Anda di halaman 1dari 6

TUGAS KELOMPOK 4

KEPEMIMPINAN BIROKRASI PRA DAN PASCA PEMILU 2024

PELATIHAN KEPEMIMPINAN PENGAWAS ANGKATAN XVII


TAHUN 2023
1. Latar Belakang Masalah
Pemilihan umum Presiden merupakan sebuah demokrasi untuk memilih
Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Dalam pemilihan umum
Presiden diadakan 5 tahun sekali, yang di pilih secara langsung oleh rakyat.
Dimana hasil dari pemilihan umum secara resmi di umumkan oleh Komisi
Pemilihan Umum Republik Indonesia.

              Dalam Pilpres tidak dapat di pisahkan dalam keterlibatan birokrasi


politik. Dimana kita ketahui, birokrasi berasal dari kata bureaucracy yang
diartikan sebagai suatu organisasi yang memiliki rantai komando dengan
bentuk piramida, dimana lebih banyak orang berada di tingkat bawah dari
pada tingkat atas, biasanya ditemui pada instansi yang sifatnya sipil maupun
militer. Politik berasal dari kata politik yang artinya dari, untuk atau yang
berkaitan dengan warga negara. Politik merupakan hal yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Dimana birokrasi politik
merupakan sebuah susunan rantai negara atau pemerintahan, dimana adanya
tingkat atas dan bawah. Dalam Pilpres keterlibatan birokrasi politik untuk
mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan politiknya.

              Dalam Pilpres pasti ada keterlibatan birokrasi politik. Pemilihan


Presiden dan Wakil Presiden adanya pendukung dari instansi pemerintahan.
Para calon akan di dukung dari instansi pemerintahan yang dimana setiap
instansi pemerintahan pusat dan daerah akan mendukung calon yang didukung
karena berasal dari satu partai maupun aliansi atau gabungnya partai. Dimana
instansi pemerintahan pusat dan daerah yang menjadi pemimpin atau menjabat
pemerintahan di daerahnya, berusaha mempengaruhi bawahannya dan
masyarakat agar bisa mendukung calonnya supaya terpilih menjadi Presiden
Dan Wakil Presiden Republik Indonesia.

              Pada tahun 2024 akan terjadinya Pilpres. Dimana adanya skenario


Pilpres 2024 dari keputusan rapat Komisi II DPR RI pada 15 Maret 2021
yaitu, membentuk tim kerja yang mencakup Komisi II DPR RI, Kementerian
Dalam Negeri dan penyelenggara pemilu. Dimana bertujuan mendesain
penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024 sudah harus diputuskan paling
lambat Mei 2021. Tetapi, tim kerja tesebut kurang efektif menjalankan
tugasnya. Pembentukan kerja harus menunggu selesainya tugas Panitia Kerja
(Panjas) Komisi II DPR RI tentang Evaluasi Pelaksanaan Pilkada 2020. KPU
dalam rancangan scenario Pemilu 2024 memiliki dua alternatif hari
pemungutan suara pemilu serentak 2024, yaitu 14 Februari atau 6 Maret.
Pelaksanaan pemungutan suara pemilu yang lebih awal dibandingkan periode
sebelumnya yakni bulan April yang dikarenakan partai memerlukan waktu
yang cukup untuk menyiapkan syarat pencalonan di 2024. Di samping kurun
waktu pemungutan suara, hal yang juga tidak boleh luput dalam peta jalan
menujua skenario Pemilu 2024, berbagai peristiwa saat menyelenggarakan
pemilu harus di atasi dengan baik dan efektif. Dimana di perlukan anggaran
sangat besar dan payung hukum bagi KPU dalam melakaksanakan regulasi
penyederhanaan tahapan Pemilu 2024.

2. Penyelesaian Masalah

Beberapa solusi untuk pelaksanaan Pemilu 2024 antara lain:


 KPU dapat menawarkan untuk menambah jumlah anggota penyelenggara
pemungutan suara (KPPS) sehingga dapat dilakukan perubahan atau
perubahan jam kerja selama proses pemungutan suara.
 Semakin banyak korban jiwa dalam Pilkada 2020, ketika pejabat KPPS
melanggar pelaksanaan Pilkada yang tidak bermoral, sudah saatnya KPU
meningkatkan pemilihan dan pelatihan pejabat KPU di negara-negara
halus. 
 Dalam perekrutan petugas KPPS Perlu dilakukan seleksi Usia, seleksi
kesehatan mengingat beban kerja dan jam kerja dalam proses pemungutan
suara hingga selesai.
Hal ini dapat dilakukan dengan Peraturan Kehormatan Nomor 2 Tahun
2017 tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum Republik
Indonesia dan Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum. Oleh karena
itu, kemungkinan kasus tersebut dapat dimunculkan pada pemilihan umum
2024 dan pemilihan umum daerah.
 Pelaksanaan pandemi Pilkada 2020 yang menyisakan banyak persoalan
menunjukkan bahwa regulasi yang ada belum bisa menyelesaikan
persoalan di berbagai level pemilu secara tuntas. Oleh karena itu, KPU
harus mengeluarkan peraturan tentang penyelenggaraan pemilihan federal
dan pemilihan umum jika terjadi pandemi. 
 KPU tidak boleh melindungi calon peserta pemilu dan pilkada. 
 Pada Pilkada 2020, kasus tersebut terjadi saat Sabu Raijua terpilih menjadi
Wakil Bupati Orient P Riwu Kore, masih dianggap sebagai warga negara
AS. UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU
Pilkada) Pasal 7 ayat 1 menyatakan bahwa pemilih daerah harus warga
negara Indonesia dan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006
tentang Warga Negara Republik Indonesia, Pasal 23 huruf h menyatakan
kalah Warga negara Indonesia. hak negara, jika mereka memiliki ID kertas
dari negara lain. Hal ini menjadi pengingat yang kuat bagi KPU untuk
menghadiri lebih banyak calon mengingat pemilihan umum 2024 dan
pemilihan umum daerah.
 KPU harus meningkatkan pelaksanaan teknis hak suara di TPS, yang juga
dikenal sebagai pelatihan guru KPPS. Evaluasi kinerja Pilkada 2020 di
sirkuit yang berbeda menunjukkan bahwa sistem aplikasi e-Rekap KPU
belum optimal, karena fungsinya yang belum lengkap. 
Misalnya, jika format Plano C1, yang menjadi penyebab utama dari
ringkasan hitungan panggilan (TPS), difoto oleh komandan KPPS dan
dimuat ke dalam Sirekap, sistem masih mengenali kesalahan armada
kamera. Perludem diketahui melakukan uji lapangan langsung
(cnnindonesia.com, 26 Agustus 2020). 
Hal ini tentu sangat membahayakan keabsahan atau keotentikan
penghitungan hak suara. Tanpa pedoman salib biasa, demokrasi sudah
dekat. Faktor keamanan Sirekap, dalam arti peretas tidak bisa mengutak-
atik penghitungan suara, tidak cukup, karena kemungkinan kesalahan data
sudah melekat di Sirekap. KPU harus membuat sistem pemilihan anggota
DPR pada Pilkada 2024 dan Pilkada agar situasi serupa tidak terulang
kembali.

3. Rekomedasi Kebijakan
 KPU sebagai salah satu penyelenggara pemilu harus melakukan
inventarisasi dan pembahasan bersama Partai
 Dari sisi pemerintahan, pemerintah diharapkan mulai mempercepat
reformasi struktural dan memperkuat pengamanan menjelang Pemilu 2024
dan Pilkada.
 Komisi PPR RI harus mengawal persiapan KPU di semua tingkatan.
Instrumen peringatan dini terutama menyangkut penyiapan penjaga daerah
KPU dan staf lapangan KPU; kemudian menerbitkan peraturan pemilu
2024 dan pandemi pemilu Pilkada dengan syarat KPU; merekrut dan
melatih atau melaporkan kepada pemerintah daerah/anggota KPU; calon
peserta pemilukada 2024 dalam pemilihan umum dan pemilihan umum
daerah; inovasi teknis baik dalam bahasa maupun dalam sistem komputer;
dan kemampuan membuat PKPU. Terkait penyusunan anggota KPPS,
direkomendasikan agar Komisi II RI-DPR membantu penambahan jumlah
anggota KPPS yang diusulkan KPU, mengingat KPU tidak sejalan dengan
KPPS untuk mempertimbangkan perubahan kualitas anggotanya.
 untuk penyelenggara pilkada, harus memperkuat independensi dan
netralitas sesuai dengan aturan yang berlaku. Oleh karenanya, Dewan
Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) harus lebih aktif
memantau kinerja penyelenggara. Penyelenggara pemilu dan DKPP harus
mengedukasi masyarakat secara aktif untuk memanfaatkan mekanisme
komplain yang ada, sehingga menumbuhkan kesadaran publik terhadap
potensi pelanggaran dan kecurangan dalam pilkada. Penyelenggara pemilu
dan DKPP memanfaatkan seluruh aduan yang diberikan masyarakat
sebagai feed back atas kinerja mereka.
 terkait penyelenggaraan survei pilkada, maka terdapat dua hal yang
direkomendasikan, yakni lembaga survei diharapkan dapat memberikan
fokus riset yang imbang antara isu elektabilitas dengan isu-isu yang
nonelektabilitas. Kemudian, adanya optimalisasi fungsi pengawasan KPU
dan/atau asosiasi lembaga riset untuk melakukan pengawasan secara serius
dan berkala, khususnya audit etik dan metodologi.
 

Anda mungkin juga menyukai