Sema Dan Uu Terkait
Sema Dan Uu Terkait
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
1
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
2
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
d. Demikian juga di
antara Hakim Agung
masih ada perbedaan
pendapat mengenai
batas waktu itu;
3
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
4
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
8
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
3 - Hakim dalam
Judex Facti sering menerima
memeriksa dan
perkara dari JPU dengan memutus perkara
penerapan pasal dan Undang- tetap berpedoman
Undang yang tidak sesuai, pada surat dakwaan.
tetapi Judex Factie tidak bisa
mengkoreksi karena terikat
dengan KUHAP yang
mewajibkan memeriksa
perkara sesuai dakwaan.
Pertanyaannya: Apakah
Mahkamah Agung sebagai
Judex Juris bisa menerapkan
Undang-Undang dan pasal
yang sesuai ?
Contoh :
- Perkara-perkara yang
menimbulkan kematian
orang, lebih sering
digunakan pasal
pembunuhan karena
desakan masyarakat.
- Pencurian ringan,
digunakan pasal yang lebih
berat seperti pencurian
kayu dengan digunakan
UU tentang Kehutanan.
4 Mengenai alasan pemaaf dan Pada prinsipnya tidak
pembenar di luar ketentuan dibenarkan alasan-alasan
Undang-Undang : pemaaf dan pembenar
9
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
11
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
6 Bagaimana penerapan
hukumnya ketentuan Pasal
141 KUHAP yang
menggariskan kewajiban
Jaksa/Penuntut Umum
sebagai berikut :
Pasal 141:
Penuntut Umum dapat Hal tersebut merupakan
melakukan penggabungan kewenangan
perkara dan membuatnya Jaksa/Penuntut Umum.
dalam satu surat dakwaan,
apabila pada waktu yang
sama atau hampir bersamaan
ia menerima beberapa berkas
perkara dalam hal :
a. Beberapa tindak
pidana yang dilakukan
oleh seorang yang
sama dan kepentingan
pemeriksaan tidak
menjadikan halangan
terhadap
penggabungannya;
b. Beberapa tindak
pidana yang
bersangkut-paut satu
dengan yang lain;
c. Beberapa tindak
pidana yang tidak
bersangkut-paut satu
dengan yang lain,
12
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
ancaman pidananya 5
tahun ke atas, Tdw
wajib didampingi PH,
tetapi Tdw tetap
menyatakan menolak
didampingi PH.
Catatan :
Penolakan Tdw dalam
angka 1 dan 2
tersebut di atas sudah
disebutkan dengan
jelas dalam Berita
Acara Penyidikan dan
BA. Persidangan;
Bila nyata-nyata hak
Tdw dilanggar, maka
JJ wajib mengoreksi
putusan JF dengan
membuat “Penetapan”
mengembalikan
berkas perkara ke PN
untuk diperiksa dan
diputus sesuai
KUHAP;
9 Pemeriksaan / pembuktian Hakim dapat langsung
dakwaan yang bersifat menunjuk dakwaan
alternatif dalam putusan alternatif mana yang
Hakim tingkat pertama: paling relevan dengan
a. Sebagian Hakim fakta-fakta persidangan
dalam putusannya dan atau yang lebih
memeriksa semua mudah pembuktiannya.
dakwaan baru
kemudian menyatakan
dakwaan yang mana
yang terbukti;
14
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
b. Sebagian Hakim
lainnya langsung
memeriksa dakwaan
yang dianggap paling
relevan dengan fakta-
fakta persidangan;
Dakwaan kedua :
- Primair : Pasal 3 huruf a
Undang-undang Tindak
Pidana Pencucian Uang;
- Subsidair : Pasal 3 huruf
b Undang-Undang
Tindak Pidana
Pencucian Uang;
- Lebih Subsidair : Pasal 3
huruf c Undang-undang
tindak Pidana Pencucian
Uang;
15
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
Proses Pemeriksaaan -
Putusan :
a. Di tingkat Pertama :
Terbukti Tindak Pidana
Korupsi
b. Di Tingkat banding :
Terbukti Tindak Pidana
Korupsi
c. Di Tingkat Kasasi :
Terbukti tindak pidana
korupsi dan pencucian
uang, dengan 2 (dua)
bentuk pemidanaan
sekaligus, yakni :
- Tindak pidana Korupsi =
6 Th
- Tindak Pidana
Pencucian uang = 6 Th
Total pemidanaan = 12 Th
PERMASALAH HUKUM :
a. Bagaimana penerapan a. pabila dalam suatu
hukum tentang ajaran perkara Terdakwa di
concursus/samenloop dakwa dengan dakwa-
jika kasus tersebut an kumulatif, dan lebih
dikategorikan/ dari satu dakwaan
dipandang sebagai yang terbukti maka
gabungan perbuatan dijatuhkan pidana
dengan ajaran yang tidak boleh
concursus realis? melebihi ancaman
maksimum pidana
terberat di tambah 1/3.
16
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
17
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
18
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
sedangkan amar-
nya benar, maka
amar kasasi
“Tolak Perbaikan”
cukup pertimbangan
hukumnya.
20
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
21
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
dakwaan. Hakim
tetap berpegang
dengan Pasal 3,
namun pidana dan
dendanya dapat
ditinggikan.
23
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
Pendapat ke-2:
Kalau memang
dinyatakan secara
tegas dalam suatu UU
bahwa hal tersebut
adalah tindak pidana
korupsi maka UU
Tipikor diterapkan,
atau sebaliknya.
25
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
Catatan:
Solusi permasalahan ini
ditunda, sambil
menunggu usul MA untuk
merevisi Pasal ini (Prof.
Surya Jaya & Prof Krisna
diminta Pimpinan rapat
untuk menyiapkan bahan
revisinya).
26
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
27
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
28
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
17
Pendapat pertama:
Pasal 5 Undang-Undang
Kewenangan mengadili
Nomor 46 Tahun 2009 me-
seorang TNI yang
nyatakan Pengadilan Tipikor
didakwa melakukan
merupakan satu-satunya
Tipikor ada pada
pengadilan yang berwenang
Pengadilan Militer
memeriksa, mengadili dan
(patokannya adalah
memutus perkara Tipikor. Ada
pelakunya).
dua pendapat tentang kewe-
nangan mengadili seorang
29
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
32
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
a. Dalam perkara
22 Bagaimana status “kekayaan
perdata, memakai
negara yang dipisahkan”? ketentuan UU
Seandainya dijadikan Keuangan Negara
penyertaan modal dalam dan turunannya.
BUMN apakah UTANG-
PIUTANG BUMN merupakan b. Dalam perkara pidana
UTANG-PIUTANG Negara? merujuk kepada
ketentuan UU Tindak
Apakah Fatwa MA No.
Pidana Korupsi.
WKMA/Yud/20/VIII tanggal 16 Apabila unsur dari
Agustus 2006 tetap akan tindak pidana korupsi
dipertahankan? terpenuhi khususnya
terdapat kerugian
negara dan unsur
memperkaya, maka
33
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
tetap merupakan
tindak pidana korupsi.
D. KASUS-KASUS
Pertanyaan/Masalah Hukum:
- Apakah tindakan penyidik
dan Jaksa/Penuntut
Umum yang menyicil
secara bertahap penga- Hakim mengadili berda-
juan “KASUS GAYUS sarkan surat dakwaan
TAMBUNAN’ ini tidak ber- Jaksa/Penuntut Umum.
tentangan dengan tertib
hukum acara pidana?
34
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
in casu tidak
melibatkan B dan
C (PT.ANGIN
PUYUH) tersebut
dengan alasan
hukum perbuatan
B dan C sebagai
Kontraktor
berjalan sesuai
Bestek-Bestek,
dengan
menyelesaikan
pekerjaan yang
hasilnya baik.
JPU : Jaksa/Penuntut
umum memasang
ketentuan pasal
55 KUHP
terhadap dakwaan
A, karena B dan C
sebagai Rekanan
turut
menandatangani
Berita Acara
Penyelesaian
Proyek Flu
Burung tersebut.
37
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
HAKIM TK BANDING :
- Memperbaiki Putusan
Tingkat Pertama, dengan
menambah pemidanaan 4
tahun dengan memasang
kembali ketentuan Pasal 55
KUHP.
Pertanyaan/Masalah Hukum:
a. Dapatkah diterapkan Psl
55 KUHP, jika
Terdakwanya hanyalah
seorang diri dan tidak ada
Terdakwa lain?
b. Bagaimana ajaran
Deelnemingsleer, yang
mensyaratkan bahwa
ketentuan Psll 55 KUHP
baru diterapkan apabila
Terdakwanya lebih dari 1
(satu) orang jadi mutlak 2
atau 3 orang ….. dst…
38
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
c. Mahkamah Agung RI
selaku Judex Juris perlu
meluruskan hal ini guna
terciptanya penerapan
hukum yang benar !
39
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
Tambahan :
1. Kasus-Kasus yang 1. Ketentuan Pasal 244
diartikan salah penerapan KUHAP dan praktek
hukumnya oleh yurisprudensi masih
masyarakat seperti, tetap dipertahankan.
dibolehkannya kasasi (Usul: revisi Pasal 244
JPU terhadap Putusan KUHAP, diajukan oleh
Bebas yang oleh Prof.Dr.Krisna
KUHAP tidak dibenarkan. Harahap, SH.MH.).
40
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
41
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
berpendapat bahwa
penyelesaiannya
masuk dalam rana
perdata. Dengan
demikian putusan JJ
menyatakan “tolak
kasasi”.
2. Pendapat kedua :
penyelesaiannya
secara kasuistis, tidak
semua perkara pidana
yang mengandung
suatu ikatan perjan-
jian diselesaikan
dalam ranah perdata,
apabila dapat dibukti-
kan ada unsur itikad
buruk, dengan senga-
ja untuk memiliki
dengan melawan
hukum maka masuk
dalam ranah pidana.
dengan Pidana
yang dijatuhkan JF,
apabila MA berpen-
dapat terdapat alasan
yang mendasar /
elementer, contoh
kasus: Amir merasa
lapar kemudian men-
curi ubi / singkong
dua biji untuk dima-
kan. JF menjatuhkan
Pidana 1 tahun 6
bulan. Dari segi
normatif JF sudah
tepat dan tidak salah,
tetapi dari segi
keadilan tentu saja
tidak memenuhi rasa
keadilan. Apakah MA
membiarkan masalah
semacam ini ? Prinsip
dasar putusan meng-
andung tiga aspek
yaitu yuridis,
sosiologis, dan
filosofis.
2. Pendapat kedua : JJ
tidak dapat
memperbaiki pidana
yang dijatuhkan JF
kecuali terdapat
alasan hukum lain
44
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
dirumuskan dalam
surat dakwaan.
2. Pendapat kedua : JF
tidak dapat dibenar-
kan menjatuhkan pi-
dana tambahan yang
tidak didakwakan
dalam surat dakwaan,
sebab dakwaan
merupakan dasar
pemeriksaan perkara
dipersidangan.
E. NON TEKHNIS
1
a. Tidak akan
Dalam banyak perkara yang
membatalkan
diajukan pemeriksaan Kasasi,
putusan.
baik terdakwa maupun JPU
b. Masalah mengenai
seringkali menjadi alasan
perilaku Hakimnya,
bahwa JF tidak
merupakan
menyampaikan putusan,
pelanggaran Kode
memori atau kontra, terdakwa
Etik dan berada di
tidak didampingi PH, Hakim
bawah pengawasan
memeriksa perkara seorang
MA.
diri, meskipun dalam berita
acara ditanda tangani oleh
majelis, akan tetapi hal ini
diabaikan dan di anggap
angin lalu saja, tanpa ada
sanksi dan konsekuensi
hukum dalam putusan JJ.
Padahal masalah ini sangat
serius bagi para pencari
keadilan.
46
No.
Urut PERMASALAHAN SOLUSI
47
Ditetapkan di Tangerang, 10 Maret 2012
I. Hakim-Hakim Agung :
48
17. Dr. Drs. H. Dudu Duswara Machmudin, SH., MH.
49
HASIL RAPAT KAMAR PERDATA
1
e. Sesuai dengan Pasal 1816 KUHPer, dalam hal
pengangkatan seorang kuasa baru untuk menjalankan
suatu urusan yang sama, menyebabkan ditariknya
kembali kuasa yang lama, terhitung mulai hari
diberitahukannya kepada orang yang diberi kuasa
semula tentang pengangkatan tersebut.
f. Surat kuasa yang di buat di Luar Negeri harus
dilegalisasi oleh perwakilan RI yaitu Kedutaan atau
Konsulat Jenderal di tempat surat kuasa tersebut di buat.
(Peraturan Menteri Luar Negeri No. 09/A/KP/XII/2006/01
tanggal 28 Desember 2006). Selanjutnya dibubuhi
pemateraian kemudian di kantor Pos (naazegelen).
g. Jaksa sebagai Pengacara Negara tidak dapat mewakili
BUMN (Pesero), karena BUMN tersebut berstatus badan
hukum Privat (vide Pasal 11 UU No. 19 Tahun 2003
tentang BUMN).
h. Surat kuasa insidentil bisa diterima dalam beracara di
semua tingkat Peradilan.
i. Surat kuasa dengan cap jempol harus di legalisasi
dihadapan Pejabat Umum, untuk Jawa dan Madura (oleh
Notaris, Hakim/KPN) dan untuk luar Jawa (oleh
Notaris/Panitera).
II. Tentang gugatan yang diajukan oleh orang yang buta huruf,
disepakati :
a. Sesuai dengan Pasal 120 HIR, maka Penggugat tersebut
menghadap kepada Ketua Pengadilan untuk
mengemukakan maksudnya akan mengajukan gugatan
dengan menyebutkan alasan-alasannya, untuk itu Ketua
Pengadilan membuat catatan gugatan. Untuk pekerjaan
tersebut Ketua bisa menunjuk salah seorang Hakim.
Yang menandatangani catatan gugatan tersebut KPN
atau Hakim yang ditunjuk.
b. Apabila dalam gugatan tersebut juga dicantumkan
adanya pemberian kuasa, maka penandatanganan
2
catatan gugatan tersebut oleh KPN atau Hakim harus
diatas materei Rp. 6.000,-.
c. Untuk surat gugatan yang hanya dibubuhi cap jempol
sebagai pengganti tanda tangan, maka gugatan tersebut
harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet
ontvankelijkverklaard).
4
d. Berdasarkan Pasal 128 HIR, putusan verstek dapat
dimohonkan eksekusi setelah lewat 14 hari sejak
putusan tersebut diberitahukan.
e. Tenggang waktu mengajukan perlawanan (verzet)
terhadap putusan verstek adalah sebagaimana
tercantum dalam Pasal 129 HIR yaitu :
Jika pemberitahuan putusan kepada Tergugat
sendiri, maka tenggang waktu untuk verzet 14 hari
setelah pemberitahuan tersebut.
Jika pemberitahuan tidak disampaikan kepada
Tergugat sendiri (via Lurah atau Kepala Desa),
maka :
tenggang waktu verzet sampai hari kedelapan
sesudah dilakukan teguran atau aanmanning.
Apabila dalam aanmanning Tergugat tidak hadir,
tenggang waktu verzet sampai hari kedelapan
setelah dilaksanakan sita eksekusi (Pasal 197
HIR).
Dalam hal dijalankannya eksekusi riil, maka
berdasarkan Pasal 83 Rv, pada saat eksekusi
dijalankan verzet masih dapat diajukan.
f. Pada prinsipnya amar putusan dalam perkara verzet
adalah :
Dalam hal menolak perlawanan (verzet) :
- Menyatakan Pelawan adalah Pelawan yang
tidak benar.
- Mempertahankan putusan verstek
nomor.......tanggal................ (dimungkinkan
adanya perubahan amar sesuai hasil
pemeriksaan pokok perkara, kecuali .....
sehingga selengkapnya sebagai berikut : ....... ).
Dalam hal mengabulkan perlawanan (verzet) :
- Menyatakan Pelawan adalah Pelawan yang
benar.
5
- Membatalkan putusan verstek
nomor....tanggal......
- Menolak gugatan Penggugat/Terlawan untuk
seluruhnya atau Menyatakan gugatan
Penggugat/Terlawan tidak dapat diterima.
6
diajukan karena alasan “kepemilikan” (HM, HGB, HGU,
HP dan Gadai tanah).
c. Bagi Pemegang Hak Tanggungan tidak perlu
mengajukan derden verzet/perlawanan karena obyek
Hak Tanggungan tidak dapat diletakkan Sita Eksekusi
kecuali Sita Persamaan, karena itu tidak mungkin
dilakukan lelang eksekusi.
8
ayat (2) PP No.9 Tahun 1975), bukan disumpah sebagai
saksi.
Sehingga putusan Judex Facti tersebut salah menerapkan
hukum.
9
Pada advisblaad, masing-masing Hakim Agung harus
mencantumkan tanggal penerimaan dan mengeluarkan
berkas perkara.
PERMASALAHAN PENDAPAT
3
7. Apakah badan hukum yang 7. Dapat
dalam proses likuidasi dapat
Apabila Likuidator belum
dipailitkan ?
selesai melakukan
pemberesan atau dengan
kata lain perseroan masih
dalam proses pemberesan
(dalam likuidasi) maka
badan hukum tersebut
masih ada, sehingga badan
hukum dalam likuidasi
masih dapat dimohonkan
pailit.
4
11. Apakah Kurator dapat 11. Dapat
melakukan penyitaan harta
Karena pailit pada
Debitor tanpa ada Penetapan
dasarnya adalah
penyitaan dari Pengadilan
merupakan sita umum,
Niaga?
sehingga tidak diperlukan
lagi Penetapan dari
pengadilan.
5
16. Apa saja yang termasuk biaya 16. Belum ada aturan yang
kepailitan? Bagaimana pasti untuk menghitung
menentukan imbalan jasa biaya kepalitan dan imbalan
Kurator? Bagaimana apabila jasa Kurator, meskipun
Kurator lebih dari satu orang ? sudah ada Kep.Men.Keh.RI
No.M.09-HT.05.10 Tahun
1998 tentang besarnya
imbalan jasa Kurator.
Hakim Pengawas perlu
mempertimbangkan apakah
besarnya imbalan jasa
Kurator yang diajukan
tersebut wajar.
Keputusan Menteri tersebut
tidak sesuai dengan pasal
17 ayat (3) UU No. 37
Tahun 2004 .
Usul : Revisi
Kep.Men.Keh.RI No.M.09-
HT.05.10 Tahun 1998
supaya menentukan nilai
maksimal (nilai kewajaran
fee profesi)
Meskipun Kurator lebih dari
1 (satu) orang, jasa Kurator
tetap dibayar untuk 1 (satu )
orang.
7
24. Bahwa undang-undang 24. Putusan PKPU berdasarkan
kepailitan sendiri telah pasal 235 tidak dapat
menentukan bahwa terhadap diajukan upaya hukum
perkara PKPU baik PKPU apapun. Sedangkan upaya
sementara maupun PKPU tetap hukum terhadap putusan
tidak ada upaya hukum, hal ini Pailit berdasarkan atas
dapat dilihat pada: PKPU sebagaimana
dimaksud dalam pasal 290
- Pasal 235 Undang-Undang
tetap diterima
No. 37 Tahun 2004 tentang
pendaftarannya dan perkara
Kepailitan dan Penundaan
diteruskan kepada Majelis
Kewajiban Pembayaran
Hakim.
Utang, bahwa ‖terhadap
putusan Penundaan
Kewajiban Pembayaran
Utang tidak dapat diajukan
upaya hukum apapun‖.
- Pasal 290 Undang-Undang
No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran
Utang, bahwa ‖Apabila
Pengadilan telah
menyatakan Debitor Pailit
maka terhadap putusan
pernyataan pailit tersebut
berlaku ketentuan tentang
kepailitan sebagaimana
dimaksud dalam Bab II,
kecuali Pasal 11, Pasal 12,
Pasal 13 dan Pasal 13‖.
- Sudah beberapa perkara
semacam ini diteruskan
kepada Majelis Hakim
Kasasi maupun Peninjauan
Kembali, perkara tersebut
diputus dengan berbagai
amar, ada yang menolak
dalam arti menyatakan tidak
dapat diterima, akan tetapi
8
ada juga yang menerima
permohonan kasasi dan
mengabulkan permohonan
kasasi.
- Hal ini menimbulkan
disparitas putusan.
9
28. Bahwa ada Judex Facti dalam 28. Terhadap permohonan
amarnya ― Mengabulkan Pailit pernyataan pailit amar
sebagian‖ kalau menyatakan putusannya hanya berisi
pailit mengapa sebagian dan kabul atau tolak. Sehingga
bagian mana yang dipailitkan tidak ada amar yang
dan bagian mana yang tidak berbunyi kabul sebagian.
dipailitkan ?
29. Dalam hal pembagian harta 29. ketika budel pailit tidak
pailit disamping kreditur cukup dibagi rata maka
konkuren terdapat hutang pajak dibagi berdasarkan
dan gaji buruh mana hak yang perimbangan dan
didahulukan antara pajak dan proporsional.
buruh ?
10
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
MEREK
Pengaturan di Indonesia
hanya menggabungkan ―
tidak digunakan selama 3
tahun berturut turut sejak
tanggal pendaftarannya
atau pemakaian terakhir, “
ditambah dengan
Penjelasan Pasal 66, yang
11
dapat menyusahkan dalam
praktek pembuktian. (seperti
dalam perkara 018
PK/Pdt.Sus/2008 ).
UU Singapore mengatur
dalam Trademarks Act 1992
tentang ―non-use‖ 5
tahun:...that the appellants’
registered trademark be
expunged from the register
for lack of bona vide use for
a period of 5 years ending
12
one month before the date
of application..( case
Swanfu Trading Pte v.
Beyer Electrical Enterprises
Pte (1994).
DESAIN INDUSTRI
15
Scope of Desain Rights/
Luas lingkup hak desain:
Protecting visual
appearance/ proteksi
penampakkan visual
Must have a
distinctive visual
appeal/ harus memiliki
suatu penampakan
tersendiri/khas
Design = overall
appearance resulting
from visual features of
the product. If the
appearance is not new
and distinctive there
can be no design
right/
Penampakan secara
menyeluruh sebagai hasil
dari unsur unsur
penampakan visual dari
produk tersebut. Jika
Penampakan tidak
bersifat Baru dan
distinctive/ Khas, maka
tidak ada hak Desain
(hal. 27 Intelectual
Property oleh Jill Mc
Keough, Australia, 2004)
ARBITRASE
16
alasan untuk tidak dapat policy, public order, dll) lihat
dilaksanakannya eksekusi ? pasal 66 UU No. 30 Tahun
1999.
17
6. Apakah putusan Arbitrase 6. PN tidak berwenang.
Syari’ah yang dimintakan
pelaksanaanya ke Pengadilan
Negeri dapat diterima PN
sesuai dengan Pasal 61 UU
No. 30 Tahun 1999, setelah
adanya SEMA No.08 tahun
2008 tanggal 10 Oktober 2008
tentang Eksekusi Putusan
Badan Arbitrase Syari’ah.
KOMISI PENGAWAS
PERSAINGAN USAHA (KPPU)
19
Di beberapa Pengadilan, KPPU
diminta untuk menyerahkan
Surat Kuasa. Bahkan ada juga
diminta surat kuasa insidentil.
20
4. UU No. 5 Tahun 1999 tidak 4. Terhadap putusan perkara
mengatur adanya PK terhadap persaingan usaha yang
perkara persaingan usaha, telah mempunyai kekuatan
namun dengan adanya hukum tetap dimungkinkan
ketentuan Pasal 8 PERMA No. untuk diajukan upaya
03 Tahun 2005 dapat menjadi hukum luar biasa yaitu PK.
celah untuk pengajuan PK,
karena Hukum Acara Perdata
yang berlaku memungkinkan
adanya PK. Apakah dimungkin
PK terhadap putusan perkara
persaingan usaha?.
22
bukti yang digunakan KPPU
adalah petunjuk?.
23
pokok perkara, dan bukan
Judex Juris yang hanya
memeriksa penerapan hukum.
Meskipun beberapa pengadilan
yang ditemui masih bersikap
abu-abu dengan menyatakan
tetap menerima bukti yang
diserahkan Pemohon namun
tetap mempertimbangkan
relevansinya dengan pokok
perkara dan dengan berkas
perkara yang sudah diserahkan
atau bahkan menyatakan
menolaknya pada saat
dibacakan putusan.
24
terhitung sejak sidang pertama,
meskipun belum ditetapkannya
penggabungan perkara oleh
MA.
25
16. Bagaimana mengatasi masalah 16. Jika memanggil pelaku
jika terdapat ketentuan bahwa usaha diluar wilayah
relaas harus disampaikan kewenangan maka sebelum
dalam waktu 3 hari ? relaas ketentuan tersebut
Bagaimana jika PN belum harus dijalankan. Suatu
memutus perkara tersebut dan ketentuan harus diikuti
apa sanksinya ? kewenangannya agar
prosedur yang dijalankan
sah.
18. Bagaimana jika pada saat 18. Bukti baru tidak diperboleh-
keberatan diajukan ke kan, Pengadilan Negeri
Pengadilan Negeri, terdapat hanya bisa memeriksa
bukti baru ? berdasarkan bukti dari
KPPU (PN keberatan tidak
bisa memeriksa bukti-bukti
baru lagi), PN bisa meminta
KPPU untuk memeriksa
bukti baru yang dianggap
penting oleh PN keberatan
(dikembalikan), PN memu-
tuskan dengan putusan sela
jika PN meminta KPPU
untuk memeriksa bukti baru.
26
20. Dalam sidang apakah berha- 20. Iya, KPPU dan pihak yang
dapan dengan pihak ? berkeberatan.
BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN (BPSK)
28
dengan pelaku usaha
karena BPSK itu sendiri
bukanlah badan peradilan.
29
8. Pasal 56 ayat (2) Undang- 8. Berlaku Ketentuan Hukum
undang 8 tahun 1999 Acara Perdata
mengatakan bahwa : Para
pihak dapat mengajukan
keberatan kepada Pengadilan
Negeri paling lambat 14 (empat
belas) hari kerja setelah
menerima pemberitahuan
tersebut, Bagaimanakah halnya
apabila dalam suatu putusan
BPSK dimana para pihak hadir
yaitu : pelaku usaha dan
konsumen pada waktu
pembacaan atau pengucapan
putusan hadir. Apakah teng-
gang waktu untuk mengajukan
keberatan terhadap putusan
BPSK tersebut, dihitung sejak
putusan diucapkan atau sejak
putusan tersebut diberitahukan
sesuai dengan pasal 56 ayat
(2) Undang Undang No. 8
Tahun 1999
30
PERSELISIHAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL
1. Apakah Agen assuransi dan 1. Agen bukan merupakan
Sopir perusahaan dapat pekerja sebagaimana diatur
disebut sebagai pekerja dalam UU No. 2 Tahun
sebagaimana dimaksud di 2004 karena tidak menerima
dalam Undang-Undang No. 2 upah. Sedangkan dalam
Tahun 2004. kasus sopir Perusahaan
termasuk lingkup PHI.
31
7. Bagaimanakah perhitungan 7. Pasal 110 UU No.2 Tahun
tenggang waktu dalam hal 2004 Permohonan Kasasi
penyelesaian perkara PHI diajukan dalam waktu
dalam tingkat kasasi di selambat-lambatnya 14 hari
Mahkamah Agung. kerja terhitung sejak
putusan dibacakan atau
terhitung sejak tanggal
menerima salinan putusan
Saran memori kasasi
diajukan bersama-sama
dengan permohonan kasasi.
Berkas perkara selambat-
lambatnya 14 hari kerja
terhitung sejak tanggal
penerimaan permohonan
kasasi harus disampaikan
kepada Ketua Mahkamah
Agung.(Pasal 112)
Usul: dibuatkan SEMA.
32
Bank adalah mengenai
sengketa kepemilikan.
33
yang notabenenya ekonomi
lemah (apabila nilai gugatan di
atas Rp.150.000.000,-).
34
14. Apakah Manager Personalia 14. Dapat
dan Kepala Cabang suatu PT Bilamana Manager
dapat mewakili perusahaan di personalia dan Kepala
dalam persidangan PHI. Cabang mendapat kuasa
dari Direksi.
17. Apakah putusan PHI yang tidak 17. Tidak, sepanjang unsur-
mencantumkan kewarganega- unsur lain dari pasal
raan pada identitas pihak, tersebut sudah dipenuhi.
batal?
PARTAI POLITIK
36
37
RUMUSAN HASIL RAPAT PLENO KAMAR AGAMA
MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
TANGGAL 03 S/D 05 MEI 2012
NO MASALAH JAWABAN
1 2 3
1
NO MASALAH JAWABAN
1 2 3
Bagaimana jika
Penggugat tidak
diketahui lagi tempat
tinggalnya ?
4
NO MASALAH JAWABAN
1 2 3
sedangkan pewaris yang
Dalam eksepsi ahli waris
beragama selainnya ke
yang dijadikan Tergugat
paradilan umum.
mengajukan eksepsi
bahwa Pengadilan Negeri Keterangan: Semua tuntutan
seharusnya menyatakan dalam sengketa kewarisan
tidak berwenang, tetapi pada peradilan agama pada
eksepsi tersebut ditolak. dasarnya karena adanya
Apakah dibenarkan perbuatan melawan hukum,
Tergugat di Pengadilan hendaknya Pengadilan
Negeri tersebut mengaju- Agama memulai memberi
kan gugatan ke petunjuk kepada Penggugat
Pengadilan Agama bagaimana seharusnya
selaku Penggugat ? membuat surat gugatan,
sebagaimana ketentuan
Pasal 58 Undang-Undang
No. 7 Tahun 1989 yang
telah diubah dengan
Undang-Undang No. 3
Tahun 2006 dan perubahan
kedua dengan Undang-
Undang No. 50 Tahun 2009.
7
NO MASALAH JAWABAN
1 2 3
tanpa persetujuan ahli atau diantara ahli waris yang
waris lainnya ? menjual harta warisan yang
masih atas nama orang
Apakah pembeli harta
tuanya tanpa persetujuan
warisan yang belum
ahli waris lainnya.
dibagi dapat digolongkan
sebagai pembeli yang Pada prinsipnya harta
beritikat baik yang perlu warisan tersebut milik
dilindungi ? semua ahli waris, dengan
demikian pihak yang
menjual tanpa persetujuan
ahli waris lainnya tidak dapat
dibenarkan. Apabila hal
tersebut terjadi, maka pihak
yang menjual dapat dituntut
untuk mengganti kerugian
ahli waris yang lain tersebut
senilai bagian masing-
masing menurut ketentuan
hukum waris.
Keterangan: Diusulkan,
pembeli yang telah
mengetahui bahwa surat-
surat obyek sengketa bukan
atas nama penjual tidak
digolongkan sebagai
pembeli yang beritikad baik
yang harus dilindungi.
8
NO MASALAH JAWABAN
1 2 3
yang ditinggalkan oleh waris. Pertanyaan tersebut
pewaris adalah hanya berkaitan dengan tradisi
sebuah pabrik (harta masyarakat yang memper-
produktif), harta tersebut sengketakan harta warisan
tidak dibagi dan setelah setelah harta warisan ter-
berkembang harta waris sebut berkembang, berubah
tersebut menjadi bentuk, bahkan berpindah
beberapa buah pabrik tangan. Harta warisan
atau hasil lainnya barulah produktif tersebut harus
diajukan gugatan harta diperhitungkan sebagai hasil
warisan ke Pengadilan usaha para ahli waris secara
Agama ? kolektif.
9
Ditetapkan di Tangerang, 5 Mei 2012
10
11
RUMUSAN HASIL RAPAT PLENO PADA KAMAR CANDRA
A. MASALAH TEKNIS
2
NO URAIAN MASALAH KESIMPULAN KESEPAKATAN
Apakah uang paksa dapat diminta- a. Uang paksa dapat diminta dalam
kan dalam gugatan dan diputus gugatan dan dapat dikabulkan serta
oleh hakim, meskipun belum ada dimuat dalam amar putusan. Hal ini
peraturan pelaksanaannya ? untuk mendorong pemerintah segera
membuat peraturan pelaksanaannya
sebagaimana yang diperintahkan
oleh undang-undang.
b. Agar setiap gugatan yang memuat
tuntutan condemnatoir mencantum-
kan uang paksa.
3
NO URAIAN MASALAH KESIMPULAN KESEPAKATAN
4
NO URAIAN MASALAH KESIMPULAN KESEPAKATAN
Nomor 1 Tahun 2004. Sedangkan
peraturan perundang-undangan
dibawah undang-undang yang
diterbitkan sebelum dikeluarkan
Perma tersebut dan belum pernah
diajukan HUM diberlakukan Perma
Nomor 1 Tahun 2011.
5
NO URAIAN MASALAH KESIMPULAN KESEPAKATAN
beschikking harus dibatalkan yang berkaitan dengan kepentingan
ataukah cukup terhadap KTUN Penggugat. Dalam hal ini yang diuji
yang menyangkut kepentingan keabsahannya hanya yang berkaitan
Penggugat saja yang diba- dengan kepentingan Penggugat atau
talkan ? yang dimohonkan untuk dibatalkan
atau dinyatakan tidak sah oleh
Penggugat. Contoh A menggugat
KTUN yang berbentuk bundel
beschikking dimana A namanya ada
dalam salah satu KTUN yang
berbentuk bundel beschikking
tersebut bersama-sama dengan B,
C, dan D. Akan tetapi B, C, dan D
tidak ikut menggugat. Dalam hal ini
yang dibatalkan oleh hakim hanya
terhadap KTUN yang menyangkut A
(yang digugat A). Apabila
keseluruhan KTUN dalam bundel
beschikking yang dibatalkan, maka
hakim telah bertindak secara ultra
petita dalam putusannya, hal ini
dapat merugikan kepentingan B, C,
dan D yang tidak ikut menggugat.
Hal yang demikian tidak terkait
dengan asas erga omnes, karena
KTUN-KTUN lainnya dalam bundel
beschikking tersebut (ic. Atas nama
B, C, dan D) yang tidak dipersoalkan
(digugat) bukan derivate dari KTUN
yang dibatalkan)
Berbeda halnya dengan KTUN yang
menyangkut sebidang tanah,
ternyata sebagian adalah hak
Penggugat maka dalam amar
putusan harus membatalkan dan
mencabut KTUN sengketa serta
mewajibkan Tergugat menerbitkan
KTUN baru sebagai penggantinya
6
NO URAIAN MASALAH KESIMPULAN KESEPAKATAN
dengan mengeluarkan sebagaian
tanah yang menjadi hak Penggugat.
7
NO URAIAN MASALAH KESIMPULAN KESEPAKATAN
1. PENGADMINISTRASIAN PENGADMINISTRASIAN
PERMOHONAN PK PERMOHONAN PK
a. Berdasarkan SEMA Nomor 10 a. Direktur Pratalak TUN dapat
Tahun 2009, PK hanya dapat mengembalikan berkas tersebut ke
diajukan satu kali (vide pasal pengadilan pengaju sebelum berkas
23 ayat 2 UU Nomor 4 Tahun perkara deregister oleh Panmud TUN
2004 dan pasal 66 ayat 1 UU disertai pemberitahuan agar
Nomor 14 Tahun 1985 jo UU pengadilan pengaju membuat
Nomor 8 Tahun 1981). Apakah penetapannya.
Direktur Pratalak TUN boleh
mengembalikan berkas perkara
PK yang ke dua terhadap
subjek dan objek yang sama
yang diterimanya, sementara
10
NO URAIAN MASALAH KESIMPULAN KESEPAKATAN
seharusnya sesuai SEMA
tersebut berkas PK yang
bersangkutan tidak perlu
dikirim ke MA ?
11
NO URAIAN MASALAH KESIMPULAN KESEPAKATAN
SEMA Nomor 14 Tahun 2010, agar dalam pengiriman berkas perkara
yang bertujuan untuk mempercepat ke MA dilampirkan soft copy dalam
minutasi perkara pada MA. Hal ini bentuk dokumen Microsoft word dan
disebabkan seringkali CD (compact tidak di password atau tidak dalam
disk) yang dikirim ke MA tidak bentuk foto (hasil scan). Secara
dapat dibaca (diproses) oleh futuristik hal tersebut dapat juga
operator/pengetik putusan dise- menggunakan E-mail (surat elektronik).
babkan CD menggunakan
password atau dalam bentuk foto ?
12
Demikian rumusan Rapat Pleno Kamar Candra Mahkamah Agung dibuat
dan telah disepakati oleh para Hakim Agung Kamar Candra Mahkamah Agung.
13
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
Mengingat : 1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24, Pasal 24A, Pasal 24B, dan Pasal 25 Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358);
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) diubah sebagai
berikut:
Pasal 1
Mahkamah Agung adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Pasal 4
(1) Susunan Mahkamah Agung terdiri atas pimpinan, hakim anggota,
panitera, dan seorang sekretaris.
(2) Pimpinan dan hakim anggota Mahkamah Agung adalah hakim agung.
(3) Jumlah hakim agung paling banyak 60 (enam puluh) orang.
Pasal 5
(1) Pimpinan Mahkamah Agung terdiri atas seorang ketua, 2 (dua) wakil
ketua, dan beberapa orang ketua muda.
(2) Wakil Ketua Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas wakil ketua bidang yudisial dan wakil ketua bidang non-
yudisial.
(3) Wakil . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 3 -
(3) Wakil ketua bidang yudisial membawahi ketua muda perdata, ketua
muda pidana, ketua muda agama, ketua muda militer, dan ketua muda
tata usaha negara.
(4) Pada setiap pembidangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Mahkamah Agung dapat melakukan pengkhususan bidang hukum
tertentu yang diketuai oleh ketua muda.
(5) Wakil ketua bidang non-yudisial membawahi ketua muda pembinaan
dan ketua muda pengawasan.
(6) Masa jabatan Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda Mahkamah Agung
selama 5 (lima) tahun.
Pasal 7
(1) Untuk dapat diangkat menjadi hakim agung seorang calon harus
memenuhi syarat:
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian
di bidang hukum;
d. berusia sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun;
e. sehat jasmani dan rohani;
f. berpengalaman sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) tahun menjadi
hakim termasuk sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun menjadi
hakim tinggi.
(2) Apabila dibutuhkan, hakim agung dapat diangkat tidak berdasarkan
sistem karier dengan syarat:
a. memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
huruf b, huruf d, dan huruf e;
b. berpengalaman dalam profesi hukum dan/atau akademisi hukum
sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun;
c. berijazah magister dalam ilmu hukum dengan dasar sarjana hukum
atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum;
d. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih.
(3) Pada . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 4 -
(3) Pada Mahkamah Agung dapat diangkat hakim ad hoc yang diatur dalam
undang-undang.
Pasal 8
(1) Hakim agung diangkat oleh Presiden dari nama calon yang diajukan
oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
(2) Calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih Dewan
Perwakilan Rakyat dari nama calon yang diusulkan oleh Komisi
Yudisial.
(3) Pemilihan calon hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari sidang sejak nama calon
diterima Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim
agung dan diangkat oleh Presiden.
(5) Ketua Muda Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden di antara hakim
agung yang diajukan oleh Ketua Mahkamah Agung.
(6) Keputusan Presiden mengenai pengangkatan Hakim Agung, Ketua dan
Wakil Ketua, dan Ketua Muda Mahkamah Agung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (4), dan ayat (5) ditetapkan dalam waktu
paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak pengajuan calon diterima
Presiden.
Pasal 9
(1) Sebelum memangku jabatannya, hakim agung wajib mengucapkan
sumpah atau janji menurut agamanya.
(2) Sumpah atau janji hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berbunyi sebagai berikut:
Sumpah:
”Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban
hakim dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan
menjalankan . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 5 -
Janji :
“Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi
kewajiban hakim dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang
teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-
lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa.”
(3) Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda Mahkamah Agung mengucapkan
sumpah atau janji di hadapan Presiden.
(4) Hakim Anggota Mahkamah Agung diambil sumpah atau janjinya oleh
Ketua Mahkamah Agung.
7. Ketentuan Pasal 11 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 11
(1) Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota Mahkamah
Agung diberhentikan dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden atas
usul Ketua Mahkamah Agung karena:
a. meninggal dunia;
b. telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun;
c. permintaan sendiri;
d. sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus; atau
e. ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
(2) Dalam hal hakim agung telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun,
dapat diperpanjang sampai dengan 67 (enam puluh tujuh) tahun, dengan
syarat mempunyai prestasi kerja luar biasa serta sehat jasmani dan
rohani berdasarkan keterangan dokter.
8. Ketentuan . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 6 -
11. Ketentuan . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 7 -
Pasal 20
(1) Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Mahkamah Agung, seorang
calon harus memenuhi syarat :
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. berijazah sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian
di bidang hukum; dan
d. berpengalaman sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebagai panitera
muda pada Mahkamah Agung dan sekurang-kurangnya 3 (tiga)
tahun sebagai panitera pada pengadilan tingkat banding.
(2) Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Muda Mahkamah Agung,
seorang calon harus memenuhi syarat:
a. sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c;
dan
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sebagai panitera
pengadilan tingkat banding dan 5 (lima) tahun sebagai panitera
pengadilan tingkat pertama.
(3) Untuk dapat diangkat menjadi Panitera Pengganti Mahkamah Agung,
seorang calon harus memenuhi syarat:
a. sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c;
dan
b. berpengalaman sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun sebagai
pegawai negeri sipil di bidang teknis perkara pada Mahkamah
Agung.
Pasal 21 . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 8 -
Pasal 21
Panitera Mahkamah Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas
usul Ketua Mahkamah Agung.
15. Diantara Pasal 24 dan Bagian Keempat disisipkan 1 (satu) pasal baru yakni
Pasal 24A, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 24A
(1) Panitera, panitera muda dan panitera pengganti pada Mahkamah Agung
diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena :
a. meninggal dunia;
b. mencapai usia pensiun sesuai dengan peraturan perundang-
undangan;
c. permintaan sendiri;
d. sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus; atau
e. ternyata tidak cakap dalam menjalankan tugasnya.
(2) Panitera, panitera muda, dan panitera pengganti pada Mahkamah Agung
diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya dengan alasan:
a. dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
b. melakukan perbuatan tercela;
c. terus-menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas
pekerjaannya; atau
d. melanggar sumpah atau janji jabatan.
16. Bab II . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 9 -
16. Bab II Bagian Keempat tentang Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung diubah
menjadi tentang Sekretaris Mahkamah Agung.
17. Ketentuan Pasal 25 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 25
(1) Pada Mahkamah Agung ditetapkan adanya sekretariat yang dipimpin
oleh seorang Sekretaris Mahkamah Agung.
(2) Sekretaris Mahkamah Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
atas usul Ketua Mahkamah Agung.
(3) Pada Sekretariat Mahkamah Agung dibentuk beberapa direktorat
jenderal dan badan yang dipimpin oleh beberapa direktur jenderal dan
kepala badan.
(4) Direktur jenderal dan kepala badan diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung.
(5) Sebelum memangku jabatannya, direktur jenderal dan kepala badan
diambil sumpah atau janjinya oleh Ketua Mahkamah Agung.
(6) Ketentuan mengenai susunan organisasi, tugas, tanggung jawab, dan
tata kerja sekretariat dan badan pada Mahkamah Agung, ditetapkan
dengan Keputusan Presiden atas usul Mahkamah Agung.
Pasal 30
(1) Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi membatalkan putusan atau
penetapan pengadilan-pengadilan dari semua lingkungan peradilan
karena:
a. tidak berwenang atau melampaui batas wewenang;
b. salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
c. lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan
perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan
batalnya putusan yang bersangkutan.
(2) Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim agung wajib
menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara
yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
putusan.
(3) Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat,
pendapat . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 10 -
b. uraian . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 11 -
Pasal 35
Mahkamah Agung memberikan pertimbangan hukum kepada Presiden dalam
permohonan grasi dan rehabilitasi.
23. Diantara Pasal 45 dan Paragraf 2 tentang Peradilan Umum disisipkan 1 (satu)
pasal baru yakni Pasal 45A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 45A
(1) Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi mengadili perkara yang
memenuhi syarat untuk diajukan kasasi, kecuali perkara yang oleh
Undang-Undang ini dibatasi pengajuannya.
(2) Perkara. . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 12 -
(2) Perkara yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:
a. putusan tentang praperadilan;
b. perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun dan/atau diancam pidana denda;
c. perkara tata usaha negara yang objek gugatannya berupa keputusan
pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku di wilayah
daerah yang bersangkutan.
(3) Permohonan kasasi terhadap perkara sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) atau permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat-syarat formal,
dinyatakan tidak dapat diterima dengan penetapan ketua pengadilan
tingkat pertama dan berkas perkaranya tidak dikirimkan ke Mahkamah
Agung.
(4) Penetapan ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
dapat diajukan upaya hukum.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat
(4) diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung.
24. Diantara Pasal 80 dan Bab VII mengenai Ketentuan Penutup disisipkan 3
(tiga) pasal baru yakni Pasal 80A, Pasal 80B, dan Pasal 80C yang berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 80A
Sebelum Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2)
terbentuk, pengajuan calon hakim agung dilakukan oleh Mahkamah Agung
untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dan selanjutnya
ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
Pasal 80B
Jabatan kepaniteraan Mahkamah Agung yang dijabat oleh hakim harus
disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lambat 5 (lima)
tahun sejak Undang-Undang ini berlaku
Pasal 80C
Ketentuan mengenai pembinaan personel militer pada kepaniteraan
Mahkamah Agung dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai personel militer.
25. Dalam . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 13 -
25. Dalam Bab VII Ketentuan Penutup ditambah 1 (satu) pasal baru yakni Pasal
81A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 81A
Anggaran Mahkamah Agung dibebankan pada mata anggaran tersendiri
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 15 Januari 2004
ttd
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 15 Januari 2004
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 2004
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985
TENTANG MAHKAMAH AGUNG
I. UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan bahwa Mahkamah
Agung dan badan peradilan di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama,
peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara adalah pelaku kekuasaan kehakiman yang
merdeka, di samping Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan. Selain itu, ditentukan pula Mahkamah Agung mempunyai
wewenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang, dan kewenangan lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
Kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan salah satu prinsip penting bagi Indonesia
sebagai suatu negara hukum. Prinsip ini menghendaki kekuasaan kehakiman yang bebas dari
campur tangan pihak manapun dan dalam bentuk apapun, sehingga dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya ada jaminan ketidakberpihakan kekuasaan kehakiman kecuali terhadap hukum dan
keadilan. Guna memperkukuh arah perubahan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang telah
diletakkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dilakukan
penyesuaian atas berbagai undang-undang yang mengatur kekuasaan kehakiman.
Undang-Undang ini memuat perubahan terhadap berbagai substansi Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Perubahan tersebut, di samping guna disesuaikan dengan
arah kebijakan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, juga didasarkan atas Undang-undang mengenai kekuasaan kehakiman baru yang
menggantikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Berbagai substansi perubahan dalam Undang-Undang ini antara lain tentang penegasan
kedudukan Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, syarat-syarat untuk dapat
diangkat menjadi hakim agung, serta beberapa substansi yang menyangkut hukum acara,
khususnya dalam melaksanakan tugas dan kewenangan dalam memeriksa dan memutus pada
tingkat . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 2 -
tingkat kasasi serta dalam melakukan hak uji terhadap peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang. Dalam Undang-Undang ini diadakan pembatasan terhadap perkara yang dapat
dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung. Pembatasan ini di samping dimaksudkan untuk
mengurangi kecenderungan setiap perkara diajukan ke Mahkamah Agung sekaligus dimaksudkan
untuk mendorong peningkatan kualitas putusan pengadilan tingkat pertama dan pengadilan
tingkat banding sesuai dengan nilai-nilai hukum dan keadilan dalam masyarakat.
Dengan bertambahnya ruang lingkup tugas dan tanggung jawab Mahkamah Agung antara lain di
bidang pengaturan dan pengurusan masalah organisasi, administrasi, dan finansial badan
peradilan di bawah Mahkamah Agung, maka organisasi Mahkamah Agung perlu dilakukan pula
penyesuaian.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Angka 4 . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 3 -
Angka 4
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “sarjana lain” dalam ketentuan ini adalah sarjana
syariah dan sarjana ilmu kepolisian.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “sarjana lain”, lihat penjelasan ayat (1) huruf c.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (3)
Hakim agung ad hoc antara lain hakim agung ad hoc hak asasi manusia
berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak
Asasi Manusia dan hakim agung ad hoc dalam perkara tindak pidana korupsi
berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Angka 5
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 4 -
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “hari sidang” dalam ketentuan ini tidak termasuk masa
reses.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Angka 6
Pasal 9
Cukup jelas.
Angka 7
Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “sakit jasmani dan rohani secara terus menerus”
dalam ketentuan ini adalah kondisi kesehatan yang menyebabkan yang
bersangkutan tidak mampu lagi menjalankan tugasnya dengan baik.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “tidak cakap dalam melaksanakan tugasnya”
adalah misalnya yang bersangkutan melakukan kesalahan besar dalam
menjalankan tugasnya.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “prestasi kerja luar biasa” dalam ketentuan ini, diatur
dalam ketentuan Mahkamah Agung sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Angka 8 . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 5 -
Angka 8
Pasal 12
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “perbuatan tercela” adalah perbuatan atau sikap,
baik di dalam maupun di luar pengadilan yang dapat merendahkan
martabat hakim.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “Pasal 10” dalam ketentuan ini adalah Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 9
Pasal 13
Ayat (1)
Selama pemberhentian sementara, Hakim Agung yang bersangkutan tidak
dapat menangani perkara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 10
Pasal 18
Cukup jelas.
Angka 11
Pasal 19
Cukup jelas.
Angka 12 . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 6 -
Angka 12
Pasal 20
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Lihat penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf c.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Angka 13
Pasal 21
Cukup jelas.
Angka 14
Pasal 22
Cukup jelas.
Angka 15
Pasal 24A
Cukup jelas.
Angka 16
Cukup jelas.
Angka 17
Pasal 25
Cukup jelas.
Angka 18 . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 7 -
Angka 18
Cukup jelas.
Angka 19
Pasal 30
Ayat (1)
Dalam memeriksa perkara, Mahkamah Agung berkewajiban menggali,
mengikuti, dan memahami rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Angka 20
Pasal 31
Cukup jelas.
Angka 21
Pasal 31A
Cukup jelas.
Angka 22
Pasal 35
Cukup jelas.
Angka 23
Pasal 45A
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c . . .
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 8 -
Huruf c
Dalam ketentuan ini tidak termasuk keputusan pejabat tata usaha negara
yang berasal dari kewenangan yang tidak diberikan kepada daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Angka 24
Pasal 80A
Cukup jelas.
Pasal 80B
Cukup jelas.
Pasal 80C
Cukup jelas.
Angka 25
Pasal 81A
Cukup jelas.
Pasal II
Cukup jelas.
Mengingat: . . .
-2-
Mengingat : 1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 24A, Pasal 24B, dan
Pasal 25 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 9, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4359);
3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358);
MEMUTUSKAN:
Pasal I
Nomor . . .
-3-
Pasal 6A
Pasal 6B
Pasal 7
a. hakim . . .
-4-
a. hakim karier:
1. warga negara Indonesia;
2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
3. berijazah magister di bidang hukum dengan
dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang
mempunyai keahlian di bidang hukum;
4. berusia sekurang-kurangnya 45 (empat puluh
lima) tahun;
5. mampu secara rohani dan jasmani untuk
menjalankan tugas dan kewajiban;
6. berpengalaman paling sedikit 20 (dua puluh)
tahun menjadi hakim, termasuk paling
sedikit 3 (tiga) tahun menjadi hakim tinggi;
dan
7. tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian
sementara akibat melakukan pelanggaran kode
etik dan/atau pedoman perilaku hakim.
b. nonkarier:
1. memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada
huruf a angka 1, angka 2, angka 4, dan
angka 5;
2. berpengalaman dalam profesi hukum
dan/atau akademisi hukum paling sedikit 20
(dua puluh) tahun;
3. berijazah doktor dan magister di bidang
hukum dengan dasar sarjana hukum atau
sarjana lain yang mempunyai keahlian di
bidang hukum; dan
4. tidak pernah dijatuhi pidana penjara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau
lebih.
3. Ketentuan . . .
-5-
Pasal 8
(7) Ketua . . .
-6-
Pasal 9
- Janji Ketua . . .
-7-
- Janji hakim . . .
-8-
Pasal 11
6. Di antara . . .
-9-
Pasal 11A
(6) Sebelum . . .
- 10 -
(12) Keputusan . . .
- 11 -
Pasal 12
Pasal 13 . . .
- 12 -
Pasal 13
Pasal 20
a. sesuai . . .
- 13 -
Pasal 31A
(3) Permohonan . . .
- 14 -
(8) Putusan . . .
- 15 -
Pasal 32
(4) Mahkamah . . .
- 16 -
Pasal 32A
Pasal 32B
15. Ketentuan . . .
- 17 -
Pasal 80C
Pasal 80D
Pasal 81A
(3) Untuk . . .
- 18 -
Pasal 81C
Pasal II
Agar . . .
- 19 -
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 12 Januari 2009
ttd.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
ttd.
ANDI MATTALATTA
Wisnu Setiawan
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 2009 ........
TENTANG
PERUBAHAN KEDUA ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985
TENTANG MAHKAMAH AGUNG
I. UMUM
usaha . . .
-2-
Pasal I
Angka 1
Pasal 6A
Cukup jelas.
Pasal 6B
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “calon hakim agung yang
berasal dari hakim karier” adalah calon hakim
agung yang berstatus aktif sebagai hakim pada
badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah
Agung yang dicalonkan oleh Mahkamah Agung.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “calon hakim agung yang
juga berasal dari nonkarier” adalah calon hakim
agung yang berasal dari luar lingkungan badan
peradilan.
Angka 2 . . .
-3-
Angka 2
Pasal 7
Huruf a
angka 1
Cukup jelas.
angka 2
Cukup jelas.
angka 3
Yang dimaksud dengan “magister di bidang
hukum” adalah gelar akademis pada tingkat
strata 2 dalam bidang ilmu hukum, termasuk
magister ilmu syari’ah atau magister ilmu
kepolisian.
angka 4
Cukup jelas.
angka 5
Cukup jelas.
angka 6
Cukup jelas.
angka 7
Cukup jelas.
Huruf b
angka 1
Cukup jelas.
angka 2
Yang dimaksud dengan “profesi hukum”
adalah bidang pekerjaan seseorang yang
dilandasi pendidikan keahlian di bidang
hukum atau perundang-undangan, antara
lain, advokat, penasihat hukum, notaris,
penegak hukum, akademisi dalam bidang
hukum, dan pegawai yang berkecimpung di
bidang hukum atau peraturan perundang-
undangan.
angka 3 . . .
-4-
angka 3
Cukup jelas.
angka 4
Cukup jelas.
Angka 3
Pasal 8
Cukup jelas.
Angka 4
Pasal 9
Cukup jelas.
Angka 5
Pasal 11
Cukup jelas.
Angka 6
Pasal 11A
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "melakukan perbuatan
tercela" adalah apabila hakim agung yang
bersangkutan karena sikap, perbuatan, dan
tindakannya baik di dalam maupun di luar
pengadilan merendahkan martabat hakim
agung.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Ayat (2) . . .
-5-
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Pembentukan Majelis Kehormatan Hakim yang
dimaksud dalam ketentuan ini bersifat ad hoc
(kasus per kasus).
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup jelas.
Ayat (12)
Cukup jelas.
Ayat (13)
Cukup jelas.
Angka 7
Pasal 12
Cukup jelas.
Angka 8
Pasal 13
Cukup jelas.
Angka 9 . . .
-6-
Angka 9
Pasal 20
Cukup jelas.
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11
Pasal 31A
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “perorangan” adalah
orang perseorangan atau kelompok orang yang
mempunyai kepentingan sama.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Ayat (10) . . .
-7-
Ayat (10)
Cukup jelas.
Angka 12
Pasal 32
Cukup jelas.
Angka 13
Pasal 32A
Ayat (1)
Pengawasan internal atas tingkah laku hakim
agung masih diperlukan meskipun sudah ada
pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Komisi
Yudisial. Hal ini dimaksudkan agar pengawasan
lebih komprehensif sehingga diharapkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku
hakim betul-betul dapat terjaga.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 32B
Akses kepada masyarakat dimaksudkan untuk
mendapatkan putusan Mahkamah Agung diberikan
melalui Sistem Informasi Mahkamah Agung Republik
Indonesia (SIMARI).
Angka 14
Cukup jelas.
Angka 15
Pasal 80C
Cukup jelas.
Angka 16 . . .
-8-
Angka 16
Pasal 80D
Cukup jelas.
Angka 17
Pasal 81A
Ayat (1)
Berdasarkan ketentuan ini Mahkamah Agung
menyusun kegiatan dan anggaran tahunan,
termasuk anggaran untuk penyelenggaraan tugas
kepaniteraan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Angka 18
Pasal 81B
Cukup jelas.
Pasal 81C
Cukup jelas.
Pasal II
Cukup jelas.