A. Latar Belakang
Asi Mbojo merupakan bangunan bersejarah yang memilki keunikan arsitektur
tersendiri. Terletak di Kabupaten paling timur Pulau Sumbawa wilayah Nusa Tenggara
Barat Kabupaten Bima bersebelahan dengan Kota Bima (pecahan dari Kabupaten Bima).
Di sebelah barat, Kabupaten Bima berbatasan dengan wilayah Kabupaten Dompu,
disebelah Timur bersebelahan dengan Selat Sape, Sebelah Utara berbatasan dengan
Samudera Hindia, dan disebelah Selatan bersebelahan dengan Laut Flores.
Bangunan berlantai dua tersebut dibangun pada tahun 1927, hasil dari perpaduan
gaya Eropa dan Bima yang menggantikan bangunan istana sebelumnya pada abad 19
yang bergaya Portugis. Arsiteknya adalah putra Ambon bernama Obzichter Rehatta. Asi
Mbojo dengan luas area situs 30.728 m (167×184) dan luas bangunan 428 m (6×18),
berfungsi tidak hanya sebagai tempat yang diperuntukan bagi kediaman pemimpin rakyat
Bima, tetapi juga sebagai pusat pemerintahan, seni, budaya, pengadilan dan pusat
penyiaran agama islam. Asi Mbojo ini dibangun dengan sumber dana dari anggaran
belanja kesultanan dan harta pribadi sultan dan dibangun secara bergotong royong
bersama rakyat.
1.
A. SEJARAH ASI BIMA
Disebelah selatan Asi, berdiri sebuah masjid kesultanan yang megah dan dibangun
pada masa pemerintahan Sultan Abdul Hamid tahun 1872 Masehi. Masjid yang bersejarah
tersebut pernah hancur dibom oleh Sekutu pada Perang Dunia II. Menurut sejarawan M.
Hilir Ismail (1996), fungsi istana Bima pada masa lalu, terutama pada masa kesultanan
adalah sbb:
Tempat tinggal sultan bersama keluarganya, rumah tempat tingal, rumah bicara dan
rumah bangsawan.
Pusat pemerintahan.
Pusat penyiaran agama islam.
Pusat pengembangan kesenian dan kebudayaan.
Pusat peradilan.
Berikut adalah ruangan-ruangan beserta fungsinya yang berada di Istana
Kesultanan Bima:
Setelah gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) meresmikan Asi Mbojo sebagai
Museum Daerah, pada Agustus Tahun 1989, pembenahan – pembenahan terhadap
museum dilakukan secara insentif. Dengan demikian status museum berada dibawah
naungan Pemerintah. Hal ini diperkuat setelah otonomi daerah.
Museum tersebut menyimpan 320 jenis barang peninggalan kerajaan/kesultanan,
misalnya mahkota bertahtakan intan dan permata serta sejumlah benda bernilai lainnya
yang masih tersimpan di brankas Pemda Bima. Seiring perubahan status Pemerintah
Daerah pada tatanan Nasional termasuk dengan diberlakukanya Otonomi Daerah maka
fungsi serta pengelolaan Museum ASI Mbojo berubah lagi statusnya menjadi Unit
Pelaksana Tekhnis Daerah (UPTD) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bima
berdasarkan Peraturan Bupati Bima Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Pembentukan,
Susunan, Kedudukan, Tugas pokok, Fungsi dan Tata kerja untuk pelaksana tehnis Dinas
dan Badan lingkup Pemerintah Kabupaten Bima, yang juga diatur oleh Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah.
1. Sultan Abdul Kahir (Sultan Bima I, menjabat pada tahun 1620-1640) menikah dengan
Daeng Sikontu, Putri Karaeng Kasuarang. Dari pernikahan ini melahirkan Sultan Abil Khair
(Sultan Bima II).
2. Sultan Abil Khair Siradjuddin (Sultan Bima II,menjabat pada tahun 1640-1682) menikah
pada tanggal 13 April 1646 dengan Karaeng Bonto Je’ne, yang merupakan adik kandung
Sultan Hasanuddin dari Gowa. Dari pernikahan ini melahirkan Sultan Nuruddin (Sultan
Bima III) pada tahun 1651.
3. Sultan Nuruddin (Sultan Bima III,menjabat pada tahun 1682-1687) menikah dengan Daeng
Ta Memang anaknya Raja Tallo. Dari pernikahan tersebut melahirkan Sultan Jamaluddin
(Sultan Bima IV).
4. Sultan Jamaluddin (Sultan Bima IV,menjabat pada tahun 1687-1696) menikah dengan
Fatimah Karaeng Tanatana yang merupakan putri Karaeng Bessei. Dari pernikahan tersebut
melahirkan Sultan Hasanuddin (sultan Bima V).
5. Sultan Hasanuddin (Sultan Bima V,menjabat pada tahun1696-1731), menikah dengan
Karaeng Bissa Mpole anaknya Karaeng Parang Bone dengan Karaeng Bonto Mate’ne, pada
tanggal 12 september 1704. Dari pernikahan ini melahirkan Sultan Alaudin Muhammad
Syah pada tahun 1707 (Sultan Bima VI).
6. Sultan Alaudin Muhammad Syah (Sultan Bima VI,menjabat pada tahun 1731-1747),
menikah dengan Karaeng Tana Sanga Mamonca Raji putrinya sultan Gowa yaitu Sultan
Sirajuddin pada tahun 1727. Dari pernikahan ini melahirkan Kumala ‘Bumi Pertiga dan
Abdul Kadim, sementara Sultan Abdul Kadim lahir pada tahun 1729. yang kemudian
diangkat menjadi Sultan Bima VII pada tahun 1747. Ketika itu beliau baru berumur 13
tahun. Kumala ‘Bumi Pertiga putrinya Sultan Alauddin Muhammad Syah dengan Karaeng
Tana Sanga Mamonca Raji ini kemudian menikah dengan Abdul Kudus Putra Sultan Gowa
pada tahun 1747, dan dari pernikahan ini melahirkan Amas Madina Batara Gowa II.
7. Kumala Syah (Kumala ‘Bumi Partiga, pada tahun 1747-1751). Disini, Sultan Abdul Kadim
baru berumur 13 tahun, maka belum dapat menjabat secara aktif, sehingga jabatan
kesultanan Bima dibantu sementara oleh Kumala ‘Bumi Pertiga (Kumala Syah) antara tahun
1747-1751 sambil menunggu usia Sultan Abdul Kadimdipandang pantas menjadi Sultan
secara aktif. Sultan Abdul Kadim dinobatkan kembali sebagai Sultan Bima VIII pada tahun
1751.
8. Sultan Abdul Kadim (Sultan Bima VIII,menjabat pada tahun 1751-1773), dari
pernikahannya melahirkan Sultan Abdul Hamid (La Hami) pada tahun 1762 dan Sultan
Abdul Hamid diangkat menjadi Sultan Bima IX pada tahun 1773.
9. Sultan Abdul Hamid (Sultan Bima IX,menjabat pada tahun 1773-1817), dari pernikahannya
melahirkan Sultan Ismail pada tahun 1795. Ketika sultan Abdul Hamid meninggal dunia
pada tahun 1819, pada tahun 1817 Sultan Ismail telah diangkat menjadi Sultan Bima X.
10. Sultan Ismail (Sultan Bima X,menjabat pada tahun 1817-1854) dari pernikahannya
melahirkan sultan Abdullah pada tahun 1827. Sultan Abdullah diangkat menjadi Sultan
Bima XI pada tahun 1854.
11. Sultan Abdullah (Sultan Bima XI,menjabat pada tahun 1854-1868), menikah dengan Sitti
Saleha ‘Bumi Partiga, putrinya Tureli Belo. Dari pernikahan ini melahirkan Sultan Abdul
Aziz dan Sultan Ibrahim. Sultan Abdul Azis diangkat menjadi Sultan Bima XII pada tahun
1868.
12. Sultan Abdul Azis (Sultan Bima XII,menjabat pada tahun 1868-1881). Sultan Abdul Azis
berhalangan, maka digantikan oleh saudaranya, yaitu Sultan Ibrahim, sehingga Sultan
Ibrahim diangkat menjadi Sultan Bima XIII pada tahun 1881.
13. Sultan Ibrahim (Sultan Bima XIII,menjabat pada tahun 1881-1915), dari pernikahannya
melahirkan Sultan Salahuddin yang kemudian diangkat menjadi Sultan Bima XIV pada
tahun 1915.
14. Sultan Salahuddin (Sultan Bima XIV,menjabat pada tahun 1915-1951), dari pernikahannya
melahirkan Abdul Kahir II (Ama Ka’u Kahi). Abdul Kahir II dinobatkan sebagai Jena Teke
(Sultan Muda) pada tahun 1943, kemudian dinobatkan sebagai Sultan Bima XV setelah
beliau wafat yaitu pada tahun 2002.
15. Sultan Abdul Kahir II (Sultan Bima XV), yang biasa dipanggil Putra Kahirmenikah dengan
Putri dari Keturunan Raja Banten, dan dari pernikahannya melahirkan Fery Zulkarnaen.
16. Fery Zulkarnain dilantik menjadi Sultan Bima XVI pada tahun 2013 oleh Ruma ‘Bumi
Partiga yaitu Hj. Siti Mryam M. Salahuddin yang merupakan saudara kandung dari Sultan
Abdul Kahir II, sekaligus sebagai ketua Majelis Adat “Sara Dana Mbojo” saat ini, tepatnya
pada Hari Kamis, tanggal 4 Juli 2013 M. (26 Sa’ban 1434 H.) (Sumber : Samparaja)