Anda di halaman 1dari 7

Kliping Nama Nama Pahlawan

Indonesia Sebelum Tahun 1908

D
I
S
U
S
U
N

Oleh :

1. Kinnar Tiesa Andara


2. Marselya
3. Amira Syifa Hanaya
4. Azarah Rifani
5. Putri Harum Lutfiyyah
6. Bagas Saputra
7. Muhammad Keisya Prayoga
8. M. Devano Fauzi Irawan
9. Dwi Oktavyansyah

SMP NEGERI 57 PALEMBANG


TAHUN AJARAN 2023/2024
SULTAN AGUNG TIRTAYASA

Profil Singkat Sultan Ageng Tirtayasa

Nama: Sultan Ageng Tirtayasa

Lahir: Banten, 1631


Meninggal: Jakarta, 1695
Memerintah: 1651–1683
Orang Tua: Ratu Martakusuma (Ibu)
Abdul Ma’ali Ahmad (Ayah)

Biografi Sultan Ageng Tirtayasa

Sultan Ageng Tirtayasa merupakan putra dari Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad yaitu
Sultan Banten periode 1640-1650 dan Ratu Martakusuma. Sultan Ageng Tirtayasa
lahir di Kesultanan Banten pada tahun 1631.

Nama kecil Sultan Ageng Tirtayasa adalah Abdul Fatah atau Abu al-Fath Abdulfattah.
Sejak kecil sebelum diberi gelar Sultan Ageng Tirtayasa, Abdul Fatah diberi gelar
Pangeran Surya. Saat ayahnya yaitu Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad wafat, Sultan
Ageng Tirtayasa diangkat sebagai Sultan Muda dengan gelar Pangeran Dipati. Abdul
Fatah atau pangeran Dipati merupakan pewaris tahta kesultanan Banten. Tapi saat
ayahnya wafat, Beliau belum menjadi sultan karena kesultanan Banten saat itu
kembali dipimpin oleh kakeknya yaitu Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Qadir.
SULTAN HASANUDDIN

Profil Singkat Sultan Hasanuddin

Nama : Sultan Hasanuddin


Lahir : Makassar, 12 Januari 1631
Wafat : Makassar, 12 Juni 1670
Ibu : I Sabbe To’mo Lakuntu
Ayah : Sultan Malikussaid
Pasangan: I Bate Daeng Tommi (m. 1654), I Mami
Daeng Sangnging (m. 1645), I Daeng Talele

Biografi Sultan Hasanuddin


Sultan Hasannudin merupakan anak kedua dari pasangan Sultan Malikussaid yang
merupakan raja Gowa ke-15 dan juga I Sabbe To’mo Lakuntu yang merupakan putri
bangsawan Laikang.. Nama lahir Sultan Hasanuddin adalah I Mallombasi Muhammad
Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Sultan Hasanuddin memiliki
saudara perempuan bernama I Patimang Daeng Nisaking Karaeng Bonto Je’ne.

Pendidikan yang dijalaninya di Pusat Pendidikan dan Pengajaran Islam di Masjid


Bontoala membuatnya menjadi pemuda yang beragama, memiliki semangat juang,
jujur, dan rendah hati.

TUANKU IMAM BONJOL


Profil Singkat Tuanku Imam Bonjol

Nama Asli : Muhammad Shahab


Lahir : di Bonjol tahun 1772
Wafat : 6 November 1864
Orangtua : Bayanuddin (ayah) dan Hamatun(ibu)
Agama : Islam

Biografi Tuanku Imam Bonjol


Tuanku Imam Bonjol menjadi seorang ulama dan pemimpin setempat. Tuanku Imam
Bonjol memiliki beberapa gelar, yang diantaranya Peto Syarif, Malin Basa dan Tuanku
Imam. Hingga akhirnya Tuanku nan Renceh dari Kamang, Agam yaitu seorang
pemimpin dari Harimau nan Salapan menunjuknya sebagai Imam bagi kaum Padri di
Bonjol. Akhirnya masyarakat lebih mengenalnya dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol.

Tuanku Imam Bonjol terkenal ketika ia melakukan perlawanan terhadap penjajah


Belanda dalam perang Padri. Perang Padri merupakan perang terlama yang berlangsung
dari tahun 1803 hinggan 1838 yang melibatkan sesama orang Minang dan Mandailing
atau Batak.

PANGERAN DIPONEGORO
Profil Singkat Pangeran Diponegoro

Nama : Bendara Raden Mas Antawirya


Lahir : Yogyakarta , 11 November 1785
Wafat : Makasar, 8 Januari 1855
Orangtua : Sultan Hamengkubuwono III (Ayah),
R.A. Mengkarawati (Ib

Biografi Pangeran Dionegoro


Sultan Diponegoro merupakan anak sulung dari raja ketiga di Kesultanan Yogyakarta
yaitu Sultan Hamengkubuwono III dengan seorang selir yang bernama R.A.
Mangkarawati pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta, yang diberi nama
Mustahar. Semasa kecilnya, Pangeran Diponegoro bernama Bendara Raden Mas
Antawirya.

Meskipun Pangeran Diponegoro merupakan keturunan ningrat, ia lebih suka pada


kehidupan yang merakyat sehingga membuatnya lebih suka tinggal di Tegalrejo, yang
emrupakan tempat tinggal dari eyang buyut putrinya, permaisuri dari Sultan
Hamengkubuwana I, Gusti Kangjeng Ratu Tegalrejo dari pada di Keraton.
Kehidupannya lebih banyak dihabiskan untuk mendalami agama.

KAPITAN PATIMURA
Profil Singkat Pattimura

Nama lengkap : Thomas Matulessy


Julukan : Pattimura
Lahir : Hualoy, Seram selatan, Maluku 8 Juni 1783
Wafat : Ambon, Maluku 16 Desember 1817
Orang tua : Frans Matulesi (Ayah) Fransina Silahoi (Ibu)

Biografi Kapten Pattimura

Berdasarkan buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M.Sapija
menuliskan “Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa
Ina (Seram). Ayahnya yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali
Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama
orang di negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan”.

Namun berbeda dengan pendapat dengan sejarawan Mansyur Suryanegara. Dia mengatakan
dalam bukunya yang berjudul Api Sejarah bahwa Ahmad Lussy (dalam bahasa Maluku “Mat
Lussy”), lahir di lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Saparua seperti yang dikenal dalam
sejarah versi pemerintah). Dia adalah bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu
diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah
(Kazim Allah/Asisten Allah).

I GUSTI KETUT JELANTIK


Profil Singkat I Gusti Ketut Jelantik
Nama : I Gusti Ketut Jelantik
Perlawanan : 1846 – 1849
Populer : Dinobatkan sebagai pahlawan nasional
Ayah : I Gusti Ketut Banjar
Ibu : Gusti Biang Kompyang Keramas
Agama : Hindu
Tempat Lahir : Bali, Buleleng
Tanggal Lahir : 1800
Wafat : 1849

Biografi I Gusti Ketut Jelantik


I Gusti Ketut Jelantik menjadi pemimpin dalam perlawanan terhadap invasi Belanda ke Bali,
perlawanan tersebut terjadi beberapa kali di Bali utara selama tahun 1846, 1848, dan 1849.
Perlawanan ini bermula karena pemerintah Kolonial Hindia Belanda ingin menghapuskan tawan
kerang yang berlaku di Bali, yaitu hak bagi raja-raja yang berkuasa di Bali untuk mengambil kapal
yang kandas di perairannya beserta seluruh isinya. Pada kala itu, Belanda berusaha memanipulasi
rempah rempah Bali dan melalui pelayaran Hongi, kapal Belanda karam Di Bali. Kapal tersebut
langsung ditawan oleh Kerajaan Buleleng.

Ucapannya yang terkenal ketika itu ialah "apapun tidak akan terjadi. Selama aku hidup, aku tidak
akan mengakui kekuasaan Belanda di negeri ini". Pada tahun 1849, ia melarikan diri dari serangan
Belanda di Buleleng. Dengan penguasa Buleleng, ia melarikan diri ke sekutu Karangasem, tetapi ia
akhirnya terbunuh oleh pasukan Lombok, sekutu Belanda. Perang ini berakhir sebagai suatu puputan
seluruh anggota kerajaan dan rakyatnya bertarung mempertahankan daerahnya sampai titik darah
penghabisan.

Anda mungkin juga menyukai