Anda di halaman 1dari 115

BAB I

PENETRASI BAHAN-BAHAN BITUMEN

1.1 MAKSUD
Pemeriksaan itu dimaksudkan untuk menentukan penetrasi bitumen
keras atau lembek ( solid atau semi solid ) dengan memasukkan jarum ukuran
tertentu dengan beban dan waktu tertentu ke dalam bitumen pada suhu tertentu.

1.2 PERALATAN
a. Alat penetrasi yang dapat menggerakkan pemegang jarum naik turun tanpa
gesekan dan dapat mengukur sampai 0,1 mm.
b. Pemegang jarum seberat (47,5 ± 0,05) gram yang dapat dilepas dengan
mudah dari alat penetrasi untuk peneraan.
c. Pemberat dari (50 ± 0,05) gram dan (100 ± 0,05) gram masing-masing
dipergunakan untuk pengukuran penetrasi dengan beban 100 dan 200 gram.
d. Jarum penetrasi dibuat dari stainless steel mutu 4400C, atau HRC 54 sampai
60 dengan ukuran dan bentuk seperti pada lampiran L-1a ujung jarum
berbentuk kerucut terpancung.
e. Cawan contoh terbuat dari logam atau gelas berbentuk silinder dengan dasar
yang rata - rata berukuran sebagai berikut :
Penetrasi Diameter Dalam
dibawah 200 35 mm 35 mm
sampai 300 70 mm 45 mm

f. Bak perendam (waterbath) berupa bejana dengan isi tidak kurang dari 10 liter
dan dapat menahan suhu tertentu dengan ketelitian lebih kurang 0,1°C.
Bejana dilengkapi dengan pelat dasar berlubang-lubang, terletak50 mm diatas
dasar bejana dan tidak kurang dari 100 mm dibawah permukaan air dalam
bejana.
g. Tempat air untuk benda uji ditempatkan dibawah alat penetrasi. Tempat
tersebut mempunyai isi tidak kurang dari 350 ml, dan tinggi yang cukup

1
untuk merendam uji bergerak.
h. Pengukuran Waktu
Untuk pengukuran penetrasi dengan tangan diperlukan Stopwatch, dengan
skala pembagi terkecil 0,1 detik atau kurang dan kesalahan tertinggi 0,1 detik
perdetik.
i. Termometer.

1.3 BENDA UJI


a. Panaskan contoh perlahan-lahan serta aduklah hingga cukup cair untuk dapat
di tuangkan. Pemanasan contoh untuk tidak lebih dari 60 oC diatas titik
lembek, dan untuk bitumen tidak lebih dari 90oC diatas titik lembek,
b. Setelah contoh cair merata tuangkan ke dalam tempat contoh dan diamkan
hingga dingin. Buatlah dua benda uji (duplo), dan
c. Tutuplah benda uji agar bebas dari debu dan diamkan pada suhu ruang selama
1 sampai 1½ jam untuk benda uji kecil dan 1½ sampai 2 jam untuk benda uji
besar.

1.4 PROSEDUR PENGUJIAN


a. Letakkan benda uji dalam tempat air yang kecil dan masukkan tempat air
tersebut dalam bak perendam yang telah berada pada suhu yang ditentukan.
Diamkan benda uji dalam bak tersebut selama 1 sampai 1½ jam untuk benda
uji kecil dan 1½ sampai 2 jam untuk benda uji besar.
b. Periksalah pemegang jarum agar jarum dapat dipasang dengan baik dan
bersihkan jarum penetrasi dengan toluene atau pelarut lain kemudian
keringkan jarum tersebut dengan lap bersih dan pasanglah jarum pada
pemegang jarum.
c. Letakkan pemberat 50 gram diatas jarum untuk memperoleh beban sebesar
(100 ± 0,1) gram.
d. Pindahkan dari bak perendam kebawah alat penetrasi.
e. Turunkan perlahan-lahan sehingga jarum tersebut menyentuh permukaan
benda uji kemudian aturlah angka 0 di arloji penetrometer, sehingga jarum

2
penunjuk berimpit dengannya.
f. Lepaskan pemegang jarum dan serentak jalankan stopwatch selama jangka
waktu (5 ± 0,1) detik.
g. Putarlah arloji penetrometer dan bacalah angka penetrasi yang berimpit
dengan jarum penunjuk. Bulatkan hingga angka 0,1 mm terdekat.
h. Lepaskan jarum dari pemegang jarum dan siapkan alat penetrasi untuk
pekerjaan berikutnya.
i. Lakukan pekerjaan a sampai g tidak kurang dari 3 kali untuk benda uji yang
sama dengan ketentuan setiap titik pemeriksaan berjarak satu sama lain dan
sisi tepi dinding lebih dari 1 cm.

1.5 HASIL PENGUJIAN


Hasil pengamatan pada uji berat jenis bitumen keras dan ter ada pada
tabel 1.1 sebagai hasil pemeriksaan penetrasi aspal dan 1.2 hasil penetrasi.
Tabel 1.1 Pemeriksaan Penetrasi Aspal
PEMBACAAN PEMBACAA
PEMANASAN SAMPEL
SUHU N WAKTU

Mulai Pemanasan 25 º C

Selesai Pemanasan 25 º C
Didiamkan pada Suhu Ruang
Mulai 25 º C
Selesai 25 º C
Direndam Air dengan Suhu ( 25º C )
Mulai 25 º C
Selesai 25 º C
Diperiksa
Mulai 25 º C 09.00 WIB
Selesai 25 º C 09.15 WIB

3
Tabel 1.2 Hasil Pengujian Penetrasi
Sampel Sampel
No (mm) (mm) SKET HASIL PEMERIKSAN
I II
1. 48,5 56
2
2. 45 58 5 4 5 1
2

1
3. 49 55 3
4
3

4. 49 55
5. Sampel I Sampel II
50 48

Rata-rata 48,3 54,4

Rata-rata 52,35

1.6 ANALISIS PENGUJIAN


(56+58+55+55+ 48)
a. Rata-rata sampel I = 5 = 54,4 mm
( 48 , 5+45+ 49+ 49+50)
b. Rata-rata sampel II = 5 = 48,3 mm
(56 , 4+48 , 3)
c. Rata-rata = 2 = 51,35mm

1.7 PEMBAHASAN
Pemeriksaan mengikuti PA 0301-76 atau AASHTO T49-80. Pemeriksaan
dilakukan dengan memasukan jarum penetrasi berdiameter 1 mm.
Menggunakan beban seberat 50 gr sehingga diperoleh beban gerak seberat 100
gr (berat jarum + beban) selama 5 detik pada temperatur 25°. Penetrasi diukur
dan dinyatakan dalam angka yang merupakan kelipatan 0,1 mm.
Jenis Asphalt Cement atau AC yang ada di Indonesia dapat di bedakan
menurut besarnya penetrasi antara lain : AC 40-50, AC 60-70, AC 85-100, AC
200-300, dan lain - lain. AC menunjukkan Asphaltic Cement dan angka yang

4
ada dibelakangnya menunjukkan besarnya penetrasi . Makin besar angka
penetrasinya maka aspal makin lunak .
Pada percobaan digunakan aspal AC 60-70 . Sedangkan hasil penetrasi
bahan – bahan bitumen sebesar 52,35. Berdasarkan percobaan nilai penetrasi ini
tidak mewakili spesifikasi AC 60-70. Hal ini di mungkinkan adanya kesalahan
pada saat pengujian seperti :
a. Kurang telitinya dalam pembacaan.
b. Pada saat pengujian, jarum berada terlalu jauh dengan muka aspal yang di uji.
c. Peletakan jarum penetrasi terlalu dekat dengan dinding cawan sehingga
penetrasi yang terjadi tidak sesuai.
d. Adanya kesalahan pada pembuatan benda uji.

1.8 SIMPULAN
Dari hasil pengujian angka penetrasi aspal untuk cawan I menunjukan
nilai sebesar 54,4 mm, sedangkan untuk cawan II bernilai 48,3 mm dan setelah
dirata-rata dihasilkan 42,35 mm. Dari hasil pengujian tersebut, penetrasi yang
dihasilkan tidak memenuhi syarat.

5
BAB II

KELEKATAN ASPAL PADA BATUAN

2.1 MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menetapkan kelekatan aspal pada
batuan tertentu dalam air.

2.2 PERALATAN
a. Batu-batu putih (silica) dengan ukuran tertahan saringan 19 mm dengan
saringan 32 mm,
b. Air suling ph 6 sampai 7, kira-kira 2000 cm3,
c. Botol yang bermulut (gelas ukur), dengan isi 1000 cm3,
d. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (150 ±
5°C),
e. Timbangan,
f. Pisau pengaduk baja (spatula),
g. Penjepit,
h. Termometer logam ± 2000C dan 1000C, dan
i. Penggorengan (wajan).

2.3 BENDA UJI


a. Batu-batuan kira-kira 1000 gram dicuci dengan air suling, kemudian
dikeringkan pada suhu 125°C selama 5 jam dan diamkan 24 jam pada suhu
ruang, kemudian batu-batu tersebut disimpan dalam tempat tertutup,
b. Ambillah 500 gram batuan tersebut dan panaskan sampai suhu 40°C, dan
c. Batu-batu tersebut dicampur selama 5 menit atau lebih dengan 25 gram aspal
cair, atau 30 gram ter, pada suhu 70oC.

6
2.4 PROSEDUR PENGUJIAN
a. Letakkan benda uji dalam botol (gelas ukur) yang tersedia dan tutuplah botol
tanpa tekanan.
b. Setelah 30 menit isilah botol dengan air suling pada suhu ruang sehingga
benda uji terendam seluruhnya. Kemudian letakkan botol ini dalam oven pada
suhu 40oC.
c. Setelah 3 jam ambillah botol tersebut dari oven kemudian perkirakan luas
batu-batu yang masih di selimuti aspal atau ter.

2.5 HASIL PENGUJIAN

Tabel 2.1 Pengujian Kelekatan Aspal Pada Batuan


PEMANASAN SAMPEL PEMBACAAN SUHU PEMBACAAN
WAKTU
Mulai Pemanasan 30 º C 10.33 WIB
Selesai Pemanasan 70º C 10.35 WIB
Didiamkan pada Suhu Ruang
Mulai 28º C 10.45 WIB
Selesai 28º C 12.00 WIB
Diperiksa
Mulai 28º C 12.00 WIB
Selesai 28º C 12.00 WIB

Tabel 2.2 Hasil Pengamatan Kelekatan Aspal Pada Batuan


BENDA UJI Prosen yang Diselimuti oleh Aspal
I 75%
II 80%
Rata-rata 77,5%

7
2.6 ANALISIS PENGUJIAN
a. Sampel 1 = 75%
b. Sampel 2 = 80%
75+80
= =77 , 5
c. Nilai rata-rata 2 %

2.7 PEMBAHASAN
Kelekatan aspal terhadap agregat dipengaruhi oleh sifat aspal maupun
agregat, adapun yang berpengaruh :
a. Sifat mekanis,yang tergantung dari :
1) pori-pori dan absorpsi
2) bentuk dan tekstur permukaan
3) ukuran butir.
b. Sifat kimiawi agregat:
Permukaan agregat yang kasar akan memberikan ikatan dengan aspal lebih
baik daripada agregat dengan permukaan licin. Kelekatan agregat terhadap aspal
juga dipengaruhi sifat agregat dengan air. Agregat yang beik adalah agregat yang
mempunyai kemampuan menyerap air, sehingga ikatan antara aspal dengan
agregat cukup baik. Agregat berpori berguna untuk menyerap aspal, sehingga
ikatan aspal dengan agregat baik. Tetapi terlalu banyak berpori mengakibatkan
terlalu banyak air yang bisa diserap agregat sehingga akan sulit menghilangkan air
dari agregat yang akan mengakibatkan gangguan kelekatan aspal terhadap
agregat. Apabila air berhasil dihilangkan akan mengakibatkan terlalu banyak aspal
yang terserap yang berakibat lapisan aspal menjadi tipis. Banyaknya pori-pori
diperkirakan dari banyaknya air yang dapat terabsorbsi oleh agregat.
Pemeriksaan aspal terhadap agregat dilakuakan dengan percobaan
stripping mengikuti PB 0205-76 atau AASHTO T182-82. Kelekatan aspal
terhadap agregat dinyatakan dalam prosentase luas permukaan batuan yang
tertutup aspal terhadap seluruh luas permukaan. Nilai kelekatan aspal terhadap
agregat untuk bahan campuran aspal minimum 95 %.

8
Sebagai patokan kelekatan aspal terhadap agregat yang terselimut aspal 
95 % , maka kelekatan aspal terhadap agregat akan memenuhi standar Bina Marga
(PB 0205-76).
Dalam pemeriksaan ini diperoleh hasil bahwa persen yang diselimuti aspal
atau nilai kelekatan aspal terhadap agregat untuk bahan campuran aspal adalah
77,5 %. Dimana hasil ini tidak memenuhi standar minimum dari kelekatan aspal
terhadap agregat. Hal tersebut dikarenakan ada pada dua faktor yaitu agregat dan
aspal itu sendiri. Pada agregat itu sendiri, pemeriksaan ini digunakan batu putih
(silika) yang mempunyai ciri - ciri tekstur : permukaan halus, licin sehingga tidak
memberikan ikatan yang baik dengan aspal dan tidak menyerap air (tidak berpori),
sehingga sulit dilekati oleh asphalt. Pada aspal itu sendiri, kurang panasnya aspal
menjadi penyebab tidak lekatnya aspal terhadap agregat.

2.8 SIMPULAN
Dari hasil praktikum pengujian kelekatan aspal terhadap batuan kita
mendapatkan prosentase batuan yang di lekatkan oleh aspal dalam waktu 24 jam
hanya berkisar 77,5% sehingga tidak memenuhi persyaratan minimum Bina
Marga (PB 0205-76) yaitu = 95%.

9
BAB III

TITIK LEMBEK ASPAL DAN TER

3.1 MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembek aspal dan ter
yang berkisar antara 30°C sampai 200°C.
Titik lembek adalah suhu pada saat bola-bola baja, dengan berat tertentu,
mendesak turun ke suatu lapisan aspal atau ter yang tertekan dalam cincin
berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh pelat dasar yang terletak
di bawah cincin pada ketinggian tertentu, sebagai akibat kecepatan pemanasan
tertentu.

3.2 PERALATAN
a. Termometer,
b. Cincin kuningan,
c. Dudukan benda uji,
d. Alat pengarah bola,
e. Penjepit,
f. Bola baja diameter 9,53 mm, berat 3,45 gram sampai 3,5 gram, dan
g. Bejana gelas, tahan pemanasan mendadak dengan diameter 8,5 cm dengan
tinggi sekurang-kurangny 12 cm.

3.3 BENDA UJI


a. Panaskan contoh perlahan sambil diaduk terus menerus sehingga cair merata.
Pemanasan dan pengadukan dilakukan perlahan-lahan agar gelembung-
gelembung udara tidak masuk. Setelah cair merata tuanglah contoh ke dalam
dua buah cincin. Suhu pemanasan ter tidak melebihi 56oC diatas titik
lembeknya dan untuk aspal tidak melebihi 111oC diatas titik lembeknya.
Waktu pemanasan ter tidak melebihi 30 menit sedangkan untuk aspal tidak

10
melebihi 2 jam,
b. Panaskan dua buah cincin sampai suhu tuang contoh, dan letakkan kedua
cincin diatas pelat kuningan yang telah diberi lapisan dari campuran talk dan
sabun,
c. Tuangkan contoh ke dalam dua buah cincin. Diamkan pada suhu sekurang-
kurangnya 8oC dibawah titik lembeknya sekurang-kurangnya 30 menit, dan
d. Setelah dingin, ratakan permukaan contoh dalam cincin dengan pisau yang
telah dipanaskan.

3.4 PROSEDUR PENGUJIAN


a. Pasang dan aturlah kedua benda uji diatas dudukannya dan letakkan pengarah
bola diatasnya. Kemudian masukkan seluruh peralatan tersebut ke dalam
bejana gelas. Isilah bejana dengan air suling baru, dengan suhu (5 ± 1)°C
sehingga tinggi permukaan air berkisar antara 101,6 ml sampai 108 ml.
Letakkan termometer yang sesuai dengan pekerjaan ini diantara benda uji
(kurang lebih 12,7 mm dari tiap cincin). Periksa dan aturlah jarak antara
permukaan pelat dasar dengan dasar benda uji sehingga menjadi 25,4 mm.
b. Letakkan bola-bola baja yang bersuhu 5oC diatas dan ditengah permukaan
masing-masing benda uji yang bersuhu 5oC menggunakan penjepit dengan
memasang kembali pengarah bola.
c. Panaskan bejana sehingga kenaikan suhu menjadi 5 oC per menit. Kecepatan
pemanasan ini tidak boleh diambil dari kecepatan pemanasan rata-rata dari
awal dan akhir pekerjaan ini. Untuk tiga menit pertama perbedaan kecepatan
pemanasan tidak boleh melebihi 0,5oC.

3.5 HASIL PENGUJIAN


Hasil pengamatan pada praktikum ini yaitu pada tabel 3.1 sebagai titik
lembek aspal dan ada pada tabel 3.2 sebagai hasil pemeriksaan pada pengamatan
ini.

11
Tabel 3.1 Pengujian Titik Lembek Aspal dan Ter
Pemanasan Sampel Pembacaan Suhu Pembacaan Waktu

Mulai Pemanasan

Selesai Pemanasan

Didiamkan pada Suhu Ruang


Mulai

Selesai

Diperiksa

Mulai 2 C 11.40 WIB

Selesai 51 C 11.52 WIB

Tabel 3.2 Hasil Pengujian


NO SUHU YANG WAKTU ( DETIK ) TITIK LEMBEK
DIAMATI I II I II
1 5 0
2 10 131
3 15 291
4 20 403
Suhu Suhu
5 25 476 51,5ºC 52º C
6 30 536 waktu waktu
804” 830”
7 35 600
8 40 664
9 45 732
10 50 804
11 55 - -

12
3.6 ANALISIS PENGUJIAN
Titik lembek I = 51,5ºC
Titik lembek II = 52ºC
51 , 5+52
= =51 , 75
Nilai rata-rata pengujian 2 o
C

3.7 PEMBAHASAN
Titik lembek adalah suhu pada saat bola baja, dan berat tertentu mendesak
turun suatu lapisan aspal atau ter yang tertahan dalam cincin berukuran tertentu.
Sehingga aspal atau ter tersebut menyentuh pelat dasar yang terletak di bawah
cincin pada tinggi tertentu, sebagai akibat kecepatan pemanasan tertentu.
Titik lembek menunjukkan temperatur aspal dimana aspal mengalami
batas perpindahan antara bentuk padat ke cair. Nilai titik lembek dan penetrasi
dapat menunjukkan kepekaan aspal terhadap temperatur. Aspal dengan nilai titik
lembek rendah cenderung peka terhadap temperatur, sehinga kurang cocok
dipergunakan untuk daerah dengan temperatur tinggi (daerah tropis), sebaliknya
aspal dengan titik lembek tinggi kurang peka terhadap perubahan temperatur,
sehingga cocok dipergunakan untuk semua tempat, tetapi kurang efektif jika
dipakai pada daerah dengan temperatur rendah.
Benda uji yang dipakai adalah aspal AC 60-70 yang memiliki spesifikasi
titik lembek 48 - 58°C , sedangkan hasil pemeriksaan benda uji menunjukkan
nilai titik lembek 51,5C dan 52C, berarti aspal yang diuji memenuhi spesifikasi.

3.7 SIMPULAN
Dari hasil pemeriksaan titik lembek aspal tersebut didapat nilai titik
lembek aspal sebesar 51,75C maka dapat disimpulkan bahwa aspal yang diuji
tersebut memenuhi syarat standar spesifikasi Bina Marga atau AASHTO
yaitu ada pada ≥ 48°C. Untuk aspal AC 60-70.

13
BAB IV

DAKTILITAS BAHAN-BAHAN BITUMEN

4.1 MAKSUD
Maksud pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui sifat kohesi dalam aspal
itu sendiri yaitu dengan mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik antara dua
cetakan yang berisi bitumen keras sebelum putus pada suhu dan kecepatan terik
tertentu. Aspal dengan daktilitas yang lebih besar mengikat butir-butir agregat
lebih baik tetapi lebih peka terhadap perubahan temperatur.

4.2 PERALATAN
a. Termometer,
b. Cetakan daktilitas kuningan,
c. Bak perendam isi 10 liter yang dapat menjaga suhu tertentu selama pengujian
dengan ketelitian 0,1ºC, dan benda uji dapat direndam sekurang-kurangnya 10
menit, di bawah permukaan air. Bak tersebut dilengkapi dengan pelat dasar
yang berlubang diletakkan 5 cm dari dasar bak perendam untuk meletakkan
benda uji,
d. Mesin uji dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Dapat menarik benda uji dengan kecepatan tetap,
b. Dapat menjaga benda uji tetap terendam dan tidak menimbulkan getaran
selama pemeriksaan, dan
e. Metyl alcohol teknik dan sodium klorida teknik.

4.3 BENDA UJI


a. Lapisi semua bagian dalam cetakan daktilitas dan bagian atas pelat dasar
dengan campuran gliserin dan dextrin atau gliserin dan kaolin atau amalgam.
Kemudian pasanglah cetakan daktilitas di atas pelat dasar,
b. Panaskan contoh aspal kira-kira 100 gram sehingga cair dan dapat dituang.
Untuk menghindari pemanasan setempat, lakukan dengan hati-hati.

14
Pemanasan dilakukan sampai suhu antara 80ºC sampai 100ºC di atas titik
lembek. Kemudian contoh disaring dengan saringan No.50 dan setelah diaduk
dituang, dituang dalam cetakan,
c. Pada waktu mengisi cetakan, contoh dituang hati-hati dari ujung ke ujung
hingga penuh berlebihan, dan
d. Dinginkan cetakan pada suhu ruang selama 30 sampai 40 menit lalu
dipindahkan seluruhnya ke dalam bak perendam yang telah disiapkan pada
suhu pemeriksaan (sesuai dengan spesifikasi) selama 30 menit, kemudian
contoh yang berlebihan diratakan dengan pisau atau spatula yang panas hingga
hasil cetakan rata permukaan.

4.4 PROSEDUR PENGUJIAN


a. Benda uji didiamkan pada suhu 25ºC dalam bak perendam selama 85 sampai
95 menit, kemudian lepaskan benda uji dari pelat dasar dan sisi-sisi
sekatannya.
b. Pasanglah benda uji pada alat uji daktilitas dan tariklah benda uji secara
teratur dengan kecepatan 5 cm/menit sampai benda uji putus. Perbedaan
kecepatan lebih kurang 5% masih diijinkan. Bacalah jarak antara pemegang
cetakan pada saat benda uji putus (dalam cm). Selama percobaan berlangsung
benda uji harus selalu terendam sekurang-kurangnya 2,5 cm dari permukaan
air dan suhu harus dipertahankan tetap (25 ± 0,5)ºC.

4.5 HASIL PENGUJIAN

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Daktilitas


No Benda uji Hasil Pengujian Keterangan

1 Sampel 1 164 cm Tidak putus


2 Sampel 2 164 cm Tidak putus
3 Rata - rata (I-II) 164 cm

15
4.6 ANALISIS PENGUJIAN
a. Sampel 1 = 164 cm
b. Sampel 2 = 164 cm
164 +164
= =164
c. Nilai rata-rata 2 cm

4.7 PEMBAHASAN
Tujuan pemeriksaan ini untuk mengetahui sifat kohesi dalam aspal itu
sendiri yaitu dengan mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik antara dua
cetakan yang berisi bitumen keras sebelum putus. Pemeriksaan mengikuti
prosedur PB 0306-76 atau AASHTO T51-81.Dengan hasil daktilitas sebesar 164
cm sehingga memenuhi syarat. Aspal dengan daktilitas yang lebih besar mengikat
butir-butir agregat lebih baik tetapi lebih peka terhadap perubahan temperatur.

4.8 SIMPULAN
Dari hasil pengujian daktilitas diperoleh panjang rata-rata 164 cm yang
berarti > 100 cm sehingga memenuhi spesifikasi AC 60-70, dengan demikian
bahan uji bitumen dapat digunakan untuk perkerasan jalan.

16
BAB V

BERAT JENIS BITUMEN KERAS DAN TER

5.1 MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis bitumen keras
dan ter dengan piknometer. Berat jenis bitumen atau ter adalah perbandingan
antara berat bitumen atau ter dan berat air suling dengan isi yang sama pada suhu
tertentu.

5.2 PERALATAN
a. Termometer,
b. Piknometer,
c. Bejana gelas,
d. Timbangan,
e. Bak perendam yang dilengkapi pengatur suhu dengan ketelitian (25±0,1)oC,
dan
f. Air suling sebanyak 1000 cm3.

5.3 BENDA UJI


a. Panaskan contoh bitumen keras atau ter sejumlah 50 gram, sampai menjadi
cair dan aduklah untuk mencegah pemanasan setempat. Pemanasan tidak
boleh lebih dari 30 menit pada suhu 56°C di atas titik lembek.
b. Tuangkan contoh tersebut ke dalam piknometer yang telah kering sehingga
berisi 3/4 bagian.

17
5.4 PROSEDUR PENGUJIAN
a. Isilah bejana dengan air suling sehingga diperkirakan bagian atas piknometer
yang tidak terendam 40 mm. Kemudian rendam dan jepitlah bejana tersebut
dalam bak perendam sehingga terendam sekurang-kurangnya 100 mm.
Aturlah suhu bak perendam pada suhu 25°C.
b. Bersihkan, keringkan dan timbanglah piknometer dengan ketelitian 1 mg (A)
c. Angkatlah bejana dari bak perendam dan isilah piknometer dengan air suling
kemudian tutplah piknometer tanpa ditekan.
d. Letakkan piknometer ke dalam bejana dan tekanlah penutup sehingga rapat,
kembalikan bejana berisi piknometer ke dalam bak perendam. Diamkan
bejana tersebut didalam bak perendam selama sekurang-kurangnya 30 menit,
kemudian angkatlah piknometer dan keringkan dengan lap. Timbanglah
piknometer dengan ketelitian 1 mg (B)
e. Tuangkan benda uji tersebut ke dalam piknometer yang telah kering hingga
terisi 3/4 bagian.
f. Biarkan piknometer sampai dingin, waktu tidak kurang dari 40 menit dan
timbanglah dengan penutupnya dengan ketelitian 1 mg (C).
g. Isilah piknometer yang berisi benda uji dengan air suling dan tutuplah tanpa
ditekan, diamkan agar gelembung-gelembung udara keluar.
h. Angkatlah bejana dari bak perendam dan letakkan piknometer didalamnya
kemudian tekanlah penutup hingga rapat. Masukkan dan diamkan bejana ke
dalam bak perendam selama sekurang-kurangnya 30 menit. Angkat, keringkan
dan timbanglah piknometer (D).
a. Timbang piknometer kosong (dengan penutup)
b. Timbang piknometer berisi aspal
c. Timbang piknometer berisi aspal dan air penuh
d. Timbang piknometer berisi air penuh

18
5.5 HASIL PENGUJIAN

Tabel 5.1 Hasil Pengujian Berat Jenis Bitumen Keras dan Ter
N Urutan Pemeriksaan Berat
O
1 2
1. Berat piknometer kosong + tutupnya 13,22 gr 12,76 gr
2. Berat piknometer + aquades 25,17 gr 25,23 gr
3. Berat aquades (2 - 1) 11,95 gr 12,47 gr
4. Berat piknometer + aspal 15,61 gr 14,34 gr
5. Berat aspal (4 - 1) 2,39 gr 1,58 gr
6. Berat piknometer + aspal + aquadest 25,28 gr 25,26 gr
7. Berat aquades (6 - 4) 9,67 gr 10,92 gr
8. Volume aspal (3 - 7) 2,28 1,55
9. Berat Jenis aspal : berat / Vol (5 / 8) 1,05 1,02
10. Rata- rata berat jenis aspal 1,035

5.6 ANALISIS PENGUJIAN


( 4−1 )
BJ=
Rumus : (2−1 )−( 6−4 ) ...............................................................(5.1)
Keterangan:
1= Berat piknometer kosong
2= Berat piknometer + aquades
4= Berat piknometer + aspal
6= Berat piknometer + aspal + aquades

5.6.1 Sampel I
Berat jenis bitumen untuk sampel I dihitung dengan Persamaan 5.1.

19
1 = 13,22 gram
2 = 25,17 gram
4 = 15,61 gram
6 = 25,28 gram

Maka didapat:
( 15,61−13,22 )
BJ= =1,05
(25,17−13,22 )− (25,28−15,61 )

5.6.2 Sampel II
Berat jenis bitumen untuk sampel II dihitung dengan Persamaan 5.1.
1 = 12,76 gram
2 = 25,23 gram
4 = 14,34 gram
6 = 25,26 gram

Maka didapat:
( 14,34−12,76 )
BJ= =1,02
(25,23−12,76 ) −( 25,26−14,34 )

5.6.3 Nilai Rata-rata Pengujian


1,05+1,02
= =1, 035
Nilai rata-rata pengujian 2

5.7 PEMBAHASAN
Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat aspal dengan berat
aquades dalam keadaan volume yang sama pada suhu tertentu. Berat jenis aspal
digunakan untuk mencari berat jenis campuran aspal dan agregat, serta dalam
Marshall test berat jenis aspal berguna untuk menentukan VITM, VFWA juga
pengaruhnya terhadap stabilitas kelelehan plastis.
Menurut spesifikasi Bina Marga dan SNI-06-2441-1991 aspal dengan
penetrasi antara 60 - 70 aspal mempunyai berat jenis sebesar ≥1.
Pada pengujian berat jenis bitumen dan ter diperoleh data berat jenis

20
sampel I adalah 1,05 dan berat jenis sampel II adalah 1,02. Setelah dirata rata
diperoleh hasil berat jenis rata-rata yaitu 1,035.

5.8 SIMPULAN
Dari hasil pemeriksaan / percobaan diatas, diperoleh nilai berat jenis aspal
rata-rata sebesar 1,035, berarti berat jenis aspal memenuhi standart untuk jenis
aspal 60/70 dan dapat digunakan sebagai bahan perkerasan jalan.

21
BAB VI

TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR DENGAN CLEAVELAND


OPEN CUP

6.1 MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik nyala dan titik
bakar dari semua jenis aspal hasil minyak bumi, kecuali minyak bakar dan bahan
lainnya yang mempunyai titik nyala cleveland open cup kurang dari 79°C.
Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala singkat pada suatu titik di
atas permukaan aspal. Sedangkan titik bakar adalah suhu pada saat terlihat nyala
sekurang-kurangnya 5 detik pada suatu permukaan aspal. Untuk mengetahui
temperatur maksimum pemanasan aspal hingga aspal tidak terbakar.

6.2 PERALATAN
a. Termometer,
b. Cleveland open cup adalah cawan kuningan dalam bentuk dan ukuran seperti
pada Lampiran L-5a,
c. Pelat pemanas terdiri dari logam, untuk melekatkan cawan cleveland open
cup seperti pada Lampiran L-5b dan bagian diatas dilapis seluruhnya oleh
asbes setebal 0,6 cm (1/4"),
d. Sumber pemanasan. Sumber pembakaran gas atau tungku listrik, atau
pembakaran alkohol yang tidak menimbulkan asap atau nyala disekitar bagian
atas cawan,
e. Penahan angin, alat yang menahan angin apabila digunakan nyala sebagai
pemanasan, dan

22
f. Nyala penguji. Yang dapat diatur dan dapat memberikan nyala dengan
diameter 3,2 – 4,8 mm, dengan panjang tabung 7½ cm seperti pada Lampiran
L-5c.
6.3 BENDA UJI
a. Panaskan contoh aspal antara 148oC dan 176oC sampai cukup cair
b. Kemudian isilah cawan cleveland open cup sampai garis dan hilangkan
(pecahkan) gelembung udara yang ada pada permukaan cairan.

6.4 PROSEDUR PENGUJIAN


a. Letakkan cawan diatas pelat pemanas dan aturlah sumber pemanas sehingga
terletak dibawah titik tengah cawan.
b. Letakkan cawan penguji dengan poros pada jarak 7,5 cm dari titik tengah
cawan
c. Tempatkan termometer tegak lurus didalam benda uji dengan jarak 6,4 mm
diatas dasar cawan, dan terletak pada satu garis yang menghubungkan titik
tengah cawan dan titik poros nyala penguji. Kemudian aturlah sehingga poros
termometer terletak pada jarak ¼ diameter cawan dari tepi.
d. Tempatkan penahan angin didepan nyala penguji
e. Nyalakan sumber pemanas dan aturlah pemanasan sehingga kenaikan suhu
menjadi (15 ± 1)°C per menit sampai benda uji mencapai 56°C dibawah titik
nyala perkiraan.
f. Nyalakan nyala penguji dan aturlah agar diameter nyala penguji tersebut
menjadi 3,2 – 4,8 mm.
g. Kemudian aturlah kecepatan pemanasan 5°C sampai 6°C per menit pada suhu
antara 56°C dan 28°C di bawah titik nyala perkiraan.
h. Putarlah nyala penguji sehingga melalui permukaan cawan (dari tepi ke tepi
cawan) dalam waktu 1 detik. Ulangi pekerjaan tersebut setiap kenaikan 2°C.
i. Lanjutkan pekerjaan g dan h sampai terlihat nyala singkat pada suatu titik
diatas permukaan benda uji. Bacalah suhu pada termometer dan catat.
j. Lanjutkan pekerjaan i sampai terlihat nyala yang agak lama sekurang-
kurangnya 5 detik di atas permukaan benda uji. Bacalah suhu pada
termometer dan catat.

23
6.5 HASIL PENGUJIAN

Tabel 6.1 Titik Nyala dan Titik Bakar Aspal


Pemanasan Sampel Pembacaan Suhu Pembacaan Waktu
Mulai Pemanasan
Selesai Pemanasan
Didiamkan pada Suhu Ruang
Mulai
Selesai
Diperiksa
Mulai 30 ºC 11.16 WIB
Selesai 325 ºC 11.33 WIB

Tabel 6.2 Hasil Pengujian Titik Nyala dan Titik Bakar

Cawan Titik Nyala Titik Bakar


Benda uji 1 310ºC 325ºC

6.6 PEMBAHASAN
Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar untuk aspal keras mengikuti
prosedur AASHTO T48-81 atau PA 0303-76, berguna untuk menentukan suhu
dimana aspal terlihat menyala singkat dipermukaan aspal (titik nyala) dan suhu
saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5 detik. Pemeriksaan ini dengan
Cleveland Open Cup. Pemeriksaan harus dilakukan dalam ruang gelap sehingga
dapat segera diketahui timbulnya nyala pertama.
Titik nyala dan titik bakar perlu diketahui untuk memperkirakan
temperatur maksimum pemanasan aspal, sehingga dalam pemanasan aspal tidak
boleh melampaui titk nyalanya. Pemanasan yang melampaui titik nyalanya atau
titik bakarnya akan menyebabkan aspal terbakar sehingga akan mengakibatkan

24
aspal menjadi keras dan getas dan apabila digunakan dalam campuran
perkerasan, perkerasan akan mudah retak, kurang fleksibel dan mudah pecah.

6.7 SIMPULAN
Pada pemeriksaan ini benda uji aspal didapatkan hasil titik nyala 310
°C dan titik bakar 325 °C. Menurut spesifikasi Bina Marga SNI 06-2433-1991
untuk aspal dengan penetrasi antara 60-70 harus mempunyai titik nyala ≥ 232°C,
sedangkan titik bakarnya tidak tercantum. Jadi benda uji aspal memenuhi
spesifikasi Bina Marga dengan titik nyala 323 °C > 232°C.

25
BAB VII

KELARUTAN BITUMEN DALAM KARBON TETRA


CHLORIDA (CCL4)

7.1 MAKSUD
Untuk menentukan kadar bitumen yang larut dalam carbon tetra
chlorida/carbon bisulfida.

7.2 PERALATAN
a. Grooch crucible adalah cawan porselin berdiameter atas 4,4 cm mengecil ke
bawah dengan berdiamater dasar sekurang-kurangnya 3,6 cm, dengan tinggi
bagian dalam 2,5 cm dapat dilihat pada Lampiran L-6a,
b. Alas dari asbes dengan panjang serat kira-kira 1 cm, yang telah dicuci dengan
asam,
c. Labu erlenmeyer kapasitas 125 ml,
d. Kertas saring,
e. Labu penyaring,
f. Tabung penyaring,
g. Tabung karet untuk menahan grooch crucible,
h. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai125oC,
i. Neraca analitik dengan kapasitas (200 ± 0,001) gram,
j. Pembakar gas,
k. Pompa hampa udara (vacum pump),
l. Desikator,
m. Batang pembersih,
n. Cawan porselin,
o. Carbon tetra chlorida p.a/ karbon bisulfida (p.a = pro analisa),dan
p. Amonium karbonat p.a.

26
7.3 BENDA UJI
a. Ambillah contoh bitumen yang telah dikeringkan di bawah suhu penguapan
air sekurang-kurangnya 2 gram.
b. Apabila contoh bitumen tersebut keras tumbuklah sekurang-kurangnya 4 gram
sampai halus, dan ambillah 2 gram sebagai benda uji.

7.4 PROSEDUR PENGUJIAN

a. Timbanglah labu erlenmeyer


b. Masukkan benda uji (aspal) ke dalam labu erlenmeyer kemudian timbanglah.
c. Timbanglah juga kertas saringan bersih
d. Tuangkan larutan carbon tetra chlorida 100 ml kemudian aduk sehingga
bitumen larut sempurna.
e. Persiapkan grooch crucible. Masukkan tabung penyaring ke dalam mulut
labu penyaring dan masukkan grooch crucible ke dalam labu penyaring,
kemudian hubungkan labu penyaring dengan pompa hampa udara. Isilah
grooch crucible dengan suspensi asbes dalam air, isaplah dengan
menggunakan pompa hampa udara hingga terbentuk lapisan halus asbes pada
dasar grooch crucible. Kemudian angkat dan bakarlah grooch crucible
dengan pembakar gas dan timbanglah setelah didinginkan dalam desikator.
Ulangi beberapa kali sampai mendapatkan asbes kering sebanyak (0,5 ± 0,1)
gram.
f. Kemudian simpan dalam almari sekurang-kurangnya dua jam .
g. Tuangkan larutan (a) ke dalam grooch crucible yang telah dipersiapkan dan
diisap dengan pompa hampa udara. Aturlah keran penghisapan sehingga
asbes dan endapan tidak ikut terisap.
h. Bersihkan dinding labu enlenmeyer dengan batang pembersih dan carbon
tetra chlorida sedikit kemudian pindahkan endapan ini ke dalam grooch
crucible.
i. Cucilah bagian dalam grooch crucible dengan carbon tetra chlorida hingga
filtrat menjadi jernih, kemudian diisap dengan pompa hampa udara hingga
kering.

27
j. Keringkan grooch crucible didalam oven pada suhu 100oC sampai 125oC
selama 20 menit.
k. Dinginkan dalam desikator dan timbanglah.
l. Apabila terdapat sisa-sisa endapan pada dinding labu erlenmeyer, keringkan
labu dan timbanglah.
m. Tambahkan hasil perbedaan timbangan.

7.5 HASIL PENGUJIAN

Tabel 7.1 Pengujian Kelarutan dalam TCE

Pembacaan
Pemeriksaan Keterangan
Waktu Suhu
Dipanaskan mulai WIB C
O

Persiapan
Selesai pemanasan WIB C
O

Penimbangan Mulai WIB C


O

Pelarutan Mulai 9.30 WIB 24OC


Mulai 9.33 WIB 24OC
Penyaringan
Selesai 9.40 WIB 24OC
Di oven Mulai 9.42 WIB 24OC
Penimbangan Mulai 9.57 WIB 24OC

Tabel 7.2 Hasil Pemeriksaan Kelarutan dalam TCE


Sampel
No Pemeriksaan Keterangan
I II

1. Berat erlenmeyer kosong 74,04 gr 75 gr

Berat erlenmeyer kosong +


2. 74,85 gr 75,8 gr
aspal

3. Berat aspal (2-1) 0,81 gr 0,8 gr

4. Berat kertas saring bersih 0,58 gr 0,58 gr

28
Tabel 7.2 Lanjutan Hasil Pemeriksaan Kelarutan dalam TCE
Berat kertas saring bersih +
5. 0,58 gr 0,58 gr
mineral
6. Berat mineral (5-4) 0 gr 0 gr
Prosentase mineral
7. 0% 0%
(6/3x100%)
8. Aspal yang larut (100% -7) 100 % 100 %
9. Rata-rata aspal yang larut
(%) 100 %

7.1 ANALISIS PENGUJIAN


a. Berat aspal = (berat erlemenyer + aspal) – (berat elemenyer
kosong) .........................................................(7.3)
b. Berat mineral = (berat kertas saring + mineral) – (berat kertas
saring bersih)..................................................(7.2)
berat mieral
×100%
c. Presentase mineral = berat aspal ......................................(7.3)
d. Bitumen yang larut = 100% - prosentase mineral..............................(7.4)

7.6.1 Sampel I
Perhitungan pada sampel I dapat dilihat pada Persamaan 7.1 sampai
Persamaan 7.4.
a. Berat aspal = 74,85 – 74,04
= 0,81 gram
b. Berat mineral = 0,58 – 0,58
= 0 gram
0
×100%
c. Presentase mineral = 0,8

=0%
d. Bitumen yang larut = 100% - 0 %

29
= 100 %

7.6.2 Sampel II
Perhitungan pada sampel II dapat dilihat pada Persamaan 7.1 sampai
Persamaan 7.4.
a. Berat aspal = 75,8 – 75
= 0,8 gram
b. Berat mineral = 0,58 – 0,58
= 0 gram
0
×100%
c. Presentase mineral = 0,8
=0%
d. Bitumen yang larut = 100% - 0%
= 99,07%

7.6.3 RATA-RATA
100+100
= =100
Nilai rata-rata bitumen yang larut 2 %

7.6 PEMBAHASAN
Jumlah aspal yang larut dalam Carbon Tetra Chlorida (CCl4) menyatakan
titik kemurnian aspal, makin besar aspal yang larut, kemurnian aspal semakin
tinggi. Hal ini disebabkan karena Carbon Tetra Chlorida (CCl4) mampu
melarutkan aspal dengan sempurna.
Pengujian ini mengacu pada SNI-06-2438-1991 yakni aspal yang
digunakan untuk perkerasan jalan mempunyai kemurnian ≥ 99%. Ini berarti masih
diperbolehkan mengandung bahan lain ≤ 1%, bahan lain ini berupa debu atau
kotoran yang dapat menggangu ikatan aspal dan batuan. Berdasarkan hasil
pengujian diperoleh nilai rata-rata aspal yang larut dalam Carbon Tetra Chlorida
(CCl4) sebesar 100 % yakni ≥ 99%.

7.7 SIMPULAN

30
Berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh kelarutan bitumen dalam CCL4
sebesar 100 %,sedangkan kemurnian minimum yang disyaratkan sebesar 99%.
Jadi aspal ini memenuhi ketentuan yang diisyaratkan untuk perkerasan jalan.

31
BAB VIII

SIFAT FISIK DAN KARAKTERISTIK ASPAL

8.1 MAKSUD
Pemeriksaan dimaksudkan untuk mengetahui sifat fisik dan karakteristik
aspal sehingga praktikan mengetahui hasil akhir dan kesimpulan dari pengujian-
pengujian sifat aspal sebelumnya.

8.2 PERALATAN
a. Formulir Praktikum
b. Alat Tulis
8.3 PROSEDUR PENGUJIAN
a. Ambil data pengujian penetrasi bahan-bahan bitumen, kelekatan aspal pada
batuan, titik lembek aspal dan ter, daktilitas bahan-bahan bitumen. Berat jenis
bitumen keras dab ter, titik nyala dan titik bakar dengan cleavand open cup,
dan kelarutan bitumen dalam carbon tetra chloride (CCL4).
b. Buat tabel untuk masing-masing poin sesuai dengan data pengujian aspal.
c. Beri penjelasan dengan membandingkan hasil pengujian dengan persyaratan
dari masing-masing pengujian tersebut.
d. Hitung nilai Penetration Index dengan menggunakan data titik lembek
e. Gambarkan grafik hubungan antara nilai Pentration Index dengan
temperature dan beri pembahasan mengenai hal tersebut.
f. Hitung modulus kekakuan aspal dan beri pembahasan mengenai hasil
tersebut.

32
8.4 REKAP HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN SIFAT FISIK
ASPAL
Tabel 8.1 Rekapitulasi Pengujian Sifat Fisik Aspal
Hasil
No Jenis Pengujian Nilai Keterangan
Pengujian Persyaratan

1. Penetrasi Bahan-Bahan 51,35 mm 60-70 Tidak Memenuhi


Bitumen

2. Kelekatan Aspal Pada Batuan 77,5% ≥ 95% Tidak Memenuhi

3. Titik Lembek Aspal dan Ter 51,75°C ≥ 48°C Memenuhi

4. Daktilitas Bahan-Bahan 164 cm ≥ 100 cm Memenuhi


Bitumen

5. Berat Jenis Bitumen Keras dan 1,035 ≥1 Memenuhi


Ter

6. Titik Nyala dan Titik Bakar titik nyala titik nyala Memenuhi
dengan Cleaveland Open Cup ≥232°C
310°C titik
bakar 325°C

7. Kelarutan Bitumen dalam Tetra 100%. ≥ 99% Memenuhi


Chlorida

Pembahasan Sifat Fisik Aspal


1. Durabilitas
Kinerja aspal sangat dipengaruhi oleh sifat aspal tersebut setelah
digunakan sebagai bahan pengikat dalam campuran beraspal dan dihampar
dilapangan. Hal ini di sebabakan karena sifat-sifat aspal akan berubah secara
signifikan akibat oksidasi dan pengelupasan yang terjadi pada saat
pencampuran, pengangkutan dan penghamparan campuran beraspal di
lapangan. Perubahan sifat ini akan menyebabkan aspal menjadi berdaktilitas
rendah atau dengan kata lain aspal telah mengalami penuan. Kemampuan
aspal untuk menghambat laju penuaan ini disebut durabilitas aspal. Pengujian
bertujuan untuk mengetahui seberapa baik aspal untuk mempertahankan sifat

33
awalnya akibat proses penuaan. Walaupun banyak faktor lain yang
menentukan, aspal dengan durabilitas yang baik akan menghasilkan campuran
dengan kinerja baik pula. Pengujian kuantitatif yang biasanya dilakukan untuk
mengetahui durabilitas aspal adalah pengujian penetrasi, titik lembek,
kehilangan berat dan daktilitas. Pengujian ini dlakukan pada benda uji yang
telah mengalami Presure Aging Vassel ( PAV), Thin Film Oven Test ( TFOT)
dan Rolling Thin Film Oven Test ( RTFOT). Dua proses penuaan terakhir
merupakan proses penuaan yang paling banyak di gunakan untuk mengetahui
durabilitas aspal. Sifat aspal terutama viskositas dan penetrasi kan berubah
bila aspal tesebut mengalami pemanasan atau penuaan. Aspal dengan
durabilitas yang baik hanya mengalami perubahan.
2. Adesi dan Kohesi
Adesi adalah kemampuan partikel aspal untuk melekat satu sama lainnya,
dan kohesi adalah kemampuan aspal untuk melekat dan mengikat agregat.
Sifat adesi dan kohesi aspal sangat penting diketahui dalam pembuatan
campuran beraspal. Karena sifat ini mempengaruhi kinerja dan durabilitas
campuran. Uji daktilitas aspal adalah suatu ujian kualitatif yang secara tidak
langsung dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat adesifnes atau daktalitas
aspal keras. Aspal keras dengan nilai daktilitas yang rendah adalah aspal yang
memiliki daya adesi yang kurang baik dibandingkan dengan aspal yang
memiliki nilai daktalitas yang tinggi. Uji penyelimutan aspal terhadap batuan
merupakan uji kuantitatif lainnya yang digunakan untuk mengetahui daya
lekat ( kohesi) aspal terhadap batuan. Pada pengujian ini, agregat yang telah
diselimuti oleh film aspal direndam dalam air dan dibiarkan selama 24 jam
dengan atau tanpa pengadukan. Akibat air atau kombinasi air dengan gaya
mekanik yang diberikan, aspal yang menyelimuti permukaan agregat akan
terkelupas kembali. Aspal dengan gaya kohesi yang kuat akan melekat erat
pada permukaan agregat, oleh sebab itu pengelupasan yang tejadi sebagai
akibat dari pengaruh air atau kombinasi air dengan gaya mekanik sangat kecil
atau bahkan tidak terjadi sama sekali.

34
3. Kepekaan aspal terhadap temperatur
Seluruh aspal bersifat termoplastik yaitu menjadi lebih keras bila
temperatur menurun dan melunak bila temperatur meningkat. Kepekaan aspal
untuk berubah sifat akibat perubahan tempertur ini di kenal sebagai kepekaan
aspal terhadap temperatur.
4. Pengerasan dan penuaan aspal
Penuaan aspal adalah suatu parameter yang baik untuk mengetahui
durabilitas campuran beraspal. Penuaan ini disebabkan oleh dua faktor utama,
yaitu: penguapan fraksi minyak yang terkandung dalam aspal dan oksidasi
penuaan jangka pendek dan oksidasi yang progresif atau penuaan jangka
panjang. Oksidasi merupakan factor yang paling penting yang menentukan
kecepatan penuaan.

Tabel 8.2 Pemeriksaan sifat fisik aspal


No Jenis Alat Hasil Keterangan
1 Penetrasi Penetrometer Kekerasan Sifat rheologis
aspal aspal
2 Titik lembek (softening Ring and Ball Batas plastis Sifat rheologis
point) aspal aspal
3 Titik nyala (flash point) Cleveland open Batas Untuk
cup pemanasan menjamin
aspal keamanan/safety
4 Daktilitas Ductility Batas ulur Sifat durabilitas
machine aspal aspal
Sifat adhesi dan
kohesi aspal
5 Kehilangan berat (loss on Oven loss on Kemurnian Menjamin mutu
heating) heating aspal aspal
6 Kelarutan dalam CCL4 Labu Kemurnian Menjamin mutu
erlenmeyer aspal aspal
7 Penetrasi setelah penetrometer Keawetan Menjamin mutu
kehilangan berat aspal aspal
8 Berat jenis aspal picnometer Kualitas aspal

35
Tabel 8.3 Pemeriksaan sifat fisik agregat
No Jenis Alat Hasil Keterangan
1 Analisa saringan (Sieve Ayakan % Lolos Ukuran
analysis) (saringan- maksimum dan
saringan) gradasi agregat
2 Abrasi Mesin los Keausan Kekerasan
angeles agregat
3 Kelekatan agregat terhadap Oven dan %Luas -Kelekatan
aspal (affinity for Asphalt) timbangan, permukaan terhadap aspal
pencampuran agregat yang -Tekstur
terselimuti permukaan
aspal -Bentuk partikel
4 Berat jenis dan penyerapan Oven dan Berat jenis: -kekuatan
terhadap air timbangan -Bulk agregat
-Apparent -porositas
-Absorpsi agregat
5 Sand equivalent Sand Kebersihan Kebersihan
equivalent test agregat (cleanliness)
set

8.5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN KEPEKAAN ASPAL TERHADAP


TEMPERATUR
Aspal semen merupakan material termoplastik, yang konsistensinya
berubah bergatung temperaturnya. Kepekaan terhadap temperatur merupakan
parameter yang sangat penting untuk diketahui, dan menunjukkan nilai perubahan
konsistensi aspal dengan berubahnya temperatur. Aspal memiliki kepekaan
temperatur tinggi tidaklah diharapkan, mengingat (a) viskositasnya pada suhu 135
0
C (275 0F) dapat menjadi sangat rendah, sehingga menyebabkan kesulitan dalam
pencampuran dan pemadatan serta (b) viskositas (kekentalannya) pada suhu
pelayanan terendah biasanya sangat tinggi, sehingga memicu timbulnya retak-
retak pada suhu rendah.
Terdapat tiga pendekatan benda untuk mengungkapkan kondisi kepekaan
temperatur aspal semen yang digunakan saat ini, yaitu Penetration Index (PI),
Penetration –Viscosity Number (PVN) dan Viscosity – Temperature
Susceptibility (VTS). Salah satu dari ketiga cara tersebut akan diterangkan lebih
lanjut yaitu Indeks Penetrasi (PI)

36
Penentuan nilai PI disarankan oleh Pfeiffer dan van Doormal (1936), dan
ditentukan berdasarkan titik lembek aspal semen (pengujian menggunakan ring
and ball), angka penetrasi pada suhu 25 0C (77 0F), dan asumsi bahwa saat titik
lembek tercapai, penetrasi aspal semen mencapai angka 800. PI semacam ini
dinamakan sebagai PI (pen/R&B). Namun, berbagai penelitian menunjukkan
bahwa saat titik lembek tercapai penetrasi berbagai jenis aspal semen dapat
bernilai jauh dari 800. Oleh karenannya, dari pada mengandalkan asumsi tersebut
lebih bijaksana jika dilakukan uji penetrasi pada suhu berbeda, salah satunya pada
suhu standar 25 0C (77 0F). Logaritma dari penetrasi kemudian diplot terhadap
temperatur dalam 0C yang biasannya menghasilkan garis lurus. Kemiringan garis
ini, A,dapat dihitung

log Pen T 1 −log Pen padaT 2


A=
T 1−T 2

Persamaan empiris berikut ini kemudian digunakan untuk menghitung Indeks


Penetrasi dalam PI (pen/pen) :

20−500 A
IP=
1+ 50 A

Semakin rendah nilai PI, semakin peka suatu aspal terhadap temperatur.
Pada umumnya aspal untuk perkerasan memiliki nilai PI antara +1 dan -1. Aspal-
aspal jenis airblown yang telah dikurangi sifat kepekaan temperaturnya dapat
memilki PI yang cukup tinggi. Aspal semen yang memiliki PI kurang dari -2
sangat peka terhadap temperatur dan biasanya menampakkan sifat getas (brittle)
pada suhu rendah, serta meneruskan retak pada musim-musim dingin.
Disamping itu berdasar Brown (1990) nilai PI ini dapat dihitung dengan
persamaan dibawah ini, yang mendasarkan penentuan PI dengan angka penetrasi
dan titik lembek aspal.

1952−500 log Pen−20 SP


PI =
500 log Pen−SP−120

Dengan :

37
PI = penetration index
Pen = nilai penetrasi aspal
SP = titik lembek aspal

Gambar 8.1 Hubungan Penetration Index (PI) dengan temperature Sumber : The
shell Bitumen Handbook

Dari grafik tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa semakin tinggi suhu
lingkungan maka pentration index semakin rendah. Dan semakin rendah suhu
lingkungan maka angka penetration index nya semakin tinggi. Hal Ini
menggambarkan bahwa aspal mempunyai sifat thermoplastic

38
BAB IX

BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT HALUS

9.1 MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (bulk), berat
kering permukaan jenuh (Saturated Surface Dry = SSD) dan berat jenis semu
(Apparent Specific Gravity), serta penyerapan dari agregat halus.
a. Berat jenis (Bulk Specific Gravity) : Perbandingan antara berat agregat kering
dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan
jenuh pada suhu tertentu.
b. Berat jenis permukaan jenuh (SSD) : Perbandingan antara berat agregat
kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama dengan isi
agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.
c. Berat jenis semu (Apparent Specific Gravity) : Perbandingan antara berat
agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam
keadaan kering pada suhu tertentu.
d. Penyerapan : persentase berat air yang dapat diserap pori terhadap berat
agregat kering.

9.2 PERALATAN
a. Timbnangan kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram.
b. Piknometer dengan kapasitas 500 ml.
c. Kerucut terpancung (cone), diameter bagian atas (40 ± 3) mm, diameter
bagian bawah (90 ± 3) mm dan tingginya (75 ± 3 ) mm dibuat dari logam
tebal minimum 0,8 mm.
d. Batang penumbuk yang mempunyai bidang penumbuk rata, berat (340 ± 15)
gram diameter penumbuk (25 ± 3)mm.

39
e. Saringan No.4
f. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110 ±
5)°C.
g. Pengatur suhu dengan ketelitian pembacaan 1oC.
h. Talam.
i. Bejana tempat air.
j. Pompa hampa udara (vacum pump) atau tungku.
k. Air suling.
l. Desikator.

9.3 BENDA UJI


Benda uji adalah agregat yang lewat saringan No.4 diperoleh dari alat
pemisah contoh atau cara seperempat sebanyak 100 gram.

9.4 PROSEDUR PENGUJIAN


a. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu (110 ± 5)°C, sampai berat tetap.
Yang dimaksud dengan berat tetap adalah keadaan berat benda uji selama 3
kali proses penimbangan dan pemanasan dalam oven dengan selang waktu 2
jam berturut-turut, tidak akan mengalami perubahan kadar air lebih besar
daripada 0,1%. Dinginkan pada suhu ruang, kemudian rendam dalam air
selama (24 ± 4) jam.
b. Buang air perendam, hati-hati jangan ada butiran yang hilang, tebarkan
agregat diatas talam, keringkan di udara panas dengan cara membalik-balikan
benda uji. Lakukan pengeringan sampai terjadi kering permukaan jenuh.
c. Periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan mengisikan kedalam kerucut
terpancung, padatkan dengan batang penumbuk sebenyak 25 kali, angkat
kerucut terpancung. Keadaan kering permukaan jenuh tercapai bila benda uji
runtuh akan tetapi masih dalam keadaan tercetak.
d. Segera setelah tercapai keadaan kering permukaan jenuh masukkan 500 gram
benda uji kedalam piknometer, masukkan air suling sampai 90% isi

40
piknometer, putar sambil diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara
didalamnya. Untuk mempercepat proses ini dapat digunakan pompa hampa
udara, tetapi harus diperhatikan jangan sampai ada air yang ikut terhisap,
dapat pula dilakukan dengan cara merebus piknometer.
e. Rendam piknometer dalam air dan ukur suhu air untuk penyesuaian
perhitungan kepada suhu standar 25˚C.
f. Tambahkan air sampai mencapai tanda batas.
g. Timbang piknometer berisi air dan benda uji sampai ketelitian 0,1 gram (Bt).
h. Keluarkan benda uji, keringkan dalan oven dengan suhu (110 ± 5) oC sampai
berat tetap, kemudian dinginkan benda uji dalam desikator.
i. Setelah benda uji dingin kemudian timbanglah (Bk).
j. Tentukan berat piknometer berisi air penuh dan ukur suhu air guna
penyesuaian dengan suhu standar 25oC (B).

9.5 HASIL PENGUJIAN


Tabel 9.1 Hasil Pengujian Pemeriksaan Berat Jenis Agregat Halus.
BENDA UJI
KETERANGAN
I II
Berat Benda Uji dalam keadaan Basah Jenuh (SSD) 500 gr 500 gr
Berat Vicnometer + Air ( B ) 666 gr 692 gr
Berat Vicnometer + Air + Benda Uji ( BT ) 973 gr 1006 gr
Berat Benda Uji Kering Oven ( BK ) 481 gr 487 gr
Berat Jenis = BK / ( B + 500 – BT ) 2,49 2,62
Berat SSD = 500 / ( B + 500 – BT ) 2,59 2,69
BJ Semu = BK / ( B + BK – BT ) 2,76 2,82
Penyerapan = ( 500 - BK )/BK x 100 % 3,9 % 2,6 %

41
9.6 ANALISIS PENGUJIAN

BK
=
a. Berat Jenis (Bulk) ( B+500−BT) ................................................(9.1)
500
=
b. Berat Jenis (SSD) ( B+500−BT) .................................................(9.2)
BK
=
c. Berat Jenis (Semu) ( B+BK−BT) ................................................(9.3)
(500−BK )
= ×100%
d. Penyerapan air (BK ) ...............................................(9.4)
Keterangan :
Bk = Berat kering benda uji kering oven.
B = Berat piknometer berisi air.
Bt = Berat piknometer berisi air dan benda uji.
500 = Berat benda uji dalam keadaan SSD.

9.6.1 Sampel 1
Perhitungan pada sampel I dapat dilihat pada Persamaan 9.1 sampai
Persamaan 9.4
Diketahui : BK = 481 gram.
B = 666 gram.
BT = 973 gram.
481
=
a. Berat Jenis (Bulk) (666+500−973 )
= 2,49
500
=
b. Berat Jenis (SSD) (666+500−973 )
= 2,59

42
481
=
c. Berat Jenis (Semu) (666+481−973)
= 2,76
(500−481)
= x 100 %
4. Penyerapan air 481
= 3,9 %
9.6.2 Sampel 2
Perhitungan pada sampel II dapat dilihat pada Persamaan 9.1 sampai
Persamaan 9.4
Diketahui : Bk = 487 gram.
B = 692 gram
BT = 1006 gram.
487
=
a. Berat Jenis (Bulk) (692+500−1006)
= 2,62
500
=
b. Berat Jenis (SSD) (692+500−1006)
= 2,69
487
=
c. Berat Jenis (Semu) (692+487−1006 )
= 2,82
(500−487 )
= x 100 %
d. Penyerapan 487
= 2,6 %

9.6.3 RATA-RATA
B1+B2 666+692
= =
a. Brata-rata 2 2 = 679 gram
BT1+BT2 973+1006
= =
b. BTrata-rata 2 2 = 989,5 gram
BK1+BK2 481+487
= =
c. BKrata-rata 2 = 2 484 gram

43
BJ1+BJ2 2 , 49+2 ,62
= =
d. BJ(Bulk)rata-rata 2 2 = 2,555

BJ1+BJ2 2 ,59+2 , 69
= =
e. BJ(SSD)rata-rata 2 2 = 2,64

BJ1+BJ2 2 ,76+2, 82
= =
f. BJ(Semu)rata-rata 2 2 = 2,79

3,9 %+2,6 %
=
g. Penyerapanrata-ratra 2 = 3,25 %
9.7 PEMBAHASAN
Berat jenis adalah perbandingan antara berat volume agregat dengan berat
volume air. Besarnya berat jenis penting dalam perencanaan campuran agregat
dengan aspal karena umumnya direncanakan berdasar perbandingan berat dan
juga untuk menentukan banyaknya pori. Agregat dengan berat jenis kecil
mempunyai volume besar sehingga dengan berat yang sama membutuhkan aspal
yang lebih banyak. Ada 3 jenis berat jenis yang ditentukan berdasar manual
PB-0202-76 atau AASHTO T85-81 :
a. Bulk specific grafity, ialah :
Perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya
sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.
b. Apparent specific grafity, ialah :
Perbandingan antara berat kering dan berat air suling yang isinya sama
dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.
c. Effective specivic grafity, ialah :
Perbandingan antar berat agregat kering dan berat air suling yang isinya
sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.
Penyerapan adalah prosentase air yang dapat diserap oleh pori-pori agregat
terhadap kering agregat atau agregat kering. Air yang telah diserap agregat
harus dihilangkan seluruhnya, karena dapat mengganggu daya lekat aspal dengan
agregat. Agregat yang baik harus mempunyai kemampuan menyerap air
(absorbsinya cukup). Kemampuan menyerap air mengindikasikan banyaknya
aspal yang bisa diserap agregat. Tetapi, banyaknya air yang dapat diserap agregat
dibatasi karena agregat yang terlalu banyak menyerap air akan mengakibatkan air

44
akan sulit dihilangkan dari agregat sehingga dapat mengganggu ikatan agregat -
aspal. Apabila air berhasil dihilangkan akan mengakibatkan kebutuhan aspal
lebih besar karena terlalu banyak yang terserap agregat, sehingga lapisan aspal
pada batuan menjadi tipis. Besarnya absorpsi dibatasi 3 % untuk agregat yang
akan digunakan untuk lapisan permukaan dengan aspal.
Di sini pada pengamatan sampai dengan hasil perhitungannya ternyata
didapatkan bahwa prosentase dari kadar penyerapan absorbsinya melebihi dari
spesifikasi yang telah disyaratkan.
9.8 SIMPULAN
Hasil pemeriksaan benda uji sebagai berikut :
Berat jenis ( Bulk Specivic Gravity) = 2,555
Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) = 2,64
Berat jenis semu (apparent specivic gravity) = 2,79
Penyerapan ( absorbtion ) = 3,25 %

Jadi agregat yang diperiksa tersebut tidak memenuhi syarat untuk bahan
perkerasan konstruksi jalan raya. Hal ini terbukti dari hasil pengujian, ditinjau
dari segi penyerapannya agregat ini tidak memenuhi syarat, tetapi ditinjau dari
berat jenisnya memenuhi syarat, karena berat jenis hasil percobaan > berat jenis
minimum tetapi penyerapannya > batas maksimum untuk penyerapan
(berdasarkan peraturan yang berlaku bahwa batas maksimum untuk penyerapan
absorbsinya adalah sebesar 3% dan Bj minimum sebesar 2,5).

45
BAB X

BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT KASAR

10.1 MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan Berat Jenis (bulk), berat
jenis kering permukaan jenuh (Saturated Surface Dry = SSD) dan berat jenis
semu (Apparent Specific Gravity), serta penyerapan dari agregat kasar.
Berat Jenis (Bulk Specific Gravity) : Perbandingan antara berat agregat kering
dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh
pada suhu tertentu.
a. Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) : Perbandingan antara berat
agregat kering permukaan jenuh dan berat ai suling yang isinya sama
dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.
b. Berat jenis semu (Apparent Specific Gravity) : Perbandingan antara berat
agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat
dalam keadaan kering pada suhu tertentu.
c. Penyerapan : Persentase berat air yang dapat diserap pori terhadap berat
agregat kering.

10.2 PERALATAN
a. Keranjang kawat ukuran 3,33 mm atau 2,36 mm (No. 6 atau No. 8) dengan
kapasitas kira-kira 5 kg.

46
b. Tempat air dengan bentuk dan kapasitas yang sesuai untuk pemeriksaan.
Tempat ini harus diperlengkapi dengan pipa, sehingga permukaan air
selalu tetap.
c. Timbangan kapasitas 5 kg dan ketelitian 0,1 % dari berat contoh yang
ditimbang dan dilengkapi dengan alat penggantung keranjang.
d. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu hingga (100 ± 5) °C.
e. Alat pemisah contoh.
f. Saringan No.4
10.3 BENDA UJI
Benda uji adalah agregat yang tertahan saringan No. 4 diperoleh dari alat
pemisah contoh atau cara perempat, sebanyak kira-kira 5 kg.

10.4 PROSEDUR PENGUJIAN


a. Cuci benda untuk menghilangkan debu atau bahan-bahan lain yang melekat
pada permukaan.
b. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu 105°C sampai berat tetap.
c. Dinginkan benda uji pada suhu kamar selama 1 – 3 jam, kemudian timbang
dengan ketelitian 0,3 gram (Bk).
d. Rendam benda uji dalam air pada suhu kamar selama 24 ± 4 jam.
e. Keluarkan benda uji dari air, lap dengan kain penyerap sampai selaput air pada
permukaan hilang (SSD), untuk butiran yang besar pengeringan harus satu
persatu.
f. Timbang berat uji kering permukaan jenuh (Bj).
g. Letakkan benda uji di dalam keranjang, goncangkan batunya untuk
mengeluarkan udara yang tersekap dan tentukan beratnya didalam air (Ba).
Ukur suhu untuk penyesuaian perhitungan kepada suhu standar (25)oC.

10.5 HASIL PENGUJIAN

Tabel 10.1 Pemeriksaan Berat Jenis Agregat Kasar.

BENDA UJI

47
I II Rata-rata
KETERANGAN

Berat Benda Uji dalam Keadaan Basah Jenuh


1617 gr 1620 gr 1618.5 gr
( SSD )  ( BJ )
Berat Benda Uji dalam Air  ( BA ) 1000 gr 1000 gr 1000 gr
Berat Sampai Kering Oven ( BK ) 1587 gr 1590 gr 1588.5 gr
Berat Jenis ( BLUK ) = BK / ( BJ - BA ) 2,57 2.56 2.565
Berat SSD = BJ / ( BJ – BA ) 2,62 2.61 2.615
BJ Semu = BK / ( BK – BA ) 2,70 2.69 2.695
Penyerapan = ( BJ - BK )/BK x 100 % 1,89 % 1.88 % 1.885 %

10.6 ANALAISIS PENGUJIAN


10.6.1 Sampel 1
Diketahui : BJ = 1617 gr
BK = 1587 gr
BA = 1000 gr

Berat jenis (BLUK) = BK / (BJ – BA)


= 1587 / (1617 – 1000)
= 2,57

Berat SSD = BJ / (BJ – BA)


= 1617/ (1617 – 1000)
= 2,62

BJ semu = BK / (BK – BA)


= 1587 / (1587 – 1000)
= 2,70

(BJ−BK )
×100 %
Penyerapan = BK
(1617−1587 )
×100 %
= 1587
= 1,89 %

48
Keterangan :
BJ = Berat benda uji dalam keadaan basah jenuh (SSD),(gram).
BA = Berat benda uji didalam air (gram).
BK = Berat benda uji kering oven (gram).

10.6.2 Sampel 2
Diketahui : BJ = 1620 gr
BK = 1590 gr
BA = 1000 gr

Berat jenis (BLUK) = BK / (BJ – BA)


= 1590 / (1620 – 1000)
= 2,56

Berat SSD = BJ / (BJ – BA)


= 1620/ (1620 – 1000)
= 2,61

BJ semu = BK / (BK – BA)


= 1590 / (1590 – 1000)
= 2,69

(BJ−BK )
×100 %
Penyerapan = BK
(1620−1590 )
×100 %
= 1590
= 1,88 %

Keterangan :

49
BJ = Berat benda uji dalam keadaan basah jenuh (SSD),(gram).
BA = Berat benda uji didalam air (gram).
BK = Berat benda uji kering oven (gram).

.
10.7 PEMBAHASAN
Berat jenis adalah perbandingan antara berat volume agregat dengan satu
satuan volume air. Besarnya berat jenis penting dalam perencanaan campuran
agregat dengan aspal karena umumnya direncanakan berdasarkan perbandingan
berat dan juga untuk menentukan banyaknya pori. Agregat dengan berat jenis
kecil mempunyai volume besar sehingga dengan berat yang sama membutuhkan
aspal yang lebih banyak. Ada 3 jenis berat jenis yang ditentukan berdasarkan
manual PB-0202-76 atau AASHTO T85-81 :
a. Bulk specific grafity, ialah :
Perbandingan antar berat agregat kering dan berat air suling yang isinya
sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.
b. Apparent specific grafity, ialah :
Perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya
sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.
c. Effective specidic grafity, ialah :
Perbandingan antara berat agregat kering permukaan jenuh dan berat air
suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu
tertentu. Bj yang disyaratkan ¿ 2,5 gr/cc.
Penyerapan adalah prosentase berat air yang dapat diserap oleh pori-pori
agregat terhadap kering agregat atau agregat kering. Air yang telah diserap
agregat harus dihilangkan seluruhnya, karena dapat mengganggu daya lekat aspal
dengan agregat. Agregat yang baik harus mempunyai kemampuan menyerap air
(absorbsinya cukup), kemampuan agregat menyerap air ini mengindikasikan
banyaknya aspal yang bisa diserap agregat. Tetapi banyaknya air yang bisa
diserap agregat dibatasi karena agregat yang terlalu banyak menyerap air akan
mengakibatkan air akan sulit dihilangkan dari agregat sehingga dapat
mengganggu ikatan agregat dengan aspal.

50
Apabila air berhasil dihilangkan akan mengakibatkan kebutuhan aspal
lebih besar karena terlalu banyak yang terserap agregat, sehingga lapisan aspal
pada batuan menjadi tipis. Besarnya absorbsi dibatasi 3 % untuk agregat yang
akan digunakan untuk lapisan permukaan dengan aspal.

10.8 SIMPULAN
Hasil pemeriksaan benda uji sebagai berikut :
a. Berat jenis ( Bulk Specific Gravity ) = 2,565
b. Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) = 2,615
c. Berat jenis semu (Apparent Specivic Gravity) = 2,695
d. Penyerapan ( absorbtion ) = 1,885 % < 3 %
Jadi agregat yang diperiksa tersebut memenuhi syarat untuk bahan
perkerasan konstruksi jalan raya, karena penyerapan terhadap air sesuai dengan
persyaratan atau spesifikasinya, (berdasarkan peraturan yang berlaku, batas
maximum untuk penyerapan absorsinya adalah sebesar : 3% dan Bj minimum
sebesar 2,5.

51
BAB XI

KELEKATAN AGREGAT OLEH ASPAL

11.1 MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kelekatan agregat
terhadap aspal. Kelekatan agregat terhadap aspal adalah prosentase luas
permukaan batuan yang tertutup aspal terhadap keseluruhan luas permukaan.

11.2 PERALATAN
a. Wadah untuk mengaduk, kapasitas minimal 500 ml.
b. Timbangan dengan kapsitas 200 gram, ketelitian 0,1 gram.
c. Pisau pengaduk baja (spatula) lebar 1” panjang 4”.
d. Tabung gelas kimia (beker) kapasitas 600 ml.
e. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (150 ±
1)oC.
f. Saringan 6,3 mm (1/4”) dan 9,5 mm (3/8”).
g. Termometer logam ± 200oC dan 100oC.
h. Air suling dengan ph 6,0 sampai 7,0.

52
11.3 BENDA UJI
a. Benda uji adalah agregat yang lewat saringan 9,55 mm (3/8 ") dan tertahan
pada saringan 6,3 mm (1/4 ") sebanyak kira-kira 100 gram.
b. Cucilah dengan air suling, kemudian keringkan pada suhu 135ºC sampai
149ºC hingga berat tetap. Simpan didalam tempat yang tertutup rapat dan siap
untuk diperiksa.
c. Untuk pelapisan agregat basah perlu ditentukan berat jenis kering permukaan
jenuh (SSD) dan penyerapan dari agregat kasar.

11.4 PROSEDUR PENGUJIAN


a. Untuk pelapisan agregat kering dengan aspal dingin (cut-back) dan ter.
1) Ambil 100 gram benda uji (agregat), masukkan kedalam wadah, isilah
dengan aspal sebanyak 5,5 ± 0,2 gram yang telah dipanaskan sampai pada
suhu yang diperlukan, dapat dilihat pada Tabel 11.1. Aduklah aspal dan
benda uji sampai merata dengan spatula selama ± 2 menit.
2) Masukkan adukan beserta wadahnya dalam oven pada suhu 60 oC selama 2
jam, selama proses ini lobang angin pada oven harus dibuka. Setelah 2 jam
keluarkan adukan beserta wadahnya pdari oven dan diaduk lagi sampai
dingin (suhu ruang).
3) Pindahlah adukan tersebut kedalam tabung gelas kimia, isilah dengan air
suling sebanyak 400 ml dan diamkan tabung berisi adukan pada suhu
ruang selama 16 sampai 18 jam.
4) Ambil selaput aspal yang mengembung dipermukaan air dengan tidak
mengganggu agregat di dalam tabung. Terangi benda uji dengan lampu
(75 watt) yang pakai kap, atur tempat lampu sehingga tidak menyilaukan
akibat dari pantulan cahaya dari permukaan air. Dengan melihat dari atas
menembus air, perkirakan prosentase luas permukaan yang masih
terselaput aspal atau buram dianggap terselaputi penuh.
b. Untuk pelapisan agregat kering dengan aspal emulsi (RS, MS, SS)

53
1) Ambil 100 gram benda uji, masukkan ke dalam wadah dan isikan 80 ± 0,2
gram aspal emulsi pada suhu ruang tanpa diaduk. Kemudian masukkan ke
dalam oven pada suhu 135oC selama 5 menit. Keluarkan dari oven, aduk
sampai merata sehinkgga benda uji terlapisi aspal.
2) Kemudian lakukan seperti pada 11.4a. 4
c. Untuk pelapisan agregat basah dengan aspal dingin dan ter
1) Ambil 100 gram benda uji, masukkan ke dalam wadah dan isilah 2 ml air
suling. Aduk pada suhu ruang sampai benda uji menjadi basah secara
merata. Tambahkan 5,5 ± 0,2 gram aspal yang telah dipanaskan sampai
suhu yang diperlukan, dapat dilihat pada Tabel 11.1. Aduk sampai merata
sehingga benda uji terlapis aspal. Pengaduk tidak boleh lebih dari 5 menit.
2) Kemudian lakukan seperti pada 11.4a.3 dan 11.4a.4
b. Untuk pelapisan agregat kering dengan aspal panas dan ter (RT-10, RT-11,
dan RT-12)
1) Ambillah 100 gram benda uji, masukkan ke dalam wadah. Jika digunakan
aspal panas, panaskan wadah berisi benda uji selama 1 jam dalam oven
pada suhu tetap antara 135oC – 149oC, sementara itu panaskan aspal secara
terpisah. Jika digunakan ter, panaskan wadah berisi benda uji selama 1 jam
dalam oven dalam suhu tetap antara 79oC – 107oC dan ter pada suhu 93oC
– 121oC secara terpisah.
2) Masukkan aspal yang sudah panas 5,5 ± 0,2 gram pada benda uji yang
sudah panas pula, aduk sampai merata dengan spatula yang sudah dipanasi
selama 2 – 3 menit sampai mencapai suhu ruang.
3) Pindahkan benda uji yang sudah terselaput aspal ke dalam tabung gelas
kimia 600 ml. Segera tambahkan air suling sebanyak 400 ml dan biarkan
pada suhu ruang selama 16 – 18 jam.
4) Periksa luas permukaan benda uji yang masih terselaput aspal seperti pada
11.4a.4.

11.5 HASIL PENGUJIAN


Tabel 11.1 Kelekatan Agregat Terhadap Aspal
PEMBACAAN SAMPEL PEMBACAAN SUHU PEMBACAAN WAKTU

54
Mulai Pemanasan 40 º C 10.53 WIB
Selesai Pemanasan 160 º C 10.58 WIB
Didiamkan pada suhu ruang (22 April 2013)
Mulai 28 ºC 11.00 WIB
Selesai 28 º C 12.00 WIB
Diperiksa (23 April 2013)
Mulai 28 C 11.00 WIB
Tabel 11.1 Lanjutan Kelekatan Agregat Terhadap Aspal
Selesai 28 C 11.00 WIB

Tabel 11.2 Hasil Pengamatan


BENDA UJI PROSEN YANG DISELIMUTI ASPAL
I 95 %
II 97 %
RATA-RATA 96 %

11.6 PEMBAHASAN
Kelekatan agregat dipengaruhi oleh sifat agregat itu sendiri yaitu :
1. Sifat Mekanis yang tergantung dari :
a. pori-pori dan absorpsi
b. bentuk dan tekstur permukaan
c. ukuran butir
2. Sifat kimiawi agregat.
Permukaan agregat yang kasar akan memberi ikatan dengan aspal yang
lebih baik daripada agregat yang memiliki permukaan licin. Kelekatan agregat
terhadap aspal juga dipengaruhi sifat agregat dengan air. Agregat yang baik
adalah yang tidak mudah lepas dengan air, sehingga ikatan antara aspal dengan
agregat cukup baik. Agregat berpori berguna untuk menyerap aspal sehingga
ikatan aspal dengan agregat baik. Tetapi terlalu banyak berpori menyebabkan
terlalu banyak aspal yang terserap yang berakibat lapisan aspal terlalu tipis.

55
Banyaknya pori-pori diperkirakan dari banyaknya air yang terabsorpsi oleh
agregat.
Pemeriksaan agregat terhadap aspal dilakukan dengan percobaan Stripping
mengikuti PB 0205-76 atau AASHTO T128-82. Kelekatan agrregat terhadap
aspal dinyatakan dalam prosentase luas permukaan batuan yang tertutup aspal
terhadap seluruh luas permukaan. Nilai kelekatan agregat terhadap aspal untuk
bahan campuran dengan asphal minimal 95 %.
Sebagai patokan kelekatan agregat terhadap aspal yaitu besar luas permukaan
agregat yang terselimuti aspal lebih besar sama dengan dari 95 %, maka kelekatan
asgregat terhadap aspal akan memenuhi standar Bina Marga (PB-0205-76 ).

11.7 SIMPULAN
Menurut sepesifikasi Bina Marga aspal uji dengan penetrasi antara 60 - 70
minimum 95%. Berdasarkan hasil pemeriksaan yaitu luas permukaan agregat
yang diselimuti aspal adalah 96 %, sehingga memenuhi syarat spesifikasi Bina
Marga untuk dapat digunakan dalam konstruksi jalan raya.

56
BAB XII

SAND EQUIVALENT

12.1 MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kadar debu atau lumpur
atau bahan yang mempunyai lempung pada tanah atau agregat halus.

12.2 PERALATAN
a. Alat pemeriksaan sand equivalent terdiri atas silinder ukur dari plastik, tutup
karet, tabung irigator, kaki pemberat, dan sifon,
b. Kaleng dengan diameter 57 mm dan isi 85 ml,
c. Corong dengan mulut yang luas,
d. Jam dengan pembacaan sampai detik,
e. Pengguncang mekanis, dan
f. Larutan CaCl2, glyserin, dan formaldehyde.

57
12.3 BENDA UJI
Pasir disaring dengan saringan no. 4 dan butir-butir halus yang
menggumpal dihancurkan hingga melewati saringan no. 4, pasir-pasir diperoleh
dengan pemisah pasir atau perempat, masukkan contoh ke dalam kaleng
sehingga penuh dan rata.
Selama pengisian ketuk-ketuklah alas dari kaleng pada meja atau
permukaan yang keras supaya terjadi konsolidasi. Benda uji bisa disiapkan
dalam keadaan kering udara atau keadaan aslinya (tanpa oven).

12.4 PROSEDUR PENGUJIAN


a. 454 gram (1 lb) CaCl2 dicampur dengan 0,5 galon aquadest yang telah
dididihan, kemudian didinginkan.
b. Saring dengan saringan wattman nomor 12, tambahkan glyserin dan
formaldehyde pada larutan yang disaring.
c. Encerkan 85 ml larutan (baru) menjadi satu galon dengan menambahkan
aquadest.
d. Masukkan pasir (± 70 cc) diamkan selama 10 ± 1 menit, kemudian kocok
secara mendatar sebanyak 90 kali, tambahkan larutan sampai skala 15.
e. Diamkan selama 20 menit ± 15 menit.
f. Masukkan beban, baca skala beban.

12.5 HASIL PENGUJIAN

Tabel 12.1 Sand Equivalent

KETERANGAN 1 2

Seaking Start 09.27 WIB 09.23 WIB

(10.1 Min) Stop 09.37 WIB 09.33 WIB

Sedimentation Time Start 09.40 WIB 09.35 WIB

(20 Min- 15 Sec) Stop 09.43 WIB 09.38 WIB

58
Clay Reading 4,9 inc 5 inc
Sand Reading 3,7 inc 3,8 inc
¿Reading
Sand ¿¿ 75,5 % 76 %
SE = Clay¿Reading x100 %
Average Sand Equivalent 75,75 %
Remark : Kadar Lumpur = 100 % - ASE
= 100 – 75,75 %
= 24,43 %

12.6 ANALISIS PENGUJIAN


Untuk menghitung Sand Equivalent ( SE) digunakan rumus :
Sand reading
×100%
SE1 = Clay reading (13.1)
Sampel 1
Sand Re ading
×100%
Sand Equivalent = Clay Re ding
3,7
×100 %
= 4,9
= 75,5 %

Sampel 2
Sand Re ading
×100 %
Sand Equivalent = Clay Re ding
3,8
×100 %
= 5
= 76 %

12.6.1 Rata-rata Pengujian


SE1+SE2
Average Sand Equivalent = 2

59
75 ,5 %+76 %
2
=

= 75,75 %

Kadar Lumpur = 100 – ASE


= 100 – 75,75 = 24,43 %

12.7 PEMBAHASAN
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan kadar debu atau bahan yang
mempunyai lempung pada tanah atau agregat halus. Adanya lumpur dapat
mengakibatkan kembang susut yang besar oleh lumpur dan mempengaruhi
lekatan tanah agregat.
Spesifikasi Bina Marga untuk Sand Equivalen agregat halus adalah sebesar
lebih besar dari 50 % ( AASHTO T-176 ), yang berarti benda uji memenuhi
persyaratan.

12.8 SIMPULAN
Dari perhitungan di atas diperoleh nilai Sand Equivalent (SE) rata-rata
adalah sebesar = 75,75 % sedangkan kadar lumpurnya sebesar 24,25 % , jadi
agregat halus memenuhi spesifikasi yang ditentukan karena lebih besar dari 50 % ,
sehingga dapat dipergunakan.

60
BAB XIII

KEAUSAN AGREGAT DENGAN MESIN LOS ANGELES

13.1 MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan agregat kasar
terhadap keausan dengan menggunakan mesin Los Angeles.
Keausan tersebut dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan
aus lewat saringan No. 12 terhadap berat semula, dalam prosen.

13.2 PERALATAN
a. Mesin Los Angeles,
b. Mesin terdiri dari silinder baja tertutup pada kedua sisinya dengan diameter
71 cm (28") panjang dalam 50 cm (20"). Silinder bertumpu pada dua poros

61
pendek yang tak menerus dan berputar pada poros mendatar. Silinder
berlubang untuk memasukkan benda uji. Penutup lubang terpasang rapat
sehingga permukaan dalam silinder tidak terganggu. Di bagian dalam silinder
terdapat bilah baja melintang penuh setinggi 8,9 cm (3,56"),
c. Saringan No. 12 dan saringan-saringan lainnya seperti tercantum daftar No.1,
d. Timbangan, dengan ketelitian 5 gram,
e. Bola-bola baja dengan diameter rata-rata 4,68 cm (17/8") dan berat masing-
masing antara 390 gram sampai 445 gram, dan
f. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai
(110±5)°C.

13.3 BENDA UJI


a. Berat dan gradasi benda uji sesuai daftar No. 1.
b. Bersihkan benda uji dan keringkan dalam oven pada suhu (110±5)°C sampai
berat tetap.

13.4 PROSEDUR PENGUJIAN


a. Benda uji dan bola baja dimasukkan ke dalam mesin Los Angeles
b. Putar mesin dengan kecepatan 30 sampai 33 rpm, 500 putaran untuk gradasi
A, B, C, dan D, 1000 putaran untuk gradasi E, F, dan G.
c. Setelah selesai pemutaran, keluarkan benda uji dari mesin kemudian saring
dengan saringan No. 12. Butiran yang tertahan di atasnya dicuci bersih,
selanjutnya dikeringkan dalam oven suhu ( 110 ± 5 )oC sampai berat tetap.

13.5 HASIL PENGUJIAN

Tabel 13.1 Pemerikasan keausan agregat


JENIS GRADASI
SARINGAN BENDA UJI
LEWAT / LOLOS TERTAHAN

62
72,2 mm ( 3" ) 63,5 mm ( 2,5" )
63,5 mm ( 2,5" ) 50,8 mm ( 2" )
50,8 mm ( 2" ) 37,5 mm ( 1,5" )
37,5 mm ( 1,5" ) 25,4 mm ( 1" )
25,4 mm ( 1" ) 19,0 mm ( 3/4" )
19,0 mm ( 3/4" ) 12,5 mm ( 0,5" ) 2500 gram
12,5 mm ( 0,5" ) 09,5 mm ( 3/8" ) 2500 gram
09,5 ( 3/8" ) 06,3 mm ( 1/4" )
06,3 ( 1/4" ) 4,75 mm ( No. 4 )
4,75 mm ( No 4 ) 2,36 mm ( No. 8 )

Tabel 13.1 Lanjutan Pemerikasan keausan agregat


JUMLAH BENDA UJI ( A ) 5000 gram
JUMLAH TERTAHAN DI SIEVE 12 ( B ) 3983 gram
( A−B )
20,34 %
KEAUSAN = A X 100%

13.6 ANALISIS PENGUJIAN


A−B
Keausan = A × 100 %.

( 5000−3983 )
= 5000 × 100 %.
= 20,34 %
Keterangan :
A = berat benda uji semula (gram).
B = berat benda uji tertahan saringan No. 12 (gram).

13.7 PEMBAHASAN
Tes keausan dilakukan untuk mengetahui daya tahan agregat terhadap
abrasi, yaitu ketahanan agregat untuk tidak hancur oleh gaya yang diberikan pada

63
waktu penimbunan, pemadatan atau beban lalu lintas pada masa pelayanan jalan
tersebut.
Klasifikasi berdasarkan Bina Marga yang telah ditetapkan adalah
sebagai berikut :
a. Keausan (15 - 20) % untuk batu istimewa.
b. Keausan (20 - 30) % untuk batu baik.
c. Keausan (30 - 40) % untuk batu cukup.
Sedangkan Bina Marga mensyaratkan keausan agregat maksimal 40 %.

13.8 SIMPULAN
Berdasarkan keausan agregat yang telah diperiksa yaitu sebesar 20,34%,
sedangkan batas maximum dari spesifikasi Bina Marga untuk bahan jalan
raya adalah 40 %, maka bahan tersebut memenuhi spesifikasi dan dapat dipakai
sebagai bahan konstruksi jalan raya.

BAB XIV
REKAPITULASI PENGUJIAN SIFAT FISIK AGREGAT

14.1 MAKSUD
Pemeriksaan dimaksudkan untuk mengetahui sifat fisik agregat sehingga
praktikan menegtahui hasil akhir dan kesimpulan dari pengujian-pengujian sifat
agregat sebelumnya.

14.2 PERALATAN
a. Formulir Praktikum
b. Alat Tulis

64
14.3 PROSEDUR PENGUJIAN
a. Ambil data dari pengujian berat jenis dan penyerapan agregat halus, berat
jenis dan penyerapan agregat kasar, kelekatan agregat oleh aspal, sand
equivalent, dan keausan agregat dengan mesin los angeles.
b. Buat tabel untuk masing-masing poin sesuai dengan data pengujian agregat.
c. Beri penjelasan dengan membandingkan hasil pengujian dengan persyaratan
dari masing-masing pengujian tersebut.

14.4 REKAP HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN SIFAT FISIK


AGREGATS
Tabel 14.1 Rekapitulasi Pengujian Sifat Fisik Agregat
No Jenis Pengujian Nilai Persyaratan Hasil Keterangan
Pengujian
1. Penyerapan dan Berat Berat Jenis : ≥ 2,5 BJ(Bulk) : 2,55 Tidak
Jenis Agregat Halus gr/cc BJ(SSD) : 2,64 memenuhi
Penyerapan: ≤ 3% BJ(Semu) : 2,79
Penyerapan:3,25 %

Tabel 14.1 Rekapitulasi Pengujian Sifat Fisik Agregat


No Jenis Pengujian Nilai Persyaratan Hasil Keterangan
Pengujian
2. Penyerapan dan Berat Berat Jenis : ≥ 2,5 BJ(Bulk) : 2,5695 Memenuhi
Jenis Agregat Kasar gr/cc BJ(SSD) : 2,623
Penyerapan: ≤ 3% BJ(Semu) : 2,7155
Penyerapan: 2,094%
3. Kelekatan Agregat oleh ≥ 95% 96 % Memenuhi
Aspal
4. Sand Equivalent ≥ 50% 75,75 % Memenuhi
5. Keausan Agregat dengan ≤ 40% 20,34 % Memenuhi
Mesin Los Angeles

65
Pembahasan Sifat Fisik Agregat
1. Berdasarkan bentuk butiran (shape)
a. Kubikal (cubical)
b. Bulat (rounded)
c. Tak teratur (irregular)
d. Lonjong (elongated)
e. Pipih (flaky)
2. Berdasarkan tekstur permukaan (surface texture)
a. Kasar
b. Sedang
c. Halus

Tekstur permukaan sangat memengaruhi daya dukung agregat terhadap


struktur perkerasan. Tekstur permukaannya antara lain kasar, sedang, dan halus.
Tektur yang kasar mampu memberikan gaya gesekan yang lebih besar dan akan
meningkatkan daya dukung agregat. Sedangkan tekstur yang halus tidak akan
menimbulkan gaya gesekan apapun, dan memiliki daya dukung yang lemah.
1. Berdasarkan ukuran butiran (size)
a. Agregat kasar (coarse aggregate), lolos saringan no.4
b. Agregat halus (fine aggregate), lolos saringan no.4 dan tertahan saringan
no.200
c. Agregat pengisi (filler), lolos saringan no.200
2. Berdasarkan gradasi (grading)
a. Gradasi rapat (dense graded)
b. Gradasi seragam (uniform graded)
c. Gradasi timpang (gap graded)
d. Gradasi terbuka (open graded)
Gradasi merupakan distribusi atau penyebaran ukuran agregat. Dimana
ukuran agregat terbagi menjadi agregat kasar, agregat halus dan agregat pengisi.
Gradasi memegang peranan penting dalam memberikan daya dukung baik sebagai
pondasi tanpa bahan ikat ataupun dengan campuran bahan ikat aspal atau semen.

66
Gradasi rapat tersusun dari ukuran agregat yang bervariasi sehingga rongga
butiran yang berukuran besar mapu diisi ole agregat berukuran kecil, dan
seterusnya. Sehingga dihasilkan rongga yang rapat yang memiliki daya dukung
yang tinggi. Dengan gradasi yang rapat maka kebutuhan aspal optimum pada
gradasi rapat lebih sedikit dibanding gradasi yang lain.
Gradasi seragam artinya gradasi tersebut tersusun dari ukuran butiran yang
sama atau seragam. Maka dengan gradasi yang seragam itu akan terbentuk rongga
rongga yang besar karena rongga satu ukuran tidak dapat ditutupi dengan ukuran
yang lain. Sehingga menimbulkan kebutuhan aspal optimum untuk menutupi
rongga tersebut lebih banyak selain itu dengan rongga yang besar tidak akan
menimbulkan suatu daya dukung yang besar.
Gradasi timpang dan gradasi terbuka, dimana keduannya sama sama
menghilangkan satu ukuran agregat, yang pada akhirnya juga akan mengurangi
daya dukung agregat terhat struktur perkerasan.
Dapat dilihat dari rekapitulasi sifat fisik agregat, satu dari lima pengujian
sifat fisik agregat ada yang tidak memenuhi syarat bina marga. Jadi agregat
tersebut tidak memenuhi syarat untuk bahan perkerasan konstruksi jalan raya.

BAB XV
ANALISA SARINGAN AGREGAT KASAR DAN HALUS

15.1 MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan pembagian butir
(gradasi) agregat halus dan kasar dengan menggunakan saringan.

15.2 PERALATAN YANG DIGUNAKAN

a. Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2 % dari benda uji.


b. Satu set saringan dengan ukuran seperti yang tercantum di bawah ini:

67
c. (3/4”); (1/2”); (3/8”); no. 4; no. 8; no. 30; no.50; no.100; no.200.
d. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110 ±5)
0
C.
e. Alat pemisah contoh
f. Mesin pengguncang saringan
g. Talam
h. Kuas, sikat kuningan,sendok,talam-talam,dan alat lainnya.

15.3 BENDA UJI


1. Benda uji diperoleh dari alat pemisah contoh atau cara perempat sebanyak:
a. Agregat halus :
1) Ukuran maksimum nomor 4 : berat minimum 500 gram
2) Ukuran maksimum nomor 6 : berat minimum 100 gram
b. Agregat kasr :
1) Ukuran maksimum 3,5” : berat minimum 35 kg
2) Ukuran maksimu 3” : berat minimum 30 kg
3) Ukuran maksimum 2.5” : berat minimum 35 kg
4) Ukuran maksimum 1,5” : berat minimum 15 kg
5) Ukuran maksimum 1” : berat minimum 10 kg
6) Ukuran maksimum 3/4” : berat minimum 5 kg
7) Ukuran maksimum 3/8” : berat minimum 1 kg
2. Bila agregat berupa campuran dari agregat halus dan agregat kasar, agregat
tersebut dipisahkan menjadi 2 bagian dengan saringan no.4. selanjutnya
agregat halus dan agregat kasar disediakan sebanyak jumlah seperti yang
tercantum di atas. Benda uji disiapkan sesuai dengan PB-0208-76 kecuali
apabila butiran yang melalui saringan no.200 tidak perlu diketahui
jumlahnya dan syarat-syarat ketelitian tidak diperlukan.

15.4 PROSEDUR PENGUJIAN


a. Benda uji sebanyak 1200 gr dikeringkan di dalam oven dengan suhu (110±
%)°C, sampai beratnya tetap.

68
b. Saring benda uji lewat susunan saringan dengan ukuran saringan paling besar
ditempatkan paling atas. Saringan diguncangkan dengan tangan atau mesin
pengguncang selama 15 menit

15.5 HASIL PENGUJIAN


NOMOR
SARINGAN BERAT TERTAHAN (GR) ∑ PROSEN SPESIFIKASI (%)
INC
H Mm TERTAHAN ∑ TERTAHAN TERTAHAN LOLOS MIN MAX
1 25 0 0 0 100 100 100
3/4' 19 0 0 0.00 100.00 90 100
1/2' 12.5 421 421 42.08 57.92 74 90
3/8' 9.5 146 567 56.67 43.33 64 82
#4 4.75 152 719 71.86 28.14 47 64
#8 2.36 190 909 90.85 9.15 34.6 49
#16 1.18 86 995 99.45 0.55 28.3 38
#30 0.6 0.9 995.9 99.54 0.46 20.7 28
#50 0.3 0.37 996.27 99.57 0.43 13.7 20
#100 0.15 3.38 999.65 99.91 0.09 4 13
#200 0.075 0.9 1000.55 100.00 0.00 4 8
PAN   0 1000.55 100.00 0.00    
Tabel 15.1 Analisa Saringan F1

Tabel 15.2 Analisa Saringan F2


NOMOR
SARINGAN BERAT TERTAHAN (GR) ∑ PROSEN SPESIFIKASI (%)
INCH Mm TERTAHAN ∑ TERTAHAN TERTAHAN LOLOS MIN MAX
1 25 0 0 0.00 100.00 100 100
3/4' 19 0 0 0.00 100.00 90 100
1/2' 12.5 9 9 0.91 99.09 74 90
3/8' 9.5 245 254 25.55 74.45 64 82
#4 4.75 575 829 83.40 16.60 47 64
#8 2.36 87 916 92.15 7.85 34.6 49
#16 1.18 29 945 95.07 4.93 28.3 38
#30 0.6 9 954 95.98 4.02 20.7 28
#50 0.3 6 960 96.58 3.42 13.7 20
#100 0.15 10 970 97.59 2.41 4 13
#200 0.075 13 983 98.89 1.11 4 8
PAN   11 994 100.00 0.00    

69
Tabel 15.3 Analisa Saringan F3
NOMOR SPESIFIKASI
SARINGAN BERAT TERTAHAN (GR) ∑ PROSEN (%)
INCH Mm TERTAHAN ∑ TERTAHAN TERTAHAN LOLOS MIN MAX
1 25 0 0 0.00 100.00 100 100
3/4' 19 0 0 0.00 100.00 90 100
1/2' 12.5 0 0 0.00 100.00 74 90
3/8' 9.5 3 3 0.30 99.70 64 82
#4 4.75 30 33 3.32 96.68 47 64
#8 2.36 108 141 14.17 85.83 34.6 49
#16 1.18 294 435 43.72 56.28 28.3 38
#30 0.6 210 645 64.82 35.18 20.7 28
#50 0.3 146 791 79.50 20.50 13.7 20
#100 0.15 128 919 92.36 7.64 4 13
#200 0.075 63 982 98.69 1.31 4 8
PAN   13 995 100.00 0.00    

15.6 ANALISIS PENGUJIAN


Analisis pengujian untuk F1 adalah sebagai berikut.
1. Jumlah berat tertahan
a. Nomor saringan 1” = 0 (berat tertahan nomor saringan 1”)
b. Nomor saringan 3/4’’ =0 +0 =0
c. Nomor saringan 1/2’’ = 421 + 0 = 421
d. Nomor saringan 3/8’’ = 146 + 421 = 567
e. Nomor saringan #4 = 152 + 567 = 719 gr
f. Nomor saringan #8 = 190 + 719 = 909 gr
g. Nomor saringan #16 = 86 + 909 = 995 gr
h. Nomor saringan #30 = 0,9 + 995 = 995,9 gr
i. Nomor saringan #50 = 0,37 + 995,9 = 996,27 gr
j. Nomor saringan #100 = 3,38 + 996,27 = 999,65 gr
k. Nomor saringan #200 = 0,9 + 999,65 = 1000,55 gr

70
l. PAN =0 + 1000,5 = 1000,55 gr
2. Jumlah tertahan dalam persen (%)
0
a. Nomor saringan 1” = x 100 =0
1000,55
0
b. Nomor saringan 3/4’’ = x 100 =0
1000,55
421
c. Nomor saringan 1/2’’ = x 100 = 42,08
1000,55
567
d. Nomor saringan 3/8’’ = x 100 = 56,67
1000,55
719
e. Nomor saringan #4 = x 100 = 71, 86 gr
1000,55
909
f. Nomor saringan #8 = x 100 = 90,85 gr
1000,55
995
g. Nomor saringan #16 = x 100 = 99,45 gr
1000,55
995,9
h. Nomor saringan #30 = x 100 = 99,54 gr
1000,55
996,27
i. Nomor saringan #50 = x 100 = 996,27 gr
1000,55
99,65
j. Nomor saringan #100 = x 100 = 99,1 gr
1000,55
1000,55
k. Nomor saringan #200 = x 100 = 100 gr
1000,55
996,27
l. PAN = x 100 = 100 gr
1000,55
3. Jumlah lolos dalam persen (%)
a. Nomor saringan 1” = 100 – 0 = 100
b. Nomor saringan 3/4’’ = 100 − 0 = 100
c. Nomor saringan 1/2’’ = 100 − 42,08 = 57,92
d. Nomor saringan 3/8’’ = 100 – 56,67 = 43,33
e. Nomor saringan #4 = 100 – 71,86 = 28,14 gr
f. Nomor saringan #8 = 100 – 90,85 = 9,15 gr
g. Nomor saringan #16 = 100 – 99,45 = 0,55gr
h. Nomor saringan #30 = 100 – 99,54 = 0,46 gr
i. Nomor saringan #50 = 100 – 99,57 = 0,43gr

71
j. Nomor saringan #100 = 100 – 99,91 = 0,09 gr
k. Nomor saringan #200 = 100 – 100 = 0 gr
l. PAN = 100 – 100 = 0 gr

Analisis pengujian untuk F2 adalah sebagai berikut.


1. Jumlah berat tertahan
a. Nomor saringan 1” = 0 (berat tertahan nomor saringan 1”)
b. Nomor saringan 3/4’’ =0 +0 = 0 gr
c. Nomor saringan 1/2’’ =9 +0 = 9 gr
d. Nomor saringan 3/8’’ = 245 + 9 = 254 gr
e. Nomor saringan #4 = 575 + 254 = 829 gr
f. Nomor saringan #8 = 87 + 829 = 916 gr
g. Nomor saringan #16 = 29 + 916 = 945 gr
h. Nomor saringan #30 =9 + 945 = 954 gr
i. Nomor saringan #50 =6 + 954 = 960 gr
j. Nomor saringan #100 = 10 + 960 = 970 gr
k. Nomor saringan #200 = 13 + 970 = 983 gr
l. PAN = 11 + 983 = 994 gr

2. Jumlah tertahan dalam persen (%)


0
a. Nomor saringan 1” = x 100 = 0 gr
994
0
b. Nomor saringan 3/4’’ = x 100 = 0 gr
994
9
c. Nomor saringan 1/2’’ = x 100 = 0,91 gr
994
254
d. Nomor saringan 3/8’’ = x 100 = 25,55 gr
994
829
e. Nomor saringan #4 = x 100 = 83,40 gr
994

72
916
f. Nomor saringan #8 = x 100 = 92,15 gr
1000,55
945
g. Nomor saringan #16 = x 100 = 95,07 gr
1000,55
95
h. Nomor saringan #30 = x 100 = 95,98 gr
1000,55
960
i. Nomor saringan #50 = x 100 = 96,58 gr
1000,55
970
j. Nomor saringan #100 = x 100 = 97,59 gr
1000,55
983
k. Nomor saringan #200 = x 100 = 98,89 gr
1000,55
994
l. PAN = x 100 = 100 gr
1000,55
3. Jumlah lolos dalam persen (%)
a. Nomor saringan 1” = 100 – 0 = 100
b. Nomor saringan 3/4’’ = 100 − 0 = 100
c. Nomor saringan 1/2’’ = 100 − 0,91 = 99,09 gr
d. Nomor saringan 3/8’’ = 100 – 25,55 = 74,45 gr
e. Nomor saringan #4 = 100 – 83,40 = 16,60 gr
f. Nomor saringan #8 = 100 – 92,15 = 7,85 gr
g. Nomor saringan #16 = 100 – 95,07 = 4,93 gr
h. Nomor saringan #30 = 100 – 95,98 = 4,02 gr
i. Nomor saringan #50 = 100 – 96,58 = 3,42 gr
j. Nomor saringan #100 = 100 – 97,59 = 2,41 gr
k. Nomor saringan #200 = 100 – 98,89 = 1,11 gr
l. PAN = 100 – 100 = 0 gr

Analisis pengujian untuk F3 adalah sebagai berikut.


1. Jumlah berat tertahan
a. Nomor saringan 1” = 0 (berat tertahan nomor saringan 1”)
b. Nomor saringan 3/4’’ =0 +0 = 0 gr
c. Nomor saringan 1/2’’ =0 +0 = 0 gr

73
d. Nomor saringan 3/8’’ =3 +0 = 3 gr
e. Nomor saringan #4 = 30 +3 = 33 gr
f. Nomor saringan #8 = 108 + 33 = 141 gr
g. Nomor saringan #16 = 294 + 141 = 435 gr
h. Nomor saringan #30 = 210 + 435 = 645 gr
i. Nomor saringan #50 = 146 + 645 = 791 gr
j. Nomor saringan #100 = 128 + 791 = 919 gr
k. Nomor saringan #200 = 63 + 919 = 982 gr
l. PAN = 13 + 982 = 995 gr
2. Jumlah tertahan dalam persen (%)
0
a. Nomor saringan 1” = x 100 = 0 gr
995
0
b. Nomor saringan 3/4’’ = x 100 = 0 gr
995
0
c. Nomor saringan 1/2’’ = x 100 = 0 gr
995
3
d. Nomor saringan 3/8’’ = x 100 = 0.3 gr
995
33
e. Nomor saringan #4 = x 100 = 3,32 gr
995
141
f. Nomor saringan #8 = x 100 = 14,17 gr
995
435
g. Nomor saringan #16 = x 100 = 43,72 gr
995
645
h. Nomor saringan #30 = x 100 = 64,82 gr
995
791
i. Nomor saringan #50 = x 100 = 79,50 gr
995
919
j. Nomor saringan #100 = x 100 = 92,36 gr
995
982
k. Nomor saringan #200 = x 100 = 98,69 gr
995
995
l. PAN = x 100 = 100 gr
995
m.
3. Jumlah lolos dalam persen (%)

74
a. Nomor saringan 1” = 100 – 0 = 100 gr
b. Nomor saringan 3/4’’ = 100 − 0 = 100 gr
c. Nomor saringan 1/2’’ = 100 − 0 = 100 gr
d. Nomor saringan 3/8’’ = 100 – 0,3 = 99,70 gr
e. Nomor saringan #4 = 100 – 3,32 = 96,68,gr
f. Nomor saringan #8 = 100 – 14,17 = 85,83gr
g. Nomor saringan #16 = 100 – 43,72 = 56,28 gr
h. Nomor saringan #30 = 100 – 64,82 = 35,18 gr
i. Nomor saringan #50 = 100 – 79,50 = 20,50 gr
j. Nomor saringan #100 = 100 – 98,39 = 7,64 gr
k. Nomor saringan #200 = 100 – 98,69 = 1,31 gr
l. PAN = 100 – 100 = 0 gr

15.8 PEMBAHASAN
Gradasi (adalah distribusi partikel berdasar ukuran agregat merupakan hal
yang penting dalam menentukan kualitas perkerasan. Gradasi agregat
mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan menentukan stabilitas dan
kemudahan dalam proses pelaksanan. Gradasi agregat diperoleh dari hasil analisa
saringan dengan menggunakan 1 set saringan dimana saringan yang paling kasar
di atas dan yang paling halus diletakkan paling bawah, yang dimulai dari PAN dan
diakhiri dengan tutup. Macam-macam gradasi agregat dapat dibedakan menjadi :
1. Gradasi semacam (Uniform Graded)
Adalah agregat dengan ukuran yang hampir sama atau sejenis atau
mengandung butir halus yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat mengisi
rongga antar agregat.
Sifat-sifatnya :
a. Kontak antar butir baik.
b. Kecepatan bervariasi tergantung dari segregasi yang terjadi.
c. Stabilisasi dalam keadaan terbatas (Confined)
2. Gradasi Rapat (Dense Graded)
Merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang berimbang.
Sifat-sifatnya :

75
a. Kontak antar butir baik.
b. Seragam dan kepadatan tinggi.
c. Stabilitas tinggi.
3. Gradasi timpang (Poorly Graded)
Merupakan campuran agregat yang tidak memenuhi 2 kategori diatas.
Sifat-sifatnya :
a. Kontak antar butir jelek.
b. Seragam dan kepadatan jelek.
c. Stabilitas sedang.
Analisa saringan dapat dilakukan dengan :
1. Analisa basah (AASHTO T 11 – 82), jika agregat yang akan ditapis
mengandung butir-butir halus dapat terdeteksi dengan baik.
2. Analisa kering (AASHTO T 27 – 82), jika agregat itu bersih, sedikit sekali
mengandung butiran halus.
Praktikum ini menggunakan dengan cara yang ke dua.
Dari kategori diatas maka agregat yang digunakan dalam percobaan ini
termasuk dalam gradasi seragam karena mempunyai campuran agregat halus dan
kasar yang berimbang.

15.9 SIMPULAN
Dari hasil pemeriksaan analisa saringan agregat diperoleh nilai yang
masuk spesifikasi hanya nomor saringan 1” dan 3/4”.

76
BAB XVI

PENENENTUAN KOMPOSISI CAMPURAN FRAKSI AGREGAT

16.1 MAKSUD
Penentuan komposisi dimaksudkan untuk mencari presentase masing-
masing fraksi (F!,F2 dan F3) sedemikian sehingga diperoleh gradasi sesuai
dengan jenis campuran yang dirancang.

16.2 PERALATAN
a. Kertas millimeter
b. Alat tulis
c. Penggaris
d. Kalkulator

16.3 PROSEDUR PENGUJIAN


Cara mendapatkan prosentase dari masing-masing fraksi :
1. Dari tabel pengamatan analisa saringan dibuat grafik Mix Design. Dengan
membuat garis bantu vertikal pada grafik Mix Design memotong grafik F1, F2
dan speck. Garis tersebut digeser-geser sehingga didapatkan besarnya "a"
harus sama dengan "b" seperti terlihat pada grafik I. Garis ini akan
memotong garis speck sehingga akan didapatkan % passing F1 pada bagian
atas. Garis bantu vertikal kedua dibuat memotong F1, F2 dan F3 dan speck.
Garis ini digeser-geser sehingga didapatkan besarnya "c"= "d". Titik potong
garis kedua dengan speck akan didapatkan % passing F2 dan F3.
2. Dibuat grafik II Mix Design secara grafis campuran agregat, sesuai dengan
hasil analisa saringan yang digambarkan pada grafik, kemudian dihitung %
campurannya.
3. Dari hasil tersebut ditarik garis vertikal sehingga membagi dua bagian
sesuai dengan hasil hitungan dengan skala pada grafik. Titik potong garis
vertikal dengan garis-garis % lewat saringan berturut-turut akan menentukan

77
letak ukuran saringan pada grafik III, kemudian digambarkan grafik III
yang menghubungkan antara urutan ukuran saringan dengan prosentase
lewat saringan pada F3. Dengan bantuan speck garis ini diberi tanda dengan
bantuan garis tebal. Pada ujung garis tebal paling kiri dan paling kanan
masing-masing dibuat garis vertikal .Antara kedua garis tersebut dibagi
dua sama besar, kemudian ditarik garis vertikal garis ini menunjukkan %
campuran yang baik untuk perbandingan campuran agregat. Perbandingan ini
mendapatkan F3 = 65,2 % dan F1 + F2 = 34,8.

16.4 ANALISIS PENGUJIAN


hasil yang didapat dari grafik I : F1 = 23,5 %
F2 = 25,6 %
F3 = 50,9 %

1. Persen (%) campuran pada grafik I :


F1
×100%
F +F
a. F1 = 1 2
23,5
= 23,5+25,6  100%
= 47,86 %
F2
×100%
b. F2 = F 1 +F 2
25 , 6
= 23 ,5+25 ,6 100%

= 52,1 %

2. Perbandingan F1,F2 dan F3 dalam persen (%)


F1
(F1+F2)
a. F1 = 100

78
47,86
x (34 ,8)
100
=

= 16,7 %

F2
(F1+F2)
b. F2 = 100
52,1
x (34 ,8)
100
=

= 18,13 %

c. F3 = 100 % - ( F1 + F2 )
= 100% - 34,8

= 65,2

16.5 PEMBAHASAN
Analisa dari Prosentase agregat masing-masing fraksi adalah sebagai
berikut.
a. FI = 16,8 %
b. F2 = 22,8 %
c. F3 = 60,4 %
Tetapi, hasil tersebut tidak memenuhi spesifikasi sehingga kami melakukan
trial error untuk memperoleh gradasi campuran yang sesuai dengan spesifikasi
yang diinginkan , hasil prosentasenya adalah sebagai berikut.
a. FI = 16,5 %
b. F2 = 32 %
c. F3 = 51,5 %

16.7 SIMPULAN

79
Prosentase yang digunakan adalah sebagai berikut.
a. FI = 16,5 %
b. F2 = 32 %
c. F3 = 51,5 %

BAB XVII

CAMPURAN ASPALDENGAN METODEMARSHALL

17.1 MAKSUD
Pemeriksaan yang dimaksudkan untuk menentukan ketahanan
(stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal. Ketahanan
(stabilitas) ialah kemampuan suatu campuran ashpalt untuk menerima beban
sampai terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam kilogram atau pound
atau kilo newton. Sedang kelelehan plastis ialah keadaan perubahan bentuk
suatu campuran aspal yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh
yang dinyatakan dalam mm atau 0,01 inchi.

17.2 PERALATAN
a. 3 buah Cetakan benda uji berdiameter 10 cm (4") dan tinggi 7,5 cm (3")
lengkap dengan pelat alas dan leher sambungnya.
b. Ejektor Hydrolic Pump berguna untuk mengeluarkan benda uji dari
cetakan/mold.
c. Dudukkan cetakan/mold dan batang penumbuk dengan permukaan tumbuk
rata berbentuk silinder berat 4,536 kg (10 pound), tinggi 45,7 cm (18").
d. Landasan pemadat terdiri dari balok kayu, berukuran kira-kira (20x20x45)
cm atau (8"x8"x18") yang dilapisi dengan pelat baja berukuran (30x30x2,5)

80
cm atau (12"x12"x1") dan diikatkan pada lantai beton dengan empat bagian
siku.
e. Silinder cetakan uji.
f. Mesin tekan, lengkap dengan :
– Kepala penekan berbentuk lengkung (Breaking Head).
– Cincin penguji yang berkapasitas 2500 Kg (5000 Pound) dengan
ketelitian 12,5 Kg (25 Pound), dilengkapi arloji tekan ketelitian
0,0025 cm (0,0001").
– Arloji kelelahan dengan ketelitian 0,25 mm (0,01") dengan perlengkapan.
g. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai
(200±3)°C.
h. Bak perendam (water bath) dilengkapi dengan pengatur suhu minimum
20°C.
i. Perlengkapan :
a. Panci-panci untuk memanasi agregat, aspal, dan campuran aspal.
b. Pengukur suhu dari logam (metal thermometer) berkapasitas 250°C dan
100°C dengan ketelitian 0,5 % atau 1 % dari kapasitas.
c. Timbangan yang dilengkapi penggantung benda uji berkapasitas 2 Kg
dengan ketelitian 0,1 gram dan timbangan berkapasitas 5 Kg dengan
ketelitian 1 gram.
d. Kompor dan perlengkapannya.
j. Sarung asbes dan karet.
k. Bak perendam dan kaca tangan.
l. Kaliper Sket Mat.
m. Termometer skala 200°C sebanyak 2 buah.
n. Loyang seng dan loyang plastik.
o. Sendok pengaduk dan perlengkapan lain.

17.3 BENDA UJI


1. Persiapan benda uji :
Mengambil tiga macam agregat yang tersedia di lab. Jalan raya, yaitu F 1,
F2 dan F3. Agregat dikeringkan sampai beratnya tetap pada suhu 110°C.

81
2. Persiapan percampuran
Setiap benda uji diperlukan agregat sebanyak ± 1200 gram sehingga
dihasilkan tinggi kira-kira 6,25 cm ± 0,125 cm ( 2,5" ± 0,05" ). Agregat
dalam wajan dipanaskan dengan suhu antara 170°C s/d 175°C dan jangan
lupa agregatya diaduk-aduk supaya agregatnya merata. Ditempat lain
aspal atau ter dipanaskan sebanyak sesuai dengan kebutuhan
pemanasannya antara suhu 155°C s/d 160°C. Aspal sebanyak yang
diperlukan dituangkan kedalam agregat yang sudah dipanaskan sesuai
dengan suhu diatas kemudian di aduk-aduk dengan spatula hingga semua
agregat terselimuti oleh aspal.
3. Pemadatan benda uji
a. Cetakan benda uji mold dibersihkan dan diolesi bagian dalamnya
dengan vaslin atau minyak pelumas yang lain, kemudian dimasukkan ke
dalam oven dengan suhu antara 90°C s/d 149,5°C.
b. Batang penumbuk dibersihkan dan bagian bawah batang penumbuk di
olesi dengan vaslin atau minyak pelumas yang lain dan bagian dalam
pegangan penumbuk juga diolesi minyak pelumas supaya penumbuk
bisa jatuh bebas.
c. Selembar kertas / kertas penghisap yang yang sudah digunting sesuai
dengan ukuran cetakan diletakkan dibagian bawah cetakan, kemudian
benda uji dimasukkan sepertiga dari volume cetakkan dan ditusuk-
tusuk dengan spitula, kalau sudah selesai diisi lagi dan selalu ditusuk-
tusuk sampai benda uji masuk dalam cetakkan.
d. Cetakkan mold diletkkaan diatas dudukkannya (landasan) pemadatan.
Pemadatan dilakukan sebanyak 2 kali masing-masing sebanyak 75
pukulan,setelah tumbukan pertama selesai benda uji dibalik dan tumbuk
lagi sebanyak 75 pukulan.
e. Sesudah pemadatan selesai benda uji didiamkan sampai mencapai
suhu ruang, kemudian benda uji dikeluarkan dari cetakkan dengan
menggunakan Ejektor Hydrolik Pump lalu didiamkan sampai sampai
dingin mencapai suhu ruang.

82
17.4 PROSEDUR PENGUJIAN
a. Semua peralatan yang digunakan disiapkan dan beri tanda pengenal pada
masing-masing benda uji, kemudian bersihkan dari kotoran yang menempel.
b. Tinggi benda uji diukur dengan kaliper sebanyak tiga kali sampai
didapatkan angka yang mendekati angka rata-rata, lalu ditimbang dan dicatat
beratnya sehingga didapatkan berat sebelum direndam .
c. Benda uji direndam didalam air selama 20 s/d 24 jam pada suhu ruang untuk
mendapatkan kejenuhan, kemudian ditimbang didalam air didapatkan berat isi.
d. Benda uji dikeluarkan dari rendaman lalu dilap bagian permukaannya (hingga
mencapai kering permukaannya atau SSD), kemudian ditimbang didapatkan
berat jenuh.
e. Benda uji dimasukkan kedalam water bath selama 30-40 menit atau
dipanaskan dengan oven selama 2 jam dengan suhu (60±1)°C.
f. Kepala penekan test head disiapkan dan diberi vaslin atau minyak pelumas
yang lain kemudian ke dalam oven dengan suhu 60°C. Mesin penekan
Marshall Test dan perlengkapannya diperiksa. Dial stabilitas yang sudah
distel pada angka nol disiapkan.
g. Benda uji yang berada di water bath diambil dan dipindahkan ke headtest
, dial flow dipasang pada tempatnya kemudian diberi pembebanan sebesar
50 mm per menit, dengan cara menghidupkan mesin pembebanan. Dial
stabilitas dan dialflow diamati, caranya bila dial stabilitas telah mencapai
angka maksimum, dial flow dibaca.
h. Di catat pembacaan pada dial stabilitas dan dial flow, caranya : misal, pada
dial stabilitas diperoleh 4 putaran dan telah berhenti di 50, berarti pembacaan
dial stabilitas = 450 .
i. Pengetesan benda uji diulangi sebanyak jumlah benda uji yang dibuat .

17.5 HASIL PENGUJIAN

Tabel 17.1 Hasil pengujian analisa saringan

    3/4 " 1/2 " 3/8 " #4 #8 # 16 #30 # 50 # 100 # 200

F1   100,00 57,92 43,33 28,14 9,15 9,15 0,46 0,43 0,09 0,00
0,165   16,50 9,56 7,15 4,64 1,51 1,51 0,08 0,07 0,01 0,00

83
                       
F2   100,00 99,09 74,45 16,60 7,85 4,93 4,02 3,42 2,41 1,11
0,320   32,00 31,71 23,82 5,31 2,51 1,58 1,29 1,09 0,77 0,35
                       
F3   100,00 100,00 100,00 100,00 89,11 59,48 38,31 23,59 10,69 4,33
0,515   51,50 51,50 51,50 51,50 45,89 30,63 19,73 12,15 5,50 2,23
1,00                      
Camp.   100,000 92,768 82,473 61,455 49,914 33,717 21,092 13,313 6,291 2,586
                       
Spec   90-100 74-90 64-82 47-64 34.6-49 28.3-38 20.7-28 13.7-20 4-13 4-8

Tabel 17.2 hasil campuran sampel setelah pemadatan


No Kode Suhu Suhu Diamaeter Tebal Isi Angka Berat Berat dalam
sampel sampel pencampuran pemadatan sampel sampel sampel koreksi kering (kg) Air (kg)
( C)
o
( C)
o
(cm) (cm) (cm ) 3

4,5 A 160 150 11,8 6,29 506,66 1,157 650,34


1,05875
B 160 150 6,60 528,86 1,208 679,14
0,943125
5,0 A 160 150 6,38 510,99 1,187 576,01
1,016
B 160 150 6,39 489,86 1,119 629,14
1,008
5,5 A 160 150 6,66 527,86 1,205 677,14
0,927188
B 160 150 6,53 526,26 1,179 663,81
0,955625
6,0 A 160 150 6,65 526,26 1,184 657,74
0,929375
B 160 150 6,57 505,71 1,135 625,29
0,946875
6,5 A 160 150 6,55 505,75 1,114 639,25
0,95125
B 160 150 6,39 511,88 1,164 652,12
1,004286

17.6 ANALISIS PENGUJIAN


1. Perhitungan berataspal&agregatdalamcampuran :
a. Aspal = 4,5%

Berat Aspal = 0,045×1200=54 gram


Berat Campuran 1200-54 = 1146 gram
FI = 0,17 x 1146 = 189,09gram
FII = 0,32 x 1146 = 366,72 gram
FIII = 0,515 x 1146 = 590,19 gram
Total = 1146 gram

b. Aspal = 5,0 %

Berat Aspal = 0,050×1200=60 gram


Berat Campuran 1200 – 60 = 1140 gram

84
FI = 0,17 x 1140 = 188,10 gram
FII = 0,32 x 1140 = 364,8 gram
FIII = 0,515 x 1140 = 587,10 gram
Total = 1140 gram

c. Aspal = 5,5 %
0,055×1200=66 gram
Berat Aspal =

Berat Campuran 1200 – 60 = 1134 gram


FI = 0,17 x 1134 =187,11 gram
FII = 0,32 x 1134 = 362,88 gram
FIII = 0,515 x 1134 = 584,01 gram
Total = 1134 gram

d. Aspal = 6,0 %

Berat Aspal = 0,060×1200=72 gram

Berat Campuran 1200 – 84 = 1128 gram


FI = 0,17 x 1128 = 186,12 gram
FII = 0,32 x 1128 = 360,96 gram
FIII = 0,515 x 1128 = 580,92 gram
Total = 1128 gram
e. Aspal = 6,5%

Berat Aspal= 0,065 ×1200=78 gram

Berat Campuran 1200 – 78 = 1122 gram


FI = 0,17 x 1122 = 185,13 gram
FII = 0,32 x 1122 = 359,04 gram
FIII = 0,515 x 1122 = 577,83 gram
Total = 1122 gram

85
= 506,66 gram

2. Angka koreksi didapat dari tabel angka koreksi tebal sampel


Tabel 17.2 angka koreksi tebal sampel
Isi benda uji (cm3 ) Tebal (mm) Angka koreksi
200 – 213 25,4 5,56
214 – 225 27,0 5,00
226 – 237 28,6 4,55
238 – 250 30,2 4,17
251 – 264 31,8 3,85
265 – 276 33,3 3,57
277 – 289 34,9 3,33
290 – 301 36,5 3,03
302 – 316 38,1 2,78
317 – 328 39,7 2,5
329 – 340 41,3 2,27
341 – 353 42,9 2,08
354 – 367 44,4 1,92
368 – 379 46,0 1,79
380 – 392 47,6 1,67
393 – 405 49,2 1,67
406 – 420 50,8 1,56
421 – 431 52,4 1,47
432 – 443 54,0 1,39
444 – 456 55,6 1,32
457 – 470 57,2 1,25
471 – 482 58,7 1,19
483 – 495 60,3 1,14

86
496 – 508 61,9 1,09
509 – 522 63,5 1,04
523 – 535 64,0 1,00
536 – 546 65,1 0,96
547 – 559 66,7 0,93
560 – 573 68,3 0,89
574 – 585 71,4 0,83
586 – 598 73,0 0,81
599 – 610 74,6 0,78
611 – 625 76,2 0,76

Contoh perhitungan untuk mendapatkan angka koreksi pada sampel 4,5% A

1,09
X
1,04

63,5 62,9 61,9


Gambar 17.1 Pencarian koreksi dengan interpolasi
1,09−1,04 X −1,04
=
63,5−61,9 63,5−62,9
X−1,04
+63,5 – 61,9 =
0,6
X – 1,04 = 0,03125 x 0,6
X = 1,05875

3. Data Berat kering, berat dalam air dan berat isi di dapatkan dari hasil
praktikum

17.7 PEMBAHASAN

87
Pemeriksaan yang dimaksudkan untuk menentukan ketahanan
(stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal. Ketahanan
(stabilitas) ialah kemampuan suatu campuran ashpalt untuk menerima beban
sampai terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam kilogram. Sedang
kelelehan plastis ialah keadaan perubahan bentuk suatu campuran aspal
yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam
mm atau 0,01 inchi.

17.8 SIMPULAN
Hasil Perbandingan kasar campuran gradasi untuk masing-masing fraksi
adalah :
F1 = 16,5 %
F2 = 32 %
F3 = 51,5 %
Dan hasil berat Aspal dan berat campuran setiap persen pada setiap
fraksinya :
1. Aspal = 4,5%
Berat Aspal = 54 gram
Berat Campuran = 1146 gram
FI = 189,09gram
FII = 366,72 gram
FIII = 590,19 gram
2. Aspal = 5,0 %

Berat Aspal = 60 gram

Berat Campuran = 1140 gram


FI = 188,10 gram
FII = 364,8 gram
FIII = 587,10 gram

3. Aspal = 5,5 %

Berat Aspal = 66 gram

88
Berat Campuran = 1134 gram
FI = =187,11 gram
FII = = 362,88 gram
FIII = = 584,01 gram

4. Aspal = 6,0 %
Berat Aspal = 72 gram

Berat Campuran = 1128 gram


FI = = 186,12 gram
FII = = 360,96 gram
FIII = = 580,92 gram

5. Aspal = 6,5%
Berat Aspal = 78 gram

Berat Campuran = 1122 gram


FI = = 185,13 gram
FII = = 359,04 gram
FIII = = 577,83 gram

89
BAB XVIII

PENGUJIAN CAMPURAN ASPHALTDENGAN METODE MARSHALL

18.1 MAKSUD
Pemeriksaan yang dimaksudkan untuk menentukan ketahanan
(stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal. Ketahanan
(stabilitas) ialah kemampuan suatu campuran ashpalt untuk menerima beban
sampai terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam kilogram atau pound
atau kilo newton. Sedang kelelehan plastis ialah keadaan perubahan bentuk
suatu campuran aspal yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh
yang dinyatakan dalam mm atau 0,01 inchi.

18.2 PERALATAN
1. Mesin tekan, lengkap dengan :
a. Kepala penekan berbentuk lengkung (Breaking Head)
b. Cincin penguji yang berkapasitas 2500 kg (5000 pound) dengan ketelitian
12,5 kg (25 pound), dilengkapi arloji tekan dengan ketelitian 0,0025 cm
(0,0001”)

90
c. Arloji kelelehan dengan ketelitian 0,25 mm (0,01”) dengan
perlengakapannya.
2. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (200 ±
3)oC
3. Bak perendam (Waterbath) dilengkapi dengan pengatur suhu minimum 20oC
a. Timbangan yang dilengkapi penggantung benda uji berkapasitas 2 kg
dengan ketelitian 0,1 gram dan timbangan berkapasitas 5 kg dengan
ketelitian 1 gram.
b. Sarung tangan dari karet.

18.3 BENDA UJI


Berupa sampel campuran aspal dan agregat yang telah dipadatkan dan
berbentuk silinder yang telah dipersiapkan pada praktikum sebelumnya.
18.4 PROSEDUR PENGUJIAN
a. Timbang benda uji di dalam air untuk mendapatkan isi.
b. Keringkan benda uji dengan kain lap yang lembab sampai kering permukaan
jenuh (SSD)
c. Timbang benda uji dalam kondisi SSD
d. Rendam benda uji aspal panas atau benda uji tar dalam bak perendam selama
30 sampai pada suhu 60 ± 1 oC, atau dipanaskan dalam oven selama 2 jam
dengan suhu tetap (60 ± 1)oC, atau (38 ± 1)oC untuk benda uji tar.
e. Sebelum melakukan pengujian bersihkan batang penuntun (Guide rod) dan
permukaan dalam dari kepala penekan (Test Head). Lumasi batang penuntun
sehingga kepala penekan yang atas dapat meluncur bebas, bila dikehendaki
kepala penekan direndam bersama-sama benda uji pada suhu antara 21 sampai
38 oC
f. Keluarkan benda uji dari bak perndam atau dari oven dan letakan kedalam
segmen bawah kepala penekan. Pasang segmen atas di atas benda uji dan
letakan keseluruhanya dalam mesin penguji.

91
g. Pasang arloji kelelahan (Flow meter) pada penunjuk pada angka nol,
sementara selubung tangkai arloji (sleeve) dipegang teguh terhadap segmen
atas dari kepala penekan selama pembebanan berlangsung.
h. Sebelum pembebanan diberikan, kepala penekan beserta benda ujinya
dinaikan sehingga menyentuh alas cincin penguji. Atur kedudukan jarum
arloji tekan pada angka nol.
i. Berikan pembebanan kepada benda uji dengan kecepatan tetap sebesar 50 mm
per menit sampai pembebanan maksimum tercapai, atau pembebanan menurun
seperti yang ditunjukan oleh jarum arloji tekan dan catat pembebanan
maksimum yang tercapai (Stabilitas) dan pada saat yang bersamaan catat pula
angka pada arloji kelelehan (Flow)
j. Lepaskan selubung tangkai arloji kelelehan (Sleeve) pada setelah nilai
kelelehan yang ditunjukan oleh jarum arloji kelelahan dicatat. Waktu yang
dierlukan saat benda uji diangkat dari rendaman air sampai tercapai beban
maksimum tidak boleh melebihi 30 detik.
18.5 HASIL PENGUJIAN
Hasil stabilitas dan Flow dari uji marshall
Tabel 18.1 hasil uji Marshall
Kadar aspal Waktu Waktu Stabilitas Flow
Masuk Keluar (lbs) (mm)
A 4,5 % 10.00 10.30 82 445
B 4,5 % 10.03 10.33 44 265
A 5% 10.06 10.36 66 428
B 5% 10.09 10.39 34 293
A 5,5 % 10.12 10.42 41 435
B 5,5 % 10.15 10.45 54 490
A 6% 10.18 10.48 39 350
B 6% 10.21 10.51 37 335
A 6,5 % 10.24 10.54 36 325
B 6,5 % 10.27 10.57 30 320

92
18.6 ANALISIS PENGUJIAN
1. Hasil analisis pengujian marshal ada pada lampiran 18.1
Bj aspal diambil dari hasil pemeriksaan Bj aspal pada percobaan
adalah =1,07 .Perhitungan selengkapnya hasil MarshallTest dapat dilihat pada
tabel yang dibuat pada lembaran terpisah. Berikut ini salah satu contoh
perhitungannya :
A = Bitumen Conten
= 4,5 %

B = B.J. maksimum teoritis


% agregat = 100% -4,5 % aspal terhadap campuran
= 95,5 %
% aspal = 4,5 %

Bulk
B.J. agregat ={(F1+F2) x B.J.Bulk Agg.Kasar)+(F3 x B.J.Bulk Agg halus)}
100
={(16,5%+32%) x 2,565) + (51,5% x 2,555)}
100
= 1,3

B.J. aspal = 1,035 ( dari percobaan B.J aspal )

Semu
B.J. agregat ={(F1+F2) x B.J.semu Agg.Kasar)+(F3 x B.J.semu Agg halus)}
100
={(16,5%+32%) x 2,695) + (51,5% x 2,79)}
100
= 0,03

C = total agregat effektiv


bj. agg bulk +bj agg semu
=
2
1,3+0,03
= 2
= 0,64

93
D = max spgr combine mix
100
= A 100− A
+
X c
100
= 4,5 100−4,5
+
1,035 0,64
= 0,65
E = Berat di udara (gram)
= 1176,91 gr
F = Berat di Air (Gram)
= 683,44 gr
G = Berat S.S.D
= 1184 gr
H = volume of specimen (volume isi)
= G-F
1 = 1184 – 683,44
= 500,56
2 = 1195-669,81
= 525,19
Rata-rata
50 0,56+525,19
=
2
= 512,88
I = bulk spGr Combine mix (berat jenis bulk)
E
=
H
1176,91
= 506,6512,88 6

= 2,286
J = Air void ( rongga udara )
D−I (100)
=
D

94
0,65−2 , 3(100)
=
0,65

= -252,6
K = stabilitas meas
= 78
L = stabilitas adjust
= 1805,91
M = flow
= 253
O = Marshal quotient
L
=
M
1474,04
=
2,19

X (100−A ) 100 x X
P = A −
B 3
1,035(100−4,5) 100 x 4,5
= 4,5 −
0,03 0,65
= 3448,345
R = Void Mineral Agredat
( 100− A ) x I
= 100 -
B
( 100−4,5 ) x 2,3
= 100 -
2,19
= -7919,32
S = Void Filled With Aspal (VFWA)
A xI
= 100 x
R
−7 919,32 x−2 52 ,60
= 100
−7523,20
= 96,96

95
Dari hasil perhitungan percobaan marshall dapat dibuat grafik terhadap
kadar aspal, untuk menentukan kadar aspal desain ( dibuat pada lembar terpisah).

Syarat yang di butuhkan untuk membuat pekerjaan perkerasan yang mampu


mendukung beban berat adalah :
1. VFWA =-
2. VITM = 3-5%
3. Stabilitas > 800 Kg
4. Flow > 3%
5. MQ > 250kg/mm
6. VMA > 13 %
7. VIM = 3,5 – 4,5

2. Grafik hasil pengujian marshall

96
Stabilitas
1800
1600
1503.37 1512.72 1513.61

N ilai Stabilitas (kg)


1400
1200
1133.61
1000
890.49
800
600
400
200
4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0
Kadar Aspal

a) grafik hubungan stabilitas dengan kadar aspal


Grafik 18.1 perbandingan Stabilitas dengan kadar aspal

Stabilitas campuran dalam pengujian marshall ditunjukan dengan


pembacaan nilai stabilitas yang dikoreksi dengan angka tebal benda uji. Stabilitas
merupakan kemampuan lapis perkerasan untuk menahan deformasi akibat beban
lalu lintas yang bekerja di atasnya, tanpa mengalami perubahan bentuk seperti
gelombang dan alur. Nilai stabilitas dipengaruhi oleh gesekan antar butiran
agregat (internal friction), penguncian antar butir agregat (interlooking) dan daya
ikat yang baik dari lapisan aspal (kohesi), disamping itu proses pemadatan, mutu
agregat, dan kadar aspal juga berpengaruh. Syarat menurut SNI untuk nilai
Stabilitas campuran diatas 800 kg.

97
Marshal Quotient
700
676.78
650 636.93
600 594.22
550
500 491.43
Nilai MQ

450
400 394.89
350
300
4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0
Kadar Aspal

b) Grafik Hubungan Marshal Quotient dengan Kadar Aspal

Grafik 18.2 perbandingan Marshal Quistient dengan kadar Aspal

Nilai Marshall Quotient (MQ) merupakan hasil bagi antara stabilitas


dengan kelelahan (flow) dan merupakan pendekatan terhadap tingkat kekakuan
dan fleksibilitas campuran. Semakin besar nilai Marshall Quotient (QM) berarti
campuran semakin kaku dan sebaliknya semakin kecil Marshall Quotient (QM)
maka perkerasanya semakin lentur. Syarat menurut SNI adalah > 250 kg.

c) Grafik Hubungan VMA dengan Kadar Aspal

Grafik VMA
29
27
25
23
21 21.19
Nilai VMA

19.81 19.43 19.22 19.65


19
17
15
13
3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0

Kadar Aspal
Grafik 18.3 perbandingan Grafik VMA dengan kadar Aspal

98
VMA (Void In Mineral Aggregate) adalah rongga udara yang ada
diantara mineral agregat di dalam campuran beraspal panas yang sudah
didapatkan termasuk ruang yang terisi aspal. VMA dinyatakan dalam prosentase
dari campuran beraspal panas. VMA digunakan sebagai ruang untuk menampung
aspal dan volume rongga udara yang diperlukan dalam campuran beraspal panas,
besarnya nilai VMA dipengaruhi oleh kadar aspal, gradasi bahan susun, jumlah
tumbukan dan temperatur pemadatan. Syarat menurut SNI untuk VMA > 14%.

VITM
13.0
12.0
11.0
10.0
9.0
8.0
7.0 7.01 7.45
VITM

6.0
5.0 4.83
4.0
3.0 3.37
2.0 2.68
1.0
4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0
Kadar Aspal

d) Grafik Hubungan VITM dengan Kadar Aspal


Grafik 18.4 perbandingan Rongga Udara dengan kadar aspal

VITM (Void total in mix) adalah banyaknya rongga dalam campuran yang
dinyatakan dalam prosentase. Rongga udara yang terdapat dalam campuran
diperlukan untuk tersedianya ruang gerak untuk unsur-unsur campuran sesuai
dengan sifat elastisnya. Karena itu nilai VIM sangat menentukan karakteristik
campuran. Nilai VIM (Void In Mix) dipengaruhi oleh gradasi agregat, kadar aspal
dan density. Nilai VITM yang di syaratkan adalah 3 – 5 %

99
VFWA
95
90
85 86.38
82.46
80
Nilai VFWA
75 75.16
70
65 64.63 64.82
60
55
50
45
4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0
Kadar Aspal

e) grafik hubungan VFWA dengan Kadar Aspal


Grafik 18.5 perbandingan nilai VFWA dengan kadar aspal

VFWA adalah prosentase rongga dalam campuran yang terisi aspal yang
nilainya akan naik berdasarkan naiknya kadar aspalsampai batas tertentu dimana
rongga telah penuh (optimum).

70 Grafik Kadar Aspal Optimum


KAO = 4,75 %
S60
t
a50
b
i40
l
i
t
30
a
s20
F
l10
o
w0
3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0 7.5
Kadar Aspal

f) Hasil Kadar Aspal Optimum


Grafik 18.6 Grafik Hasil Kadar Aspal Optimum

Kadar aspal optimum adalah jumlah aspal yang digunakan dalam


campuran agar dapat tercapai mencapai persyaratan Stabilitas, Flow, VMA, VIM,
density dan Marshall Quotient. Penentuan kadar aspal optimum untuik

100
menetepkan besarnya kadar aspal efektif dalam campuran yang diperlukan untuk
pembuatan benda uji baru dengan komposisi agregat sama tetapi dengan kadar
aspal optimum yang telah ditentukan.

18.7 PEMBAHASAN
Tes Marshall ialah tes untuk mengetahui karakteristik perkerasan.
Berdasarkan pemeriksaan diperoleh hasil :
a. Ketahanan ( Stabilitas )
b. Kelelehan plastis ( Flow )

Dan dapat diperoleh data :


a. Kadar aspal
b. Persen rongga dalam campuran ( VITM )
c. Persen rongga terisi aspal ( VFWA )
d. QM
e. VMA

Berdasarkan nilai yang didapat, dibuat grafik dan dibandingkan dengan


spesifikasi yang telah ditentukan yang kemudian akan diperoleh range letak
kadar aspal optimum, yang didapat dari nilai tengah dari range tersebut sbb :
1. Stabilitas
Yaitu beban yang dapat ditahan campuran beton aspal sampai terjadi
kelelahan plastis. Naiknya stabilitas bersamaan dengan bertambahnya kadar
aspal, sampai batas tertentu (optimum) dan turun setelah melampaui batas
optimum, hal ini karena aspal sebagai bahan ikat antar agregat dan dapat
menjadi pelicin setelah melebihi batas optimum. Penyimpangan pada grafik
disebabkan oleh tidak teliti dalam pembacaan arloji atau pada persiapan
benda uji . Nilai stabilitas yang disyaratkan  550 kg.

2. Kelelehan Plastis ( Flow )


Menyatakan besarnya penurunan (deformasi benda uji) Campuran dengan
angka kelelehan tinggi serta stabilitas rendah diatas batas maksimum akan

101
cenderung bersifat plastis. Tapi bila campuran dengan angka kelelehan
rendah dan stabilitas tinggi dibawah batas optimum akan cenderung bersifat
getas dan mudah retak bila ada pembebanan. Nilai kelelehan yang
disyaratkan adalah 2 - 4 mm .
3. VITM ( Void in the Total Mix )
Adalah prosentase antara rongga udara dengan volume total campuran
setelah dipadatkan. Nilai VITM akan semakin kecil apabila kadar aspal
semakin besar. VITM yang semakin tinggi akan menyebabkan kelelahan
yang semakin cepat, berupa alur dan retak ( Silvia Sukirman 1992 ). Nilai
VITM yang disyaratkan adalah 3 - 5 %.
4. VFWA ( Void Filled With Asphalt )
Yaitu prosentase rongga dalam campuran yang terisi aspal yang nilainya akan
naik berdasarkan naiknya kadar aspal sampai batas tertentu, dimana rongga
telah penuh ( optimum ).
5. Marshall Quotient
Yaitu perbandingan antara stabilitas dengan nilai flow. Nilai Marshall
Quotient (QM) pada perencanaan perkerasan dengan metode Marshall
digunakan sebagai pendekatan nilai fleksibilitas perkerasan. Fleksibilitas
akan naik diakibatkan oleh penambahan kadar aspal dan akan turun setelah
sampai pada batas optimum, yang disebabkan berubahnya fungsi aspal
sebagai pengikat menjadi pelicin. Nilai MQ yang biasa disyratkan berkisar
antara 200-350 kg /cm.

6. VMA (Void in Mineral Aggregate)


Yaitu jarak antara mineral agregat. Nilainya akan naik berdasarkan naiknya
kadar aspal. Bila nilai VMA naik, nilai flow akan naik, tetapi stabilitasnya
akan menurun. Nilai VMA yang disyaratkan> 14 %

Berdasar nilai spesifikasi yang telah ditentukan, diperoleh range yang sesuai
yaitu :

a. VFWA, (5% dan 6,5%)


b. VITM, (6,55 - 6,95) %
c. Stability, (4,5 – 6,5 ) %

102
d. FLOW, (4,5 – 6,5) %
e. MarshallQuotient, (4,5% - 5,0%) dan (6%-6,5%)
f. VMA, (4,5 – 6,5 ) %

Dari range-range tersebut diperoleh range yang memenuhi semua karakteristik,


yaitu : 4,5 – 6,5 % dan diperoleh kadar aspal optimum campuran adalah5 %

Penyimpangan disebabkan oleh :


a. Alat yang dipakai tidak bekerja dengan sempurna, maka hasilnya pun
tidak sempurna.
b. Suhu pemadatan tidak sesuai dengan yang disyaratkan.
c. Kesalahan Praktikan, yaitu :
1) Tidak teliti dalam pembuatan benda uji
2) Tidak teliti dalam pembacaan arloji
3) dll

18.8 SIMPULAN
a. Bertambahnya kadar aspal dalam campuran akan menyebabkan nilai VITM
menurun, sebaliknya nilai VFWA meningkat.
b. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan perhitungan, diperoleh kadar aspal
optimum terhadap berat campuran aspal sebesar 5% dan kadar aspal terhadap
berat campuran5,5%.

103
BAB XIX

PEMERIKSAAN EKSTRAKSI ASPAL

19.1 MAKSUD
Untuk menentukan kadar aspal yang ada di dalam campuran antar
aspal dengan batuan ( bahan perkerasan ) yang sudah dicampur jadi satu dan
kita teliti berapa kadar aspalnya .

19.2 PERALATAN
a. Mesin ekstraksi lengkap dengan peralatannya .
b. Kertas filter.
c. Timbangan .
d. Pan / loyang .
e. Sekop kecil, kain lap , oven.
f. CCl4 atau bensin.

19.3 BENDA UJI

a. Benda uji marshall test ( 5,5 % )


b. Bensin.

19.4 PROSEDUR PENGUJIAN


a. Oven aspal + batuan selama 30 menit dengan suhu (110±5)°C.
b. Aspal ditimbang sebanyak yang diperlukan .
c. Sampel dimasukkan ke dalam bowl kemudian ditimbang beratnya.
d. Setelah ditimbang bowl diletakkan pada dudukan ekstraktor penuh (satu
liter) dan ditutup dengan kertas filter yang sudah ditimbang, selanjutnya
ekstraktor tersebut ditutup dan ditunggu selama 10 menit dan diputar selama
1 menit.
e. Mesin Ekstraksi diputar sehingga bensin keluar sampai habis

104
f. Endapan bensin yang keluar ditampung pada loyang kemudian didiamkan.
g. Bowl diisi kembali dengan bensin sebanyak satu liter lalu didiamkan selama 5
menit, lalu mesin ekstraktor diputar kembali sehingga bensin pada bowl
habis.
h. Ulangi pekerjaan nomor 5 di atas sebanyak 3 kali percobaan.
i. Bowl dikeluarkan dari mesinnya dan agregat yang ada di dalamnya
dituangkan pada loyang, selanjutnya dioven sampai kering.Setelah kering
agregat dan filter tersebut ditimbang.

19.5 HASIL PENGUJIAN

Tabel 19.1. Data Hasil Pemeriksaan Ekstraksi

No. Urutan Pemeriksaan Sampe Sample Rata-


l 1 (gr) II (gr) rata
1 Berat bowl ekstraktor (gr) 1050 1050 1050
2 Berat contoh aspal (gr) 500 500 500
3 Berat bowl + aspal (gr) 1550 1550
4 Berat batuan terekstrasi (gr) 463 462
5 Berat kertas filter bersih (gr) 27 27
6 Berat kertas dan filter (gr) 30 30
7 Berat mineral teralut yang menempel endapan (6 - 5) 3 3
pada kertas filter (gr)
8 Berat cawan kosong untuk menampung endapan (gr) 118 118
9 Berat cawan + endapan (gr) 123 127
10 Berat endapan (9 – 8) (gr) 5 9
11 2−( 4+7+10 ) 5,8% 5,2%
x 100 %
Berat kadar bitumen 2

19.6 ANALISIS PENGUJIAN


W 1−(W 2+ f + S)
Kadar aspal =
W1
Keterangan

105
W1 = berat benda uji sebelum diekstraksi
W2 = berat benda uji setelah diekstrasi
F = berat filter sebelum diekstrasi – berat filter setelah diekstrasi
S = berat sisis larutan

500−(463+3+5)
Kadar aspal = x 100 %
500
= 5,8%

19.7 PEMBAHASAN
Pemeriksaan ekstraksi bertujuan mencari kadar aspal dalam campuran dan
mencari gradasi batuan dalam campuran beton aspal. Dalam pelaksanaan
pemeriksaan ekstraksi berguna untuk kontrol kualitas. Dalam pemeriksaan ini
hanya diperiksa kadar aspal dalam campuran. Besarnya kadar agregat dalam
campuran akan berpengaruh terhadap kualitas dan karakteristik campuran. Selain
itu dari hasil ekstraksi bisa juga diketahui analisa saringannya, dengan menyaring
kembali sisa ekstraksi tersebut dimana sisa larutan dianggap atau dimasukkan
pada saringan lolos no. 200.
Dari hasil pemeriksaan dan perhitungan diperoleh kadar bitumen = 5,8%,
sedangkan aspal yang dites mempunyai kadar bitumen 5,5 %.Hal
inidikarenakankurangtelitidankuranghati –
hatidalampenimbanganaspalmaupunpenuanganaspal.

19.8 KESIMPULAN
Berdasarkan pemeriksaan ekstraksi ternyata diperoleh hasil 5,8 %sedangkan
aspal yang dites seharusnya mempunyai kadar bitumen 5,5 %, sehingga
perbedaan dari keduanya sebesar 0,03 %. Sedangkan toleransi dari perbedaan
hasil tersebut adalah 1%. Maka hasil tersebut memenuhi kriteria yang disyaratkan.

106
BAB XX

KARAKTERISTIK CAMPURAN BETON ASPAL

20.1 MAKSUD
Pemeriksaan dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik campuran beton
aspal sehingga praktikan mengetahui hasil akhir dan kesimpulan terkait
pengujian sebelumnya.

20.2 PERALATAN
a. Formulir praktikum
b. Alat tulis

20.3 PROSEDUR PENGUJIAN


a. Ambil data dari pengujian campuran aspal dengan metode marshall.
b. Beri penjelasan dengan membandingkan hasil pengujian dengan persyaratan
dari masing-masing pengujian tersebut.
c. Hitung modulus kekakuan campuran dan beri pembahasan mengenai hasil
tersebut.

107
20.4 REKAPITULASI HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN BETON ASPAL
Ada pada lampiran 20.1
Tabel 20.1 Rekapitulasi Hasil Pengujian dan karakteristik uji Marshall
keterangan
NO INDIKATOR SPESIFIKASI PRESENTASE ASPAL MASUK SPESIFIKASI

1 Ketahanan ( Stabilitas ) >800 kg (4,5 – 6,5) %

4,5 % = 1503,37

5% = 890,49
5,5% = 1133,61
6% = 1512,72
6,5% = 1513,61

2 Kelelehan plastis ( Flow ) 2 – 4 mm (4,5 – 6,5) %

4,5% = 2,53

5% = 2,26%

6% = 2,38

6,5% = 3,08%

3 Air void 3 – 5% (4,5 – 6,5) %

5,5% = 4,83%

6% = 3,37%

4 Persen rongga terisi aspal 5% dan 6,5%

( VFWA )

5 Marshall Quotient >250 kg/mm (4,5% - 5,0%) dan (6%-6,5%)

4,5% = 594,22%

5% = 394,89%

5,5% = 676,68%

6% = 636,93%

6,5% = 491,43%

61 VMA Min 14% (4,5 – 6,5)%

a. VFWA, (5% dan 6,5%)


b. Stability, (4,5 – 6,5 ) %
c. FLOW, (4,5 – 6,5) %
d. MarshallQuotient, (4,5% - 5,0%) dan (6%-6,5%)
e. VMA, (4,5 – 6,5 ) %
f. Air void (4,5 - 6,5)%

108
20.5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN MODULUS KEKAKUAN
CAMPURAN BETON ASPAL
1. Hasil perhitungan modulus kekakuan

Tabel 20.2 Hasil Analisis Modulus kekakuan


T 20
  0.036
 
TEMPERATUR
DIFFERENT 21.5
  30
 
SBIT 2.40E+07
Smix 6.02389187E+10
 
T 20
  0.036
 
TEMPERATUR
DIFFERENT 35
  16.5
 
SBIT 6.00E+07
Smix 1.62276904E+11
   
T 20
  0.036
 
TEMPERATUR
DIFFERENT 40
  11.5
 
sbit 3.80E+06
Smix 2.24894005E+11

2. Analisis perhitungan

109
Salah satu contoh perhitungan

Diketahui :
Lebar tapak roda : 20cm
Kecepatan : 20 km/jam
Suhu : 30 0
%bitumen : 5%
VITM : 5,56%
Penetrasi Test : 56,4
Suhu Penetrasi : 250 c
SP (softening point) = penetrasi : 800
= Temperatus : 51,50c
BJ aspal : 1,04
BJ agregat campuran : 2,072

Penyelesaian :
0,2
L
Time of loading (lama pembebanan) = = 20 x 1000 = 0,036
V
3600
1952−500 log pen−20 spr
PI = 50 log ( pr )−Spr−120
1952−500 log 56,4−20 x 51,5
=
50 log ( 56,4 )−51,5−120
46,36
= −83,94 = -0,55

Temperatur Different = 51,50c - 300c = 160c


Menggunakan nomogram untuk menentukan S Bit : 5 x 107

Void 11,87 %

Bitumen 5%

Agregat

110
Bitumen= 5% x 1200 = 60 gr
60
Berat volume = = 57,97 cc
1,035
Agregat = (100% - 5%) x 1200 = 1140 gr
1140
Berat volume = = 426,97 cc
2,702

Agregat + bitumen = 60 + 1140 = 484,94 gr


= 100 - void
= 100 – 5,56 %
= 94,44 %
Maka :
57,97
%bitumen = x 94,44 %
484,94
=11,29%
426,97
%agregat = x 94,44 %
484,94
= 83,09 %

Cara analisis :
%Void = 5,56%
n = 0,83 log (4 x 1010÷ 4 x 106) = 2,49
Vg
Cv =
Vg+ Vb
77,59
¿ = 0,88
77,59+ 10,54
CV
Cv’ =
1+ (Vv−0,03 )
0,88
= =0,808
1+(0,88−0,03)

Kontrol :

111
Vol bit 10,5
Cb = = =0,119
Volagregat + vol bit 77,6+ 10,5
2 2
(1−cv ') = ( 1−0,858) = 0,094
3 3
Cb ≥ kontrol = oke

2,5 Cv '
S mix = 2,2 x 108 ( 1 + x ¿n
n (1−Cv ' )
2,5 0,808 2,49
2,2 x 108 ( 1 + x ¿
2,49 (1−808)
= 2,42x1010N/m
3. Pembahasan modulus kekakuan campuran beton aspal
Hasil dari perhitungan modulus kekakuan bisa di lihat pada tabel 20.2.
Karena sifat rheologinya, kekakuan aspal merupakan hubungan antara
tegangan dan regangan sebagai suatu fungsi lama pembebanan dan
temperatur. Van der Poel (1954) memberi istila kekauan Aspal itu ialah suatu
perbandingan antara regangan dan tegangan pada aspal, yang merupakan
fungsi dari lama nya pembebanan (frekuensi) yang diterapkan. Perbedaan
temperatur dengan T800 adalah temperatur pada saat penetrasi mencapai 800.
Kekauan aspal perlu diketahui untuk menjaga retak pada suhu rendah.
Pada pembebanan yang sangat singkat kekakuan aspal tidak bergantung
pada waktu, Dan menunjukan pada prilaku seprilaku seperti modulus
elastisitas. Kekakuan menunjukkan penurunan dalam rentang lama waktu
pembebanan berikutnya. jika lama pembebanab semakin panjang,
maka,kekakuan semakin mnurun dengan laju teap dan menunjukkan prilaku
fiskos murni. Kekakuan pada kondisi ini merupakan ukuran flow
characteristic campuran.
Respon tiga dimensi dari sifat rheologi ini (kekakuan – suhu – lama
pembebanan ) cukup kompleks untuk di gambarkan. Pada tahun 1954, van der
poel mengusulkan agar perhitungan kekakuan cukup di konsentrasikan pada
tegangan tunggal dan renggangan yang di timbulkannya, dan hal ini di rasa
cukup memadai untuk berbagai keperluan.

112
Pada lama pembebanan yang sangat pendek dan/atau temperatur rendah,
prilaku kekerasan dapat di anggap elastis dan kekakuanya. S, menjadi analog
dengan modulus elastisitas E. Pada lama pembebanan yang lebih panjang dan
suhu yang lebih tinggi, kekakuanya secara sederhana merupakan relasi antara
tegangan yang bekeja dan regangan yang di hasilkan. Sebaliknya jika
kekakuan pada suhu waktu pembebanan dan suhu tertentu, serta salah satu
dari: tegangan atau rengganganya di ketahui, maka renggangan atau tegangan
yang terjadi pada campuran dapat di perkirakan.

113
PENUTUP

Alhamdulillahhirobbil’alamin

Syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT


atas rahmat dan hidayah Nya sehingga laporan praktikum Bahan
Perkerasan ini dapat terselesaikan.
Kami menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, hal ini
dikarenakan keterbatasan waktu dan kemampuan kami. Untuk itu
kami terbuka menerima kritik dan saran dari pembaca yang
sifatnya menbangun.
Harapan kami semoga laporan praktikum Bahan Perkerasan
Jalan ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penyusun sendiri dan
dapat men jadi bahan referensi maupun menjadi bahan
perbandingan bagi rekan-rekan yang akan mempelajari ilmu Bahan
Perkerasan Jalan.
Sekalilagi kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dari awal sampai terwujudnya
laporan ini dan tidak lupa mohon maaf bila ada kesalahan serta
kekhilafan kami dalam pelaksanaan praktikum Bahan Perkerasan
Jalan. Semoga amal kebaikan kita mendapat balasan dari Nya dan
selalu dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Amin yaarobbal’alamin.

114
DAFTAR PUSTAKA

Sukirman, silvia, 2003, BetonAspalCampuranPanas, EdisiPertama, Jakarta.

AASHTO, 1990, Standard Specification For Transportation Materials and


Methods of Sampling and Testing, Part 1 & II, “specifications” , Fifteenth
Edition, Wangshington,D.C.

L Hendarsin, Shirley, 2000, PerencanaanTeknikJalan Raya, CetakanPertama,


PoliteknikNegeri Bandung.

115

Anda mungkin juga menyukai