Anda di halaman 1dari 11

1.

Sultan Ageng Tirtayasa

Kelahiran: 1631, Banten


Meninggal: 1692, Jakarta
Anak: Abu an-Nasr dari Banten, Arya Purbaya, Syekh Maulana
Mansyuruddin, lainnya
Orang tua: Abdul Ma’ali Ahmad, Ratu Martakusuma
Tempat pemakaman: Makam Sultan Ageng Tirtayasa
Cucu: Abu al-Mahasin, Abu al-Fadhl
Cicit: Syifa Zainularifin, Wasi Zainulalimin

Sultan Ageng Tirtayasa, beliau adalah pahlawan yang berasal


dari provinsi Banten. Lahir pada tahun 1631. Beliau putra dari
Sultan Abdul Ma’ali Ahmad dan Ratu Martakusuma yang
menjadi Sultan Banten periode 1640 – 1650.
Perjuangan beliau salah satunya adalah menentang Belanda
karena VOC menerapkan perjanjian monopoli perdagangan
yang merugikan kesultanan dan rakyat Banten.

Dimasa mudanya beliau diberi gelar Pangeran Surya. Peran


Sultan Ageng dalam perkembangan Islam di Banten sangat
berpengaruh. Dia menginginkan Banten mempunyai kerajaan
Islam.

Langkah yang beliau tempuh pertama dalam sektor ekonomi.


Kesejahteraan rakyat ditingkatkan melalui pencetakan
sawah-sawah baru serta irigasi yang sekaligus berfungsi
sebagai sarana perhubungan.

Sultan Ageng tidak hanya mendobrak perekonomian rakyat


menjadi lebih baik tetapi juga berperan besar di bidang
keagamaan. Dia mengangkat Syekh Yusuf, seorang ulama asal
Makassar, menjadi mufti kerajaan yang bertugas
menyelesaikan urusan keagamaan dan penasehat sultan
dalam bidang pemerintahan.

Dia juga menggalakkan pendidikan agama, baik di lingkungan


kesultanan maupun di masyarakat melalui pondok
pesantren.
Ketika menjadi raja Banten, Sultan Ageng Tirtayasa dikenal
cerdas dan menghargai pendidikan. Perkembangan
pendidikan agama Islam maju dengan pesat.

Nilai-nilai yang dimunculkan dari Sultan Ageng Tirtayasa.


Sebagai seorang pemimpin, ia adalah pemimpin yang sangat
amanah dan memiliki visi ke depan membangun bangsanya.

Sultan Ageng Tirtayasa adalah seorang pemimpin yang sangat


visioner, ahli perencanaan wilayah dan tata kelola air,
egaliter dan terbuka serta berwawasan internasional.

2. Sultan Hasanuddin
Kelahiran: 12 Januari 1631, Makassar
Meninggal: 12 Juni 1670, Makassar
Nama panggilan: Ayam Jantan dari Timur
Pasangan: I Bate Daeng Tommi (m. 1654), I Mami Daeng
Sangnging (m. 1645), I Daeng Talele
Anak: Karaeng Galesong, Sultan Amir Hamzah, Sultan
Muhammad Ali
Orang tua: Sultan Malikussaid, I Sabbe To'mo Lakuntu

Sultan Hasanuddin (Dijuluki Ayam Jantan dari Timur oleh


Belanda) (12 Januari 1631 – 12 Juni 1670) adalah Sultan
Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir
dengan nama Muhammad Bakir I Mallombasi Daeng
Mattawang Karaeng Bonto Mangape sebagai nama
pemberian dari Qadi Islam Kesultanan Gowa yakni Syeikh
Sayyid Jalaludin bin Ahmad Bafaqih Al-Aidid, seorang mursyid
tarekat Baharunnur Baalwy Sulawesi Selatan yang juga
adalah gurunya, termasuk guru tarekat dari Syeikh Yusuf Al-
Makassari. Setelah menaiki takhta, ia digelar Sultan
Hasanuddin, setelah meninggal ia digelar Tumenanga Ri Balla
Pangkana. Karena keberaniannya, ia dijuluki De Haantjes van
Het Osten oleh Belanda yang artinya Ayam Jantan dari Timur.
Ia dimakamkan di Katangka, Kabupaten Gowa. Ia diangkat
sebagai pahlawan Nasional
3. Tuanku Imam Bonjol

Kelahiran: 1772, Kecamatan Bonjol


Meninggal: 6 November 1864, Kecamatan Pineleng
Kebangsaan: Indonesia
Anak: Naali Sutan Caniago, Sutan Saidi
Orang tua: Khatib Bayanudin, Hamatun
Dimakamkan: 6 November 1864, Makam Pahlawan Tuanku
Imam Bonjol
Lahir: 1772; Bonjol, Luhak Agam

Nama asli dari Tuanku Imam Bonjol adalah Muhammad


Syahab, yang lahir di Bonjol pada 1 Januari 1772. Dia
merupakan putra dari pasangan Bayanuddin Syahab (ayah)
dan Hamatun (ibu). Ayahnya, Khatib Bayanuddin Syahab,
merupakan seorang alim ulama yang berasal dari Sungai
Rimbang, Suliki, Lima Puluh Kota. Sebagai ulama dan
pemimpin masyarakat setempat, Muhammad Syahab
memperoleh beberapa gelar, yaitu Peto Syarif, Malin Basa,
dan Tuanku Imam. Tuanku nan Renceh dari Kamang, Agam
sebagai salah seorang pemimpin dari Harimau nan Salapan
adalah yang menunjuknya sebagai Imam (pemimpin) bagi
kaum Padri di Bonjol. Ia akhirnya lebih dikenal dengan
sebutan Tuanku Imam Bonjol.
4. Pangeran Diponegoro

Kelahiran: 11 November 1785, Yogyakarta


Meninggal: 8 Januari 1855, Makassar
Nama lengkap: Mustahar
Pasangan: Bendara Raden Ayu Retno Madubrongto, Raden
Ayu Citrawati, Ratnaningsih, lainnya
Saudara kandung: Hamengkubuwana IV, Pangeran Ngabehi,
lainnya
Anak: Bagus Singlon, Dipokaryotani
Orang tua: Hamengkubuwana III, R.A. Mangkarawati

Bendara Pangeran Harya Dipanegara (atau biasa dikenal


dengan nama Pangeran Diponegoro, 11 November 1785 – 8
Januari 1855) adalah salah seorang pahlawan nasional
Republik Indonesia, yang memimpin Perang Diponegoro atau
Perang Jawa selama periode tahun 1825 hingga 1830
melawan pemerintah Hindia Belanda.

4. Kapitan Pattimura
Kelahiran: 8 Juni 1783, Haria
Meninggal: 16 Desember 1817, Kota Ambon
Nama lengkap: Thomas Matulessy
Kebangsaan: Indonesia
Orang tua: Frans Matulessia, Fransina Tilahoi
Saudara kandung: Yohannes Matulessy
Dinas/cabang: Angkatan Darat Kerajaan

Pattimura lahir sebagai Thomas Matulessia pada 8 Juni 1783


di Saparua. Orang tuanya adalah Frans Matulessia dan
Fransina Tilahoi, dan dia memiliki seorang adik laki-laki
bernama Yohanis.
Pada tahun 1810, kepulauan Maluku diambil alih dari
penjajahan Belanda oleh Inggris. Mattulessi menerima
pelatihan militer dari tentara mereka dan mencapai pangkat
sersan mayor.

Setelah penandatanganan Perjanjian Anglo Belanda pada 13


Agustus 1814 pada tahun 1816 kepulauan Maluku
dikembalikan kepada Belanda; Pattimura menghadiri upacara
tersebut. Setelah itu, dengan melanggar perjanjian, dia dan
rekan-rekan prajuritnya dipulangkan ke kampung halaman
mereka. Namun, Pattimura menolak untuk menerima
pemulihan kekuasaan Belanda. Ia merasa bahwa mereka
akan berhenti membayar guru-guru Agama Kristen pribumi,
seperti yang telah mereka lakukan pada tahun 1810, dan
khawatir bahwa usulan peralihan ke mata uang kertas akan
membuat orang Maluku tidak dapat memberi derma— hanya
koin yang dianggap sah — dan dengan demikian
menyebabkan gereja tidak dapat membantu orang miskin.

4. I Gusti Ketut Jelantik


Kelahiran: 1800, Tukadmungga, Buleleng
Meninggal: 1849, Bali
Kebangsaan: Indonesia
Anak: I Gusti Ayu Jelantik, I Gusti Bagus Weda Tarka, I Gusti
Ayu Made Sasih
Lahir: 1800; Tukadmungga, Buleleng, Buleleng
Pangkat: Patih
Penghargaan: Pahlawan Nasional Indonesia

I Gusti Ketut Jelantik (meninggal pada tahun 1849) adalah


pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari Karangasem,
Bali. Ia merupakan patih Kerajaan Buleleng. Ia berperan
dalam Perang Bali I, Perang Jagaraga, dan Perang Bali III yang
terjadi di Bali pada tahun 1849. Ia gugur ketika peperangan
berakhir, yaitu pada tahun 1849.

Anda mungkin juga menyukai