Anda di halaman 1dari 4

Keraton Kaibon, Persembahan Sultan untuk Sang Bunda (www.indonesiakaya.

com)

Kawasan Banten Lama di Kabupaten Serang banyak meninggalkan bangunan yang memiliki
nilai sejarah tinggi. Salah satu bangunan yang masih tersisa adalah Keraton Kaibon yang
terletak di Kampung Kroya, Kelurahan Kasunyatan, Kecamatan Kasemen. Keraton kaibon
menjadi salah satu bangunan cagar budaya Provinsi Banten yang menyimpan cerita kejayaan
Kerajaan Banten Lama.

Dibangun pada tahun 1815, keraton ini menjadi keraton kedua di Banten setelah Keraton
Surosowan. Berbeda dengan Keraton Surosowan, sebagai pusat pemerintahan, Keraton
Kaibon dibangun sebagai tempat tinggal Ratu Aisyah. Hal ini dikarenakan Sultan Syafiudin
sebagai Sultan Banten ke 21 saat itu usianya masih 5 tahun. Nama Kaibon sendiri dipastikan
diambil dari kata keibuan yang memiliki arti bersifat seperti ibu yang lemah lembut dan
penuh kasih sayang.

Keraton Kaibon dibangun menghadap barat dengan kanal dibagian depannya. Kanal ini
berfungsi sebagai media transportasi untuk menuju ke Keraton Surosowan yang letaknya
berada di bagian utara.

Dibagian depan keraton dibatasi dengan gerbang yang memiliki 5 pintu. Arti angka lima ini
mengikuti jumlah shalat dalam satu hari yang dilakukan umat muslim. Gerbang yang bergaya
Jawa dan Bali ini memiliki ketinggian 2 meter dengan bentuk Candi Bentar sebagai motifnya.
Gerbang ini disebut juga dengan sebutan gerbang bersayap. Pada satu gerbang terdapat pintu
paduraksa yang menghubungkan bagian depan dengan ruang utama keraton.

Ruang Utama keraton ini tidak lain adalah kamar tidur Ratu Asiyah itu sendiri. Dibangun
dengan menjorok ke tanah, kamar tidur Sang Ratu dilengkapi dengan teknologi pendingin
ruangan. Ini bisa terlihat dari lubang yang terdapat dalam ruangan. Lubang tersebut dahulu
dapat di isi air untuk memberikan efek sejuk pada isi dalam ruangan.

Keraton yang berdiri di tanah seluas mencapai 4 hektar ini, dibangun menggunakan batu bata
yang terbuat dari pasir dan kapur. Walaupun telah hancur, beberapa reruntuhan di keraton ini
masih terlihat pondasi dan pilar-pilar yang utuh. Salah satu yang terlihat jelas adalah
bangunan yang menyerupai masjid. Bangunan masjid ini berada di sisi kanan gerbang. Selain
pilar yang masih utuh, di dalam bangunan tersebut juga terdapat mimbar yang berfungsi
sebagai tempat berdirinya khotib.

Tahun 1832 Keraton Kaibon dihancurkan oleh pihak Belanda yang dipimpin oleh Gubernur
VOC saat itu, Jendral Daen Dels. Penyerangan dilakukan karena Sultan Syaifudin menolak
dengan keras permintaan sang jendral untuk meneruskan pembangunan Jalan Raya Anyer-
Panarukan. Bahkan utusan jendral yang bernama Du Puy dibunuh sultan hingga kepalanya
dipenggal kemudian dikembalikan kepada jendral Daen Dels. Marah besar, jendral VOC
tersebut menghancurkan keraton Kaibon hingga meninggalkan puing-puing yang tersisa saat
ini.

Kini, puing reruntuhan Keraton Kaibon meninggalkan cerita tentang kejayaan Banten Lama.
Walaupun hanya berupa reruntuhan dan pondasi-pondasi bangunan, tidak membuat
pengunjung berhenti mengunjungi cagar budaya di Provinsi Banten ini. Selain ingin melihat
kejayaan Banten tempo dulu, keraton ini juga sering dijadikan pengunjung dan pasangan
muda untuk mengabadikan diri dengan latar belakang keraton yang klasik serta artistik.
Keraton Kaibon, Bukti Kecintaan Terhadap Seorang Ibu (Web Pesona Travel Indonesia)

Serang, Provinsi Banten. Kota ini terletak sejauh 91 kilometer atau sekitar 1 hingga 2 jam
perjalanan dari DKI Jakarta. Kota Serang bisa dijangkau dari Jakarta lewat beberapa
transportasi umum seperti bus dan kereta. Meski dekat dengan ibukota, namun tidak banyak
yang tahu bahwasanya Banten punya rekam jejak sejarah kerajaan Banten yang luar biasa di
masa lalu.

Salah satu cagar budaya bersejarah yang bisa didatangi adalah Keraton Kaibon yang berada
di kawasan Banten Lama. Situs sejarah ini terletak di kampung Kroya, kelurahan
Kasunyatan, kecamatan Kasemen, kota Serang, Banten.

Keraton ini dibangun pada tahun 1815 sebagai tempat tinggal ratu Aisyah, ibunda dari Sultan
Syaifuddin yang saat itu masih berumur 5 tahun. Itu sebabnya nama keraton ini pun disebut
sebagai Kaibon yang berarti keibuan dan memiliki arti sifat seperti ibu yang lemah lembut
dan penuh kasih sayang.

Keraton ini dibangun di areal seluas 4 hektar dan terdapat saluran air yang mengelilingi areal
keraton ini. Kabarnya, salah satu saluran air ini dulunya dimanfaatkan sebagai kanal untuk
transportasi menuju ke laut lepas.

Sayangnya, pada tahun 1832 keraton ini dihancurkan oleh pihak Belanda yang dipimpin oleh
gubernur VOC, Jenderal Daen Dels karena Sultan Syaifuddin yang menolak meneruskan
pembangunan jalan Anyer – Panarukan. Sultan bahkan memenggal kepala utusan VOC dan
mengembalikan potongan kepalanya pada jenderal Daen Dels yang menyulut kemarahan
sang jenderal tersebut.

Meski tinggal puing-puing, tapi kemegahan Keraton Kaibon ini masih bisa terlihat sampai
sekarang karena masih ada beberapa bangunan yang masih terlihat utuh, seperti gerbang
utamanya. Keraton Kaibon merupakan jejak sejarah kerajaan Banten Lama yang pernah
berjaya di masa lalu.

Keraton Kaibon, Banten Lama (kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Kompleks keraton ini terletak di Kampung Kroya, sekitar 500 meter sebelah tenggara
Keraton Surosowan, dan berada di sisi jalur Jalan Serang – Banten Lama. Di sisi selatan
kompleks bangunan ini mengalir sungai Cibanten. Keraton Kaibon merupakan bekas
kediaman Sultan Syafiuddin, seorang sultan Banten yang memerintah sekitar tahun 1809 –
1815. Kaibon berasal dari kata ka-ibu-an, yaitu tempat tinggal yang diperuntukkan bagi
ibunda Sultan. Ketika Sultan Syafiuddin wafat, beliau digantikan oleh putranya yang baru
berusia 5 bulan. Untuk sementara waktu, pemerintahan dipegang oleh ibunya, yakni Ratu
Aisyah. Keraton ini masih digunakan hingga masa pemerintahan Bupati Banten yang pertama
yang mendapat dukungan Belanda, yakni Aria Adi Santika. Bupati tersebut menggantikan
pemerintahan Kesultanan Banten yang dihapuskan sejak tahun 1816.

Dilihat dari bentuk pintu gerbangnya, Keraton Kaibon menunjukkan ciri keraton yang
bergaya tradisional. Hal ini diperlihatkan oleh susunan pintu gerbang dan halamannya.
Keraton ini memiliki empat pintu gerbang. Pintu gerbang pertama yang merupakan jalan
masuk berbentuk bentar, yang menunjukkan bahwa halaman tersebut bersifat profan. Pada
halaman kedua, pintu gerbang berbentuk paduraksa, yang berasosiasi dengan sifat sakral. Di
dalam Keraton Kaibon terdapat bangunan masjid, yang diposisikan sebagai bagian utama
keraton. Pada tahun 1832, bangunan Keraton Kaibon dihancurkan oleh Belanda, dan
sekarang hanya tersisa bagian fondasi, runtuhan dinding dan sisi kiri dari bagian pintu
masuknya.

Keraton Kaibon, Saksi Kejayaan Kerajaan Banten Lama (www.travel.kompas.com)

DI Kawasan Banten Lama, banyak terdapat peninggalan bangunan bersejarah, salah satunya
adalah Keraton Kaibon. Keraton ini adalah saksi kejayaan Kerajaan Banten Lama.
Keraton Kaibon adalah salah satu cagar budaya yang terletak di Kawasan Banten Lama.
Tepatnya di Kampung Kroya, Kelurahan Kasunyatan, Kecamatan Kasemen. Keraton ini
dibangun pada tahun 1815 dan menjadi keraton kedua di Banten setelah Keraton Surosowan.
Berbeda dengan Keraton Surosowan, sebagai pusat pemerintahan, Keraton Kaibon dibangun
sebagai tempat tinggal Ratu Aisyah. Ratu Aisyah adalah Ibu dari Sultan Banten ke-21, yaitu
Sultan Maulana Rafiudin. Saat itu, Sultan Maulana Rafiudin masih berumur lima tahun.
Keraton Kaibon dibangun menghadap barat dengan kanal dibagian depannya. Kanal ini
berfungsi sebagai media transportasi untuk menuju ke Keraton Surosowan yang letaknya
berada di bagian utara.
Di bagian depan keraton dibatasi dengan gerbang yang memiliki 5 pintu. Arti angka lima ini
mengikuti jumlah shalat dalam satu hari yang dilakukan umat muslim. Gerbang yang bergaya
Jawa dan Bali ini memiliki ketinggian 2 meter dengan bentuk candi bentar sebagai motifnya.
Gerbang ini disebut juga dengan sebutan gerbang bersayap.
Pada satu gerbang terdapat pintu paduraksa yang menghubungkan bagian depan dengan
ruang utama keraton. Ruang utama keraton adalah kamar tidur Ratu Asiyah dan dilengkapi
dengan teknologi pendingin ruangan. Hal ini bisa terlihat dari lubang yang terdapat dalam
ruangan. Lubang tersebut dahulu dapat diisi air untuk memberikan efek sejuk pada isi dalam
ruangan. Keraton yang berdiri di tanah seluas mencapai 4 hektar ini, dibangun menggunakan
batu bata yang terbuat dari pasir dan kapur.
Walaupun telah hancur, beberapa reruntuhan di keraton ini masih terlihat pondasi dan pilar-
pilar yang utuh. Tahun 1832 Keraton Kaibon dihancurkan oleh pihak Belanda. Penyerangan
dilakukan karena Sultan Syaifudin menolak permintaan Belanda untuk meneruskan
pembangunan Jalan Raya Anyer-Panarukan.
Saat ini, puing reruntuhan Keraton Kaibon menjadi saksi tentang kejayaan Kerajaan Banten
Lama. Walaupun hanya berupa reruntuhan dan pondasi-pondasi bangunan, tidak membuat
pengunjung berhenti mengunjungi cagar budaya di Provinsi Banten ini.
Mengagumi Banten Lama di Keraton Kaibon (www.travel.detik.com)

Asal muasal penghancuran keraton, adalah ketika Du Puy, utusan Gubernur Jenderal
Daendels meminta kepada Sultan Syafiudin untuk meneruskan proyek pembangunan jalan
dari Anyer sampai Panarukan, juga pelabuhan armada Belanda di Teluk Lada (di Labuhan).
Namun, Syafiuddin dengan tegas menolak. Dia bahkan memancung kepala Du Puy dan
menyerahkannya kembali kepada Daendels yang kemudian marah besar dan menghancurkan
Keraton Kaibon.

Dari reruntuhan bangunan yang tersisa, menjadikan Keraton Kaibon ini sangat eksentrik dan
fotogenik. Tak jarang fotografer menjadikan tempat ini sebagai objek foto. Bahkan tak jarang
pula ini menjadi spot foto pranikah bagi pasangan calon pengantin.

Reruntuhan Keraton Kaibon yang Masih “Utuh” (www.kompasiana.com)

Di masa lalu Kerajaan Banten lama memiliki kejayaan  sebelum dihancurkan oleh Belanda.
Di kawasan Banten lama terdapat peninggalan masa kejayaan berupa reruntuhan Keraton
Kaibon di area hamparan tanah sekitar 4 hektar.

Dalam catatan sejarah, Keraton Kaibon merupakan kompleks bangunan bekas kediaman raja
Kesultanan Banten Sultan Syafiudin (1809-1813). Di sini juga tinggal ibunda Sultan
Syafiudin, yaitu Ratu Aisyah). Setelah Kesultanan Banten di hapus oleh pemerintah Hindia
Belanda tahun 1816, kompleks  Keraton Kaibon kemudian dijadikan pusat pemerintahan
Bupati Banten pertama Aria Adi Santika sebagai ganti pemerintahan Kesultanan Banten.

Di masa lalu Kerajaan Banten lama memiliki kejayaan  sebelum dihancurkan oleh Belanda.
Di kawasan Banten lama terdapat peninggalan masa kejayaan berupa reruntuhan Keraton
Kaibon di area hamparan tanah sekitar 4 hektar.

Dalam catatan sejarah, Keraton Kaibon merupakan kompleks bangunan bekas kediaman raja
Kesultanan Banten Sultan Syafiudin (1809-1813). Di sini juga tinggal ibunda Sultan
Syafiudin, yaitu Ratu Aisyah). Setelah Kesultanan Banten di hapus oleh pemerintah Hindia
Belanda tahun 1816, kompleks  Keraton Kaibon kemudian dijadikan pusat pemerintahan
Bupati Banten pertama Aria Adi Santika sebagai ganti pemerintahan Kesultanan Banten.

Keraton Kaibon dihancurkan Belanda tahun 1832 karena Sultan Syafiudin menolak
meneruskan pembangunan jalan raya Anyer-Panarukan dengan kerja paksa yang banyak
mengorbankan rakyat.

Inilah bukti perjuangan bahwa jika raja dan rakyat bersatu tidak mudah di adu domba dan
ditindas oleh kolonialisme yang menjajah bumi nusantara. Ibaratnya lebih baik hancur
berkalang tanah dari pada harus tunduk diperbudak penjajah.

Anda mungkin juga menyukai