Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

TRAUMA ABDOMEN

OLEH

SRI HERDINA

NIM : 2215142013588

DOSEN PEMBIMBING:
Ns. RENI CHAIDIR, S. Kep. M. kep

MAHASISWA TRANSFER S1KEPERAWATAN


UNIVERSINAS MOHAMMAD NATSIR
BUKITTINGGI TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji kehadirat Allah SWT, pencipta alam semesta, tidak lupa
sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad saw. karena atas
rahmat dan karunia Allah tugas ini dapat kami selesaikan. Tidak lupa kami ucapkan terima
kasih kepada dosen pembimbing, dan teman – teman semua yang telah
berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini. Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas
akademik terstruktur keperawatan gawat darurat Program Studi S1 Keperawatan dan untuk
memudahkan mahasiswa dalam memahami makalah ini. Demikianlah makalah ini kami
susun. Dengan harapan dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, semua krtik
dan saran senantiasa kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini agar menjadi lebih
baik.

Payakumbuh, 2023
Penulis
BAB I

1. PENDAHULUAN

Trauma adalah luka atau cedera pada jaringan. Trauma atau yang disebut
injury atau wound, dapat juga diartikan sebagai kerusakan atau luka yang
disebabkan olehtindakan-tindakan fisik dengan terputusnya kontinuitas normal
suatu struktur (Dorland, 2002). Trauma merupakan suatu masalah kesehatan yang
cukup serius karena sering terjadi pada subjek usia muda.
Trauma abdomen dibagi menjadi dua tipe yaitu trauma tumpul abdomen
dan trauma tembus abdomen. (Guillon, 2011). Trauma abdomen merupakan luka
pada isi rongga perut dapat terjadi dengan Tassya Fatimah Taufik, Faisol
Darmawan | Laporan Kasus Trauma Tusuk Abdomen dengan atau tanpa
tembusnya dinding perut dimana pada penanganannya lebih bersifat kedaruratan
dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (Sjamsuhidajat, 2004).
Trauma abdomen, merupakan penyebab kematian yang cukup sering
ditemukan, sekitar 7 – 10% dari pasien trauma (Costa, 2010). Ada 2 jenis trauma
abdomen yang dikenal dalam dunia medis, yaitu: Trauma tumpul abdomen adalah
trauma yang disebabkan oleh benturan benda tumpul padaperut. Trauma ini
bisadisebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja, pukulan pada perut,
cedera saat berolahraga atau jatuh dari ketinggian. Trauma tajam abdomen
merupakan trauma yang disebabkan oleh tusukan atau perlukaan oleh benda tajam
pada perut. Trauma tumpul biasanya timbul dari akibat kecelakaanlalu lintas, atau
dapat pula akibat kekerasan atau penganiyaan. Organ yang paling sering
mengalami cedera adalah hepar(lebih dari 60% kasus) diikuti limpa dan
usus.Trauma tajam dapat menyebabkan kerusakan jaringan dengan laserasi dan
memotong. Luasnya kerusakan jaringan tergantung pada mekanisme traumanya
yaitu luka tusuk atau luka tembak. (Merrick C, dkk, 2018)
Di Indonesia, didapatkan bahwa prevalensi cedera secara nasional adalah
sebesar 8,2%, dimana prevalensi tertinggi ditemukan di Sulawesi Selatan (12,8%)
dan terendah di Jambi (4,5%). Penyebab cedera secara umum yang terbanyak
adalah jatuh (40,9%) dan kecelakaan sepeda motor (40,6%), selanjutnya penyebab
cederakarena terkena benda tajam/tumpul (7,3%), transportasi darat lain (7,1%)
dan kejatuhan (2,5%). Penyebab cedera transportasi sepeda motor tertinggi
ditemukan di Bengkulu (56,4 persen) dan terendah di Papua (19,4%) (Riskesdas,
2013) Ada 2 pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu : Pemeriksaan
diagnostik dan Pemeriksaan khusus. Pemeriksaan Diagnostik meliputi 5 bagian
yaitu: Pemeriksaan darah rutin, Pemeriksaan urine rutin, Foto thoraks; Untuk
melihat adanya trauma pada thorak, Plain abdomen foto tegak, VP (Intravenous
Pyelogram),Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL), Ultrasonografi dan CT Scan.
Sedangkan Pemeriksaan khusus meliputi : Abdomonal Paracentesis, Pemeriksaan
Laparoskopi dan bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-
sigmoidoskopi
BAB II
1. Defenisi

Trauma abdomen adalah pukulan / benturan langsung pada rongga


abdomen yang mengakibatkan cidera tekanan/tindasan pada isi rongga abdomen,
terutama organ padat (hati, pancreas, ginjal, limpa) atau berongga (lambung, usus
halus, usus besar, besar, pembuluh pembuluh – pembuluh darah abdominal) dan
mengakibatkan ruptur abdomen. (Temuh Ilmiah Perawat Bedah Indonesia, 13 Juli
2000).
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional
(Dorland, 2002). Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa
trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak dan tembus serta
trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). isengaja (Smeltzer,
2001).
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan
atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada
penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan
tindakan laparatomi (FKUI, 1 laparatomi (FKUI, 1995).
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen
yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ
(Sjamsuhidayat, 1997).

2. Etiologi

Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada
abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan
kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan
kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau
benda tumpul lainnya. Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka
tembak yang menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka
tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka
tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.
Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu : 1.
Paksaan /benda tumpul Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam
rongga peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh,
kekerasan fisik atau pukulan, pukulan, kecelakaan kecelakaan kendaraan
kendaraan bermotor, bermotor, cedera akibat berolahraga, berolahraga, benturan,
benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50%
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. 2. Trauma tembus Merupakan trauma
abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus pada
abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.
3. Anatomi fisiologis

Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak


diantara toraks dan pelvis. Rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding
(abdominal wall) yang terbentuk dari dari otot-otot abdomen, columna
vertebralis, dan ilium.5
Untuk membantu menetapkan suatu lokasi di abdomen, yang paling
sering dipakai adalah pembagian abdomen oleh dua buah bidang bayangan
horizontal dan dua bidang bayangan vertikal. Bidang bayangan tersebut
membagi dinding anterior abdomen menjadi sembilan daerah (regiones).
Dua bidang diantaranya berjalan horizontal melalui setinggi tulang rawan
iga kesembilan, yang bawah setinggi bagian atas crista iliaca dan dua bidang
lainnya vertikal di kiri dan kanan tubuh yaitu dari tulang rawan iga
kedelapan hingga ke pertengahan ligamentum inguinale.5,13 Daerah-daerah
itu adalah:
1) hypocondriaca dextra

2) epigastrica

3) hypocondriaca sinistra

4) lateralis dextra

5) umbilicalis

6) lateralis sinistra
7) inguinalis dextra

8) pubica

9) inguinalis sinistra

Gambar 1. Bidang bayang pembagian abdomen14


Proyeksi letak organ abdomen yaitu:

1) Hypocondriaca dextra meliputi organ: lobus kanan hepar, kantung


empedu, sebagian duodenum fleksura hepatik kolon, sebagian
ginjal kanan dan kelenjar suprarenal kanan.
2) epigastrica meliputi organ: pilorus gaster, duodenum, pankreas dan
sebagian hepar.
3) hypocondriaca sinistra meliputi organ: gaster, lien, bagian kaudal
pankreas, fleksura lienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan
kelenjar suprarenal kiri.
4) lateralis dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal
kanan, sebagian duodenum dan jejenum.
5) Umbilicalis meliputi organ: Omentum, mesenterium, bagian bawah
duodenum, jejenum dan ileum.
6) Lateralis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal
kiri, sebagian jejenum dan ileum.
7) Inguinalis dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal
ileum dan ureter kanan.
8) Pubica meliputi organ: ileum, vesica urinaria dan uterus (pada
kehamilan).
9) Inguinalis sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri dan
ovarium kiri.15

4. Farmakologi
Menurut Smeltzer, (2002) penatalaksanaan adalah :

1. Abdominal paracentesis menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium


dan indikasi dilakukan laparatomi.
2. Pemasangan NGT memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma
abdomen
3. Pemberian antibiotik mencegah infeksi
4. Pemberian antibiotika IV pada penderita trauma tembus atau pada trauma tumpul
bila ada persangkaan perlukaan intestinal.
5. Penderita dengan trauma tumpul yang terkesan adanya perdarahan hebat yang
meragukan kestabilan sirkulasi atau ada tanda-tanda perlukaan abdomen lainnya
memerlukan pemb perlukaan abdomen lainnya memerlukan pembedahan
6. Prioritas utama adala tas utama adalah menghentikan perda kan perdarahan yang an
yang berlangsung. Gumpalan kassa dapat menghentikan perdarahan yang berasal dari
daerah tertentu, tetapi yang lebih penting adalah menemukan sumber perdarahan itu
sendiri
7. Kontaminasi lebih lanjut oleh isi usus harus dicegah dengan mengisolasikan bagian
usus yang terperforasi tadi dengan mengklem segera mungkin setelah perdarahan
teratasi.

5. Terapi diet
Pasien dipuasakan dan dipasang NGT (Nasogastrik tube) utnuk membersihkan
perdarahan saluran cerna, meminimalkan resiko mual dan aspirasi, serta bila tidak ada
kontra indikasi dapat dilakukan lavage.

6. Pencegahan primer
 Upaya yang dilakukan perawat untuk mencegah primer meliputi:
1. Penyuluhan kepada masyarakat luas melalui swadaya masyarakat dan
Lembaga social lainnya.
2. Program penyuluhan diarahkan kepada masyarakatuntuk menggunakan
pengaman pada kepala dan badan misalnya: penggunaan jaket pada
pengendara untuk melindungi bagian perut.
3. Serta APD yang sesuai standar bagi para pekerja
7. Pencegahan sekunder
Lakukan pemeriksaan fisik secara cermat
8. Pencegahan tersier
1. Pada trauma limpa:
 Imunisasi ritin dengan vaksin pneumuccocus, dilakukan pada pasien yang
baru menjalani splenektomi yang baru pulang dari rumah sakit, untuk
mengurangi resiko overwhelming postsplenectomy(OPSI)
 Pada pasien yang mengalami hematoma limpa subcapsular menghindari
aktifitasyang berat dan olahraga fisik selama kurang lebih 3 bulan untuk
mencegah terjadinya perdarahan ulang yang menyebabkan ruptur limpa.
2. Pada pasien yang mengalami cedera colon
 Pasien yang diduga cidera colon atau rectum harus diberikan profilaksis
antibiotic parenteral untuk mengatasi kuman-kuman gram negative aerob
(seperti Escherichia coli) dan anerob (seperti bacteroides fragilis)
sehingga kadar darah yang adekuat dapat dicapai pada saat laparatomi.
3. Pada cedera vascular abdomen : tindakan untuk mencegah hipotermi:
 Menghangatkansemua cairan infus kristaloid dan darah
 Menggunakan rangkaian proses pemanasan lewat ventilator
 Memberikan selimut hangat dan memasang lampu
 Menutup kepala pasien
BAB III

ASKEP TEORITIS

A. Pengkajian

Dasar pemeriksaan fisik ‘head to toe’ harus dilakukan dengan singkat tetapi
menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki.

Pengkajian data dasar menurut Brunner & Suddart (2001), adalah :

1. Aktifitas/istirahat
 Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas,
 Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam
keseim Bangan cedera (trauma)

2. Sirkulasi
 Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu),
polanapas (hipoventilasi, hiperventilasi, dll).

3. Integritas ego

 Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau


dramatis)
Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.

4. Eliminasi
 Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau
mengalami gangguan fungsi.

5. Makanan dan cairan


 Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami perubahan Selera
makan.
 Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.

6. Neurosensori.
 Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo
 Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma,
perubahan status mental,Kesulitan dalam menentukan
posisi tubuh.
7. Nyeri dan kenyamanan
 Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan
lokasi yang
berbeda, biasanya lama.
 Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.

8. Pernafasan
 Data Subyektif : Perubahan pola nafas.

9. Keamanan

 Data Subyektif : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan.


 Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.
B. Diagnosa keperawatan

1. Kekurangan volume vcairanberhubaungan dengan perdarahan


2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cidera tusuk
4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat

C. Intervensi keperawatan

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan


perdarahan Tujuan: terjadi keseimbangan cairan
Terpenuhi intervensi:
 Kaji tanda- tanda vital
Rasional: untuk mengidentifikasi deficit volume cairan
 Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotic dan vitamin
Rasional: mengidentifikasi keadaan perdarahan
 Kaji tetesan infus
Rasional: awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan
 Kolaborasi: berikan cairan parenteral sesuai indikasi
Rasional: cairan parenteralmembantu memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh
 Kolaborasi tranfusi darah
Rasional: menggati darah yang keluar
2. Nyeri berhubungan dengan agen cidera biologis
Tujuan: nyeri teratasi
Intervensi:
 Kaji karakteristik nyeri
Rasional: mengetahui tingkat nyeri klien
 Beri posisi semi fowler
Rasional: mengurangi kontraksi abdomen
 Anjurkan terknik manajemen nyeri seperti distraksi
Rasional: membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan
perhatian
 Kolaborasi dalam penggunaan analgetik membatu mengurangi
nyeri Rasional: analgetik membantu mengurangi nyeri
 Managemen lingkungan yang nyaman
Rasional: lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien
3. Resiko infeksi berhubugan dengan pertahana tubuh primer yang tidak adekuat
(trauma jaringan)
Tujuan: infeksi tidak terjadi/terkontrol. Kriteria hasil:
 Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus
 Luka bersih tidal lembab dan tidak kotor
 Tanda-tanda vital dalam batas normal dan dapat ditoleransi
intervensi:

 Pantau tanda-tanda vital


Rasional:mengetahui keadaan umum
pasien
 Lakukan perawatan lukadengan
teknikaseptik Rasional: mencegah infeksi
lebih lanjut
 Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi dalam pemeriksaan darah
seperti hb dan leukosit
Rasional:memberikan data penunjangtentang resiko infeksi
 Kolaborasi untuk pemberian antibiotic
Rasional: membunuh mikroorganisme penyebab infeksi

D. Implementasi

Adapun macam- macam implementasi keperawatan atau pelaksaan keperawatan


terdiri dari:
 Implementasi keperawatan independenadalah tindakan yang dilakukan
perawat yang tidak membutuhkan arahan dari professional kesehatan
lainnya.
 Implementasi keperawatan dependen adalah tindakan yang dilakukan
perawat berdasarkan arahan dari dokter atau professional lainnya.
 Implementasi keperawatan kolaboratif adalah tindakan yang dilakukan
perwatberdasarkan adanyan gabungan pengetahuan, keterampilan, dan
keahlian dari berbagai professional kesehatan lainnya.
E. Evaluasi

Evaluasi keperawatan adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan


keaadaan pasien (hasil yang diamati)dengan tujuan dan kriteriahasil yang perawat
buat pada perencanaan. (budiono dan pertami,2015)
BAB IV

EBN
Judul jurnal: Efektifitas Ketepatan Triage Trauma Terhadap Aktivasi Kode Trauma Pada
Pasien Trauma Kategori Merah Di Instalasi Gawat Darurat:

Question:
Apakah sistem triase trauma yang efisien dapat membantu tenaga kesehatan dalam
mengidentifikasi kondisi yang mengancam jiwa?

Problem:
Gawat darurat trauma dapat terjadi setiap saat, terjadi disemua tempat dan dapat dialami
semua orang. Kecepatan dan ketepatan pertolongan pada kondisi gawat darurat trauma,
sangat menentukan hasil dari pertolongan yang diberikan. Pertolongan terhadap pasien
trauma di Instalasi Gawat Darurat dimulai saat petugas triase menerima pasien. Proses
triase memilahpasien sesuai dengan kondisi gawat darurat pasien menggunakan parameter
tingkat kesadaran, status pernafasan dan status sirkulasi pasien.

Evidence baced:

Angka kejadian trauma menurut data WHO tahun 2015 menyatakan bahwa 4,7 juta
kematian akibat cedera terjadi diseluruh dunia, terdapat 8,5% dari semua kematian
yang hampir 90% dialami Negara berpenghasilan rendah dan menengah. Untuk itu perlu
dilakukan upaya meningkatkan efisiensi dan kualitas pertolongan terhadap pasien trauma,
serta peningkatan kualitas pelayanan keperawatan gawat darurat pasien trauma dalam
menetapkan prioritas intervensi, dan memfasilitasi pengambilan keputusan berdasarkan
bukti, perencanaan kebijakan dan pengembangan sistem perawatan trauma yang lebih
baik (Linda C. Chokotho,2019).Angka kematian yang sangat tinggi tersebut tentunyadapat
ditekan dengan upaya optimalisasi pertolongan kegawatdaruratan terhadap kasus trauma
yang menimpa masyarakat. Upaya yang dapat dilakukansalah satunya dapat dengan
membuat sistem layanan trauma yang fektif dan efisien yaitu menciptakan sistem “Aktivasi
Kode Trauma”, dilengkapi dengan fasilitas pelayanan trauma yang memadai Data dari
WHO dan CDC (ATLS, 2018) lebih dari 9 orang meninggal setiap menit karena cedera atau
kekerasan, dan 5,8 juta orang dari segala usia dan kelompok ekonomi lemah setiap
tahunnya meninggal.
Implementasi
Dari beberapa peneilitian di atas terdapat kelebihan dan kekurangan seperti yang sudah
dijelaskan, dalam pengaplikasiannya tentu harus dapat dilakukan penyempurnaan atau
modifikasi demi hasil yang lebih baik dari penilaian skor trauma, sehingga proses triase
trauma dapat semakin baik. Untuk itulah maka sangat penting diketahui dan dapat
diterapkan mengenai ketepatan triase pada pasien trauma multipel yang datang ke IGD agar
dapat memberikan pelayanan kegawatdaruratan yang cepat, tepat dan handal yang dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien trauma. Dan mencerminkan pelayanan gawat darurat
yang berkualitas dengan menurunnya angka mortalitas dan morbiditas pasien trauma.
Pemilahan pasien trauma yang dilakukan secara cepat dan tepat berdasarkan kondisi Klinis
pada saat datangdi IGD sangat menentukan tindak lanjut penanganan terhadap pasien
trauma.

Literatur:
Efektifitas Ketepatan Triage Trauma Terhadap Aktivasi Kode Trauma Pada Pasien Trauma
Kategori Merah Di Instalasi Gawat Darurat
https://ejurnal.poltekkesjakarta3.ac.id/index.php/JKep/article/view/340

Anda mungkin juga menyukai