Anda di halaman 1dari 21

Trauma Abdomen

1.1 Pengertian
Abdomen merupakan bagian tubuh yang terletak di antaratoraks dan pelvis.
Rongga abdomen yang sebenarnyadipisahkandarironggatoraks di sebelahatas oleh
diafragma dan darirongga pelvis di sebelahbawah oleh suatubidang miring yang
disebut pintu atas panggul. Dapat dikatakan bahwa pelvis termasukbagian dari
abdomen, dan rongga abdomen meliputi juga rongga pelvis. Rongga abdomen
meluas ke atas sampai mencapai rongga toraks setinggi sela iga kelima. Jadi
sebagian rongga abdomen terletak atau dilindungi oleh dinding toraks. Sebagian dari
hepar, gaster dan lien terterdapat di dalamnya.
Rongga abdomen ataucavitas abdominis berisisebagianbesar organ
sistemdigestivus, sebagian organ urinarium, sistem genitalia, lien,
glandulasuprarenalis, dan plexus nervorum. Juga berisi peritoneum yang merupakan
membrane serosa darisistemdigestivus. Kadang-kadangada organ sistemdigestivus
yang sebagianatausementaraterletak di dalamrongga pelvis, misalnya ileum dan
sebaliknyakadang-kadang organ genitalia terdapat di dalamrongga abdomen,
misalnya uterus yang membesar.
Untuk menentukan lokalisasi yang lebih teliti dari rasa nyeri, pembengkakan atau
letak suatu organ, maka abdomen dibagi menjadi sembilan region oleh dua bidang
horizontal yaitu bidang subcostalis dan bidang transtubercularis serta dua bidang
vertikal yang melalui linea mid klavikularis kanan dan kiri. Regio abdomen
tersebutadalah (Wibowo,2007) :
 Atas: hipokondriumkanan-epigastrium-hipokondriumkiri
 Tengah: lateralis kanan-umbilikalis-lateralis kiri
 Bawah: inguinal kanan-hipokondrium-inguinal kiri

1
Proyeksiletak organ dalam abdomen (Wibowo,2007)

Hipokondrium kanan Epigastrium Hipokondrium kiri


Lobus kanan dari hepar Pilorusgaster Lambung
Kantung empedu Duodenum Limpa
Sebagian dari duodenum Pankreas Bagian kaudal dari
Fleksura hepatic dari kolon Sebagian dari hepar pankreas
Sebagian dari ginjal kanan Fleksuralienalis dari kolon
Kelenjar suprarenal kanan Kutub atas dari ginjal kiri
Kelenjar suprarenal kiri
Lumbal kanan Umbilikal Lumbal kiri
Kolon asendens Omentum Mesenterium Kolon desendens
Bagian bawah dari ginjal Bagian bawah dari Bagian bawah dari ginjal kiri
kanan, Sebagian dari duodenum jejunum dan Sebagian jejunum dan
duodenum dan jejunum ileum ileum
Inguinal kanan Hipogastrium Inguinal kiri
Sekum Apendiks Ileum Kolon sigmoid

2
Bagian akhir dari ileum Kandung kemih Ureter kiri
Ureter kanan Uterus (pada kehamilan) Ovarium kiri

Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak diantara toraks
dan pelvis. Rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding (abdominal wall) yang
terbentuk dari otot-otot abdomen, columna vertebralis, dan ilium 5. Untuk membantu
menetapkan suatu lokasi di abdomen, yang paling sering dipakaia dalah pembagian
abdomen oleh dua buah bidang bayangan horizontal dan dua bidang bayangan vertikal.
Bidang bayangan tersebut membagi dinding anterior abdomen menjadi Sembilan
daerah (regiones). Dua bidang diantaranya berjalan horizontal melalui setinggi tulang
rawan iga kesembilan, yang bawah setinggi bagian atas crista iliaca dan dua bidangl
ainnya vertikal di kiri dan kanan tubuhya itu dari tulang rawan iga kedelapan hingga
kepertengahan liga mentum inguinale. Daerah-daerah itu adalah:

1. Hypocondri acadextra meliputi organ: lobus kanan hepar, kantung empedu,


sebagian duodenum fleksura hepatikkolon, sebagian ginjal kanan dan kelenjar
suprarenal kanan.
2. Epigastrica meliputi organ: pilorusgaster, duodenum, pankreas dan sebagian
hepar.
3. Hypocondriaca sinistra meliputi organ: gaster, lien, bagian kaudal pankreas,
fleksura lienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan kelenjar suprarenal kiri.
4. Lateralis dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kanan,
sebagian duodenum dan jejenum.
5. Umbilicalis meliputi organ: Omentum, mesenterium, bagian bawah duodenum,
jejenum dan ileum.
6. Lateralis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kiri,
sebagian jejenum dan ileum.
7. Inguinalis dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal ileum dan ureter
kanan.
8. Pubicameliputi organ: ileum, vesicaurinaria dan uterus (pada kehamilan).
9. Inguinalis sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri dan ovarium kiri.

3
Inervasidinding abdomen oleh nervi (nn) torakalis ke-8 sampai dengan 12. Nervus
(n) torakalis ke-8 setinggi margo kostalis ke-10 setinggi umbilikus, n. torakalis ke-12
setinggi suprainguinal. Peritoneum parietalis yang menutup dinding abdomen depan
sangat kaya saraf somatic sementara peritoneum yang menutup pelvis sangat sedikit
saraf somatic sehingga iritasi peritoneum pelvis pasien sulit menentukan lokasi nyeri.
Peritoneum diafragmatika pars sentralis disarafinervi spinalis C5 mengakibatkan iritasi
pars sentralis diafragma mempunyai nyeri alih di bahu, yang disebut Kehr sign.

Trauma adalah cedera/ruda paksa atau kerugian psikologis atau emosional


(Dorland, 2002). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis
akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001). Trauma perut merupakan luka
pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana
pada penanganan /penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan
tindakan laparatomi (FKUI, 2000).

Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang
dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada
trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer,
2001).Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul
dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).

Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga abdomen yang
mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen, terutama organ
padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus halus, usus besar,
pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan mengakibatkan ruptur abdomen
(Sjamsuhidayat,2002).

Trauma abdomen didefinisikan sebagai cedera yang terjadi anterior dari garis
putting kelipatan inguinal dan posterior dari ujung scapula kelipatan gluteal. Gerakan
pernapasan diafragma memperlihatkan isi intraabdomen yang cedera, pada pandangan
pertama, tampaknya terisolasike dada (Ferman, 2003).

1.2 Etiologi
Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada
abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan

4
kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan
kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau
benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma
abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit
menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.

Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu:

1. Paksaan /benda tumpul


Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan
fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga,
benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50%
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
2. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam
atau luka tembak.

1.3 Klarifikasi
Trauma abdomen pada garis besarnya dibagi menjadi trauma tumpul dan trauma
tajam. Keduanya mempunyai biomekanika, dan klinis yang berbeda sehingga
algoritma penanganannya berbeda.Trauma abdomen dapat menyebabkan laserasi
organ tubuh sehingga memerlukan tindakan pertolongan dan perbaikan pada organ
yang mengalami kerusakan.
Trauma pada abdomen dapat di bagimenjadiduajenis:
a. Trauma penetrasi : Trauma Tembak, Trauma Tusuk
b. Trauma non-penetrasi atau trauma tumpul :diklasifikasikan ke dalam 3
mekanisme utama, yaitu tenaga kompresi (hantaman), tenaga deselerasi dan
akselerasi. Tenaga kompresi (compression or concussive forces) dapat berupa
hantaman langsung atau kompresi eksternal terhadap objek yang terfiksasi.
Misalnya hancur akibat kecelakaan, atau sabuk pengaman yang salah (seat belt

5
injury). Hal yang sering terjadi adalah hantaman, efek nya dapat menyebabkan
sobek dan hematom sub kapsular pada organ padat visera. Hantaman juga
dapat menyebabkan peningkatan tekanan intralumen pada organ berongga dan
menyebabkan ruptur.
Pengeluaran darah yang banyak dapat berlangsung di dalam kavum
abdomen tanpa atau dengan adanya tanda-tanda yang dapat diamati oleh
pemeriksa, dan akhir-akhir ini kegagalan dalam mengenali perdarahan intra
abdominal adalah penyebab utama kematian dini pasca trauma. Selain itu,
sebagian besar cedera pada kavum abdomen bersifat operatif dan perlu
tindakan segera dalam menegakan diagnosis dan mengirim pasien ke ruang
operasi.
c. Trauma tajam
Trauma tajam abdomen adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan
luka pada permukaan tubuh dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum
yang disebabkan oleh tusukan benda tajam. Trauma akibat benda tajam dikenal
dalam tiga bentuk luka yaitu: luka iris atau luka sayat (vulnus scissum), luka
tusuk (vulnus punctum) atau luka bacok (vulnus caesum).
Luka tusuk maupun luka tembak akan mengakibatkan kerusakan jaringan
karena laserasi ataupun terpotong. Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan
menyebabkan transfer energy kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera,
dengan adanya efek tambahan berupa temporary cavitation, dan bisa pecah
menjadi fragmen yang mengakibatkan kerusakan lainnya. Kerusakan dapat
berupa perdarahan bila mengenai pembuluh darah atau organ yang padat. Bila
mengenai organ yang berongga, isinya akan keluar ke dalam ronggaperut dan
menimbulkan iritasi pada peritoneum.
d. Trauma tumpul
Trauma tumpul kadang tidak menimbulkan kelainan yang jelas pada
permukaan tubuh, tetapi dapat mengakibatkan cedera berupa kerusakan daerah
organ sekitar, patah tulang iga, cedera perlambatan (deselerasi), cedera
kompresi, peningkatan mendadak tekanan darah, pecahnya viskus berongga,
kontusi atau laserasi jaringan maupun organ dibawahnya. Mekanisme terjadinya
trauma pada trauma tumpul disebabkan adanya deselerasi cepat dan adanya
organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan (non complient organ) seperti

6
hati, lien, pankreas, dan ginjal. Secara umum mekanisme terjadinya trauma
tumpul abdomen yaitu:
1. Saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di antara
struktur. Akibatnya, terjadi tenaga potong dan menyebabkan robeknya organ
berongga, organ padat, organ visceral dan pembuluh darah, khususnya
pada bagian distal organ yang terkena. Contoh pada aorta distal yang
mengenai tulang torakal mengakibatkan gaya potong pada aorta dapat
menyebabkan ruptur. Situasi yang sama dapat terjadi pada pembuluh darah
ginjal dan pada cervicothoracic junction.
2. Isi intra abdominal hancur diantara dinding abdomen anterior dan columna
vertebra atau tulang toraks posterior. Hal ini dapat menyebabkan ruptur,
biasanya terjadi pada organ-organ padat seperti lien, hati, dan ginjal.
3. Gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan intra-
abdomen yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya biasanya menyebabkan
rupture organ berongga. Berat ringannya perforasi tergantung dar igaya dan
luas permukaan organ yang terkena cedera.Kerusakan organ lunakkarena
trauma tumpul biasanya terjadi sesuai dengan tulang yang terkena seperti
terlihat pada tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2. Pola cedera organ lunak pada trauma tumpul abdomen.

Organ/area yang terkenalangsung Cedera yang mungkinterkait

Fraktur kostakanan Cederahepar

Fraktur kosta kiri Ruptur lien

Kontusiomidepigastrium Perforasi duodenum, cederapankreas

Fraktur prosessustranversalis Cederaginjal

lumbal -

Fraktur pelvis Ruptur VU, cedera urethra

1.4 Patofisiologi
 Trauma Tumpul Abdomen

7
Beberapa mekanisme patofisiologi dapat menjelaskan trauma tumpul abdomen.
Secara garis besar trauma tumpul abdomen (non penetrtaing trauma) dibagi
menjadi 3 yaitu :
1. Trauma kompresi
Trauma kompresi terjadi bila bagian depan dari badan berhenti bergerak,
sedangkan bagian belakang dan bagian dalam tetap bergerak ke depan.
Organ-organ terjepit dari belakang oleh bagian belakang thorako abdominal
dan kolumna vetebralis dan di depan oleh struktur yang terjepit. Trauma
abdomen menggambarkan variasi khusus mekanisme trauma dan
menekankan prinsip yang menyatakan bahwa keadaan jaringan pada saat
pemindahan energi mempengaruhi kerusakan jaringan. Pada tabrakan, maka
penderita akan secara refleks menarik napas dan menahannya dengan
menutup glotis. Kompresi abdominal mengkibatkan peningkatan tekanan
intrabdominal dan dapat menyebabkan ruptur diafragma dan translokasi
organ-organ abdomen ke dalam rongga thorax. Transient hepatic kongestion
dengan darah sebagai akibat tindakan valsava mendadak diikuti kompresi
abdomen ini dapat menyebabkan pecahnya hati. Keadaan serupa dapat
terjadi pada usus halus bila ada usus halus yang closed loop terjepit antra
tulang belakang dan sabuk pengaman yang salah memakainya.
2. Trauma sabuk pengaman (seat belt)
Sabuk pengaman tiga titik jika digunakan dengan baik, mengurangi
kematian 65%-70% dan mengurangi trauma berat sampai 10 kali. Bila tidak
dipakai dengan benar, sabuk pengaman dapat menimbulkan trauma. Agar
berfungsi dengan baik, sabuk pengamna harus dipakai di bawah spina iliaka
anterior superior, dan di atas femur, tidak boleh mengendur saat tabrakan
dan harus mengikat penumpang dengan baik. Bila dipakai terlalu tinggi (di
atas SIAS) maka hepar, lien, pankreas, usus halus, diodenum, dan ginjal
akan terjepit di antara sabuk pengaman dan tulang belakang, dan timbul
burst injury atau laserasi. Hiperfleksi vetebra lumbalis akibat sabuk
yangterlalu tinggi mengakibatkan fraktur kompresi anterior dan vetebra
lumbal.
3. Cedera akselerasi / deselerasi.
Trauma deselerasi terjadi bila bagian yang menstabilasi organ, seperti
pedikel ginjal, ligamentum teres berhenti bergerak, sedangkan organ yang

8
distabilisasi tetap bergerak. Shear force terjadi bila pergerakan ini terus
berlanjut, contoh pada ginjal dan limpa denga pedikelnya, pada hati terjadi
laserasi hati bagian sentral, terjadi jika deselerasi lobus kanan dan kiri sekitar
ligamentum teres.
 Trauma tajam abdomen
Luka tusuk atau pun luka tembak (kecepatanrendah) akan
mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong. Luka
tembak dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energy kinetik
yang lebih besar terhadap organ visera, dengan adanya efek tambahan berupa
temporary cavitation, dan bias pecah menjadi fragmen yang mengakibatkan
kerusakan lainnya. Kerusakan dapat berupa perdarahan bila mengenai
pembuluh darah atau organ yang padat. Bila mengenai organ yang berongga,
isinya akan keluar ke dalam rongga perut dan menimbulkan iritasi pada
peritoneum (Stone,2003).
Luka tembak mengakibatkan kerusakan yang lebih besar, bergantung
jauhnya perjalanaan peluru, besar energy kinetic maupun kemungkinan pantulan
peluru oleh organ tulang, maupun efek pecahan tulangnya. Organ padat akan
mengalami kerusakan yang lebih luas akibat energi yang ditimbulkan oleh peluru
tipe high velocity (American College of Surgeons,2004).

1.5 PemeriksaanPenunjang
 Radiologi
Tes radiologi dapat menyampaikan informasi penting untuk
penatalaksanaan pasien trauma tumpul abdomen. Pemeriksaan radiologi
diindikasikan pada pasien stabil, jika dari pemeriksaan fisik dan lab tidak bisa
disimpulkan diagnosik.
Pasien yang tidak kooperatif, dapat mengganggu hasil tes radiologi dan
dapat beresiko mengalami cedera spinal. Penyebab dari pasien yang tidak
koopertatif ini harus dievaluasi, misalnya karena hipoksia atau cedera otak. Demi
kelancaran, pasien tersebut dapat dipertimbangkan untuk diberi sedatif.
Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, thorax AP, dan
pelvis AP dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan multitrauma. Rontgen
foto abdomen 3 posisi (telentang, setengah tegak dan lateral dekubitus) berguna

9
untuk melihat adanya udara bebas di bawah diafragma ataupun udara di luar
lumen di retroperitoneum, yang kalau ada pada keduanya menjadi petunjuk
untuk dilakukannya laparotomi. Hilangnya bayangan psoas menunjukkan adanya
kemungkinan cedera retroperitoneal. Foto polos abdomen memiliki kegunaan
yang terbatas, dan sudah digantikan oleh CT-scan dan USG
 Computed Tomography ( CT-scan )
CT merupakan prosedur diagnostik yang memerlukan transport penderita
ke scanner, pemberian kontras oral maupun intravena, dan scanning dari
abdomen atas bawah dan juga panggul. Proses ini makan waktu dan hanya
digunakan pada penderita dengan hemodinamik normal. CT-scan mampu
memberikan informasi yang berhubungan dengan cedera organ tertentu dan
tingkat keparahannya, dan juga dapat mendiagnosis cedera retroperitoneum dan
organ panggul yang sukar diakses melalui pemeriksaan fisik maupun DPL.
Kotraindikasi relatif terhadap penggunaan CT meliputi penundaan karena
menunggu scanner, pendrita yang tidak kooperatif, dan alergi terhdap bahan
kontras.

Keuntungan CT-scan :

1. non invasive
- mendeteksi cedera organ dan potensial untuk penatalaksanaan non
operatif cedera hepar dan lien
- mendeteksi adanya perdarahan dan mengetahui dimana sumber
perdarahan retroperitoneum dan columna vetebra dapat dilihat
- imaging tambahan dapat dilakukan jika diperlukan
Kelemahan CT-scan
- kurang sensitif untuk cedera pankreas, diafragma, usus, dan
mesenterium diperlukan kontras intra vena mahal tidak bisa dilakukan
pada pasien yang tidak stabil

10
Gambar 1. Blunt abdominal trauma with Gambar 2. Blunt abdominal trauma with
splenic injury and hemoperitoneum liver laceration

 Ultrasound
Ultrasound digunakan untuk mendeteksi adanya darah intraperitonum
setelah terjadi trauma tumpul. USG difokuskan pada daerah intraperitoneal
dimana sering didapati akumulasi darah, yaitu pada kuadran kanan atas
abdomen (Morison's space antara liver ginjal kanan) kuadran kiri ats abdomen
(perisplenic dan perirenal kiri) Suprapubic region (area perivesical) Subxyphoid
region (pericardiumhepatorenal space)
Daerah anechoic karena adanya darah dapat terlihat paling jelas jika
dibandingkan dengan organ padat di sekitarnya. Banyak penelitian retrospektif
menyatakan manfaat USG pada pasien dengan hemodinamik yang stabil atau
tidak stabil untuk mendeteksi adanya perdarahan intraperitoneal. Beberapa RCT
menunjukkan penggunaan FAST untuk diagnostik akan menghasil pasien
dengan hasil perawatan yang lebih baik.

Keuntungan USG :

- Portable dapat dilaksanakan dengan cepat


- tingkat sesitifitas sebesar 65-95% dalam mendeteksi paling sedikit 100
ml cairan intraperitoneal.
- spesifik untuk hemoperitoneumm tanpa radiasi atau kotras
- mudah dilakuakn pemeriksaan serial jika diperlukan
- tekniknya mudah dipelajari

11
non invasive

- lebih murah dibandingkan CT-scan atau peritoneal lavage

Kelemahan USG

- cedera parenkim padat, retroperitoneum, atau diafragma tidak bisa


dilihat dengan baik
- kualitas gambar akan dipengaruhi pada pasien yang tidak kooperatif,
obesitas, adanya gas usus, dan udara subkutan
- darah tidak bisa dibedakan dari ascites
- tidak sensitif untuk mendeteksi cedera usus.

Gambar 3. Morison pouch normal (tidak Gambar 4. Cairan bebas di Morison

ada cairan bebas) pouch.

12
Metode pemeriksaan ultrasound pada kasus trauma tumpul abdomen adalah
FAST (Focused Abdominal Sonogram for Trauma). Tujuan primer dari FAST adalah
mengidentifikasi adanyan hemoperitonium pada pasien dengan kecurigaan cidera intra-
abdomen. Indikasi FAST adalah pasien yang secara hemodinamik unstable dengan
kecurigaan cedera abdomen dan pasien-pasien serupa yang juga mengalami cedera
ekstra-abdominal signifikan (ortopedi, spinal, thorax, dll.) yang memerlukan bedah non-
abdomen emergensi.

FAST sebaiknya dilakukan oleh ahli bedah yang hadir pada saatitu di IGD/ ICU
sebagai prosedur bedside sementara resusitasi dapat terus berlangsung. FAST
direkomendasikan menggunakan 3,5 atau 5 MHz ultrasound sector transducer probe dan
gray scale ‘B mode’ ultrasound scanning.

Scan dimulaidari sub-xiphoid region di sagittal plane. Probe kemudian digerakkan


ke kanan untuk memeriksa Morrison’s pouch (hepato-renal) (sagittal plane). Setelah itu,
probe digerakkan ke arah kiri untuk menilai kavum spleno-renal (sagittal plane). Pada
keadaan ini, direkomendasikan agar bladder diisikan dengan 200-300 ml dengan larutan
normal steril melalui kateter urin yang kemudian diklem. Cara ini akan memberikan
excellent sonological window untuk memvisualisasi pelvis (transverse plane). Pada pasien
yang dicurigai mengalami cedera bladder, hindari prosedur pengisian di atas. Gantikan
dengan meletakkan kantong berisi saline di atas hipogastrium, dengan demikian akan
menimbulkan acoustic window untuk pelvis.Waktu total yang dibutuhkan untuk seluruh
prosedur ini sebaiknya antara 5-8 menit.

 Diagnostic Peritoneal Lavage

Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) memiliki peran besar pada penatalaksanaan


trauma tumpul abdomen. DPL paling berguna pada pasien yang memiliki resiko tinggi
cedera organ berongga, terutama jika dari CT-scan dan USG hanya terdeteksi sedikit
cairan, dan pada pasien dengan demam yang nyata, peritonitis, atau keduanya. Keadaan
ini berlangsung selama 6-12 jam setelah cedera organ berongga.

Indikasi:

- Perubahan sensorium – cederakepala,intoksikasi alkohol, penggunaan obat


terlarang.
- Perubahanperasaan – cedera jaringan saraf tulang belakang.
- Cedera pada strukturberdekatan – tulangigabawah, panggul, tulang belakang
dari pinggang bawah (lumbar spine).

Pemeriksaan fisik yang meragukan.

13
Secara tradisional, DPL dialakukan melalui 2 tahap, tahap pertama adalah aspirasi
darah bebas intraperitoneal (diagnostic peritoneal tap,DPT). Jika darah yang teraspirasi
10 ml atau lebih, hentikan prosedur karena hal ini menandakan adanya cedera
intraperitoneal. Jika dari DPT tidak didapatkan darah, lakukan peritoneal lavage dengan
normal saline dan kirim segera hasilnya ke lab utuk dievaluasi.

Pasien yang memerlukan laparotomy segera merupakan satu-satunya kontra


indikasi untuk DPL atau DPT. Riwayat operasi abdomen, infeksi abdomen, koagulopati,
obesitas dan hamil trimester 2 atau 3 merupakn kontra indikasi relatif.

Keuntungan DPL/DPT

 triase pasien trauma multisistem dengan hemodinamik yang tidak stabil, melalui
pengeluaran perdarahan intapertoneal
 dapat mendeteksi perdarahan minor pada pasien dengan hemodinamik stabil.

Kelemahan dan komplikasi DPL / DPT

 infeksi lokal atau sistemik ( pada kurang dari 0,3% kasus)


 cedera intaperitoneal positif palsu karena insersi jarum melalui dinding abdomen
dengan hematoma ataupada gangguan hemostasis

Interpertasi DPL

 Pada trauma tumpul abdomen, aspirasi darah sebanyak 10 ml atau lebih pada
DPT menunjukkan kecurigaan lebih dari 90% terhadap adanya cedera
intaperitoneal. Jika hasil lavage pasien yang dikirim ke lab menunjukkan RBC
lebih dari 100.000/mm3 maka dapat dikatakan positif untuk cedera intraabdominal.
Jika hasil aspirasi positif dan adanya peningkatan RBC pada lavge menunjukkan
adanya cedera, terutama viscera padat dan struktur vaskular, namun hal ini tidak
cukup untuk mengindikasikan laparotomi.

Pada pasien dengan fraktur pelvis, harus diwaspadai adanya positif palsu pada DPL.
Walaupun demikian pada lebih dari 85% kasus, pasien fraktur pelvis dengan aspirasi
positif pada DPT mengindikasikan adanya cedera intraperitoneal. Aspirasi negatif pada
pasien fraktur pelvis dengan hemodinamik yang tidak stabil menunjukkan adanya
perdarahan retroperitoneal, jika demikian perlu dilakukan angiography dengan embolisasi.

Peningkatan WBC baru terjadi setelah 3–6 jam setelah cedera, sehingga tidak terlalu
penting pada interpretasi DPL. Peningkatan amilase juga tidak spesifik dan tidak sensitif
untuk cedra pankreas.

14
Kriteriauntuk trauma abdomen yang positif DPL berikuttumpul

Index Positive Equivocal

Aspirate

Blood >10 mL -

Fluid Enteric contents -

Lavage

Red blood cells >1.000.000 / mm3 >20.000 / mm3

White blood cells >1.000.000 / mm3 >500 / mm3

Enzyme Amylase >20 IU/L and Amilase>20 IU/L


alkaline phosphatase >3 or alkaline
IU/L phosphatase >3
IU/L

Bile Confirmed -
biomechanically

15
1.6 Manifestasi Klinis

Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi ke dalam rongga peritonium)

 Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ


 Respon stress simpatis
 Perdarahan dan pembekuan darah
 Kontaminasi bakteri
 Kematian sel

16
Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi ke dalam rongga peritonium)

 Kehilangan darah.
 Memar/jejas pada dinding perut.
 Kerusakan organ-organ.
 Nyeri tekan, nyeriketok, nyerilepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut
 Iritasi cairan usus (FKUI, 1995).
1.7 Terapi
1. Penanganan awal
Trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
a. Stop makanan dan minuman
b. Imobilisasi
c. Kirim ke rumah sakit

Penetrasi (trauma tajam)

a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh
dicabut kecuali dengan adanya tim medis
b. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa
pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah
luka.
c. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan
dimasukkan kembali ke dalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam
tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
d. Imobilisasi pasien
e. Tidak dianjurkan member makan dan minum
f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
g. Kirim ke rumah sakit
2. Penanganan di rumah sakit
a. Segera dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan secepatnya. Jika
penderita dalam keadaan syok tidak boleh dilakukan tindakan selain pemberantasan
syok (operasi)
b. Lakukan prosedur ABCDE.
c. Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.

17
d. Kateter dipasang untuk mengosongkan kandungkencing dan menilai urin yang
keluar (perdarahan).
e. Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi
rangsangan peritoneal :syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera melalui
luka tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas intra peritoneal ;
lavase peritoneal positif ; cairan bebas dalam rongga perut)
f. Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan
trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma, abdominal free air,
evisceration) harus segera dilakukan pembedahan
g. Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative
berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT
h. Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
i. Pemberian O2 sesuai indikasi
j. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
k. Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman penetrasi dan
keterlibatan intraperitoneal
l. Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi steril) untuk
menunjukkan gangguan peritoneal ;jika peritoneum utuh, pasien dapat dijahit dan
dikeluarkan
m. Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan pembedahan
n. Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan
pembedahan
3. Penatalaksanaan Kedaruratan
a. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi) sesuai
indikasi.
b. Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ;gerakkan dapat menyebabkan
fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar dan menimbulkan
hemoragimasif.
c. Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta system saraf.
d. Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan.
e. Gunting baju dari luka.
f. Hitung jumlah luka.
g. Tentukan lokasi luka masuk dan keluar.

18
h. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedera abdomen,
khususnya hati dan limpa mengalami trauma.
i. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan dilakukan.
j. Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendungan luka dada.
k. Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan cepat dan memperbaiki
dinamika sirkulasi.
l. Perhatikan kejadian syok setelah respon sawal terjadi terhadap transfusi ;ini sering
merupakan tanda adanya perdarrahan internal.
m. Dokterdapatmelakukanparasentesisuntukmengidentifikasitempatperdarahan.
n. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka
lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan mencegah
komplikasi paru karena aspirasi.
o. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah untuk
mencegah n kekeringan visera.
p. Fleksikan lutut pasien ;posisi ini mencegah protusi lanjut.
q. Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik dan muntah.

19
DAFTAR PUSTAKA

Stone, CK, 2003. Current Diagnosis & Treatment Emergency Medicine. 6th edition. USA : The
McGraw-Hill Companies, Inc.

Fermann, GJ, 2003. Emergency Medicine-An Approach to Clinical Problem Solving. In:
Hamilton, et al., Emergency Medicine-An Approach to Clinical Problem Solving. 2nd edition.
USA : W. B. Saunders Company.

Wibowo, D.S., dan Paryana, W., 2007. Dinding Abdomen. AnatomiTubuhManusia. GrahaIlmu.
Yogyakarta: 273-279.

Williams, et al., 2008. Bailey & Love’s Short Practice of Surgery. 25th edition. UK: Edward
Arnold Ltd.

Beauchamp,et al.,2008. Townsend: Sabiston Textbook of Surgery. 18th edition. USA :Elvesier,
Inc.

Brunicardi, FC, 2007. Schwartz’s Principles of Surgery.8th edition. USA: The McGraw-Hill
Companies, Inc.

American College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support UntukDokterEdisi 7. Jakarta:


IKABI, 2004, Bab 5; Trauma Abdomen.

Offner, P., 2013. Penetrating Abdominal Trauma Treatment & Management. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/2036859-treatment [Accessed 26 June 2013]

Wilkinson, D.A, 2000. Primary Trauma Care. Available


from :http://www.primarytraumacare.org/wpcontent/uploads/2011/09/PTC_ENG.pdf [Accessed
26 June 2013]

Isenhour J.L., Marx J., 2007. Advances in abdominal trauma. Emerg Med Clin N Am 25 (2007),
pg 713–733. Available from: http:// emed.theclinics.com. [ Accessed on: 26 Jun 2013]

20
Stanton-Maxey K.J, et al. 2011. Penetrating Abdominal Trauma. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/2036859-overview [Accessed on 27 Jun 2013]

Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. 2001. KapitaSelektaKedokteranJilid1.FKUI : Media Aesculapius

Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2001. KeperawatanMedikal-BedahBrunner and Suddarth   Ed.8 Vol.3. :


Jakarta: EGC.

Suddarth& Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC

21

Anda mungkin juga menyukai