Anda di halaman 1dari 7

BAJU ADAT MISKAT

Baju adat Miskat adalah pakaian tradisional Kalimantan Timur yang dulunya menjadi pakaian resmi
Sultan Banjar. Model baju Miskat tampak seperti baju cina jaman dahulu. Baju Miskat untuk kaum
pria berupa baju lengan panjang dengan kancing yang miring ke bagian kanan.
RUMAH LAMIN
Rumah Lamin merupakan rumah adat dari propinsi Kalimantan Timur. Rumah Lamin yang
merupakan rumah adat suku Dayak dikenal sebagai rumah panggung yang panjang dan sambung
menyambung dan terdiri banyak kamar. Panjang Rumah Lamin sekitar 300 meter dengan lebar 15
meter dan tinggi kurang lebih 3 meter.
SAMPEK
Sampek merupakan alat musik tradisional khas suku Dayak di Kalimantan Timur. Alat musik ini
memiliki penamaan yang berbeda-beda di setiap subsuku Dayak. Misalnya suku Dayak Kenyah,
Dayak Bahau dan Kayaan menyebut alat musik ini dengan nama sampek atau sape.
MUSEUM MULAWARMAN
Museum Mulawarman adalah sebuah museum di kota Tenggarong, Provinsi Kalimantan Timur,
Indonesia. Museum ini merupakan bekas istana dari Kesultanan Kutai Kartanegara yang dibangun
pada tahun 1936 dan diresmikan sebagai Museum Kutai pada tanggal 25 November 1971 oleh
Gubernur Abdoel Wahab Sjahranie, lalu diserahterimakan kepada Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan tanggal 18 Februari 1976 dan berganti nama menjadi Museum Negeri Provinsi
Kalimantan Timur
Gedung utama Museum Mulawarman merupakan bekas istana Kutai Kertanegara yang dibangun
oleh perusahaan beton Belanda bernama Hollandsche Beton Maatschappij (HBM) dengan gaya
arsitektur Eropa Klasik. Sehubungan dengan dihapuskannya Kesultanan Kutai pada 1960, istana
Kutai diganti rugi oleh Pemerintah Daerah Tingkat I Kalimantan Timur kepada pemiliknya, yaitu
mantan Sultan AJi Muhammad Parikesit dengan biaya Rp64 juta.
Bahan bangunannya didominasi oleh beton mulai dari ruang bawah tanah, lantai, dinding,
penyekat hingga atap. Di halaman depan Museum terdapat duplikat Patung Lembuswana yang
merupakan lambang Kerajaan Kutai Kartanegara. Arsitektur dari museum ini mengadopsi dari
arsitektur tradisional Suku Dayak yang ada di Kutai.
Pada Agustus 1964 sekelompok massa menyerang istana ini. Massa membakar pakaian kebesaran
Sultan di halaman keraton. Sebagian besar patung-patung, lambang-lambang kesultanan, gambar-
gambar sultan beserta pakaian kebesarannya dibakar. Tiang benderanya yang terlalu tinggi (lebih
dari 30 meter) dirobohkan.
Selain itu, massa yang diperintahkan Pangdam IX Mulawarman Kol. Soehario Padmodiwirio
berencana membakar istana Kutai sebagaimana dilakukannya terhadap keraton Sultan Bulungan
yang dibakar hingga rata dengan tanah. Namun, rencana itu urung terjadi karena Gubernur Kaltim
Abdoel Moeis Hassan mengirim polisi berlatar etnis Banjar untuk mengamankan bangunan
tersebut.[5] Moeis Hassan juga memerintahkan Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda untuk
mengamankan kediaman Parikesit tersebut. Bentuk pengamanan yang terjadi adalah penyegelan
keraton.
Di dalam Museum Mulawarman tersimpan benda-benda sejarah yang pernah digunakan oleh
Kesultanan seperti Singgasana, Tempat Peraduan, Pakaian Kebesaran, Tombak, Keris, Meriam,
Kalung dan Prasasti Yupa serta Koleksi Keramik Cina. Setiap tahun dilaksanakan Upacara Erau,
yaitu tarian Khas Kedaton Upacara Adat dan Mengulur Naga di Desa Kutai Lama. Dimana pada
setiap pelaksanaan Erau juga ditampilkan atraksi Seni Budaya baik berupa Tarian Tradisional dan
Upara Adat dari berbagai Suku lainnya di Indonesia serta mancanegara
Museum Mulawarman terdiri dari dua lantai. Di lantai bawah terdapat koleksi keramik Cina.
sedangkan lantai 1 berisi koleksi peninggalan bercorak kesenian. Di belakang museum, pengunjung
bisa berbelanja cenderamata khas budaya Dayak, batu perhiasan, maupun cendera mata lainnya.
Di dalam Museum Mulawarman ini tersimpan benda-benda yang mempunyai nilai sejarah/seni
yang tinggi yang pernah digunakan oleh Kesultanan seperti:

Singgasana, sebagai tempat duduk Raja dan Permaisuri. Kursi ini terbuat dari kayu, dudukan dan
sandarannya diberi berlapis kapuk yang berbungkus dengan kain yang berwarna kuning, sehingga
tempat duduk dan sandaran kursi tersebut terasa lembut. Kursi ini dibuat dengan gaya Eropa,
penciptanya adalah seorang Belanda bernama Ir. Vander Lube pada tahun 1935.
Patung Lembuswana, Lambang Kesultanan Kutai, dibuat di Birma pada tahun 1850 dan tiba di
Istana Kutai pada tahun 1900. Lembuswana diyakini sebagai kendaraan tunggangan Batara Guru.
Nama lainnya adalah Paksi Liman Janggo Yoksi, yakni Lembu yang bermuka gajah, bersayap
burung, bertanduk seperti sapi, bertaji dan berkukuh seperti ayam jantan, berkepala raksasa
dilengkapi pula dengan berbagai jenis ragam hias yang menjadikan patung ini terlihat indah.
Kalung Uncal, benda ini merupakan atribut dan benda kelangkapan kebesaran Kesultanan Kutai
Kartanegara yang digunakan pada waktu penobatan Sultan Kutai menjadi Raja atau pada waktu
Sultan merayakan ulang tahun kelahiran dan penobatan Sultan serta acara sakral lainnya.
Meriam Sapu Jagad Peninggalan VOC, Belanda
Prasasti Yupa, yang trdapat di Museum ini adalah tiruan dari Yupa yang asli yang terdapat di
Museum Nasional di Jakarta. Prasasti Yupa adalah prasasti yang ditemukan di bukit Brubus
Kecamatan Muara Kaman. ke-7 prasasti ini menadakan dimulainya zaman sejarah di Indonesia
yang merupakan bukti tertulis pertama yang ditemukan berupa aksara Pallawa dalam bahasa
Sanskerta.
SEJARAH KALIMANTAN TIMUR

Sebelum masuknya suku-suku dari Sarawak dan suku-suku pendatang dari luar pulau,
wilayah ini sangat jarang penduduknya. Sebelum kedatangan Belanda terdapat beberapa
kerajaan yang berada di Kalimantan Timur, diantaranya adalah Kerajaan Kutai (beragama
Hindu), Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura, Kesultanan Pasir dan Kesultanan
Bulungan.

Menurut Hikayat Banjar, wilayah Kalimantan Timur (Pasir, Kutai, Berau, Karasikan)
merupakan sebagian dari wilayah taklukan Kesultanan Banjar, bahkan sejak jaman Hindu.
Dalam Hikayat Banjar menyebutkan bahwa pada paruh pertama abad ke-17 Sultan
Makassar meminjam tanah sebagai tempat berdagang meliputi wilayah timur dan
tenggara Kalimantan kepada Sultan Mustain Billah dari Banjar pada waktu Kiai Martasura
diutus ke Makassar dan mengadakan perjanjian dengan I Mangngadaccinna Daeng I Ba’le’
Sultan Mahmud Karaeng Pattingalloang, yaitu Sultan Tallo yang menjabat mangkubumi
bagi Sultan Malikussaid Raja Gowa tahun 1638-1654 yang akan menjadikan wilayah
Kalimantan Timur sebagai tempat berdagang bagi Kesultanan Makassar (Gowa-Tallo),
dengan demikian mulai berdatanganlah etnis asal Sulawesi Selatan. Sejak 13 Agustus
1787, Sultan Tahmidullah II dari Banjar menyerahkan Kalimantan Timur mejadi milik
perusahaan VOC Belanda dan Kesultanan Banjar sendiri dengan wilayahnya yang tersisa
menjadi daerah protektorat VOC Belanda.

Sesuai traktat 1 Januari 1817, Sultan Sulaiman dari Banjar menyerahkan Kalimantan Timur,
Kalimatan Tengah, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan (termasuk
Banjarmasin) kepada Hindia-Belanda. Pada tanggal 4 Mei 1826, Sultan Adam al-Watsiq
Billah dari Banjar menegaskan kembali penyerahan wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan
Tengah, sebagian Kalimantan Barat dan sebagian Kalimantan Selatan kepada
pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Pada tahun 1846, Belanda mulai menempatkan
Asisten Residen di Samarinda untuk wilayah Borneo Timur (sekarang provinsi Kalimantan
Timur dan bagian timur Kalimantan Selatan) bernama H. Von Dewall. Provinsi Kalimantan
Timur selain sebagai kesatuan administrasi, juga sebagai kesatuan ekologis dan historis.
Kalimantan Timur sebagai wilayah administrasi dibentuk berdasarkan Undang-undang
Nomor 25 Tahun 1956 dengan gubernurnya yang pertama adalah APT Pranoto.
Sebelumnya Kalimantan Timur merupakan salah satu karesidenan dari Provinsi
Kalimantan. Sesuai dengan aspirasi rakyat, sejak tahun 1956 wilayahnya dimekarkan
menjadi tiga provinsi, yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat.
Daerah-daerah Tingkat II di dalam wilayah Kalimantan Timur, dibentuk berdasarkan
Undang-undang No. 27 Tahun 1959, Tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di
Kalimantan (Lembaran Negara Tahun 1955 No.9).

Lembaran Negara No.72 Tahun 1959 terdiri atas :


Pembentukan 2 kotamadya, yaitu:
1. Kotamadya Samarinda, dengan Kota Samarinda sebagai ibukotanya dan sekaligus
sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Timur.
2. Kotamadya Balikpapan, dengan kota Balikpapan sebagai ibukotanya dan
merupakan pintu gerbang Kalimantan Timur.
Pembentukan 4 kabupaten, yaitu:
1. Kabupaten Kutai, dengan ibukotanya Tenggarong
2. Kabupaten Pasir, dengan ibukotanya Tanah Grogot.
3. Kabupaten Berau, dengan ibukotanya Tanjung Redeb.
4. Kabupaten Bulungan, dengan ibukotanya Tanjung Selor.

Pembentukan Kota dan Kabupaten Baru


Berdarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 1981, maka dibentuk Kota Administratif
Bontang di wilayah Kabupaten Kutai dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20
tahun 1989, maka dibentuk pula Kota Madya Tarakan di wilayah Kabupaten Bulungan.
Dalam Perkembangan lebih lanjut sesuai dengan ketentuan di dalam Undang-undang No.
22 Tahun 1999 Tentang Otonomi Daerah, maka dibentuk 2 Kota dan 4 kabupaten, yaitu:
1. Kabupaten Kutai Barat, beribukota di Sendawar
2. Kabupaten Kutai Timur, beribukota di Sangatta
3. Kabupaten Malinau, beribukota di Malinau
4. Kabupaten Nunukan, beribukota di Nunukan
5. Kota Bontang (peningkatan kota administratif Bontang menjadi kotamadya)

Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 2002, maka Kabupaten Pasir
mengalami pemekaran dan pemekarannya bernama Kabupaten Penajam Paser Utara.
Pada tanggal 17 Juli 2007, DPR RI sepakat menyetujui berdirinya Tana Tidung sebagai
kabupaten baru di Kalimantan Timur, maka jumlah keseluruhan Kabupaten/Kota di
Kalimantan Timur menjadi 14 wilayah. Pada tahun yang sama, nama Kabupaten Pasir
berubah menjadi Kabupaten Paser berdasarkan PP No. 49 Tahun 2007.
Tahun 2012, giliran Provinsi Kalimantan Timur yang dimekarkan dan melahirkan Provinsi
Kalimantan utara (UU No.20 Tahun 2012). Lima Kota/Kabupaten bergabung ke dalam
Provinsi Kaliamantan Utara, yitu Kota Tarakan, Kabuapten Nunukan,Kabuapten Malinau,
Kabupaten Tana Tidung dan Kabuapten Bulungan. Hingga jumlah kota/kabupaten  yang
tergabung dalam Provinsi Kalimantan Timur  berkurang dari 14 kota/kabupaten menjadi 9
kota/kabuapten.
Tahun 2013, wilayah Kabupaten Kutai Barat dimekarkan dan melahirkan Kabuapten 
termuda dikaltim, yaitu Kabupaten Mahakam Ulu, yang mengenapkan dalam Provinsi
Kalimantan Timur menjadi 10 Kota/Kabuapten.

Anda mungkin juga menyukai