ََّللا َح َّق تُقَ ا ّت ّه َو َال تَ ُموت ُنَّ ّإ َّال َوأَ ْنت ُ ْم ُم ْس ّل ُمون
َ َّ َيا أَيُّ َها الَّذّينَ آ َمنُوا اتَّقُوا
َّ َّام إّن
ََّللا َ ََّللا الَّذّي ت
َ سا َءلُونَ بّ ّه َو ْاْلَرْ َح َ َّ سا ًء َواتَّقُوا ً ث مّ ْن ُه َما ّر َج
ً اال َكث
َ ّّيرا َون ْ اس اتَّقُوا َربَّكُ ُم الَّذّي خَ لَقَكُ ْم
َّ َمّن نَ ْف ٍس َواحّ َدةٍ َوخَ لَقَ مّ ْن َها زَ ْو َج َها َوب ُ َّيَا أَيُّ َه ا الن
علَ ْيكُ ْم َرقّيبًا
َ َكَان
ضَلَلَةٌ َو ُك َّل
َ ع ٍة َ عةٌ َوكُ َّل بّ ْد ّ سلَّ َم َوش ََّر اْل ُ ُم
َ ور ُمحْ َدثَات ُ َها َوكُ َّل ُمحْ َدثَ ٍة ّبّ ْد َ صلَّى هللا
َ علَ ْي ّه َو ّ صدَقَ ْال َحدّي
ُ َوخَ ي َْر ال َه ْدي ّ هَ ْد،َث ّكتَابُ هللا
َ ي ُم َح َّم ٍد ْ َأَ َّما بَ ْع ُد فَإّنَّ أ
ار ّ َّضَلَلَ ٍة فّي الن
َ
Salah satu diantara faktor yang diharapkan dapat menambah kualitas cinta seorang muslim kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam adalah dengan mengetahui kebaikan, cinta dan kasih sayang beliau kepada umatnya,
tak kenal maka tak sayang, ungkap sebuah pepatah, maka dengan menelaah dan mempelajari potret cinta dan
kasih sayang beliau kepada umatnya, diharapkan akan dapat mempertebal cinta dan kasih sayang kita kepada
beliau.
Sesungguhnya salah satu sifat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang paling menonjol adalah sifat cinta dan
sayang. Sifat ini terpancar sangat kuat dari kepribadian beliau, seakan cinta dan kasih sayang beliau sangat
melimpah, seakan tidak pernah habis, pancaran cinta dan kasih sayang beliau sangat tercurah untuk
keluarganya, sahabatnya, orang-orang yang memusuhinya dan juga seluruh umatnya.
Oleh karena sifat cinta dan kasih kepada umatnya yang sangat besar inilah, maka Allah Azza wajalla memuji
beliau di dalam firman-Nya,
Artinya: “Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaum kalian sendiri, berat terasa olehnya
penderitaan yang kalian alami, dia sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian, penyantun
dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. At-Taubah : 128)
Allah Azza wajalla menyematkan kepada beliau sifat (وف َرحّ ي ٌم
ٌ ) َر ُء, yaitu sifat penuh cinta dan penuh kasih sayang,
maka pujian yang mana lagi yang lebih besar dan lebih mulia dibandingkan pujian yang datang dari Allah Azza
wajalla?.
Bahkan Allah Azza wajalla mendaulat pengutusan beliau sebagai Rasul merupakan rahmatan lil ‘alamin, Allah
berfirman,
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat (limpahan kasih
sayang) bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya’ : 107)
فَ َما ّشئْتَ ؟ ّإ ْن، َسمّ َع قَ ْو َل قَ ْومّكَ لَكَ َوأَنا َ َم َلكُ ْال ّجبَا ّل َوقَ ْد بَعَثَنّي َربُّكَ ّإ َليْكَ ّلتَأْ ُم َرنّي بّأ َ ْم ّرك َ َّ يَا محمد ّإن:َ ث ُ َّم قَال،ي
َ هللا قَ ْد َ سلَّ َم
َّ َعل َ فَنَادَانّي َملَكُ ْال ّجبَ ا ّل َو
ئ
ً ش ْيَ هللا َوحْ َدهُ َال يُ ْش ّركُ ّب ّه
َ د
ُ ب
ُ ع
ْ ي
َ ْ
ن م م
َ ّّْ ه ب َ
َْلص َ أ ْ
مّن هللا
ُ ج
َ رّ ْ
ُخ ي ْ
ن َ أ و ج
ُ ْرَ أ ْلب
َ :وسلم عليه هللا صلى هللا ُ
ل ْو
ْ س ر
َ ه
ُ َ ل ل
َ ا َ قَ ف ، ْن
ّ يب
َ ش
َ خْ َ ْ
اْل علَ ْي ّه ُم ْ ُ ّشئْتَ أَ ْن أ
َ َط ّبق
“Kemudian malaikat penjaga gunung menyapaku dan bersalam kepadaku, kemudian malaikat tersebut berkata,
“Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah telah mendengar apa yang diucapakan kaummu kepadamu,
sedangkan saya adalah malaikat penjaga gunung, Allah mengutusku kepadamu agar saya mematuhi perintahmu,
maka apa perintahmu kepadaku? Jika engkau mau, saya dapat menimpakan dua gunung besar kepada
kaummu.” Maka Rasulullah menjawab, “jangan engkau timpakan gunung kepada mereka, justru saya berharap,
suatu saat Allah akan mengeluarkan dari keturunan mereka, generasi yang menyembah Allah dan tidak
menyekutukanNya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Hadis ini memaparkan bagaimana besarnya rasa cinta dan kasih sayang Rasulullah kepada kaumnya yang telah
menzaliminya, mengusirnya bahkan melukainya, rasa sayangnya yang sangat besar kepada umatnya mendorong
beliau untuk menolak penawaran malaikat berupa menjatuhkan dan menimpakan gunung kepada mereka,
bahkan justru beliau mengharapkan dan mendoakan kebaikan bagi penduduk Thaif.
Cinta dan kasih sayang merupakan sifat yang dominan dalam kepribadian Rasulullah shallallahu ‘alai wasallam,
ia merupakan sifat dasar beliau sehingga seakan mendarah daging dengan kehidupan beliau, beliau dapat
berhias dengan sifat ini kapanpun juga, dimanapun juga, dan dalam kondisi apapun juga, bahkan ketika beliau
dalam kondisi beribadah kepada Allah Azza wajalla, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik
radiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sesungguhnya saya memulai salat, dan saya berniat untuk memanjangkan salat tersebut, namun kemudian
saya mendengar suara tangisan bayi, maka saya menyelesaikan salat dengan lebih cepat, karena saya
mengetahui perasaan gelisah sang ibunda yang disebabkan karena tangisan bayinya.” (HR. Bukhari)
Coba perhatikan hadis ini dengan seksama, maka dapat disimpulkan dominasi sifat cinta dan kasih sayang beliau,
kemudian bagaimana sifat tersebut tumbuh dan berkembang ketika beliau salat dalam waktu yang singkat
sehingga beliau memutuskan untuk mempercepat proses salat, sebagai bentuk kasih sayang beliau kepada
ibunda sang bayi, yang ikut salat di belakang beliau yang sedang dijajah oleh perasaan sedih, khawatir dan
gelisah karena tangisan sang buah hati, dan juga karena rasa sayang Rasulullah kepada sang bayi yang sedang
menangis, yang tentunya membutuhkan belaian dan asupan ASI dari sang bunda.
Rasa cinta dan kasih sayang Rasulullah juga terpancar lewat kekhawatiran akan kebinasaan umatnya, beliau
sangat khawatir Allah Azza wajalla menurunkan azab kepada umatnya sehingga binasa, hal ini dapat diketahui
dari wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, khususnya ketika datang awan atau bertiup angin yang cukup
kencang, sebagaimana yang diinformasikan oleh Aisyah radiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,
فَ ط ُر َوأَ َراكَ إّذَا َرأَ ْيتَهُ ع ُّر
َ اس إّ َذا َرأَ ْوا ْالغَي َْم َف ّر ُحوا َر َجا َء أَ ْن يَ ُكونَ فّي ّه ْال َم ّ َّ يَا َرسُو َل: ْ قَالَت،ّف فّي َوجْ ّهه
َ َّللا إّنَّ ال َّن َ يحا ع ُّر ً غ ْي ًما أَ ْو ّر
َ كَانَ إّذَا َرأَى
}طّرنَا
ُ ع ّارضٌ ُم ْم َ فَقَالُوا {هَذَا،اب ْ َ
َ َيح َوقَ ْد َرأى قَ ْو ٌم العَذ
ّ الر َ عُذه، ٌعذَاب
ّب قَ ْو ٌم بّ ّ ه َ
َ شةُ َما يُؤْ مّ نهّي أ ْن يَكُونَ فّي ّه
َ ّعائ ْ
َ يَ ا:َ فَقَال،ُفّي َوجْ ّهكَ الك ََرا ّهيَة
“Rasulullah ṣallallahu ‘alaihi wasallam jika melihat awan atau angin kencang akan nampak pada wajahnya
kekhawatiran, maka Aisyah berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya manusia jika melihat awan akan nampak
kebahagiaan pada wajah mereka, sebab mereka berharap hujan akan turun, namun saya melihat jika engkau
melihat awan nampak pada wajahmu ketidaksukaan? Maka Rasulullah menjawab, “Wahai Aisyah, tidak ada yang
menjamin bahwa di balik awan tersebut tidak ada azab, sesungguhnya ada kaum yang diazab dengan angin,
bahkan suatu kaum yang melihat azab, namun mereka justru mengatakan, “Inilah awan-awan yang akan
menurunkan hujan kepada kita.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bahkan didalam riwayat yang lain dipaparkan bagaimana kegelisahan Rasulullah ketika melihat awan atau angin
yang datang ke kota Madinah, Aisyah radiyallahu ‘anha mengatakan,
ُع ْنه َ فَ إّذَا َم،خَر َج َودَخَ َل َوأَ ْقبَ َل َوأَ ْدبَ َر
َ ط َرتْ س ّ هُر
َ ي َ س َما ُء تَغَي ََّر لَ ْونُهُ َو ّ ََوإّذَا تَخَ يَّل
َّ ت ال
“Dan jika awan berarak di langit, maka wajahnya diliputi kekhawatiran, beliau keluar rumah dan masuk, datang
dan pergi, dan jika hujan turun maka semua kegelisahan dan kegundahan tersebut sirna.” (HR. Muslim)
Inilah salah satu bukti cinta dan kasih sayang nabi yang sangat besar, terpahat dengan kuat di relung-relung hati,
dan terpancar kuat lewat kegelisahan dan kegundahan pada wajah beliau yang mulia, karena kekhawatiran
beliau akan turunnya azab Allah Azza wajalla kepada umatnya.
Dan diantara bukti cinta dan kasih sayang beliau kepada umatnya; beliau tidak ingin menyusahkan dan
memberatkan umatnya dalam menjalankan syariat, diantara contohnya adalah meringankan beberapa syariat,
Rasulullah ṣallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ث اللَّ ْي ّل
ّ ُص ََلةَ ال ّعشَاءّ إّلَى ثُل
َ ُص ََلةٍ َو َْلَخَرْ ت علَى أ ُ َّمتّي َْل َ َمرْ ت ُ ُه ْم بّال ه
َ س َّواكّ ّع ْن َد كُ هّل َ لَ ْو َال أَ ْن أَش َُّق
“Seandainya tidak menyusahkan umatku, maka pasti aku mewajibkan mereka untuk bersiwak setiap hendak
melaksanakan salat, dan pasti aku akhirkan pelaksanaan salat isyak sampai sepertiga malam.” (HR. Tirmizi)
Maka ketika hukum syariat masih bisa diringankan dari umatnya, maka Rasulullah ṣallallahu ‘alaihi wasallam
pasti akan berusaha untuk meringankannya, agar syariat-syariat tersebut tidak membebani dan memberatkan
mereka.
Dalam pensyariatan kewajiban ibadah haji, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَ ْو: فَقَ ا َل َرس ُْو ُل هللاّ صلى هللا عليه وسلم،س َكتَ َحتَّى قَ الَ َها ثََلثًا َ أَكُ ُّل:ٌ فَقَا َل َر ُجل،علَ ْيكُ ُم ْال َح َّج فَ َحجُّوا
َ َع ٍام يَا َرس ُْو َل هللاّ؟ ف ُ َّأَيُّ َها الن
َ قَ ْد فَ َر،اس
َ ُض هللا
ْ
َ َقُلتُ نَعَ ْم لَ َو َجبَتْ َولَ َما ا ْست.
ط ْعت ُ ْم
“Wahai manusia, Allah telah mewajibkan kepada kalian ibadah haji, maka laksanakanlah haji, maka salah
seorang sahabat bertanya, “Apakah haji diwajibkan setiap tahun wahai Rasulullah? Maka Rasulullah diam, dan
sahabat tersebut mengulangi pertanyaannya sampai tiga kali, Rasulullah kemudian mengatakan, “Jika saya
menjawab ya, maka wajib bagi kalian untuk melaksanakan ibadah haji setiap tahun, dan niscaya kalian tidak
akan mampu.” (HR. Muslim)
Dalam hadis ini kembali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menampakkan sifat welas asihnya kepada umat,
dengan tidak menjawab pertanyaan yang diajukan oleh salah seorang sahabat, sebab jika beliau menjawab
pertanyaan tersebut dengan kalimat “ya”, maka akan membawa konsekuensi hukum yang sangat berat bagi
kaum muslimin, yaitu kewajiban melaksanakan ibadah haji setiap tahun.
الر حّ ْي ُم سنَّ ّة َونَفَ َعنّي َو ّإيَ اكُ ْم ّب َما فّي ّه َما مّنَ الع ّْل ّم َو ْالحّ ْك َمةّ ،أَقُ ْو ُل قً ْولّي هَذَا َوأَ ْستَ ْغف ُّر َ
هللا لّي َولَكُ ْمّ ،إنَّهُ ه َُو الغَفُ ْو ُر َّ هللا لّي َولَكُ ْم فّي ال ّكتَا ّ
ب َوال ُّ اركَ ُ
.بَ َ
KHUTBAH KEDUA
ى ّرض َْواْنّ ّه ي ّإلَ ْع ْب ُد ُه َو َرس ُْولُهُ ْال َّداْ ّع ْهللا تَعْظّ ْي َما ً ّلشَأْنّهَّ ،وأَ ْش َه ُد أَنَّ ُم َح َّم َداً َ
ال ُ امتّنَاْنّ ّه َ ،وأَ ْش َه ُد أَ ْن َ ْ
ال ّإلَهَ ّإ َّ ْ علَ ْ
ى ت َْوفّ ْي ّق ّه َو ْ ساْنّهَّ ،و ْال ُّ
ش ْك ُر لَهُ َ ْال َح ْم ُد هللّ َ
علَ ْ
ى ّإحْ َ
خوا ّنهّ، إو ه بْ اح ص َ أو ه ل
ُ َّ ّ َ َ ْ ّ ّ َ ْ َ ّ ّ َ ّ َآ ى َ لعو ه ي
ْ لع هللا ى َّ لصَ
أما بعد:
Sesungguhnya potret kecintaan Rasulullah ṣallallahu ‘alaihi wasallam kepada umatnya tidak berhenti hanya
sampai di dunia saja, namun juga sampai di akhirat, yang mana ada sebuah pengorbanan besar yang beliau
lakukan demi umatnya, yaitu beliau tidak memanfaatkan keistimewaan yang dimiliki oleh para nabi, yaitu
berupa doa yang pasti terkabul jika dipanjatkan, sejatinya beliau bisa memanjatkan doa tersebut untuk meminta
harta kekayaan, atau pangkat dan derajat yang tinggi di tengah manusia, namun ternyata menyimpan doa
tersebut demi kemaslahatan umatnya pada hari kiamat, beliau bersabda,
Artinya: “Setiap Nabi memiliki doa yang pasti terkabul, dan setiap nabi telah melantunkan doa tersebut
ketika mereka hidup (dan dikabulkan oleh Allah), sedangkan aku; maka aku simpan doaku untuk dijadikan
)sebagai syafaat bagi umatku pada hari kiamat.” (HR. Muslim
Allahu akbar, alangkah besar rasa cinta dan sayangmu kepada kami wahai Rasulullah.
س ّله ُم ۟
وا تَس ّلي ًما علَي ّه َو َ صلُّ ۟
وا َ ی يَ ٰۤـأ َيُّ َه ا ٱلَّ ّذينَ َءا َمن ۟
ُوا َ علَى ٱلنَّ ّب ّ ه لِل َو َملَ ٰۤـ ِٕى َكتَهُۥ يُ َ
صلُّونَ َ ّإنَّ ٱ َّ َ
ع َواتّ.ُم ّجيْبُ ال هد َ سمّ ْي ٌع َق ّريْبٌ َ اْْلَحْ يَاءّ مّ ْن ُه ْم َو ْاْل َ ْم َواتَّ ،يا َو ْال ُمؤْ مّ نَا ّ
ت َو ْال ُمؤْ مّ نّيْنَ َو ْال ُم ْس ّل َماتّ، ل ّْل ُم ْسلّمّ يْنَ ا ْغفّرْ اَللَّ ُه َّم
سنَا َو ّإ ْن لَ ْم تَ ْغفّرْ لَنَا َوتَرْ َح ْمنَا لَنَكُونَنَّ مّنَ ْال خَاس ّّرينَ
ظلَ ْمنَا أَ ْنفُ َ
.ربَّنَا َ
َ
ان َو َال تَجْ عَلْ فّي قُلُوبّنَا غ اَّل لّلَّذّينَ آ َمنُوا َربَّنَا ّإنَّكَ َر ُء ٌ
وف َر حّ ي ٌم َ .ربَّنَا ا ْغفّرْ لَنَا َو ّ ِّل ْخ َوانّنَا الَّذّينَ َ
سبَقُونَا بّ ْ ّ
اِلي َم ّ
سنَةً َوقّنَا َ
عذَ َ
اب النَّ ّار سنَةً َوفّي ْاْل خّ َرةّ َح َ
َربَّنَا آتّنَا فّي ال ُّد ْنيَ ا َح َ
سلّينَ َو ْال َح ْم ُد ّ َّ ّ
لِل َربه ّ علَى ْال ُمرْ َ صفُونَ َو َ
س ََل ٌم َ سُب َْحانَ َربهّكَ َربه ّ ْالع َّّزةّ َ
ع َّما يَ ّ