Anda di halaman 1dari 118

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-undang Dasar (UUD 1945) merupakan hukum dasar tertulis sebagai

landasan konstitusioanl bagi bangsa Indonesia dalam mengelola dan menjalankan

pemerintahan negara, Ketentuan yang menarik untuk dicermati, khususnya dibidang

kehidupan ekonomi, yaitu pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 menyebutkan, bahwa “…

bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat …” merupakan salah satu

ketentuan yang membahas masalah perekonomian dan kekayaan alam yang terkandung

dalamnya.

Pasal ini merupakan pesanan moral dan budaya di bidang kehidupan ekonomi

suatu bangsa. Artinya pasal ini bukan hanya sekedar memberikan petunjuk tentang

susunan perekonomian dan wewenang negara mengatur kegiatan perekonomian,

melainkan mencerminkan cita-cita, suatu keyakinan yang dipegang teguh serta

diperjuangkan secara konsisten oleh para pimpinan pemerintahan demi kesejahteraan

dan kemakmuran rakyatnya, yaitu dengan system perekonomian kekeluargaan dan

kebersamaan, bukan sistem kapitaslisme.

Untuk meningkatkan pemasukan devisa negara, maka pemerintah memberikan

peluang dan/ataudan atau keleluasaan kepada rakyat Indonesia untuk mendirikan

Perusahaan (PT) yang bergerak dibidang ekonomi, termasuk Perusahaan yang bergerak

disektor perkebunan, dalam hal ini sektor perkebunan kepala sawit. Bisnis perkebunan

1
kelapa sawit merupakan salah satu pasar dunia yang sangat menjanjikan dan

meningkatan pendapatan devisa negara.

Pengaturan mengenai wewenang negara, ditegaskan dalam ketentuan Pasal 2

ayat (2) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok

Agraria, yang menyatakan bahwa negara berwenang untuk (a) mengatur dan

menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan

ruang angkasa tersebut; (b) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum

antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa, (c) menentukan dan mengatur

hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang

mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Kewenangan pemerintah bertindak untuk atas nama negara dalam mengatur

peruntukan serta pemanfaatan bahan galian tambang sebagai bagian dari kekayaan alam

yang ada di bumi Indonesia. Sehingga secara yuridis, negara mempunyai hak untuk

menentukan pihak-pihak tertentu untuk mengusahakan atau memanfaatkan bahan galian

tambang.

Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara, dalam penjelasannya, menegaskan, bahwa pPemerintah memberikan

kesempatan kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, koperasi,

perseorangan, maupun masyarakat setempat untuk melakukan pengusahaan mineral

dari batubara berdasarkan izin, yang sejalan dengan otonomi daerah, diberikan oleh

Pemerintah dan/ataudan atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya

masing-masing. Undang-undang ini juga diharapkan mampu memberikan jaminan

kepastian hukum bagi pelaku usaha di bidang pertambangan mineral dan batubara untuk

melakukan kegiatan usaha pertambangan.

2
Undang-undang nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan, sebagaimana dalam

penjelasannya, menegaskan, bahwa lingkup pengaturan penyelenggaraan Perkebunan

meliputi: perencanaan, penggunaan lahan, perbenihan, budi daya Tanaman Perkebunan,

Usaha Perkebunan, pengolahan dan pemasaran Hasil Perkebunan, penelitian dan

pengembangan, sistem data dan informasi, pengembangan sumber daya manusia,

pembiayaan Usaha Perkebunan, penanaman modal, pembinaan dan pengawasan, dan

peran serta masyarakat.

Pada dasarnya pelaku usaha perkebunan dapat diberi hak atas tanah untuk Usaha

Perkebunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal terjadi

perubahan status kawasan hutan negara atau Tanah terlantar, Pemerintah Pusat dapat

mengalihkan status alas hak kepada Pekebun sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Berkaitan perizinan perkebunan terdapat pengaturan dalam Peraturan Menteri

Pertanian Nomor 98/PERMENTAN/OT.140/9/2013 Tahun 2013 tentang Pedoman

Perizinan Usaha Perkebunan, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Pertanian

Nomor 29/PERMENTAN/KB.410/5/2016 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan

Menteri Pertanian Usaha Perkebunan dan terakhir diubah dengan Peraturan Menteri

Pertanian Nomor 21/PERMENTAN/KB.410/6/2017 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua

Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98/PERMENTAN/OT.140/9/2013 tentang

Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan yang mengatur bahwa perusahaan perkebunan

yang memilki Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B), Izin Usaha Perkebunan

untuk Pengolahan (IUP-P) atau Izin Usaha Perkebunan (IUP) sebelum Peraturan Menteri

Pertanian Nomor 98/2013 ini diundangkan dan sudah melakukan pembangunan kebun

dan/ataudan atau Industri Pengolahan Hasil Perkebunan tanpa memiliki hak atas tanah

sesuai dengan perundang-undangan di bidang pertanahan.


3
Sebagai konsekuensi dari kemajemukan aturan hukum di Indonesia, khususnya

aturan hukum di bidang perkebunan dan pertambangan yang berjalan secara sektoral,

dan juga didukung dengan keterbukaan Pemerintah Daerah terhadap kegiatan investasi

yang berbasis padat modal tersebut, menimbulkan terjadinya berbagai macam bentuk

masalah hukum yang melibatkan pihak perusahaan pertambangan dan perusahaan

perkebunan kelapa sawit dalam hal sengketa mengenai klaim penguasaan, pemanfaatan

dan penggunaan lahan/tanah tersebut dan yang tidak kalah pentingnya tanggung jawab

negara untuk menyelesaikan konflik hukum agraria yang terjadi ditengah-tengah

masyarakat, sehingga peran dan fungsi hukum administrasi negara, dalam konteks

proses penerbitan izin yang diberikan oleh pemerintah daerah setempat yang

berwenang, agar tidak terjadi sengketa hukum yang bersifat produk administrasi negara.

Problematika hukum dalam hal tumpang tindih izin usaha pada satu areal bidang

tanah yang yang menyebabkan terjadinya sengketa seperti yang terjadi pada Izin Usaha

Perkebunan (IUP) PT. Tunas Borneo Plantation dan PT. Abdi Boneo Plantation tumpang

tindih dengan Izin Usaha Pertambangan PT. Pesona Khatulistiwa Nusantara yang berada

di Kabupaten Bulungan, Izin Usaha Perkebunan PT. Anugerah Abadi Multi Usaha dengan

Izin Usaha Pertambangan PT. Batubaraselarash Sapta berada di Kabupaten kKecamatan

Muara Samu kabupaten Paser, dan Izin Usaha Perkebunan PT. Tridaya Hutan Lestari

dengan Izin Usaha Pertambangan PT. Ganda Alam Makmur yang berada di kecamatan

Sangkulirang dan kecamatan Kaubun kabupaten Kutai Timur. Pemberian Izin Usaha

Pertambangan di dalam Izin Usaha Perkebunan oleh Bupati kepada perusahaan di atas

menimbulkan kekaburan pada tingkat kepastian hukum atas boleh tidaknya memberikan

izin berkenaan penggunaan kawasan usaha pada objek yang sama. dan peningkatan

status Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan.

4
Problematika hukum atas izin usaha yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah

yang bersangkutan, justru menimbulkan permasalahan hukum baik persoalan perdata,

maupun persolan hukum administrasi negara. Hal ini menimbulkan dimensi hukum dalam

sudut pandang yang berbeda, bahwa belum adanya jaminan kepastian hukum terhadap

IUP Perkebunan dan IUP Pertambangan yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah yang

bersangkutan.

Konflik kepentingan sering terjadi antara Perusahan yang bergerak dibidang

pertambangan dan perusahaan yang bergerak disektor Perkebunan, khususnya tumpang

tindih lahan. Namun untuk menghindari terjadinya konflik yang terus berkepanjangan,

maka solusi terbaik bagi para pihak adalah membuat perjanjian tertulis untuk mengelola

bersama lahan tersebut, agar saling menguntungkan.

Pokok permasalahan yang menjadi kajian hukum bagi penulis dalam penulisan

karya ilmiah ini adalah perbandingan hukum perjanjian penyelesaian tumpang tindih izin

usaha penggunaan lahan perkebunan dan pertambangan yaitu adanya perjanjian

penyelesaianmanfaatan lahan bersama (PPLB) yang ditanda tangani oleh PT. Tunas

Borneo Plantation, PT. Abdi Borneo Plantation Perusahaan yang bergerak disektor

Perkebunan dengan PT. Pesona Khatulistiwa Nusantara yang bergerak disektor

pertambangan, Kesepakatan Bersama PT Anugerah Abadi Multi Usaha yaitu Perusahaan

yang bergerak disektor perkebunan dengan PT. Batubaraselaras Sapta , yaitu

Perusahaan yang bergerak disektor pertambangan, dan Perjanjian Pemanfaatan Lahan

Bersama PT. Tridaya Hutan Lestari yang bergerak disektor perkebunan dengan PT.

Ganda Alam Makmur yang bergerak disektor pertambangan. Bagaimana Perbandingan

Hukum Perjanjian Penyelesaian tumpang tindih izin usaha Lahan Perkebunan yang

digunakan untuk pertambangan batubara dan Bagaimana bentuk penyelesaian tumpang

5
tindih izin usaha penggunaan lahan bersama dalam perspektif Hukum Perdata dan

Hukum Administrasi Negara.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang diajukan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Perbandingan Hukum Perjanjian Penyelesaian tumpang tindih izin

usaha Lahan Perkebunan yang digunakan untuk pertambangan batubara.

2. Bagaimana bentuk penyelesaian tumpang tindih izin usaha penggunaan lahan ber

sama dalam perspektif Hukum Perdata dan Hukum Administrasi Negara.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini, adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisa perbandingan hukum perjanjian penyelesaian

lahan dan menganals status hukum lahan perkebunan yang digunakan untuk

pertambangan batubara

2. Untuk mengetahui dan menganalisa bentuk penyelesaian penggunaan lahan bers

ama dalam perspektif Hukum Perdata dan Hukum Administrasi Negara.

6
D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian, baik secara teoritis maupun praktis, adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis, penelitian ini berguna bagi pengembangan ilmu hukum di

Indonesia, khususnya kajian hukum tentang bentuk penyelesaian penggunaan la

han bersama dalam perspektif Hukum Perdata dan Hukum Administrasi Negara.,

sehingga dapat diketahui implikasi hukum yang timbul, serta penanggulangannya

serta aspek lain yang berkaitan dengan perjanjian tersebut.

2. Secara praktis, penelitian ini dapat berguna bagi para pengambil kebijakan

(eksekutif dan legislatif) dalam menyusun perangkat perundang-undangan yang

lebih memadai berkaitan dengan perlindungan hukum, kepastian hukum,

sekaligus memberikan perhatian dan pengawasan yang lebih ketat dan efektif

lagi dalam mengeluarkan izin.

3. Untuk mengetahui perbandingan hukum perjanjian pernyelesaian tumpang tindih

IUP melalui pemanfaatan lahan bersama dalam perspektif hukum perdata dan

hukum aministrasi negara

4. Penelitian ini dapat dipergunakan sebagai salah satu sumber informasi

bagi para praktisi hukum dan pengusaha dalam pembuatan

perjanjian dan langkah dalam mengatasi permasalahan IUP (Izin

Usaha Perkebunan dan IUP Pertambangan) agar memiliki

kepastian hukum khsusnya di Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten

Paser, Kabupaten Bulungan Kalimantan Timur dan Indonesia pada

umumnya.

5.

E. Landasan Teori

7
1. Asas dan tujuan Pertambangan

Indonesia adalah salah satu negara dengan kekayaan sumber daya alam yang sangat

tinggi, kemudian demi terlaksananya operasional tambang harus menjamin adanya

kepastian hukum dan terlaksananya asas dan tujuan dalam mengelola tambang batubara

atau mineral. Maka dari itu Pasal 2 UU Pertambangan mineral dan batubara,

menyebutkan, bahwa pertambangan mineral dan/ataudan atau batubara dikelola

berasaskan: (a). manfaat, keadilan, dan keseimbangan; (b) keberpihakan kepada

kepentingan bangsa; (b) partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas; (d). berkelanjutan

dan berwawasan lingkungan, adalah asas yang secara terencana mengintegrasikan

dimensi ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya dalam keseluruhan usaha pertambangan

mineral dan batubara untuk mewujudkan kesejahteraan masa kini dan masa mendatang.

Selanjutnya pasal 3 Undang Undang No. 4 Tahun 2008 Tentang Pertambangan dan

mineral dan batubara, menyebutkan dalam rangka mendukung pembangunan nasional

yang berkesinambungan, tujuan pengelolaan mineral dan batubara adalah: (a).

menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha pertambangan

secara berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing; (b). menjamin manfaat

pertambangan mineral dan batubara secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan

hidup; (c). menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai bahan baku dan/ataudan

atau sebagai sumber energi untuk kebutuhan dalam negeri; (d) mendukung dan

menumbuh kembangkan kemampuan nasional agar lebih mampu bersaing di tingkat

nasional, regional, dan internasional; (e) meningkatkan pendapatan masyarakat lokal,

daerah, dan negara, serta menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besar

kesejahteraan rakyat; dan (f) menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan

kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara.

8
Perkebunan diselenggarakan berdasarkan atas asas manfaat dan berkelanjutan,

keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan serta berkeadilan. Dan tujuan

diselenggarakannya perkebunan: meningkan pendapatan masyarakat, meningkatkan

penerimaan negara, menyediakan lapangan kerja, meningkatkan produktifitas, nilai

tambah dan daya saing, memenuhi kebutuhan dan bahan baku industri dalam negeri dan

mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan.

2. Persyaratan perizinan pertambangan dan perkebunan..

Prosedur pemberian izin dalam pengelolaan manajemen pertambangan batu

barabatubara atau usaha pertambangan lainnya harus ada ketentuan hukum yang

mengaturnya agar adanya kepastian hukum. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 64

Undang Undang no.4 tahun 2008 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang

menyebutkan, bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan

kewenangannya berkewajiban mengumumkan rencana kegiatan usaha pertambangan di

WIUP serta memberikan IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi kepada masyarakat

secara terbuka. Lebih lanjut pasal 65 menyebutkan, bahwa (1) Badan usaha, koperasi,

dan perseorangan yang melakukan usaha pertambangan wajib memenuhi persyaratan

administratif, persyaratan teknis, persyaratan lingkungan, dan persyaratan finansial. (2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan administratif, persyaratan teknis,

persyaratan lingkungan, dan persyaratan finansial diatur dengan peraturan pemerintah.

Kemudian Pasal 110 Pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan seluruh data yang

diperoleh dari hasil eksplorasi dan operasi produksi kepada Menteri, gubernur, atau

bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. Pasal 111 (1) Pemegang IUP dan IUPK

wajib memberikan laporan tertulis secara berkala atas rencana kerja dan pelaksanaan

9
kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara kepada Menteri, gubernur, atau

bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai

bentuk, jenis, waktu, dan tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Jenis Usaha Perkebunan terdiri atas: a. Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan;

b. Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan; dan c. Usaha Perkebunan yang

terintegrasi antara budidaya dengan industri pengolahan hasil perkebunan. Peryaratan

permohonan izin pasal 21 permentan NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang

pedomen izin berusaha perkebunan: a. Profil Perusahaan meliputi Akta Pendirian dan

perubahan terakhir yang telah terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,

komposisi kepemilikan saham, susunan pengurus dan bidang usaha perusahaan; b.

Nomor Pokok Wajib Pajak; c. Surat Izin Tempat Usaha; d. Rekomendasi kesesuaian

dengan Perencanaan Pembangunan Perkebunan kabupaten/kota dari bupati/walikota

untuk IUP-B yang diterbitkan oleh gubernur; e. Rekomendasi kesesuaian dengan

Perencanaan Pembangunan Perkebunan Provinsi dari gubernur untuk IUP-B yang

diterbitkan oleh bupati/walikota; f. Izin lokasi dari bupati/walikota yang dilengkapi

dengan peta digital calon lokasi dengan skala 1:100.000 atau 1:50.000 (cetak peta dan

file elektronik) sesuai dengan peraturan perundangundangan dan tidak terdapat izin

yang diberikan pada pihak lain; g. Pertimbangan teknis ketersediaan lahan dari dinas

yang membidangi kehutanan, apabila areal yang diminta berasal dari kawasan hutan; h.

Rencana kerja pembangunan kebun termasuk rencana fasilitasi pembangunan kebun

masyarakat sekitar, rencana tempat hasil produksi akan diolah; i. Izin Lingkungan dari

gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangan; j. Pernyataan kesanggupan

10
3. Teori Kewenangan (Authority)

Menurut kamus besar bahasa indonesia, kata wewenang disamakan dengan kata

kewenangan, yang diartikan sebagai hak dan kekuasaan untuk bertindak, kekuasaan

membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada

orang/badan lain.1

Menurut Bagir Manan wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan

kekuasaan. Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat dan tidak berbuat.

Wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban.2

Menurut H.D Stout wewenang adalah pengertian yang berasal dari hukum

organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai seluruh aturan-aturan yang

berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang-wewenang pemerintahan oleh

subjek hukum publik didalam hubungan hukum publik.3

Kewenangan adalah merupakan hak menggunakan wewenang yang dimiliki

seorang pejabat atau institusi menurut ketentuan yang berlaku, dengan demikian

kewenangan juga menyangkut kompetensi tindakan hukum yang dapat dilakukan

menurut kaedah-kaedah formal, jadi kewenangan merupakan kekuasaan formal yang

dimiliki oleh pejabat atau institusi. Kewenangan memiliki kedudukan yang penting dalam

kajian hukum tata negara dan hukum administrasi negara.

Begitu pentingnya kedudukan kewenangan ini, sehingga F.A.M. Stroink dan J.G.

Steenbeek menyebut sebagai konsep inti dalam Hukum Tata Negara dan Hukum

Administrasi Negara.4

Berdasarkan definisi kewenangan menurut para ahli diatas, penulis berpendapat


1
Kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI)
2
Nurmayani S.H.,M.H. Hukum Administrasi Daerah. Universitas Lampung Bandar lampung. 2009 . hal 26.
3
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta 2013. hal 71.
4
Ridwan HR.,Ibid. hlm. 99
11
bahwa kewenangan merupakan suatu hak yang dimiliki oleh setiap orang yang diberikan

suatu jabatan atau institusi yang bertindak menjalankan kewenangan atau tidak

menjalankan kewenangannya yang berdasarkan pada peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum sering ditemukan

istilah kekuasaan, kewenangan, dan wewenang kekuasaan sering disamakan begitu saja

dengan kewenangan, dan kekuasaan sering dipertukarkan dengan istilah kewenangan,

demikian pula sebaliknya. Bahkan kewenangan sering disamakan juga dengan

wewenang. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan dalam arti bahwa “ada satu pihak

yang memerintah dan pihak lain yang diperintah” ( the rule and the ruled).5

Kekuasaan merupakan inti dari penyelenggaraan Negara agar Negara dalam

keadaan bergerak (de staat in beweging) sehingga Negara itu dapat berkiprah, bekerja,

berkapasitas, berprestasi, dan berkinerja melayani warganya. Oleh karena itu Negara

harus diberi kekuasaan. Kekuasaan menurut Miriam Budiardjo adalah kemampuan

seseorang atau sekelompok orang manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang

atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu sesuai dengan keinginan

dan tujuan dari orang atau Negara.6

Agar kekuasaan dapat dijalankan maka dibutuhkan penguasa atau organ

sehingga Negara itu dikonsepkan sebagai himpunan jabatan-jabatan ( een ambten

complex) dimana jabatan-jabatan itu di oleh sejumlah pejabat yang mendukung hak dan

kewajiban tertentu berdasarkan konstruksi subyek-kewajiban. 7 Dengan demikian

kekuasaan mempunyai dua aspek, yaitu aspek politik dan aspek hukum, sedangkan

kewenangan hanya beraspek hukum semata yang artinya; kekuasaan itu dapat

5
Miriam Budiardjo, 1998, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama), Hlm. 35-36
6
Ibid. hal., 35.
7
Rusadi Kantaprawira, 1998, Hukum dan Kekuasaan, Makalah, (Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia), hlm. 39
12
bersumber dari konstitusi, juga dapat bersumber dari luar konstitusi (inkonstitusional),

misalnya melalui kudeta atau perang, sedangkan kewenangan jelas bersumber dari

konstitusi.

Kewenangan sering disejajarkan dengan istilah wewenang. Istilah wewenang

digunakan dalam bentuk kata benda dan sering disejajarkan dengan istilah “ bevoegheid”

dalam istilah hukum Belanda. Menurut Phillipus M. Hadjon, jika dicermati ada sedikit

perbedaan antara istilah kewenangan dengan istilah “bevoegheid”. Perbedaan tersebut

terletak pada karakter hukumnya. Istilah “bevoegheid” digunakan dalam konsep hukum

publik maupun dalam hukum privat dalam konsep hukum kita istilah kewenangan atau

wewenang seharusnya digunakan dalam konsep hukum publik.8

5.1 Sifat Kewenangan

Mengenai sifat kewenangan pemerintahan yaitu yang bersifat terikat, fakultatif, dan

bebas, terutama dalam kaitannya dalam kewenangan kewenangan pembuatan dan

penerbitan keputusan-keputusan (besluiten) dan ketetapan-ketetapan (beschikking)

oleh organ pemerintahan, sehingga dikenal ada keputusan yang bersifat terikat dan

bebas.

Menurut Indroharto; pertama, pada wewenang yang bersifat terikat, yakni terjadi

apabila peraturan dasarnya menentukan kapan dan dalam keadaan yang bagaimana

wewenang tersebut dapat digunakan atau peraturan dasarnya sedikit banyak

menentukan tentang dan keputusan yang harus diambil, kedua, wewenang

fakultatif terjadi dalam hal badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan

tidak wajib menerapkan wewenangnya atau sedikit banyak masih ada pilihan,

sekalipun pilihan itu hanya dapat dilakukan dalam hal-hal atau keadaan tertentu

sebagaimana ditentukan dalam peraturan dasarnya: ketiga, wewenang bebas, yakni


8
Rusadi Kantaprawira, Op.Cit, hlm. 39
13
terjadi ketika peraturan dasarnya memberikan kebebasan kepada badan atau

pejabat tata usaha negara untuk menentukan sendiri mengenai dari keputusan yang

akan dikeluarkannya atau peraturan dasarnya memberi ruang lingkup kebebasan

kepada pejabat tata usaha negara yang bersangkutan.

Philipus mandiri Hadjon mengutip pendapat N. M. Spelt dan Ten Berge, membagi

kewenangan bebas dalam dua kategori yaitu kebebasan kebijaksanaan

(beleidsvrijheid) dan kebebasan penilaian (beoordelingsverijheid) yang selanjutnya

disimpulkan bahwa ada dua jenis kekuasaan bebas yaitu : pertama kewenangan

untuk memutuskan mandiri; kedua, kewenangan interpretasi terhadap norma-norma

tersamar (verge norm).

5.2 Sumber Kewenangan

Di dalam negara hukum dikenal asas legalitas yang menjadi pilar utamanya dan

merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan dasar dalam setiap

penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan di setiap negara hukum terutama

bagi negara-negara hukum dan sistem kontinental. 9

Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa kewenangan diperoleh melalui tiga

sumber yaitu; atribusi, delegasi, mandat. Kewenangan atribusi lazsimnya digariskan

melalui pembagian kekuasaan negara oleh Undang-Undang Dasar, kewenangan

delegasi dan Mandat adalah kewenangan yang berasal dari pelimpahan.10

Bedanya kewenangan delegasi terdapat adanya pemindahan atau pengalihan

kewenangan yang ada, atau dengan kata lain pemindahan kewenangan atribusi

kepada pejabat dibawahnya dengan dibarengi pemindahan tanggung jawab.

9
Philipus M. Hadjon, Op.Cit, hlm. 112
10
Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara, 2002, Paradoksal Konflik dan otonomi Daerah, Sketsa bayangbayang
Konflik Dalam Prospek Masa Depan Otonomi Daerah. hlm 65
14
Sedangkan pada kewenangan mandat yaitu dalam hal ini tidak ada sama sekali

pengakuan kewenangan atau pengalihtanganan kewenangan, yang ada hanya janji-

janji kerja intern antara penguasa dan pegawai (tidak adanya pemindahan tanggung

jawab atau tanggung jawab tetap pada yang memberi mandat). Setiap kewenangan

dibatasi oleh atau materi, wilayah dan waktu. Cacat dalam aspek- aspek tersebut

menimbulkan cacat kewenangan (onbevoegdheid) yang menyangkut cacat , cacat

wilayah, dan cacat waktu.

4. Teori Kepastian Hukum (Legal Certainty)

Kepastian adalah perihal (keadaan) yang pasti, ketentuan atau ketetapan. Hukum secara

hakiki harus pasti dan adil. Pasti sebagai pedoman kelakukan dan adil karena pedoman

kelakuan itu harus menunjang suatu tatanan yang dinilai wajar. Hanya karena bersifat

adil dan dilaksanakan dengan pasti hukum dapat menjalankan fungsinya. Kepastian

hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara normatif, bukan

sosiologi.11

Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan

diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian

tidak menimbulkan keragu-raguan (multi tafsir) dan logis. Jelas dalam artian ia menjadi

suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan

konflik norma. Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas,

tetap, konsisten dan konsekuen yang pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh

keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif. Kepastian dan keadilan bukanlah sekedar

11
Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum , Laksbang Pressindo, Yogyakarta,
2010, hlm.59
15
tuntutan moral, melainkan secara factual mencirikan hukum. Suatu hukum yang tidak

pasti dan tidak mau adil bukan sekedar hukum yang buruk.12

Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah pernyataan

yang menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen, dengan menyertakan beberapa

peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dan aksi

manusia yang deliberatif. Undang-Undang yang ber aturan-aturan yang bersifat umum

menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam

hubungan dengan sesama individu maupun dalam hubungannya dengan masyarakat.

Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau melakukan

tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan tersebut

menimbulkan kepastian hukum.13

Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu pertama,

adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang

boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari

kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu

individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara

terhadap individu.14

Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang didasarkan

pada aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang cenderung melihat hukum

sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi penganut pemikiran ini, hukum

tak lain hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain dari

sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum itu diwujudkan oleh

hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum.
12
Cst Kansil, Christine , S.T Kansil, Engelien R, Palandeng dan Godlieb N Mamahit, Kamus Istilah Hukum, Jakarta, 2009,
Hlm. 385.
13
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, hlm.158.
14
Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Penerbit Citra Aditya Bakti,Bandung, 1999, hlm.23.
16
Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk

mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian.15

Kepastian hukum merupakan jaminan mengenai hukum yang ber keadilan.

Norma-norma yang memajukan keadilan harus sungguh-sungguh berfungsi sebagi

peraturan yang ditaati. Menurut Gustav Radbruch keadilan dan kepastian hukum

merupakan bagian-bagian yang tetap dari hukum. Beliau berpendapat bahwa keadilan

dan kepastian hukum harus diperhatikan, kepastian hukum harus dijaga demi keamanan

dan ketertiban suatu negara. Akhirnya hukum positif harus selalu ditaati. Berdasarkan

teori kepastian hukum dan nilai yang ingin dicapai yaitu nilai keadilan dan kebahagiaan.

5. Teori Perbandingan Hukum

Istilah perbandingan hukum dalam Bahasa asing yang diterjemahkan Comparative law

(Bahasa Inggris), vergleihende rechstlehre (bahasa Belanda), Droit Compare (Bahasa

Perancis). Istilah ini dalam Pendidikan tinggi hukum di Amerika Serikat sering

diterjemahkan lain yaitu sebagai confligt law atau dialih bahasakan menjadi hukum

perselihan yang artinya menjadi lain bagi Pendidikan hukum di Indonesia. 16

Menurut beberapa pendapat ahli mengenai perbandingan hukum diatarannya;

“Rudolft B. Schlesinger mengatakan bahwa perbandingan hukum merupakan metode


penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang
bahan hukum tertentu”.

Perbandingan hukum bukanlah perangkat hukum peraturan dan asas-asas hukum

dan bukan suatu cabang hukum, melainkan merupakan Teknik untuk menghadapi unsur

hukum asing dari suatu masalah hukum. Winterton mengemukakan bahwa perbandingan

15
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis) , Penerbit Toko Gunung Agung,
Jakarta, 2002, hlm. 82-83
16
Romli Atmasasmita, Perbandingan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana, Bandung: Garamedia, 2000, hlm.6
17
hukum adalah suatu metode yaitu perbandingan sistem-sistem hukum dan perbandingan

tersebut menghasilkan data system hukum yang dibandingkan.

Romli Atmasasmita berpendapat perbandingan hukum adalah ilmu pengetahuan

yang mempelajari secara sistemtis hukum (pidana) dari dua atau lebih system hukum

dengan menggunakan metode perbandingan perbandingan. 17

Perbandingan hukum sangatlah penting terbukti dari kenyataan bahwa kemudian timbul

subspesialisasi diantaranya:

1. Descriptive Comparative Law, studi yang bertujuan untuk mengumpulkan bahan-

bahan tentang sistem hukum berbagai masyarakat. Cara menyajikan

perbandingan dapat didasarkan pada Lembaga-lembaga hukum tertentu yang

merupakan bagian dari Lembaga tersebut dan dititik beratkan pada Analisa

deskriptif yang didasarkan pada Lembaga hukum

2. Comparative History of Law, berkaitan erat dengan sejarah, sosiologi hukum,

antropologi hukum dan filsafat hukum

3. Comparative Legislation atau Comparative Jurisfrudence, bahan-bahan yang

dipergunakan dalam perbandingan hukum berupa bahan yang langsung didapat

dari mayarakat (data primer), maupaun bahan pkerpustakaan (data sekunder).

Bahan-bahan kepustakaan dapat berupa bahan primer, sekunder ataupun tersier

antara lain mencakup peraturan perundang-undangan, bahan hukum yang

dikodifikasi, yurisfrudensi, traktat. Sedangkan bahan sekunder antara lain

peraturan perundang-undangan, hasil penelitian terdahulu. Dan bahan hukum

tersier dapat dipergunakan sebagai bahan untuk mencari dan menjelaskan bahan

primer dan sekunder.

17
Ibit, hlm. 12
18
F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian tentang “Perbandingan hukum perjanjian penyelesaian lahan

perkebunan yang digunakan pertambangan perspektif Perbandingan Hukum Perjanjian P

emanfaatan Lahan Bersama Antara IUP Perkebunan Dan IUP Pertambangan Perspektif

Hukum Perdata dan Hukum Administrasi Negara” menggunakan penelitian Normatif.

Mukti Fajar ND dan Yulianto Ahmad menyajikan pengertian penelitian hukum normative.

Penelitian hukum normative adalah :

“Penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sistem norma. Sistem norma yang
dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-
undangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran).” 18

Pengertian penelitian hukum yang dikemukakan oleh Mukti Fajar ND dan Yulianto Ahmad

difokuskan pada obyek kajiannya. Obyek kajian hukum normatif adalah pada hukum

yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah. Pada hakikatnya penelitian normatif

merupakan penelitian yang mengkaji dan menganalisis tentang norma-norma hukum

yang telah ditetapkan oleh pejabat yang berwewenang untuk itu. 19

2. Keaslian Penelitian

2.1 Adapun penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang sebelumnya

adalah sebagai berikut :

Tumpang tindih tanah antara perkebunan dengan pertambangan (analisa kasus putusan

Nomor 23 pk/tun/2008), Tesis, Universitas Indonesia, Tahun 2011. Dalam penulisan tesis

ini adalah studi kasus tanah yang tumpang tindih sedangkan dalam penulisan ini

18
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad , Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Hukum Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010. Hlm. 34
19
DR.H.Salim HS, S.H.,M,S dan Erlies SN, S.H., LLM, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi. Jakarta: Raj
a Grafindo Persada, 2016. Hlm. 13
19
mengkaji mengenai perbandingan hukum penyelesaian lahan perkebunan yang

digunakan pertambangan batubara dalam perspektif hukum perdata dan hukum

administrasi negaraPerjanjian dan IUP

. Jadi sangat jelas dan jauh perbedaannya, serta keasliannya dapat

dipertanggung jawabkan oleh penulis.

2.1 Implementasi peraturan menteri pertanian nomor: 26/permentan

/ot.140/2/2007 tentang pedoman perizinan usaha perkebunan (studi terhadap

penerbitan izin usaha perkebunan (iup-b,iup-p,iup) pada perkebunan kelapa

sawit di kabupaten kubu raya tahun 2007 s/d 2013), tesis, muhammad husni

ramli. Tesis ini membahas tentang implementasi peraturan menteri pertanian

Nomor: 26/ Permentan/ Ot. 140/ 2/ 2007 tentang pedoman perizinan usaha

perkebunan (studi terhadap penerbitan izin usaha perkebunan (IUP-B, IUPP,

IUP) pada perkebunan kelapa sawit di kabupaten kubu raya tahun 2007 s/d

2013). Dalam penulisan Tesis ini lebih pada mengakaji model dan metode

penerbitan ijinizin yang dilakukan oleh pemerinta, pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif sosiologis. Dari hasil penelitian

tesis ini diperoleh kesimpulan bahwa Bahwa model dan metode kerja

pemerintah daerah Kabupaten Kubu Raya dalam melakukan proses perizinan

kelapa sawit telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, akan teapi pada tahap pelakasanaannya telah terjadi pelanggaran-

pelanggaran prosedural dalam bidang perizinan perkebunan kelapa sawit di

Kabupaten Kabupaten Kubu Raya, yang indikatornya terlihat dari tahapan-

tahapan yang dilampaui atau tidak dilaksanakan dalam proses penerbitan

perizinan perkebunan kelapa sawit.

20
2.2 Tinjauan yuridis usaha pertambangan batu barabatubara dalam hal investasi

berkaitan dengan moratorium kehutanan, skripsi Universitas Indonesia, 2012.

Dalam penulisan skripsi ini lebih fokus kepada bagaimana sistem pengaturan,

pengaturan investasi, pengaturan izin dan kepastian hukum, jadi sangat

berbeda jauh dengan judul tesis yang penulis teliti.

G. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, pendekatan-

pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum adalah pendekatan

undang-undang (statute aproach), Pendekatan kasus (case aproach)

pendekatan historis (historical aproach), pendekatan komparatif (comparative

aproach), dan pendekatan konseptual (conceptual aproach).20

Peter Mahmud Marzuki menguraikan pendekatan dalam penelitian hukum

tersebut sebagai berikut:

1) Pendekatan undang-undang (statute aproach), dilakukan dengan

menelaah undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu

hukum yang sedang ditangani.

2) Pendekatan konseptual ( conceptual aproach), beranjak dari pandangan-

pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum.

20
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Cet. 2, (Jakarta; Kencana), hal. 93
21
H. Analisis Data Penelitian

1. Rumusan masalah (R1)

Dalam jawaban rumusan masalah 1 diperlukan adanya wawancara hukum dengan pakar

dan praktek hukum, serta melakukan telaah mendalam dalam menggali informasi

masyarakat. Dalam aspek doctrinal menjelaskan status hukum (pengukuran dari sisi

konsistensi, ketercukupan aturan/jangkauan pengaturan, ketercukupan aspek

perlindungan) melalui analisa analisa teks (interpretasi), dan perbandingan hukum. Dari

sisi teori hukum, konsep-konsep hukum seperti hubungan hukum, kategorisasi objek

hukum, status subyek hukum, kualifikasi hukum, pertanggungjawaban hukum, dan

akibat hukum akan memberikan klarifikasi teoretik dari teori strictliability.

2. Rumusan Masalah (R2)

Terdapat dua varibael utama dalam bagian ini, yaitu, Pertama, kondisi peraturan saat ini,

dan prinsip-prinsip daya lingkungan dan daya tampung berkelanjutan. Analisa pada

bagian ini akan tergantung dari jawaban RM (1) dalam hal melihat substansi hukumnya.

Melihat implikasi yang memberikan dampak langsung secara materil dan inmateril

terhadap perjanjian yang muncul akibat izin yang terbit.

22
I. Tehnik Pengambilan Data

1. Penelitian kepustakaan (librery research)

Tahapan yang dilakukan pada saat melakukan penelitian kepustakaan (librery research)

adalah sebagai berikut: (1) melakukan inventarisasi terhadap peraturan perundang-

undangan, (2) melakukan penggalian berbagai asas-asas dan konsep-konsep hukum

yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti; (3) melakukan kategorisasi

hukum dalam hubungannya dengan permasalahan yang diteliti.

2. Penelitian lapangan (field research)

Guna memperoleh data yang relatif akurat, maka penulis memandang perlu melakukan

penelitian lapangan melalui wawancara dengan berbagai pihak (narasumber), seperti

Dinas Pertambangan, Dinas Perkebunan, Badan Pertanahan Provinsi Kalimantan Timur.

3. Waktu dan Jadwal Penelitian

Waktu dan jaudwal penelitian direncanakan penulis sesuai dengan rencana kegiatan

penelitian, berikut waktu dan jadwal penelitian yang penulis konsepkan, yakni:

No Uraian Kegiatan Bulan/Tahun Keterangan

1. Mengumpulkan buku, dokumen dan


informasi baik yang bersumber dari
koran, artikel, internet yang
berkaitan dengan “
Desember 2018

Perbandingan Hukum s/d Mei 2019
penyelesaian lahan
perkebunan yang digunakan
pertambangan batubara
dalam persepektif hukum
Perdata dan Hukum
adminstrasi negara
”Perspektif Hukum Perdata dan
Hukum Administrasi Negara

23
Pengajuan judul dan penetapan
penerimaan judul tesis serta Desember 2018
2. penentuan dosen pembimbing tesis 
ke Fakultas Hukum

Desember 2018 
3. Penyusunan proposal tesis
s/d Maret 2019
Januari s/d 
4. Konsultasi proposal tesis
Maret 2019
April 2019 
5. Seminar Proposal
April s/d 
6. Penelitian
Desember 2019

7. Seminar Hasil Penelitian September 2019

4. Jenis dan Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan datasekunder y

ang didefinikan sebagai berikut :

4.1 Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian yang b

erhubungan dengan masalah yang akan ditulis. Data yang dimaksud berasal dari pej

abat atau staf Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kaltim, Dinas Perkebunan Ka

bupaten Kutai Kartanegaradan Badan Pertanahan Nasional wilayah kaltim serta peng

usaha tambang rakyat dan masyarakat yang tinggal disekitar kegiatan tambang dan

perusahaan perkebunan kelapa sawit

4.2 Data sekunder

Data sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer seperti buku-buku, hasil penelitian yang berkaitan dengan permasalah

an dalam penelitian ini sebagaimana tercantum dalam daftar pustaka yang sesuai de

ngan pokok permasalahan dalam tesis ini. Bahan tersebut terdiri dari :
24
1. Bahan hukum primer berupa bahan pustaka yang ber pengetahuan ilmiah

yang baru, seperti Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, Undang-Undang No. Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintah Daerah, Undang-Undang No. 39 Tahun 2014 Tentang

Perkebunan, Undang-Undang No.4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang

Tata Cara Pendaftaran Tanah.

2. Bahan hukum sekunder adalah bahan pustaka yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, yang dapat terdiri dari buku buku, artikel,

makalahPerjanjian yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa tumpang

tindih IUP antara perkebunan dengan Pertambangan.

3. Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti

kamus, buku pegangan dan internet yang seluruhnya dapat disebut sebagai

bahan referensi. Setelah pengumpulan data, penulis melakukan analisis

data dengan menggunakan pendekatan kualitatif sebagai hasil

pengumpulan data sekunder sehingga nantinya dapat ditarik kesimpulan

yang dikaitkan dengan teori-teori, konsep yang mempunyai relevansi untuk

menjawab rumusan permasalahan.

Selanjutnya, dari data yang diperoleh baik melalui penelitian kepustakaan maupun

penelitian lapangan, penulis klasifikasi berdasarkan pada permasalahan yang ada.

Kemudian, data tersebut dianalsanalisa sehingga diharapkan mampu menjawab

persoalan yang penulis teliti.

25
BAB II

PERBANDINGAN HUKUM PERJANJIAN PENYELESAIAN TUMPANG TINDIH IZIN


USAHA LAHAN PERKEBUNAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PERTAMBANGAN
BATUBARA

A. Tinjauan Umum Perkebunan dan pertambangan di Indonesia

Negara memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada setiap warga negara yang ingin

berusaha (bisnis) diberbagai sektor, termasuk disektor perkebunan, sepanjang usaha

(bisnis) tersebut menjunjung tinggi hukum dan Peraturan Perundang-undangan yang

berlaku. Misalnya pengusaha perkebunan harus tersedia areal tanah untuk lokasi usaha

perkebunan dan dipastikan tanah tersebut tidak dalam keadaan sengketa, atau usaha

perkebunan bukan dilaksanakan diatas areal tanah hak ulayat atau tanah adat

dan/ataudan atau tanah tersebut bukan milik pengusaha tambang batubara.

Pasal 42 Undang-undang nomor: 39 tahun 2014 tentang perkebunan,

menyebutkan, bahwa Kegiatan usaha budi daya Tanaman Perkebunan dan/ataudan atau

usaha Pengolahan Hasil Perkebunan hanya dapat dilakukan oleh Perusahaan Perkebunan

apabila telah mendapatkan hak atas tanah dan/ataudan atau izin Usaha Perkebunan.

Selanjutnya Undang-undang nomor: 39 Tahun 2014 tentang perkebunan sebagaimana

tertuang dalam penjelasannya, menyebutkan bahwa tujuan dari penyelenggaraan

Perkebunan dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat,

meningkatkan sumber devisa negara, menyediakan lapangan kerja dan kesempatan

usaha, meningkatkan produksi, produktivitas, kualitas, nilai tambah, daya saing, dan

pangsa pasar, meningkatkan dan memenuhi kebutuhan konsumsi serta bahan baku

industri dalam negeri, memberikan pelindungan kepada Pelaku Usaha Perkebunan dan

masyarakat, mengelola dan mengembangkan sumber daya Perkebunan secara optimal,

bertanggung jawab, dan lestari, dan meningkatkan pemanfaatan jasa Perkebunan.


26
Penyelenggaraan Perkebunan tersebut didasarkan pada asas kedaulatan, kemandirian,

kebermanfaatan, keberlanjutan keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan, efisiensi-

berkeadilan, kearifan lokal, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Perkebunan merupakan suatu andalan komoditas unggulan dalam menopang

pembangunan perekonomian nasional Indonesia, baik dari sudut pandang pemasukan

devisa Negara maupun dari sudut pandang peningkatan kesejahteraan masyarakat

secara keseluruhan dengan membuka lapangan kerja yang luas.21 Kedudukan dan peran

penting perkebunan yaitu berkaitan dalam menunjang pembangunan nasional, hal ini

disebabkan perkebunan bermanfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan

kesejahteraan rakyat Indonesia.22 Untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran

rakyat secara berkeadilan, maka perkebunan perlu dijamin berkelanjutan serta

ditingkatkan fungsi dan perannya serta perkebunan sebagai salah satu bentuk

pengelolaan sumber daya alam, perlu dilakukan secara terencana, terbuka, terpadu,

profesional dan bertanggung jawab.23

Komoditas perkebunan yang sangat mengalami perkembangan pesat adalah

perkebunan kelapa sawit, saat ini kedudukan perkebunan kelapa sawit menggeser

perkebunan karet. Pergantian minat perkebunan karet keperkebunan sawit dilatar

belakangi suatu pertimbangan dari sektor perekonomian. Panen perkebunan karet

membutuhkan waktu panjang sedangkan perkebunan kelapa sawit membutuhkan waktu

yang pendek, secara proposional sawit menghasilkan pada tahun ke-4 sehingga disebut

TM (Tanaman Menghasilkan).24

21
Supriadi, 2010, “Hukum Kehutanan dan Hukum Perkebunan di Indonesia”, (Jakarta:Sinar Grafika), hal544
22
Robert William,“Pentingnya Perkebunan bagi Nusantara”, (Semarang: CV. Obor, 2005), hal46
23
Indonesia, Undang-Undang tentang Perkebunan, Op.Cit., dalam Diktum menimbang
24
Supriadi,Op.Cit., hal544-545
27
Kenaikan pendapatan Negara non migas yang disumbang oleh minyak kelapa

sawit merupakan prestasi dibidang perkebunan. Namun, dengan meningkatnya harga

minyak kelapa sawit akan memicu pemilik modal untuk membuka lahan perkebunan

kelapa sawit yang luas, hal ini menguntungkan perekonomian Negara tetapi hal

tersebut harus mendapat perhatian yang serius karena perluasan perkebunan akan

memerlukan lahan yang tidak sedikit.25

Pasal 1 angka 1 ketentuan umum Undang-undang nomor: 4 tahun 2009 tentang

pPertambangan mineral dan batubara. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh

tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau

batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,

penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan

pascatambang. Sedangkan angka 4 menyebutkan, bahwa Pertambangan Batubara

adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen

padat, gambut, dan batuan aspal.

Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam konteks pengelolaan petambangan

mineral dan pengelolaan batubara diberikan kewenangan oleh Undang-undang nomor 4

tahun 2009 tentang Pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud dalam

ketentuan pasal 8 menegaskan, yaitu: (a) pembuatan peraturan perundang-undangan

daerah; (b). pemberian IUP dan IPR, pembinaan, penyelesaian konflik masyarakat, dan

pengawasan usaha pertambangan di wilayah kabupaten/kota dan/ataudan atau wilayah

laut sampai dengan 4 (empat) mil; (c). Pemberian IUP dan IPR, pembinaan,

penyelesaian konflik masyarakat dan pengawasan usaha pertambangan operasi produksi

yang kegiatannya berada di wilayah kabupaten/kota dan/ataudan atau wilayah laut

sampai dengan 4 (empat) mil; (d). Penginventarisasian, penyelidikan dan penelitian,

25
Ibid.,hal546
28
serta eksplorasi dalam rangka memperoleh data dan informasi mineral dan batubara; (e).

Pengelolaan informasi geologi, informasi potensi mineral dan batubara, serta informasi

pertambangan pada wilayah kabupaten/kota; (f). Penyusunan neraca sumber daya

mineral dan batubara pada wilayah kabupaten/kota; (g). Pengembangan dan

pemberdayaan masyarakat setempat dalam usaha pertambangan dengan

memperhatikan kelestarian lingkungan; (h). Pengembangan dan peningkatan nilai

tambah dan manfaat kegiatan usaha pertambangan secara optimal; (i). Penyampaian

informasi hasil inventarisasi, penyelidikan umum, dan penelitian, serta eksplorasi dan

eksploitasi kepada Menteri dan gubernur; (j). Penyampaian informasi hasil produksi,

penjualan dalam negeri, serta ekspor kepada Menteri dan gubernur; (k). Pembinaan dan

pengawasan terhadap reklamasi lahan pascatambang; dan (l). peningkatan kemampuan

aparatur pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan pengelolaan usaha

pertambangan.

Menurut penjelasannya, bahwa undang-undang pertambangan mineral dan batu

mengandung pokok-pokok pikiran sebagai berikut: (1). Mineral dan batubara sebagai

sumber daya yang tak terbarukan dikuasai oleh negara dan pengembangan serta

pendayagunaannya dilaksanakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah bersama

dengan pelaku usaha. (2). Pemerintah selanjutnya memberikan kesempatan kepada

badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, koperasi, perseorangan, maupun

masyarakat setempat untuk melakukan pengusahaan mineral dan batubara berdasarkan

izin, yang sejalan dengan otonomi daerah, diberikan oleh Pemerintah dan/ataudan atau

pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing. (3).Dalam rangka

penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah, pengelolaan pertambangan mineral

dan batubara dilaksanakan berdasarkan prinsip eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi

yang melibatkan Pemerintah dan pemerintah daerah. (4) Usaha pertambangan harus

29
memberi manfaat ekonomi dan sosial yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat

Indonesia. (5) Usaha pertambangan harus dapat mempercepat pengembangan wilayah

dan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat/pengusaha kecil dan menengah serta

mendorong tumbuhnya industri penunjang pertambangan. (6) Dalam rangka terciptanya

pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha pertambangan harus dilaksanakan dengan

memperhatikan prinsip lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat.

Menurut Salim HS, SH.MS, bahwa difinisi hukum Pertambangan yaitu adalah

keseluruhan kaidah hukum yang mengatur kewenangan Negara dalam pengelolaan

bahan galian (tambang) dan mengatur hubungan hukum antara Negara dengan orang

dan atau badan hokum dalam pengelolaan dan pemanfaatan bahan galian (tambang).26

Usaha Pertambangan adalah suatu usaha oleh seseorang atau badan hukum

untuk mencari / mengambil bahan tambang agar dapat bermanfaat bagi kesejahteraan

masyarakat.27 Usaha Pertambangan terdiri dari beberapa tahap, yaitu: (1) Penyelidikan

Umum ialah penyelidikan secara geologi umum atau geofisika, didaratan, di

perairan dan dari udara, segala sesuatu dengan maksud untuk membuat peta geologi

umum atau menetapkan tanda-tanda adanya bahan tambang pada umumnya. (2)

Eksplorasi ialah segala kegiatan penyelidikan geologi pertambangan untuk menetapkan

lebih teliti/seksama adanya atau sifat letaknya bahan tambang. (3) Eksploitasi ialah

usaha pertambangan dengan maksud menghasilkan bahan tambang untuk

memanfaatkannya. (4) Pengolahan dan Pemurnian ialah pengerjaan untuk mempertinggi

mutu bahan tambang serta untuk memanfaatkan dan memperoleh unsur-unsur yang

terdapat dalam bahan tambang itu. (5) Pengangkutan ialah segala usaha pemindahan

bahan tambang dari daerah eksplorasi, eksploitasi atau dari tempat

pengolahan/pemurnian. (6) Penjualan ialah segala usaha penjualan dari hasil


26
Salim HS. 2007, Hukum Pertambangan Di Indonesia, Jakarta, Grafindo Persada. Hal.8
27
Soeharto Hardjowijoto, Op. Cit, hal. 215
30
pengolahan/ pemurnian bahan tambang.28 Dalam usaha pertambangan tidak hanya

memerlukan modal yang besar, tetapi juga memerlukan keahlian yang tinggi, waktu

yang lama dan mempunyai resiko yang besar, maka usaha pertambangan tersebut

adalah suatu usaha integrated, yaitu suatu rangkaian kegiatan dalam rangka upaya

penyelidikan pendahuluan (prospecting), pencarian (eksplorasi), penambangan/

penggalian (eksploitasi), pengolahan, pemurnian, pengangkutan serta penjualan bahan

galian.29

Kegiatan Usaha pertambangan yang merupakan usaha pengambilan kekayaan

alam berupa bahan galian mineral atau batubara dari dalam tubuh bumi diwilayah

hukum pertambangan Indonesia mempunyai karakteristik atau ciri-ciri khusus sektor

pertambangan dalam upaya pengembangannya antara lain, yaitu: (1) Sumber daya alam

berupa bahan galian menempati sebaran ruang tertentu di dalam bumi dan dasar laut.

Terdapat dalam jumlah terbatas dan pada umumnya takterbarukan (unre new able

resources). Bahan galian tidak terdapat pada semua lokasi, letaknya tergantung pada

struktur bahan pembentuk tersendiri. Oleh karena itu, tidak sedikit bahan galian

ditemukan pada lokasi yang belum atau sulit terjangkau oleh kemampuan teknologi yang

ada, terkadang juga terdapat didaerah pemukiman penduduk. Keadaan yang demikian

menimbulkan masalah tersendiri dalam pengusahaannya. (2) Pengusahanya melibatkan

investasi dan merupakan kegiatan yang beresiko, padat modal dan teknologi, selain

modal besar dalam perolehan bahan galian juga dibutuhkan teknologi tinggi (high

technology). Keadaan ini, sering membuat para investor ragu untuk melakukan investasi,

sehingga hanya pemerintah dan pihak swasta tertentu yang mampu mengusahakannya.

(3) Aktivitas penambangan memiliki potensi daya ubah lingkungan yang tidak sedikit.

28
Soeharto Hardjowijoto, Op., Cit, hal215
29
Simon Felix Sembiring, 2009 “Jalan Baru untuk Tambang: Mengalirkan Berkah bagi Anak Bangsa”,
(Jakarta: PT. Elex Media Komputindo), hal. 21

31
Kegiatan ini mengubah struktur dan kompos lingkungan termasuk perubahan biota dan

vegetasi (tanaman). Olehkarena itu, penanganannya memerlukan perencanaan secara

seksama, karena tidak saja berkaitan dengan aspek ekonomi tetapi juga keterpaduan

lingkungan hidup. (4) Hasil usaha pertambangan memiliki fungsi ganda, terutama

sebagai bahan baku industri dan energy, baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun

ekspor. (5) Usaha pertambangan mampu berperan sebagai penggerak mula dan ujung

tombak pembangunan daerah, disamping perannya dalam memenuhi hajat hidup orang

banyak. Wilayah penambangan yang terletak didaerah terpencil dengan kondisi alam

yang sulit, akan menguntungkan bagi penduduk setempat karena wilayah tersebut akan

terbuka dengan kehadiran usaha pertambangan.30

B. Fakta Hukum perjanjian penyelesaian Tumpang tindih izin usaha

penggunaan lahan perkebunan untuk pertambanganKasus Lahan

Perkebunan Yang Digunakan Pertambangan

Masalah tumpang tindih IUP antara perkebunan dan pertamban sering dijumpai di Kalima

ntan Timur khususnya dikabupaten Bulungan, kabupaten Paser dan kabupaten Kutai Tim

ur. Permasalah ini seharusnya tidak terjadi apabila masing- masing instansi dipermerinta

han berkoordinasi dengan baik dan tidak menonjolkan ego sectoralnya serta memiliki pen

etapan tata ruang wilayah yang menjadi acuan dalam memberikan ijinizin. Beberapa fakt

a hukum yang sudah terjadi dan diselesaikan dengan perjanjian antara pemilik IUP Perke

bunan dan Pertambangan . Berikut ini ada tiga fakta hukum perjanjian penyelesaian

tumpang tindih izin usaha sebagai berikut :

30
Arie kumaat, 1996 “Pengembangan Wilayah Pertambangan dan Ketahanan Nasional”, (makalah
disampaikan padaTemu ProfesiTahunan VPERHAPI, 29Agustus), hal. 5-6.
32
1. PT. Tunas Borneo Plantations (TBP) Dan PT. Abadi Borneo Plantations (ABP)

dan PT. Pesona Khatulistiwa Nusantara (PKN)

PT. Tunas Borneo Plantations adalah pemegang (i) Izin lokasi berdasarkan Surat

Keputusan Bupati Bulungan No.522.I/08/EK/IL-III/2008 tanggal 26 Maret 2008

sebagaimana diperpanjang oleh Surat Keputusan Bupati Bulungan No.522.1/10/EK/EK-

III/2009 tanggal 25 Maret 2009, Surat Keputusan Bupati Bulungan No.522.1/13/EK/IL-

III/2010 tanggal 25 Maret 2010, Surat Keputusan Bupati Bulungan No.522.1/10/EK/IL-

III/2011 tanggal 25 Maret 2011, Surat Keputusan Bupati Bulungan No.522.1/08/EK/IL-

III/2012 tanggal 25 Maret 2012, Surat Keputusan Bupati Bulungan No.522.1/20/EK/IL-

VI/2012 tanggal 08 Juni 2012 (“Izin Lokasi TBP”),

Izin Usaha Perkebunan berdasarkan Surat Keputusan Bupati Bulungan No. 286/K-

IV/520/2009 tanggal 2 April 2009, dan (ii) Izin pelaksanaan transmigrasi berdasarkan

Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi perihal izin pelaksanaan

transmigrasi kepada PT. Tunas Boneo Plantations untuk berperan serta dalam

pelaksanaan trasmigrasi melalui pembangunan perkebunan kelapa sawit pola kemitraan

di Lokasi Desa Gunung Gunung Sari, Desa Tanjung Agung, Desa Wonomulyo, Desa Sajau

Kecamatan Tanjung Palas Timur Kebupaten Bulungan Provinsi Kalimantan Timur No.

KEP.212/MEN/VIII/2011 tanggal 18 Agustus 2011 (“izin Transmigrasi TBP”).

PT. Abdi Borneo Plantations adalah pemegang (iii)Izin Lokasi berdasarkan Surat

Keputusan Bupati Bulungan No. 522.1/09/EK/IL-IV/2008 tanggal 1 April 2008

sebagaimana diperpanjang oleh Surat Keputusan Bupati Bulungan No. 522.1/11/EK/IL-

IV/2009 tanggal 1 April 2009, Surat Keputusan Bupati Bulungan No.

522.1/14/EK/IL-III/2010 tanggal 1 April 2010, Surat Keputusan Bupati Bulungan No.

33
522.1/12/EK/IL-IV/2011 tanggal 1 April 2011, Surat Keputusan Bupati Bulungan No.

522.1/09/EK/IL-IV/2012 tanggal 2 April 2012 (“Izin Lokasi”),

Izin Usaha Perkebunan berdasarkan Surat Keputusan Bupati Bulungan No.

287/K-IV/520/2009 tanggal 2 April 2009, dan Izin pelaksanaan transmigrasi berdasarkan

Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi perihal izin pelaksanaan

transmigrasi kepada PT. Abdi Boneo Plantations untuk berperan serta dalam pelaksanaan

trasmigrasi melalui pembangunan perkebunan kelapa sawit pola kemitraan di Lokasi

Desa Tengkapak, Jelarai Tengah, Bumi Rahayu, Apung, dan Desa Sajau Kecamatan

Tanjung Selor dan Kecamatan Tanjung Palas Timur Kebupaten Bulungan Provinsi

Kalimantan Timur No. KEP.213/MEN/VIII/2011 tanggal 18 Agustus 2011 (“izin

Transmigrasi ABP”).

PT. Pesona Khatulistiwa Nusantara adalah Perusahaan yang bergerak dibidang

pertambangan batubara berdasarkan Perjanjian Kerja Pengusahaan Pertambangan

Batubara (PKP2B) No. KW 005 PB 0029 tanggal 20 Nopember 1997 (“PKP2B PKN”),

memiliki luas wilayah petambangan seluas 21.875 Ha yang berlokasi di Kabupaten

Bulungan Kalimantan timur bersarkan Keputusan Menteri Enegi dan Sumber Daya

Mineral No. 1271.k/30/DJB/2011 tanggal 10 Nopember 1997 , dan telah memasuki tahap

produksi yang ditetapkan oleh SK No. 380.K/30/DJB/2009 tertanggal 15 Pebruari 2009.

Sebagaimana tertuang dalam Perjanjian antara PT TBP, ABP dan PT PKN 31 :

Perjanjian, Pasal 1: Pelepasan Area Tertentu disepakati bahwa pertama : TBP dan

ABP setuju untuk melepaskan sebagian area yang dialokasikan merka masing-masing

berdasarkan izin lokasi TBP, izin lokasi ABP, izin transmigrasi TBP dan izin transmigrasi

ABP kepada PKN untuk diusahakan oleh dan menjadi bagian dari wilayah petambangan

PKN sepanjang area tersebut masuk kedalam peta Rencana Tambang (Rencana

31
Perjanjian Penyelesaian antara PT TBP, ABP dan PT PKN, 16 Mei 2013.
34
Tambang”) PKN, yaitu area TBP seluas 5.586,12 Ha dan area ABP seluas 2.884.02 Ha ,

sehingga total area yang akan dilepaskan oleh TBP dan ABP kepada PKN seluas

8.470.14 Ha (“Area Pekebunan yang dilepas”). Untuk menghindari keraguan, area

perkebunan yang dilepaskan oleh TBP adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran 1

sedangkan area pekebunan yang dilepaskan oleh ABP sebagaimana dimaksud dalam peta

dengan koordinat sebagaimana tercantum dalam lampiran 2 perjanjian penyelesaian ini.

Kedua : Didalam total area yang dilepaskan sebagaimana disebut diatas TBP telah

sebelumnya melakukan pembebasan atas lahan seluas 1.099.19 Ha, sedangkan ABP

telah melakukan pembebasan atas lahan seluas 130,67 Ha sehingga seluruhnya seluas

1.229.86 Ha (“Pembebasan lahan”) PKN setuju untuk memberikan ganti rugi kepada TBP

dan ABP atas biaya-biaya yang timbul dalam proses pembebasan lahan dan juga atas

setiap aset yang dimilki oleh TBP dan atau ABP yang berada diarea tersebut

(“Kompensasi Lahan”) peta pembebasan lahan yang telah dilakukan oleh TBP dan ABP

adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran 3 perjanjian penyelesaian.

Ketiga : PKN setuju untuk meminjam-pakaikan sebagaian area yang dikuasai

berdasarkan PKP2B PKN dan area tersebut masuk area tersebut masuk dalam Rencana

Tambang kepada TBP dengan luas 834, 57 Ha dimana area tersebut telah diusahakan

dan ditanami oleh TBP untuk selama jangka waktu masksimal 25 (dua puluh lima) tahun

terhitung sejak ditandatangainya Perjanjian Penyelesaian ini. Untuk menghindari

keraguan, area seluas 834.57 Ha yang dipinjam-pakaikan oleh PKN kepada TBP dalah

sebagaimana dimaksud dalam peta rencana tambang yang diberikan oleh PKN kepada

TBP dengan koordinat sebagaimana tercantum dalam lampiran 4 perjanjian penyelesaian

ini (“Area PKP2B yang dipinjam-pakaiakan”)

35
Keempat : PKN setuju untuk melepaskan kepada TBP dan ABP sebagian area

yang dikuasainya yang berada diluar rencana tambang namun masuk dalam PKP2B PKN

untuk diusahakan dan menjadi bagian dari wilayah perkebunan TBP dan ABP. Area yang

dilepaskan oleh PKN yaitu masing-masing seluas 1.369,21 Ha untuk TBP sebagaimana

tercantum didalam lampiran 5 dan 2.268.15 Ha untuk ABP sebagimana tercantum dalam

Lampiran 6 perjanjian penyelesaian ini, atau seluruhnya berjumlah 3.637,36 Ha (“area

PKP2B yang dilepaskan”), untuk menghindari keraguan, area PKP2B yang dipinjam-

pakaikan dan areal PKP2B yang dilepaskan adalah sebagaimana dimaksud dalam peta

dengan koordinat sebagaimana tercantum dalam lampiran 7 Perjanjian ini;

Kelima : dengan ditandatanganinya perjanjian penyelesaian ini, Para Pihak

melepaskan atau meminjam-pakaikan area-area sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1.1,

Pasal 1.2 dan Pasal 1.3 diatas mengakui batasan-batasan area yang menjadi haknya

maupun hak pihak lainnya. Selanjutnya masing-masing Pihak berhak untuk mengurus

perolehan perijinizinan maupun hak kepemilikan atas area yang bersangkutan kepada

instansi pemerintahan yang berwewenang serta pihak-pihak terkait lainnya.

Keenam: PKN setuju dan tidak berkeberatan apabila TBP dan ABP memulai proses

pengukuran dan pensertifikatan terhadap area yang akan dilepaskan.

Perjanjian, Pasal 2 : Atas asset tertentu milik TBP dan atau ABP Pertama : yang

melekat pada area yang dilepaskan kepada PKN serta biaya-biaya yang telah dikeluarkan

oleh TBP dan atau ABP untuk keperluan pembebasan lahan yang masuk Rencana Kerja

Tambang PKN, PKN setuju untuk mengembalikan kepada TBP biaya yang telah

dikeluarkan untuk lahan pembibitan serta peningkatan fungsi lahan (“Biaya kompensasi

lahan”) dan kepada ABP berupa biaya kompensasi lahan dengan nilai dan peprincian

sebagaimana tercantum didalam Lampiran 8 dari perjanjian penyelesaian ini (“nilai

36
kompensasi”) sepanjang TBP dan ABP dapat menunjukkan doklumen yang menunjukkan

bahwa area tersebut telah dilepaskan/dibebaskan dan terhadap area tersebut tidak

terdapat klaim dari Pihak Ketiga.

Kedua : Pembayaran biaya kompensasi lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

2.1 dilakukan oleh PKN kepada TBP melalui pemindahan dana ke rekening bank sebagai

berikut:

1. Bank Danamon Indonesia, no rekening 68017052, pemilik rekening PT. Tunas

Borneo Plantations.

2. Bukti pemindahan dana dan konfirmasi bank penerima atas nilai ganti rugi

merupakan bukti bahwa nilai ganti rugi telah diterima oleh TBP sekaigus berlaku

sebagai kwitansi tanda penerimaan yang sah dan mengikat.

Ketiga :: Pembayaran biaya kompensasi lahan akan dilakukan oleh PKN kepada

TBP dan ABP melalui pemindahan dana ke rekening bank TBP sebaimana disebut dalam

Pasal 2.2 diatas dan kepada rekening ABP sebagai berikut :

1. Bank Danamon Indonesia, no rekening 3508278227, pemilik rekening PT. Abdi

Borneo Plantations.

2. Bukti pemindahan dana dan konfirmasi bank penerima atas nilai ganti rugi

merupakan bukti bahwa nilai ganti rugi telah diterima oleh ABP sekaigus berlaku

sebagai kwitansi tanda penerimaan yang sah dan mengikat.

Perjanjian Pasal 3 : Hak dan Kewajiban , maka disepakati; Pertama : Para Pihak

dengan ini sepakat untuk memberikan akses, izin dan atau persetujuan dalam

penggunaan insfrastruktur yang ada di Para Pihak selama penggunaan tersebut tidak

melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.

37
Kedua : Setiap Pihak berkewajiban untuk saling membantu, berkoordinasi dan

saling memberikan pemberitahuan tertulis dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari

kelender sebelumnya sehubungan dengan setiap kegiatan yang dilakukan terhadap

masyarakat setempat, termasuk namun tidak terbatas pada kegiatan sosialisasi dan atau

pemberian kompensasi kepada masyarakat setempat sehubungan dengan pelepasan

lahan yang dilakukan masing-masing Pihak dalam rangka mencapai maksud dan tujuan

dari perjanjian penyelesaian ini.

Ketiga : Para Pihak setuju dan berjanji untuk saling membantu dalam setiap

proses pengusahaan atas lahan dan juga sertifikasi lahan terhadap lahan-lahan yang

dilepaskan sebagaimana dimaksud Pasal 1.1, Pasal 1.2 dan Pasal 1.3 perjanjian

penyelesaian ini.

Keempat : Para Pihak sepakat untuk saling bekerjasama dan melakukan sosialisasi

bersama kepada mayarakat setempat sehubungan dengan pelepasan area sebagaimana

dimaksud dalam pernjanjian penyelesaian ini, khususnya sosialisasi kepada masyarakat

yang telah melepaskan tanahnya kepada TBP dan ABP namun tanah tersebut menjadi

bagian dari area Pekebunan yang dilepaskan sebaimana dimaksud dalam pasal 1.1

perjanjian penyelesaian ini.

Kelima :: Para Pihak setuju dan akan mengirimkan masing-masing wakilnya untuk

melakukan pertemuan koordinasi dalam rangka pelaksanaan perjanjian penyeleasai ini

minimal 1 kali setiap dua bulannya.

Perjanjian, Pasal 4 : Pembebasan dari Para Pihak. Dengan ditandatanganinya

perjanjian penyelesaian ini, masing-masing pihak baik atas namanya sendiri, dan atas

nama anak perusahaan-perusahannya, afiliasi-afiliasinya, para pemegang sahamnya,

para direkturnya, para komisarisnya, para pegawainya dan para agennya, penerusnya

38
yang sekarang dan dimasa yang akan datang, dengan ini tanpa dapat ditarik kembali dan

tanpa syarat, saling membebaskan dan melepaskan selamanya dari setiap dan semua

bentuk tindakan-tindakan, gugatan-gugatan, klaim-klaim, tuntutan-tuntutan,

perhitungan-perhitungan, tagihan-tagihan, janji-janji, kontak-kontrak dan perjanjian-

perjanjian, kontroversi-kontroversi, pertentangan-pertentangan, pelangaran-pelanggaran

kerugian-kerugian dan permintaan-permintaan dalam sifat apapun secara hukum, yang

setiap pihak pernah miliki, atau para penggantinya dan penerima hak selanjutnya atau

mungkin terhadap pihak lainnya, yang muncul sebelum ditandatanganinya perjanjian ini.

Perjanjian, Pasal 5 : Pernyataan-pernyataan dan Jaminan-jaminan, Masing-masing

Pihak menyatakan dan menjamin bahwa;

Pertama : Pihak tersebut mempunyai semua hak dan kewenangan yang

diperlukan untuk menandatangani dan menyerahkan perjanjian penyelesaian ini dan

untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya dan dalam perjanjian ini, termasuk namun

tidak terbatas pada pelepasan area kepada pihak lainnya;

Kedua : Perjanjian penyelesaian ini telah ditandatangani dan diserahkan olehnya

dengan baik dan dengan asumsi bahwa kewenangan, penandatanganan dan penyerahan

yang baik dan sah dari Pihak Pihak lainnya, Perjanjian penyelesaian ini merupakan suatu

kewajiban yang sah, berlaku dan mengikat pihak tersebut dan dapat dilaksanakan

terhadap pihak tersebut Isi-ketentuan penyelesaian perjanjian ini, kecuali karena

kepailitan, insovensi, regorganisasi atau hukum-hukum yang serupa lainnya yang

mempunyai akibat sama yang memperngaruhi pelaksanaan dari hak-hak pihak-pihak

lainya secara umum.

Perjanjian, Pasal 6 – Bukan Pengakuan. Para Pihak menyetujui Ketentuan-

ketentuan dari Perjanjian Penyelesaian ini tidak dapat dianggap, digunakan atau

39
ditafsirkan sebagai, Pertama : bukti atas adanya kelalaian, wanprestasi atau kesalahan;

atau Kedua : sebagai pengakuan dari suatu Pihak atas adanya suatu (a) tanggung jawab

atah kesalahan dalam bentuk apapun, atau (b) kebenaran dari tuduhan-tuduhan,

tuntutan-tuntutan atau tuntutan-tuntutan balik yang dinyakatan dalam hal atau perkara

apapun.

Perjanjian, Pasal 7 : Keseluruhan Perjanjian. Perjanjian Penyelesaian ini

merupakan keseluruhan kesepakatan antara para pihak didalamnya dan menggantikan

setiap perjanjian – perjanjian, pernyataan -pernyataan atau jaminan – jaminan lainya

yang berkenaan dengan pokok permasalahan ini, baik lisan ataupun tertulis diantara para

pihak.

Perjanjian, Pasal 8 : Bahasa, Perjanjian penyelesaian ini dibuat didalam Bahasa

Indonesia bahasa Inggris , dalam hal terjadi ketidak – sesuaian atau pertentangan antara

teks Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, maka teks dalam Bahasa Indonesia yang

akan berlaku.

Perjanjian, Pasal 9 : Hukum Yang Berlaku mengenai perjanjian penyelesaian ini

diatur dan ditafsirkan menurut hukum Republik Indonesia.

Perjanjian, Pasal 10 : Perjanjian Sengketa. Para Pihak menyelesaikan segala

perselisihan – perselisihan yang timbul karena syarat dan ketentuan dalam perjanjian

penyelesaian ini akan diselesaikan secara musyawarah dan apabila tidak tercapai kata

sepakat maka para pihak setuju untuk menyerahkan sengketa tersebut untuk

diselesaikan melalui pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk keperluan ini, masing –

masing pihak sepakat untuk memilih domili yang tetap dan hukum dikantor kepaniteraan

pengadilan Negeri Jakarta pusat.

40
Perjanjian, Pasal 11 : Perubahan, maka tidak ada modifikasi atau pernyataan

ulang atau perubahan atau penambahan pada perjanjian penyelesaian ini yang sah atau

mengikat kecuali dinyatakan secara tertulis dan ditanda tangani secara sah oleh para

pihak dalam perjanjian penyelesaian ini.

Perjanjian, Pasal 12 : Kerahasiaan, agar setiap pihak saling berjanji untuk

menjaga dan mempertahankan kerahasiaan perjanjian penyelesaian ini dan tidak

mengungkapkan perjanjian penyelesaian ini atau bagian apapun dari padanya kepada

pihak ketiga manapun tanpa mendapatkan persetujuan tertulis dari pihak lainya.

Perjanjian Pasal 13 : Kesatuan Perjanjian, mengenai keseluruhan lampiran yang

dirujuk dalam perjanjian ini merupakan satu kesatuan dan menjadi bagian yang tidak

terpisahkan dari perjanjian penyelesaian ini.

Perjanjian, Pasal 14 : Lain – lain, diatur dengan menyepakati beberapa hal yaitu;

Pertama : Para pihak dengan ini sepakat untuk mengesampingkan ketentuan pasal 1266

kitab Undang – undang Hukum Perdata Indonesia sepanjang mengenai pengakhiran

perjanjian.

Kedua : Perjanjian Penyelesaian ini dapat ditandatangani oleh masing – masing

pihak dalam Salinan yang terpisah dimana setiap Salinan yang ditandatangani dianggap

sebagai asli, dan seluruh Salinan tersebut secara bersama – sama dianggap sebagai satu

kesatuan yang memiliki kekuatan hukum yang sama. Pengiriman Salinan yang telah

ditandatangani melalui faksimili dianggap telah dikirimkan secara layak saat transm

dokumen dilakukan para pihak wajib memberikan satu set salinaan asli perjanjian ini

kepada masing – masing Pihak.

2. PT Tridaya Hutan Lestari (THL) dan PT Ganda Alam Makmur (GAM)

41
PT Tridaya Hutan Lestari adalah suatu perusahaan yang menyelenggarakan dan

menjalankan usahanya dibidang perkebunan kelapa sawit, adalah suatu badan

hukumPihak yang telah memperoleh Izin Usaha Perkebunan atas tanah yang berlokasi di

Kecamatan Kaubun Kabupaten Kutai Timur berdasarkan keputusan Bupati Kutai Timur

No. 188.4.45/Eko.1-V/2011 tanggal 10 Mei 2011.

PT Ganda Alam Makmur merupakan perusahaan pertambangan batubara yang

memegang Izin Usaha Pertambangan berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kutai Timur

tentang Persetujuan Kuasa Pertambangan Operasi No. 540.1/K.489/HK/V/2011 tanggal

21 Mei 2011 dan No. 540.1/K.426/HK/V/2012 tanggal 21 Mei 2012. Berdasarkan kepada

uraian diatas, sebagaimana tertuang dalam perjanjian sesuai dengan pasal-pasal dalam

perjanjian yang disepakati bersama. 32Isi Perjanjian Pasal 1 : Maksud dan Tujuan

Perjanjian, para pihak dalam perjanjian ini mengatur hubungan hukum serta hak dan

kewajiban Para Pihak sehubungan dengan Wilayah IUP Pihak Pertama.

Isi Perjanjian Pasal 2 : Ruang Lingkup menyatakan di dalam perjanjian untuk

menyepakati hal-hal sebagai berikut, Pertama : Perjanjian ini hanya terbatas pada lahan

sesuai peta dalam Wilayah IUP Pihak pertama sesuai dengan lampiran 1 perjanjian ini.

Kedua : Pada lahan sebagaimana dimaksut dalam ayat 1 pihak pertama sepakat memberi

kesempatan kepada pihak kedua untuk melakukan kegiatan – kegiatan penunjang lainya

sesuai dengan perizinan yang dimiliki oleh Pihak kedua.

Isi Perjanjian Pasal 3 : Jangka Waktu. Jangka waktu Perjanjian ini dimulai dari

tanggal perjanjian ini dan berakhir sampai berakhirnya kegiatan Penambangan ( usaha)

pihak kedua berdasarkan peraturan perundang – undangan termasuk namun tidak

terbatas pada ketentuan Undang – Undang Pertambangan ( Jangka waktu Perjanjian ).

32
Perjanjian Pemanfaatan Lahan Bersama antara PT Tridaya Hutan Lestari dan PT Ganda Alam Makmur, T
anggal 27 Juni 2013
42
Isi Perjanjian Pasal 4 : Hak dan Kewajiban dalam perjanjian untuk melakukan hal yang

telah disepakati; Pertama : Berdasarkan hak dan perizinan yang dimiliki para pihak maka

pihak pertama memberikan kesempatan kepada pihak kedua untuk memulai dan

melakukan usahanya terlebih dahulu. Kedua : Pihak pertama bersedia memberikan

bantuan dan /atau menyediakan kepada pihak kedua terkait dokumen yang relevan

terhadap Wialayah IUP Pihak Pertama diarealh yang diminta oleh Pihak Kedua. Ketiga :

Sehubungan dengan kesepakatan ini, apabila oleh peraturan perundang - undangan para

Pihak diwajibkan untuk melapor/pemberitahuan kepada Dinas/Instansi terkait maka

pihak Pertama dan/ataudan atau Pihak kedua wajib melapor/memberitahukan kepada

Dinas/Instansi terkait.

Isi Perjanjian Pasal 5 – Pernyataan dan Jaminan dari Pihak Pertama yang berlaku

efektif sejak tanggal Perjanjian ini, Pihak pertama dengan ini menjamin dan berjanji

kepada pihak Kedua sebagai berikut; Pertama : Pihak pertama merupakan Perseroan

terbatas yang didirikan berdasarkan Undang – Undang Republik Indonesia. Kedua :

Bahwa, Pihak yang menandatangani Perjanjian ini atas nama Pihak Pertama mempunyai

kekuasaan dan wewenang yang sah serta berhak untuk membuat dan menandatangani

perjanjian ini dan telah mengambil semua tindakan korporasi/hukum serta mendapatkan

semua persetujuan yang diperlukan untuk mendapatkan kekuasaan dan kewenangan

tersebut dan untuk menandatangani perjanjian ini. Ketiga : Bahwa Pihak pertama akan

melakukan upaya terbaioknya dengan itikat baik agar pelaksanaan dan penandatanganan

perjajian ini tidak bertentangan dengan ketentuan perundang - undangan yang berlaku, ,

atau kebijaksanaan pemerintah atau keputusan pengadilan atau badan arbitrase dan

tidak mengakibatkan pelanggaran atau dinyatakan sebagai suatu pelanggaran

berdasarkan persetujuan atau dokumen yang telah ada.

43
Keempat : Dalam hal terjadi pengalihan Wilayah IUP Pihak Pertama oleh Pihak

Pertama kepada Pihak keTiga ataupun penerusnya yang sah, dengan ini pihak pertama

menjamin kepada pihak kedua untuk tetap dapat melakukan kegiatan pPenambangan

bBatubara Bara diwilayah IUP pihak pertama. Kelima : Syarat – syarat dan ketentuan –

ketentuan yang diatur dalam perjanjian ini merupakan pengaturan yang mengikat secara

hukum bagi pihak pertama atau pengganti dan /atau penerusnya sehingga dapat

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian ini.

Keenam : Pihak pertama memahami bahwa wilayah IUP pihak pertama terletak

disekitar Wilayah kerja pihak kedua dan oleh sebab itu selama jangka waktu perjanjian ,

pihak pertama setuju untuk tidak melakukan segala tindakan dan kegiatan dalam bentuk

apapun yang dapat menghambat dan mengganggu kegiatan Pertambangan pihak kedua

diwilayah IUP pihak pertama, sepanjang pihak kedua dapat memenuhi, memenuhi,

melaksanakan dan menggunakan Wilayah IUP pihak pertama sesuai dengan kesepakatan

yang telah disepakati berdasarkan perjanjian ini. Ketujuh : Pihak pertama telah

mendapatkan seluruh otorisasi , persetujuan, ijijn – ijinizin dan/ataudan atau pengesahan

yang berlaku sepanjang jangka waktu perjanjian ini yang diharuskan sehubungan dengan

kegiatan perkebunan dari setiap pihak – pihak yang berwenang sesuai dengan peraturan

perundang – undangan yang berlaku.

Isi Perjanjian Pasal 6 : Pernyataan dan jaminan dari pihak kedua yang berlaku

efektif sejak tanggal perjanjian ini, pihak kedua dengan ini menjamin dan berjanji kepada

pihak pertama sebagai berikut; Pertama : Pihak kedua merupakan perseroan terbatas

yang didirikan berdasarkan Undang – Undang Republik Indonesia dan memiliki seluruh

kekuasaan dan kewenangan yang diperlukan untuk memiliki kekayaan dari menjalankan

kegiatan Pertambangan. Kedua : Bahwa pihak yang menandatangani perjanjian ini atas

44
nama pihak Kedua telah memperoleh kekuatan dan wewenang yang sah serta berhak

untuk membuat dan menandatangani perjanjian ini dan telah mengambil semua tindakan

korporasi/ hukum serta mendapatkan semua persetujuan yang diperlukan untuk

mendapatkan kekuasaan dan kewenangan tersebut dan untuk menandatangan

perjanjian ini.

Ketiga : Pihak kedua telah mendapatkan seluruh otorisasi, persetujan, izin – izin,

dan / atau pengesahan yang berlaku sepanjang jkjangka waktu perjajian ini yang

diharuskan sehubungan dengan kegiatan penambangan bBatu bara dari setiap pihak –

pihak yang berwenang. Keempat : Bahwa pihak kedua akan melakukan upaya terbaiknya

dengan itikat baik agar pelaksanaan dan penandatanganan perjanjian ini tidak

bertentangan dengan ketentuan perundang – undangan yang berlaku, atau

kebijaksanaan pemerintah atau keputusan pengadilan atau badan arbitrase, tidak

mengakibatkan pelanggaran atau dinyatakan sebagai suatu pelanggaran berdasarkan

persetujuan atau dinyatakan sebagai suatu pelanggaran berdasarkan persetujuan atau

dokumen yang telah ada. Kelima : Syarat – syarat dan ketentuan – ketentuan yang

diatur dalam perjanjian merupkan pengaturan yang mengikat secara hukum bagi pihak

kedua atau pengganti, penerus, karyawan dan petugasnya masing – masing dan dapat

dilaksanakanya terhadap pihak ke dua atau penggantinnya, karyawan atau petugasnya

masing – masing sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian ini.

Isi Perjanjian Pasal 7 :: Pilihan Hukum dan Penyelesaian Perselisihan yang

mengatur beberapa butir kesepakatan; Pertama : Perjanjian ini diatur dan ditafsirkan

berdasarkan hukum Republik Indonesia. Kedua : Apabila terjadi perselisihan atau

perbedaan pendapat yang mungkin timbul berkaitan dengan perjanjian ini, maka para

pihak sepakat akan diselesaikanya secara musyawarah dan mufakat, hanya apabila para

45
pihak gagal mencapai kesepakatan maka para pihak sepakat untuk memilih tempat

menyelesaikan melalui pengadilan negeri Jakarta Pusat atau Badan peradilan lainya yang

memiliki kewenangan memutuskan sengketa tersebut.

Isi Perjanjian Pasal 8 : Pengalihan, tidak satupun pihak dapat mengalihkan

seluruh atau /sebagian kewajiban atau hak dalam perjanjian ini kepada pihak ketiga

tanpa mendapatkan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pihak lainya. Segala hak dan

kewajiban yang berlaku kepada pihak yang mengalihkan , berlaku juga bagi pihak yang

menerima pengalihan tersebut.

Isi Perjanjian Pasal 9 : Pengakhiran untuk mengatur agar; Pertama : Para pihak

sepakat bahwa perjanjian ini dapat diakhiri sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian

sebagaimana dimaksudt dalam pasal 4 Perjajian ini apabila pihak kedua berdasarkan

pertimbanganya menetapkan tidak akan melanjutkan kegiatan pertambangannya

diwilayah IUP pihak pertama. Dalam hal terjadi pengakhiran tersebut karena alasan

tersebut diatas maka pihak kedua akan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis

kepada pihak pertama untuk mengakhiri perjanjian ini dalam waktu 30 ( tiga puluh ) hari

kalender sebelum pengakhiran perjanjian ini berlaku efektif.

Kedua : Ketika pengakhiran perjajian ini, hak – hak dan kewajiban – kewajiban

dari para pihak yang terkandung dalam perjanjian ini akan berakhir dan seluruh

kewajiban lebih lanjut dari para pihak berdasarkan atau sehubungan dengan perjanjian

ini akan berakhir dan tidak memiliki kekuatan hukum atau akibat lebih lanjut. Ketiga :

Pengakhiran yang sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian ini akan tetap berlangsung

tanpa perlu tindakan pengadilan, untuk mencapai hal tersebut, para pihak sepakat untuk

melepaskan dan mengesampingkan berlakunya ketentuan pasal 1266 dan 1267 kitab

46
undang-undang hukum perdata Indonesia, mengenai persyaratan di mintakannya suatu

keputusannya pengadilan untuk mengakhiri perjanjian ini.

Isi Perjanjian Pasal 10 : Pemberitahuan yang mana kecuali disyaratkan secara

khusus berdasarkan kententuan perjanjian ini, semua pemberitahuan, perubahan,

tambahan, permintaan, tuntunan dan komunikasi lainnya berdasarkan atau yang

berkaitan dengan perjanjian ini harus dibuat secara tertulis (termasuk tulisan dalam

bentuk trasnsmisi, faksimili atau e-mail) dan dapat diserahkan secara langsung, dikirim

melalui pos tercatat dengan perangko yang terlah dibayar terlebih dahulu atau, dikirim

melalui transmisi, faksimili. Pemberitahuan atau dokumen tersebut harus disampaikan

kepada pihak yang dituju. semua pemberitahuan atau dokumen yang di serahkan secara

langsung harus di anggap telah dsisampaikan dengan sah pada saat penerimaannya;

semua pemberitahuan atau dokumen yang dikirimkan melalui pos tercatat akan dianggap

telah disampaikan dengan selama 48 (empat puluh delapan) jam sejak waktu

pengirimannya; semua pemberitahuan atau dokumen yang dikirim melalui transmisi,

faksimili akan dianggap telah disampaikan denagan sah pada saat pengakuan

penerimaan secara jelas oleh penerima yang dimaksud telah diberikan.

Isi Perjanjian Pasal 11 : Ketentuan umum yang di dalam perjanjian menyepakati;

Pertama : Pihak pertama mendukung dan akan mendahulukan kepentingan kegiatan

pertambangan yang dilakukan pihak kedua. Kedua : Apabila dalam pelaksanaan

perjanjian ini timbul hal-hal yang bersifat; prinsip yang belum diatur dalam perjanjian ini,

maka atas persetujuan para pihak perjanjian ini dapat diubah, ditambah dan dikurangi

sepanjang disepakati dan di atlur dalam perjanjian tambahan.

Ketiga : Perjanjian ini merupakan perjanjian dan kesepakatan yang menyeluruh di

antara para pihak berkenaan dengan pokok-pokok masalah yang diatur dan diuraikan

47
didalamnya, dan menggantikan semua pernyataan, maksud, janji, dan kesepakatan

yang sebelumnya pernah dibuat berkenaan dengan pokok-pokok masalah yang sama.

Judul suatu pasal atau ayat yang dinyatakan perjanjian ini semata-mata hanya untuk

kemudahan saja dan tidak dapat dianggap mempunyai arti dalam menafsirkan

ketentuan-kententuan dalam perjanjian ini serttra lampiran hal tersebut. Keempat :

Apabila salah satu atau lebih dari ketentuan – ketentuan dalam perjanjian ini tidak sah,

melanggar hukum atau tidak dapat dilaksanakan menurut hukum atau keputusan yang

berlaku, maka keabsahan, legalitas dan pelaksanaan ketentuan-ketentuan lainnya yang

terkandung dalam pernjanjian ini tidak akan terpengaruh atau terhalang kecuali

ditentukan sebaliknya oleh parah pihak. Para pihak wajib membuat dokumen - dokumen

tambahan guna memberlakuka ketentuan-ketentuan dalam perjanjian yang dinyatakan

tidak sah, melanggar hukum atau tidak dapat dilaksanakaan. Apabila ketentuan-

ketentuan tersebut tidak dapat diganti maka para pihak dapat memilih untuk

meneruskan perjanjian ini tanpa ketentuan-ketentuan tersebut atau mengakhiri

perjanjian.

Kelima : Kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian ini, kegagalan dan/ataudan atau

keterlambatan satu pihak dalam menggunakan haknya berdasarkan perjanjian ini tidak

dapat diartikan sebagai sebuah pelepasan atas hak tersebut. Suatu hak dapat dilepaskan

hanya berdasarkan atau suatu pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh pihak yang

melepaskan hal tersebut. Keenam : Dalam hal terdapat ketentuan dalam perjanjian ini

yang berandatangan dengan, pembicaraan, negosiasi, surat menyurat, atau dokumen

lainnya yang mengikat bagi para pihak, maka para pihak setuju bahwa ketentuan dalam

perjanjian ini yang akan berlaku dan mengikat secara sah bagi para pihak. Ketujuh ::

Perjanjian ini dibuat dalam 2 bahasa yaitu Bahasa inggris dan Bahasa Indonesia. Jika

48
terjadi perbedaan penafsiran atas makna dari ketentuan perjanjian ini, maka yang

berlaku adalah versi Bahasa inggris.

3. PT Anugerah Abadi Multi Usaha (AAMU) dan PT Batubaraselaras Sapta (BS)

PT Anugerah Aabdi Multi Usaha adalah suatu perseroan terbatas yang melakukan

kegiatan usaha dalam bidang budidaya perkebunan dan industry pengolahan hasil

perkebunan kelapa sawit yang telah mendapat izin-izin dari pihak berwewenang untuk

melaksanakan pembangunan perkebunan kelapa sawit antara lain izin lokasi dengan

nomor 503/01/PEM-SILP/I/2011 tanggal 12 Januari 2011 dengan luas 20.000 (dua puluh

ribu) Ha dengan masa berlaku sampai dengan 12 Januari 2012, izin Usaha Perkebunan

dengan nomor 525/27/Ek.Adm.SDA/II/2010 tanggal 15 Februari 2010 dengan luas

12.048 Ha, dengan masa berlaku sampai dengan 2 Oktober 2037 (“Izin Usaha

Perkebunan”).

PT Batubara Selaras Sapta adalah suatu perseroan terbatas yang melakukan

kegiatan usaha dalam bidang pertambangan batubara yang telah mendapat izin-izin dari

pihak berwewenang untuk melaksanakan kegiatan pertambangan berdasarkan

perpanjangan I tahap kegiatan Explorasi Wilayah Perjanjian Karya Pengusahaan

Pertambangan Batubara nomor 45.K/30/DJB/2008 tanggal 13 Maret 2008 dengan masa

berlaku sampai dengan 4 Februari 2009 yang berlokasi di Kecamatan Samu dan Paser

Balengkong, Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan kepada uraian

diatas, sebagaimana tertuang dalam perjanjian sesuai dengan pasal-pasal yang diatur

dalam perjanjian.33

33
Perjanjian Kesepakatan Bersama antara PT Anugerah Abadi Multi Usaha dan PT Batubara Selaras Sapta,
tanggal 20 Januari 2012
49
Isi Perjanjian Pasal 1 : Areal Perkebunan Dalam Wilayah PKP2B untuk mengatur;

Pertama : Para Pihak sepakat bahwa Pihak Pertama dapat mengelola dan melaksanakan

pembangunan perkebunan kelapa sawit berdasarkan Izin Usaha Perkebunan diatas areal

seluas 3.930 Ha yang berada dalam wilayah PKP2B Pihak Kedua, sesuai dengan peta

terlampir dalam perjanjian ini (“Areal pekebunan”). Kedua : Para Pihak sepakat bahwa

Pihak Pertama dapat memproses sertifikat Hak Guna Usaha dan atau Ha Guna Bangunan

atas areal pekebunan tanpa kompensasi dalam bentuk apapun. Ketiga : Dalam hal Pihak

Pertama memerlukan dokumen-dokumen, surat-surat, formulir-formulir pendukung

ataupun tambahan untuk dipersiapkan atau ditandatangani oleh Pihak Kedua dalam

rangka pengurusan sertifikat HGB atau HGU atas areal pekebunan atas nama Pihak

Pertama, maka dengan ini Pihak Kedua berjanji dan mengikatkan diri untuk memberikan

bantuan sepenuhnya kepada Pihak Pertama dalam mempersiapkan dokumen-dokumen

tersebut.

Isi Perjanjian Pasal 2 : Jangka Waktu yang mengatur agar Para Pihak sepakat

Perjanjian ini berlaku sejak ditandatangani sampai dengan satu siklus pertumbuhan

tanaman kelapa sawit atau sampai berakhirnya masa berlaku Hak Guna Usaha dan atau

Hak Guna Bangunan atas areal pekebunan atas nama Pihak Pertama, mana yang terjadi

terlebih dahulu.

Isi Perjanjian Pasal 3 : Pernyataan dan Jaminan yang disepakati, selain yang telah

dinyatakan dalam perjanjian ini, Para Pihak menyatakan dan memberikan jaminan

bahwa; Pertama : Masing-masing Pihak Pertama dan Pihak Kedua adalah perseroan

terbatas yang telah didirikan seara sah, memiliki semua persyaratan dan kewenangan

untuk melaksanakan nserta tunduk pada kewajibanya berdasarkan perjanjian ini. Kedua :

Pihak-pihak yang mewakili Pihak Pertama dan Pihak Kedua mempunyai kekuasaan dan

50
wewenang penuh untuk mengadakan dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang

berlaku dari perjanjian ini dan telah mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk

pembuatan, penyampaian dan pelaksanaan perjanjian ini olehnya.

Ketiga : Para Pihak wajib memperoleh dan memiliki izin-izin dan persetujuan-

persetujuan dari pihak yang berwewenang untuk menjalankan kegiatannya berdasarkan

kektentuan perundang-undangan, sehingga dapat menjaga kesinambungan perjanjian

ini. Keempat : Lokasi Perkebunan Pihak Pertama merupakan lokasi perkebunan

berdasarkan Izin Usaha Perkebunan dan telah mempunyai izin yang diperlukan dan telah

memenuhi ketentuan perundang-undangan. Segala tuntutan dari Pihak Ketiga

sehubungan dengan Izin Usaha Perkebunan sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pihak

Pertama. Kelima : Lokasi Pertambangan Pihak Kedua merupakan lokasi pertambangan

berdasarkan Izin PKP2B dan telah mempunyai izin yang diperlukan dan telah memenuhi

ketentuan perundang-undangan. Segala tuntutan dari Pihak Ketiga sehubungan dengan

Izin PKP2B sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pihak Kedua.

Keenam : Apabila pada saat ditandatangani perjanjian ini, terdapat

perubahan/tambahan mengenai izin yang belum dimiliki oleh salah satu pihak, maka

pihak tersebut wajib memenuhi izin yang diperlukan dan atau menyesuaikan denga

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketujuh : Pihak Kedua dengan ini mejamin

Pihak Pertama tidak akanmendapat hambatan dari Pihak Kedua atau pihak lainnya yang

mengaku sebagai Pihak Kedua yang dapat mempengaruhi Pihak Pertama untuk

mendapatkan sertifikat ha katas tanah diareal perkebunan, dengan ketentuan bahwa

pada saat Pihak Pertama telah memperoleh ha katas tanah diareal pekebunan, maka

Pihak Pertama akan membebaskan Pihak Kedua atas jaminan yang diberikan dalam ayat

ini.

51
Kedelapan : Pihak Pertama akan mengganti kerugian dan melepaskan Pihak

Kedua dari dan terhadap setiap dan seluruh kerugian, kerusakan, biaya, dan pengeluaran

yang timbul sehubungan dengan setiap dan seluruh tindakan, proses persidangan,

gugatan, tuntutan, biaya, beban dan pengeluaran yang mungkin timbul sehubungan

dengan kiatan usaha perkebunan yang dilakukan oleh pihak ketiga diareal perkebunan

dan atau kesalahan pernyataan Pihak Pertama dalam pasal ini. Kesembilan : Pihak Kedua

akan mengganti kerugian dan melepaskan Pihak Pertama dari dan terhadap setiap dan

seluruh kegurian, kerusakan, biaya dan pengeluaran yang timbul sehubungan dengan

setiap dan seluruh tindakan, proses persidangan, gugatan, tuntutan, biaya, beban dan

pengeluaran yang mungkin timbul sehubungan dengan kegiatan usaha pertambangan

yang dilakukan oleh pihak ketiga diareal perkebunan dan atau kesalahan pernyataan

Pihak Kedua dalam pasal ini.

Isi Perjanjian Pasal 4 : Penyelesaian Perselisihan, dimana Para Pihak mengatur

beberapa hal, yaitu; Pertama : Apabila terjadi perselhanperselisihan sehubungan dengan

perjanjian ini, maka Para Pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah

mufakat. Kedua : Apabila penyelesaian secara mufakat tidak dapat mencapai kata

sepakat, maka Para Pihak sepakat menyelesaikan perselhanperselisihan melalui

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Isi Perjanjian Pasal 5 : Kerahasiaan dengan ini menyepakati; Pertama : Para Pihak

setuju untuk menjaga kerahasian dari informasi mengenai perjanjian ini dan masing-

masing Para Pihak tidak akan mengungkapkan perjanjian ini kepada pihak lain tanpa

persetujuan tertulis dari pihak lainnya. Kedua : Ketentuan yang dimaksud dalam

pasal 5.1 diatas tidak berlaku lagi jika informasi tersebut sudah menjadi pengetahuan

52
umum sebelum perjanjian ini ditandatangani dan tindakan demikian dilakukan atas

perintah pengadilan atau diwajibkan berdasarkan hukum yang berlaku.

Isi Perjanjian Pasal 6 : Lain-lain untuk mengatur; Pertama : Perjanjian ini tunduk

dan diatur berdasarkan hukum Republik Indonesa. Kedua : Dalam hal suatu kententuan

dalam perjanjian ini ditetapkan oleh pihak yang berwewenang sebagai tidak sah atau

tidak dapat diberlakukan baik secara keseluruhan atan sebagian, maka ketidak absahan

atau tidak dapat diberlakukan tersebut hanya berkaitan dengan ketentuan ini atau

sebagian dari padanya saja, sedangkan sisa dari pada ketentuan itu dan seluruh

ketentuan lain perjanjian ini akan tetap berlaku dan mempunyai kekuatan hukum secara

penuh. Ketiga : Hal-hal yang belum atau tidak cukup diatur dalam perjanjian ini akan

diselesaikan dan disepakati oleh Para Pihak secara bersama-sama dan dituangkan dalam

satu addendum yang merupakan bagian dan tidak terpisahkan dari perjanjian ini.

Keempat : Perjanjian ini bersama-sama dengan lampiran-lampiran berikut seluruh

perubahan, penambahan, pengurangan, addendum dan atau amandemenya yang dibuat

dari waktu ke waktu adalah merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan serta

merupakan satu-satunya perjanjian antar Para Pihak mengenai hal-hal yang diatur dalam

perjanjian ini dan menghapuskan semuan pembicaraan, perjanjian kerjasama dan

kesepakatan lainnya baik lisantas maupun tertulis yang pernah dilakukan diantara Para

Pihak sebelum tanggal ditandatanganinya perjanjian ini. Kelima : Masing-masing pPihak

dengan ini menjamin kekpada Pihak yang lainnya bahwa Para Pihak yang

menandatangani perjanjian ini mempunyai wewenang untuk membuat dan

menandatangani perjanjian ini dan karenanya hal-hal yang diatur dalam perjanjian ini

mengikat perseroan yang diwakilinya dengan tidak melanggar ketentuan hukum dan

53
peraturan perundang-undangan yang berlaku serta ketentuan anggaran dasar perseroan.

SAMPAI DISINI DULU

C. Perbandingan Perjanjian Penggunaan Lahan dan Penyelesaian Sengketa


Lahan

1. Perjanjian Penggunaan Lahan

Sebelum penulis menguraikan perjanjian tentang penggunaan lahan, maka terlebih

dahulu penulis memberikan penegasan tentang perjanjian berdasarkan literatur hukum di

Indonesia maupun menurut pendapat para pakar. , yaitu antara lain: Bahwa Perjanjian

menurut literatur hukum sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 1313

KUHPerdata, menyebutkan bahwa perjanjian atau persetujuan adalah suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau

lebih. Kata persetujuan tersebut merupakan terjemahan dari perkataan overeekomst

dalam bahasa Belanda. Kata overeekomst tersebut lazim diterjemahkan juga dengan

kata perjanjian. Jadi persetujuan dalam Pasal 1313 KUH Perdata tersebut sama artinya

dengan perjanjian. Adapula yang berpendapat bahwa perjanjian tidak sama dengan

persetujuan. Perjanjian merupakan terjemahan dari vervintenis sedangkan persetujuan

merupakan terjemahan dari oveereenkomst…34

Berdasarkan rumusan pasal 1313 KHUPerdata tersebut dapat diketahui bahwa

suatu perjanjian adalah: (a) Suatu perbuatan. (b) Antara sekurangnya dua orang. (c)

Perbuatan tersebut melahirkan perikatan di antara pihak-pihak yang berjanji tersebut.

Perbuatan yang disebutkan dalam rumusan awal ketentuan Pasal 1313

KUHPerdata menjelaskan kepada kita semua bahwa perjanjian hanya mungkin terjadi

jika ada suatu perbuatan nyata, baik dalam bentuk ucapan, maupun tindakan secara

fisik, dan tidak hanya dalam bentuk pikiran semata-mata.

34
R. Setiawan, Pokok-pokok hukum perikatan, Putra Abardin, Bandung 1999. hal. 1
54
Hubungan hukum yang menyangkut hukum kekayaan antara 2 (dua) orang atau

lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu

prestasi..35

Rumusan Pasal 1313 KUH-Perdata mengandung kelemahan karena: 36 (1) Hanya

menyangkut sepihak saja. Dapat dilihat dari rumusan “satu orang atau lebih mengikatkan

dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata “mengikat” sifatnya sepihak,

sehingga perlu dirumuskan “kedua belah pihak saling mengikatkan diri”, dengan

demikian terlihat adanya konsensus antara pihak-pihak, agar meliputi perjanjian timbal

balik. (2) Kata “perbuatan” termasuk di dalamnya konsensus. Pengertian perbuatan

termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa atau tindakan melawan hukum

yang tidak mengandung consensus. Seharusnya digunakan kata persetujuan. (3)

Pengertian perjanjian terlalu luas Luas lingkupnya juga mencangkup mengenai urusan

janji kawin yang termasuk dalam lingkup hukum keluarga, seharusnya yang diatur adalah

hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan. Perjanjian yang

dimaksudkan di dalam Pasal 1313 KUH-Perdata adalah perjanijan yang berakibat di

dalam lapangan harta kekayaan, sehingga perjanjian di luar lapangan hukum tersebut

bukan merupakan lingkup perjanjian yang dimaksudkan. (4) Tanpa menyebutkan tujuan.

Rumusan Pasal 1313 KUH-Perdata tidak mencantumkan tujuan dilaksanakannya suatu

perjanjian, sehingga pihak-pihak yang mengikatkan diri tidak memiliki kejelasan untuk

maksud apa diadakan perjanjian.

Perjanjian yang dirumuskan dalam Pasal 1313 KUH-Perdata adalah perjanjian

obligatoir, yaitu perjanjian yang menciptakan, mengisi, mengubah atau menghapuskan

perikatan yang menimbulkan hubungan hubungan hukum di antara para pihak, yang

membuat perjanjian di bidang harta kekayaan atas dasar mana satu pihak diwajibkan

35
M. Yahya Harahap, segi-segi hukum perjanjian, Alumni Bandung 1986. hal. 6
36
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan Citra aditya Bandung, 1992. hal 78
55
melaksanakan suatu prestasi, sedangkan pihak lainnya berhak menuntut pelaksanaan

prestasi tersebut, atau demi kepentingan dan atas beban kedua belah pihak secara

timbal balik..37

Pembahasan perjanjian Penyelesaian Penggunaan lahan yang izinnya tumpang

tindih pada bidang lahan yang sama penggunaan/pemanfaatan lahan antara perkebunan

dan pertambanganatau lahan batu bara harus mengikuti kaidah-kaidah hukum

perjanjian. Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) syarat yang harus

dipenuhi menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu: (1) Sepakat mereka yang

mengikatkan dirinya; (2). Cakap untuk membuat suatu perikatan; (3). Suatu hal tertentu;

(4). Suatu sebab yang halal.

Syarat sahnya suatu perjanjian yang kesatu (sepakat mereka yang mengikatkan

dirinya) dan syarat kedua (cakap untuk membuat suatu perjanjian) disebut syarat

subjektif, karena menyangkut subjek hukum yaitu orang-orang atau pihak-pihak yang

membuat perjanjian. Sedangkan syarat ketiga (objek suatu hal tertentu) dan syarat

keempat (sebab atau causa yang halal) disebut sebagai objektif, karena menyangkut

objek hukum yang diperjanjikan oleh orang-orang atau pihak-pihak yang membuat

perjanjian tersebut..38

Mengikatkan diri dalam suatu perjanjian merupakan suatu ketentuan yang

diharuskan oleh Undang-undang, agar terhindari dari adanya kemungkinan terjadinya

konflik hukum antara para pihak yang satu dengan pihak yang lain. Terlebih-lebih

berkaitan dengan perjanjian penggunaan/pemaatan lahan dan/ataudan atau lahan batu

barabatubara, baik milik negara maupun milik perorangan yang kemungkin berpotensi

konflik agraria.

37
Harlien Budiono, Ajaran Umum hukum perjanjian dan penerapannya di bidang kenotarian, Citra Aditya
Bakti, Bandung 2009. Hal. 3
38
Muhammad Syarifuddin, Hukum Perjanjian Mandar Maju, Bandung 2012. Hal. 110.
56
Pengaturan penggunaan/pemanfaatan lahan yang dikuasai oleh negara, menurut

Undang-undang pokok-pokok agraria (UUPA) sebagaimana dimaksud dalam ketetuan

pasal 41 ayat (1) Undang-undang Pokok-pokok agraria (UUPA) hak pakai adalah hak

untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh

negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang

ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang

memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, bukan perjanjian sewa-

menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, sepanjang tidak bertentangan dengan

Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Hal ini diperkuat oleh ketentuan Pasal 43

ayat (1) Undang-undang pokok-pokok agraria (UUPA) sepanjang tanah yang dikuasai

langsung oleh negara maka hak pakai hanya dapat dialihkan kepada pihak lain dengan

izin pejabat yang berwenang.

Penggunaan/pemanfaatan lahan yang dikuasai oleh negara dapat dialihkan

kepada pihak perusahaan yang pernah menggunakan/memanfaatkan atas izin pejabat

yang berwenang, sementara perjanjian penggunaan/pemanfaatan lahan milik

perorangan dalam konteks sewa-menyewa harus atas izin pemilik yang bersangkutan.

Penggunaan/pemanfaatan tanah milik negara diberikan dengan hak pakai dan bukan

sewa-menyewa seperti tanah milik perorangan.

Salah satu cara untuk memperoleh penggunaan/pemanfaatan lahan/tanah yaitu

dengan melakukan perjanjian sewa menyewa. Perjanjian sewa-menyewa diatur dalam

buku ke III KUHPerdata tentang perikatan. Pasal 1233 KUHPerdata menentukan, “Tiap-

tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian, maupun Undang-Undang”. Perikatan

bersumber perjanjian dapat dibagi atas perjanjian pada umumnya dan perjanjian-

perjanjian khusus..39. Perjanjian khusus diantaranya perjanjian sewa-menyewa.

2. Penyelesaian sengketa lahan.


39
Djaja Meliala, Penuntun praktis hukum perjanjian khusus, nuansa Aulia, Bandung 2001. hal.1
57
Konflik tanah berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria dan Tata

Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2016, dijelaskan pada

Pasal 1 angka 3 bahwa konflik tanah yang selanjutnya di sebut konflik adalah

perselisihan pertanahan antara orang perorangan, kelompok, golongan,

organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai kecendrungan atau

sudah berdampak luas. Penyelesaian kasus tanah yang dipilih di dalam

perselisihan tanah ini melibatkan langsung Badan Pertanahan Nasional.

Semua konflik apapun harus diselesaikan secara hukum dan negara harus

hadir sebagai penengah, agar konflik tidak berkepanjangan, terlebih-lebih konflik

masalah lahan/tanah yang amat rumit penyelesaiannya.

Ada 3 (tiga) proses penyelesaian konflik tanah/lahan harus danl melibatkan

antara lain: (1) Dari penyelesaian yang tidak melibatkan pihak ketiga menjadi cara

peneyelesaian yang melibatkan pihak ketiga. (2). Dari cara penyelesaian yang masih

bersifat pra yuridis menjadi cara penyelesaian yang bersifat yuridis. (3) Dari cara

penyelesaian yang bersifat potis tanpa kekerasan, menjadi cara penyelesaian dengan

menggunakan kekerasan…40

Penyelesaian sengketa lahan dapat diselesaikan melalui jalur litigasi atau jalur

Pengadilan, dengan dua cara, yaitu: (a) Pengadilan Negeri (Perdata), jika penyelesaian

secara musyawarah & mufakat tidak ada titik temu (jalan buntu), para pihak dapat

menyelesaikan melalui badan peradilan, yaitu diajukan ke Pengadilan Negeri secara

perdata. Gugatan perdata yang diajukan dapat berupa sengketa kepemilikan hak atas

tanah atau penguasaan hak atas tanah oleh orang lain. (b). Pengadilan Tata Usaha

Penyelesaian melalui tata usaha Negara terkait dengan Keputusan Tata Usaha Negara

40
Abdurahman, Prinsip-prinsip penyelesaian sengketa, Penerbit Iblam, Jakarta 2019. hal. 12
58
yang menimbulkan Sengketa Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang

dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum tata

usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang

bersifat: (1). Konkrit, artinya bahwa obyek yang diputuskan dalam keputusan tersebut itu

tidak bersifat abstrak, tetapi berwujud, tertentu, atau dapat ditentukan. (2). Individual,

artinya bahwa Keputusan Tata Negara itu tidak ditunjukan untuk umum, tetapi tertentu.

Apabila yang di tuju lebih dari satu orang, maka tiap-tiap individu harus dicantumkan

namanya dalam keputusan. (3). Final, artinya menimbulkan akibat hukum bagi seseorang

atau badan hukum perdata. Sengketa Tata Usaha Negara diselesaikan dengan dua cara,

yaitu: (a) Melalui upaya administrasi merupakan prosedur yang dapat ditempuh

seseorang atau badan hukum perdata apabila tidak puas terhadap suatu keputusan Tata

Usaha Negara. (b) Melalui Gugatan Pihak-pihak yang berperkara di Pengadilan Tata

Usaha Negara ada dua pihak, yaitu : (1) Penggugat, yaitu seseorang atau badan hukum

perdata yang dirugikan dengan dikeluarkannya keputusan tata usaha negara oleh badan

atau pejabat tata usaha negara baik di pusat atau daerah. (2) Tergugat, yaitu badan

atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang

yang ada padanya atau yang dilimpahkan padanya.

Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase mengatur 5

(lima) jenis penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar pengadilan yaitu: (1)

Konsultasi, adalah penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan bantuan

pihak ketiga yang disebut konsiliator. (2) Mediasi merupakan salah satu proses

penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan

akses yang lebih besar kepada para pihak penemu penyelesaian yang

memuaskan dan memenuhi rasa keadilan. (3) Arbitrase, adalah cara penyelesaian

sengketa dimana para pihak yang bersengketa menyerahkan pertikaian mereka


59
kepada pihak lain yang netral guna mendapatkan keputusan yang menyelesaikan

sengketa...41. (4) Negosiasi adalah perundingan yang diadakan secara langsung antara

para pihak dengan tujuan untuk mencari penyelesaian melalui dialog tanpa melibatkan

pihak ketiga…42. (5) Penilaian Ahli, Pendapat ahli untuk suatu hal yang bersifat teknis dan

sesuai dengan bidang keahliannya. Dan mempunyai kewenangan untuk memberikan

rekomendasi tentang cara penyelesaian sengketa yang bersangkutan…43

3. Persamaan antara Perjanjian Penggunaan Lahan dengan Penyelesaian


sengketa lahan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap pperjanjian penyelesaian tumpang

tindih izin usaha lahan perkebunan dan pertambangan penggunaan lahan dan

penyelesaian sengketa antara antara TBP, ABP dan PKN, AAMU dan BS, THL dan GAM,

terdapat persamaan (Tabel 1. Perbandingan aspek bentuk perjanjian), persamaan

diantara perjanjian tersebut meliputi aspek :

Para pihak, masing-masing diwakili oleh kuasa direksi dan direktur maupun

direktur utama, bertindak untuk dan atas nama perseroan. Hal ini sesuai dengan unsur

para pihak didalam perikatan menjadi subyek perikatan.

Latar belakang, masing-masing subyek hukum (badan Hukum) sama sama

memiliki ijinizin atau legalitas yang sah baik ijinizin lokasi maupun ijinizin Usaha sesuai

dengan bidang usahanya yang berlokasi diwilayah yang sama Dan memiliki tujuan yang

sama untuk menyelesaikan permasalahan tumpang tindih. Adapun ijinizin-ijinizin yang

dimiliki oleh masing-masing subyek hukum (badan hukum) adalah


41
Agne Wynona, Penyelesaian sengketa lingkungan hidup, Jurnal Beraja Niti, Vo. 2 No. 8
42
Huala Adolf, Hukum Penyelesaian sengketa Internasional, Sinar Grafika, Jakarta 2004. Hal. 26
43
Takdir Rahmadi, Hukum Lingkungan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2011. Hal. 287
60
TBP adalah pemegang Izin lokasi berdasarkan Surat Keputusan Bupati Bulungan

No.522.I/08/EK/IL-III/2008 tanggal 26 Maret 2008 sebagaimana diperpanjang oleh Surat

Keputusan Bupati Bulungan No.522.1/10/EK/EK-III/2009 tanggal 25 Maret 2009, Surat

Keputusan Bupati Bulungan No.522.1/13/EK/IL-III/2010 tanggal 25 Maret 2010, Surat

Keputusan Bupati Bulungan No.522.1/10/EK/IL-III/2011 tanggal 25 Maret 2011, Surat

Keputusan Bupati Bulungan No.522.1/08/EK/IL-III/2012 tanggal 25 Maret 2012, Surat

Keputusan Bupati Bulungan No.522.1/20/EK/IL-VI/2012 tanggal 08 Juni 2012 (“Izin

Lokasi TBP”), Izin Usaha Perkebunan berdasarkan Surat Keputusan Bupati Bulungan No.

286/K-IV/520/2009 tanggal 2 April 2009, dan Izin pelaksanaan transmigrasi berdasarkan

Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi perihal izin pelaksanaan

transmigrasi kepada PT. Tunas Boneo Plantations untuk berperan serta dalam

pelaksanaan trasmigrasi melalui pembangunan perkebunan kelapa sawit pola kemitraan

di Lokasi Desa Gunung Gunung Sari, Desa Tanjung Agung, Desa Wonomulyo, Desa Sajau

Kecamatan Tanjung Palas Timur Kebupaten Bulungan Provinsi Kalimantan Timur No.

KEP.212/MEN/VIII/2011 tanggal 18 Agustus 2011 (“izin Transmigrasi TBP”), dan ABP

adalah pemegang (i) Izin Lokasi berdasarkan Surat Keputusan Bupati Bulungan No.

522.1/09/EK/IL-IV/2008 tanggal 1 April 2008 sebagaimana diperpanjang oleh Surat

Keputusan Bupati Bulungan No. 522.1/11/EK/IL-IV/2009 tanggal 1 April 2009, Surat

Keputusan Bupati Bulungan No. 522.1/14/EK/IL-III/2010 tanggal 1 April 2010, Surat

Keputusan Bupati Bulungan No. 522.1/12/EK/IL-IV/2011 tanggal 1 April 2011, Surat

Keputusan Bupati Bulungan No. 522.1/09/EK/IL-IV/2012 tanggal 2 April 2012 (“Izin

Lokasi”), Izin Usaha Perkebunan berdasarkan Surat Keputusan Bupati Bulungan No.

287/K-IV/520/2009 tanggal 2 April 2009, dan Izin pelaksanaan transmigrasi berdasarkan

Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi perihal izin pelaksanaan

transmigrasi kepada PT. Abdi Boneo Plantations untuk berperan serta dalam pelaksanaan

61
trasmigrasi melalui pembangunan perkebunan kelapa sawit pola kemitraan di Lokasi

Desa Tengkapak, Jelarai Tengah, Bumi Rahayu, Apung, dan Desa Sajau Kecamatan

Tanjung Selor dan Kecamatan Tanjung Palas Timur Kebupaten Bulungan Provinsi

Kalimantan Timur No. KEP.213/MEN/VIII/2011 tanggal 18 Agustus 2011 (“izin

Transmigrasi ABP”).

PKN adalah Perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan batubara

berdasarkan Perjanjian Kerja Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) No. KW 005

PB 0029 tanggal 20 Nopember 1997 (“PKP2B PKN”), memiliki luas wilayah petambangan

seluas 21.875 Ha yang berlokasi di Kabupaten Bulungan Kalimantan timur bersarkan

Keputusan Menteri Enegi dan Sumber Daya Mineral No. 1271.k/30/DJB/2011 tanggal 10

Nopember , dan telah memasuki tahap produksi yang ditetapkan oleh SK No.

380.K/30/DJB/2009 tertanggal 15 Pebruari 2009.

AAMU perusahaan yang memiliki Izin Usaha Perkebunan dengan

No.525/27/Ek.Adm.SDA/II/2010 tanggal 15 Februari 2010 dengan luas 12.048 (dua belas

ribu empat puluh delapan) Ha, dengan masa berlaku sampai dengan 2 Oktober 2037

(“Izin Usaha Perkebunan”) dan BS adalah perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan

Pertambangan Batubara dengan No. No.45.K/30/DJB/2008 tanggal 13 Maret 2008

dengan luas 68.380 (enam puluh delapan ribu tiga ratus delapan puluh) Ha dengan masa

berlaku sampai dengan 4 Februari 2009 (“PKP2B”)

THL adalah perusahaan yang menyelenggarakan dan menjalankan usahanya

dibidang perkebunan kelapa sawit, berlokasi di Kecamatan Kaubun Kabupaten Kutai

Timur berdasarkan keputusan Bupati Kutai Timur No. 188.4.45/Eko.1-V/2011 tanggal 10

Mei 2011 (“wilayah IUP Pihak Pertama”) dan GAM merupakan perusahaan pertambangan

batubara yang memegang Izin Usaha Pertambangan berdasarkan Surat Keputusan

62
Bupati Kutai Timur tentang Persetujuan Kuasa Pertambangan Operasi No.

540.1/K.489/HK/V/2011 tanggal 21 Mei 2011 dan No. 540.1/K.426/HK/V/2012 tanggal 21

Mei 2012.

Penyelesaian sengketa, TBP, ABP dan PKN, AAMU dan BS, THL dan GAM

memiliki persamaan dalam penyelesaian sengketa, apabila terjadi perselisihan yang

timbul akibat perjanjian akan diselesaikan secara musyawarah mufakat, bila tidak

tercapai akan diselesaikan melalui pengadilan negeri Jakarta Pusat atau peradilan lainnya

yang berwewenang memutus sengketa. Dan juga masing-masing menjaga kerahasiaan

perjanjian.

Pada dasarnya setiap perjanjian memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian dalam

KUHPerdarta 1320. Dalam setiap perjanjian memiliki ciri khas tersendiri untuk

memuaskan para pihak atau kedua belah pihak, tanpa dirugikan salah satunya.

Persamaan tersebut menjadi dasar terbentuknya perjanjian yang mengakibatkan terjadi

akibat hukum didalamnya.

Kerahasiaan, TBP, ABP dan PKN, AAMU dan BS, THL dan GAM sepakat untuk

menjaga kerahasian dari perjanjian yang sudah disepakati.

Tabel. 1 Perbandingan Aspek Bentuk Perjanjian

Perbandingan
No Uraian PT. TBP dan ABP PT. AAMU PT. THL
dan PN dan BS dan GAM

63
AAMU diwakili
oleh Dwi
TBP diwakili oleh Suprapti
Purwanto dan ABP Ningsing, selaku THL dan GAM
diwakili oleh Chin kuasa direksi masing-masing
Chow Hee dalam berdasarkan diwakili Tjhie
kapasitasnya sebagai surat kuasa Sugianto selaku
Para Pihak kuasa Presiden tanggal 20 Direktur utama
1 (Subyek Direktur dan Jeffry Januari 2012, dan Gi Sub
Hukum) Mulyono bertindak BS diwakili oleh Kweon selaku
dalam kedudukannya Rudy Susanto direktur utama
sebagai Presiden selaku direktur bertindak untuk
Direktur bertindak utama, masing dan atas nama
untuk dan atas nama masing perseroan
perseroan bertindak untuk
dan atas nama
perseroan

Latar belakang Masing-masing Masing-masing Masing-masing


2
kesepakatan memiliki IUP memiliki IUP memiliki IUP

Perselisihan
yang timbul
Perselisihan akan
yang timbul diselesaikan
akan secara
Perselisihan yang diselesaikan musyawah
timbul akan secara mufakat, bila
diselesaikan secara musyawah tidak tercapai
Penyelesaian musyawah mufakat, mufakat, bila akan
3 diselesaikan
sengketa bila tidak tercapai akan tidak tercapai
diselesaikan melalui akan melalui
Pengadilan Negeri diselesaikan Pengadilan
Jakarta Pusat melalui Negeri Jakarta
Pengadilan Pusat atau
Negeri Jakarta badan peradilan
Pusat lainnya yang
berwewenang
memutus
sengketa.
Masing-masing Masing-masing
Masing-masing
menjaga menjaga
4 Kerahasiaan menjaga kerahasian
kerahasian kerahasian
perjanjian
perjanjian perjanjian

64
Sumber : Perjanjian Lahan Bersama PT TBP, ABP dengan PT PKN, PT AAMU dan PT BS dan PT THL
dan PT GAM

4. Perbedaan antara Perjanjian Penggunaan Lahan dengan Penyelesaian


sengketa lahan.
Perbedaan Perjanjian Penggunaan Lahan dan Penyelesaian Sengketa
Lahan

Pada dasarnya asas proposionalitas itu merupakan suatu keadilan. Artinya para pihak

harus membuat isi perjanjian seadil-adilnya tanpa merugikan salah satu pihak.

Sedangkan dalam perjanjian TBP, ABP dan PKN dalam isi perjanjiannya pada pasal 4

tentang pembebasan para pihak menurut pendapat penulis isi dari pasal tersebut

merupakan Asas Force Majeur atau asas Overmacht atau asas keadaan memaksa,

karena merupakan suatu keadaan dimana jika terjadi sesuatu yang merugikan salah satu

pihak atau kata lain keadaan memaksa. Karena pada dasarnya asas force majeur atau

asas overmacht atau asas keadaan memaksa menyatakan bahwa dengan asas ini debitur

dibebaskan dari kewajiban untuk membayar ganti rugi akibat tidak terlaksananya

perjanjian karena sesuatu sebab yang memaksa. Keadaan memaksa ini merupakan suatu

keadaan debitur memang tidak dapat berbuat apa-apa terhadap suatu keadaan atau

peristiwa yang timbul di luar dugaannya44.

Perjanjian yang dilakukan oleh pihak THL dan pihak GAM, merupakan perjanjian

baku bagi pihak GAM, karena dalam isi perjanjian tersebut, pihak THL sebagai pihak

pertama memberikan pernyataan sepihak yang mengharuskan pihak GAM untuk

memenuhi hak dan kewajiban pihak THL. Seharusnya dalam isi perjanjian tersebut harus

mencantumkan asas proposionalitas atau asas keseimbangan, yang artinya tidak ada

salah satu pihak yang di rugikan terhadap isi perjanjian tersebut. Bisa saja terjadi suatu

waktu hal yang merugikan bagi salah satu pihak atau pihak kedua (GAM).

44
Djohari Santoso, & Achmad Ali, Hukum Perjanjian, hal 52
65
Dalam perjanjian AAMU dan BS, menurut penulis, jika di lihat dari konsep suatu

perjanjian yang dikaitkan dengan asas perjanjian, bahwa dalam perjanjian ini pada pasal

6 tentang lain-lain, AAMU dan BS menyepakatai bahwa isi perjanjian mengikat para pihak

tanpa campur tangan pihak lain, demikian juga halnya dengan perjanjian ABP, TBP dan

PKN maupun THL dan GAM artinya dalam isi perjanjian ini merupakan Asas Pacta Sunt

Servanda. Asas ini dapat disimpulkan dari kata “berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya “, Pasal 1338 Ayat (1) KUHPerdata. Para pihak harus

mematuhi dan menghormati perjanjian yang dibuatnya karena perjanjian tersebut

merupakan Undang-undang bagi kedua belah pihak. Hal ini dikuatkan oleh Pasal 1338

Ayat (2) : perjanjian-perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua

belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh Undang-undang dinyatakan cukup

untuk itu. Asas pacta sunt servanda berkaitan dengan akibat perjanjian. Asas ini

sering disebut asas kepastian hukum. Dengan asas ini tersimpul adanya larangan bagi

hakim untuk mencampuri isi perjanjian. Disinilah makna asas kepastian hukum itu.

Hubungan hukum antara perusahaan perkebunan dan pertambangan dengan

suatu perjanjian tentang kesepakatan terhadap penggunaan lahan yang izin usahanya

tumpang tindihbersama penggunaan lahan sebagaimana tertuang dalam perjanjian para

pihak tersebut merupakan suatu perbuatan hukum yang dijamin oleh peruturan

perundang-undangan yang berlaku. Perjanjian yang dibuat dan ditandatangani oleh para

pihak pada ketiga perjanjian tersebut terdapat perbandingan antara lain (table 2).

Perbandingan aspek penyelesaian sengketa) :

Penyelesaian perijinizinan yang tumpang tindih menjadi tanggung jawab

perusahaan yang diberikan terlebih dahulu untuk mengusahakan lahan tersebut atau

menjadi kewenangan masing-masing sesuai dengan bidang usahanya. Tanggung jawab

para pihak, para pihak sepakat saling bekerjasama dan melakukan sosialisasi bersama,
66
menjaga kerahasian, dan termasuk apabila ada perubahan akan dibuat secara tertulis

dan menjamin bahwa para pihak tidak mendapat hambatan dari pihak lain untuk

mendapatkan ijinizin maupun sertifikat hak atas tanah. Penyelesaian sengketa,

perselisihan yang timbul akibat perjanjian akan diselesaikan dengan musyawarah

mufakat. Apabila tidak mencapai kesepakatan maka akan diselesaikan melalui Pengadilan

Negeri Jakarta Pusat, atau peradilan lain yang berwewenang.

Ganti Rugi, hanya perjanjian antara TBP, ABP dan PKN yang menyatakan

bersedia melakukan ganti rugi sedangkan AAMU dan BS tanpa konvensasi dalam bentuk

apapun dan antara THL dan GAM tidak diatur dengan tegas. Ddengan demikian hanya

perjanjian TBP, ABP dan PKN yang memenuhi unsur prestasi. Pasal 1234 KUHPerdata

disebutkan bahwa wujud dari prestasi adalah memberi sesuatu, berbuat sesuatu dan

tidak berbuat sesuatu.

Hak dan kewajiban, merupakan unsur hubungan hukum yang didalamnya

melekat hak pada salah satu pihak dan pada pihak lainnya melekat hak kewajiban.

Hubungan hukum dalam perikatan merupakan hubungan yang diakui dan diatur oleh

hukum itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam perjanjian karena masing-masing pihak

memiliki hak dan kewajiban.

Jangka waktu TBP, ABP dan PKN, AAMU dan BS, THL dan GAM cukup jelas

mengatur tentang jangka waktu dimulai dari sejak ditandatangani perjanjian dan sampai

berakhirnya kegiatan atau satu siklus pertumbuhan kelapa sawit atau sampai berakhirnya

HGU/HGB setara dengan 25 tahun, atau berakhirnya kegiatan pertambangan

berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Hal ini sejalan dengan ketentuan KUHPerdata (civil law), syarat sahnya perjanjian

diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian, yaitu
67
(1) adanya kesepakatan kedua belah pihak, (2) kecakapan untuk melakukan perbuatan

hukum, (3) adanya obyek, dan (4) adanya clausa yang halal. Syarat pertama dan kedua

disebut syarat subyektif karena menyangkut pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.

Adapun syarat ketiga dan keempat disebutkan syarat obyektifsubyektif karena

menyangkut obyek perjanjian. Apabila syarat pertama dan kedua tidak terpenuhi maka

perjanjian itu dapat dibatalkan. Dan apabila syaratrta ketiga dan keempat tidak

terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum, artinya dari semula perjanjian itu

dianggap tidak ada.

Jika memperhatikan ketentuan tersebut diatas, maka perjanjian yang ditandatangi

oleh para pihak dalam perjanjian penggunaan lahan yang izin usahanya tumpang tindih

bersama penggunaan lahan dalam hal ini TBP, ABP dan PKN, AAMU dan BS, THL dan

GAM harus dijalankan sesuai dengan perjanjian tersebut, maka dengan demikian tidak

beralasan hukum jika hal tersebut menimbulkan konflik apapun, termasuk alasan

tumpang tindih lahan. Apapun alasanya, bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perbandingan yang

dapat dilihat pada ketiga perjanjian sebagaimana Tabel 2. Perbandingan Aspek

Penyelesaian sengketa dibawah ini

68
Tabel 2. Perbandingan Aspek Penyelesaian Sengketa

PT. TBP dan PT. AAMU PT. THL


No Perbandingan
ABP dan PKN dan BS dan GAM
Masing-masing
pihak berhak Perolehan hak
untuk mengurus atas tanah
Perijinizinan
Penyelesaian perolehan perkebunan
diurus oleh
1 perijinizinan yang perijinizinan dan kelapa sawit
perusahaan
tumpang tindih hak kepemilikan diurus oleh
petambangan
areal kepada perusahan
instansi pekebunan
pemerintah

Tanpa
PKN bersedia
konvensasi Tidak diatur
memberikan
2 Ganti Rugi dalam bentuk dengan tegas
ganti rugi
apapun

Sejak
Berlaku sejak ditandatangani Berlaku sejak
ditandatangani sampai satu ditandatangani
Jangka waktu sampai siklus sampai
3 perjanjian berakhirnya perkebunan berakhirnya
kegiatan atau sampai kegiatan
tambang. berakhirnya tambang.
HGU/HGB.

69
Melepaskan
Sebagian areal
tertentu

Meminjam
Pihak Pertama
Melepaskan -
diberikan
pakaikan
kesempatan
sebagian areal
lebih dulu untuk
tertentu
melakukan
kegiatan diareal
Para Pihak
pertambangan
sepakat
untuk dapat
melakukan
membangun
sosialisasi Pertambangan
perkebunan
kepada diberikan
kelapa sawit di
masyarakat kesempatan lebih
areal PKP2B
setempat. dulu untuk
melakukan
Masing-masing kegiatan diareal
berkewajiban perkebunan dan
4 Hak dan Kewajiban untuk apabila terjadi
Masing-masing
melaksanakan Pengalihan
berkewajiban
kwajiban hukum seluruh atau
untuk memiliki
akibat Sebagian area
ijinizin-ijinizin
pelepasan lahan harus mendapat
dan
persetujuan
persetujuan
Para Pihak tertulis terlebih
dari pihak yang
bersama-sama dahulu
berwewenang
melakukan
dan
sosialisasi
Pertambangan
kepada
menjamin tidak
masyarakat
ada gangguan
setempat.
dari pihak lain
untuk
Jika ada
memperoleh
perubahan
hak atas tanah
dibuat secara
tertulis dan atas
persetujuan
bersama

Sumber : Perjanjian Lahan Bersama PT TBP, ABP dengan PT PKN, PT AAMU dan PT BS dan PT THL
dan PT GAM

70
Dalam setiap isi dari masing-masing perjanjian, memiliki ciri khas tersendiri dalam

memenuhi keuntungan bersama. Menurut penulis, selain perbedaan-perbadaan diatas,

setiap perjanjian memiliki asas-asas yang berbeda. Asas-asas itulah yang membentuk

karakter dari isi suatu perjanjian dari masing-masing perjanjian itu. Sehingga

menciptakan keharmonisan dalam mencapai tujuan dari perjanjian itu.

71
BAB III

BENTUK PERJANJIAN PENYELESAIAN PENGGUNAAN LAHAN BERSAMA DALAM


PERSPEKTIF HUKUM PERDATA DAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

A. Bentuk Penyelesaian Tumpang tindih izin usaha penggunaan lahan

bersama Sengketa Penggunaan Lahan Perkebunan dan Pertambangan

Perjanjian penyelesaian tumpang tindih izin usaha penggunaan lahan

bersamaPenyelesaian sengketa yang dibuat dan disepakati bersama m menunjukkan

adanya kesepakatan antara perusahaan perkebunan dan pertambangan sebagaimana

yang telah diuraikan pada Bab II, dan kesepakatan tersebut menunjukan adanya

hubungan hukum atau ikatan antara yang satu dengan yang lain dalam suatu perjanjian

tentang penggunaan lahan yang merupakan suatu perbuatan hukum yang dijamin oleh

undang-undang. Adapun bentuk Penyelesaian tumpang tindih izin usaha penggunaan

lahan bersamapenyelsesaian sengketa penggunaan lahan perkebunan dan pertambangan

berdasarkan isi perjanjian sebagaimana tabel 3 dibawah ini :

72
Tabel 3.
Bentuk penyelesaian tumpang tindih izin usaha penggunaan lahan bersamasengketa peng
gunaan lahan perkebunan dan pertambangan

Perusahaan perkebu Perusahaan Pert


Lokasi Kesepakatan
nan ambangan
1.Kesepakatan tukar menukar:
Area Perkebunan dilepaskan
menjadi areal pertambangan
seluas 8.470.14 Ha dan
PT. Tunas Borneo Pl pertambangan melepas areal
antation (TBP) dan P diluar rencana tambang untuk
T. Abdi Borneo Plant PT. Pesona Khat perkebunan seluas 3.637.36 Ha
ation (ABP) ulistiwa Nusantar dan G anti rugi diberikan oleh
a (PKN) No. KW Pertambangan kepada
Bulungan No.522.I/08/EK/IL- pekebunan
(Kaltara) III/2008 tanggal 26 005 PB 0029
Maret 2008 dan No. tanggal 20 2. Ppertambangan meminjam-
522.1/09/EK/IL-IV/2 Nopember 1997 pakaikan area yang sudah
008 tanggal 1 April diusahakan perkebunan seluas
2008 834.57 Ha satu siklus tanaman
setara dengan 25 tahun.dan
pertambangan melepas areal
diluar rencana tambang seluas
3.637.36 Ha (Tukar menukakar)

73
PT Anugerah Abadi PT Batubaraselar Pertambangan Mmendahulukan
Multi Usaha (AAMU) as Sapta (BS) usaha Perkebunan seluas 3.930
Paser-Kalti Izin No. Izin Ha sampai dengan berakhirnya
m 503/01/PEM-SILP/I/ No.45.K/30/DJB/ IUP atau satu siklus tanam
2011 tanggal 12 2008 Tanggal 13 setara 25 tahun, tanpa ganti
Januari 2011 Maret 2008 rugi.yang berada di areal PKP2B

PT. Tridaya Hutan PT. Ganda Alam


Lestari (THL) izin Makmur (GAM) PerkebuPerusahaan perkebunan
Kutai Tim
No. 188.4.45/Eko.1- No. melepaskan arealnya untuk una
ur -– Kalti
V/2011 tanggal 10 540.1/K.489/HK/ n mendahulukan saha kegiatan
m
Mei 2011. V/2011 tanggal pertambangan, tanpa ganti rugi.
21 Mei 2011

Sumber : Perjanjian lahan bersama PT. TBP, ABP dan PKN, AAMU dan BS, THL dan GAM

Adapun bentuk-bentuk kesepakatan dalam perjanjian yang dilakukan oleh para pihak

sebagai berikut :

1. Area Perkebunan dilepaskan menjadi areal pertambangan dan


pertambangan meminjam-pakaikan area yang sudah diusahakan
perkebunan dan Pertambangan melepas areal diluar rencana tambang.

Timbulnya perjanjian antara perusahaan pekebunan dan pertambangan disebabkan

masing-masing pihak memiliki latar belakang yang sama yaitu sama sama memiliki

izin usaha yang diberikan oleh pemerintah pada obyek yang sama atau tumpang

tindih izin usahanya pada bidang lahan yang sama. Izin yang diberikan oleh

pemerintah kepada perusahaan perkebunan dalam rangka pengelolaan tanah untuk

budidaya perkebunan sawit. Sedangkan batubara yang berada dalam perut bumi

diberikan kepada perusahaan tambang untuk dilakukan eksploitasi. Proses eksploitasi

dengan cara menggali yang mengakibatkan permukaan tanah menjadi rusak

mengakibatkan terganggunya budidaya tanaman kelapa sawit. Hal tersebut

menimbulkan konflik dan menjadikan ketidak pastian hukum siapa yang terlebih

dahulu melakukan kegiatan pada obyek/bidang lahan yang sama.

74
Berdasarkan hasil penelitian terhadap Perjanjian Penyelesaian tumpang tindih izin

usaha antaraDidalam Perjanjian TBP, ABP dengan PKN yang ternyata perusahaan

perkebunan dan pertambangan memiliki kesepakatan bahwa TBP, ABP setuju untuk

melepaskan sebagian area yang dialokasikan mereka masing-masing berdasarkan izin

lokasi TBP, izin lokasi ABP, izin transmigrasi TBP dan izin transmigrasi ABP kepada PKN

untuk diusahakan oleh dan menjadi bagian dari wilayah petambangan PKN sepanjang

area tersebut masuk kedalam peta Rencana Tambang (Rencana Tambang”) PKN, yaitu :

Pasal 1 – Pelepasan areal tertentu, yaitu TBP seluas 5.586,12 Ha, ABP seluas 2.884,02

Ha sehingga total area perkebunan yang dilepas seluas 8.470,14 Ha, didalam total areal

yang dilepaskan, sebelumnya TBP telah melakukan pembebasan atas lahan (ganti rugi)

seluas 1.095 Ha dan ABP seluas 130,67 Ha sehingga total area yang sudah dilakukan

pembebasan seluas 1.229,86 Ha. Selanjutnya PKN juga setuju untuk melepaskan areal

diluar rencana tambang untuk ditanami kelapa sawit seluas 1.369,21 Ha untuk TBP dan

2.268,15 Ha untuk ABP sehingga seluruhnya seluas 3.637,36 Ha.

Pasal 2 – Ganti Rugi, pada area kebun yang di lepaskan kepada PKN, serta biaya-

biaya yang telah dikeluarkan tawarkan oleh TBP danatau ABP, PKN setuju untuk

mengembalikan termasuk biaya pembibitan serta peningkatan fungsi lahan (biaya

kompensasi lahan), sepanjang TBP, ABP dapat menunjukan dokumen yang menunjukan

bahwa area tersebut telah di bebaskan dan tidak terdapat klaim pihak ketiga.

area TBP seluas 5.586,12 Ha dan area ABP seluas 2.884.02 Ha , sehingga total area yang

akan dilepaskan oleh TBP dan ABP kepada PKN seluas 8.470.14 Ha (“Area Pekebunan

yang dilepas”). Untuk menghindari keraguan, area perkebunan yang dilepaskan oleh TBP

adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran 1 sedangkan area pekebunan yang

75
dilepaskan oleh ABP sebagaimana dimaksud dalam peta dengan koordinat sebagaimana

tercantum dalam lampiran 2 perjanjian penyelesaian.

Didalam total area yang dilepaskan sebagaimana disebut diatas TBP telah

sebelumnya melakukan pembebasan atas lahan seluas 1.099.19 Ha, sedangkan ABP

telah melakukan pembebasan atas lahan seluas 130,67 Ha sehingga seluruhnya seluas

1.229.86 Ha (“Pembebasan lahan”) PKN setuju untuk memberikan ganti rugi kepada TBP

dan ABP atas biaya-biaya yang timbul dalam proses pembebasan lahan dan juga atas

setiap aset yang dimilki oleh TBP dan atau ABP yang berada diarea tersebut

(“Kompensasi Lahan”) peta pembebasan lahan yang telah dilakukan oleh TBP dan ABP

adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran 3 perjanjian penyelesaian.

PKN setuju untuk meminjam-pakaikan sebagian area yang dikuasai berdasarkan

PKP2B PKN dan area tersebut masuk area dalam Rencana Tambang kepada TBP dengan

luas 834, 57 Ha dimana area tersebut telah diusahakan dan ditanami oleh TBP untuk

selama jangka waktu maksimal 25 (dua puluh lima) tahun terhitung sejak

ditandatangainya Perjanjian Penyelesaian ini. Untuk menghindari keraguan, area seluas

834.57 Ha yang dipinjam-pakaikan oleh PKN kepada TBP, adalah sebagaimana dimaksud

dalam peta rencana pelepasan dan pinjam pakai wilayah PKP2B kepada TBP, ABP dan

sebaliknya areal TBP, ABP yang dilepaskan kepada PKN : tambang yang diberikan oleh

PKN kepada TBP dengan koordinat sebagaimana tercantum dalam lampiran 4 perjanjian

penyelesaian ini (“Area PKP2B yang dipinjam-pakaikan”).

76
Sumber: Pejanjian TBP, ABP dan PKN

PKN setuju untuk melepaskan kepada TBP dan ABP sebagian area yang

dikuasainya yang berada diluar rencana tambang namun masuk dalam PKP2B PKN untuk

diusahakan dan menjadi bagian dari wilayah perkebunan TBP dan ABP. Area yang

dilepaskan oleh PKN yaitu masing-masing seluas 1.369,21 Ha untuk TBP sebagaimana

tercantum didalam lampiran 5 dan 2.268.15 Ha untuk ABP sebagimana tercantum dalam

Lampiran 6 perjanjian penyelesaian ini, atau seluruhnya berjumlah 3.637,36 Ha (“area

PKP2B yang dilepaskan”), untuk menghindari keraguan, area PKP2B yang dipinjam-

pakaikan dan areal PKP2B yang dilepaskan adalah sebagaimana dimaksud dalam peta

dengan koordinat sebagaimana tercantum dalam Perjanjian dan PKN setuju serta tidak

berkeberatan apabila TBP dan ABP memulai proses pengukuran dan pensertifikatan

terhadap area yang akan dilepaskan.TBP, ABP dan PKN yang diwakilkan oleh Direktur
77
dan atau yang mewakili, adalah merupakan Subyek Hukum yang diberi kuasa untuk

bertindak untuk dan atas nama perseroan, dengan demikian apa yang di tuangkan dalam

perjanjian penyelesaianpenyelesian tumpeng tinding IUP dan telah di sepakati oleh

kedua belah pihak menjadi undang-undang bagi mereka yang membuat perjanjian ( facta

sunr servanda).

Membahas susatu IUP (Izin Usaha Perusahaan) baik itu IUP Pertambangan

maupun IUP Perkebunan bukanlah merupakan Hak Atas Tanah tetapi merupakan izin

yang diberikan oleh Pemerintah untuk melakukan suatu usaha sesuaiyau dengan usaha

yang tercantum dalam IUP tersebut. Sebelum melakukan kegiatan pemegang IUP

Perkebunan atau Pertambangan harus lebih dahulu menyelesaikan hak-hak keperdataan

yaitu ganti rugi yang ada di dalalam konsesiu atau wilayah kerja. Bukti ganti rugi juga

sekaligus merupakan salah satu lampiran/syarat untuk mengajukan Hak Guna Usaha

atau Hak Guna Bangunan sesuai dengan permen Peraturan Pemerintah No.40 tahun

1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah..

TmDari uraian diatas cukup jelas bahwa terhadap Perjanjian Penyelesaian

penggunaan lahan yang izin usahanya tumpang tindih pada bidang lahan yang sama

obyek yaitu areal yang tumpeng tindih IUP belum memiliki HGU, masih sebatas ganti rugi

atau pembebasan hak dan oleh TBP dan ABP sebagian areal sudah ditanami kelapa

sawit. Hal tersebut juga mempermudah penyelesaian ganti rugi antara pemegang IUP

Pertambangan (PKN) dengan pemegang IUP Perkebunan (TBP dan ABP) tanpa harus

mengajukan perubahan HGU. karena status hak atas tanah tersebut.

kSetelahDengan dilakukannya ganti rugi oleh PKN (pemilik IUP Pertambangan)

kepada TBP dan ABP, dan areal yang dilepas oleh masing masing pihak disepakati, maka

masing-masing pihak dapat melakukan aktivitasnya baik perkebunan maupun

78
pertambangan pihak PKN berhak melakukan kehiatan pertambangan di area tersebut

karena termasuk wilayah PKP2B. Dari uraian dimaksud, terhadap IUP yang tumpeng

tindih, pihak PKN dapat melakukan aktifitas pertambangan, karena wilayah tersebut

merupakan wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) batu bara, dan masuk wilayah IUP

Perkebunan...Dha

Penyelesaian yang dilakukan dengan perjanjian terhadap obyek yang

tumpang tindih, merupakan klasifikasi hukum perdata sepanjang perjanjian tersebut

memenuhi syarat sesuai dengan Pasal 1320 Hukum Perdata adalah sah. Masing-masing

pihak bebas untuk menentukan isi perjanjian, kebebasan berkontrak merupakan salah

satu asas yang sangat penting dalam Hukum Perjanjian. Persoalan izin akan dibahas

dalam perspektif Hukum Administrasi Negara. dan terhadap

2. Pertambangan Mendahulukan Perkebunan Seluas 3.930 Ha Yang berada di

areal PKP2B Untuk di Usahakan Perusahaan Batubara

Demikian juga halnya dengan Berdasarkan Kkesepakatan Bbersama AAMU dengan BS,

pada pasal 1 (areal perkebunan dalam wilayah PKP2B) para pihak sepakat bahwa pihak

pertama dalkam hal ini AAMU dapat mengelola dan melaksanakan kegiatan

pembangunan kebun kelapa sawit berdasarkan izin usaha perkebunan (IUP) diatas areal

79
seluas 3.930 Ha yang berada dalam wilayah PKP2B BS dan sepakat bahwa AAMU dapat

memproses sertifikat HGU tanpa kompennsasi dalam bentuk apapun.

AAMU dan BS sepakat bahwa AAMU dapat mengelola dan melaksanakan

pembangunan perkebunan kelapa sawit berdasarkan Izin Usaha Perkebunan diatas areal

seluas 3.930 Ha yang berada dalam wilayah PKP2B BS, sesuai dengan peta terlampir

dalam perjanjian ini (“Areal pekebunan”)

AAMU dapat memproses sertifikat Hak Guna Usaha dan atau Ha Guna Bangunan atas

areal pekebunan tanpa kompensasi dalam bentuk apapun. Dalam hal AAMU memerlukan

dokumen-dokumen, surat-surat, formulir-formulir pendukung ataupun tambahan untuk

dipersiapkan atau ditandatangani oleh BS dalam rangka pengurusan sertifikat HGB atau

HGU atas areal pekebunan atas nama Pihak Pertama, maka dengan ini BS berjanji dan

mengikatkan diri untuk memberikan bantuan sepenuhnya kepada AAMU dalam

mempersiapkan dokumen-dokumen tersebut.

AAMU dan BS sepakat Perjanjian ini berlaku sejak ditandatangani sampai dengan

(satu siklus pertumbuhan tanaman kelapa sawit atau sampai berakhirnya masa berlaku

Hak Guna Usaha dan atau Hak Guna Bangunan atas areal perkebunan atas nama AAMU,

mana yang terjadi terlebih dahulu.

Berdasarkan kesepakatan bersama AAMU dengan BS, pada pasal 1 (areal

perkebunan dalam wilayah PKP2B) para pihak sepakat bahwa pihak pertama dakam hal

ini AAMU dapat mengelola dan melaksanakan kegiatan pembangunan kebun kelapa sawit

berdasarkan izin usaha perkebunan (IUP) diatas areal seluas 3.930 Ha yang berada

dalam wilayah PKP2B BS dan sepakat bahwa AAMU dapat memproses sertifikat HGU

tanpa kompennsasi dalam bentuk apapun.

80
Perjanjian yang dilakukan oleh AAMU dan BS dapat dikatakan sah sepanjang

perjanjian tersebut mengandung Subyek hukum terkait perjanjian sepanjang perjanjian

tersbeut mengandung unsur-unsur sahnya suatu perjanjian sesuai pasal 1320 perdata.

Namun demikianselaku

Sebelum terbitnya IUP, oleh pemerintah terlebih dahulu memberikan izin lokasi

sebagai dasar subyek hukum untuk melakukan penyelesaian hak-hak pengusasaan atas

lahan yang masuk dalam wilayah konsesi perkebunan. Sedangkan untuk memperoleh

tanah di dalam UU Pokok Agraria yang disebut tanah adalah meliputi hak atas tanah

permukaan bumi, hal ini juga dipertegas didalam pasal 134 Undang-Undang Nomor 4

Tahun 200845 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara bahwa hak atas WIUP, WPR,

atau WIUPK tidak meliputi hak-hak atas tanah yang ada di permukaan bumi.

psebagaimana diatur dalam PP Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna

Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah yang merupakan

Proses peningkatan hak menjadi HGU oleh PT AAMU atas persetujuan PT BS, dengan

jangka waktu satu siklus tanaman kelapa sawit atau sampai berkahirnya masa berlaku

HGU atau HGB atas areal perkebunan tidak merugikan pihak tambang (PT BS), karena

kandungan batu barabatubara yang berada di dalam perut bumi tidak hilang, hanya

waktu pelaksanaan operasional produksi yang tertunda sampai masa berlaku HGU,

disamping itu pihak PT BS tidak perlu melakukan ganti rugi terhadap PT AAMU atas

perolehan lahan karena BS juga tidak meminta ganti rugi pada saat BS mendahulukan

kegiatan perkebunan. Dalam hal ini cukup jelas bahwa terhadap obyek yang

diperjanjikan oleh kedua belah pihak dapat mencapai kesepakatan karena masing-masing

pihak baik Perkebunan maupun Pertambangan belum melakukan kegiatan. Sekalipun

masing-masing subyek hukum telah sepakat namun pt

45
Pasal 4 ayat (1) tentang Pokok-Pokok Agraria, Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960
81
3. Perusahaan Perkebunan Mendahulukan Kegiatan Operasional Pertamban

gan

Perjanjian Penyelesaian penggunaan lahan tumpang tindih izin usaha penggunaan lahan

bersama antara THL dan GAM namun terbatas hanyaPerjanjian ini hanya terbatas pada

lahan sesuai peta dalam Wilayah IUP THL (perkebunan) ddan dise antara THL dan GAM

bersepakati memberi kesempatan kepada GAM (pertambangan) untuk melakukan

kegiatan – kegiatan penunjang lainya sesuai dengan perizinan yang dimiliki dan THL

mendukung dan akan mendahulukan kepentingan kegiatan pertambangan yang

dilakukan oleh GAM..

THL telah mendapatkan seluruh otorisasi, persetujuan, ijinizin – ijinizin

dan/ataudan atau pengesahan yang berlaku sepanjang jangka waktu perjanjian ini yang

diharuskan sehubungan dengan kegiatan perkebunan dari setiap pihak – pihak yang

berwenang sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

Jangka waktu Perjanjian ini dimulai dari tanggal perjanjian ini dan berakhir

sampai berakhirnya kegiatan Penambangan (usaha) pihak kedua berdasarkan peraturan

perundang – undangan termasuk namun tidak terbatas pada ketentuan Undang –

Undang Pertambangan (Jangka waktu Perjanjian).

Perjanjian THL dan GAM berbeda dengan perjanjian TBP, ABP dengan PKN dan

AAMU dengan BS, bahwa Pihak Pertama THL pihak pertama sepakat memberikan

kesemppakatan terlebih dahulu kepada para pihak kedua (GAM) dan dipertegas di dalam

pasal 44 (12) berdasasrakan hak dan perizinan yang dimiliki para pihak maka pihak

pertama (PT THL) memberikan kesempatan kepada pihak kedua (PT GAM) untuk
82
memuliai dan melakukan usaha terlebih dahulu. Didalam perjanjian tidak diatur terkait

ganti rugi. seharusnya ada ganti rugi atas biaya pengurusan izin-izin tersebut.

Perjanjian THL dengan GAM tidak dilakukan secara proporsi, hal tersebut dapat

jelas dalam perjanjian tidak adanya ganti rugi, dengan mendahulukan kegiatan tambang.

Jika operasional tersesbeut dilakukan dengan cara open pit atausehingga membuka

permukaan tanah, meninggalkan kolam-kolam air yang cukup luas maka perkebunan

kehilangan kesempatan ini untuk melakukan kegiatanmenanam budidaya kelapa sawit.

Sekalipun tercapai kesepakatan kedua belah pihak terhadap obyek yang diperjanjian dan

terpenuhinya unsur kebebasan berkontrak namun perjanjian yang demikian tidak

menunjukkan asas keseimbangan Kedua belah pihak sepakat di bebaskan menetukan isi

perjanjian tetapi perjanjian yang seharusnyalah berimbang tidak ada pihak yang

dirugikan.antara hak dan kewajiban berimbangyang demikian tidaklah tepat.

Perbandingan Hukum Perjanjian Penyelesaian tumpang tindih izin usaha Lahan

Perkebunan yang digunakan untuk pertambangan batubara ada empat model yaitu : 1.

Kesepakatan tukar menukar : Area Perkebunan dilepaskan menjadi areal pertambangan

seluas 8.470.14 Ha dan pertambangan melepas areal diluar rencana tambang untuk

perkebunan seluas 3.637.36 Ha dan Ganti rugi diberikan oleh Pertambangan kepada

pekebunan, 2. pertambangan meminjam-pakaikan area yang sudah diusahakan

perkebunan seluas 834.57 Ha satu siklus tanaman setara dengan 25 tahun, 3.

Mendahulukan usaha Perkebunan seluas 3.930 Ha sampai dengan berakhirnya IUP atau

satu siklus tanam setara 25 tahun, tanpa ganti rugi, 4. Perusahaan perkebunan

melepaskan arealnya untuk usaha pertambangan, tanpa ganti rugi. Keseluruhan model

tidak ada keterlibatan pemerintah sebagai pemberi izin menunjukkan pengalihan

tanggung jawab pemberi izin kepada pemegang izin.

83
Izin Usaha Perkebunan dan Pertambangan sama-sama merupakan produk hukum

pemerintah, terhadap obyek/lahan tersbut sekalipun masing-masing subyek sudah

sepakat untuk mengikatkan duru dalam suatu perjanjian, pemerintah harus ikut camput

tangan kareana dalah satu subyek hukum yang dalam hal ini perusahaan bidang

perkebunan mengalami pernundaan atau bahkan tidak dapat lagi melakukan kegiatan

perkebunan apabila wilayah IUP yang di overlap telah di lakukan kegiatan pertambangan

kecuali pertambangan dilakukan dengan penambangan secara underground.Dalam hal

yang demikian pemerintah harus hadir untuk memberikan solusi karena salah satu

subyek huokum yaitu perusahaan perkebunan tidak lagi dapat melakukan kegiatan

investasi apabila obyek ditukardibuka atau ditambang dengan cara open pit kecuali

dilakukan penambangan dengan cara underground. Pemerintah dapat menggunakan

kewenangannya atau yang disebut birokrasidiskresi dengan mencari areal pengganti agar

kegiatan budidaya perkebunan kelapa sawit dapat berjalan.

Perkebunan menjadi salah satu lokomotif ekonomi di Kalimantan Timur yang

terus berkembang yang intinya tetap memperhatikan lingkungan dan social. Kelapa sawit

merupakan komoditas strategis mengingat berperan sebagai penghasil devisa terbesar

dari non migas dan sumber lapangan kerja, juga kegiatan usaha pemberantas

kemisikinan sebab kegiatan ini padat karya dan terbuka lapangan usaha dan kesempatan

kerja.

Pemerintah juga menetapkan pembangunan perkebunan berkelanjutan yang

berorientasi pada kegiatan usaha yang tersertifikasi ISPO (Indonesia Sustainable Palm

Oil) dan RSPO (Roundtable Sustainable Palm Oil), salah satu upaya penerapan prinsip

pembangunan perkebunan berkelanjutan yakni kebijakan ISPO dan RSPO.

84
Jika diperhadapkan untuk memilih investasi, kelapa sawit lebih baik karena

dengan jangka waktu yang cukup lama usia kelapa sawit mencapai 25 tahun dan dapat

di replanting dan dilakukan penanaman kembali beda dengan tambang yang produksi

hanya sekali, setelah itu habis. Keseluruhan model pPerjanjian tidak ada keterlibatan

pemerintah sebagai pemberi izin menunjukkan pengalihan tanggung jawab pemberi izin

kepada pemegang izin.

B.

C. Dengan demikian pemerintah seharusnya hadir menggunakan kewenangannya

atau diskresi memberikan solusi dengan mencari areal pengganti agar kegiatan

budidaya perkebunan kelapa sawit tetap dapat berjalan.

D. Bentuk Penyelesaian Tumpang Tindih Izin Usaha Penggunaan Lahan

bersamaPerkebunan dan Pertambangan da dalam Perspektif Hukum

Perdata dan Administrasi Negara

1. Bentuk Penyelesaian Tumpang Tindih Izin Usaha Penggunaan Lahan

Lahan BersamaPerkebunan dan Pertambangan dalam Dalam

Perspektif Hukum Perdata

Obyek Hhukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subyek hukum (orang

dan badan hukum) dan menjadi pokok suatu hubungan hukum yang dilakukan oleh

subyek-subyek hukum. Obyek hukum biasanya dinamakan benda atau hak yang dapat

dimiliki dan dikuasai oleh subyek hukum. Jadi obyek hukum itu haruslah sesuatu yang

pemanfaatannya diatur berdasarkan hukum. Dengan demikian yang menjadi obyek

hukum dalam penelitian ini adalah perjanjian terhadap obyek tanah/lahan yang izin

85
usahanya tumpang tindih antaraover lap antara IUP tambang batu bara dan IUP

perkebunan dan pertambangan yang masing masing memiliki judul perjanjian yaitu

Perjanjian penyelesaian perusahaan ABP, TBP dengan PKN, Kesepakatan bersama antara

perusahaan AAMU dengan BS dan Perjanjian Pemanfaatan Lahan Bersama antara

perusahaan THL dengan GAM. Walaupun berbeda-beda judul perjanjian namun

kesemuanya disebut perjanjian.dilakukan pelepasan dan pinjam pakai oleh perkebunan

maupun pertambangan. Sebelum penulis menguraikan lebih jauh maka perlu dijelaskan

apa itu perjanjian. Perjanjian adalah peristiwa nyata yang dapat dilihat wujudnya karena

didalam suatu perjanjian dapat dilihat atau didengar janji-janji yang diucapkan oleh para

pihak yang mengadakan persetujuan atau dapat juga membacakan dalam kalimat yang

ber kata-kata janji yang telah dibuat dan disetujui oleh para pihak dalam suatu perjanjian

tertulis46. Dengan diakuinya perjanjian maka belaku sebagai undang-undang bagi kedua

belah pihak, apabila salah satu pihak cidera janji atau ingkar janji terhadap kewajiban

prestasi seperti yang diperjanjikan, pihak yang lain dapat menuntut agar prestasi

tersebut dilaksanakan.

Perjanjian Perjanjian Penyelesaian tumpang tindih izin penggunaan lahan

bersamapemanfaatan lahan bersama yang tumpang tindih antara IUP perkebunan

dengan IUP pertambangan, sebagaimana sebagaimana tertuang dalam

perjanjian/kesepakatan para pihak TBP, ABP dan PKN, AAMU dan BS, THL dan GAM ,

tentang pemanfaatan lahan bersama antara pemegang izin usaha perkebunan dan izin

usaha pertambangan yang mana dalam perjanjian tersebut memuat

perjanjian/kesepakatan yang mengikat para pihak atau subyek hukum yang

bersangkutan. Perjanjian sebagai figur hukum harus mengandung kepastian hukum.

46
R.Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Cet,2. (Bandung: Alumni 1980)
86
Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu, yaitu sebagai undang-

undang bagi para pihak.

Dalam perspektif hukum perdata Perjanjian Pemanfaatan lahan bersama antara

TBP, ABP dan PKN, AAMU dan BS, dan TLH dan GAM tersebut, jika dikaitkan dengan

syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana tertuang dalam ketentuan Pasal 1320

KUHPerdata, bahwa obyek hukum perjanjian tersebut sudah memenuhi syarat sahnya

suatu perjanjian sebagaimana ketentuan pasal 1320 KUHPerdata, yaitu: Pertama :

Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, Kedua : Cakap untuk membuat suatu

perjanjian, Ketiga : mengenai sesuatu hal tertentu, Keempat : suatu sebab yang halal.

Menurut penulis, suatu perizinan bisa dianggap sebagai suatu objek, karena izin

merupakan “suatu persetujuan” artinya adanya suatu arahan atau perkataan atau dalam

bentuk tulisan yang menjadikan izin itu nyata dapat di lihat, di baca dan di dengar,

disamping itu sepanjang masing-masing pemilik IUP telah menyelesaikan hak-hak

keperdataan atas lahan tersebut, Sehingga bisa menjadi dasar perizinan untuk dianggap

sebagai objek sahnya suatu perjanjian. Karena pada dasarnya menurut “Prajudi

Atmosoedirdjo: Izin atau vergunning  adalah dispensasi dari suatu larangan” yang sejalan

dengan amanat Pemerintah yang tertuang dalam izin yang dimiliki, bahwa izin bukanlah

merupakan hak atas tanah.

Perjanjian TBP, ABP dan PKN, AAMU dan BS, THL dan GAM merupakan sumber penting

yang melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki oleh dua o

rang atau dua pihak yang membuat perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari unda

ng-undang dibuat atas dasar kehendak yang berhubungan dengan perbuatan manusia ya

ng terdiri dari dua pihak. Pasal 1313 KHUPerdata yang berbunyi: “Sesuatu perjanjian adal

ah suatu perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhada

p 1 (satu) orang lain atau lebih”.

87
Dengan demikian perjanjian/verbintennis yang dilakukan oleh TBP, ABP dan PKN,

AAMU dan BS, THL dan GAM adalah merupakan hubungan hukum/ rechtbetrekking yang

oleh hukum itu sendiri diatur dan sah cara perhubungannya. Oleh sebab itu perjanjian ya

ng mengandung hubungan hukum antara perseroan/orang adalah hal-hal yang terletak d

an berada dalam lingkungan hukum perdata. Hubungan itu tercipta karena adanya tindak

an hukum. Tindakan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak yang menim

bulkan hubungan hukum perjanjian sehingga terhadap satu pihak diberi hak oleh pihak y

ang lain sedangkan pihak yang lainnya memperoleh prestasi, atau dengan pekataan lain,

pihak lain itupun menyediakan diri dibebani dengan kewajiban untuk menunaikan prestas

i. Jadi satu pihak memperoleh hak dan satu pihak memikul kewajiban menyerahkan dan

menunaikan prestasi. Prestasi adalah obyek dari perjanjian/ verbitennis.

Tanpa prestasi hubungan hukum yang dilakukan berdasarkan tindakan hukum, sama sek

ali tidak memiliki arti apa-apa bagi hukum perjanjian. Dari berbagai jenis perjanjian menu

rut penulis perjanjian Pemanfaatan Lahan Bersama merupakan Perjanjian timbal balik kar

ena perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak dan kewajiban kepada para pihak ya

ng membuat perjanjian. Dengan demikian pihak yang berkewajiban untuk melakukan sua

tu prestasi juga berhak untuk menuntut suatu kontra prestasi dari pihak lainnya.

Dari Ketiga perjanjian/kesepakatan sebagaimana uraian kesepakatan ini yaitu (a). Area

Perkebunan TBP dan ABP dilepaskan menjadi areal pertambangan PKN seluas 8.470.14

Ha dan pertambangan meminjam-pakaikan area yang sudah diusahakan perkebunan

seluas 834.57 Ha dan Pertambangan melepaskan areal diluar rencana tambang seluas

3.637.36 Ha (Tukar menukakar), (b). , Pertambangan mendahulukan perkebunan seluas

3.930 Ha yang berada diareal PKP2B dan (c). Perkebunan mendahulukan kegiatan

pertambangan.

88
Perjanjian/kesepakatan yang telah ditandatangani oleh/dan antara TBP, ABP dan

PKN, AAMU dan BS, THL dan GAM, tentang pemanfaatan lahan telah memuat secara

terang dan jelas hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak sebagai pemegang izin,

sepanjang perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.

Perjanjian yang paling tepat menurut penulis adalah perjanjian yang dilakukan oleh

ABP,TBP dan PKN, karena merupakan perjanjian yang menunjukkan

proporsional/pertambangan walaupun luas areal perkebunan terjadi pengurangan.

Ketiga perjanjian diatas, sama-sama klasifikasi hukum perdata dan sama-sama

memiliki tujuan untuk menyelesaikan masalah terhadap obyek yang izinnya tumpang

tindih/overlap, Sedangkan izin merupakan hukum administrasi Negara yang akan dibahas

didalam perspektif Huum Administrasi .

Dari ketiga perjanjian tersebut menurut penulis perjanjian yang paling tepat

adalah perjanjian adalah TBP, ABP dan PKN, karena perjanjian tersebut saling

menguntungkan, ada tukar menukar lahan, pinjam pakai areal tambang seluas 834.57

Ha untuk ditanami kelapa sawit dengan masa waktu satu siklus tanaman atau 25 tahun

masa HGU, walaupun secara keseluruhan areal TBP dan ABP yang overlap dari 8.470.14

Ha menjadi 3.637.36 Ha dan adanya ganti rugi yang dberikan PKN kepada TBP dan ABP

terhadap areal yang sudah di bebaskan hak-haknya.

Sehingga dengan kesepakatan ini masing-masingg ini masing-masing perkebunan

maupun pertambangan dapat sama-sama melakukan aktivitas/investasi sehingga dapat

membawa dampak postif terhadap perkembangan perekonomian masyarakat sekitar

lingkungan perusahaan. Serta terciptanya lapangan kerja yang baru baik di wilayah

perkebunan maupun pertambangan.

89
Sebelum penulis menguraikan lebih jauh maka perlu dijelaskan apa itu perjanjian.

Perjanjian adalah peristiwa nyata yang dapat dilihat wujudnya karena didalam suatu

perjanjian dapat dilihat atau didengar janji-janji yang diucapkan oleh para pihak yang

mengadakan persetujuan atau dapat juga membacakan dalam kalimat yang ber kata-

kata janji yang telah dibuat dan disetujui oleh para pihak dalam suatu perjanjian

tertulis47. Dengan diakuinya perjanjian maka belaku sebagai undang-undang bagi kedua

belah pihak, apabila salah satu pihak cidera janji atau ingkar janji terhadap kewajiban

prestasi seperti yang diperjanjikan, pihak yang lain dapat menuntut agar prestasi

tersebut dilaksanakan.

BerdasarkanHal ini juga sesuai dengan perjanjian apabila tidak tercapai kata

sepakat mufakat maka penyelesaikan dilakukan melalui pengadilan, setiap hukum

memiliki sistem tersendiri yang berlaku sebagai asas dalam hukum tersebut. Demikian

juga halnya dalam hukum perjanjian memiliki asas-asas. Pertama : Asas

Konsensualisme Asas konsensualisme memiliki arti penting, yaitu bahwa untuk

melahirkan perjanjian adalah cukup dengan dicapainya sepakat mengenai hal-hal yang

pokok dari perjanjian tersebut dan bahwa perjanjian itu lahir pada saat detik tercapainya

kesepakatan para pihak, walaupun perjanjian tersebut belum dilaksanakan pada saat itu .

Hal ini berarti bahwa dengan tercapainya kesepakatan oleh para pihak, melahirkan hak

dan kewajiban bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa perjanjian tersebut bersifat

obligator, yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi perjanjian, dapat

dilihat didalam kesepakatan perjanjian antara TBP, ABP dan PKN, AAMU dan BS. THL dan

GAM. Asas konsensualime dapat disimpulkan dalam pasal 1320 KUHPertada yang berbun

yi demikian: Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1. Sepakat mereka

47
R.Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Cet,2. (Bandung: Alumni 1980)
90
yang mengikatkan diri, 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, 3. Suatu hal terte

ntu, 4. Suatu sebab yang halal.

Kedua : Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak merupakan salah

satu asas yang sangat penting dalam hukum perjanjian. Kebebasan berkontrak ini oleh

sebagian sarjana hukum biasanya didasarkan pada Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata

menentukan bahwa: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang

undang bagi mereka yang membuatnya.” Apabila dicermati Pasal 1338 ayat (1) di atas,

pada kalimat “semua perjanjian yang dibuat secara sah” menunjukkan adanya pokok

(asas) kebebasan berkontrak yang terkandung di dalamnya. 48.

Kebebasan berkontrak dapat dilihat dari bentuk perjanjian penyelesaian obyek yang

sama dan izin usahanya tumpang tindihsengketa penggunaan lahan perkebunan dan

pertambangan (Tabel 3) adanya kesepakatan antara TBP, ABP dan PKN, Area

Perkebunan dilepaskan menjadi areal pertambangan seluas 8.470.14 Ha dan

pertambangan meminjam-pakaikan area yang sudah diusahakan perkebunan seluas

834.57 Ha dan pertambangan melepas areal diluar rencana tambang seluas 3.637.36 Ha

(Tukar menukakar), AAMU dan BS Pertambangan mendahulukan Perkebunan leluas 3.93

0 Ha yang berada di areal PKP2B. THL dan GAM Perkebunan mendahulukan kegiatan

pertambangan.

Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang untuk

secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian, diantaranya: (1)

Bebas menentukan apakah ia akan melakukan perjanjian atau tidak; (2) Bebas

menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian; (3) Bebas menentukan atau

48
Ahmadi Miru dan Sakka Pati, 2013, Hukum Perikatan, Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW ,(Raja Grafindo
Persada, Jakarta, Edisi ke-1, Cet. 5,), hal. 78.
91
klausul perjanjian; (4) Bebas menentukan bentuk perjanjian; dan (5) Kebebasan-

kebebasan lainnya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam kaitannya dengan perjanjian, setiap perjanjian memiliki asas kebebasan

berkontrak. Karena dalam isi perjanjian tersebut, para pihak mengajukan masing-masing

apa yang menjadi kewajibannya dan haknya dalam memenuhi tujuan perjanjian itu

dibuat. Sehingga tidak merugikan salah satu pihak.

Ketiga : Asas mengikatnya Perjanjian (Pacta Sunt Servanda) Asas

Mengikatnya Perjanjian (Pacta Sunt Servanda), artinya setiap orang yang membuat

perjanjian, dia terikat untuk memenuhi perjanjian tersebut karena perjanjian tersebut

mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat para pihak

sebagaimana mengikatnya suatu undang-undang. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 1338

ayat (1) khususnya pada kalimat “berlaku sebagai undang-undang” yang menunjukkan

pokok (asas) kekuatan mengikatnya perjanjian yang terkandung di dalamnya. (a) Asas

Iktikad Baik, Ketentuan tentang asas iktikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (3)

yang menentukan bahwa: “Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan Iktikad

baik.” Adapun yang dimaksud asas iktikad baik adalah bahwa dalam pelaksanaan

perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan kepatutan dan keadilan. Menurut

Subekti, hakim mempunyai kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian, agar

tidak melanggar kepatutan dan keadilan. Ini berarti hakim berwenang untuk

menyimpang dari perjanjian jika pelaksanaan perjanjian bertentangan dengan iktikad

baik.

Perjanjian/kesepakatan yang dibuat mengikat kedua belah pihak dan

mengandung janji janji yang harus dipernuhi hal ini dapat dilihat dari bentuk Perjanjian

Penyelesaian penggunaan lahan yang izin usahanya tumpang tindih pada bidang lahan

92
yang sama penyelesaian sengketa penggunaan lahan perkebunan dan pertambangan

(Tabel 3) adanya kesepakatan antara TBP, ABP dan PKN, Area Perkebunan dilepaskan

menjadi areal pertambangan seluas 8.470.14 Ha dan pertambangan meminjam-pakaikan

area yang sudah diusahakan perkebunan seluas 834.57 Ha dan pertambangan melepas

areal diluar rencana tambang seluas 3.637.36 Ha (Tukar menukakar), AAMU dan BS Pert

ambangan mendahulukan Perkebunan leluas 3.930 Ha yang berada di areal PKP2B. THL

dan GAM Perkebunan mendahulukan kegiatan pertambangan. Para Pihak telah

menyepakatai bahwa isi perjanjian mengikat para pihak tanpa campur tangan pihak lain,

artinya dalam isi perjanjian ini merupakan Asas Pacta Sunt Servanda. Asas ini dapat

disimpulkan dari kata “ berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya “

dalam Pasals 1338 Ayat (1) KUHPerdata. Para pihak harus mematuhi dan menghormati

perjanjian yang dibuatnya karena perjanjian tersebut merupakan Undang-undang bagi

kedua belah pihak. Hal ini dikuatkan oleh Ps 1338 Ayat (2) : perjanjian-perjanjian tidak

dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau karena alasan-alasan

yang oleh Undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

Keempat : Asas iktikad baik (geode trouw) Ketentuan tentang asas iktikad baik

diatur dalam  Pasal 1338 ayat 3 BW yang menegaskan “perjanjian harus dilaksanakan

dengan iktikad baik.” Asas iktikad baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak

Kreditur dan Debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan

atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.

Asas Iktikad baik ini terbagi menjadi dua macam, yaitu iktikad baik nisbi dan iktikad baik

mutlak, pada iktikad baik nisbi orang memerhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata

dari subjek. Pada iktikad baik mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan,

93
dibuat ukuran keadilan yang objektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak)

menurut norma-norma yang objektif.

JIka di kaitkan dengan bentuk Perjanjian Penyelesaian tumpang tindih izin usaha

penggunaan lahan bersama penyelesaian sengketa penggunaan lahan perkebunan dan

pertambangan (Tabel 3) adanya kesepakatan antara TBP, ABP dan PKN, aAreal

Perkebunan dilepaskan menjadi areal pertambangan seluas 8.470.14 Ha dan

pertambangan meminjam-pakaikan area yang sudah diusahakan perkebunan seluas

834.57 Ha dan pertambangan melepas areal diluar rencana tambang seluas 3.637.36 Ha

(Tukar menukakar), AAMU dan BS Pertambangan mendahulukan Perkebunan leluas 3.93

0 Ha yang berada di areal PKP2B. THL dan GAM Perkebunan mendahulukan kegiatan

pertambangan bahwa para pihak harus menganut asas iktikad baik. Artinya para pihak

mengetahui dasar syarat-syarat dalam perjanjian yang mengakibatkan kesempurnaan

suatu isi perjanjian itu. Dalam hal ini setiap pihak memiliki kewajiban dan hak yang harus

di penuhi dalam mencapai tujuan dari perjanjian itu di buat.

Kelima : Asas Kepribadian (Personalitas) Asas Kepribadian merupakan asas

yang menentukan bahwa seseorang akan melakukan dan atau membuat perjanjian

hanya untuk kepentingan perseorangan saja.49 Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315

KUH Perdata dan Pasal 1340 KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata yang menentukan

bahwa: “Pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau

meminta ditetapkannya suatu janji kecuali untuk dirinya sendiri .” Pasal ini menerangkan

bahwa seseorang yang membuat perjanjian tidak dapat mengatas namakan orang lain,

dalam arti yang menanggung kewajiban dan yang meperoleh hak dari perjanjian itu

hanya pihak yang melakukan perjanjian itu saja. Hal ini cukup jelas terlihat dalam tabel.1
49
Ibid. hal. 12
94
perbandingan aspek bentuk perjanjian, para pihak yang mewakili bertindak untuk dan

atas nama perserolan masing-masing selaku kuasa maupun selaku direktur.

Bentuk perjanjian Penyelesaian tumpang tindih izin usaha penggunaan lahan

bersama merupakan klasifikasi hukum perdata dan sepanjang perjanjian tersebut

memenuhi syarat perjanjian sesuai dengan Pasal 1320 Hukum Perdata adalah sah.

95
i. Perjanjian Penyelesaian Lahan dalam Perspektif Hukum Pe

rikatan dan perjanjian

Pengertian kontrak atau perjanjian, dalam setiap literatur didasarkan pada Pasal

1313 BW, suatu perjanjian adalah suatu perbuatan degan mana satu orang atau

lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/ lebih.

Subekti memberikan uraian tentang perbedaan, perikatan, perjanjian, dan kontrak

dengan beberapa ciri khas tersendiri: (1) Perikatan adalah suatu perhubungan

hukum anatara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu

berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban

untuk memenuhi tuntutan itu. (2) Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang

berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan suatu hal. (3) Kontrak merupakan perjanjian yang dibuat oleh para

pihak dalam bentuk tertulis.

Perikatan merupakan , tTerjadinya hubungan hukum antara pihak-pihak dalam

lapangan hukum perdata atau disebut juga “perikatan” melahirkan suatu hak dan

kewajiban, baik karena adanya suatu persetujuan maupun karena undang-undang.

Sehingga akan menimbulkan sebuah konsekuensi bagi para pihak yang telah

mengikatkan diri yang dimanakan dengan “prestasi”, yaitu sesuatu yang dapat

dituntut. Prestasi ini secara umum dapat di bagi menjadi tiga macam, yaitu prestasi

untuk menyerahkan sesuatu; prestasi untuk melakukan sesuatu; dan prestasi untuk

tidak melakukan sesuatu.

Perikatan (verbintenis) memiliki pengertian yang lebih luas daripada pengertian

perjanjian (overeenkomst). Dikatakan lebih luas karena perikatan itu dapat terjadi

karena: Pertama, Persetujuan para pihak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal

1338 KUHPerdata yang menyatakan “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan

96
undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya…”.

contohnya antara lain : perjanjian jual beli, perjanjian sewa-menyewa, perjanjian

kredit, perjanjian deposito, dan lainnya. Kedua Undang-undang, sebagaimana

dimaksud Pasal 1352 KUH Perdata, perikatan itu dapat timbul dari undang-undang

saja atau dari undang-undang karena perbuatan orang. Selanjutnya Pasal 1353 KUH

Perdata menjelaskan bahwa perikatan yang dilahirkan dari undang-undang karena

perbuatan orang, dapat terbit dari perbuatan halal atau dari perbuatan melanggar

hukum.

Abdul Kadir Muhammad Memberikan pengertian perikatan adalah suatu hubungan

hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain karena

perbuatan peristiwa atau keadaan.50 Yang mana perikatan terdapat dalam bidang

hukum harta kekayaan; dalam bidang hukum keluarga; dalam bidang hukum

pribadi. Perikatan yang meliputi beberapa bidang hukum ini disebut perikatan dalam

arti luas. Berdasarkan pada beberapa pengertian perjanjian diatas, maka dapat

disimpulkan di dalam suatu perjanjian minimal harus ada dua pihak, dimana kedua

belah pihak saling bersepakat untuk menimbulkan suatu akibat hukum tertentu.

Seperti halnya pada Perjanjian yang dilakukan oleh pihak THL dan pihak GAM,

merupakan perjanjian baku bagi pihak GAM, karena dalam isi perjanjian

tersebut, pihak THL sebagai pihak pertama memberikan pernyataan sepihak

yang mengharuskan pihak GAM untuk memenuhi hak dan kewajiban pihak

THL. Seharusnya dalam isi perjanjian tersebut harus mencantumkan asas

proposionalitas atau asas keseimbangan, yang artinya tidak ada salah satu

pihak yang di rugikan terhadap isi perjanjian tersebut. Namun sebelum

adanya akibat-akibat itu, sudah terjadi kesepakatan antara 2 belah pihak.

50
Abdul Kadir Muhammad, 2004, Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, hlm 6.
97
Asas dan Unsur Perjanjian, Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana

satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Syarat-syarat

sahnya Perjanjian Suatu perjanjian dinyatakan sah, apabila dipenuhi 4 syarat seperti

yang ditegaskan oleh pasal 1320 KUH Perdata, yaitu: (1) Kesepakatan mereka yang

mengikatkan diri. (2) Kecakapan untuk membuat suatu Perikatan. (3) Suatu hal tertentu.

(4) Suatu sebab yang halal”.

Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri terjadi secara bebas atau dengan

kebebasan. Adanya kebebasan bersepakat (konsensual) para subjek hukum atau orang,

dapat terjadi dengan secara tegas, baik dengan mengucapkan kata atau dengan tertulis,

maupun secara diam, baik dengan suatu sikap atau dengan isyarat. Ada 5 (lima) asas

penting dalam hukum perjanjian yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme,

asas kepastian hukum (pacta sun servanda), asas iktikad baik, dan asas kepribadian.

Pertama Asas kebebasan berkontrak Dalam Pasal 1338 ayat 1 BW menegaskan

“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya.” Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan

kebebasan kepada pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan

perjanjian dengan siapapun, menentukan perjanjian/ pelaksanaan dan persyaratannya,

menentukan bentuknya perjanjian yaitu tertulis atau lisan. Asas kebebasan berkontrak

merupakan sifat atau ciri khas dari Buku III BW, yang hanya mengatur para pihakpara

pihak, sehingga para pihak dapat saja mengenyampingkannya ter, kecuali terhadap

pasal-pasal tertentu yang sifatnya memaksa.

Kedua: Asas konsensualisme dapat disimpulkan melalui Pasal 1320 ayat 1 BW.

Bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kesepakatan kedua belah

pihak. Dengan adanya kesepakatan oleh para pihak, jelas melahirkan hak dan kewajiban

98
bagi mereka atau biasa juga disebut bahwa kontrak tersebut telah bersifat obligatoir

yakni melahirkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi kontrak tersebut.

Ketiga: Asas Pacta Sunt Servanda, disebut juga sebagai asas kepastian

hukum, berkaitan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas

bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh

para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang, mereka tidak boleh

melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas

pacta sunt servanda didasarkan pada Pasal 1338 ayat 1 BW yang menegaskan

“perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.” Keempat : Asas

Iiktikad Bbaik (geode trouw) Ketentuan tentang asas iktikad baik diatur dalam  Pasal

1338 ayat 3 BW yang menegaskan “perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.”

Asas iktktikad baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak Kreditur dan Debitur

harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang

teguh atau kemauan baik dari para pihak. Asas iktikad baik terbagi menjadi dua macam,

yakni iktikad baik nisbi dan iktikad baik mutlak. Iktikad baik nisbi adalah orang

memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Sedangkan iktikad

mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif

untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.

Kelima: Asas Kkepribadian Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan

bahwa seorang yang akan melakukan kontrak hanya untuk kepentingan perorangan. Hal

ini dapat dilihat pada Pasal 1315 dan Pasal 1340 BW. Pasal 1315 menegaskan “pada

umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan

dirinya sendiri.” Pasal 1340 menegaskan “perjanjian hanya berlaku antara para pihak

yang membuatnya.” Jika dibandingkan kedua pasal tersebut (Pasal 1315 dan pasal 1340)

tidak nyambung, maka dalam Pasal 1317 BW mengatur tentang perjanjian untuk pihak
99
ketiga, sedangkan dalam Pasal 1318 BW untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli warisnya,

atau orang-orang yang memperoleh hak dari padanya.

Di samping kelima asas di atas, di dalam Llokakarya Hukum Pperikatan51 yang

diselenggarakan oleh Badan Pembina Hhukum Nnasional, Departemen Kehakiman (17

s/d 19 Desember 1985) asas dalam hukum perjanjian terbagi atas; asas kepercayaan,

asas persamaan hukum, asas keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moral, asas

kepatutan, asas kebiasaan, dan asas perlindungan.

Unsur-Unsur Perjanjian, dalam perkembangan doktrin ilmu hukum dikenal

unsur-unsur perjanjian yang lazimnya dibedakan menjadi tiga jenis: 52 Unsur Esensialia,

Unsur Naturalia, Unsur Aksidentalia, Kebebasan bersepakat (konsensual).

Perjanjian tanpa unsur Kebebasan, Kecakapan (Cakap Hukum), Hal tertentu,

Sebab Yang Halal (causa yang halal).

Unsur Esensialia adalah unsur yang wajib ada dalam suatu perjanjian, bahwa

tanpa keberadaan unsur tersebut, maka perjanjian yang dimaksudkan untuk dibuat dan

diselenggarakan oleh para pihak dapat menjadi beda, dan karenanya menjadi tidak

sejalan dan sesuai dengan kehendak para pihak. Semua perjanjian yang disebut dengan

perjanjian bernama yang diatur dalam KUH Perdata mempunyai unsur esensialia yang

berbeda satu dengan yang lainnya, dan karenanya memiliki karakteristik tersendiri, yang

berbeda satu dengan yang lainnya. Dalam setiap perjanjian antara PT TBP, ABP dan PN,

PT AAMU dan BS, dan PT THL dan GAM menjelaskan bahwa segala macam kegiatan

yang dilakukan atas dasar perjanjian yang telah dibuat. Objek lahan/ areal yang diatur

sedemikian rupa untuk saling mematuhi pasal-pasal terkait hak dan kewajiban sehingga

tidak ada hal yang berbenturan antara Para Pihak.

51
Lokakarya oleh Badan Pembina Hukum Nasional, Departemen Kehakiman, tanggal 17 s/d 19 Desember 1985.
52
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, (Rajawali Pers, Jakarta, 2010), hal. 23.
100
Unsur Naturalia adalah suatu perjanjian tertentu, setelah unsur esensialianya

diketahui secara pasti. Misalnya dalam perjanjian yang mengandung unsur esensialia jual

beli, pasti akan terdapat unsur naturalia berupa kewajiban dari penjual untuk

menanggung kebendaan yang dijual dari cacat-cacat tersembunyi. Para Pihak disetiap

perjanjian membahas masing-masing kewajiban untuk memiliki ijin-ijin dan persetujuan

dari pihak yang berwewenang dan baik dari pihak perkebunan dan pihak pertambangan

menjamin tidak ada gangguan dari pihak lain untuk memperoleh hak atas tanah.

Unsur Aksidentalia adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian, yang

merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak,

sesuai dengan kehendak para pihak, yang merupakan persyaratan khusus yang

ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak. Dengan demikian maka unsur ini pada

hakikatnya bukan merupakan suatu bentuk prestasi yang harus dilaksanakan atau

dipenuhi oleh para pihak. Masing-masing berkewajiban untuk melaksanakan kewajiban

hukum akibat pelepasan lahan, Para Pihak bersama-sama melakukan sosialisasi kepada

masyarakat setempat. Jika ada perubahan dibuat secara tertulis dan atas persetujuan

bersama dan setiap perselisihan yang timbul akan diselesaikan secara musyawah

mufakat, bila tidak tercapai akan diselesaikan melalui Pengadilan Negeri atau badan

peradilan lainnya yang berwewenang memutus sengketa.

Kebebasan bersepakat (konsensual) Secara tegas dengan mengucapkan

kata, seperti yang terjadi antara penjual dengan pembeli, antara peminjam uang dengan

yang meminjamkan, antara penyewa dengan yang menyewakan rumah, semua dengan

tawar-menawar yang diikuti dengan kesepakatan. Hal ini dapat terjadi dengan

101
bertemunya pihak-pihak kreditur dengan debitur, melalui telepon atau dengan melalui

perantara.

Perjanjian tanpa unsur Kebebasan, Suatu Perjanjian dikatakan tidak memuat

unsur kebebasan, apabila memuat salah satu unsur dari tiga unsur ini: (a) Unsur

Paksaan (dwang), adalah paksaan terhadap badan (fk) dan paksaan terhadap jiwa

(psikis) dan paksaan yang dilarang oleh Undang-undang. Tetapi dalam hal ini, di dalam

Undang-undang ada suatu unsur paksaan yang diijinkan oleh Undang-undang, yakni

paksaan dengan alasan akan dituntut di muka hakim, apabila pihak lawan tidak

memenuhi prestasi yang telah ditetapkan. (b) Unsur Kekeliruan (dwaling), Kekeliruan

dapat terjadi dengan 2 kemungkinan, yaitu: (1) Kekeliruan terhadap orang atau subjek

hukum, misalnya perjanjian akan mengadakan pertunjukan lawak, akan tetapi undangan

untuk pelawaknya salah alamat, karena namanya sama. (2) Kekeliruan terhadap barang

atau objek hukum, misalnya jual-beli dengan monster tetapi yang diberikan salah, karena

barangnya sama dan yang berbeda ialah tahunnya. (c) Unsur Penipuan (bedrog),

maksudnya Apabila terjadi suatu pihak dengan sengaja memberikan keterangan yang

tidak benar. Suatu perjanjian yang mengandung salah satu unsur paksaan, kekeliruan

ataupun penipuan dapat dituntut pembatalannya sampai batas jangka waktu 5 tahun

seperti dimaksud oleh pasal 1454 KUH Perdata.

Kecakapan (Cakap Hukum), Pasal 1330 KUH Perdata telah memberikan

batasannya tentang cakap atau tidak cakapnya sesorang. Batasan tersebut adalah siapa-

siapa saja yang menurut hukum dikatakan tidak cakap untuk membuat suatu

persetujuan: (a) orang yang belum dewasa, contohnya antara lain: Kecakapan untuk

membuat perjanjian (overeenkomst) apabila berumur minimal 21 tahun atau sebelumnya

telah melangsungkan pernikahan (di atur dalam Pasal 330 KUHPerdata). Kecakapan

untuk melangsungkan perkawinan menurut Pasal 7 Undang-Undang NoO. 1 Tahun 1974

102
Tentang Perkawinan, bagi seorang laki-laki berumur minimum 19 tahun dan bagi wanita

berumur minimum 16 tahun. (b) Kecakapan untuk mempunyai hak memilih dalam

PEMILU apabila pada hari pemungutan suara sudah berumur 17 (tujuh belas) atau

sudah/pernah kawin (UU PEMILU).

Kecakapan untuk dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum dalam penuntutan

terhadap perbuatan pidana adalah apabila telah berumur 16 (enam belas) tahun (Pasal

45 KUHP). (c) Orang yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele), contohnya antara

lain: gangguan jiwa seperti sakit saraf atau gila, pemabuk atau pemboros. (d) Wanita

yang dalam perkawinan atau yang berstatus sebagai istri (mengenai ketidakcakapan

wanita ini telah dicabut oleh UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan)

Hal tertentu, Sebagai syarat ketiga sahnya perjanjian, menurut pasal 1320

KUHPerdata ialah suatu hal tertentu. Ketentuan untuk hal tertentu ini menyangkut objek

hukum atau mengenai bendanya. Hal tertentu mengenai objek hukum benda itu oleh

Pihak-pihak ditegaskan di dalam perjanjian mengenai : 1. Jenis barang;  2. kualitas dan

mutu barang; 3. buatan pabrik dan dari negara mana; 4. buatan tahun berapa; 5. warna

barang; 6. ciri khusus barang tersebut; 7. jumlah barang; 8. uraian lebih lanjut mengenai

barang itu.

Sebab Yang Halal (causa yang halal), Syarat ke empat sahnya perjanjian

menurut pasal 1320 KUHPerdata adalah adanya sebab (causa) yang halal. Dalam

pengertaiian ini pada benda (objek hukum) yang menjadi pokok perjanjian itu harus

melekat hak yang pasti dan diperbolehkan menurut hukum sehingga perjanjian itu kuat.

Dengan analisa berdasarkan pada teori – teori hukum diatas, maka dapat di Analisa

perbandingan Perjanjian terdapat pada bagian sebagai berikut :

Pada bagian substansi perjanjian:

103
1. Terjadi tukar menukar lahan antara TBP, ABP dan PKN, bahwa dilepaskannya

areal IUP Perkebunan TBP dan ABP seluas 8.470,14 ha menjadi areal

pertambangan dan areal IUP Pertambangan milik PKN dilepaskan untuk

menjadi areal perkebunan seluas 3.637,36 Ha. dipinjam-pakaikan kepada TBP,

ABP seluas 834,57 Ha selama 25 tahun atau satu siklus tanaman kelapa sawit.

2. BS sebagai pelaku usaha di bidang pertambangan memberikan kesempatan ke

pada AAMU sebagai pelaku usaha di bidang perkebunan untuk melakukan kegi

atan operasionalnya di atas lahan seluas 3.930 Ha yang berada di areal IUP PK

P2B milik BS;

3. THL memberikan izin kepada GAM Makmur untuk melakukan terlebih dahulu k

egiatan operasional pertambangan diatas areal Izin Usaha Perkebunan (“IUP”)

milik THL.

Pada bagian Ganti Rugi :

1. Kesediaan PKN untuk melakukan ganti rugi kepada TBP, ABP atas biaya-biaya

pembebasan lahan yang sudah dilakukan diareal seluas 1.229,86 ha dan atas

setiap aset yang dimiliki oleh TBP, ABP yang berada di areal tersebut.

2. BS Memberikan kesempatan kepada AAMU tanpa konvensasi dalam bentuk

apapun

3. THL dan GAM tidak mengatur ganti rugi secara tegas.

Dalam perjanjian yang dilakukan oleh PT TBP, ABP dan PT PKN, PT AAMU dan PT

BS dan PT THL dan PT GAM telah memenuhi unsur sahnya suatu perjanjian

sebagaimana telah dijabarkan dalam tabel nomor 1 dan terpenuhinya asas-asas

terciptanya perjanjian yaitu Kebebasan Berkontrak yang masing-masing pihak

memilki kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan

104
perjanjian dengan siapapun dan menentukan perjanjian-pelaksanaan serta

persayaratannya, menentukan perjanjian dalam bentuk tulisan maupun lisan,

tepenuhinya asas Konsesualisme yang dimana para pihak jelas melahirkan hak dan

kewajiban untuk bersama menyetujui dan menyepakati, terpenuhinya asas Pacta

Sunt Servanda didasarkan pasal 1338 bahwa perjanjian yang dibuat secara sah

sebagai undang-undang bagi kedua belah pihak, maka dengan demikian apabila

terjadi wan prestasi atau kelalaian dalam satu pihak maka akan diselesaikan secara

hukum privat, terpenuhinya asas Itikad Baik yaitu para pihak bersepakat

menjalankan isi kesepakatan dalam perjanjian dengan kepercayaan, keyakinan

atau kemauan yang baik dari para pihak dan terpenuhinya asas Kepribadian yang

dilakukan oleh badan hukum dalam hal ini diwakilkan oleh Direktur atau Kuasa,

menunjukan bahwa seorang yang akan melakukan kontrak hanya untuk

kepentingan perorangan atau badan hukum yang diwakilkan itu sendiri.

3. Bentuk Penyelesaian Tumpang Tindih Izin Usaha Penggunaan Lahan

BersamaPenyelesaian Penggunaan Lahan Perkebunan dan Pertambangan

dalam Per Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara

Hukum Administrasi Negara merupakan suatu perangkat aturan yang memungkinkan

administrasi negara melaksanakan fungsinya, yang juga sebagai pelindung warga negara

terhadap perbuatan tindak administrasi Negara dan sebagai pelindung administrasi

Negara itu sendiri

HAN adalah merupakan bagian dari Hukum publik, yakni Hukum yang mengatur

tindakan Pemerintah dan mengatur hubungan antara Pemerintah dengan warga Negara

105
atau hubungan antara Organ Pemerintah. HAN memuat keseluruhan peraturan yang

berkenaan dengan cara bagaimana Organ Pemerintahan melaksanakan tugasnya.

a. Perspektif Hukum Administrasi Negara (HAN)

Dilihat dari perpsektif hukum adminitrasi negara, menurut Paul Scholten sebagaimana

dikutip oleh Victor Situmorang bahwa Hukum Administrasi Negara itu merupakan hukum

khusus hukum tentang organisasi negara dan h ukum perdata sebagai hukum umum.

Pandangan ini mempunyai dua asas yaitu pertama, negara dan badan hukum

publik lainnya dapat menggunakan peraturan-peraturan dari hukum perdata, seperti

peraturan-peraturan dari hukum perjanjian. Kedua, adalah asas Lex Specialis derogaat

Lex generalis, artinya bahwa hukum khusus mengesampingkan hukum umum, yaitu

bahwa apabila suatu peristiwa hukum diatur baik oleh Hukum Administrasi Negara

maupun oleh hukum Perdata, maka peristiwa itu diselesaikan berdasarkan Hukum

Administrasi negara sebagai hukum khusus, tidak diselesaikan berdasarkan hukum

perdata sebagai hukum umum. Istilah hukum administrasi negara adalah terjemahan dari

‘administratief rech’ (Bahasa Belanda). Namun Istilah “administrasi recht’” juga

diterjemahkan menjadi Istilah lain yaitu Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum

Pemerintahan.53

Dalam bahasa Inggris “administer” adalah kombinasi kata-kata bahasa Latin ad

ministrare, yang berarti “to serve” (melayani). Sementara di dalam kamus “to administer”

sama dengan “to manage” atau “direct” (mengelola atau memerintah.54 Istilah

Administrasi berasal dari bahasa Latin yaitu Administrare, yang artinya adalah setiap

penyusunan keterangan yang dilakukan secara tertulis dan sistematis dengan maksud

mendapatkan sesuatu ikhtisar keterangan itu dalam keseluruhan dan dalam

53
J.B Daliyo, 2001, Pengantar Hukum Indonesia, PT Prenhallindo: Jakarta, hlm 71-75.
54
Bachan Mustafa. Op.cit. Hal. 5.
106
hubungannya satu dengan yang lain. Namun tidak semua himpunan catatan yang lepas

dapat dijadikan administrasi.

Bentuk penyelesaian tumpang tindih izin usaha penggunaan lahan bersama dalam

perspektif Hukum Administrasi Negara menunjukkan asas kebebasan berkontrak yang

merupakan salah satu asas penting dalam perjanjian. Keseluruhan perjanjian dinyatakan

sah karena telah memenuhi unsur-unsur perjanjian hukum pasal 1320 KUHPerdata.

Fakta hukum telah terjadi Bentuk Perjanjian Penyelesaian tumpang tindih izin

usaha penggunaan lahan bersama penyelesaian sengketa penggunaan lahan

perkebunan dan pertambangan (Tabel 3) adanya kesepakatan antara TBP, ABP

dan PKN, Area Perkebunan dilepaskan menjadi areal pertambangan seluas

8.470.14 Ha dan pertambangan meminjam-pakaikan area yang sudah

diusahakan perkebunan seluas 834.57 Ha dan pertambangan melepas areal

diluar rencana tambang seluas 3.637.36 Ha (Tukar menukakar) dan ganti rugi,

AAMU dan BS Pertambangan mendahulukan Perkebunan leluas 3.930 Ha yan

g berada di areal PKP2B. THL dan GAM Perkebunan mendahulukan kegiatan

pertambangan, dDengan demikian cukup jelas walaupun permasalahan yang

timbul yang diakibatkan oleh perijinizinan (hukum administrasi negara) dapat

diselesaikan melalui perjanjian (hukum perdata).

107
b. Aspek hukum Administrasi Negara

Dilihat dari perspektif hukum administrasi negara, ijinizin-ijinizin yang diberikan

oleh pemerintah kepada perusahaan perkebunan dan pertambangan syah dan

beralasan hukum, tetapi pemberian ijinizin tersebut dapat juga melahirkan konflik

sebagaimana dialami oleh TBP, ABP dan PKN, AAMU dan BS, THL dan GAM maka

Perjanjian Penyelesaian penggunaan lahan yang izin usahanya tumpang tindih

pada bidang lahan yang sama perjanjian antara para pihak tentang pemanfaatan

lahan merupakan suatu fakta telah terjadi hubungan antara Hukum Administrasi

Negara dengan Hukum Perdata, dimana ijinizin tumpang tindih diselesaikan

melalui perjanjian;

Pertama: Kesepakatan tukar menukar: Area Perkebunan dilepaskan menjadi areal

pertambangan seluas 8.470.14 Ha dan pertambangan melepas areal diluar rencana

tambang untuk perkebunan seluas 3.637.36 Ha,

Kedua: pertambangan meminjam-pakaikan area yang sudah diusahakan

perkebunan seluas 834.57 Ha satu siklus tanaman setara dengan 25 tahun dan Ganti rugi

diberikan oleh Pertambangan kepada pekebunan.

Ketiga: Mendahulukan usaha Perkebunan seluas 3.930 Ha sampai dengan

berakhirnya IUP atau satu siklus tanam setara 25 tahun, tanpa ganti rugi,

Empat: Perusahaan perkebunan melepaskan arealnya untuk usaha pertambangan,

tanpa ganti rugi.

108
Pertama: tukar menukar lahan antara TBP, ABP dan PKN, bahwa dilepaskannya

areal IUP Perkebunan TBP dan ABP seluas 8.470,14 ha menjadi areal

pertambangan dan areal IUP Pertambangan milik PKN dilepaskan untuk menjadi

areal perkebunan seluas 3.637,36 Ha. dipinjam-pakaikan kepada TBP, ABP seluas

834,57 Ha selama 25 tahun atau satu siklus tanaman kelapa sawit.

Kedua: BS sebagai pelaku usaha di bidang pertambangan memberikan kesempata

n kepada AAMU sebagai pelaku usaha di bidang perkebunan untuk melakukan ke

giatan operasionalnya di atas lahan seluas 3.930 Ha yang berada di areal IUP PKP

2B milik BS;

Ketiga: THL memberikan izin kepada GAM untuk melakukan terlebih dahul

u kegiatan operasional pertambangan diatas areal Izin Usaha Perkebunan (“IUP”) milik T

HL.Izin Usaha Perkebunan maupun Pertambangan merupakan klasifikasi Hukum

Administrasi Negara karena obyeknya adalah milik publik yang dikuasai negara sehingga

secara ideal tidak dapat diselesaikan melalui perjanjian tetapi menjadi kewenangan

pemerintah dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Fakta hukum telah terjadi penyelesaian

tumpang tindih melalui Perjanjian, merujuk perjanjian dalam perspektif hukum perdata

memiliki kelemahan karena obyek yang diperjanjikan merupakan milik public yang

berada di ranah hukum administrasi negara..

Teori Hukum Administrasi Negara penerbitan IUP perkebunan ataupun IUP

pertambangan merupakan keputusan atau ketetapan pemerintah untuk memberikan Izin

pengelolaan alam baik kepada perseorangan atau kelompok dana atau pada suatu badan

usaha disebut (beschikking), yang pada prinsipnya sebuah keputusan pemerintah yang

bersifat administrasi diluar peraturan perundang-undangan berlaku sepanjang tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.55


55
La Sina, 2017, Hukum Tata Usaha Negara, kreasi total Media, Yogyakarta, Hal 54.
109
Keputusan administrasi negara terikat pada tiga asas hukum yaitu 56:

1. Asas Yuridikitas (rechtmatiheid) artinya keputusan pemerintah maupun ad

ministrasi negara tidak boleh melanggar hukum ( onrechtmatige overheids

daad);

2. Asas Legalitas (wetmatigheid), artinya keputusan harus diambil berdasark

an suatu ketentuan undang-undang;

3. Asas diskresi (diskretie, freies Ermensen), artinya, pejabat penguasa tidak

boleh menolak mengambil keputusan dengan alasan “tidak ada peratura

n”, dan oleh karena itu diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan

menurut pendapatnya sendiri asalkan tidak melanggar asas yuridikitas dan

azas legalitas diatas. Ada dua macam diskresi, yaitu : “diskresi bebas” bila

mana undang-undang hanya menentukan batas-batasnya dan “diskresi ter

ikat” bilamana undang-undang menetapkan beberapa alternative yang dipi

lih salah satu yang paling tepat menurut pejabat administrasi negara;

Prajudi Atmosudirdjo; Hukum administrasi negara dibagi menjadi dua yaitu

57
Administrasi dalam pengertian sempit dan administrasi dalam pengertian luas.

Pendapat diatas menunjukan bagaimana negara melalui kekuasan

eksekutifnya memberikan otoritas untuk mengatur administrasi agar

pelaksanaan hubungan hukum antara pemerintahan dan masyrakatnya berjalan

lancar dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Hadirnya pemerintah dalam memberikan sebuah IUP merupakan

perwujudan pemerintahan yang baik, sebagai penyelenggara urusan negara

untuk menciptakan kesejahteraan rakyat ( Welfare State) dan keamanan,

56
Prajudi Admosudirjo. Ibid. Hal .89.
57
Prajudi Atmosudirdjo, Op.cit. Hal, 10.
110
kedamaian serta ketentraman di dalam masyrakat, maka pemerintah dituntut

untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya, untuk itu pemberian 2 (Dua)

IUP pada lahan yang sama oleh pemerintah, jika dikaji dari hukum administrasi

negara merupakan kekeliruan atau kesalahan pemerintah itu sendiri, bertolak

dari kesalahan tersebut, pemerintah harus bertanggung jawab dan bebas

menentukan IUP pemerintah mendorong terwujudnya sebuah kesepakatan

bersama untuk pemanfaatan lahan secara bersama-sama oleh pemegang IUP.

mana yang diprioritaskan dengan mengacu pada tata ruang wilayah tersebut.

Bentuk penyelesaian tumpang tindih izin usaha penggunaan lahan bersam

a dalam perspektif Hukum Perdata dan Hukum Administrasi Negara

menunjukkan asas kebebasan berkontrak yang merupakan salah satu asas

penting dalam perjanjian. Keseluruhan perjanjian dinyatakan sah karena telah

memenuhi unsur-unsur hukum perjanjian pasal 1320 KUHPerdata.

Izin Usaha Perkebunan maupun Pertambangan merupakan klasifikasi Hukum

Administrasi Negara karena obyeknya adalah milik publik yang dikuasai negara

sehingga secara ideal tidak dapat diselesaikan melalui perjanjian tetapi menjadi

kewenangan pemerintah dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Fakta hukum telah

terjadi penyelesaian tumpang tindih izin usaha melalui Perjanjian merujuk

perjanjian dalam perspektif hukum perdata memiliki kelemahan karena obyek

yang diperjanjikan merupakan milik publik yang berada di ranah hukum

administrasi negara.

Namun jika hal tersebut bertentangan dengan undang-undang dan tidak

ditemukan kesepakatan pemerintah juga harus bersedia untuk memfasilitasi

111
pemilik IUP untuk melakukan upaya pembatalan IUP terhadap pengguna IUP

yang lainnya.

Menurut Liang Gie bahwa Administrasi adalah suatu rangkaian kegiatan

yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam bentuk kerjasama untuk mencapai

tujuan tertentu. Sehingga dengan demikian Ilmu Administrasi dapat diartikan

sebagai suatu ilmu yang mempelajari proses, kegiatan dan dinamika kerjasama

manusia. Dari definisi administrasi menurut Liang Gie kita mendapatkan tiga

unsur administrasi, yang terdiri: (1) Kegiatan melibatkan dua orang atau lebih;

(2) Kegiatan dilakukan secara bersama-sama, dan (3) Ada tujuan tertentu yang

hendak dicapai.

Perjanjian antar pemegang IUP Perkebunan dan IUP Pertambangan yang

substansinya menyimpangi izin yang sudah dikeluarkan, Mmenurut Penulis dapat

dilakukan karena perjanjian juga merupakan persetujuan atas penyelesaian hak

atas tanah, apakah itu perkebunan maupun pertambangan untuk mendapatkan

meningkatkan status hak atas tanah haruslah terlebih dahulu dilakukan

pernyelesaian hak atas tanah dan diharuskan mendapat persetujuan dari

pemegang hak atas tanah tersebut sebagaimana di jelaskan pada Pasal 11 ayat (1)

Undang Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang pekebunan menyebutkan “ Pelaku

Usaha Perkebunan dapat diberi hak atas tanah untuk Usaha Perkebunan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Ketentuan peraturan petundang-undangan yang dimasud yaitu tata cara

pemberian hak atas tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960

112
Tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria. Lebih lanjut dijelaskan dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara yang berbunyi sebagai berikut:

“Pasal 134 Ayat 1 “Hak atas WIUP, WPR atau WIUPK tidak meliputi hak
atas tanah permukaan bumi, Pasal 135 Pemegang IUP Eksplorasi atau
IUPK Eksplorasi hanya dapat melaksanakan kegiatannya setelah
mendapat persetujuan dari pemegang ha katas tanah,
Pasal 136 ayat (1) Pemegang IUP atau IUPK sebelum melakukan kegiatan
operasi produksi wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang
hak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, Ayat (2)
Penyelesaian hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan secara bertahap sesui dengan kebutuhan atas tanah oleh
pemegang IUP atau IUPK.
Pasal 137 ayat (1) Pemegang IUP atau IUPK sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 135 dan Pasal 136 yang telah melaksanakan penyelesaian
terhadap bidang-bidang tanah dapat diberikan hak atas tanah sesuai
dengan ketentuan perundang-undang.”

Bila dikaitkan dengan tumpang tindih IUP yang dialami PT.TBP,ABP dan,

PKN, AAMU dan, BS, THL dan GAM dengan peraturan Menteri Agraria dan Tata

Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2017 Tentang

Pengaturan Dan Tata Cara Penetapan Hak Guna Usaha pasal 4 ayat (1) yang

berbunyi:

“Dalam hal areal yang akan dimohon Hak Guna Usaha telah diberikan izin
usaha terkait pemanfaatan sumber daya alam oleh pejabat yang
berwenang untuk sebagian atau seluruh bidang tanah maka untuk
memohon Hak Guna Usaha tersebut, pemohon Hak Guna Usaha harus
mendapat persetujuan dari pemegang izin usaha yang bersangkutan”.

Untuk mendapatkan persetujuan pemegang izin usaha maka timbul solusi

yaitu dengan adanya perjanjian pemanfaatan lahan bersama yang disetujui dan

disepakati bersama kedua belah pihak menjadi salah satu syarat untuk

terpenuhinya permohonan hak atas tanah dan sekaligus untuk menyelesaikan

polemik tumpang tindih IUP yang terjadi di Kalimantan Timur khususnya


113
Kabupaten Bulungan, Kabupaten Paser dan Kabupaten Kutai Timur.

Dengan disepakatinya perjanjian oleh kedua belah pihak pada objek-ojek

tertentu, sejalan dengan asas facta sunt servanda bahwa perjanjian tersebut

belaku menjadi hukum bagi kedua belah pihak yang berjanji., hal tersebut juga

sejalan dengan Pasal 135, 136, 137 ayat (1) Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009

tentang Pertambangan Mineral dan Batubara., Perjanjian juga merupakan

persetujuan atas diperbolehkannya lahan yang tumpang tindih untuk di usahakan.

114
BAB IV

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
B.

1. Perbandingan Hukum Perjanjian Penyelesaian tumpang tindih izin usaha Lahan

Perkebunan yang digunakan untuk pertambangan batubara ada empat model

yaitu : 1. Kesepakatan tukar menukar : Area Perkebunan dilepaskan menjadi

areal pertambangan seluas 8.470.14 Ha dan pertambangan melepas areal diluar

rencana tambang untuk perkebunan seluas 3.637.36 Ha dan Ganti rugi diberikan

oleh Pertambangan kepada pekebunan, 2. pertambangan meminjam-pakaikan

area yang sudah diusahakan perkebunan seluas 834.57 Ha satu siklus tanaman

setara dengan 25 tahun, 3. Mendahulukan usaha Perkebunan seluas 3.930 Ha

sampai dengan berakhirnya IUP atau satu siklus tanam setara 25 tahun, tanpa

ganti rugi, 4. Perusahaan perkebunan melepaskan arealnya untuk usaha

pertambangan, tanpa ganti rugi. Keseluruhan model tidak ada keterlibatan

pemerintah sebagai pemberi izin menunjukkan pengalihan tanggung jawab

pemberi izin kepada pemegang izin.

2. 2. Bentuk penyelesaian tumpang tindih izin usaha penggunaan lahan bersama

dalam perspektif Hukum Perdata merupakan klasifikasi hukum perdata dan

setiap perjanjian telah memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian sesuai dengan

pasal 1320 KUHPerdata. Sedangkan Izin Usaha Perkebunan maupun

Pertambangan merupakan klasifikasi Hukum Administrasi Negara karena

obyeknya adalah milik publik yang dikuasai negara sehingga secara ideal tidak
115
dapat diselesaikan melalui perjanjian tetapi menjadi kewenangan pemerintah

dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Fakta hukum telah terjadi penyelesaian

tumpang tindih izin usaha melalui Perjanjian Pemanfaatan Lahan Bersama

(PPLB) merujuk perjanjian dalam perspektif hukum perdata memiliki kelemahan

karena obyek yang diperjanjikan merupakan milik publik yang berada di ranah

hukum administrasi negara.

PKesimpulan

Dari ketiga perbandingan perjanjianK


penyelesaian lahan perkebunan yang digunakan untuk pertambangan yang
paling tepat adalah perjanjian TBP, ABP dan PKN, karena terhdap obyek sepakat
melakukan tukar-menukar lahan, pnjam pakai dalam 1 (satu) siklus tanaman, dan
adanya ganti rugi yang dilakukan PKN terhadap lahan yang sudah dibebaskan
TBP dan ABP. Sedangkan persamaan ketiga perjanjian tersebut merupakan
klasifikasi hukum pe

Bentuk penyelesaian penggunaan lahan bersama dalam perspektif Hukum Perdata


dan Hukum Administrasi Negara

karena obyeknya adalah milik publik yang dikuasai negara sehingga secara ideal
tetapi menjadi kewenangan pemerintah dan Pengadilan Tata Usaha Negara. F
merujuk perjanjian dalam perspektif hukum perdata memiliki kelemahan karena
obyek yang diperjanjikan merupakan milik public yang berada di ranah hukum
administrasi negara.
B. Saran

Diharapkan disetiap penyelesaian konflik izin usaha perkebunan dan

pertambangan, Pemerintah hadir memberikan masukan dan turut serta mencari

solusi penyelesaian sebagai bentuk tanggung jawab atas konflik yang timbul dari

pemberian izin. Untuk mendapatkan kepastian hukum konflik Izin sebaiknya

diselesaikan melalui litigasi/Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

116
Hukum Privat adalah salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan

kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum

sedangkan Hukum Publik adalah bidang hukum dimana subyek hukum

bersangkutan dengan subyek hukum lainnya. Klasifikasi hukum haruslah

ditempatkan sesuai fungsi hukum, persoalan perjanjian di selesaikan dengan

Hukum Perdata (Privat) dan persoalan izin yang merupakan produk Hukum

Administrasi Negara (Publik) diselesaikan dengan Peradilan Tata Usaha Negara

(PTUN). Bagaimana Perbandingan Hukum Perjanjian Penyelesaian Lahan

Perkebunan yang digunakan untuk pertambangan batubara?

Menurut penulis, Perbandingan hukum Perjanjian antara TBP, ABP dan PKN,

AAMU dan BS, THL dan GAM dapat dilihat dari:

Persamaannya yaitu unsur Para Pihak yang masing masing diwakili oleh direktur

atau kuasa, Latar belakang sama sama memiliki IUP dan Penyelesaian sengketa

melalui peradilan yang ditujuk oleh kedua belah pihak sedangkan perbedaanya

terletak pada penyelesaian perijinan masing masing yang didahulukan , ganti rugi,

jangka waktu satu siklus tanaman, hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Bagaimana bentuk penyelesaian penggunaan lahan bersama dalam perspektif

Hukum Perdata dan Hukum Administrasi Negara?

Menurut penulis, melihat hasil penelitian dalam Bab III bahwa untuk

menyelesaikan penggunaan lahan bersama jika ditinjau dari segi perspektif hukum

perdata bahwa Perjanjian yang telah dibuat dapat dinyatakan sah karena memenuhi

syarat sahnya suatu perjanjain menurut Hukum Perdata 1320 yaitu: 1). Sepakat

mereka yang mengikatkan diri, 2). Cakap untuk membuat suatu perjanjian, 3).

Mengenai sesuatu hal tertentu dan 4). Suatu sebab yang halal. dan mengandung 5

asas: 1). asas konsensualisme, 2). asas kebebasan berkontrak, 3). asas mengikatnya
117
perjanjian (Facta Sunt Servanda), 4). asas Itikad Baik, dan 5). Asas kepribadian.

Sedangkan Perjanjian antara TBP, ABP dan PKN, AAMU dan BS, THL dan GAM

jika ditinjau dari perspektif hukum administrasi negara , tidak dapat dihubungkan

karena Hukum adminsitasi negara merupakan hukum Publik sedangkan perjanjian

merupakan hukum private.

Saran

Meskipun terdapat persamaan dan perbedaan dalam Hukum Perjanjian

Pemanfaatan Lahan yang tumpang tindih antara PT TBP, ABP dan PKN, AAMU

dan BS, THL dan GAM adalah merupakan salah satu bentuk solusi penyelesaian

tumpang tindih izin usaha (IUP), namun untuk mendapatkan kepastian hukum

karena IUP adalah produk Hukum Administrasi Negara, maka sebaiknya

penyelesaian melalui proses Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

118

Anda mungkin juga menyukai