletakan MTU kedalam tenda agar posisi aman, datar,
terlindungi dari air dan sinar matahari, dan pastikan compact flash yang
digunakan untuk menyimpan data telah terpasang dalam MTU. Lalu pastikan
MTU telah terhubung dengan kabbel-kabel penghubung coil, porouspot, dan
groundpot pada posisi binding yang benar. Lalu menyambunkan MTU
dengan kabel antenna GPS, menempatkan GPS pada lokasi yang terbuka dan
terang agar memudahkan mendapatkan satelit. Lalu menyambungkan MTU
ke accu dengan menggunakan kabel power, lalu menyambungkan MT Uke
komputer dengan menggunakan kabel USB. Setelah itu langsung masuk pada
proses pengukuran, petama nyalakan MTU dengan menekan tombol on-off ke
posisi on. Lalu tunggu sampai lampu LED MTU mulai berkedip sedikitnya
setiap 12 detik. Lalu nyalakan laptop dan jalankan program Winhost
online.exe. Setelah program terbuka, pada frame “system request”, pilih mode
”set up”. Berikutnya melakukan setting parameter. Setelah semua parameter
diisi dengan benar, lalu menekan “Display MTU status” lalu akan muncul
jendela “Information parameter” untuk mengetahui informasi mengenai MTU
configuration, MTU status, Acquisition status, GPS status, Pot electrical
status, dan Calibrations status. Lalu untuk memulai pengukuran, pada frame
“system request” pilih mode record. Lalu tunggu dan perhatikan di jendela
“Information parameter: Acquisition status”, bila waktu telah melewati start
time, pembacaan dimulai. Melihat semua informasi pembacaan pada
“Acquisition status” di jendela “Information parameter”. Lalu tunggu selama
5 menit, bila semuanya sudah ok, laptop dapat dimatikan untuk menghemat
baterai. Lama pengukuran adalah 1 jam. Setelah selesai pengukuran matikan
MTU dan buka semua perangkat kabel. Setelah ini langsung masuk pada
prosedur akuisisi terakhir yaitu penutup. Pertama lakukan pemindahan data
dari MTU box/compact flash ke laptop menggunakan card reader. Lalu salin
data dari MTU/laptop ke flasdisk sebagai backup. Lalu buka semua rangkaian
kabel yang ada pada MTU box supaya semua komponen dapat dilepaskan .
dibereskan, dan dibersihkan. Lalu masukan MTU box kedalam tas
penyimpanan supaya aman saat pindah lokasi. Lalu gulung keempat kabel
porouspot dan masukkan kedalam tas penyimpanan. Lalu angkat elektroda
dengan memegang talinya dan bersihkan lalu masukan kembali ke kotak
penyimpanannya. Berikutnya gulung kabel coil 3-way dan coil digali pelan-
pelan terus diangkat keatas dan buka kabel dengan kepala coil lalu
dibersihkan. Lalu masukkan coil yang sudah dibersihkan ke pipa paralon dan
mengikat tali pada tutupnya lalu masukkan lagi ke tas penyimpanan supaya
aman saat pindah lokasi pengkuran. Lalu membersihkan cangkul, linggis, dan
9

tembilang. Setelah semua diberekan semua maka dapat berkemas dan siap
untuk melanjutkan perjalanan menuju ke titik berikutnya.
V. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum pengenalan alat dan akuisisi
data magnetotelolurik adalah sebagai berikut:
1. Sistem akuisisi data MT berdasarkan posisi titiknya terbagi menjadi akusisi
dengan sistem grid, akuisisi dengan sistem line (lintasan), dan akuisisi dengan
sistem random.
2. Komponen alat dalam MT adalah 1 unit MTU, kabel power, kabel 3-way-
adapter, laptop, 3 buah coil, 6 buah porouspot, GPS terintegrasi & GPS
handled, kompas, waterpass, multimeter digital, multimeter analog, accu,
kabel, log boox, compact flash, campuran air dan garam, cangkul, linggis,
ampelas, solatif, tenda dan terpal.
3. Coil digunakan untuk mengukur medan magnet, sedangkan porouspot
digunakan untuk mengukur medan listrik.
4. Dalam pengukuran MT data yang diambil adalah data selama 1 jam
pengukuran.
5. Proses akuisisi data MT terbagi menjadi lima prosedur, yaitu instalasi
porouspot, instalasi coil magnetik, instalasi MTU, pengukuran, dan penutup.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

Hezliana, S., Yudha, A., Okto, I., Muhammad, K. 2014. Aplikasi Metode
Magnetotelurik untuk Pendugaan Reservoir Panas Bumi (Studi Kasus:
Daerah Mata Air Panas Cubadak, Sumatera Barat). Positron, Vol. IV, No. 2
(2014), Hal. 71-78.

Lantu, Syamsudding, A., Hardianti, Y. 2017. Karakterisasi Zona Reservoar


Cekungan Bula Maluku dengan Metode Elektromagnetik Magnetotellurik.
Jurnal Geocelebes Vol. 1 No. 1, April 2017, 23 – 29.

Simpson, F., & Bahr, K. 2005. Practical Magnetotellurics. United Kingdom:


Cambridge University Press.

Unsworth, M. 2006. Overview of Electromagnetic Explorations Methods.


Geophysiscs 424.

Vozoff, K. 1991. The Magnetotelluric Method, Electromagnetid Method in


Applied Geophysics-Applications. SEG
Feryanika Ukhti
1715051026
Tugas 1 Praktikum

Hasil desain:

Desain di atas adalah desain akuisisi untuk pengukuran manifestasi panas


bumi dengan metode MT dengan sistem akuisisi random. Sistem akuisisi random
pas untuk medan pengukuran seperti ini karena lapangan pengukuran di Gn. Lawu
memiliki perbedaan topografi dan susah untuk menerapkan line ataupun grid.
Sebenarnya bisa saja dengan sistem akuisisi line atau grid tetapi random lebih
mempermudah.
Titik pengukuran berjumlah 25 titik yang tersebar didalam area
pengukuran seluas 4x4km. Jarak antar titik kurang lebih 500-700m. setiap titik
pengukuran didasarkan pada kedekatan dengan fumarole ataupun manisfestasi
panas bumi yang diketahui pada peta manisfestasi.

Gambar diatas adalah peta dari Gn. Lawu yang memiliki sebaran potensi
mata air panas dan fumarole. Jadi pada titik pengukuran juga berdasarkan peta di
atas, agar hasil pengukuran akurat dalam mencari reservoir panas bumi. Selain itu
dilihat juga dari peta geologi strukturnya.
Titik pengukuran yang di desain, melewati dan memotong struktur-
struktur geologi agar mendapatkan pemodelan yang didapat mengetahui struktur
dibawahnya dan mengetahui sistem panas bumi.

Anda mungkin juga menyukai