Anda di halaman 1dari 14

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 1

Nama Mahasiswa : M. Tegar Juliansyah

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 044451023

Kode/Nama Mata Kuliah : EKSI4206/Perpajakan

Kode/Nama UPBJJ : 15/Pangkalpinang

Masa Ujian : 2022/23.2(2023.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
NASKAH TUGAS MATA KULIAH
UNIVERSITAS TERBUKA
SEMESTER: 2022/23.2 (2023.1)
Fakultas : FE/Fakultas Ekonomi
Kode/Nama MK : EKSI4206/Perpajakan
Tugas : 1

No. Soal
1 Setiap Wajib pajak memiliki hak dan kewajiban untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan
ketentuan perpajakan yang berlaku. Sebagai contoh, pengenaan tarif pajak penghasilan bagi wajib pajak diatur
dalam ketentuan perpajakan tersebut. Tarif pajak penghasilan yang berlaku di Indonesia menerapkan skema tarif
progresif.

Anda diminta:

a. Jelaskan Dasar hukum atau aturan yang mendasari penerapan skema progresif menurut aturan lama (sesuai
BMP) dan aturan terbaru!
b. Jelaskan pengertian Tarif Progresif dan beberapa tarif progresif!
c. Berikan contoh pengenaan tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib Pajak Orang
Pribadi dalam negeri berdasarkan dasar hukum atau aturan pada poin a tersebut (menurut aturan
lama/sesuai BMP dan aturan terbaru).

2 Tahun 2020, Arman mendapatkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan total pajak yangkurang dibayar
sebesar Rp15.000.000,00 dari Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak).

Anda diminta:

a. Jelaskan beberapa hal atau kondisi yang menyebabkan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak KurangBayar
(SKPKB)!
b. Jelaskan perbedaan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan Surat Ketetapan PajakKurang Bayar
Tambahan (SKPKBT)!

3 Peredaran bruto PT Baruna dalam Tahun Pajak 2021 sebesar Rp32.000.000.000,00 dengan PenghasilanKena Pajak
sebesar Rp4.000.000.000,00.

Anda diminta:

a. Jelaskan bagaimana cara perhitungan Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif bagiWajib Pajak
Dalam Negeri!
b. Dari soal tersebut, hitunglah jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang
memperoleh fasilitas!
c. Dari soal tersebut, hitunglah jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas!
JAWABAN No. 1A.

Pajak progresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang


didasarkan pada jumlah atau kuantitas objek pajak dan juga berdasarkan
harga atau nilai objek pajak. Apabila jumlah objek pajak semakin banyak
dan jika nilai objek pajak mengalami kenaikan maka membuat tarif
pemungutan pajak akan semakin meningkat.

Pajak progresif akan diterapkan pada kendaraan bermotor yang memiliki


kesamaan nama pemilik dengan alamat tempat tinggal pemilik. besaran
biaya pajak akan meningkat seiring bertambahnya jumlah kendaraan
sehingga kendaraan pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya dikenai tarif
berbeda.
Contoh Anda menjual mobil ke orang lain, tetapi Anda tidak melakukan balik
nama kepemilikan mobil tersebut, maka pajak progresif akan ditanggungkan
pada pemilik lama karena nama dan alamat tempat tinggal pemilik mobil
tersebut masih sama. Oleh karenanya, jika Anda menjual kendaraan
bermotor kepada orang lain, segera melakukan proses balik nama sehingga
Anda tidak harus membayar pajak progresif untuk kendaraan tersebut.

Dasar pengenaan pajak bagi kendaraan bermotor diatur dalam Undang-


Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Undang-undang ini menyebutkan bahwa kepemilikan kedua untuk
pembayaran pajak dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Kepemilikan kendaraan roda kurang dari empat.
2. Kepemilikan kendaraan roda empat.
3. Kepemilikan kendaraan roda lebih dari empat.

Contoh: Anda memiliki satu mobil, satu motor, dan satu truk dalam satu
rumah. Semua kendaraan tersebut atas nama pribadi. Masing-masing
kendaraan ditetapkan menjadi kepemilikan pertama karena berbeda jenis.
Otomatis, Anda hanya dikenakan pajak progresif pertama.

A. Pengenaan Tarif Pajak Progresif


Menurut pasal 6 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009, ketentuan tarif
pajak progresif bagi kendaraan bermotor ditetapkan sebagai berikut:
Kepemilikan kendaraan bermotor pertama dikenakan biaya paling sedikit 1
persen, sedangkan paling besar 2 persen.

Kepemilikan kendaraan bermotor kedua, ketiga, dan seterusnya dibebankan


tarif paling rendah 2 persen dan paling tinggi 10 persen. Meski persentase
tarif sudah ditetapkan, setiap daerah memiliki kewenangan untuk
menetapkan besarannya. Syaratnya, jumlah tarif tersebut tidak melebihi
rentang yang dicantumkan dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009.

Contoh tarif pajak progresif untuk wilayah DKI Jakarta berdasarkan


Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 2 tahun 2015:
Urutan Kepemilikan Tarif Pajak
Kendaraan pertama 2%
Kendaraan kedua 2,5%
Kendaraan ketiga 3%
Kendaraan keempat 3,5%
Kendaraan kelima 4%
Kendaraan keenam 4,5%
Kendaraan ketujuh 5%
Kendaraan kedelapan 5,5%
Kendaraan kesembilan 6%
Kendaraan kesepuluh 6,5%
Kendaraan kesebelas 7%
Kendaraan keduabelas 7,5%
Kendaraan ketigabelas 8%
Kendaraan keempatbelas 8,5%
Kendaraan Kelimabelas 9%
Kendaraan Keenambelas 9,5%
Kendaraan Ketujuhbelas 10%

Sumber : Aturan Pajak Progresif Kendaraan Bermotor|D4 Komputerisasi Akuntansi


S.Tr.Kom (stekom.ac.id)
Jawaban No. 1.b
Tarif Pajak Progresif

Tarif pajak progresif merupakan tarif pemungutan pajak dengan persentase yang akan bertambah
bersamaan dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan
kenaikan persentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali naik.

Dalam tarif pajak progresif ini, tarif pajak akan sebanding dengan kewajiban pajak. Apabila Wajib Pajak
memiliki kekayaan yang semakin besar, maka tarif pajak yang dikenakan juga akan meningkat.

Tujuan dari tarif pajak progresif ini adalah untuk mempengaruhi orang-orang atau Wajib Pajak yang
memiliki penghasilan tinggi atau menengah, agar menyadari bahwa mereka disanggupkan untuk
membayar pungutan kepada negara dengan jumlah yang lebih besar.

Contoh dari tarif pajak progresif ini, yaitu salah satunya adalah Pajak Penghasilan (PPh). Berikut ini
merupakan tarif Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi:

1. Tarif 5% dikenakan bagi Wajib Pajak berpenghasilan hingga Rp 60 juta


2. Tarif 15% dikenakan bagi Wajib Pajak berpenghasilan Rp 60 juta – Rp 250 juta
3. Tarif 25% dikenakan bagi Wajib Pajak berpenghasilan Rp 250 juta – Rp 500 juta
4. Tarif 30% dikenakan bagi Wajib Pajak berpenghasilan di Rp 500 juta - Rp 5 miliar
5. Tarif 35% dikenakan bagi Wajib Pajak berpenghasilan di atas Rp 5 miliar.

(Sumber : Tarif Pajak Proporsional dan Pajak Progresif: Kenali Perbedaannya (pajakku.com) )

Jawaban No. 1.c

Cara Menghitung Pajak Progresif


Dasar perhitungan pajak harus didasarkan pada dua unsur kendaraan,
yaitu:

1.Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB)


NJKB bukan harga pasaran umum melainkan harga atau nilai yang
ditetapkan oleh Dispenda (Dinas Pendapatan Daerah) yang sebelumnya
sudah mendapatkan data dari Agen Pemegang Merek (APM).

2.Efek negatif atas pemakaian kendaraan untuk merefleksikan tingkat


kerusakan jalan

Ini biasanya dinyatakan dalam koefisien yang nilainya satu atau lebih. Untuk
menghitung pajak progresif, dimulai dengan cara mencari NJKB kendaraan.

NJKB diperoleh dengan rumus: (PKB/2) x 100. Nilai PKB (Pajak Kendaraan
Bermotor) bisa Anda temukan di lembar STNK bagian belakang.

Jika sudah mengetahui hasil NJKB, kalikan dengan persentase pajak


progresif. Pastikan persentase sesuai urutan kepemilikan kendaraan.
Selanjutnya, tentukan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas
Jalan (SWDKLLJ) untuk mendapatkan pajak progresif tiap kendaran.
Berikut ini contoh perhitungan pajak progresif mobil:
Ada 4 buah mobil dengan satu merek dan dibeli pada tahun yang sama.
Dari STNK, tertulis PKB mobil sebesar Rp 1.500.000. Kemudian, didapatkan
SWDKLLJ sejumlah Rp 150.000. Berarti, NJKB mobil milik kita adalah:

NJKB: (PKB/2) x 100 = (Rp 1.500.000/2) x 100 = Rp 75.000.000


Maka, pajak progresif tiap kendaraan. Dimulai dari kendaraan pertama
sampai keempat.

Mobil Pertama
PKB: Rp 75.000.000 x 2% = Rp 1.500.000
SWDKLLJ: Rp 150.000
Pajak: Rp 1.500.000 + Rp 150.000 = Rp 1.650.000

Mobil Kedua
PKB: Rp 75.000.000 x 2,5% = Rp 1.875.000
SWDKLLJ: Rp 150.000
Pajak: Rp 150.000 + Rp 1.875.000 = Rp 2.025.000
Mobil Ketiga
PKB: Rp 75.000.000 x 3% = Rp 2.250.000
SWDKLLJ: Rp 150.000
Pajak: Rp 150.000 + Rp 2.250.000 = Rp 2.400.000

Mobil Keempat
PKB: Rp 75.000.000 x 3,5% = Rp 2.625.000
SWDKLLJ: Rp 150.000
Pajak: Rp 150.000 + Rp 2.625.000 = Rp 2.775.000

Cara ini berlaku untuk menghitung pajak mobil kelima, keenam, dan
seterusnya sampai nilai persentase 10%. Dengan perhitungan ini, bisa
diketahui bahwa nilai pajak semakin besar seiring pertambahan jumlah
kendaraan bermotor. Tak hanya itu, NJKB dan SWDKLLJ pun menentukan
biaya yang harus dibayarkan.

Sumber : Aturan Pajak Progresif Kendaraan Bermotor|D4 Komputerisasi Akuntansi


S.Tr.Kom (stekom.ac.id)

Jawaban No. 2.a


Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) merupakan salah satu dari berbagai macam
jenis surat ketetapan pajak. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) ini biasanya akan
diterbitkan atau dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk melakukan proses pembetulan
kekeliruan dalam mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) pajak atau melakukan koreksi fiskal Surat
Pemberitahuan (SPT) pajak dari data yang belum atau tidak dilaporkan.
Apa itu SKPKBT?

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) biasanya akan diterbitkan oleh Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) apabila Wajib Pajak sebelumnya telah diberikan keputusan melalui Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB) pada saat setelah dilakukan penelitian atau pengecekan lebih lanjut, ternyata
masih ada pajak yang kurang dibayarkan Wajib Pajak diluar dari jumlah pajak kurang bayar yang telah
tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebelumnya (SKPKB).

Perbedaan SKPKB dan SKPKBT

Setelah mengetahui definisi dari Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), maka harus
mengetahui juga definisi dari Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) agar mengetahui perbedaan
antara keduanya.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) merupakan surat yang juga dirilis oleh Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) untuk menginformasikan besaran jumlah pokok pajak, jumlah nilai kredit pajak, jumlah
kekurangan bayar pokok pajak, nominal sanksi denda, serta jumlah total nilai pajak yang harus dilunasi
oleh Wajib Pajak terutang.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) diterbitkan dalam rentang 10 tahun sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang yang berlaku, sedangkan Surat Keterangan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT) diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.

Ketentuan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah sebagai berikut:

1. Apabila terdapat hasil pemeriksaan pajak yang nilainya masih tidak dibayarkan atau terutang
2. Surat tidak diberikan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan dan juga sudah diberi
teguran secara tertulis
3. Apabila dari hasil pemeriksaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atau Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) ditemukan selisih lebih pajak atau dikenakan tarif 0%
4. Apabila Wajib Pajak menghindari kewajiban pemeriksaan pajak atau tidak membuat pembukuan
sesuai dengan ketentuan pajak yang berlaku

Sedangkan ketentuan penerbitan dari Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah
sebagai berikut:

1. Apabila dalam penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) menetapkan
bahwa nilainya lebih rendah dibandingkan dengan perhitungan sebenarnya
2. Apabila terdapat proses pengembalian pajak yang ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar (SKPLB) yang notabenenya tidak sewajarnya untuk dilakukan.
3. Apabila terdapat hutang pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) yang lebih rendah
4. Penerbitan dari Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) dilaksanakan Ketika
data awal belum tersedia atau terdapat data baru yang terungkap. Dan dapat mengakibatkan
timbulnya pajak yang belum dibayarkan

Sanksi Administrasi SKPKBT

Sanksi administrasi yang dikenakan adalah berupa kenaikan 100% (seratus persen) dari jumlah
kekurangan pajak tersebut dan ditambah dengan jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT). Namun, sanksi berupa kenaikan tersebut tidak
dikenakan apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) diterbitkan berdasarkan
dengan keterangan tertulis yang dibuat oleh Wajib Pajak atas kehendaknya sendiri, melalui syarat Direktur
Jenderal Pajak belum mulai untuk melakukan Tindakan pemeriksaan dalam rangka menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).

Penerbitan dari Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah dalam jangka waktu 5
tahun, apabila dalam jangka waktu 5 tahun telah lewat, maka Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT) tetap dapat diterbitkan dengan penambahan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak/kurang dibayarkan, dan dalam hal
Wajib Pajak setelah jangka waktu 5 tahun tersebut dipidana karena telah melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan atau tindak pidana karena hal lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara sesuai dengan putusan pengadilan dengan hukum yang tetap.

(Sumber : Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan )

Alasan Diterbitkannya Surat Ketetapan


Pajak Kurang Bayar
Alasan diterbitkannya SKPKB tercantum dalam Pasal 13 Ayat 1 Undang-Undang KUP.
Dijelaskan bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKB dalam jangka waktu 5
tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau
Tahun Pajak dengan beberapa alasan sebagai berikut ini:

1. Hasil Pemeriksaan Pajak Menunjukkan


Pajak Terutang Kurang Dibayar oleh Wajib
Pajak
Berdasarkan hasil pemeriksaan pajak atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau
kurang dibayar. Keterangan lain yang dimaksud adalah dilakukan pemeriksaan data konkret.
Rincian data konkret sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 adalah:

• Hasil klarifikasi atau konfirmasi faktur pajak


• Bukti pemotongan pajak penghasilan (PPh)

• Data perpajakan terkait dengan wajib pajak yang tidak menyampaikan Surat
Pemberitahuan (SPT) dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 Ayat 3 Undang-Undang KUP. Juga setelah menerima surat teguran, wajib
pajak tidak menyampaikan SPT pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam
surat teguran.

• Bukti transaksi atau data yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban
perpajakan wajib pajak.

2. Adanya Surat Teguran


Apabila Surat Pemberitahuan (SPT) tidak disampaikan dalam jangka waktu yang diatur dalam
Pasal 3 Ayat 3 wajib pajak akan menerima surat teguran. Jika setelah diberikan surat teguran
wajib pajak tidak kunjung menyampaikan SPT hingga dilakukan pemeriksaan pajak, maka akan
dikenakan sanksi administrast berupa denda sebesar:

• 50% dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun
pajak

• 100% dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau
kurang dipungut, tidak atau kurang disetor

• 100% dari pajak pertambahan nilai yang tidak atau kurang dibayar.
3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang
Tidak Seharusnya Dikompensasi atau
Dikenai Tarif 0%
Berdasarkan hasil pemeriksaan pajak atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ternyata tidak seharusnya
dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif pajak 0% (nol persen)
atau ekspor. Penerbitan SKPKB dengan alasan ini berdasarkan hasil pemeriksaan pajak, baik
pemeriksaan biasa maupun pemeriksaan data konkret. Pada saat menghitung pajak yang
kurang bayar, pemeriksa menambahkan sanksi administrasi sebesar 100% dari Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang tidak atau
kurang dibayar.

4. Wajib Pajak Tidak Sepenuhnya


Menyelenggarakan Pembukuan
Tidak dipenuhinya kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29,
sehingga tidak dapat diketahui besarnya jumlah pajak yang terutang. Kewajiban perpajakan
yang dimaksud adalah wajib pajak tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan, sehingga
tidak diketahui besarnya pajak yang terutang. Pemeriksa pajak tidak dapat menghitung pajak
terutang sesuai keadaan sebenarnya berdasarkan pembukuan. Dengan keadaan demikian,
maka pemeriksa menghitung pajak tidak berdasarkan pembukuan, tetapi berdasarkan
penghitungan secara jabatan.
5. Wajib Pajak sudah Memenuhi Syarat
Objektif dan Subjektif Memiliki NPWP atau
Menjadi PKP
Apabila kepada wajib pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan/atau
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 Ayat 4a. Hal ini menjadi salah satu alasan bahwa meskipun wajib pajak telah memilih untuk
dikukuhkan sebagai PKP, namun dalam hal kantor pajak memiliki bukti wajib pajak telah
memenuhi syarat sebagai PKP. Maka terhadap wajib pajak tersebut harus diterbitkan SKPKB.
Bagi wajib pajak yang baru terdaftar, SKPKB juga dapat diterbitkan ke tahun pajak sebelum
NPWP terbit.

(Sumber : 5 Alasan Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar - Klikpajak)

Jawaban No. 2.b


Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) merupakan salah satu dari berbagai macam
jenis surat ketetapan pajak. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) ini biasanya akan
diterbitkan atau dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk melakukan proses pembetulan
kekeliruan dalam mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) pajak atau melakukan koreksi fiskal Surat
Pemberitahuan (SPT) pajak dari data yang belum atau tidak dilaporkan.

Apa itu SKPKBT?

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) biasanya akan diterbitkan oleh Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) apabila Wajib Pajak sebelumnya telah diberikan keputusan melalui Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar (SKPKB) pada saat setelah dilakukan penelitian atau pengecekan lebih lanjut, ternyata
masih ada pajak yang kurang dibayarkan Wajib Pajak diluar dari jumlah pajak kurang bayar yang telah
tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebelumnya (SKPKB).

Perbedaan SKPKB dan SKPKBT

Setelah mengetahui definisi dari Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), maka harus
mengetahui juga definisi dari Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) agar mengetahui perbedaan
antara keduanya.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) merupakan surat yang juga dirilis oleh Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) untuk menginformasikan besaran jumlah pokok pajak, jumlah nilai kredit pajak, jumlah
kekurangan bayar pokok pajak, nominal sanksi denda, serta jumlah total nilai pajak yang harus dilunasi
oleh Wajib Pajak terutang.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) diterbitkan dalam rentang 10 tahun sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang yang berlaku, sedangkan Surat Keterangan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(SKPKBT) diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.

Ketentuan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah sebagai berikut:

1. Apabila terdapat hasil pemeriksaan pajak yang nilainya masih tidak dibayarkan atau terutang
2. Surat tidak diberikan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan dan juga sudah diberi
teguran secara tertulis
3. Apabila dari hasil pemeriksaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) atau Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) ditemukan selisih lebih pajak atau dikenakan tarif 0%
4. Apabila Wajib Pajak menghindari kewajiban pemeriksaan pajak atau tidak membuat pembukuan
sesuai dengan ketentuan pajak yang berlaku

Sedangkan ketentuan penerbitan dari Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah
sebagai berikut:

1. Apabila dalam penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) menetapkan
bahwa nilainya lebih rendah dibandingkan dengan perhitungan sebenarnya
2. Apabila terdapat proses pengembalian pajak yang ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar (SKPLB) yang notabenenya tidak sewajarnya untuk dilakukan.
3. Apabila terdapat hutang pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) yang lebih rendah
4. Penerbitan dari Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) dilaksanakan Ketika
data awal belum tersedia atau terdapat data baru yang terungkap. Dan dapat mengakibatkan
timbulnya pajak yang belum dibayarkan

(Sumber : Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan )

Jawaban No. 3.a


Bagi Wajib Pajak Badan, perhitungan PKP didapat dari penghasilan neto. Untuk
mendapatkan angka penghasilan neto yang tepat, maka rumus perhitungannya adalah
sebagai berikut:
Penghasilan neto = penghasilan bruto – pengurang/biaya yang diperkenankan dalam UU
PPh
(Smber : Informasi Lengkap Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak - Ayo! Pajak
(ayopajak.com) )
Jawaban No. 3.b
Penghasilan neto = penghasilan bruto – pengurang/biaya yang diperkenankan dalam UU
PPh
Penghasilan Neto = 32.000.000.000 – 4.000.000.000

Penghasilan Neto = 28.000.000.000

Jawaban No. 3.c

Anda mungkin juga menyukai