Anda di halaman 1dari 5

1.

Apa yang dimaksud dengan fungsi produksi dan cara bekerjanya mohon anda jelaskan,
dan apa perbedaan dari fungsi produksi yang bersifat jangka pendek dan fungsi produksi
jangka panjang?
Fungsi produksi menunjukkan hubungan teknis antara kombinasi-kombinasi penggunaan
input dengan tingkat outputnya. Untuk setiap sistem produksi, hubungan input-output
merupakan suatu fungsi dari tingkat teknologi pabrik, peralatan, tenaga kerja, bahan baku dll
yang digunakan dalam suatu perusahaan. Fungsi produksi menentukan tingkat output
maksimum yang bisa diproduksi dengan sejumlah input tertentu, atau sebaliknya, jumlah
input minimum yang diperlukan untuk memproduksi suatu tingkat output tertentu.

Dari penjelasan diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa fungsi produksi adalah suatu
metode untuk menghasilkan output (barang atau jasa) dengan memanfaatkan input (tenaga
kerja, bahan baku, mesin, dan lain-lain) yang tersedia. Tujuan utama dari fungsi produksi
adalah untuk memaksimalkan produksi dengan meminimalkan biaya produksi.

Cara kerja fungsi produksi:


A. Identifikasi faktor-faktor produksi yang diperlukan: Faktor produksi adalah input yang
diperlukan dalam suatu proses produksi seperti tenaga kerja, bahan baku, mesin, dan lain-
lain.
B. Mengumpulkan data input-output: Data input-output digunakan untuk menghitung fungsi
produksi, yaitu hubungan matematis antara input dan output dalam suatu sistem produksi.
C. Menentukan fungsi produksi: Setelah data input-output dikumpulkan, fungsi produksi
dapat dihitung menggunakan teknik matematis seperti regresi linear atau non-linear.
D. Mengoptimalkan fungsi produksi: Setelah fungsi produksi dihitung, langkah selanjutnya
adalah memaksimalkan output dengan meminimalkan biaya produksi. Hal ini dapat
dilakukan dengan mengoptimalkan kombinasi faktor produksi yang digunakan.

Dalam menentukan tingkat produksinya, produsen harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu:


a) Isokuan, yaitu semua kombinasi penggunaan input yang berbeda secara efisien untuk
menghasilkan sejumlah output tertentu.
b) Isokos, yaitu berbagai kombinasi input yang bisa dibeli dengan tingkat pengeluaran
tertentu (dana yang dimiliki produsen).

Tingkat produksi yang optimal merupakan persinggungan antara isokuan dan isokos. Untuk
menilai produktivitas input dalam proses produksi, kita dapat menggunakan konsep returns
to scale. Return to scale menunjukkan perbandingan antara tingkat perubahan output dan
tingkat perubahan input tertentu. Jika tingkat perubahan output lebih besar daripada tingkat
perubahan input maka kondisi ini disebut increasing return to scale. Jika tingkat perubahan
output tetap sama dengan tingkat perubahan input maka kondisi ini disebut constant return
to scale. Jika tingkat perubahan output lebih kecil daripada tingkat perubahan input maka
kondisi ini disebut kondisi decreasing returns to scale.
Fungsi produksi jangka pendek
Fungsi produksi jangka pendek adalah fungsi produksi di mana salah satu atau beberapa
input tetap dan hanya satu input yang dapat diubah-ubah. Input yang tetap disebut input
tetap (fixed input), sedangkan input yang dapat diubah disebut input variabel (variable input).
Fungsi produksi jangka pendek memperlihatkan hubungan antara output dan input variabel
dalam jangka waktu yang singkat.

Fungsi produksi jangka panjang


Fungsi produksi jangka panjang adalah fungsi produksi di mana semua input dapat diubah-
ubah. Fungsi produksi jangka panjang memperlihatkan hubungan antara output dan input
dalam jangka waktu yang panjang.
Contoh kasus fungsi produksi jangka pendek adalah sebagai berikut:

Sebuah toko roti memiliki oven yang memiliki kapasitas maksimum memanggang 100 roti
dalam waktu yang sama. Toko roti tersebut memiliki 3 orang pekerja dengan biaya upah
masing-masing sebesar Rp 50.000 per hari dan 1 orang kepala toko dengan biaya upah
sebesar Rp 100.000 per hari. Berapa jumlah roti maksimum yang dapat diproduksi oleh toko
roti tersebut dengan kondisi biaya produksi minimal?

Penyelesaian:
Fungsi produksi jangka pendek untuk kasus ini adalah sebagai berikut:
Q = f(L, K)
di mana:
Q = jumlah output (roti)
L = jumlah tenaga kerja (orang)
K = jumlah oven yang digunakan (unit)

Dalam kasus ini, oven merupakan input tetap, sehingga oven yang tersedia sebanyak 1 unit.
Sementara itu, jumlah tenaga kerja yang dapat diubah-ubah adalah 3 orang pekerja dan 1
orang kepala toko.

Untuk mencapai produksi maksimum dengan biaya produksi minimal, perusahaan perlu
memilih kombinasi input yang tepat. Dalam hal ini, perusahaan dapat menggunakan rumus
fungsi produksi untuk mencari tahu kombinasi input yang tepat untuk mencapai tujuan
tersebut.

Dalam hal ini, biaya produksi dapat dihitung sebagai berikut:


TC = wL + rK
di mana:
w = biaya tenaga kerja per hari (Rp 50.000)
r = biaya kepala toko per hari (Rp 100.000)

Untuk meminimalkan biaya produksi, perusahaan perlu menggunakan kombinasi input yang
tepat untuk mencapai output maksimum. Dalam hal ini, perusahaan perlu menghitung
jumlah roti maksimum yang dapat diproduksi oleh oven dalam satu waktu dan memilih
jumlah tenaga kerja yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam kasus ini, jumlah roti
maksimum yang dapat diproduksi oleh oven adalah 100 roti. Oleh karena itu, perusahaan
perlu memilih kombinasi tenaga kerja yang tepat untuk mencapai output maksimum dengan
biaya produksi minimal.
Contoh kasus fungsi produksi jangka panjang adalah sebagai berikut:

Sebuah pabrik sepatu memiliki kapasitas produksi maksimum sebanyak 10.000 pasang
sepatu per bulan dengan menggunakan kombinasi input dari mesin, tenaga kerja, dan
bahan baku. Pabrik tersebut dapat menggunakan berbagai kombinasi input untuk mencapai
produksi maksimum tersebut. Biaya untuk satu unit mesin adalah Rp 500 juta, biaya untuk
satu unit tenaga kerja adalah Rp 5 juta per bulan, dan biaya untuk satu unit bahan baku
adalah Rp 200 ribu per pasang sepatu. Bagaimana pabrik tersebut dapat mencapai produksi
maksimum dengan biaya produksi minimal?

Penyelesaian:
Fungsi produksi jangka panjang untuk kasus ini adalah sebagai berikut:
Q = f(K, L, M)
di mana:
Q = jumlah output (pasang sepatu)
K = jumlah mesin yang digunakan (unit)
L = jumlah tenaga kerja yang digunakan (orang)
M = jumlah bahan baku yang digunakan (pasang sepatu)

Untuk mencapai produksi maksimum dengan biaya produksi minimal, perusahaan perlu
memilih kombinasi input yang tepat. Dalam hal ini, perusahaan dapat menggunakan rumus
fungsi produksi untuk mencari tahu kombinasi input yang tepat untuk mencapai tujuan
tersebut.

Dalam hal ini, biaya produksi dapat dihitung sebagai berikut:


TC = rK + wL + pM
di mana:
r = biaya mesin per unit (Rp 500 juta)
w = biaya tenaga kerja per bulan (Rp 5 juta)
p = biaya bahan baku per pasang sepatu (Rp 200 ribu)

Untuk meminimalkan biaya produksi, perusahaan perlu menggunakan kombinasi input yang
tepat untuk mencapai output maksimum. Dalam hal ini, perusahaan perlu menghitung
jumlah pasang sepatu maksimum yang dapat diproduksi dengan kombinasi input yang
berbeda-beda. Dalam kasus ini, jumlah pasang sepatu maksimum yang dapat diproduksi
adalah 10.000 pasang sepatu per bulan. Oleh karena itu, perusahaan perlu memilih
kombinasi input yang tepat untuk mencapai output maksimum dengan biaya produksi
minimal.
2. Apa bedanya economies of scale dan economies of scope
Economies of scale dan economies of scope adalah konsep ekonomi yang sering digunakan
dalam analisis perusahaan dan industri.

Economies of scale adalah keuntungan yang diperoleh oleh suatu perusahaan ketika biaya
produksinya menurun seiring dengan peningkatan jumlah produksi. Economies of scale
terjadi ketika perusahaan dapat mengurangi biaya rata-rata produksinya dengan
meningkatkan volume produksi. Hal ini terjadi karena biaya tetap seperti biaya infrastruktur
dan peralatan diproduksi dengan volume yang lebih besar dapat dibagi oleh unit-unit yang
lebih banyak, sehingga biaya rata-rata per unit menjadi lebih rendah. Contohnya, sebuah
pabrik sepatu yang menghasilkan 10.000 pasang sepatu per bulan mungkin memiliki biaya
rata-rata produksi yang lebih rendah daripada pabrik sepatu yang hanya menghasilkan
1.000 pasang sepatu per bulan karena biaya tetap seperti sewa pabrik, listrik, dan gaji staf
dapat dibagi oleh lebih banyak pasang sepatu yang diproduksi.

Economies of scope adalah keuntungan yang diperoleh oleh suatu perusahaan ketika biaya
produksinya menurun karena adanya keuntungan dalam menghasilkan beberapa jenis
produk atau layanan yang berbeda secara bersamaan. Economies of scope, di sisi lain,
terjadi ketika perusahaan dapat mengurangi biaya rata-rata produksinya dengan
memproduksi berbagai macam produk dalam satu perusahaan. Hal ini terjadi karena
perusahaan dapat membagi biaya tetap antara produk-produk tersebut, sehingga
mengurangi biaya rata-rata produksi setiap produk. Contohnya, perusahaan makanan yang
memproduksi beberapa produk makanan yang menggunakan bahan baku yang sama
seperti mie instan, biskuit, dan snack mungkin memiliki biaya rata-rata produksi yang lebih
rendah daripada perusahaan yang hanya memproduksi satu jenis produk karena biaya
bahan baku dan produksi dapat dibagi oleh beberapa jenis produk.

Berikut adalah contoh kasus dan penyelesaian dari economies of scale dan economies of
scope:

Contoh kasus economies of scale:


Sebuah perusahaan memproduksi lampu LED dengan biaya rata-rata produksi sebesar Rp
10.000 per unit ketika memproduksi 1.000 unit per bulan. Namun, ketika perusahaan
memproduksi 10.000 unit per bulan, biaya rata-rata produksinya turun menjadi Rp 7.000 per
unit. Berapa besarnya economies of scale yang dicapai oleh perusahaan?

Penyelesaian:
Economies of scale dapat dihitung dengan rumus berikut:
EoS = (AC1 - AC2) / AC1 x 100%
di mana:
EoS = economies of scale
AC1 = biaya rata-rata produksi ketika produksi 1.000 unit
AC2 = biaya rata-rata produksi ketika produksi 10.000 unit

Menggunakan rumus tersebut, economies of scale dari perusahaan tersebut dapat dihitung
sebagai berikut:
EoS = (Rp 10.000 - Rp 7.000) / Rp 10.000 x 100% = 30%

Dari perhitungan tersebut, perusahaan berhasil mencapai economies of scale sebesar 30%
ketika meningkatkan volume produksi dari 1.000 unit menjadi 10.000 unit.

Contoh kasus economies of scope:


Sebuah perusahaan makanan memproduksi mie instan, biskuit, dan snack dengan biaya
rata-rata produksi masing-masing sebesar Rp 2.000, Rp 3.000, dan Rp 4.000 per unit.
Namun, ketika perusahaan memutuskan untuk memproduksi ketiga jenis produk tersebut
secara bersamaan, biaya produksinya menjadi Rp 8.500 per unit.
Dalam hal ini, perusahaan tersebut mengalami economies of scope karena biaya produksi
per unit ketiga produk menjadi lebih rendah jika diproduksi bersamaan. Misalnya, biaya
produksi per unit mie instan turun dari Rp 2.000 menjadi Rp 2.200, biskuit turun dari Rp
3.000 menjadi Rp 2.900, dan snack turun dari Rp 4.000 menjadi Rp 3.400.
Penyelesaian:
Dalam menghitung economies of scope, kita dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
Economies of scope (%) = (Biaya produksi terpisah - Biaya produksi gabungan) / Biaya
produksi terpisah x 100%
Jika kita terapkan rumus tersebut pada kasus di atas, maka:
• Biaya produksi terpisah untuk mie instan = Rp 2.000 per unit
• Biaya produksi terpisah untuk biskuit = Rp 3.000 per unit
• Biaya produksi terpisah untuk snack = Rp 4.000 per unit
• Biaya produksi gabungan = Rp 8.500 per unit
Maka, economies of scope yang diperoleh adalah:
• Economies of scope mie instan = (2.000 - 2.200) / 2.000 x 100% = -10%
• Economies of scope biskuit = (3.000 - 2.900) / 3.000 x 100% = 3.33%
• Economies of scope snack = (4.000 - 3.400) / 4.000 x 100% = 15%
Dari hasil perhitungan di atas, terlihat bahwa perusahaan mengalami economies of scope
pada produk biskuit dan snack, tetapi tidak pada mie instan. Hal ini menunjukkan bahwa
produksi biskuit dan snack bersama-sama dapat mengurangi biaya produksi per unit,
sedangkan produksi mie instan sendiri tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap biaya
produksi gabungan.

Anda mungkin juga menyukai