1.1 MAKSUD
Pemeriksaan itu dimaksudkan untuk menentukan penetrasi bitumen
keras atau lembek ( solid atau semi solid ) dengan memasukkan jarum ukuran
tertentu dengan beban dan waktu tertentu ke dalam bitumen pada suhu tertentu.
1.2 PERALATAN
a. Alat penetrasi yang dapat menggerakkan pemegang jarum naik turun tanpa
gesekan dan dapat mengukur sampai 0,1 mm.
b. Pemegang jarum seberat (47,5 ± 0,05) gram yang dapat dilepas dengan
mudah dari alat penetrasi untuk peneraan.
c. Pemberat dari (50 ± 0,05) gram dan (100 ± 0,05) gram masing-masing
dipergunakan untuk pengukuran penetrasi dengan beban 100 dan 200 gram.
d. Jarum penetrasi dibuat dari stainless steel mutu 4400C, atau HRC 54 sampai
60 dengan ukuran dan bentuk seperti pada lampiran L-1a ujung jarum
berbentuk kerucut terpancung.
e. Cawan contoh terbuat dari logam atau gelas berbentuk silinder dengan dasar
yang rata - rata berukuran sebagai berikut :
Penetrasi Diameter Dalam
dibawah 200 35 mm 35 mm
sampai 300 70 mm 45 mm
f. Bak perendam (waterbath) berupa bejana dengan isi tidak kurang dari 10 liter
dan dapat menahan suhu tertentu dengan ketelitian lebih kurang 0,1°C.
Bejana dilengkapi dengan pelat dasar berlubang-lubang, terletak50 mm diatas
dasar bejana dan tidak kurang dari 100 mm dibawah permukaan air dalam
bejana.
g. Tempat air untuk benda uji ditempatkan dibawah alat penetrasi. Tempat
tersebut mempunyai isi tidak kurang dari 350 ml, dan tinggi yang cukup
1
untuk merendam uji bergerak.
h. Pengukuran Waktu
Untuk pengukuran penetrasi dengan tangan diperlukan Stopwatch, dengan
skala pembagi terkecil 0,1 detik atau kurang dan kesalahan tertinggi 0,1 detik
perdetik.
i. Termometer.
2
penunjuk berimpit dengannya.
f. Lepaskan pemegang jarum dan serentak jalankan stopwatch selama jangka
waktu (5 ± 0,1) detik.
g. Putarlah arloji penetrometer dan bacalah angka penetrasi yang berimpit
dengan jarum penunjuk. Bulatkan hingga angka 0,1 mm terdekat.
h. Lepaskan jarum dari pemegang jarum dan siapkan alat penetrasi untuk
pekerjaan berikutnya.
i. Lakukan pekerjaan a sampai g tidak kurang dari 3 kali untuk benda uji yang
sama dengan ketentuan setiap titik pemeriksaan berjarak satu sama lain dan
sisi tepi dinding lebih dari 1 cm.
Mulai Pemanasan 25 º C
Selesai Pemanasan 25 º C
Didiamkan pada Suhu Ruang
Mulai 25 º C
Selesai 25 º C
Direndam Air dengan Suhu ( 25º C )
Mulai 25 º C
Selesai 25 º C
Diperiksa
Mulai 25 º C 09.00 WIB
Selesai 25 º C 09.15 WIB
3
Tabel 1.2 Hasil Pengujian Penetrasi
Sampel Sampel
No (mm) (mm) SKET HASIL PEMERIKSAN
I II
1. 48,5 56
2
2. 45 58 5 4 5 1
2
1
3. 49 55 3
4
3
4. 49 55
5. Sampel I Sampel II
50 48
Rata-rata 52,35
1.7 PEMBAHASAN
Pemeriksaan mengikuti PA 0301-76 atau AASHTO T49-80. Pemeriksaan
dilakukan dengan memasukan jarum penetrasi berdiameter 1 mm.
Menggunakan beban seberat 50 gr sehingga diperoleh beban gerak seberat 100
gr (berat jarum + beban) selama 5 detik pada temperatur 25°. Penetrasi diukur
dan dinyatakan dalam angka yang merupakan kelipatan 0,1 mm.
Jenis Asphalt Cement atau AC yang ada di Indonesia dapat di bedakan
menurut besarnya penetrasi antara lain : AC 40-50, AC 60-70, AC 85-100, AC
200-300, dan lain - lain. AC menunjukkan Asphaltic Cement dan angka yang
4
ada dibelakangnya menunjukkan besarnya penetrasi . Makin besar angka
penetrasinya maka aspal makin lunak .
Pada percobaan digunakan aspal AC 60-70 . Sedangkan hasil penetrasi
bahan – bahan bitumen sebesar 52,35. Berdasarkan percobaan nilai penetrasi ini
tidak mewakili spesifikasi AC 60-70. Hal ini di mungkinkan adanya kesalahan
pada saat pengujian seperti :
a. Kurang telitinya dalam pembacaan.
b. Pada saat pengujian, jarum berada terlalu jauh dengan muka aspal yang di uji.
c. Peletakan jarum penetrasi terlalu dekat dengan dinding cawan sehingga
penetrasi yang terjadi tidak sesuai.
d. Adanya kesalahan pada pembuatan benda uji.
1.8 SIMPULAN
Dari hasil pengujian angka penetrasi aspal untuk cawan I menunjukan
nilai sebesar 54,4 mm, sedangkan untuk cawan II bernilai 48,3 mm dan setelah
dirata-rata dihasilkan 42,35 mm. Dari hasil pengujian tersebut, penetrasi yang
dihasilkan tidak memenuhi syarat.
5
BAB II
2.1 MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menetapkan kelekatan aspal pada
batuan tertentu dalam air.
2.2 PERALATAN
a. Batu-batu putih (silica) dengan ukuran tertahan saringan 19 mm dengan
saringan 32 mm,
b. Air suling ph 6 sampai 7, kira-kira 2000 cm3,
c. Botol yang bermulut (gelas ukur), dengan isi 1000 cm3,
d. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (150 ±
5°C),
e. Timbangan,
f. Pisau pengaduk baja (spatula),
g. Penjepit,
h. Termometer logam ± 2000C dan 1000C, dan
i. Penggorengan (wajan).
6
2.4 PROSEDUR PENGUJIAN
a. Letakkan benda uji dalam botol (gelas ukur) yang tersedia dan tutuplah botol
tanpa tekanan.
b. Setelah 30 menit isilah botol dengan air suling pada suhu ruang sehingga
benda uji terendam seluruhnya. Kemudian letakkan botol ini dalam oven pada
suhu 40oC.
c. Setelah 3 jam ambillah botol tersebut dari oven kemudian perkirakan luas
batu-batu yang masih di selimuti aspal atau ter.
7
2.6 ANALISIS PENGUJIAN
a. Sampel 1 = 75%
b. Sampel 2 = 80%
75+80
= =77 , 5
c. Nilai rata-rata 2 %
2.7 PEMBAHASAN
Kelekatan aspal terhadap agregat dipengaruhi oleh sifat aspal maupun
agregat, adapun yang berpengaruh :
a. Sifat mekanis,yang tergantung dari :
1) pori-pori dan absorpsi
2) bentuk dan tekstur permukaan
3) ukuran butir.
b. Sifat kimiawi agregat:
Permukaan agregat yang kasar akan memberikan ikatan dengan aspal lebih
baik daripada agregat dengan permukaan licin. Kelekatan agregat terhadap aspal
juga dipengaruhi sifat agregat dengan air. Agregat yang beik adalah agregat yang
mempunyai kemampuan menyerap air, sehingga ikatan antara aspal dengan
agregat cukup baik. Agregat berpori berguna untuk menyerap aspal, sehingga
ikatan aspal dengan agregat baik. Tetapi terlalu banyak berpori mengakibatkan
terlalu banyak air yang bisa diserap agregat sehingga akan sulit menghilangkan air
dari agregat yang akan mengakibatkan gangguan kelekatan aspal terhadap
agregat. Apabila air berhasil dihilangkan akan mengakibatkan terlalu banyak aspal
yang terserap yang berakibat lapisan aspal menjadi tipis. Banyaknya pori-pori
diperkirakan dari banyaknya air yang dapat terabsorbsi oleh agregat.
Pemeriksaan aspal terhadap agregat dilakuakan dengan percobaan
stripping mengikuti PB 0205-76 atau AASHTO T182-82. Kelekatan aspal
terhadap agregat dinyatakan dalam prosentase luas permukaan batuan yang
tertutup aspal terhadap seluruh luas permukaan. Nilai kelekatan aspal terhadap
agregat untuk bahan campuran aspal minimum 95 %.
8
Sebagai patokan kelekatan aspal terhadap agregat yang terselimut aspal
95 % , maka kelekatan aspal terhadap agregat akan memenuhi standar Bina Marga
(PB 0205-76).
Dalam pemeriksaan ini diperoleh hasil bahwa persen yang diselimuti aspal
atau nilai kelekatan aspal terhadap agregat untuk bahan campuran aspal adalah
77,5 %. Dimana hasil ini tidak memenuhi standar minimum dari kelekatan aspal
terhadap agregat. Hal tersebut dikarenakan ada pada dua faktor yaitu agregat dan
aspal itu sendiri. Pada agregat itu sendiri, pemeriksaan ini digunakan batu putih
(silika) yang mempunyai ciri - ciri tekstur : permukaan halus, licin sehingga tidak
memberikan ikatan yang baik dengan aspal dan tidak menyerap air (tidak berpori),
sehingga sulit dilekati oleh asphalt. Pada aspal itu sendiri, kurang panasnya aspal
menjadi penyebab tidak lekatnya aspal terhadap agregat.
2.8 SIMPULAN
Dari hasil praktikum pengujian kelekatan aspal terhadap batuan kita
mendapatkan prosentase batuan yang di lekatkan oleh aspal dalam waktu 24 jam
hanya berkisar 77,5% sehingga tidak memenuhi persyaratan minimum Bina
Marga (PB 0205-76) yaitu = 95%.
9
BAB III
3.1 MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembek aspal dan ter
yang berkisar antara 30°C sampai 200°C.
Titik lembek adalah suhu pada saat bola-bola baja, dengan berat tertentu,
mendesak turun ke suatu lapisan aspal atau ter yang tertekan dalam cincin
berukuran tertentu, sehingga aspal tersebut menyentuh pelat dasar yang terletak
di bawah cincin pada ketinggian tertentu, sebagai akibat kecepatan pemanasan
tertentu.
3.2 PERALATAN
a. Termometer,
b. Cincin kuningan,
c. Dudukan benda uji,
d. Alat pengarah bola,
e. Penjepit,
f. Bola baja diameter 9,53 mm, berat 3,45 gram sampai 3,5 gram, dan
g. Bejana gelas, tahan pemanasan mendadak dengan diameter 8,5 cm dengan
tinggi sekurang-kurangny 12 cm.
10
melebihi 2 jam,
b. Panaskan dua buah cincin sampai suhu tuang contoh, dan letakkan kedua
cincin diatas pelat kuningan yang telah diberi lapisan dari campuran talk dan
sabun,
c. Tuangkan contoh ke dalam dua buah cincin. Diamkan pada suhu sekurang-
kurangnya 8oC dibawah titik lembeknya sekurang-kurangnya 30 menit, dan
d. Setelah dingin, ratakan permukaan contoh dalam cincin dengan pisau yang
telah dipanaskan.
11
Tabel 3.1 Pengujian Titik Lembek Aspal dan Ter
Pemanasan Sampel Pembacaan Suhu Pembacaan Waktu
Mulai Pemanasan
Selesai Pemanasan
Selesai
Diperiksa
12
3.6 ANALISIS PENGUJIAN
Titik lembek I = 51,5ºC
Titik lembek II = 52ºC
51 , 5+52
= =51 , 75
Nilai rata-rata pengujian 2 o
C
3.7 PEMBAHASAN
Titik lembek adalah suhu pada saat bola baja, dan berat tertentu mendesak
turun suatu lapisan aspal atau ter yang tertahan dalam cincin berukuran tertentu.
Sehingga aspal atau ter tersebut menyentuh pelat dasar yang terletak di bawah
cincin pada tinggi tertentu, sebagai akibat kecepatan pemanasan tertentu.
Titik lembek menunjukkan temperatur aspal dimana aspal mengalami
batas perpindahan antara bentuk padat ke cair. Nilai titik lembek dan penetrasi
dapat menunjukkan kepekaan aspal terhadap temperatur. Aspal dengan nilai titik
lembek rendah cenderung peka terhadap temperatur, sehinga kurang cocok
dipergunakan untuk daerah dengan temperatur tinggi (daerah tropis), sebaliknya
aspal dengan titik lembek tinggi kurang peka terhadap perubahan temperatur,
sehingga cocok dipergunakan untuk semua tempat, tetapi kurang efektif jika
dipakai pada daerah dengan temperatur rendah.
Benda uji yang dipakai adalah aspal AC 60-70 yang memiliki spesifikasi
titik lembek 48 - 58°C , sedangkan hasil pemeriksaan benda uji menunjukkan
nilai titik lembek 51,5C dan 52C, berarti aspal yang diuji memenuhi spesifikasi.
3.7 SIMPULAN
Dari hasil pemeriksaan titik lembek aspal tersebut didapat nilai titik
lembek aspal sebesar 51,75C maka dapat disimpulkan bahwa aspal yang diuji
tersebut memenuhi syarat standar spesifikasi Bina Marga atau AASHTO
yaitu ada pada ≥ 48°C. Untuk aspal AC 60-70.
13
BAB IV
4.1 MAKSUD
Maksud pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui sifat kohesi dalam aspal
itu sendiri yaitu dengan mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik antara dua
cetakan yang berisi bitumen keras sebelum putus pada suhu dan kecepatan terik
tertentu. Aspal dengan daktilitas yang lebih besar mengikat butir-butir agregat
lebih baik tetapi lebih peka terhadap perubahan temperatur.
4.2 PERALATAN
a. Termometer,
b. Cetakan daktilitas kuningan,
c. Bak perendam isi 10 liter yang dapat menjaga suhu tertentu selama pengujian
dengan ketelitian 0,1ºC, dan benda uji dapat direndam sekurang-kurangnya 10
menit, di bawah permukaan air. Bak tersebut dilengkapi dengan pelat dasar
yang berlubang diletakkan 5 cm dari dasar bak perendam untuk meletakkan
benda uji,
d. Mesin uji dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Dapat menarik benda uji dengan kecepatan tetap,
b. Dapat menjaga benda uji tetap terendam dan tidak menimbulkan getaran
selama pemeriksaan, dan
e. Metyl alcohol teknik dan sodium klorida teknik.
14
Pemanasan dilakukan sampai suhu antara 80ºC sampai 100ºC di atas titik
lembek. Kemudian contoh disaring dengan saringan No.50 dan setelah diaduk
dituang, dituang dalam cetakan,
c. Pada waktu mengisi cetakan, contoh dituang hati-hati dari ujung ke ujung
hingga penuh berlebihan, dan
d. Dinginkan cetakan pada suhu ruang selama 30 sampai 40 menit lalu
dipindahkan seluruhnya ke dalam bak perendam yang telah disiapkan pada
suhu pemeriksaan (sesuai dengan spesifikasi) selama 30 menit, kemudian
contoh yang berlebihan diratakan dengan pisau atau spatula yang panas hingga
hasil cetakan rata permukaan.
15
4.6 ANALISIS PENGUJIAN
a. Sampel 1 = 164 cm
b. Sampel 2 = 164 cm
164 +164
= =164
c. Nilai rata-rata 2 cm
4.7 PEMBAHASAN
Tujuan pemeriksaan ini untuk mengetahui sifat kohesi dalam aspal itu
sendiri yaitu dengan mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik antara dua
cetakan yang berisi bitumen keras sebelum putus. Pemeriksaan mengikuti
prosedur PB 0306-76 atau AASHTO T51-81.Dengan hasil daktilitas sebesar 164
cm sehingga memenuhi syarat. Aspal dengan daktilitas yang lebih besar mengikat
butir-butir agregat lebih baik tetapi lebih peka terhadap perubahan temperatur.
4.8 SIMPULAN
Dari hasil pengujian daktilitas diperoleh panjang rata-rata 164 cm yang
berarti > 100 cm sehingga memenuhi spesifikasi AC 60-70, dengan demikian
bahan uji bitumen dapat digunakan untuk perkerasan jalan.
16
BAB V
5.1 MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis bitumen keras
dan ter dengan piknometer. Berat jenis bitumen atau ter adalah perbandingan
antara berat bitumen atau ter dan berat air suling dengan isi yang sama pada suhu
tertentu.
5.2 PERALATAN
a. Termometer,
b. Piknometer,
c. Bejana gelas,
d. Timbangan,
e. Bak perendam yang dilengkapi pengatur suhu dengan ketelitian (25±0,1)oC,
dan
f. Air suling sebanyak 1000 cm3.
17
5.4 PROSEDUR PENGUJIAN
a. Isilah bejana dengan air suling sehingga diperkirakan bagian atas piknometer
yang tidak terendam 40 mm. Kemudian rendam dan jepitlah bejana tersebut
dalam bak perendam sehingga terendam sekurang-kurangnya 100 mm.
Aturlah suhu bak perendam pada suhu 25°C.
b. Bersihkan, keringkan dan timbanglah piknometer dengan ketelitian 1 mg (A)
c. Angkatlah bejana dari bak perendam dan isilah piknometer dengan air suling
kemudian tutplah piknometer tanpa ditekan.
d. Letakkan piknometer ke dalam bejana dan tekanlah penutup sehingga rapat,
kembalikan bejana berisi piknometer ke dalam bak perendam. Diamkan
bejana tersebut didalam bak perendam selama sekurang-kurangnya 30 menit,
kemudian angkatlah piknometer dan keringkan dengan lap. Timbanglah
piknometer dengan ketelitian 1 mg (B)
e. Tuangkan benda uji tersebut ke dalam piknometer yang telah kering hingga
terisi 3/4 bagian.
f. Biarkan piknometer sampai dingin, waktu tidak kurang dari 40 menit dan
timbanglah dengan penutupnya dengan ketelitian 1 mg (C).
g. Isilah piknometer yang berisi benda uji dengan air suling dan tutuplah tanpa
ditekan, diamkan agar gelembung-gelembung udara keluar.
h. Angkatlah bejana dari bak perendam dan letakkan piknometer didalamnya
kemudian tekanlah penutup hingga rapat. Masukkan dan diamkan bejana ke
dalam bak perendam selama sekurang-kurangnya 30 menit. Angkat, keringkan
dan timbanglah piknometer (D).
a. Timbang piknometer kosong (dengan penutup)
b. Timbang piknometer berisi aspal
c. Timbang piknometer berisi aspal dan air penuh
d. Timbang piknometer berisi air penuh
18
5.5 HASIL PENGUJIAN
Tabel 5.1 Hasil Pengujian Berat Jenis Bitumen Keras dan Ter
N Urutan Pemeriksaan Berat
O
1 2
1. Berat piknometer kosong + tutupnya 13,22 gr 12,76 gr
2. Berat piknometer + aquades 25,17 gr 25,23 gr
3. Berat aquades (2 - 1) 11,95 gr 12,47 gr
4. Berat piknometer + aspal 15,61 gr 14,34 gr
5. Berat aspal (4 - 1) 2,39 gr 1,58 gr
6. Berat piknometer + aspal + aquadest 25,28 gr 25,26 gr
7. Berat aquades (6 - 4) 9,67 gr 10,92 gr
8. Volume aspal (3 - 7) 2,28 1,55
9. Berat Jenis aspal : berat / Vol (5 / 8) 1,05 1,02
10. Rata- rata berat jenis aspal 1,035
5.6.1 Sampel I
Berat jenis bitumen untuk sampel I dihitung dengan Persamaan 5.1.
19
1 = 13,22 gram
2 = 25,17 gram
4 = 15,61 gram
6 = 25,28 gram
Maka didapat:
( 15,61−13,22 )
BJ= =1,05
(25,17−13,22 )− (25,28−15,61 )
5.6.2 Sampel II
Berat jenis bitumen untuk sampel II dihitung dengan Persamaan 5.1.
1 = 12,76 gram
2 = 25,23 gram
4 = 14,34 gram
6 = 25,26 gram
Maka didapat:
( 14,34−12,76 )
BJ= =1,02
(25,23−12,76 ) −( 25,26−14,34 )
5.7 PEMBAHASAN
Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat aspal dengan berat
aquades dalam keadaan volume yang sama pada suhu tertentu. Berat jenis aspal
digunakan untuk mencari berat jenis campuran aspal dan agregat, serta dalam
Marshall test berat jenis aspal berguna untuk menentukan VITM, VFWA juga
pengaruhnya terhadap stabilitas kelelehan plastis.
Menurut spesifikasi Bina Marga dan SNI-06-2441-1991 aspal dengan
penetrasi antara 60 - 70 aspal mempunyai berat jenis sebesar ≥1.
Pada pengujian berat jenis bitumen dan ter diperoleh data berat jenis
20
sampel I adalah 1,05 dan berat jenis sampel II adalah 1,02. Setelah dirata rata
diperoleh hasil berat jenis rata-rata yaitu 1,035.
5.8 SIMPULAN
Dari hasil pemeriksaan / percobaan diatas, diperoleh nilai berat jenis aspal
rata-rata sebesar 1,035, berarti berat jenis aspal memenuhi standart untuk jenis
aspal 60/70 dan dapat digunakan sebagai bahan perkerasan jalan.
21
BAB VI
6.1 MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik nyala dan titik
bakar dari semua jenis aspal hasil minyak bumi, kecuali minyak bakar dan bahan
lainnya yang mempunyai titik nyala cleveland open cup kurang dari 79°C.
Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala singkat pada suatu titik di
atas permukaan aspal. Sedangkan titik bakar adalah suhu pada saat terlihat nyala
sekurang-kurangnya 5 detik pada suatu permukaan aspal. Untuk mengetahui
temperatur maksimum pemanasan aspal hingga aspal tidak terbakar.
6.2 PERALATAN
a. Termometer,
b. Cleveland open cup adalah cawan kuningan dalam bentuk dan ukuran seperti
pada Lampiran L-5a,
c. Pelat pemanas terdiri dari logam, untuk melekatkan cawan cleveland open
cup seperti pada Lampiran L-5b dan bagian diatas dilapis seluruhnya oleh
asbes setebal 0,6 cm (1/4"),
d. Sumber pemanasan. Sumber pembakaran gas atau tungku listrik, atau
pembakaran alkohol yang tidak menimbulkan asap atau nyala disekitar bagian
atas cawan,
e. Penahan angin, alat yang menahan angin apabila digunakan nyala sebagai
pemanasan, dan
22
f. Nyala penguji. Yang dapat diatur dan dapat memberikan nyala dengan
diameter 3,2 – 4,8 mm, dengan panjang tabung 7½ cm seperti pada Lampiran
L-5c.
6.3 BENDA UJI
a. Panaskan contoh aspal antara 148oC dan 176oC sampai cukup cair
b. Kemudian isilah cawan cleveland open cup sampai garis dan hilangkan
(pecahkan) gelembung udara yang ada pada permukaan cairan.
23
6.5 HASIL PENGUJIAN
6.6 PEMBAHASAN
Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar untuk aspal keras mengikuti
prosedur AASHTO T48-81 atau PA 0303-76, berguna untuk menentukan suhu
dimana aspal terlihat menyala singkat dipermukaan aspal (titik nyala) dan suhu
saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5 detik. Pemeriksaan ini dengan
Cleveland Open Cup. Pemeriksaan harus dilakukan dalam ruang gelap sehingga
dapat segera diketahui timbulnya nyala pertama.
Titik nyala dan titik bakar perlu diketahui untuk memperkirakan
temperatur maksimum pemanasan aspal, sehingga dalam pemanasan aspal tidak
boleh melampaui titk nyalanya. Pemanasan yang melampaui titik nyalanya atau
titik bakarnya akan menyebabkan aspal terbakar sehingga akan mengakibatkan
24
aspal menjadi keras dan getas dan apabila digunakan dalam campuran
perkerasan, perkerasan akan mudah retak, kurang fleksibel dan mudah pecah.
6.7 SIMPULAN
Pada pemeriksaan ini benda uji aspal didapatkan hasil titik nyala 310
°C dan titik bakar 325 °C. Menurut spesifikasi Bina Marga SNI 06-2433-1991
untuk aspal dengan penetrasi antara 60-70 harus mempunyai titik nyala ≥ 232°C,
sedangkan titik bakarnya tidak tercantum. Jadi benda uji aspal memenuhi
spesifikasi Bina Marga dengan titik nyala 323 °C > 232°C.
25
BAB VII
7.1 MAKSUD
Untuk menentukan kadar bitumen yang larut dalam carbon tetra
chlorida/carbon bisulfida.
7.2 PERALATAN
a. Grooch crucible adalah cawan porselin berdiameter atas 4,4 cm mengecil ke
bawah dengan berdiamater dasar sekurang-kurangnya 3,6 cm, dengan tinggi
bagian dalam 2,5 cm dapat dilihat pada Lampiran L-6a,
b. Alas dari asbes dengan panjang serat kira-kira 1 cm, yang telah dicuci dengan
asam,
c. Labu erlenmeyer kapasitas 125 ml,
d. Kertas saring,
e. Labu penyaring,
f. Tabung penyaring,
g. Tabung karet untuk menahan grooch crucible,
h. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai125oC,
i. Neraca analitik dengan kapasitas (200 ± 0,001) gram,
j. Pembakar gas,
k. Pompa hampa udara (vacum pump),
l. Desikator,
m. Batang pembersih,
n. Cawan porselin,
o. Carbon tetra chlorida p.a/ karbon bisulfida (p.a = pro analisa),dan
p. Amonium karbonat p.a.
26
7.3 BENDA UJI
a. Ambillah contoh bitumen yang telah dikeringkan di bawah suhu penguapan
air sekurang-kurangnya 2 gram.
b. Apabila contoh bitumen tersebut keras tumbuklah sekurang-kurangnya 4 gram
sampai halus, dan ambillah 2 gram sebagai benda uji.
27
j. Keringkan grooch crucible didalam oven pada suhu 100oC sampai 125oC
selama 20 menit.
k. Dinginkan dalam desikator dan timbanglah.
l. Apabila terdapat sisa-sisa endapan pada dinding labu erlenmeyer, keringkan
labu dan timbanglah.
m. Tambahkan hasil perbedaan timbangan.
Pembacaan
Pemeriksaan Keterangan
Waktu Suhu
Dipanaskan mulai WIB C
O
Persiapan
Selesai pemanasan WIB C
O
28
Tabel 7.2 Lanjutan Hasil Pemeriksaan Kelarutan dalam TCE
Berat kertas saring bersih +
5. 0,58 gr 0,58 gr
mineral
6. Berat mineral (5-4) 0 gr 0 gr
Prosentase mineral
7. 0% 0%
(6/3x100%)
8. Aspal yang larut (100% -7) 100 % 100 %
9. Rata-rata aspal yang larut
(%) 100 %
7.6.1 Sampel I
Perhitungan pada sampel I dapat dilihat pada Persamaan 7.1 sampai
Persamaan 7.4.
a. Berat aspal = 74,85 – 74,04
= 0,81 gram
b. Berat mineral = 0,58 – 0,58
= 0 gram
0
×100%
c. Presentase mineral = 0,8
=0%
d. Bitumen yang larut = 100% - 0 %
29
= 100 %
7.6.2 Sampel II
Perhitungan pada sampel II dapat dilihat pada Persamaan 7.1 sampai
Persamaan 7.4.
a. Berat aspal = 75,8 – 75
= 0,8 gram
b. Berat mineral = 0,58 – 0,58
= 0 gram
0
×100%
c. Presentase mineral = 0,8
=0%
d. Bitumen yang larut = 100% - 0%
= 99,07%
7.6.3 RATA-RATA
100+100
= =100
Nilai rata-rata bitumen yang larut 2 %
7.6 PEMBAHASAN
Jumlah aspal yang larut dalam Carbon Tetra Chlorida (CCl4) menyatakan
titik kemurnian aspal, makin besar aspal yang larut, kemurnian aspal semakin
tinggi. Hal ini disebabkan karena Carbon Tetra Chlorida (CCl4) mampu
melarutkan aspal dengan sempurna.
Pengujian ini mengacu pada SNI-06-2438-1991 yakni aspal yang
digunakan untuk perkerasan jalan mempunyai kemurnian ≥ 99%. Ini berarti masih
diperbolehkan mengandung bahan lain ≤ 1%, bahan lain ini berupa debu atau
kotoran yang dapat menggangu ikatan aspal dan batuan. Berdasarkan hasil
pengujian diperoleh nilai rata-rata aspal yang larut dalam Carbon Tetra Chlorida
(CCl4) sebesar 100 % yakni ≥ 99%.
7.7 SIMPULAN
30
Berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh kelarutan bitumen dalam CCL4
sebesar 100 %,sedangkan kemurnian minimum yang disyaratkan sebesar 99%.
Jadi aspal ini memenuhi ketentuan yang diisyaratkan untuk perkerasan jalan.
31
BAB VIII
8.1 MAKSUD
Pemeriksaan dimaksudkan untuk mengetahui sifat fisik dan karakteristik
aspal sehingga praktikan mengetahui hasil akhir dan kesimpulan dari pengujian-
pengujian sifat aspal sebelumnya.
8.2 PERALATAN
a. Formulir Praktikum
b. Alat Tulis
8.3 PROSEDUR PENGUJIAN
a. Ambil data pengujian penetrasi bahan-bahan bitumen, kelekatan aspal pada
batuan, titik lembek aspal dan ter, daktilitas bahan-bahan bitumen. Berat jenis
bitumen keras dab ter, titik nyala dan titik bakar dengan cleavand open cup,
dan kelarutan bitumen dalam carbon tetra chloride (CCL4).
b. Buat tabel untuk masing-masing poin sesuai dengan data pengujian aspal.
c. Beri penjelasan dengan membandingkan hasil pengujian dengan persyaratan
dari masing-masing pengujian tersebut.
d. Hitung nilai Penetration Index dengan menggunakan data titik lembek
e. Gambarkan grafik hubungan antara nilai Pentration Index dengan
temperature dan beri pembahasan mengenai hal tersebut.
f. Hitung modulus kekakuan aspal dan beri pembahasan mengenai hasil
tersebut.
32
8.4 REKAP HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN SIFAT FISIK
ASPAL
Tabel 8.1 Rekapitulasi Pengujian Sifat Fisik Aspal
Hasil
No Jenis Pengujian Nilai Keterangan
Pengujian Persyaratan
6. Titik Nyala dan Titik Bakar titik nyala titik nyala Memenuhi
dengan Cleaveland Open Cup ≥232°C
310°C titik
bakar 325°C
33
awalnya akibat proses penuaan. Walaupun banyak faktor lain yang
menentukan, aspal dengan durabilitas yang baik akan menghasilkan campuran
dengan kinerja baik pula. Pengujian kuantitatif yang biasanya dilakukan untuk
mengetahui durabilitas aspal adalah pengujian penetrasi, titik lembek,
kehilangan berat dan daktilitas. Pengujian ini dlakukan pada benda uji yang
telah mengalami Presure Aging Vassel ( PAV), Thin Film Oven Test ( TFOT)
dan Rolling Thin Film Oven Test ( RTFOT). Dua proses penuaan terakhir
merupakan proses penuaan yang paling banyak di gunakan untuk mengetahui
durabilitas aspal. Sifat aspal terutama viskositas dan penetrasi kan berubah
bila aspal tesebut mengalami pemanasan atau penuaan. Aspal dengan
durabilitas yang baik hanya mengalami perubahan.
2. Adesi dan Kohesi
Adesi adalah kemampuan partikel aspal untuk melekat satu sama lainnya,
dan kohesi adalah kemampuan aspal untuk melekat dan mengikat agregat.
Sifat adesi dan kohesi aspal sangat penting diketahui dalam pembuatan
campuran beraspal. Karena sifat ini mempengaruhi kinerja dan durabilitas
campuran. Uji daktilitas aspal adalah suatu ujian kualitatif yang secara tidak
langsung dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat adesifnes atau daktalitas
aspal keras. Aspal keras dengan nilai daktilitas yang rendah adalah aspal yang
memiliki daya adesi yang kurang baik dibandingkan dengan aspal yang
memiliki nilai daktalitas yang tinggi. Uji penyelimutan aspal terhadap batuan
merupakan uji kuantitatif lainnya yang digunakan untuk mengetahui daya
lekat ( kohesi) aspal terhadap batuan. Pada pengujian ini, agregat yang telah
diselimuti oleh film aspal direndam dalam air dan dibiarkan selama 24 jam
dengan atau tanpa pengadukan. Akibat air atau kombinasi air dengan gaya
mekanik yang diberikan, aspal yang menyelimuti permukaan agregat akan
terkelupas kembali. Aspal dengan gaya kohesi yang kuat akan melekat erat
pada permukaan agregat, oleh sebab itu pengelupasan yang tejadi sebagai
akibat dari pengaruh air atau kombinasi air dengan gaya mekanik sangat kecil
atau bahkan tidak terjadi sama sekali.
34
3. Kepekaan aspal terhadap temperatur
Seluruh aspal bersifat termoplastik yaitu menjadi lebih keras bila
temperatur menurun dan melunak bila temperatur meningkat. Kepekaan aspal
untuk berubah sifat akibat perubahan tempertur ini di kenal sebagai kepekaan
aspal terhadap temperatur.
4. Pengerasan dan penuaan aspal
Penuaan aspal adalah suatu parameter yang baik untuk mengetahui
durabilitas campuran beraspal. Penuaan ini disebabkan oleh dua faktor utama,
yaitu: penguapan fraksi minyak yang terkandung dalam aspal dan oksidasi
penuaan jangka pendek dan oksidasi yang progresif atau penuaan jangka
panjang. Oksidasi merupakan factor yang paling penting yang menentukan
kecepatan penuaan.
35
Tabel 8.3 Pemeriksaan sifat fisik agregat
No Jenis Alat Hasil Keterangan
1 Analisa saringan (Sieve Ayakan % Lolos Ukuran
analysis) (saringan- maksimum dan
saringan) gradasi agregat
2 Abrasi Mesin los Keausan Kekerasan
angeles agregat
3 Kelekatan agregat terhadap Oven dan %Luas -Kelekatan
aspal (affinity for Asphalt) timbangan, permukaan terhadap aspal
pencampuran agregat yang -Tekstur
terselimuti permukaan
aspal -Bentuk partikel
4 Berat jenis dan penyerapan Oven dan Berat jenis: -kekuatan
terhadap air timbangan -Bulk agregat
-Apparent -porositas
-Absorpsi agregat
5 Sand equivalent Sand Kebersihan Kebersihan
equivalent test agregat (cleanliness)
set
36
Penentuan nilai PI disarankan oleh Pfeiffer dan van Doormal (1936), dan
ditentukan berdasarkan titik lembek aspal semen (pengujian menggunakan ring
and ball), angka penetrasi pada suhu 25 0C (77 0F), dan asumsi bahwa saat titik
lembek tercapai, penetrasi aspal semen mencapai angka 800. PI semacam ini
dinamakan sebagai PI (pen/R&B). Namun, berbagai penelitian menunjukkan
bahwa saat titik lembek tercapai penetrasi berbagai jenis aspal semen dapat
bernilai jauh dari 800. Oleh karenannya, dari pada mengandalkan asumsi tersebut
lebih bijaksana jika dilakukan uji penetrasi pada suhu berbeda, salah satunya pada
suhu standar 25 0C (77 0F). Logaritma dari penetrasi kemudian diplot terhadap
temperatur dalam 0C yang biasannya menghasilkan garis lurus. Kemiringan garis
ini, A,dapat dihitung
20−500 A
IP=
1+ 50 A
Semakin rendah nilai PI, semakin peka suatu aspal terhadap temperatur.
Pada umumnya aspal untuk perkerasan memiliki nilai PI antara +1 dan -1. Aspal-
aspal jenis airblown yang telah dikurangi sifat kepekaan temperaturnya dapat
memilki PI yang cukup tinggi. Aspal semen yang memiliki PI kurang dari -2
sangat peka terhadap temperatur dan biasanya menampakkan sifat getas (brittle)
pada suhu rendah, serta meneruskan retak pada musim-musim dingin.
Disamping itu berdasar Brown (1990) nilai PI ini dapat dihitung dengan
persamaan dibawah ini, yang mendasarkan penentuan PI dengan angka penetrasi
dan titik lembek aspal.
Dengan :
37
PI = penetration index
Pen = nilai penetrasi aspal
SP = titik lembek aspal
Gambar 8.1 Hubungan Penetration Index (PI) dengan temperature Sumber : The
shell Bitumen Handbook
Dari grafik tersebut kita bisa menyimpulkan bahwa semakin tinggi suhu
lingkungan maka pentration index semakin rendah. Dan semakin rendah suhu
lingkungan maka angka penetration index nya semakin tinggi. Hal Ini
menggambarkan bahwa aspal mempunyai sifat thermoplastic
38
BAB IX
9.1 MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (bulk), berat
kering permukaan jenuh (Saturated Surface Dry = SSD) dan berat jenis semu
(Apparent Specific Gravity), serta penyerapan dari agregat halus.
a. Berat jenis (Bulk Specific Gravity) : Perbandingan antara berat agregat kering
dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan
jenuh pada suhu tertentu.
b. Berat jenis permukaan jenuh (SSD) : Perbandingan antara berat agregat
kering permukaan jenuh dan berat air suling yang isinya sama dengan isi
agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.
c. Berat jenis semu (Apparent Specific Gravity) : Perbandingan antara berat
agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam
keadaan kering pada suhu tertentu.
d. Penyerapan : persentase berat air yang dapat diserap pori terhadap berat
agregat kering.
9.2 PERALATAN
a. Timbnangan kapasitas 1 kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram.
b. Piknometer dengan kapasitas 500 ml.
c. Kerucut terpancung (cone), diameter bagian atas (40 ± 3) mm, diameter
bagian bawah (90 ± 3) mm dan tingginya (75 ± 3 ) mm dibuat dari logam
tebal minimum 0,8 mm.
d. Batang penumbuk yang mempunyai bidang penumbuk rata, berat (340 ± 15)
gram diameter penumbuk (25 ± 3)mm.
39
e. Saringan No.4
f. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110 ±
5)°C.
g. Pengatur suhu dengan ketelitian pembacaan 1oC.
h. Talam.
i. Bejana tempat air.
j. Pompa hampa udara (vacum pump) atau tungku.
k. Air suling.
l. Desikator.
40
piknometer, putar sambil diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara
didalamnya. Untuk mempercepat proses ini dapat digunakan pompa hampa
udara, tetapi harus diperhatikan jangan sampai ada air yang ikut terhisap,
dapat pula dilakukan dengan cara merebus piknometer.
e. Rendam piknometer dalam air dan ukur suhu air untuk penyesuaian
perhitungan kepada suhu standar 25˚C.
f. Tambahkan air sampai mencapai tanda batas.
g. Timbang piknometer berisi air dan benda uji sampai ketelitian 0,1 gram (Bt).
h. Keluarkan benda uji, keringkan dalan oven dengan suhu (110 ± 5) oC sampai
berat tetap, kemudian dinginkan benda uji dalam desikator.
i. Setelah benda uji dingin kemudian timbanglah (Bk).
j. Tentukan berat piknometer berisi air penuh dan ukur suhu air guna
penyesuaian dengan suhu standar 25oC (B).
41
9.6 ANALISIS PENGUJIAN
BK
=
a. Berat Jenis (Bulk) ( B+500−BT) ................................................(9.1)
500
=
b. Berat Jenis (SSD) ( B+500−BT) .................................................(9.2)
BK
=
c. Berat Jenis (Semu) ( B+BK−BT) ................................................(9.3)
(500−BK )
= ×100%
d. Penyerapan air (BK ) ...............................................(9.4)
Keterangan :
Bk = Berat kering benda uji kering oven.
B = Berat piknometer berisi air.
Bt = Berat piknometer berisi air dan benda uji.
500 = Berat benda uji dalam keadaan SSD.
9.6.1 Sampel 1
Perhitungan pada sampel I dapat dilihat pada Persamaan 9.1 sampai
Persamaan 9.4
Diketahui : BK = 481 gram.
B = 666 gram.
BT = 973 gram.
481
=
a. Berat Jenis (Bulk) (666+500−973 )
= 2,49
500
=
b. Berat Jenis (SSD) (666+500−973 )
= 2,59
42
481
=
c. Berat Jenis (Semu) (666+481−973)
= 2,76
(500−481)
= x 100 %
4. Penyerapan air 481
= 3,9 %
9.6.2 Sampel 2
Perhitungan pada sampel II dapat dilihat pada Persamaan 9.1 sampai
Persamaan 9.4
Diketahui : Bk = 487 gram.
B = 692 gram
BT = 1006 gram.
487
=
a. Berat Jenis (Bulk) (692+500−1006)
= 2,62
500
=
b. Berat Jenis (SSD) (692+500−1006)
= 2,69
487
=
c. Berat Jenis (Semu) (692+487−1006 )
= 2,82
(500−487 )
= x 100 %
d. Penyerapan 487
= 2,6 %
9.6.3 RATA-RATA
B1+B2 666+692
= =
a. Brata-rata 2 2 = 679 gram
BT1+BT2 973+1006
= =
b. BTrata-rata 2 2 = 989,5 gram
BK1+BK2 481+487
= =
c. BKrata-rata 2 = 2 484 gram
43
BJ1+BJ2 2 , 49+2 ,62
= =
d. BJ(Bulk)rata-rata 2 2 = 2,555
BJ1+BJ2 2 ,59+2 , 69
= =
e. BJ(SSD)rata-rata 2 2 = 2,64
BJ1+BJ2 2 ,76+2, 82
= =
f. BJ(Semu)rata-rata 2 2 = 2,79
3,9 %+2,6 %
=
g. Penyerapanrata-ratra 2 = 3,25 %
9.7 PEMBAHASAN
Berat jenis adalah perbandingan antara berat volume agregat dengan berat
volume air. Besarnya berat jenis penting dalam perencanaan campuran agregat
dengan aspal karena umumnya direncanakan berdasar perbandingan berat dan
juga untuk menentukan banyaknya pori. Agregat dengan berat jenis kecil
mempunyai volume besar sehingga dengan berat yang sama membutuhkan aspal
yang lebih banyak. Ada 3 jenis berat jenis yang ditentukan berdasar manual
PB-0202-76 atau AASHTO T85-81 :
a. Bulk specific grafity, ialah :
Perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya
sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.
b. Apparent specific grafity, ialah :
Perbandingan antara berat kering dan berat air suling yang isinya sama
dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.
c. Effective specivic grafity, ialah :
Perbandingan antar berat agregat kering dan berat air suling yang isinya
sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.
Penyerapan adalah prosentase air yang dapat diserap oleh pori-pori agregat
terhadap kering agregat atau agregat kering. Air yang telah diserap agregat
harus dihilangkan seluruhnya, karena dapat mengganggu daya lekat aspal dengan
agregat. Agregat yang baik harus mempunyai kemampuan menyerap air
(absorbsinya cukup). Kemampuan menyerap air mengindikasikan banyaknya
aspal yang bisa diserap agregat. Tetapi, banyaknya air yang dapat diserap agregat
dibatasi karena agregat yang terlalu banyak menyerap air akan mengakibatkan air
44
akan sulit dihilangkan dari agregat sehingga dapat mengganggu ikatan agregat -
aspal. Apabila air berhasil dihilangkan akan mengakibatkan kebutuhan aspal
lebih besar karena terlalu banyak yang terserap agregat, sehingga lapisan aspal
pada batuan menjadi tipis. Besarnya absorpsi dibatasi 3 % untuk agregat yang
akan digunakan untuk lapisan permukaan dengan aspal.
Di sini pada pengamatan sampai dengan hasil perhitungannya ternyata
didapatkan bahwa prosentase dari kadar penyerapan absorbsinya melebihi dari
spesifikasi yang telah disyaratkan.
9.8 SIMPULAN
Hasil pemeriksaan benda uji sebagai berikut :
Berat jenis ( Bulk Specivic Gravity) = 2,555
Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) = 2,64
Berat jenis semu (apparent specivic gravity) = 2,79
Penyerapan ( absorbtion ) = 3,25 %
Jadi agregat yang diperiksa tersebut tidak memenuhi syarat untuk bahan
perkerasan konstruksi jalan raya. Hal ini terbukti dari hasil pengujian, ditinjau
dari segi penyerapannya agregat ini tidak memenuhi syarat, tetapi ditinjau dari
berat jenisnya memenuhi syarat, karena berat jenis hasil percobaan > berat jenis
minimum tetapi penyerapannya > batas maksimum untuk penyerapan
(berdasarkan peraturan yang berlaku bahwa batas maksimum untuk penyerapan
absorbsinya adalah sebesar 3% dan Bj minimum sebesar 2,5).
45
BAB X
10.1 MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan Berat Jenis (bulk), berat
jenis kering permukaan jenuh (Saturated Surface Dry = SSD) dan berat jenis
semu (Apparent Specific Gravity), serta penyerapan dari agregat kasar.
Berat Jenis (Bulk Specific Gravity) : Perbandingan antara berat agregat kering
dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh
pada suhu tertentu.
a. Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) : Perbandingan antara berat
agregat kering permukaan jenuh dan berat ai suling yang isinya sama
dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.
b. Berat jenis semu (Apparent Specific Gravity) : Perbandingan antara berat
agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat
dalam keadaan kering pada suhu tertentu.
c. Penyerapan : Persentase berat air yang dapat diserap pori terhadap berat
agregat kering.
10.2 PERALATAN
a. Keranjang kawat ukuran 3,33 mm atau 2,36 mm (No. 6 atau No. 8) dengan
kapasitas kira-kira 5 kg.
46
b. Tempat air dengan bentuk dan kapasitas yang sesuai untuk pemeriksaan.
Tempat ini harus diperlengkapi dengan pipa, sehingga permukaan air
selalu tetap.
c. Timbangan kapasitas 5 kg dan ketelitian 0,1 % dari berat contoh yang
ditimbang dan dilengkapi dengan alat penggantung keranjang.
d. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu hingga (100 ± 5) °C.
e. Alat pemisah contoh.
f. Saringan No.4
10.3 BENDA UJI
Benda uji adalah agregat yang tertahan saringan No. 4 diperoleh dari alat
pemisah contoh atau cara perempat, sebanyak kira-kira 5 kg.
BENDA UJI
47
I II Rata-rata
KETERANGAN
(BJ−BK )
×100 %
Penyerapan = BK
(1617−1587 )
×100 %
= 1587
= 1,89 %
48
Keterangan :
BJ = Berat benda uji dalam keadaan basah jenuh (SSD),(gram).
BA = Berat benda uji didalam air (gram).
BK = Berat benda uji kering oven (gram).
10.6.2 Sampel 2
Diketahui : BJ = 1620 gr
BK = 1590 gr
BA = 1000 gr
(BJ−BK )
×100 %
Penyerapan = BK
(1620−1590 )
×100 %
= 1590
= 1,88 %
Keterangan :
49
BJ = Berat benda uji dalam keadaan basah jenuh (SSD),(gram).
BA = Berat benda uji didalam air (gram).
BK = Berat benda uji kering oven (gram).
.
10.7 PEMBAHASAN
Berat jenis adalah perbandingan antara berat volume agregat dengan satu
satuan volume air. Besarnya berat jenis penting dalam perencanaan campuran
agregat dengan aspal karena umumnya direncanakan berdasarkan perbandingan
berat dan juga untuk menentukan banyaknya pori. Agregat dengan berat jenis
kecil mempunyai volume besar sehingga dengan berat yang sama membutuhkan
aspal yang lebih banyak. Ada 3 jenis berat jenis yang ditentukan berdasarkan
manual PB-0202-76 atau AASHTO T85-81 :
a. Bulk specific grafity, ialah :
Perbandingan antar berat agregat kering dan berat air suling yang isinya
sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.
b. Apparent specific grafity, ialah :
Perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya
sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.
c. Effective specidic grafity, ialah :
Perbandingan antara berat agregat kering permukaan jenuh dan berat air
suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan kering pada suhu
tertentu. Bj yang disyaratkan ¿ 2,5 gr/cc.
Penyerapan adalah prosentase berat air yang dapat diserap oleh pori-pori
agregat terhadap kering agregat atau agregat kering. Air yang telah diserap
agregat harus dihilangkan seluruhnya, karena dapat mengganggu daya lekat aspal
dengan agregat. Agregat yang baik harus mempunyai kemampuan menyerap air
(absorbsinya cukup), kemampuan agregat menyerap air ini mengindikasikan
banyaknya aspal yang bisa diserap agregat. Tetapi banyaknya air yang bisa
diserap agregat dibatasi karena agregat yang terlalu banyak menyerap air akan
mengakibatkan air akan sulit dihilangkan dari agregat sehingga dapat
mengganggu ikatan agregat dengan aspal.
50
Apabila air berhasil dihilangkan akan mengakibatkan kebutuhan aspal
lebih besar karena terlalu banyak yang terserap agregat, sehingga lapisan aspal
pada batuan menjadi tipis. Besarnya absorbsi dibatasi 3 % untuk agregat yang
akan digunakan untuk lapisan permukaan dengan aspal.
10.8 SIMPULAN
Hasil pemeriksaan benda uji sebagai berikut :
a. Berat jenis ( Bulk Specific Gravity ) = 2,565
b. Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) = 2,615
c. Berat jenis semu (Apparent Specivic Gravity) = 2,695
d. Penyerapan ( absorbtion ) = 1,885 % < 3 %
Jadi agregat yang diperiksa tersebut memenuhi syarat untuk bahan
perkerasan konstruksi jalan raya, karena penyerapan terhadap air sesuai dengan
persyaratan atau spesifikasinya, (berdasarkan peraturan yang berlaku, batas
maximum untuk penyerapan absorsinya adalah sebesar : 3% dan Bj minimum
sebesar 2,5.
51
BAB XI
11.1 MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kelekatan agregat
terhadap aspal. Kelekatan agregat terhadap aspal adalah prosentase luas
permukaan batuan yang tertutup aspal terhadap keseluruhan luas permukaan.
11.2 PERALATAN
a. Wadah untuk mengaduk, kapasitas minimal 500 ml.
b. Timbangan dengan kapsitas 200 gram, ketelitian 0,1 gram.
c. Pisau pengaduk baja (spatula) lebar 1” panjang 4”.
d. Tabung gelas kimia (beker) kapasitas 600 ml.
e. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (150 ±
1)oC.
f. Saringan 6,3 mm (1/4”) dan 9,5 mm (3/8”).
g. Termometer logam ± 200oC dan 100oC.
h. Air suling dengan ph 6,0 sampai 7,0.
52
11.3 BENDA UJI
a. Benda uji adalah agregat yang lewat saringan 9,55 mm (3/8 ") dan tertahan
pada saringan 6,3 mm (1/4 ") sebanyak kira-kira 100 gram.
b. Cucilah dengan air suling, kemudian keringkan pada suhu 135ºC sampai
149ºC hingga berat tetap. Simpan didalam tempat yang tertutup rapat dan siap
untuk diperiksa.
c. Untuk pelapisan agregat basah perlu ditentukan berat jenis kering permukaan
jenuh (SSD) dan penyerapan dari agregat kasar.
53
1) Ambil 100 gram benda uji, masukkan ke dalam wadah dan isikan 80 ± 0,2
gram aspal emulsi pada suhu ruang tanpa diaduk. Kemudian masukkan ke
dalam oven pada suhu 135oC selama 5 menit. Keluarkan dari oven, aduk
sampai merata sehinkgga benda uji terlapisi aspal.
2) Kemudian lakukan seperti pada 11.4a. 4
c. Untuk pelapisan agregat basah dengan aspal dingin dan ter
1) Ambil 100 gram benda uji, masukkan ke dalam wadah dan isilah 2 ml air
suling. Aduk pada suhu ruang sampai benda uji menjadi basah secara
merata. Tambahkan 5,5 ± 0,2 gram aspal yang telah dipanaskan sampai
suhu yang diperlukan, dapat dilihat pada Tabel 11.1. Aduk sampai merata
sehingga benda uji terlapis aspal. Pengaduk tidak boleh lebih dari 5 menit.
2) Kemudian lakukan seperti pada 11.4a.3 dan 11.4a.4
b. Untuk pelapisan agregat kering dengan aspal panas dan ter (RT-10, RT-11,
dan RT-12)
1) Ambillah 100 gram benda uji, masukkan ke dalam wadah. Jika digunakan
aspal panas, panaskan wadah berisi benda uji selama 1 jam dalam oven
pada suhu tetap antara 135oC – 149oC, sementara itu panaskan aspal secara
terpisah. Jika digunakan ter, panaskan wadah berisi benda uji selama 1 jam
dalam oven dalam suhu tetap antara 79oC – 107oC dan ter pada suhu 93oC
– 121oC secara terpisah.
2) Masukkan aspal yang sudah panas 5,5 ± 0,2 gram pada benda uji yang
sudah panas pula, aduk sampai merata dengan spatula yang sudah dipanasi
selama 2 – 3 menit sampai mencapai suhu ruang.
3) Pindahkan benda uji yang sudah terselaput aspal ke dalam tabung gelas
kimia 600 ml. Segera tambahkan air suling sebanyak 400 ml dan biarkan
pada suhu ruang selama 16 – 18 jam.
4) Periksa luas permukaan benda uji yang masih terselaput aspal seperti pada
11.4a.4.
54
Mulai Pemanasan 40 º C 10.53 WIB
Selesai Pemanasan 160 º C 10.58 WIB
Didiamkan pada suhu ruang (22 April 2013)
Mulai 28 ºC 11.00 WIB
Selesai 28 º C 12.00 WIB
Diperiksa (23 April 2013)
Mulai 28 C 11.00 WIB
Tabel 11.1 Lanjutan Kelekatan Agregat Terhadap Aspal
Selesai 28 C 11.00 WIB
11.6 PEMBAHASAN
Kelekatan agregat dipengaruhi oleh sifat agregat itu sendiri yaitu :
1. Sifat Mekanis yang tergantung dari :
a. pori-pori dan absorpsi
b. bentuk dan tekstur permukaan
c. ukuran butir
2. Sifat kimiawi agregat.
Permukaan agregat yang kasar akan memberi ikatan dengan aspal yang
lebih baik daripada agregat yang memiliki permukaan licin. Kelekatan agregat
terhadap aspal juga dipengaruhi sifat agregat dengan air. Agregat yang baik
adalah yang tidak mudah lepas dengan air, sehingga ikatan antara aspal dengan
agregat cukup baik. Agregat berpori berguna untuk menyerap aspal sehingga
ikatan aspal dengan agregat baik. Tetapi terlalu banyak berpori menyebabkan
terlalu banyak aspal yang terserap yang berakibat lapisan aspal terlalu tipis.
55
Banyaknya pori-pori diperkirakan dari banyaknya air yang terabsorpsi oleh
agregat.
Pemeriksaan agregat terhadap aspal dilakukan dengan percobaan Stripping
mengikuti PB 0205-76 atau AASHTO T128-82. Kelekatan agrregat terhadap
aspal dinyatakan dalam prosentase luas permukaan batuan yang tertutup aspal
terhadap seluruh luas permukaan. Nilai kelekatan agregat terhadap aspal untuk
bahan campuran dengan asphal minimal 95 %.
Sebagai patokan kelekatan agregat terhadap aspal yaitu besar luas permukaan
agregat yang terselimuti aspal lebih besar sama dengan dari 95 %, maka kelekatan
asgregat terhadap aspal akan memenuhi standar Bina Marga (PB-0205-76 ).
11.7 SIMPULAN
Menurut sepesifikasi Bina Marga aspal uji dengan penetrasi antara 60 - 70
minimum 95%. Berdasarkan hasil pemeriksaan yaitu luas permukaan agregat
yang diselimuti aspal adalah 96 %, sehingga memenuhi syarat spesifikasi Bina
Marga untuk dapat digunakan dalam konstruksi jalan raya.
56
BAB XII
SAND EQUIVALENT
12.1 MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kadar debu atau lumpur
atau bahan yang mempunyai lempung pada tanah atau agregat halus.
12.2 PERALATAN
a. Alat pemeriksaan sand equivalent terdiri atas silinder ukur dari plastik, tutup
karet, tabung irigator, kaki pemberat, dan sifon,
b. Kaleng dengan diameter 57 mm dan isi 85 ml,
c. Corong dengan mulut yang luas,
d. Jam dengan pembacaan sampai detik,
e. Pengguncang mekanis, dan
f. Larutan CaCl2, glyserin, dan formaldehyde.
57
12.3 BENDA UJI
Pasir disaring dengan saringan no. 4 dan butir-butir halus yang
menggumpal dihancurkan hingga melewati saringan no. 4, pasir-pasir diperoleh
dengan pemisah pasir atau perempat, masukkan contoh ke dalam kaleng
sehingga penuh dan rata.
Selama pengisian ketuk-ketuklah alas dari kaleng pada meja atau
permukaan yang keras supaya terjadi konsolidasi. Benda uji bisa disiapkan
dalam keadaan kering udara atau keadaan aslinya (tanpa oven).
KETERANGAN 1 2
58
Clay Reading 4,9 inc 5 inc
Sand Reading 3,7 inc 3,8 inc
¿Reading
Sand ¿¿ 75,5 % 76 %
SE = Clay¿Reading x100 %
Average Sand Equivalent 75,75 %
Remark : Kadar Lumpur = 100 % - ASE
= 100 – 75,75 %
= 24,43 %
Sampel 2
Sand Re ading
×100 %
Sand Equivalent = Clay Re ding
3,8
×100 %
= 5
= 76 %
59
75 ,5 %+76 %
2
=
= 75,75 %
12.7 PEMBAHASAN
Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan kadar debu atau bahan yang
mempunyai lempung pada tanah atau agregat halus. Adanya lumpur dapat
mengakibatkan kembang susut yang besar oleh lumpur dan mempengaruhi
lekatan tanah agregat.
Spesifikasi Bina Marga untuk Sand Equivalen agregat halus adalah sebesar
lebih besar dari 50 % ( AASHTO T-176 ), yang berarti benda uji memenuhi
persyaratan.
12.8 SIMPULAN
Dari perhitungan di atas diperoleh nilai Sand Equivalent (SE) rata-rata
adalah sebesar = 75,75 % sedangkan kadar lumpurnya sebesar 24,25 % , jadi
agregat halus memenuhi spesifikasi yang ditentukan karena lebih besar dari 50 % ,
sehingga dapat dipergunakan.
60
BAB XIII
13.1 MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan agregat kasar
terhadap keausan dengan menggunakan mesin Los Angeles.
Keausan tersebut dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan
aus lewat saringan No. 12 terhadap berat semula, dalam prosen.
13.2 PERALATAN
a. Mesin Los Angeles,
b. Mesin terdiri dari silinder baja tertutup pada kedua sisinya dengan diameter
71 cm (28") panjang dalam 50 cm (20"). Silinder bertumpu pada dua poros
61
pendek yang tak menerus dan berputar pada poros mendatar. Silinder
berlubang untuk memasukkan benda uji. Penutup lubang terpasang rapat
sehingga permukaan dalam silinder tidak terganggu. Di bagian dalam silinder
terdapat bilah baja melintang penuh setinggi 8,9 cm (3,56"),
c. Saringan No. 12 dan saringan-saringan lainnya seperti tercantum daftar No.1,
d. Timbangan, dengan ketelitian 5 gram,
e. Bola-bola baja dengan diameter rata-rata 4,68 cm (17/8") dan berat masing-
masing antara 390 gram sampai 445 gram, dan
f. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai
(110±5)°C.
62
72,2 mm ( 3" ) 63,5 mm ( 2,5" )
63,5 mm ( 2,5" ) 50,8 mm ( 2" )
50,8 mm ( 2" ) 37,5 mm ( 1,5" )
37,5 mm ( 1,5" ) 25,4 mm ( 1" )
25,4 mm ( 1" ) 19,0 mm ( 3/4" )
19,0 mm ( 3/4" ) 12,5 mm ( 0,5" ) 2500 gram
12,5 mm ( 0,5" ) 09,5 mm ( 3/8" ) 2500 gram
09,5 ( 3/8" ) 06,3 mm ( 1/4" )
06,3 ( 1/4" ) 4,75 mm ( No. 4 )
4,75 mm ( No 4 ) 2,36 mm ( No. 8 )
( 5000−3983 )
= 5000 × 100 %.
= 20,34 %
Keterangan :
A = berat benda uji semula (gram).
B = berat benda uji tertahan saringan No. 12 (gram).
13.7 PEMBAHASAN
Tes keausan dilakukan untuk mengetahui daya tahan agregat terhadap
abrasi, yaitu ketahanan agregat untuk tidak hancur oleh gaya yang diberikan pada
63
waktu penimbunan, pemadatan atau beban lalu lintas pada masa pelayanan jalan
tersebut.
Klasifikasi berdasarkan Bina Marga yang telah ditetapkan adalah
sebagai berikut :
a. Keausan (15 - 20) % untuk batu istimewa.
b. Keausan (20 - 30) % untuk batu baik.
c. Keausan (30 - 40) % untuk batu cukup.
Sedangkan Bina Marga mensyaratkan keausan agregat maksimal 40 %.
13.8 SIMPULAN
Berdasarkan keausan agregat yang telah diperiksa yaitu sebesar 20,34%,
sedangkan batas maximum dari spesifikasi Bina Marga untuk bahan jalan
raya adalah 40 %, maka bahan tersebut memenuhi spesifikasi dan dapat dipakai
sebagai bahan konstruksi jalan raya.
BAB XIV
REKAPITULASI PENGUJIAN SIFAT FISIK AGREGAT
14.1 MAKSUD
Pemeriksaan dimaksudkan untuk mengetahui sifat fisik agregat sehingga
praktikan menegtahui hasil akhir dan kesimpulan dari pengujian-pengujian sifat
agregat sebelumnya.
14.2 PERALATAN
a. Formulir Praktikum
b. Alat Tulis
64
14.3 PROSEDUR PENGUJIAN
a. Ambil data dari pengujian berat jenis dan penyerapan agregat halus, berat
jenis dan penyerapan agregat kasar, kelekatan agregat oleh aspal, sand
equivalent, dan keausan agregat dengan mesin los angeles.
b. Buat tabel untuk masing-masing poin sesuai dengan data pengujian agregat.
c. Beri penjelasan dengan membandingkan hasil pengujian dengan persyaratan
dari masing-masing pengujian tersebut.
65
Pembahasan Sifat Fisik Agregat
1. Berdasarkan bentuk butiran (shape)
a. Kubikal (cubical)
b. Bulat (rounded)
c. Tak teratur (irregular)
d. Lonjong (elongated)
e. Pipih (flaky)
2. Berdasarkan tekstur permukaan (surface texture)
a. Kasar
b. Sedang
c. Halus
66
Gradasi rapat tersusun dari ukuran agregat yang bervariasi sehingga rongga
butiran yang berukuran besar mapu diisi ole agregat berukuran kecil, dan
seterusnya. Sehingga dihasilkan rongga yang rapat yang memiliki daya dukung
yang tinggi. Dengan gradasi yang rapat maka kebutuhan aspal optimum pada
gradasi rapat lebih sedikit dibanding gradasi yang lain.
Gradasi seragam artinya gradasi tersebut tersusun dari ukuran butiran yang
sama atau seragam. Maka dengan gradasi yang seragam itu akan terbentuk rongga
rongga yang besar karena rongga satu ukuran tidak dapat ditutupi dengan ukuran
yang lain. Sehingga menimbulkan kebutuhan aspal optimum untuk menutupi
rongga tersebut lebih banyak selain itu dengan rongga yang besar tidak akan
menimbulkan suatu daya dukung yang besar.
Gradasi timpang dan gradasi terbuka, dimana keduannya sama sama
menghilangkan satu ukuran agregat, yang pada akhirnya juga akan mengurangi
daya dukung agregat terhat struktur perkerasan.
Dapat dilihat dari rekapitulasi sifat fisik agregat, satu dari lima pengujian
sifat fisik agregat ada yang tidak memenuhi syarat bina marga. Jadi agregat
tersebut tidak memenuhi syarat untuk bahan perkerasan konstruksi jalan raya.
BAB XV
ANALISA SARINGAN AGREGAT KASAR DAN HALUS
15.1 MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan pembagian butir
(gradasi) agregat halus dan kasar dengan menggunakan saringan.
67
c. (3/4”); (1/2”); (3/8”); no. 4; no. 8; no. 30; no.50; no.100; no.200.
d. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110 ±5)
0
C.
e. Alat pemisah contoh
f. Mesin pengguncang saringan
g. Talam
h. Kuas, sikat kuningan,sendok,talam-talam,dan alat lainnya.
68
b. Saring benda uji lewat susunan saringan dengan ukuran saringan paling besar
ditempatkan paling atas. Saringan diguncangkan dengan tangan atau mesin
pengguncang selama 15 menit
69
Tabel 15.3 Analisa Saringan F3
NOMOR SPESIFIKASI
SARINGAN BERAT TERTAHAN (GR) ∑ PROSEN (%)
INCH Mm TERTAHAN ∑ TERTAHAN TERTAHAN LOLOS MIN MAX
1 25 0 0 0.00 100.00 100 100
3/4' 19 0 0 0.00 100.00 90 100
1/2' 12.5 0 0 0.00 100.00 74 90
3/8' 9.5 3 3 0.30 99.70 64 82
#4 4.75 30 33 3.32 96.68 47 64
#8 2.36 108 141 14.17 85.83 34.6 49
#16 1.18 294 435 43.72 56.28 28.3 38
#30 0.6 210 645 64.82 35.18 20.7 28
#50 0.3 146 791 79.50 20.50 13.7 20
#100 0.15 128 919 92.36 7.64 4 13
#200 0.075 63 982 98.69 1.31 4 8
PAN 13 995 100.00 0.00
70
l. PAN =0 + 1000,5 = 1000,55 gr
2. Jumlah tertahan dalam persen (%)
0
a. Nomor saringan 1” = x 100 =0
1000,55
0
b. Nomor saringan 3/4’’ = x 100 =0
1000,55
421
c. Nomor saringan 1/2’’ = x 100 = 42,08
1000,55
567
d. Nomor saringan 3/8’’ = x 100 = 56,67
1000,55
719
e. Nomor saringan #4 = x 100 = 71, 86 gr
1000,55
909
f. Nomor saringan #8 = x 100 = 90,85 gr
1000,55
995
g. Nomor saringan #16 = x 100 = 99,45 gr
1000,55
995,9
h. Nomor saringan #30 = x 100 = 99,54 gr
1000,55
996,27
i. Nomor saringan #50 = x 100 = 996,27 gr
1000,55
99,65
j. Nomor saringan #100 = x 100 = 99,1 gr
1000,55
1000,55
k. Nomor saringan #200 = x 100 = 100 gr
1000,55
996,27
l. PAN = x 100 = 100 gr
1000,55
3. Jumlah lolos dalam persen (%)
a. Nomor saringan 1” = 100 – 0 = 100
b. Nomor saringan 3/4’’ = 100 − 0 = 100
c. Nomor saringan 1/2’’ = 100 − 42,08 = 57,92
d. Nomor saringan 3/8’’ = 100 – 56,67 = 43,33
e. Nomor saringan #4 = 100 – 71,86 = 28,14 gr
f. Nomor saringan #8 = 100 – 90,85 = 9,15 gr
g. Nomor saringan #16 = 100 – 99,45 = 0,55gr
h. Nomor saringan #30 = 100 – 99,54 = 0,46 gr
i. Nomor saringan #50 = 100 – 99,57 = 0,43gr
71
j. Nomor saringan #100 = 100 – 99,91 = 0,09 gr
k. Nomor saringan #200 = 100 – 100 = 0 gr
l. PAN = 100 – 100 = 0 gr
72
916
f. Nomor saringan #8 = x 100 = 92,15 gr
1000,55
945
g. Nomor saringan #16 = x 100 = 95,07 gr
1000,55
95
h. Nomor saringan #30 = x 100 = 95,98 gr
1000,55
960
i. Nomor saringan #50 = x 100 = 96,58 gr
1000,55
970
j. Nomor saringan #100 = x 100 = 97,59 gr
1000,55
983
k. Nomor saringan #200 = x 100 = 98,89 gr
1000,55
994
l. PAN = x 100 = 100 gr
1000,55
3. Jumlah lolos dalam persen (%)
a. Nomor saringan 1” = 100 – 0 = 100
b. Nomor saringan 3/4’’ = 100 − 0 = 100
c. Nomor saringan 1/2’’ = 100 − 0,91 = 99,09 gr
d. Nomor saringan 3/8’’ = 100 – 25,55 = 74,45 gr
e. Nomor saringan #4 = 100 – 83,40 = 16,60 gr
f. Nomor saringan #8 = 100 – 92,15 = 7,85 gr
g. Nomor saringan #16 = 100 – 95,07 = 4,93 gr
h. Nomor saringan #30 = 100 – 95,98 = 4,02 gr
i. Nomor saringan #50 = 100 – 96,58 = 3,42 gr
j. Nomor saringan #100 = 100 – 97,59 = 2,41 gr
k. Nomor saringan #200 = 100 – 98,89 = 1,11 gr
l. PAN = 100 – 100 = 0 gr
73
d. Nomor saringan 3/8’’ =3 +0 = 3 gr
e. Nomor saringan #4 = 30 +3 = 33 gr
f. Nomor saringan #8 = 108 + 33 = 141 gr
g. Nomor saringan #16 = 294 + 141 = 435 gr
h. Nomor saringan #30 = 210 + 435 = 645 gr
i. Nomor saringan #50 = 146 + 645 = 791 gr
j. Nomor saringan #100 = 128 + 791 = 919 gr
k. Nomor saringan #200 = 63 + 919 = 982 gr
l. PAN = 13 + 982 = 995 gr
2. Jumlah tertahan dalam persen (%)
0
a. Nomor saringan 1” = x 100 = 0 gr
995
0
b. Nomor saringan 3/4’’ = x 100 = 0 gr
995
0
c. Nomor saringan 1/2’’ = x 100 = 0 gr
995
3
d. Nomor saringan 3/8’’ = x 100 = 0.3 gr
995
33
e. Nomor saringan #4 = x 100 = 3,32 gr
995
141
f. Nomor saringan #8 = x 100 = 14,17 gr
995
435
g. Nomor saringan #16 = x 100 = 43,72 gr
995
645
h. Nomor saringan #30 = x 100 = 64,82 gr
995
791
i. Nomor saringan #50 = x 100 = 79,50 gr
995
919
j. Nomor saringan #100 = x 100 = 92,36 gr
995
982
k. Nomor saringan #200 = x 100 = 98,69 gr
995
995
l. PAN = x 100 = 100 gr
995
m.
3. Jumlah lolos dalam persen (%)
74
a. Nomor saringan 1” = 100 – 0 = 100 gr
b. Nomor saringan 3/4’’ = 100 − 0 = 100 gr
c. Nomor saringan 1/2’’ = 100 − 0 = 100 gr
d. Nomor saringan 3/8’’ = 100 – 0,3 = 99,70 gr
e. Nomor saringan #4 = 100 – 3,32 = 96,68,gr
f. Nomor saringan #8 = 100 – 14,17 = 85,83gr
g. Nomor saringan #16 = 100 – 43,72 = 56,28 gr
h. Nomor saringan #30 = 100 – 64,82 = 35,18 gr
i. Nomor saringan #50 = 100 – 79,50 = 20,50 gr
j. Nomor saringan #100 = 100 – 98,39 = 7,64 gr
k. Nomor saringan #200 = 100 – 98,69 = 1,31 gr
l. PAN = 100 – 100 = 0 gr
15.8 PEMBAHASAN
Gradasi (adalah distribusi partikel berdasar ukuran agregat merupakan hal
yang penting dalam menentukan kualitas perkerasan. Gradasi agregat
mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan menentukan stabilitas dan
kemudahan dalam proses pelaksanan. Gradasi agregat diperoleh dari hasil analisa
saringan dengan menggunakan 1 set saringan dimana saringan yang paling kasar
di atas dan yang paling halus diletakkan paling bawah, yang dimulai dari PAN dan
diakhiri dengan tutup. Macam-macam gradasi agregat dapat dibedakan menjadi :
1. Gradasi semacam (Uniform Graded)
Adalah agregat dengan ukuran yang hampir sama atau sejenis atau
mengandung butir halus yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat mengisi
rongga antar agregat.
Sifat-sifatnya :
a. Kontak antar butir baik.
b. Kecepatan bervariasi tergantung dari segregasi yang terjadi.
c. Stabilisasi dalam keadaan terbatas (Confined)
2. Gradasi Rapat (Dense Graded)
Merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang berimbang.
Sifat-sifatnya :
75
a. Kontak antar butir baik.
b. Seragam dan kepadatan tinggi.
c. Stabilitas tinggi.
3. Gradasi timpang (Poorly Graded)
Merupakan campuran agregat yang tidak memenuhi 2 kategori diatas.
Sifat-sifatnya :
a. Kontak antar butir jelek.
b. Seragam dan kepadatan jelek.
c. Stabilitas sedang.
Analisa saringan dapat dilakukan dengan :
1. Analisa basah (AASHTO T 11 – 82), jika agregat yang akan ditapis
mengandung butir-butir halus dapat terdeteksi dengan baik.
2. Analisa kering (AASHTO T 27 – 82), jika agregat itu bersih, sedikit sekali
mengandung butiran halus.
Praktikum ini menggunakan dengan cara yang ke dua.
Dari kategori diatas maka agregat yang digunakan dalam percobaan ini
termasuk dalam gradasi seragam karena mempunyai campuran agregat halus dan
kasar yang berimbang.
15.9 SIMPULAN
Dari hasil pemeriksaan analisa saringan agregat diperoleh nilai yang
masuk spesifikasi hanya nomor saringan 1” dan 3/4”.
76
BAB XVI
16.1 MAKSUD
Penentuan komposisi dimaksudkan untuk mencari presentase masing-
masing fraksi (F!,F2 dan F3) sedemikian sehingga diperoleh gradasi sesuai
dengan jenis campuran yang dirancang.
16.2 PERALATAN
a. Kertas millimeter
b. Alat tulis
c. Penggaris
d. Kalkulator
77
letak ukuran saringan pada grafik III, kemudian digambarkan grafik III
yang menghubungkan antara urutan ukuran saringan dengan prosentase
lewat saringan pada F3. Dengan bantuan speck garis ini diberi tanda dengan
bantuan garis tebal. Pada ujung garis tebal paling kiri dan paling kanan
masing-masing dibuat garis vertikal .Antara kedua garis tersebut dibagi
dua sama besar, kemudian ditarik garis vertikal garis ini menunjukkan %
campuran yang baik untuk perbandingan campuran agregat. Perbandingan ini
mendapatkan F3 = 65,2 % dan F1 + F2 = 34,8.
= 52,1 %
78
47,86
x (34 ,8)
100
=
= 16,7 %
F2
(F1+F2)
b. F2 = 100
52,1
x (34 ,8)
100
=
= 18,13 %
c. F3 = 100 % - ( F1 + F2 )
= 100% - 34,8
= 65,2
16.5 PEMBAHASAN
Analisa dari Prosentase agregat masing-masing fraksi adalah sebagai
berikut.
a. FI = 16,8 %
b. F2 = 22,8 %
c. F3 = 60,4 %
Tetapi, hasil tersebut tidak memenuhi spesifikasi sehingga kami melakukan
trial error untuk memperoleh gradasi campuran yang sesuai dengan spesifikasi
yang diinginkan , hasil prosentasenya adalah sebagai berikut.
a. FI = 16,5 %
b. F2 = 32 %
c. F3 = 51,5 %
16.7 SIMPULAN
79
Prosentase yang digunakan adalah sebagai berikut.
a. FI = 16,5 %
b. F2 = 32 %
c. F3 = 51,5 %
BAB XVII
17.1 MAKSUD
Pemeriksaan yang dimaksudkan untuk menentukan ketahanan
(stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal. Ketahanan
(stabilitas) ialah kemampuan suatu campuran ashpalt untuk menerima beban
sampai terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam kilogram atau pound
atau kilo newton. Sedang kelelehan plastis ialah keadaan perubahan bentuk
suatu campuran aspal yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh
yang dinyatakan dalam mm atau 0,01 inchi.
17.2 PERALATAN
a. 3 buah Cetakan benda uji berdiameter 10 cm (4") dan tinggi 7,5 cm (3")
lengkap dengan pelat alas dan leher sambungnya.
b. Ejektor Hydrolic Pump berguna untuk mengeluarkan benda uji dari
cetakan/mold.
c. Dudukkan cetakan/mold dan batang penumbuk dengan permukaan tumbuk
rata berbentuk silinder berat 4,536 kg (10 pound), tinggi 45,7 cm (18").
d. Landasan pemadat terdiri dari balok kayu, berukuran kira-kira (20x20x45)
cm atau (8"x8"x18") yang dilapisi dengan pelat baja berukuran (30x30x2,5)
80
cm atau (12"x12"x1") dan diikatkan pada lantai beton dengan empat bagian
siku.
e. Silinder cetakan uji.
f. Mesin tekan, lengkap dengan :
– Kepala penekan berbentuk lengkung (Breaking Head).
– Cincin penguji yang berkapasitas 2500 Kg (5000 Pound) dengan
ketelitian 12,5 Kg (25 Pound), dilengkapi arloji tekan ketelitian
0,0025 cm (0,0001").
– Arloji kelelahan dengan ketelitian 0,25 mm (0,01") dengan perlengkapan.
g. Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai
(200±3)°C.
h. Bak perendam (water bath) dilengkapi dengan pengatur suhu minimum
20°C.
i. Perlengkapan :
a. Panci-panci untuk memanasi agregat, aspal, dan campuran aspal.
b. Pengukur suhu dari logam (metal thermometer) berkapasitas 250°C dan
100°C dengan ketelitian 0,5 % atau 1 % dari kapasitas.
c. Timbangan yang dilengkapi penggantung benda uji berkapasitas 2 Kg
dengan ketelitian 0,1 gram dan timbangan berkapasitas 5 Kg dengan
ketelitian 1 gram.
d. Kompor dan perlengkapannya.
j. Sarung asbes dan karet.
k. Bak perendam dan kaca tangan.
l. Kaliper Sket Mat.
m. Termometer skala 200°C sebanyak 2 buah.
n. Loyang seng dan loyang plastik.
o. Sendok pengaduk dan perlengkapan lain.
81
2. Persiapan percampuran
Setiap benda uji diperlukan agregat sebanyak ± 1200 gram sehingga
dihasilkan tinggi kira-kira 6,25 cm ± 0,125 cm ( 2,5" ± 0,05" ). Agregat
dalam wajan dipanaskan dengan suhu antara 170°C s/d 175°C dan jangan
lupa agregatya diaduk-aduk supaya agregatnya merata. Ditempat lain
aspal atau ter dipanaskan sebanyak sesuai dengan kebutuhan
pemanasannya antara suhu 155°C s/d 160°C. Aspal sebanyak yang
diperlukan dituangkan kedalam agregat yang sudah dipanaskan sesuai
dengan suhu diatas kemudian di aduk-aduk dengan spatula hingga semua
agregat terselimuti oleh aspal.
3. Pemadatan benda uji
a. Cetakan benda uji mold dibersihkan dan diolesi bagian dalamnya
dengan vaslin atau minyak pelumas yang lain, kemudian dimasukkan ke
dalam oven dengan suhu antara 90°C s/d 149,5°C.
b. Batang penumbuk dibersihkan dan bagian bawah batang penumbuk di
olesi dengan vaslin atau minyak pelumas yang lain dan bagian dalam
pegangan penumbuk juga diolesi minyak pelumas supaya penumbuk
bisa jatuh bebas.
c. Selembar kertas / kertas penghisap yang yang sudah digunting sesuai
dengan ukuran cetakan diletakkan dibagian bawah cetakan, kemudian
benda uji dimasukkan sepertiga dari volume cetakkan dan ditusuk-
tusuk dengan spitula, kalau sudah selesai diisi lagi dan selalu ditusuk-
tusuk sampai benda uji masuk dalam cetakkan.
d. Cetakkan mold diletkkaan diatas dudukkannya (landasan) pemadatan.
Pemadatan dilakukan sebanyak 2 kali masing-masing sebanyak 75
pukulan,setelah tumbukan pertama selesai benda uji dibalik dan tumbuk
lagi sebanyak 75 pukulan.
e. Sesudah pemadatan selesai benda uji didiamkan sampai mencapai
suhu ruang, kemudian benda uji dikeluarkan dari cetakkan dengan
menggunakan Ejektor Hydrolik Pump lalu didiamkan sampai sampai
dingin mencapai suhu ruang.
82
17.4 PROSEDUR PENGUJIAN
a. Semua peralatan yang digunakan disiapkan dan beri tanda pengenal pada
masing-masing benda uji, kemudian bersihkan dari kotoran yang menempel.
b. Tinggi benda uji diukur dengan kaliper sebanyak tiga kali sampai
didapatkan angka yang mendekati angka rata-rata, lalu ditimbang dan dicatat
beratnya sehingga didapatkan berat sebelum direndam .
c. Benda uji direndam didalam air selama 20 s/d 24 jam pada suhu ruang untuk
mendapatkan kejenuhan, kemudian ditimbang didalam air didapatkan berat isi.
d. Benda uji dikeluarkan dari rendaman lalu dilap bagian permukaannya (hingga
mencapai kering permukaannya atau SSD), kemudian ditimbang didapatkan
berat jenuh.
e. Benda uji dimasukkan kedalam water bath selama 30-40 menit atau
dipanaskan dengan oven selama 2 jam dengan suhu (60±1)°C.
f. Kepala penekan test head disiapkan dan diberi vaslin atau minyak pelumas
yang lain kemudian ke dalam oven dengan suhu 60°C. Mesin penekan
Marshall Test dan perlengkapannya diperiksa. Dial stabilitas yang sudah
distel pada angka nol disiapkan.
g. Benda uji yang berada di water bath diambil dan dipindahkan ke headtest
, dial flow dipasang pada tempatnya kemudian diberi pembebanan sebesar
50 mm per menit, dengan cara menghidupkan mesin pembebanan. Dial
stabilitas dan dialflow diamati, caranya bila dial stabilitas telah mencapai
angka maksimum, dial flow dibaca.
h. Di catat pembacaan pada dial stabilitas dan dial flow, caranya : misal, pada
dial stabilitas diperoleh 4 putaran dan telah berhenti di 50, berarti pembacaan
dial stabilitas = 450 .
i. Pengetesan benda uji diulangi sebanyak jumlah benda uji yang dibuat .
F1 100,00 57,92 43,33 28,14 9,15 9,15 0,46 0,43 0,09 0,00
0,165 16,50 9,56 7,15 4,64 1,51 1,51 0,08 0,07 0,01 0,00
83
F2 100,00 99,09 74,45 16,60 7,85 4,93 4,02 3,42 2,41 1,11
0,320 32,00 31,71 23,82 5,31 2,51 1,58 1,29 1,09 0,77 0,35
F3 100,00 100,00 100,00 100,00 89,11 59,48 38,31 23,59 10,69 4,33
0,515 51,50 51,50 51,50 51,50 45,89 30,63 19,73 12,15 5,50 2,23
1,00
Camp. 100,000 92,768 82,473 61,455 49,914 33,717 21,092 13,313 6,291 2,586
Spec 90-100 74-90 64-82 47-64 34.6-49 28.3-38 20.7-28 13.7-20 4-13 4-8
b. Aspal = 5,0 %
84
FI = 0,17 x 1140 = 188,10 gram
FII = 0,32 x 1140 = 364,8 gram
FIII = 0,515 x 1140 = 587,10 gram
Total = 1140 gram
c. Aspal = 5,5 %
0,055×1200=66 gram
Berat Aspal =
d. Aspal = 6,0 %
85
= 506,66 gram
86
496 – 508 61,9 1,09
509 – 522 63,5 1,04
523 – 535 64,0 1,00
536 – 546 65,1 0,96
547 – 559 66,7 0,93
560 – 573 68,3 0,89
574 – 585 71,4 0,83
586 – 598 73,0 0,81
599 – 610 74,6 0,78
611 – 625 76,2 0,76
1,09
X
1,04
3. Data Berat kering, berat dalam air dan berat isi di dapatkan dari hasil
praktikum
17.7 PEMBAHASAN
87
Pemeriksaan yang dimaksudkan untuk menentukan ketahanan
(stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal. Ketahanan
(stabilitas) ialah kemampuan suatu campuran ashpalt untuk menerima beban
sampai terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam kilogram. Sedang
kelelehan plastis ialah keadaan perubahan bentuk suatu campuran aspal
yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam
mm atau 0,01 inchi.
17.8 SIMPULAN
Hasil Perbandingan kasar campuran gradasi untuk masing-masing fraksi
adalah :
F1 = 16,5 %
F2 = 32 %
F3 = 51,5 %
Dan hasil berat Aspal dan berat campuran setiap persen pada setiap
fraksinya :
1. Aspal = 4,5%
Berat Aspal = 54 gram
Berat Campuran = 1146 gram
FI = 189,09gram
FII = 366,72 gram
FIII = 590,19 gram
2. Aspal = 5,0 %
3. Aspal = 5,5 %
88
Berat Campuran = 1134 gram
FI = =187,11 gram
FII = = 362,88 gram
FIII = = 584,01 gram
4. Aspal = 6,0 %
Berat Aspal = 72 gram
5. Aspal = 6,5%
Berat Aspal = 78 gram
89
BAB XVIII
18.1 MAKSUD
Pemeriksaan yang dimaksudkan untuk menentukan ketahanan
(stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran aspal. Ketahanan
(stabilitas) ialah kemampuan suatu campuran ashpalt untuk menerima beban
sampai terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan dalam kilogram atau pound
atau kilo newton. Sedang kelelehan plastis ialah keadaan perubahan bentuk
suatu campuran aspal yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh
yang dinyatakan dalam mm atau 0,01 inchi.
18.2 PERALATAN
1. Mesin tekan, lengkap dengan :
a. Kepala penekan berbentuk lengkung (Breaking Head)
b. Cincin penguji yang berkapasitas 2500 kg (5000 pound) dengan ketelitian
12,5 kg (25 pound), dilengkapi arloji tekan dengan ketelitian 0,0025 cm
(0,0001”)
90
c. Arloji kelelehan dengan ketelitian 0,25 mm (0,01”) dengan
perlengakapannya.
2. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (200 ±
3)oC
3. Bak perendam (Waterbath) dilengkapi dengan pengatur suhu minimum 20oC
a. Timbangan yang dilengkapi penggantung benda uji berkapasitas 2 kg
dengan ketelitian 0,1 gram dan timbangan berkapasitas 5 kg dengan
ketelitian 1 gram.
b. Sarung tangan dari karet.
91
g. Pasang arloji kelelahan (Flow meter) pada penunjuk pada angka nol,
sementara selubung tangkai arloji (sleeve) dipegang teguh terhadap segmen
atas dari kepala penekan selama pembebanan berlangsung.
h. Sebelum pembebanan diberikan, kepala penekan beserta benda ujinya
dinaikan sehingga menyentuh alas cincin penguji. Atur kedudukan jarum
arloji tekan pada angka nol.
i. Berikan pembebanan kepada benda uji dengan kecepatan tetap sebesar 50 mm
per menit sampai pembebanan maksimum tercapai, atau pembebanan menurun
seperti yang ditunjukan oleh jarum arloji tekan dan catat pembebanan
maksimum yang tercapai (Stabilitas) dan pada saat yang bersamaan catat pula
angka pada arloji kelelehan (Flow)
j. Lepaskan selubung tangkai arloji kelelehan (Sleeve) pada setelah nilai
kelelehan yang ditunjukan oleh jarum arloji kelelahan dicatat. Waktu yang
dierlukan saat benda uji diangkat dari rendaman air sampai tercapai beban
maksimum tidak boleh melebihi 30 detik.
18.5 HASIL PENGUJIAN
Hasil stabilitas dan Flow dari uji marshall
Tabel 18.1 hasil uji Marshall
Kadar aspal Waktu Waktu Stabilitas Flow
Masuk Keluar (lbs) (mm)
A 4,5 % 10.00 10.30 82 445
B 4,5 % 10.03 10.33 44 265
A 5% 10.06 10.36 66 428
B 5% 10.09 10.39 34 293
A 5,5 % 10.12 10.42 41 435
B 5,5 % 10.15 10.45 54 490
A 6% 10.18 10.48 39 350
B 6% 10.21 10.51 37 335
A 6,5 % 10.24 10.54 36 325
B 6,5 % 10.27 10.57 30 320
92
18.6 ANALISIS PENGUJIAN
1. Hasil analisis pengujian marshal ada pada lampiran 18.1
Bj aspal diambil dari hasil pemeriksaan Bj aspal pada percobaan
adalah =1,07 .Perhitungan selengkapnya hasil MarshallTest dapat dilihat pada
tabel yang dibuat pada lembaran terpisah. Berikut ini salah satu contoh
perhitungannya :
A = Bitumen Conten
= 4,5 %
Bulk
B.J. agregat ={(F1+F2) x B.J.Bulk Agg.Kasar)+(F3 x B.J.Bulk Agg halus)}
100
={(16,5%+32%) x 2,565) + (51,5% x 2,555)}
100
= 1,3
Semu
B.J. agregat ={(F1+F2) x B.J.semu Agg.Kasar)+(F3 x B.J.semu Agg halus)}
100
={(16,5%+32%) x 2,695) + (51,5% x 2,79)}
100
= 0,03
93
D = max spgr combine mix
100
= A 100− A
+
X c
100
= 4,5 100−4,5
+
1,035 0,64
= 0,65
E = Berat di udara (gram)
= 1176,91 gr
F = Berat di Air (Gram)
= 683,44 gr
G = Berat S.S.D
= 1184 gr
H = volume of specimen (volume isi)
= G-F
1 = 1184 – 683,44
= 500,56
2 = 1195-669,81
= 525,19
Rata-rata
50 0,56+525,19
=
2
= 512,88
I = bulk spGr Combine mix (berat jenis bulk)
E
=
H
1176,91
= 506,6512,88 6
= 2,286
J = Air void ( rongga udara )
D−I (100)
=
D
94
0,65−2 , 3(100)
=
0,65
= -252,6
K = stabilitas meas
= 78
L = stabilitas adjust
= 1805,91
M = flow
= 253
O = Marshal quotient
L
=
M
1474,04
=
2,19
X (100−A ) 100 x X
P = A −
B 3
1,035(100−4,5) 100 x 4,5
= 4,5 −
0,03 0,65
= 3448,345
R = Void Mineral Agredat
( 100− A ) x I
= 100 -
B
( 100−4,5 ) x 2,3
= 100 -
2,19
= -7919,32
S = Void Filled With Aspal (VFWA)
A xI
= 100 x
R
−7 919,32 x−2 52 ,60
= 100
−7523,20
= 96,96
95
Dari hasil perhitungan percobaan marshall dapat dibuat grafik terhadap
kadar aspal, untuk menentukan kadar aspal desain ( dibuat pada lembar terpisah).
96
Stabilitas
1800
1600
1503.37 1512.72 1513.61
97
Marshal Quotient
700
676.78
650 636.93
600 594.22
550
500 491.43
Nilai MQ
450
400 394.89
350
300
4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0
Kadar Aspal
Grafik VMA
29
27
25
23
21 21.19
Nilai VMA
Kadar Aspal
Grafik 18.3 perbandingan Grafik VMA dengan kadar Aspal
98
VMA (Void In Mineral Aggregate) adalah rongga udara yang ada
diantara mineral agregat di dalam campuran beraspal panas yang sudah
didapatkan termasuk ruang yang terisi aspal. VMA dinyatakan dalam prosentase
dari campuran beraspal panas. VMA digunakan sebagai ruang untuk menampung
aspal dan volume rongga udara yang diperlukan dalam campuran beraspal panas,
besarnya nilai VMA dipengaruhi oleh kadar aspal, gradasi bahan susun, jumlah
tumbukan dan temperatur pemadatan. Syarat menurut SNI untuk VMA > 14%.
VITM
13.0
12.0
11.0
10.0
9.0
8.0
7.0 7.01 7.45
VITM
6.0
5.0 4.83
4.0
3.0 3.37
2.0 2.68
1.0
4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0
Kadar Aspal
VITM (Void total in mix) adalah banyaknya rongga dalam campuran yang
dinyatakan dalam prosentase. Rongga udara yang terdapat dalam campuran
diperlukan untuk tersedianya ruang gerak untuk unsur-unsur campuran sesuai
dengan sifat elastisnya. Karena itu nilai VIM sangat menentukan karakteristik
campuran. Nilai VIM (Void In Mix) dipengaruhi oleh gradasi agregat, kadar aspal
dan density. Nilai VITM yang di syaratkan adalah 3 – 5 %
99
VFWA
95
90
85 86.38
82.46
80
Nilai VFWA
75 75.16
70
65 64.63 64.82
60
55
50
45
4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0
Kadar Aspal
VFWA adalah prosentase rongga dalam campuran yang terisi aspal yang
nilainya akan naik berdasarkan naiknya kadar aspalsampai batas tertentu dimana
rongga telah penuh (optimum).
100
menetepkan besarnya kadar aspal efektif dalam campuran yang diperlukan untuk
pembuatan benda uji baru dengan komposisi agregat sama tetapi dengan kadar
aspal optimum yang telah ditentukan.
18.7 PEMBAHASAN
Tes Marshall ialah tes untuk mengetahui karakteristik perkerasan.
Berdasarkan pemeriksaan diperoleh hasil :
a. Ketahanan ( Stabilitas )
b. Kelelehan plastis ( Flow )
101
cenderung bersifat plastis. Tapi bila campuran dengan angka kelelehan
rendah dan stabilitas tinggi dibawah batas optimum akan cenderung bersifat
getas dan mudah retak bila ada pembebanan. Nilai kelelehan yang
disyaratkan adalah 2 - 4 mm .
3. VITM ( Void in the Total Mix )
Adalah prosentase antara rongga udara dengan volume total campuran
setelah dipadatkan. Nilai VITM akan semakin kecil apabila kadar aspal
semakin besar. VITM yang semakin tinggi akan menyebabkan kelelahan
yang semakin cepat, berupa alur dan retak ( Silvia Sukirman 1992 ). Nilai
VITM yang disyaratkan adalah 3 - 5 %.
4. VFWA ( Void Filled With Asphalt )
Yaitu prosentase rongga dalam campuran yang terisi aspal yang nilainya akan
naik berdasarkan naiknya kadar aspal sampai batas tertentu, dimana rongga
telah penuh ( optimum ).
5. Marshall Quotient
Yaitu perbandingan antara stabilitas dengan nilai flow. Nilai Marshall
Quotient (QM) pada perencanaan perkerasan dengan metode Marshall
digunakan sebagai pendekatan nilai fleksibilitas perkerasan. Fleksibilitas
akan naik diakibatkan oleh penambahan kadar aspal dan akan turun setelah
sampai pada batas optimum, yang disebabkan berubahnya fungsi aspal
sebagai pengikat menjadi pelicin. Nilai MQ yang biasa disyratkan berkisar
antara 200-350 kg /cm.
Berdasar nilai spesifikasi yang telah ditentukan, diperoleh range yang sesuai
yaitu :
102
d. FLOW, (4,5 – 6,5) %
e. MarshallQuotient, (4,5% - 5,0%) dan (6%-6,5%)
f. VMA, (4,5 – 6,5 ) %
18.8 SIMPULAN
a. Bertambahnya kadar aspal dalam campuran akan menyebabkan nilai VITM
menurun, sebaliknya nilai VFWA meningkat.
b. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan perhitungan, diperoleh kadar aspal
optimum terhadap berat campuran aspal sebesar 5% dan kadar aspal terhadap
berat campuran5,5%.
103
BAB XIX
19.1 MAKSUD
Untuk menentukan kadar aspal yang ada di dalam campuran antar
aspal dengan batuan ( bahan perkerasan ) yang sudah dicampur jadi satu dan
kita teliti berapa kadar aspalnya .
19.2 PERALATAN
a. Mesin ekstraksi lengkap dengan peralatannya .
b. Kertas filter.
c. Timbangan .
d. Pan / loyang .
e. Sekop kecil, kain lap , oven.
f. CCl4 atau bensin.
104
f. Endapan bensin yang keluar ditampung pada loyang kemudian didiamkan.
g. Bowl diisi kembali dengan bensin sebanyak satu liter lalu didiamkan selama 5
menit, lalu mesin ekstraktor diputar kembali sehingga bensin pada bowl
habis.
h. Ulangi pekerjaan nomor 5 di atas sebanyak 3 kali percobaan.
i. Bowl dikeluarkan dari mesinnya dan agregat yang ada di dalamnya
dituangkan pada loyang, selanjutnya dioven sampai kering.Setelah kering
agregat dan filter tersebut ditimbang.
105
W1 = berat benda uji sebelum diekstraksi
W2 = berat benda uji setelah diekstrasi
F = berat filter sebelum diekstrasi – berat filter setelah diekstrasi
S = berat sisis larutan
500−(463+3+5)
Kadar aspal = x 100 %
500
= 5,8%
19.7 PEMBAHASAN
Pemeriksaan ekstraksi bertujuan mencari kadar aspal dalam campuran dan
mencari gradasi batuan dalam campuran beton aspal. Dalam pelaksanaan
pemeriksaan ekstraksi berguna untuk kontrol kualitas. Dalam pemeriksaan ini
hanya diperiksa kadar aspal dalam campuran. Besarnya kadar agregat dalam
campuran akan berpengaruh terhadap kualitas dan karakteristik campuran. Selain
itu dari hasil ekstraksi bisa juga diketahui analisa saringannya, dengan menyaring
kembali sisa ekstraksi tersebut dimana sisa larutan dianggap atau dimasukkan
pada saringan lolos no. 200.
Dari hasil pemeriksaan dan perhitungan diperoleh kadar bitumen = 5,8%,
sedangkan aspal yang dites mempunyai kadar bitumen 5,5 %.Hal
inidikarenakankurangtelitidankuranghati –
hatidalampenimbanganaspalmaupunpenuanganaspal.
19.8 KESIMPULAN
Berdasarkan pemeriksaan ekstraksi ternyata diperoleh hasil 5,8 %sedangkan
aspal yang dites seharusnya mempunyai kadar bitumen 5,5 %, sehingga
perbedaan dari keduanya sebesar 0,03 %. Sedangkan toleransi dari perbedaan
hasil tersebut adalah 1%. Maka hasil tersebut memenuhi kriteria yang disyaratkan.
106
BAB XX
20.1 MAKSUD
Pemeriksaan dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik campuran beton
aspal sehingga praktikan mengetahui hasil akhir dan kesimpulan terkait
pengujian sebelumnya.
20.2 PERALATAN
a. Formulir praktikum
b. Alat tulis
107
20.4 REKAPITULASI HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN BETON ASPAL
Ada pada lampiran 20.1
Tabel 20.1 Rekapitulasi Hasil Pengujian dan karakteristik uji Marshall
keterangan
NO INDIKATOR SPESIFIKASI PRESENTASE ASPAL MASUK SPESIFIKASI
4,5 % = 1503,37
5% = 890,49
5,5% = 1133,61
6% = 1512,72
6,5% = 1513,61
4,5% = 2,53
5% = 2,26%
6% = 2,38
6,5% = 3,08%
5,5% = 4,83%
6% = 3,37%
( VFWA )
4,5% = 594,22%
5% = 394,89%
5,5% = 676,68%
6% = 636,93%
6,5% = 491,43%
108
20.5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN MODULUS KEKAKUAN
CAMPURAN BETON ASPAL
1. Hasil perhitungan modulus kekakuan
2. Analisis perhitungan
109
Salah satu contoh perhitungan
Diketahui :
Lebar tapak roda : 20cm
Kecepatan : 20 km/jam
Suhu : 30 0
%bitumen : 5%
VITM : 5,56%
Penetrasi Test : 56,4
Suhu Penetrasi : 250 c
SP (softening point) = penetrasi : 800
= Temperatus : 51,50c
BJ aspal : 1,04
BJ agregat campuran : 2,072
Penyelesaian :
0,2
L
Time of loading (lama pembebanan) = = 20 x 1000 = 0,036
V
3600
1952−500 log pen−20 spr
PI = 50 log ( pr )−Spr−120
1952−500 log 56,4−20 x 51,5
=
50 log ( 56,4 )−51,5−120
46,36
= −83,94 = -0,55
Void 11,87 %
Bitumen 5%
Agregat
110
Bitumen= 5% x 1200 = 60 gr
60
Berat volume = = 57,97 cc
1,035
Agregat = (100% - 5%) x 1200 = 1140 gr
1140
Berat volume = = 426,97 cc
2,702
Cara analisis :
%Void = 5,56%
n = 0,83 log (4 x 1010÷ 4 x 106) = 2,49
Vg
Cv =
Vg+ Vb
77,59
¿ = 0,88
77,59+ 10,54
CV
Cv’ =
1+ (Vv−0,03 )
0,88
= =0,808
1+(0,88−0,03)
Kontrol :
111
Vol bit 10,5
Cb = = =0,119
Volagregat + vol bit 77,6+ 10,5
2 2
(1−cv ') = ( 1−0,858) = 0,094
3 3
Cb ≥ kontrol = oke
2,5 Cv '
S mix = 2,2 x 108 ( 1 + x ¿n
n (1−Cv ' )
2,5 0,808 2,49
2,2 x 108 ( 1 + x ¿
2,49 (1−808)
= 2,42x1010N/m
3. Pembahasan modulus kekakuan campuran beton aspal
Hasil dari perhitungan modulus kekakuan bisa di lihat pada tabel 20.2.
Karena sifat rheologinya, kekakuan aspal merupakan hubungan antara
tegangan dan regangan sebagai suatu fungsi lama pembebanan dan
temperatur. Van der Poel (1954) memberi istila kekauan Aspal itu ialah suatu
perbandingan antara regangan dan tegangan pada aspal, yang merupakan
fungsi dari lama nya pembebanan (frekuensi) yang diterapkan. Perbedaan
temperatur dengan T800 adalah temperatur pada saat penetrasi mencapai 800.
Kekauan aspal perlu diketahui untuk menjaga retak pada suhu rendah.
Pada pembebanan yang sangat singkat kekakuan aspal tidak bergantung
pada waktu, Dan menunjukan pada prilaku seprilaku seperti modulus
elastisitas. Kekakuan menunjukkan penurunan dalam rentang lama waktu
pembebanan berikutnya. jika lama pembebanab semakin panjang,
maka,kekakuan semakin mnurun dengan laju teap dan menunjukkan prilaku
fiskos murni. Kekakuan pada kondisi ini merupakan ukuran flow
characteristic campuran.
Respon tiga dimensi dari sifat rheologi ini (kekakuan – suhu – lama
pembebanan ) cukup kompleks untuk di gambarkan. Pada tahun 1954, van der
poel mengusulkan agar perhitungan kekakuan cukup di konsentrasikan pada
tegangan tunggal dan renggangan yang di timbulkannya, dan hal ini di rasa
cukup memadai untuk berbagai keperluan.
112
Pada lama pembebanan yang sangat pendek dan/atau temperatur rendah,
prilaku kekerasan dapat di anggap elastis dan kekakuanya. S, menjadi analog
dengan modulus elastisitas E. Pada lama pembebanan yang lebih panjang dan
suhu yang lebih tinggi, kekakuanya secara sederhana merupakan relasi antara
tegangan yang bekeja dan regangan yang di hasilkan. Sebaliknya jika
kekakuan pada suhu waktu pembebanan dan suhu tertentu, serta salah satu
dari: tegangan atau rengganganya di ketahui, maka renggangan atau tegangan
yang terjadi pada campuran dapat di perkirakan.
113
PENUTUP
Alhamdulillahhirobbil’alamin
Amin yaarobbal’alamin.
114
DAFTAR PUSTAKA
115