Anda di halaman 1dari 5

Nama : cindhy gilang ade putri

Nim : 2011102432003

Nama penulis buku : M. HADIN MUHJAD

Tahun Terbit : 1 JANUARI 2015

Penerbit : GENTA

Judul buku : HUKUM LINGKUNGAN

Nomor ISBN : 978-602-1500-25-5

ASPEK HUKUM LINGKUNGAN SEKTORAL

( SUMBER DAYA ALAM )

A. HUKUM PERTAMBANGAN ( BATU BARA ) ( MINING LAW )

Salah satu sumber daya alam yang potensial bagi kepentingan peningkatan dan pemasukan devisa
negara, terutama sekali bagi pendapatan asli daerah adalah bidang pertambangan (batu bara) dan
sekaligus bila pemanfaatan sumber daya alam tersebut tidak dilakukan secara ramah lingkungan, tidak
mustahil akan mendatangkan bencana, yakni rusak dan tercemarnya lingkungan hidup sebagai akibat
pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terkendali.

Batubara merupakan komoditas tambang yang paling diminati sebagai salah satu sumber energy
alternative disaat terjadi kenaikan harga minyak dunia. Saat ini Indonesia merupakan salah satu
produsen sekaligus eksportir utama batubara di dunia. Asosiasi pertambangan batubara Indonesia
menyebutkan bahwa produksi batu bara pada tahun 2006 sekitar 193,54 juta ton dimana 145 juta ton
diekspor ke asia , eropa dan Negara Negara lain. Kemudian pada tahun 2007 , produksi batubara
nasional mencapai 225 juta ton, Dimana 150 juta ton akan diekspor. Data pada tahun 2007 juga
menunjukan Indonesia memiliki sumber daya batubara sebesar 90 miliar ton dan cadangan 18,7 miliar
ton yang dapat digunakan sedikitnya selama 110-120 tahun.
DASAR HUKUM PERTAMBANGAN

Kegiatan pertambangan ini semula diatur indonesische mijnwet (scbl. 1899 No. 214 Jo. Stbl 1907 No.
434). Kemudian setelah Indonesia merdeka pada tanggal 14 oktober 1980 dicabut dan diganti dengan
undang- undang No. 37 Prp tahun 1960. UU No. 37 Prp tahun 1960. Akan tetapi dalam perkembangan
dirasakan UU No 37 Prp tahun 1960 tidak dapat memenuhi tuntutan masyarakat yang ingin berusaha
dibidang pertambangan.

Oleh karena itu, kegiatan pertambangan dapat dilakukan oleh swasta berdasarkan izin pertambangan
dari pemerintah yang dikenal dengan istilah kuasa pertambangan. Istilah kuasa pertambangan untuk
pertama kali digunakan dalam UU No 37 Prp tahun 1960. Berdasarkan ketentuan undang-undang No .
11 tahun 1967 tentang ketentuan- ketentuan pokok pertambangan disebutkan bahwa kuasa
pertambangan adalah wewenang yang diberikan kepada badan atau perseorangan untuk melaksanakan
usaha pertambangan. Berdasarkan UU No.11 tahun 1967 tersebut kegiatan pertambangan itu dapat
dilakukan hanya berdasarkan izin atau kuasa pertambangan.

TINDAK PIDANA PERTAMBANGAN DAN IMPLIKASINYA

Undang-undang No. 11 tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan secara tegas
menyatakan kegiatan pertambangan harus terlebih dahulu memiliki izin atau kuasa pertambangan.
Sementara dalam ketentuan pidana pasal 31 ayat (1) UU tersebut disebutkan bahwa, dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya 6 tahun atau dengan denda setinggi-tingginya lima ratus ribu rupiah.
Barang siapa yang tidak mempunyai kuasa pertambangan melakukan usaha pertambangan.

Dengan adanya ketentuan pidana bagi PETI ini, berarti jelas bahwa pihak berwenang sesungguhnya
mempunyai dasar yang kuat memberantas dan menertibkan para penambang liar tersebut.

B. HUKUM KEHUTANAN (FORESTRY LAW)

Hukum kehutanan adalah serangkaian kaidah-kaidah (tidak tertulis) dan peraturan- peraturan
(tertulis) yang hidup dan di pertahankan dalam hal- hal hutan dan kehutanan. Pengertian hutan pada
pasal 1 ayat (2) UU Nomor 41 tahun 1999 jo UU Nomor 19 tahun 2004 tentang penetapan peraturan
pemerintah pengganti UU Nomor 1 tahun 2004 tentang perubahan atas UU Nomor 41 tahun 1999
tentang kehutanan menjdi UU, dinyatakan bahwa suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,
yang satu dengan lainnya dapat dipisahkan.
Hutan sebagai unsure penting sumber daya alam nasional , memilki arti dan peranan yang sangat
besar terhadap aspek kehidupan social, lingkungan hidup dan pembangunan. Pengelolaan terhadap
salah satu penentu ekosistem ini, ditingkatkan secara terpadu dan berwawasan lingkungan . sehingga
bisa membantu pendapatan dan penerimaan devisa bagi Negara dalam rangka mencapai kemakmuran
rakyat . mengenal pengelolaan sumberdaya alam ditegaskan dalam undang-undang dasar 1945 pasal 33
ayat (3) disebutkan bahwa “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Hal ini ditegaskan kembali dalam konsideran ketetapan MPR No. IX/MPR/2001 tentang pembahruan
agraria dan sumberdaya alam bahwa:

“sumber daya agrarian/sumberdaya alam meliputi bumi,air,ruang angkasa,dan kekyaan alam yang
terkandung didalamnya sebagai rahmat tuhan yang maha esa kepada bangsa Indonesia, merupakan
kekayaan nasional yang wajib disyukuri. Oleh karena itu harus di kelola dan dimanfaatkan secara optimal
bagi generasi sekarang dan generasi mendatang dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan
makmur”.

Pasal 17 yang mengatur hubungan pemeritah dan pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya
alam sebagai berikut:

(1) hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara
pemerintah dan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:

 kewenangan,tanggung jawab,pemanfaatan,pemeliharaan,pengendali an
dampak,budidaya,dan pelestarian;
 bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya;dan
 penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan.

(2) hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antar
pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (4) dan ayat (5) meliputi:

 pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang menjadi
kewenangan daerah;
 kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
antar pemerintahan daerah; dan
 pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya.

(3) hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Ketetapan MPR Nomor. IX/MPR/2001 tentang pembaharuan agrarian dan pengelolaan sumber daya
alam, dalam pasal 4 huruf k dan l yang menyatakan:
k. mengupayakan keseimbangan hak dan kewajiban Negara, pemerintah (pusat,daerah
provinsi,kabupaten/kota,dan desa atau yang setingkat) masyarakat dan individu;

l. melaksanakan desentralisasi berupa pembagian kewenangan di tingkat nasional, daerah


provinsi,kabupaten/kota,dan desa atau yang setingkat,berkaitan dengan alokasi dan pengelolaan
sumber daya agraria/sumber daya alam.

Penguasaan oleh Negara terhadap sumber daya alam yang ada bukan tujuan akan tetapi hanya
sebuah sarana, yaitu sarana untuk mewujudkan kemakmuran rakyat Indonesia. Yang dimkasud
mendapatkan kemakmuran rakyat adalah masyarakat yang berada di sekitar sumber daya alam yang
bersangkutan kemudian mereka yang termasuk dalam wilayah administrasi pemerintah
(kabupaten/kota dan propinsi) baru rakyat Indonesia lainnya. Landasan ini di tegaskan dalam ketetapan
MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah pengaturan,pembagian dan
pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan ,seperimbangan keuangan pusat dan daerah

Dalam kerangka Negara kesatuan republic Indonesia. Pasal 3 SDA Nasional antara pusat dan daerah
dilaksanakan secara adil untuk kemakmuran masyarakat daerah dan bangsa secara keseluruhan”.

Jenis-jenis pengelolaan hutan dan hasil hutan di kawasan hutan Negara, dapat dibedakan dari
pembagian fungsi hutan masing-masing di setiap kawasan yaitu:

a. hutan lindung
b. hutan produksi
c. hutan suaka alam
d. hutan wisata

sepanjang ketentuan hukum yang berlaku bagi pengolaan hutan dan hasil hutan maka, di dalam hutan
lindung dan di dalam hutan suaka alam, dilarang melakukan segala bentuk kegiatan yang mengakibatkan
perubahanan keutuhan kawasan hutan. Sanksi hukum secara tegas terhadap adanya perbuatan yang
dilarang di dalam kawasan hutan Negara, dituangkan di dalam undang-undang Nomor 5 tahun 1990
tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya ,juga diatur di dalam PP Nomor 28 tahun
1985 tentang perlindungan hutan.

C. HUKUM PERKEBUNAN (PLANTATION LAW)

UU No. 18 Tahun 2004 tentang perkebunan adalah untuk memperjelas kedudukan hukum para pelaku
usaha dan perkebunan dalam menjalankan industry perkebunan. UU No. 18 Tahun 2004 ini telah pernah
diuji materiil oleh mahkamah konstitusi yaitu terhadap uji materi pasal 21 dan pasal 47 UU No 18 Tahun
2004 tentang perkebunan yang menyatakan bahwa masyarakat tak boleh memasuki kawasan
perkebunan karena takut mengganggu aktivitas perkebunan.
PENGELOLAAN PERKEBUNAN

Dalam industry perkebunan, ada jenis-jenis izin usaha khusus perkebunan yang terdapat di dalam
pasal 1 peraturan menteri pertanian Nomor 26/pementan/OT.140/2/2007 yang menyebutkan
keberadaan IUP-B untuk izin usaha perkebunan untuk budidaya atau IUP-P untuk izin usaha perkebunan
untuk pengolahan. Di dalam peraturan mentri tersebut juga disebutkan berbagai macam bentuk
dokumen perizinan lainnya, seperti surat tanda daftar usaha perkebunan (STD-B) dan surat tanda daftar
usaha industry pengolahan hasil perkebunan (STD-P).

Dalam pasal 2,3,4 UU No.18 Tahun 2004 tentang perkebunan disebutkan bahwa perkebunan
diselenggarakan berdasarkan atas asas:

a. manfaat dan berkelanjutan,


b. keterpaduan,
c. kebersamaan,
d. keterbukaan,serta
e. berkeadilan

perkebunan berfungsi ekonomi, yaitu peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta
penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional. Berfungsi ekologi, yaitu peningkatan konservasi
tanah dan air,penyerap karbon, penyediaan oksigen,dan penyangga kawasan lindung,dan berfungsi
social budaya, yaitu sebagai perekat dan pemersatu bangsa. Tujuan perkebunan adalah : meningkatkan
pendapatan masyarakat; meningkatkan penerimaan Negara; meningkatkan penerimaan devisa Negara;
menyediakan lapangan kerja; meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing; memenuhi
kebutuhan dan bahan baku industri dalam negeri; mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam
secara berkelanjutan.

Kesimpulan:

Hukum sumber daya alam adalah prinsip prinsip pengelolaan sumber daya alam yang dijadikan garis
kebijakan resmi Negara tentang hukum, dalam rangka pembentukan dan penegakan hukum dibidang
sumber daya alam, untuk mencapai tujuan sebesar-besar kemakmuran rakyat, sebagaimana yang
diamanatkan pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat”. pertambangan, kehutanan,perkebunan termasuk sumber daya alam pemerintah dan
masyarakat berhak mengelola dan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada pada setiap
daerah untuk kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkannya lebih selektif dan secara bijaksana .

Anda mungkin juga menyukai