Anda di halaman 1dari 5

Sejarah Kerajaan Asahan dimulai dengan penobatan raja pertama kerajaan tersebut yang berlangsung meriah disekitar kampung

Tanjung. Peristiwa penabalan raja pertama kerajaan Asahan tersebut terjadi tepatnya pada tanggal 27 Desember 1620, dan tanggal 27 Desember kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Tanjungbalai den-gan surat keputusan DPRD Kota Tanjungbalai Nomor : 4/DPRD/TB/1986 Tanggal 25 November 1986. Mengenai asal usul nama kota Tanjungbalai menurut cerita rakyat yang ada di Tanjungbalai bermula dari sebuah kampung yang ada disekitar ujung tanjung di muara Sungai Silau dan aliran Sungai Asahan. Lama kelamaan balai yang dibangun semakin ramai disinggahi karena tempatnya yang strategis sebagai bandar kecil tempat melintas ataupun orang orang yang ingin bepergian ke hulu Sungai Silau. Tampat itu kemudian dinamai Kampung Tanjung dan orang lazim menyebutnya balai Di Tanjung. Ditemukannya Kampung Tanjung kemudian menjadikan daerah itu menjadi semakin ramai dan berkembang menjadi sebuah negeri. Penabalan Sultan Addul Jalil sebagai raja pertama Kerajaan Asahan di Kampung Tanjung kemudian memulai sejarah pemerintahan Kerajaan Asahan pada tahun 1620. Dalam catatan sejarah, Kerajaan Asahan pernah diperintah oleh delapan orang raja yang sejak raja pertama Sultan Abdul Jalil pada tahun 1620 sampai dengan Sultan Syaibun Abdul Jalil Rahmadsyah tahun 1933, yang kemudian mangkat pada tanggal 17 April 1980 di Medan dan di makamkan di kompleks Mesjid Raya Tanjungbalai. Pertumbuhan dan perkembangan Kota Tanjungbalai sejak didirikan sebagai Gementee berdasarkan Besluit G.G. tanggal 27 Juni 1917 dengan Stbl.1917 No. 284, se-bagai akibat dibukanya perkebunan-perkebunan di derah Sumatera Timur termasuk daerah Asahan seperti H.A.P.M., SIPEF, London Sumatera (Lonsum) dan lain-lain, maka Kota Tanjungbalai sebagai kota pelabuhan dan pintu masuk ke daerah Asahan menjadi penting artinya bagi perkembangan perekonomian Belanda. Dengan telah berfungsinya jembatan Kisaran dan dibangunnya jalan kereta api Medan Tanjungbalai, maka hasil-hasil dari perkebunan dapat lebih lancar disalurkan atau di ekspor melalui kota pelabuhan Tanjungbalai. Untuk memperlancar kegiatan perkebunan, maskapai-maskapai Belanda membuka kantor dagangnya di kota Tanjungbalai antara lain: kantor K.P.M., Borsumeij dan lain-lain, maka pada abad XX mulailah penduduk bangsa Eropa tinggal menetap di kota Tanjungbalai. Assisten Resident van Asahan berkedudukan di Tanjungbalai dan karena jabatannya bertindak sebagai Walikota dan Ketua Dewan (Voorzitter van den Gemeenteraad). Sebagai kota pelabuhan dan tempat kedudukan Assisten Resident, Tanjungbalai juga merupakan tempat kedudukan Sultan Kerajaan Asahan. Pada waktu Gementee Tanjungbalai didirikan atas Besluit G.G. tanggal 27 Juni 1917 No. 284, luas wilayah Gementee Tanjungbalai adalah 106 Ha. Atas persetujuan Bupati Asahan melalui maklumat tanggal 11 Januari 1958 No. 260 daerah-daerah yang dikeluarkan (menurut Stbl. 1917 No. 641) dikembalikan pada batas semula, sehingga menjadi seluas 200 Ha. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Darurat No. 9 tahun 1956, Lembaran Negara 1956 No. 60 nama Hamintee Tanjungbalai diganti dengan Kota Kecil Tanjung-balai dan Jabatan Walikota terpisah dari Bupati Asahan berdasarkan surat Menteri Dalam Negeri tanggal 18 September 1956 No. U.P. 15 / 2/ 3. Selanjutnya dengan UU No. 1 Tahun 1957 nama Kota Kecil Tanjungbalai diganti menjadi Kotapraja Tanjungbalai. Sementara itu tercatat pula 13 Kepala Daerah yang pernah memimpin Kota Tan-jungbalai sejak Tahun 1956 sampai sekarang yaitu : 1. Dt. Edwarsyah Syamsura [ 1956 1958 ] 2. Wan Wasmayuddin [ 1958 1960 ] 3. Zainal Abidin [ 1960 1965 ] 4. Syaiful Alamsyah [ 1965 1967 ] 5. Anwar Idris [ 1967 1970 ] 6. Patuan Naga Nasution [ 1970 1975 ] 7. H. Bahrum Damanik [ 1975 1980 ] 8. Drs. H. Ibrahim Gani [ 1980 1985 ] 9. Ir. H. Marsyal Hutagalung [ 1985 1990 ] 10. H. Bachta Nizar Lubis, SH. [ 1990 1995 ] 11. Drs. H. Abdul Muis Dalimunthe [ 1995 2000 ] 12. dr. H. Sutrisno Hadi, Sp.OG dan [ 2000 2005 ] Mulkan Sinaga sebagai Wakil Walikota. 13. DR. H. SUTRISNO HADI, Sp.OG dan [ 2005 Sekarang] Drs. H. THAMRIN MUNTHE, M.Hum

Dari tahun ke tahun Kota Tanjungbalai terus berkembang, para pendatang dari berbagai tempat dengan tujuan untuk berdagang, kemudian menetap di Tanjungbalai, sehingga kota ini telah menjadi kota yang berpenduduk padat. Sebelum Kota Tanjungbalai diperluas dari hanya 199 Ha. (2 Km ) menjadi 60 Km, kota ini pernah menjadi kota terpadat di Asia Tenggara dengan jumlah penduduk lebih kurang 40.000 orang dengan kepadatan penduduk lebih kurang 20.000 jiwa per Km. Akhirnya Kota Tanjungbalai diperluas menjadi 60 Km dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 20 Tahun 1987, tentang perubahan batas wilayah Kota Tanjungbalai dan Kabupaten Asahan, saat ini Kota Tanjungbalai terdiri dari 5 Kecamatan. Berdasarkan SK. Gubsu No. 146.1/3372/SK/1993 tanggal 28 Oktober 1993 desa dan kelurahan telah dimekarkan menjadi bertambah 5 desa dan 7 kelurahan persiapan sehingga menjadi 19 desa dan 11 kelurahan di Kota Tanjungbalai. Berdasarkan Perda No.23 Tahun 2001 seluruh desa yang ada telah berubah status menjadi Kelurahan, sehingga saat ini Kota Tanjungbalai terdiri dari 30 Kelurahan. Dengan keluarnya Peraturan Daerah (Perda) Kota Tanjungbalai Nomor 4 Tahun 2005 tanggal 4 Agustus 2005 tentang pembentukan Kecamatan Datuk Bandar Timur dan Nomor 3 Tahun 2006 tanggal 22 Pebruari 2006 tentang Pembentukan Kelurahan Pantai Johor di Kecamatan Datuk Bandar, maka wilayah Kota Tanjungbalai menjadi 6 Kecamatan dan 31 Kelurahan. Adapun Kecamatan yang ada di Kota Tanjungbalai adalah sebagai berikut : 1. Kecamatan Datuk Bandar. 2. Kecamatan Datuk Bandar Timur. 3. Kecamatan Tanjungbalai Selatan. 4. Kecamatan Tanjungbalai Utara. 5. Kecamatan Sei Tualang Raso. 6. Kecamatan Teluk Nibung

Kota Tanjungbalai terletak diantara 2 58' LU dan 99 48' BT, dengan luas wilayah 60,529 Km ( 6.052,9 Ha.) berada dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Asahan dengan batas-batas sebagai berikut: 1. Sebelah Selatan dengan Kecamatan Simpang Empat. 2. Sebelah Utara dengan Kecamatan Tanjungbalai.

3. Sebelah Timur dengan Kecamatan Sei Kepayang. 4. Sebelah Barat dengan Kecamatan Simpang Empat.

Simargolang Diambil dari Depdagri.go.id dan MelayuOnline.com Kerajaan Asahan 1. Sejarah Sejarah Kerajaan Asahan bermula, ketika Sultan Aceh, Iskandar Muda melakukan perjalanan ke Johor dan Malaka pada tahun 1612 M. Dalam perjalanan menuju tujuan tersebut, rombongan raja ini beristirahat di sebuah kawasan, di hulu sebuah sungai yang kemudian dinamakan Asahan. Selesai beristirahat di hulu sungai ini, kemudian perjalanan dilanjutkan ke sebuah daerah yang berbentuk tanjung, yaitu daerah pertemuan antara Sungai Asahan dengan Sungai Silau. Di tanjung tersebut, Sultan Iskandar bertemu dengan Raja Simargolang. Sebagai tempat menghadap kepada raja, di daerah tersebut kemudian dibangun sebuah pelataran atau balai. Dalam perkembangannya, daerah ini kemudian menjadi perkampungan denga nama Tanjung Balai. Karena letaknya yang strategis di lintasan jalur perdagangan antara Aceh dan Malaka, maka Tanjung Balai kemudian berkembang pesat. Dari pertemuan Sultan Iskandar Muda dengan Raja Simargolang di atas, hubungan mereka kemudian bertambah erat dengan perkawinan Sultan Iskandar Muda dengan salah seorang putri Raja Simargolang. Dari perkawinan tersebut, kemudian lahir seorang putra bernama Abdul Jalil. Kelak, Abdul Jalil inilah yang menjadi Sultan Asahan pertama pada tahun 1630 M. Dalam perjalanannya, karena adanya ikatan kekerabatan dengan Aceh, maka kerajaan ini menjadi daerah bawahan Aceh hingga awal abad ke-19 M. Pada 12 September 1865 M, Asahan ditaklukkan oleh kolonial Belanda. Ketika Indonesia merdeka, Asahan bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1946 M. Selain dengan Aceh, hubungan Kesultanan Asahan dengan Kerajaan Batak juga terjalin dengan mesra. Bahkan, Sisingamangaraja XII pernah berinisiatif untuk meminang putri Sultan Asahan. Pinangan tersebut disetujui oleh Sultan Asahan, karena mereka yakin Sisingamangaraja telah memenuhi syarat untuk melakukan ijab kabul. Namun pernikahan tersebut batal akibat masuknya Belanda. 2. Silsilah 1. Sri Paduka Raja Abdul Jalil I bin Almarhum Sultan Iskandar Muda Johan Berdaulat (1630-16.. M) 2. Sri Paduka Raja Said Shah bin Almarhum Raja Abdul Jalil (16..-17..M) 3. Sri Paduka Raja Muhammad Mahrum Shah ibni al-Marhum Raja Said Shah (17..-1760 M) 4. Sri Paduka Raja `Abdu`l Jalil Shah II ibni al-Marhum Raja Muhammad Mahrum Shah (1760-1765 M) 5. Sri Paduka Raja Deva Shah ibni al-Marhum `Abdu`l Jalil [al-Marhum Mangkat di Pasir Putih) 1765-1805 M) 6. Sri Paduka Raja Said Musa Shah ibni al-Marhum Raja Deva Shah [al-Marhum Mangkat di-Rantau Panjang] (1805-1808 M) 7. Sri Paduka Raja Muhammad `Ali Shah ibni al-Marhum Raja Deva Shah 1808-1813 M 8. Sri Paduka Tuanku Sultan Muhammad Husain Rahmad Shah I ibni al-Marhum Sultan Muhammad `Ali Shah [al-Marhum Kampung Masjid] 1813-1859 M) 9. Sri Paduka Tuanku Sultan Ahmad Shah ibni al-Marhum Sultan Muhammad Husain Rahmad Shah 1859-1888 M) 10. Sri Paduka Tuanku Al-Haji Abdullah Nikmatullah Shah ibni al-Marhum Raja Muhammad Ishak, Raja Kualuh dan Leidong, juga Yang diPertuan Muda di Asahan. Ia ditujuk oleh Belanda setelah saudaranya, Sultan Ahmad Shah diturunkan secara paksa (1865-1867 M) 11. Sri Paduka Tuanku Sultan Muhammad Husain Rahmad Shah II ibni al-Marhum Tengku Muhammad `Adil (1888-1915 M) 12. Sri Paduka Tuanku Sultan Sha`ibun `Abdu`l Jalil Rahmad Shah III ibnu al-Marhum Sultan Muhammad Husain (1915-1980 M) 3. Periode Pemerintahan Sepanjang masa berdirinya, di Kerajaan Asahan telah berkuasa sebelas orang raja. 4. Wilayah Kekuasaan Wilayah Kerajaan Asahan mencakup daerah yang sekarang menjadi Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, Indonesia. 5. Struktur Pemerintahan Asahan adalah kerajaan kecil yang menjadi bawahan Aceh, maka secara otomatis, struktur kekuasaan tertinggi berada di tangan Sultan Aceh. Di daerah Asahan sendiri, terlepas dari relasinya dengan Aceh, kekuasaan tertinggi berada di tangan sultan, yang bergelar Yang Dipertuan Besar/Sri Paduka Raja. Jabatan yang lebih rendah adalah Yang Dipertuan Muda. Untuk daerah Batubara dan kawasan yang lebih kecil, pemerintahan dijalankan oleh para datuk. Ketika Asahan ditaklukkan oleh Belanda pada 12 September 1865, terjadi perubahan struktur kekuasaan, dengan Belanda sebagai penguasa tertinggi. Wakil tertinggi Belanda yang berada di Asahan adalah Kontroler yang diperkuat dengan Gouverments Besluit tanggal 30 September 1867 nomor 2, tentang pembentukan Afdeling Asahan yang berkedudukan di Tanjung Balai. Berdasarkan keputusan itu juga, Asahan dibagi mejadi tiga wilayah pemerintahan, yaitu: 1. Onder Afdeling Batubara 2. Onder Afdeling Asahan 3. Onder Afdeling Labuhan Batu Walaupun Belanda memegang kekuaasan tertinggi dan membagi Asahan menjadi tiga pemerintahan, namun, pemerintahan para Datuk di wilayah Batubara tetap diakui Belanda. Hanya saja, kekuasaannya telah jauh berkurang, tidak seperti sebelumnya. Secara khusus Belanda juga membagi wilayah kekuasaan sultan dan para datuk. Untuk wilayah pemerintahan kesultanan, Belanda membaginya menjad distrik dan onder distrik, yaitu: 1. Distrik Tanjung Balai dan Onder Distrik Sungai Kepayang 2. Distrik Kisaran 3. Distrik Bandar Pulau dan Onder Distrik Bandar Pasir Mandoge Sedangkan wilayah pemerintahan para datuk di Batubara dibagi menjadi wilayah Self Bestuur, yaitu:

1. Self Bestuur Indrapura 2. Self Bestuur Lima Puluh 3. Self Bestuur Pesisir 4. Self Bestuur Suku Dua (Bogak dan Lima Laras) Ketika Belanda menyerah pada Jepang, maka Asahan otomatis berada di bawah kekuasaan Jepang. Saat itu, Jepang yang dipimpin oleh T. Jamada mengganti struktur pemerintahan di Asahan menjadi Bunsyu dan bawahannya Fuku Bunsyu. Daerah Fuku Bunsyu adalah Batubara, sementara yang lebih kecil diubah menjadi distrik. Distrik-dsitrik tersebut adalah: Tanjung Balai, Kisaran, Bandar Pulau, Pulau Rakyat dan Sei Kepayang. Pemerintahan Fasisme Jepang berakhir pada tanggal 14 Agustus 1945 dan tanggal 17 Agustus 1945, kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan. Sesuai dengan perkembangan Ketatanegaraan RI, maka berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1945, Komite Nasional Indonesia wilayah Asahan dibentuk pada bulan September 1945. Pada saat itu pemerintahan yang dipegang oleh Jepang sudah tidak ada lagi, tapi pemerintahan Kesultanan dan pemerintahan Fuku Bunsyu di Batubara masih tetap ada. Pada tanggal 15 Maret 1946, berlaku struktur pemerintahan RI di Asahan dan wilayah Asahan dipimpin oleh Abdullah Eteng sebagai Kepala Wilayah dan Sori Harahap sebagai Wakil Kepala Wilayah, sedangkan Asahan dibagi atas 5 (lima) kewedanaan, yaitu: 1. Kewedanaan Tanjung Balai 2. Kewedanaan Kisaran 3. Kewedanaan Batubara Utara 4. Kewedanaan Batubara Selatan 5. Kewedanaan Bandar Pulau Pada Konferensi Pamong Praja se-Keresidenan Sumatera Timur pada bulan Juni 1946 diadakan penyempurnaan struktur pemerintahan, yaitu: 1. Sebutan Wilayah Asahan diganti dengan Kabupaten Asahan 2. Sebutan Kepala Wilayah diganti dengan Bupati 3. Sebutan Wakil Kepala Wilayah diganti dengan Patih 4. Kabupaten Asahan dibagi menjadi 15 (lima belas) wilayah kecamatan, terdiri dari: a) Kewedanaan Tanjung Balai dibagi atas: Kecamatan Tanjung Balai Kecamatan Air Joman Kecamatan Simpang Empat Kecamatan Sei Kepayang b) Kewedanaan Kisaran dibagi atas: Kecamatan Kisaran Kecamatan Air Batu Kecamatan Buntu Pane c) Kewedanaan Batubara Utara dibagi atas: Kecamatan Medang Deras Kecamatan Air Putih d) Kewedanaan Batubara Selatan dibagi atas: Kecamatan Talawi Kecamatan Tanjung Tiram Kecamatan Lima Puluh e) Kewedanaan Bandar Pulau dibagi atas: Kecamatan Bandar Pulau Kecamatan Pulau Rakyat Kecamatan Bandar Pasir Mandoge Dengan mempertimbangkan posisi yang lebih strategis, maka pada tanggal 20 Mei 1968, melalui PP Nomor 19 Tahun 1980, ibukota Kabupaten Asahan dipindahkan dari Kota Tanjung Balai ke Kota Kisaran. 6. Kehidupan Sosial Budaya Sebagai kesultanan yang berada dalam pengaruh kebuadayaan Islam, maka di Asahan juga berkembang kehidupan keagamaan yang cukup baik. Bahkan, ada seorang ulama terkenal yang lahir dari Asahan, yaitu Syeikh Abdul Hamid. Ia lahir tahun 1880 M (1298 H), dan wafat pada 18 Februari 1951 (10 Rabiul Awal 1370 H). Datuk, nenek dan ayahnya berasal dari Talu, Minangkabau. Syekh Abdul hamid belajar agama di Mekkah, karena itu, ia sangat disegani oleh para ulama zaman itu. Dalam perkembangannya, murid-murid Syekh Abdul Hamid inilah yang kelak mendirikan organisasi Jamiyyatul Washliyyah. Sebuah organisasi yang berbasis pada aliran sunni dan mashab Syafii. Dalam banyak hal, organisasi ini memiliki persamaan dengan Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI) yang didirikan oleh para ulama Minangkabau. Adanya banyak persamaan ini, karena memang para ulama tersebut saling bersahabat baik sejak mereka menuntut ilmu di Mekkah. Pandangan para tokoh agama ini sangat berbeda dengan paham reformis yang dibawa oleh para ulama muda Minangkabau, seperti Dr. Haji Abdul Karim Amrullah. Oleh sebab itu, sering terjadi polemik di antara para pengikut kedua paham yang berbeda ini. Di paruh pertama abad ke-20, sekitar tahun 1916, di Asahan telah berdiri sebuah sekolah yang disebut Madrasah Ulumul Arabiyyah. Sebagai direktur pertama, ditunjuk Syekh Abdul Hamid. Dalam perjalanannya, madrasah Ulumul Arabiyah ini kemudian berkembang menjadi salah satu pusat pendidikan Islam yang penting di Asahan, bahkan termasuk di antara madrasah yang terkenal di Sumatera Utara, sebanding dengan Madrasah Islam Stabat, Langkat, Madrasah Islam Binjai dan Madrasah al-Hasaniyah Medan. Di antara ulama terkenal lulusan sekolah Asahan ini adalah Syeikh Muhammad Arsyad Thalib Lubis (1908-1972 M). Peninggalan tertulis warisan Kerajaan Asahan hanya berkaitan dengan buku-buku di bidang keagamaan yang dikarang oleh para ulama untuk kepentingan pengajaran. Berikut ini beberapa buah buku yang dikarang oleh Syeikh Abdul Hamid di Asahan, yaitu: 1. Ad-Durusul Khulasiyah 2. Al-Mathalibul Jamaliyah 3. Al-Mamlakul `Arabiyah. 4. Nujumul Ittiba. 5. Tamyizut Taqlidi Minal Ittiba. 6. Al-Ittiba. 7. Al-Mufradat. 8. Mi`rajun Nabi.

Tulisan ini dibuat untuk mengungkapkan sebenamya sejarah berdirinya Kesultanan Asahan. Dengan harapan ini tidak ada lagi persepsi yang salah tentang asal muasal Kerajaan Asahan Sejarah Sultan Asahan Pertama Pada tahun 1612, armada tentara Aceh yang dipimpin Sultan Iskandar Muda yang juga dikenal sebagai Sultan Alaiddin Mahkota Alam Johan Berdaulat (Sultan Alaiddin Riyatsyah I Al Qahhar) ketika hendak menyerang Johor Malaka, singgah ke sebuah daerah yang letaknya di Teluk Piai sebelum meneruskan perjalanannya. Sesampainya di daerah ini, mereka melihat tidak ada tanda-tanda kehidupan, kecuali darisungai yang mengalir dari pedalaman banyak sabut kelapa dan kayu potongan.Sultan Iskandar Muda berpikir, pasti ada manusia di dalamnya. Diutuslah panglima beserta anak buahnya untuk menelusuri datangnya sampah ini lebih ke dalam. Ternyata di Kampung Tualang di pedalaman, banyak terdapat manusia di antaranya seorang gadis cantik bernama Putri Siti Ungu alias Putri Berinai.Mendengar adanya kehidupan manusia di pedalaman, Sultan Iskandar Muda ingin bertemu dengan penguasa daerah itu yang dipimpin seorang wanita bernama Raja Margolang. Setelah diberitahukan maksud Sultan Aceh ini oleh panglimanya, maka Raja Margolang mengutus penasihatnya bernama Karo-karo atau Sibayak Lingga yang dikenal sangat pintar berbahasa Melayu.Pada saat itu, Sultan meminta kepada Karo-karo atau Sibayak Lingga untuk membangun sebuah negeri terletak di antara tepi Sungai Asahan dan Sungai Silau. Setelah itu, Sultan Aceh pun pulang ke negerinya sambil membawa Putri Siti Ungu menjadi istrinya.Beberapa lama diperistri Sultan Iskandar Muda, maka Putri Ungu pun hamil anak pertama. Tetapi atas kesepakatan bersama, Karo-karo diutus untuk menjemput Putri Ungu pulang kembali ke kampung halamannya di Panai.Setelah diutarakan oleh Karo-karo, maka Sultan Aceh ini menyetujuinya dengan syarat, kalau lahir anak laki-laki, dialah harus menjadi sultan di Asahan dan setelah itu Karo-karo atau Sibayak Lingga boleh memperistrikan Putri Ungu. Setelah lahir anak laki-laki diberi nama Abdul Jalil yang akhirnya ditabalkan menjadi Sultan Asahan pertama oleh ayahnya sendiri Sultan Iskandar muda pada tahun 1630 di sebuah balai di ujung tanjung antara Sei Asahan dengan Sei Silau ,yang dikenal sekarang ini dengan Tanjungbalai.Beberapa tahun kemudian, Siti Ungu menikah lagi dengan Karo karo yang setelah masuk islam diberi gelar Raja Bolon dan memperolah seorang Putera yang bernama Raja Abdul Karim yang digelar dengan Bangsawan Bahu Kanan . Tak berapa lama kemudian Raja Bolon menikah lagi dengan Puteri Raja Simargolang dan memperoleh dua orang Putera yaitu Abdul Samad dan Abdul Kahar yang bergelah Bangsawan Bahu Kiri . Setelah Raja Bolon meninggal terjadi perselisihan antara Sultan Abdul Jalil dengan Raja Simargolang karena mengangkat kedua cucunya tersebut menjadi raja di Kota Bayu dan Tanjung Pati.Sultan Abdul Jalil terpaksa mengundurkan diri ke Hulu Batu Bara dan meminta bantuan ayahnya Sulatan Aceh. Akhirnya dengan bantuan Sultan Aceh Raja Simargolang dapat dikalahkan dan dipaksa untuk membuat perjanjian damai dan pada saat itu pula Anak Sakmadiraja dinobatkan menjadi Bendahara di Kerajaan Asahan.Sultan Abdul Jalil menikah dengan Puteri dari Sakmadiraja ( Bendahara ) yang bernama Aminah dan dikaruniai 5 (lima) orang putera yaitu : Sultan Said Syah yang menjadi Sultan Asahan kedua , Raja Paduka, Raja Busu, Raja Marsyah dan Raja Huma. Dan beliau meninggal di Pangkalan Sitarak. Sampai dengan saat ini Kerajaan Asahan telah memiliki 12 orang Sultan yang dihitung menurut Silsilah dan keturunan Raja raja Asahan, antara lain : 1. Sultan Abdul Jalil 2. Sultan Saidisyah 3. Sultan Muhammad Rumsyah 4. Sultan Abdul Jalil Syah II (mangkat 1765) 5. Sultan Dewa Syah (1756 1805) 6. Sultan Musa Syah (1805 1808) 7.Sultan Muhammad Ali Syah (1808 1813) 8. Sultan Muhammad Hussein Syah. 9. Sultan Ahmad Syah 10. Sultan Muhammad Husein Syah II 11. Sultan Saibun Abdul Jalil Rahmatsyah 12. Sultan Kamal Abraham Abdul Jalil Rahmatsyah

about 12 months ago


REMAJA MASJID RAYA SULTAN AHMADSYAH KOTA TANJUNGBALAI

Saya adalah anak Raja Amransyah Simargolang yang mana Bapaknya( kakek Saya ) Raja Kaharsyah Simargolang. Saya kelahiran Jakarta dan baru 1x berkunjung ke pulo raja saya senang sekali melihat blog ini. Saya sekeluarga ada 7 orang 1. Raja Ferhat Amrisyah Simargolang 2. Raja Elvira Meiiriana Simargolang 3. Raja Diana Rahmita Simargolang 4. Raja Chinta Amalia Simargolang 5. Raja Bahrein Arie Almansirsyah Simargolang 6. Raja Belinda Nurhayati Simargolang 7. Raja Gina Lailani Simargolang. Kami semua tinggal di Jakarta, Apabila ada Abang, Kakak, Adik yang mengetahui seluruh keluarga simargolang dapat hubungi email saya Bahrein_arie@yahoo.com karena saya mau mengenal seluruh keluarga besar simargolang yang sampai saat ini saya belum mengatahui keseluruhannya ( Mohon Maaf ) . sekali terima kasih atas dibuatnya blog ini mohon kita dapat bersilahturahmi anatara kakak dan adik yang mana sampai sekarang kita tidak pernah berjumpa dan saling mengetahui kabarnya

Anda mungkin juga menyukai