id/berita/baca/7799/mempertimbangkan-
beban-kerja-badan-adhoc-pada-pemilu-serentak
Apabila Pemilu serentak dengan lima kotak suara dilakukan dalam satu
hari, dan semuanya dilakukan secara manual, maka akan membawa
dampak dan implikasi bagi beban kerja serta kesehatan dan
keselamatan petugas pemilu. Mengingat, adanya batasan waktu dalam
proses penghitungan dan rekapitulasi suara serta jumlah dokumen
berita acara yang harus diisi.
Badan Pengawas Pemilihan Umum- Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan beban
kerja penyelenggara pemilu yang terlalu tinggi, menjadi salah satu potensi yang bisa
menimbulkan masalah. Beban kerja yang dimaksud Bagja, adalah salah satu persoalan
yang dialami penyelenggara tingkat ad hoc.
Semisal, dia mencontohkan, terkait daftar Pemilih Tetap Hasil Perbaikan Ketiga
(DPTHP-3) yang sudah ditetapkan oleh KPU berdasarkan hasil rekapitulasi berjenjang,
bisa saja diubah kembali ke DPTHP-2 per-TPS, menyesuaikan putusan Mahkamah
Konstitusi (MK).
"Hal ini menyebabkan pengawas di lapangan harus kerja keras lagi. Bahkan pada
Pemilu Serentak 2019 lalu, ada sekitar 894 petugas penyelenggara adhoc meninggal
dunia karena beban kerja yang berat," ucapnya saat menjadi pembicara di Workshop
Nasional Anggota DPRD Partai HANURA, Senin (19/9/2022).
Dalam acara yang bertema 'Menguatkan Tugas Pokok Fungsi, Menuntaskan Tanggung
Jawab Konstusi' tersebut, juga dijabarkan Bagja faktor lain selain beban kerja
penyelenggara. Semisal, terbatasnya SDM penyelenggara yang memenuhi
persyaratan.
Ini terbukti ketika Pemilu Serentak 2019 lalu, banyak penyelenggara pemilu adhoc yang
dipersoalkan oleh peserta pemilu karena tidak memenuhi persyaratan minimal usia 25
tahun.
"Karena kami kesulitas mencari penyelenggara adhoc yang sesuai syarat, apabila nanti
ada Perppu, syarat penyelenggara adhoc khususnya pengawas tps, minimal pendidikan
SMP," terangnya.
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=17344
Adapun materi yang diujikan yaitu Pasal 167 ayat (3), dan Pasal 347 ayat (1) UU
Pemilu. Pasal 167 ayat (3) berbunyi, “Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak
pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional”. Sedangkan Pasal 347 ayat
(1), “Pemungutan suara Pemilu diselenggarakan secara serentak.”
Para Pemohon adalah warga negara Indonesia yang pada penyelenggaraan Pemilu
2019 bertugas sebagai penyelenggara pemilu di tingkat Kelompok Penyelenggara
Pemungutan Suara (KPPS), Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), dan Panitia
Pemungutan Suara (PPS). Akhid Kurniawan adalah KPPS di TPS No. 024, Kelurahan
Wirokerten, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Dimas
Permana Hadi adalah PPK di Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Slemen, DI Yogyakarta.
Heri Darmawan adalah PPK di Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, Jawa Barat.
Kemudian Subur Makmur adalah PPS di Kelurahan Abadijaya, Kecamatan Sukmajaya,
Kota Depok, Jawa Barat.
Kahfi Adlan Hafiz selaku kuasa hukum Pemohon dalam persidangan memaparkan
beban kerja para Pemohon sebagai penyelenggara pemilu di tingkat KPPS, PPK, PPS
pada Pemilu 2019. Kahfi mengungkapkan, terdapat persoalan yang sangat penting
dan mendasar terkait beban kerja penyelenggara pemilu.
Beban yang sangat berat dan tidak rasional tersebut, jelas Kahfi, disebabkan oleh
penyelenggaraan pemilu yang dilaksanakan secara serentak dalam format lima jenis
surat suara dalam waktu yang bersamaan yakni Pemilu Presiden dan Wakil Presiden,
DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Berdasarkan pengalaman Akhid Kurniawan (Pemohon I), lanjut Kahfi, tugas KPPS
dalam penyelenggaraan pemilu, tidak hanya dilaksanakan pada hari H pemungutan
suara saja. Petugas KPPS, sudah mulai bertugas paling tidak sejak H-3 sebelum hari
pemungutan suara. Pekerjaan dan aktifitas yang dilakukan mulai dari proses
penerirnaan dan pengamanan logisitik pemilu, dan membangun lokasi TPS. Pada hari
berikutnya, langsung secara berturut-turut menyelenggarakan pemungutan dan
penghitungan suara untuk lima jenis surat suara sekaligus.
Kerugian Konstitusional
Terhadap dalil-dalil para Pemohon, Hakim Konstitusi Saldi Isra antara lain menyoroti
kerugian konstitusional para Pemohon. “Kerugian konstitusional itu harus menyebut
hak-hak apa dalam UUD yang Pemohon itu dirugikan haknya kalau permohonan ini
tidak dikabulkan. Jadi harus merujuk ketentuan dalam UUD 1945, harus dicantumkan
pasal-pasalnya. Agar kami melihat apakah benar ada kerugian hak konstitusional,”
tegas Saldi selaku Ketua Panel Hakim MK.
Sementara Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menasihati para Pemohon agar
menyebutkan pasal-pasal yang diuji dalam bagian “perihal” permohonan. Tujuannya
agar memudahkan orang mengetahui pasal-pasal yang diuji dan diinginkan para
Pemohon. Kemudian di bagian Kewenangan Mahkamah pada permohonan, Enny
menyarankan agar dibuat singkat saja, tidak terlalu panjang. Selain itu, Enny meminta
uraian yang bersifat naratif pada bagian kedudukan hukum.
Pada 2019 lalu, terdapat 894 petugas garda terdepan pemilu yang
meninggal dunia, serta 5.175 petugas yang jatuh sakit akibat beratnya
beban kerja penyelenggaraan Pemilu. Hal ini beralasan, sebab Pemilu
2019 lalu, merupakan pemilu serentak yang menggabungkan pemilihan
DPR, DPD, Presiden, DPRD Provinsi, dan DPRD Kab/Kota. Dengan
format tersebut, Pemilu Indonesia bahkan dinobatkan sebagai pemilu-
satu-hari tersulit oleh berbagai media internasional.
https://nasional.kompas.com/read/2022/06/02/14514481/pemilu-dan-pilkada-
serentak-2024-alasan-urgensi-dan-tantangan
https://serupa.id/beban-kerja-dan-analisis-beban-kerja-pengertian-indikator-jenis-
faktor/