Anda di halaman 1dari 4

Jawaban UAS

Hukum Energi dan Sumber Daya Mineral


Nurul Rommadhani K
3020210024
Kamis, 12 Januari 2023

1. A. penguasaan negara ialah negara melalui pemerintah memiliki kewenangan untuk


menentukan penggunaan, pemanfaatan dan hak atas sumber daya alam dalam lingkup
mengatur, mengurus, mengelola, dan mengawasi pengelolaan dan pemanfaatan sumber
daya alam.
Penguasaan semacam pemilikan oleh negara, artinya negara melalui Pemerintah adalah
satu-satunya pemegang wewenang untuk menentukan hak wewenang atasnya, termasuk
di sini bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya, Mengatur dan mengawasi
penggunaan dan pemanfaatan, Penyertaan modal dan dalam bentuk perusahaan negara
untuk usaha-usaha tertentu.

B. Konsepsi “dikuasai oleh negara” sebagaimana termuat dalam Pasal 33 ayat (3) UUD
l945 tersebut, telah ditafsirkan oleh Mahkamah konstitusi dalam perkara nomor 01-021-
022/PUU-I/2003 mengenai pengujian UU No.20 Tahun 2002 dan 02/PUU-I/2003
mengenai pengujian UU Nomor 22 Tahun 2002 tentang Minyak dan Gas Bumi, tanggal 1
Desember Tahun 2004, yang merumuskan bahwa penguasaan negara tersebut adalah
sesuatu yang lebih tinggi dari pemilikan.
Penguasaan sumber daya alam oleh negara, sebagaimana diatur dalam UUD 1945 tidak
dapat dipisahkan dengan tujuan dari penguasaan tersebut yaitu guna mewujudkan
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Keterkaitan penguasaan oleh negara untuk
kemakmuran rakyat, menurut Bagir Manan akan mewujudkan kewajiban negara dalam
hal:
1. segala bentuk pemanfaatan (bumi dan air) serta hasil yang didapat (kekayaan
alam), harus secara nyata meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan
masyarakat;
2. melindungi dan menjamin segala hak-hak rakyat yang terdapat di dalam atau
secara langsung atau dinikmati langsung oleh rakyat;
3. mencegah segala tindakan dari pihak manapun yang akan menyebabkan
di atas bumi, air dan berbagai kekayaan alam tertentu yang dapat dihasilkan
rakyat tidak mempunyai kesempatan atau akan kehilangan haknnya dalam menikmati
kekayaan alam.

C. Pemerintah terus berupaya untuk mengelola sumber daya alam (SDA) yang ada untuk
kesejahteraan masyarakat Indonesia sebagai bentuk keberpihakan Pemerintah kepada
kepentingan masyarakat. Hal tersebut merupakan perwujudan amanah Pasal 33 Ayat (3)
Undang-Undang Dasar 1945 dimana bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar untuk kemakmuran
rakyat.
Terkait dengan pengelolaan SDA, Pemerintah juga terus berupaya melakukan
pengembangan energi baru terbarukan (EBT), tidak saja untuk mengatasi climate change
tetapi juga sustainability energy.

2. a. Undang-Undang Minerba dan Undang-Undang Kehutanan sesuai dengan Pasal 134


ayat(2) UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (“UU Minerba”), kegiatan
usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk
melakukan kegiatan usaha pertambangan sebelum memperoleh izin dari instansi
Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Lebih tegas, Pasal
50 ayat (3) huruf g jo. Pasal 38 ayat (3) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (“UU
Kehutanan”) mengatur bahwa setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan
umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa
melalui pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang diterbitkan oleh Menteri
Kehutanan (“IPPKH”) dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu
tertentu serta kelestarian lingkungan.

b. UU Minerba dan UU Ketenagakerjaan upaya pengembangan dan pemberdayaan


masyarakat wilayah pertambangan juga dapat dilihat dalam ketentuan UU. NO. 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan batubara. Dalam UU. No. 4 Tahun 2009, ada
beberapa pasal yang memuat tentang pengembangan dan pemberdayaan masyarakat,
yang dalam hal ini adalahmasyarakat wilayah pertambangan, yaitu Pasal 141; Pasal 3;
Pasal 6, 7 dan 8; Pasal 39; Pasal 96; dan Pesal 106. Aturan tentang perlindungan terhadap
pekerja juga pada umumnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. Dari ketentuan aturan pertambangan mineral dan batubara
melalui UU. No. 4 Tahun 2009 diatas pengembangan dan pemberdayaan masyarakat
dilaksanakan untuk 2 (dua) tujuan penting, yaitu: keselamatan operasi pertambangan dan
peningkatan taraf hidup.

c. UU Minerba dan UU Lingkungan Hidup Ketua Bidang Manajemen Pengetahuan


Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Siti Rahma Mary menilai
pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara (Minerba) akan memperburuk kondisi kelestarian lingkungan hidup.
Hukum pertambangan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan hukum lingkungan
karena setiap usahapertambangan, apakah itu berkaitan dengan pertambangan umum
maupun pertambangan minyak dan gas bumi diwajibkan untuk memelihara kelangsungan
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Undang-Undang Minerba apabila
tidak dibarengi dengan pemerhatian di lingkungan sekitar akan turut mencemari
lingkungan hidup dan menjadi sumber penyakit bagi masyarakat sekitar. Berdasarkan
dalam pasal 5 ayat 1 UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolalan Lingkungan Hidup
menyatakan bahwa “Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat”.

d. Undang-Undang Minerba dan Undang-Undang No 23/2014 tentang Otonomi Daerah


Bagi KESDM, perlu aturan bentuk pengusahaan batuan skala kecil dan keperluan tertentu
seperti infrastruktur, kebijakan peningkatan nilai tambah minerba dan pengaturan terkait
penyesuaian kontrak jadi izin. Terkait UU No 23/2014 tentang Otonomi Daerah, perlu
penyerahan kewenangan pengelolaan pertambangan dari kota atau kabupaten, ke
pemerintah provinsi dan pusat. Selain itu, perlu penghapusan luas minimum wilayah izin
usaha pertambangan (WIUP) eksplorasi.

3. Sebagaimana dijelaskan oleh Pasal 1 ayat 30 UU No. 4 Tahun 2009 tentang


Pertambangan Mineral dan Batubara (“UU Minerba”), Wilayah Usaha Pertambangan
(WUP) adalah bagian dari Wilayah Pertambangan (WP) yang telah memiliki ketersediaan
data, potensi, dan/atau informasi geologi. WP sendiri ialah wilayah yang memiliki
potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi
pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional.
Wilayah yang dapat ditetapkan sebagai WP memiliki kriteria adanya:
a. indikasi formasi batuan pembawa mineral dan/atau pembawa batubara; dan/atau
b. potensi sumber daya bahan tambang yang berwujud padat dan/atau cair.

4. - Keterkaitan dengan hukum perdata, Hukum pertambangan mempunyai hubungan


hukum dengan hukum perdata seperti contohnya: Kewajiban membayar ganti kerugian
oleh perusahaan pertambangan yang kegiatan usahanya mengakibatkan kerusakan
lingkungan didasarkan pada Pasal 1365 Kitab UndangUndang Hukum Perdata
(KUHPerdata) tentang perbuatan melawan hukum.
- Keterkaitan dengan hukum tata negara, Pasal 102 dan Pasal 103 UU Minerba yang
berisi kewajiban untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam mineral
dan/atau batu bara dalam pelaksanaan penambangan, pengolahan, dan pemurnian,
serta pemanfaatan mineral dan batu bara dimaksudkan agar usaha penambangan
mineral dan batu bara tidak semata-mata mengekspor bahan baku, tetapi
meningkatkan nilai tambahnya. Peningkatan nilai tambah tersebut tidak mengandung
pertentangan apa pun dengan prinsip negara hukum sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Pasal tersebut juga dinilai tidak
mengandung sesuatu hal yang multitafsir sehingga bertentangan dengan norma Pasal
28D ayat (1) UUD 1945. Pendapat saya demikian pula tidak melihat adanya
pertentangan norma antara Pasal 102 UU Minerba dengan norma konstitusi Pasal 33
ayat (3) UUD 1945 karena peningkatan nilai tambah justru bertujuan agar kekayaan
alam dapat meningkatkan kemakmuran rakyat jika nilai tambahnya ditambahkan.

5. Kasus sengketa antara masyarakat lambu dan sape dengan pt. Sumber mineral nusantara
(pt. Smn) di kabupaten bima provinsi nusa tenggara sejak digulirkannya reformasi dan
melahirkan desentralisasi yang memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi dan kemampuan
daerah tersebut, pemerintah daerah memiliki kekuasaan yang besar terhadap sumber daya
alam yang ada didaerahnya kecuali terkait urusan minyak dan gas bumi. Sehingga,
beberapa daerah yang memiliki potensi sumber daya alam “non migas” berusaha untuk
mengembangkan perekonomiannya melalui jalur pertambangan.provinsi nusa tenggara
barat merupakan daerah provinsi yang kaya akan sumber daya alam tambang. Beberapa
diantaranya terdapat emas, tembaga, perak dan lain-lain. Potensi pertambangan
diperkirakan sekitar 60 lokasi potensi mineral logam yang tersebar di 23 kawasan andalan
(ka) di pulau lombok dan 25 lokasi di pulau sumbawa. Potensi tersebut kemudian
menjadi peluang bagi pemerintah daerah kabupaten/kota untuk melakukan penetrasi
dalam rangka menarik investor untuk mengelola potensi yang dimiliki oleh masing-
masing daerah kabupaten/kota.kabupaten bima merupakan salah satu kabupaten yang
memiliki potensi sumber daya alam yang besar di provinsi ntb. Potensi tersebut menyebar
di hampir seluruh wilayah kecamatan di kabupaten bima. Potensi tersebut tidak disia-
siakan oleh pemerintah kabupaten bima

untuk menarik investor guna mengeksplorasi potensi tambang yang ada. Eksplorasi
tambang di bima diharapkan akan membantu memberikan kesejahteraan bagi masyarakat
setempat dengan membuka lapangan pekerjaan bagi tenaga pengangguran dan tentunya
akan menghasilkan pendapatan bagi pemerintah daerah. Namun pada kenyataannya,
kehadiran investor tersebut justru melahirkan reaksi penolakan dari warga setempat.
Salah satunya, penolakan dari warga kecamatan lambu terhadap pt sumber mineral
nusantara (smn) yang melahirkan beberapa peristiwa besar berskala nasional. Mulai dari
pembakaran kantor camat, pendudukan pelabuhan sape dan pembakaran kantor bupati
bima, saat ini, setelah 4 (empat) tahun kasus bima, sengketa terkait hak kesejahteraan
menjadi sengketa yang menempati urutan pertama terbanyak dalam pengaduan kepada
komisi perlindungan hak asasi manusia (komnas ham) pada tahun 2015. Sengketa terkait
hak kesejahteraan tersebut didalamnya terdapat hak untuk mempunyai milik, hak atas
kepemilikan tanah dan beberapa hak lain Kasus sengketa antara masyarakat dengan
perusahaan pertambangan yang terjadi di Bima, Nusa Tenggara Barat telah diselesaikan
pada tahun 2012. Namun hal tersebut hingga saat ini masih memiliki embrio untuk
muncul kembali. Namun, terlepas dari berhasilnya resolusi konflik yang dilakukan oleh
pemerintah, isu sengketa tanah antara perorangan dengan swasta, kelompok dengan
swasta, masyarakat dengan pemerintah masih menjadi topik yang hangat untuk dilakukan
kajian. Isu sengketa tanah yang terjadi di Bima menjadi bahan analisis dalam aspek
hukum khususnya Tata Usaha Negara, tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance) dan kebijakan publik.

Anda mungkin juga menyukai