&
Kesultanan Banten
kerajaan islam banten sejak peletakan batu pertama kesultanan mengemban
visi maritim yang kuat. Sultan maulana hasanudin dan syarif hidayatullah secara
cerdik memindahkan pusat pemerintahan dari pedalaman banten girang ke
pesisir. Dikawasan teluk banten, sultan membangun 3 institusi penting, ketiga
institusi itu adalah masjid, surosowan, dan pelabuhan sebagi sentra ekonomi dan
bisnis. Teluk Banten pun menggantikan posisi Malak sebagai bandar perdagangan
internasional yang mengalami ke munduran karena penguasaan Portugis.
Pelabuhan banten digerakan oleh transaksi ekspor impor pelaku bisnis dari
seluruh pelosok negeri.
Sultan ageng tirtayasa mengembangkan konsep pembangunan kota
pantai terpadu, yang terhubung dengan kampung hijau berbasis
pertanian serta membangun kota metropolitan multietnik. Hal ini dapat
dilihat pada peninggalan bangunan purbakala seperti masjid, keraton,
benteng, kanal, danau tarsikadi, pengindelan air bersih, balai pertemuan
(tiyamah), jembatan gantung, dermaga pelabuhan, dan termok kota. Visi
kota juga terlihat pada penataan ruang yang dirancang berbasis
keunggulan lokal dengan inti bisnis yang unik. Misalnya ditemukan nama
perkampungan kepandaian (pusat kerajinan logam), Kamaranggen
(pandai keris), kagongan (pandai lat kesenian), Kamasan (pandai emas
dan perhiasan), dan sebagainya. Pilihan cerdas itu menjadikan bnaten
sebagai kerajaan maritim tersohor sekaligus pusat perdagangan
internasional.
Keresidenan Banten
Belanda datang pertamakali datang mendarat di Banten tahun 1596
dipimpin oleh Chornelis De Houtman, tujuan mereka untuk berdagang bukan
untuk merebut kekuasaan. Pada tahun 1603 belanda berhasil mendirikan kantor
dagang “Verenigde oost-indische compagnie” ini merupakan kantor dagang
belanda pertama diseluruh kepulauan indonesia. Pada tahun 1617 VCO memiliki
kurang lebih 40kapal menghubungkan benteng-benteng yang berpusat di
jayakarta yang kemudian dinamakan batavia oleh belanda. Pada tahun 1619
batavia dibangun sebagai pusat pengaturan dagang VOC sekaligus pusat
pemerintahan hindia belanda. Pada tahun 1684 belanda menguasai pelabuhan
banten, menghancurkan surosowan pada tahun 1809 dan memindahkan pusat
pemerintahan keserang pada 1832. sultan muhammad syafiudin ditangkap dan
dibuang ke ambon sedangkan patihnya dihukum pancung.
Kesultanan dilanjutkan oleh sultan muhammad rafiudin dan belanda terus
melakukan penyerbuan terhadap keraton hingga akhirnya kekuasaan politik jatuh
sepenuhnya dalam kendali kolonial belanda ditahun 1820.
Banten yang berdaulat takluk menjadi sebuah keresidenan yang merupakan bagian
dari negeri jajahan belanda, dalam kendali gubernur jendral Deandles.
Bentuk keresidenan banten terus berlaku pada masa penjajahan Jepang. Ketika
Jepang masuk ke Teluk Banten pada tanggal 1 Maret 1942 dibawah pimpinan
Letnan Hitoshi Imamura. Kemudian setelah Jepang klah parang, indonesia merdeka
dan belanda ingin menjajah Indonesia, para Kiyai memeperkuat pemerintahan
darurat dengan mengisi kekosongan jabatan pemerintahan dan militer.