Anda di halaman 1dari 101

PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MURABAHAH PRODUKTIF DAN

KONSUMTIF DI BMT INDRAGIRI KOTA RENGAT

SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


Pada Jurusan Perbankan Syariah

Oleh

MUHAMMAD IQBAL RASYID


NIM. 1730401093

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
BATUSANGKAR
1443 H / 2021 M
ABSTRAK
MUHAMMAD IQBAL RASYID, NIM 1730401093, judul SKRIPSI
“Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah Produktif Dan Konsumtif di BMT
Indragiri Kota Rengat”. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam. Jurusan Perbankan
Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar, 2021.
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan
pembiayaan murabahah tanpa akad wakalah dan bagaimana kecenderungan jenis
transaksi pembiayaan produktif dan konsumtif BMT Indragiri dengan konsep
pembiayaan murabahah tanpa akad wakalah ini. Tujuan pembahasan ini untuk
mengetahui bagaimana pelaksanaan pembiayaan murabahah tanpa akad wakalah
dan kecenderungan jenis transaksi pembiayaan produktif dan konsumtif BMT
Indragiri dengan konsep pembiayaan murabahah tanpa akad wakalah
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah jenis penelitian lapangan (field
research), untuk mendapatkan data-data dari permasalahan yang diteliti. Teknik
pengumpulan data yang penulis gunakan adalah melalui wawancara dan
dokumentasi. Pengolahan data dilakukan dengan mengunakan metode deskriptif
kualitatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prosedur pelaksanaan akad
pembiayaan murabahah tanpa wakalah di BMT Indragiri Kota Rengat Kabupaten
Inderagiri Hulu benar-benar tidak terdapat akad wakalah padanya dimana
nasabahpun tidak dibolehkan hadir saat terjadi transaksi dan negosiasi jual beli
antara BMT dengan supplier, harga negosiasi dilaksanakan oleh BMT adalah atas
kepentingan nasabah maka diskon harga yang diperoleh BMT diberikan kepada
nasabah, dan BMT telah pula berhasil melaksanakan akad murabahah KPP
(murabahah kepada pemesan pembelian) dari supplier yang tidak ditentukan
nasabah sehingga benar-benar tanpa wakalah. Dalam pelaksanaan semua bentuk
akad murabahah ini oleh BMT dengan Supplier, tidak ada nasabah yang menolak
barang yang sudah dibeli oleh BMT. Sedangkan dari sisi aspek perbandingan
dominasi atau kecenderungan pelaksanaan jenis akad, nasabah lebih dominan
untuk mengambil pembiayaan murabahah tanpa wakalah konsumtif karena
transaksi atas satu barang saja lebih praktis dan mudah, sedangkan untuk
pembiyaan murabahah tanpa wakalah produktif ditemukan banyak kesulitan
dalam pelaksanaannya dari aspek proses pengadaan barang dan banyaknya variasi
barang yang akan diadakan oleh nasabah, hal tersebut dapat dilihat dari persentase
pembiayaan murabahah produktif 30% sedangkan pembiayaan murabahah
konsumtif 70% pada tahun 2020 .
Kata Kunci: Pelaksanaan, Pembiayaan Murabahah, Produktif dan Konsumtif
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Sehingga, dengan
rahmat dan karunia-Nya, penulis telah dapat menyelesaikan penulisan skripsi
yang berjudul ”PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MURABAHAH PRODUKTIF
DAN KONSUMTIF DI BMT INDRAGIRI KOTA RENGAT”. Sholawat beserta
salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita yakninya Nabi Muhammad
SAW, sebagai penggerak reformasi yang mampu merubah pola jahilliyah kepada
islamiyah dan menjadi uswatun hasanah bagi manusia.
Dengan hidayah dan pertolongan Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Dalam penulisannya, penulis menemukan berbagai macam
tantangan dan kesulitan, akan tetapi semuanya itu dapat teratasi berkat bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih yang mendalam dan setulus-tulusnya, yang teristimewa kepada
Ayahanda tercinta Syafrudin Rasyid, Ibunda tercinta Elvi Sukesih, adik tercinta
Azhari Maulana, Fauzi Qayes, Halbas Syarif, Rahma Kesya dan Hanif Muflih
serta seluruh keluarga besar penulis yang selalu memberi semangat dan
memberikan motivasi serta memberikan dorongan moril dan materil kepada
penulis, sehingga menjadi motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan program
pendidikan Sarjana Ekonomi ini. Selanjutnya, ucapan terimakasih yang mendalam
penulis sampaikan kepada:
1. Dr. Marjoni Imamora, M.Sc selaku Rektor IAIN Batusangkar.
2. Dr. H. Rizal, M.Ag, CRP selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
IAIN Batusangkar.
3. Elmiliyani Wahyuni, M.E. Sy selaku Ketua Jurusan Perbankan Syariah IAIN
Batusangkar.
4. Deswita. S.AG.,MA selaku Penasehat Akademik (PA) yang selalu
meluangkan waktu untuk mengarahkan dan memberikan pemikiran dan
petunjuk.
5. Dr. H. Alimin, Lc., M.Ag selaku pembimbing yang selalu membantu
memberikan pemikiran dan petunjuk serta waktu untuk bimbingan terhadap
skripsi ini.
6. Dr. H. Rizal Fahlefi, S.Ag., M.SI selaku penguji I yang telah meluangkan
waktu, mencurahkan pikiran, tenaga, menguji, menasehati, membimbing dan
mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Fitri Yenti, SE.I., MA selaku penguji II yang telah meluangkan waktu,
mencurahkan pikiran, tenaga, menguji, menasehati, membimbing dan
mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Bapak dan Ibu Dosen, Karyawan dan Karyawati IAIN Batusangkar yang
telah membantu, berbagi ilmu serta memberikan kemudahan kepada penulis
selama penulis menempuh perkuliahan dan proses penyusuhan skripsi ini.
9. BMT Indragiri beserta jajaran yang telah memberikan izin untuk melakukan
penelitian di Kab. Indragiri Hulu.
10. Terima kasih kepada sahabat dan teman-teman yang tidak dapat penulis
sebutkan satu-persatu, terima kasih telah memberikan semangat dengan tulus,
terima kasih telah banyak membatu selama proses penyusunan skripsi ini.
11. Seluruh teman-teman sejurusan Perbankan Syariah angkatan 2017. Terima
kasih atas kenangan yang telah terjalin selama ini. Terima kasih telah banyak
membantu dan menjadi arti pada setiap kesempatan pertemuan yang telah
Allah berikan.

Penulis yakin dan percaya sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari pihak-
pihak tersebut di atas, sudah tentu skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik.
Untuk itu, penulis berdoa dan berharap kepada Allah SWT semoga apa yang telah
kita lakukan selama ini mendapatkan ridho dan hidayah disisi-Nya. Amiin.
Di samping itu, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritikan dan saran yang
membangun demi kesempurnaan, dengan harapan karya ilmiah ini dapat
menambah khazanah keilmuan/ilmu pengetahuan. Kepada Allah SWT jugalah
penulis mohon ampun, tanpa hidayah-Nya dan petunjuk-Nya, semua ini tidak
akan terlaksana.
Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu penulis dalam proses penyusunan skripsi ini. Semoga segala kebaikan
Allah balas dengan pahala yang setimpal. Aamiinn ya Robbal’alamin.
Batusangkar, 8 September 2021
Penulis

Muhammad Iqbal Rasyid


NIM. 1730401093
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

ABSTRAK...............................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................v
DAFTAR TABEL................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Fokus Penelitian......................................................................................6
C. Pertanyaan Penelitian..............................................................................6
D. Tujuan Penelitian.....................................................................................7
E. Manfaat penelitian...................................................................................7
F. Definisi Operasional................................................................................7
BAB II KAJIAN TEORI.......................................................................................9
A. Pembiayaan Murabahah..........................................................................9
B. Akad Wakalah.......................................................................................12
C. Kegiatan Kredit dan Pembiayaan..........................................................13
D. Kepatuhan Syariah.................................................................................23
E. Konsep Biaya Operasional Bank Syari’ah............................................26
F. Prosedur Pelaksanaan Akad Pada Bank Syariah...................................29
G. Jenis Usaha............................................................................................31
H. Promosi..................................................................................................34
I. Tujuan Pembiayaan Produktif dan Konsumtif......................................34
J. Penelitian Yang Relevan.......................................................................38
K. Kerangka Berfikir..................................................................................41
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................43
A. Jenis Penelitian......................................................................................43
B. Tempat dan Waktu Penelitian...............................................................43
C. Instrumen Penelitian..............................................................................44
D. Sumber Data..........................................................................................44
E. Teknik Pengumpulan Data....................................................................45
F. Teknik Analisis Data.............................................................................45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN....................................47
A. Gambaran Umum BMT Indragiri Kota Rengat.....................................47
B. Temuan Penelitian.................................................................................58
C. Pembahasan...........................................................................................70
BAB V PENUTUP................................................................................................74
A. Kesimpulan............................................................................................74
B. Saran......................................................................................................75
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1 Data Jumlah Pembiayaan Murabahah....................................................2
Tabel 3. 1 Rancangan Waktu Penelitian................................................................43
Tabel 4. 1 Data Pembiayaan Murabahah Produktif dan Konsumtif......................68
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Skema Ba’I al-Murabahah................................................................11
Gambar 2. 2 Kerangka Berfikir..............................................................................42
Gambar 4. 1 Logo BMT Indragiri..........................................................................52
Gambar 4. 2 Syarat Pengajuan Pembiayaan..........................................................62
Gambar 4. 3 Formulir permohonan pembiayaan...................................................63
Gambar 4. 4 Pembelian Satu Unit Mobil Di Dealer Pekanbaru............................64
Gambar 4. 5 Tanda Terima Realisasi Pembiayaan................................................65
Gambar 4. 6 Pengambilan Satu Unit Motor Oleh Nasabah di Kantor BMT
Indragiri............................................................................................66
Gambar 4. 7 Skema Prosedur Pelaksanaan Akad Murabahah Produktif dan
konsumtif Tanpa Wakalah Pada BMT Indragiri..............................67
Gambar 4. 8 Diagram Pembiayaan Murabahah Produktif dan Konsumtif...........69

9
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Baitul maal wattamwil terdiri dari dua istilah, yaitu baitul maal dan
baitul tamwil. Baitul maal lebih condong pada usaha. Seperti usaha
pengumpulan dan penyaluran dana yang non profit, seperti : zakat, infak,
santunan anak yatim, dan shodaqoh. Sedangkan baitul tamwil berfokus pada
usaha pengumpulan dan penyaluran dana yang akan dikembangkan atau
sering disebut dana komersial. Usaha usaha tersebut menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pengembang kegiatan ekonomi
masyarakat kecil menegah dengan berlandasakan syariah murni (Sudarsono,
2003:84).
BMT Djami’ merupakan Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah (KJKS)
yang notabenenya adalah lembaga keuangan aset umat dengan prinsip
operasionalnya mengacu pada prinsip-prinsip syari’at Islam. BMT Djami’
dibentuk dalam upaya memberdayakan ummat secara kebersamaan melalui
kegiatan simpanan dan pembiayaan serta kegiatan-kegiatan lain yang
berdampak pada peningkatan ekonomi anggota dan mitra binaan ke arah yang
lebih baik, lebih aman, serta lebih adil.
Namun pada tahun 2017 BMT Djami’ berganti nama menjadi BMT
Indragiri, dikarenakan agar bisa dikenal lebih luas oleh lapisan masyarakat.
BMT Indragiri sebagai lembaga keuangan syariah yang berbadan hukum
koperasi syariah, dikelola berdasarkan pada prinsip-prinsip syariah menjadi
wadah kaum muslimin berjamaah dalam ekonomi yang dapat menjadi solusi
bagi kaum muslimin agar terhindar dari transaksi riba dengan produk yang
dimiliki oleh BMT Indragiri adalah produk penghimpunan dan produk
pembiayaan terdiri dari tabungan anggota dan tabungan umum serta
pembiayaan atau sering disebut kredit syar’i dengan sistem bagi hasil
(mudhorobah dan musyarokah), jual beli (murabahah), jasa, pinjaman (al-
qard).

1
2

Sebagaimana yang sudah dijelaskan diatas BMT Djami’ juga


memiliki dua divisi kerja dalam melayani Masyarakat/ummat  yaitu divisi
Maal dan divisi Tamwil yang dikelola oleh tenaga-tenaga muda yang
profesional dibidang keuangan, Insya Allah akan menampilkan lembaga
keuangan syari’at yang sehat, berkualitas, dan memenuhi harapan umat.
Masyarakat yang komplek ini yang terbagi menjadi beberapa classter
atau dimensi menyebabkan kebutuhan yang beragam yang berbeda antara
tingkatan classter tersebut. Maka BMT selayaknya sebagai lembaga
keuangan harus menyanggupi kebutuhan tersebut sesuai kemampuan lembaga
keuangan tersebut. Sebagaimana prinsip BMT menggunakan akad
murabahah tanpa akan wakalah sehingga BMT bisa disebut sebagai sector
rill (BMT sebagai pedagang). Sehingga BMT harus memikirkan biaya
operasional, menejerial, dampak, kendala, dan pelaksanaannya sehingga tetap
berpegang pada prinsip syariah.
BMT sebagai lembaga non bank yang bersifat syariah hendaklah
menjaga kesyariahan akadnya terutama pada akad murabahah yang paling
sering digunakan oleh karena itu BMT Indragiri hanya menggunakan akad
murabahah tanpa akad wakalah yang dimana akad wakalah dapat memicu
keghararan pada saat melakukan akad murabahah seperti yang dilakukan
pada bank syariah pada umumnya. Sebagaimana dalam praktiknya bank
mewakilkan pembelian barangnya kepada nasabah dan apakah nasabah
benar-benar membeli barang tersebut. Bank juga mengakadkan barang yang
belum ada di depan antara kedua belah pihak sehingga ini yang membuat
keghararan akad tersebut. Dan apakah dengan menerapkan akad murabahah
tanpa akad wakalah pelaksanaan jual beli tersebut lebih dominan pada
Konsumtif atau Produktif.
3

Tabel 1. 1
Data Jumlah Pembiayaan Murabahah
N Pembiayaan Murabahah Jumlah Pembiayaan
O
1 Tahun 2018 687
2 Tahun 2019 798
3 Tahun 2020 1003
Sumber : BMT Indragiri, 2021.

Dari table diatas diketahui bahwa jumlah pembiayaan murabahah di


BMT Indragiri dari tahun ke tahun terus meningkat sehingga dapat diketahui
tingkat kepercayaan dan antusias masyarakat sangat besar terhadap sistem
keuangan Islam di BMT Indragiri.
Menurut observasi awal yang penulis lakukan berupa wawancara
kepada AO BMT Indragiri pembiayaan murabahah tanpa akad wakalah
mempunyai dampak positif maupun negatif diantaranya adalah pengendalian
keuangan lebih jelas, taat syariah, promosi mudah, proses jelas, tetapi
memiliki kesulitan atau kendala terhadap pembiayaan tertentu sehingga
masyarakat dan AO merasa kesulitan (Rizal, Wawancara langsung pada
tanggal 24 Mei 2021)
Setelah penulis mewawancarai nasabah BMT Indragiri tentang akad
murabahah tanpa akad wakalah nasabah tersebut berpendapat bahwa
transaksi atau prosedur mudah, aman, nyaman, taat akan syariah, terhindar
dari riba, dapat digunakan langsung untuk berinvestasi dan memiliki kendala
tertentu dalam beberapa usaha tertentu (Rendi, Wawancara langsung pada
tanggal 28 Mei 2021)
Selanjutnya penulis mewawancarai nasabah BMT Indragiri tentang
akad murabahah tanpa akad wakalah nasabah tersebut berpendapat bahwa
bertransaksi di BMT Indragiri mudah, tidak berbelit-belit, murah, dan tentu
bebas riba (Faisal, Wawancara langsung pada tanggal 28 Mei 2021)
Masalah penerapan akad wakalah dalam akad murabahah di lembaga
keuangan adalah sebuah masalah menarik dalam kesesuaian syariah lembaga
keuangan syariah, karena sebelum adanya lembaga keuangan syariah, baik
perbankan, maupun lembaga keuangan non perbankan, baik mikro maupun
4

makro, model keuangan yang ada hanyalah bank konvensional dimana akad
utamanya adalah pinjam meminjam uang (kredit uang) untuk mendapatkan
suatu laba tertentu, baik dari sisi pendanaan maupun dari sisi kredit. Sistim
tersebut dapat dengan mudah dan efesien diterapkan di bank konvensional
sehingga dapat mendatangkan laba bagi bank, dan juga mendatangkan
manfaat bagi nasabah peminjam.
Ketika lembaga keuangan Islam muncul, maka akad yang digunakan
bukanlah akad utang piutang, karena dalam hukum muamalah Islam, akad
utang piutang tidak boleh mengambil suatu laba atau manfaat karena itu sama
dengan perilaku riba yang diharamkan Islam, maka akad utama (produk
utama) yang digunakan adalah akad jual beli barang dan jasa, utamanya
dalam bentuk akad murabahah. Namun demikian, ketika akad murabahah
(jual beli barang dan jasa secara kredit antara nasabah dengan bank syariah)
dilaksanakan oleh lembaga keuangan syariah maka ia akan memerlukan biaya
operasional yang lebih tinggi, karena harus ada dua kali akad jual beli (akad
murabahah paralel), yaitu antara bank dengan supplier, dan antara bank
dengan nasabah dengan berbagai implikasi dan dampak dari pelaksanaan dua
akan tersebut. Oleh karena itu, guna menekan biaya operasional bank syariah,
dan agar bank syariah memiliki kinerja yang lebih efesien secara ekonomi
modern dan juga kompetitif dengan bank konvensional, diterapkanlah “akad
wakalah dalam akad murabahah” (al-murabahah bil wakalah).
Namun demikian, kebolehan pelaksanaan akad wakalah dalam akad
murabahah, sulit dilaksanakan secara benar dan sungguh-sungguh oleh
lembaga keuangan perbankan syariah, karena pelaksanaan transaksi antara
bank syariah dengan nasabah akan lebih panjang, dianggap lebih rumit, dan
kurang menarik dari sisi nasabah maupun bank syariah, sehingga bank tidak
mampu disiplin dalam menerapkannya dan nasabah juga keberatan dalam
melaksanakannya secara jujur. Oleh karena itu banyak penelitian
menunjukkan bahwa lembaga keuangan syariah, baik perbankan maupun non
bank banyak yang kurang taat asas dalam melaksanakan akad murabahah bil
wakalah, seperti pada penelitian Aulia Hanum berjudul Analisis Kesyariahan
5

Akad Murabahah Bil Wakalah (Studi Kasus Pada Bank Muamalat Indonesia,
Bank BRI Syariah, Bank Syariah Mandiri, dan Bank CIMB Niaga Syariah,
Cabang Malang), skripsi pada Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Brawijaya Malang tahun 2015 (Aulia Hanum, Analisis
Kesyariahan Akad Murabahah Bil Wakalah, http : // download . garuda.
ristekdikti.go.id, akses 2 Agustus 2021). Penelitian ini menyimpulkan bahwa
terdapat ketidaksesuaian antara penerapan murabahah dengan prinsip syariah
yang ada karena melanggar prinsip wakalah dalam akad murabahah dimana
keempat bank belum mampu melaksanakan akad wakalah dalam akad
murabahah sebagaimana yang digariskan dalam aturan Fatwa DSN MUI No.
04/DSN-MUI/IV/2000. Selain itu penelitian ini juga mendapatkan bahwa
murabahah KPP (Hybrid Contract murabahah wal wakalah), bisa dikatakan
tidak sah karena tidak memenuhi syarat dari jual beli murabahah.
Kesimpulan yang senada juga dapat dilihat pada penelitian Wige Andriyani,
berjudul Analisis Pelaksanaan Akad Murabahah Pada Produk Pembiayaan iB
Kepemilikan Rumah (KPR) Pada Bank Syariah Bukopin Cabang Bukittinggi,
skripsi pada Jurusan Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam,
IAIN Bukittinggi (Wige Andriyani, Analisis Pelaksanaan Akad Murabahah
Pada Produk Pembiayaan iB Kepemilikan Rumah (KPR) Pada Bank Syariah
Bukopin Cabang Bukittinggi, http://e-campus.iainbukittinggi.ac.id, akses 2
Agustus 2021).
Banyaknya lembaga keuangan syariah yang tidak mampu
melaksanakan akad murabahah bil wakalah dengan baik dan benar, akan
menyebabkan kualitas syariah compliant (aspek kesesuaian syariah) menjadi
rendah, yang lebih buruknya lagi jika akad murabahah bil wakalah yang
tidak dilaksanakan tersebut jatuh pada akad ‘inah, yaitu suatu helah
(rekayasa) menghalalkan riba, ataupun jatuh pada akad tawarruq
munazhzham (keinginan untuk mendapatkan uang tunai dari bank, bukan
barang ditransaksikan) yang syubhat atau diperdebatkan secara tajam oleh
para ulama, sebagaimana dinyatakan oleh Aidil Alfin (Multi-Akad dalam
6

Perspektif Fikih dan Implementasinya di Perbankan Syariah, Jurnal Hukum


Islam 16 (1), 25-47, 2018).
Berangkat dari fenomena tersebut, gunanya tercapainya kesesuaian
syariah (syariah compliant) yang baik, terdapat beberapa lembaga keuangan
syariah yang tidak menerapkan akad wakalah bernama “akad murabahah
tanpa wakalah” (al-murabahah bighairil wakalah), sebagaimana yang
dilaksanakan sebuah lembaga keuangan mikro syariah bernama Baitul Maal
Wattamwil (BMT) Indragiri Kota Rengat Kabupaten Indragiri Propinsi Riau.
Fenomena pelaksanaan akad murabahah tanpa wakalah menurut hemat
penulis menarik untuk diteliti, karena akan menyisakan berbagai masalah di
lapangan seperti daya tarik produk yang akan merepotkan pihak bank dan
juga nasabah, keterbatasan jumlah nasabah pembiyaan, naiknya biaya
operasional, prosedur pelaksanaan akad, dan terbatasnya jenis akad yang
dapat dilaksanakan berupa akad akad konsumtif dan produktif.
Disamping fenomena sudah terlaksananya akad murabahah tanpa
wakalah di BMT Indragiri Kota Rengat, berdasarkan observasi awal penulis
ke BMT Indragiri, mereka juga belum menuliskan akad ini dalam S.O.P
dalam standar operasional BMT, sedangkan mereka sudah melaksanakannya
secara cukup disiplin, maka kajian lapangan akan berguna bagi BMT ini
dalam menuangkan dan mengalisis apa yang sudah mereka kerjakan.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis melihat pentingnya untuk
melaksanakan penelitian tentang pelaksanaan akad murabahah tanpa wakalah
ini, dan karena keterbatasan waktu, biaya, dan kemampuan penulis, maka
penulis membatasi varibel penelitian ini dengan judul “Pelaksanaan
Pembiayaan Murabahah Produktif dan Konsumtif Di BMT Indragiri Kota
Rengat”.

B. Fokus Penelitian
Berdasarkan paparan latar belakang masalah di atas, maka fokus
masalah penelitian ini tentang pelaksanaan pembiayaan murabahah produktif
dan konsumtif di BMT Indragiri Kota Rengat.
7

C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan fokus masalah penulis paparkan sebelumnya, dan karena
keterbatasan penulis dari sisi waktu, biaya, dan kemampuan, maka yang
menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana prosedur penerapan akad murabahah tanpa wakalah di BMT
Indragiri Kota Rengat.
2. Bagaimana kecenderungan jenis transaksi produktif dan konsumtif yang
dilakukan nasabah akad murabahah tanpa wakalah di BMT Indragiri Kota
Rengat.

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menjelaskan bagaimana prosedur penerapan akad murabahah di
BMT Indragiri Kota Rengat.
2. Untuk menjelaskan bagaimana kecenderungan jenis transaksi produktif
dan konsumtif yang dilakukan nasabah akad murabahah di BMT Indragiri
Kota Rengat.

E. Manfaat penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian adalah:
1. Memberikan kontribusi dalam pengembangan teori pelaksaan akad
murabahah dalam lembaga keuangan syariah.
2. Memberikan kontribusi lembaga keuangan syariah mikro umumnya, dan
khususnya bagi BMT Indragiri Rengat dalam mengaplikasikan akad
murabahah tanpa wakalah sebagai pertimbangan atau acuan dalam
melaksanakan operasional lembaga.
3. Secara pragmatis, penelitian ini bermanfaat bagi penulis sebagai syarat
dalam memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
(FEBI) IAIN Batusangkar.
8

F. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami judul yang
terdapat di dalam penelitian ini, maka penulis akan memberikan definisi
istilah yang terdapat dalam penelitian ini :
1. Pelaksanaan adalah proses, cara, perbuatan melaksanakan atau rancangan,
keputusan, dan sebagainya (Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, 2003:234).
Sedangkan pelaksanaan yang peneliti maksud dalam penelitian adalah
bagaimana proses dan langkah pelaksanaan penerapan akad murabahah
tanpa wakalah di BMT Indragiri Kota Rengat.
2. Pembiayaan Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati dimana penjual harus memberitahu
harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan
sebagai tambahannya serta besaran angsuran kalau memang dibayar secara
angsuran (Muhammad, 2000:23).
3. Akad Wakalah adalah Akad Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh
seseorang kepada yang lain dalam hal-hal yang diwakilkan. Mewakilkan
suatu urusan kepada orang lain, untuk bertindak atas namanya. Akad
wakalah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah akad perwakilan dari
lembaga keuangan syariah kepada nasabah atas nama lembaga untuk
melaksanakan transaksi jual beli barang dalam akad murabahah dimana
perwakilan ini bertujuan agar nasabah ikut memudahkan lembaga dalam
membeli barang yang akan menjadi komoditi akad murabahah.
4. Pembiayaan Produktif adalah kredit yang digunakan untuk peningkatan
usaha, produksi, perdagangan atau investasi. Kredit ini diberikan untuk
menghasilkan barang atau jasa. Sebagai contohnya kredit untuk
membangun pabrik yang nantinya akan mengasilkan barang, kredit
pertanian akan menghasilkan produk pertanian atau kredit pertambangan
menghasikan bahan tambang atau kredit industri lainnya (Kasmir,
2001:99).
5. Pembiayaan Konsumtif adalah kredit yang dipergunakan untuk keperluan
konsumsi, artinya uang kredit akan habis dipergunakan atau semua akan
9

terpakai untuk memenuhi kebutuhannya. Jadi kredit ini tidak bernilai bila
kita tinjau dari segi utility uang, akan tetapi hanya membantu seseorang
memenuhi kebutuhan hidupnya. Misalnya kredit untuk membeli rumah,
barang-barang keperluan rumah tangga (perabotan), kredit mobil pribadi,
dan kredit konsumtif lainya (Veithzal Rivai, 2010:721).
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pembiayaan Murabahah
Murabahah berarti pembelian barang dengan pembayaran
ditangguhkan (1 bulan, 3 bulan, 1 tahun dan seterusnya). Pembiayaan
murabahah adalah pembiayaan yang diberikan kepada nasabah dalam rangka
pemenuhan kebutuhan produksi dan konsumsi. Pembiayaan murabahah
dengan kredit modal kerja yang biasa diberikan oleh bank-bank konvensional,
dan karenanya pembiayaan murabahah berjangka waktu dibawah 1 tahun
(short run financing) (Karnaen, 1992:25).

‫فَ ۡٱب َعثُ ٓو ْا َأ َح َد ُكم بِ َو ِرقِ ُكمۡ ٰهَ ِذ ِٓۦه ِإلَى ۡٱل َم ِدينَ ِة‬
Artinya : “Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota
dengan membawa uang perakmu ini” (QS. Al-Kahf 18:Ayat 19)

Dari ayat diatas jelas bahwa mereka telah mewakilkan penanganan


sesuatu hal atau urusan kepada orang lain (Karnaen, 1992:42). Pada
Murabahah, penyerahan barang dilakukan pada saat transaksi, sementara
pembayarannya dilakukan secara tunai, tanggu atau dicicil. Pada Murabahah,
untuk terbentuknya akad pembiayaan multiguna di dalam Islam, haruslah
memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat Murabahah (Karim, 2004:88).
Menurut mayoritas (jumhur) ahli-ahli hukum Islam, rukun yang
membentuk akad Murabahah ada empat:
1. Adanya penjual (ba’i).
2. Adanya pembeli (musytari).
3. Objek atau barang (mabi’) yang diperjualbelikan.
4. Harga (tsaman) nilai barang berdasarkan mata uang

10
11

Sementara itu, syarat murabahah, yaitu :


1. Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah.
2. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
3. Kontrak harus bebas riba.
4. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang
sesudah pembelian.
5. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara utang. Jadi, di sini terlihat
adanya unsur keterbukaan.
Pada pembiayaan Murabahah, nasabah yang mengajukan permohonan
haris mematuhi syarat sah perjanjian, yaitu syarat subjektif harus berumur 21
tahun atau telah/pernah menikah, sehat jasmani dan rohani. Objek
Murabahah tersebut juga harus tertentu dan jelas serta merupakan milik yang
penuh dari pihak bank. Dalam pelaksanaannya, pembelian objek Murabahah
tersebut dapat dilakukan oleh pembeli Murabahah tersebut sebagai wakil dari
pihak bank dengan akad Wakalah atau perwakilan.
Setelah akad Wakalah, pembelian Murabahah bertindak untuk dan
atas nama bank untuk melakukan pembelian objek Murabahah tersebut.
Setelah akad Wakalah selesai dan objek Murabahah tersebut secara prinsip
telah menjadi hak milik bank, maka terjadi akad kedua antara bank dengan
pembeli, yaitu akad Murabahah. Hal ini dimungkinkan dan tidak menyalahi
syarih Islam seperti dijelaskan dalam Fatwa DSN MUI No.
04/DSN-MUI/IV/2000 bahwa jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah
untuk membeli barang barang dari pihak ketiga, akad jual beli Murabahah
harus dilakukan setelah barang secara prinsip, menjadi milik bank (Tim
Penulis DSN MUI:25).
Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati antara pihak bank dan nasabah. Dalam
Murabahah, penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli,
kemudian ia mensyaratkan atas laba dalam jumlah tertentu. Pada perjanjian
Murabahah, nasabah bank membiayai pembelian barang yang dibutuhkan
12

oleh nasabah dengan membeli barang itu dari pemasok, dan kemudiam
menjualnya kepada nasabah dengan harga yang ditambah keuntungan atau di-
mark-up. Dengan kata lain, penjualan barang kepada nasabah dilakukan atas
dasar cost-plus profit (Sudarsono, 2003:47-48).
Landasan hukum :
1. Al-Quran : Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba
(QS. Al-Baqarah 2:275).
2. Al-Hadis : Dari Suaib Ar-Rumi RA bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Tiga hal yang di dalam terdapat keberkahan : Jual beli secara tangguh,
Muqaradhah (Mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung
untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual” (HR. Ibnu Majah)
Teknis perbankan :
1. Bank bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli. Harga
jual adalah harga beli bank dari produsen ditambah keuntungan. Kedua
pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran.
2. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati
tidak dapat berubah selama berlaku akad. Dalam perbankan, Murabahah
lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (Bitsaman Ajil).
3. Dalam transaksi ini, bila sudah ada barang diserahkan segera kepada
nasabah, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.

Gambar 2. 1
Skema Ba’I al-Murabahah
13

Murabahah merupakan salah satu konsep Islam dalam melakukan


perjanjian jual beli. Konsep ini telah banyak digunakan oleh bank-bank dan
lembaga-lembaga keuangan Islam untuk pemiayaan modal kerja, dan
pembiayaan perdagangan para nasabah.
Murabahah merupakan satu bentuk perjanjian jual beli yang harus
tunduk pada kaidah dan hukum umum jual beli yang berlaku dalam
muamalah Islamiyah (Muhammad, 2000:22).

B. Akad Wakalah
Wakalah atau Wikalah berarti menyerahkan, pendelegasian, atau
pemberian mandat. Dalam bahasa arab, hal ini dipahami sebagai at-tafwidh.
Contoh kalimat “aku serahkan urusanku kepada Allah” mewakili pengertian
istilah tersebut. Tetapi yang dimaksud dalam hal ini wakalah adalah
pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak pertama kepada orang
lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang diwakilkan. Dalam hal ini pihak
kedua hanya melaksanakan sesuatu sebatas kuasa atau wewenang yang
diberikan pihak pertama, namun apabila kuasa tersebut telah dilaksanakan
sesuai disyaratkan, maka semua resiko dan tanggungjawab atas
dilaksanakannya perintah tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak
pertama atau pemberi kuasa (Sudarsono, 2003:60-61).
Al-Wakalah atau al-wikalah bermakna al-tafwid (penyerahan,
pendelegasian, pemberian mandat). Yang dimaksud secara syara’ ialah
pelimpahan kekuasaan atau wewenang oleh seorang kepada yang lain dalam
hal-hal yang dapat diwakilkan.
Hal ini di syariatkan dalam Islam karena manusia memiliki
kemampuan untuk menekuni dan mengusai segala urusannya. Untuk itu, ia
memerlukan pendelegasian kuasa atau wewenang kepada orang lain atas
nama dirinya.
Kebolehan cara ini adalah berdasarkan kepadaayat Allah yang
bercerita tentang kisah Yusuf a.s dengan Rajanya : Dia (Yusuf) berkata,
“Jadikanlah aku bendaharawan negeri (Mesir); karena sesungguhnya aku
14

adalah orang yang pandai menjaga, dan berpengetahuan.” (Q.S. Yusuf


12:55)
Dalam fiqh al-sunnah, Sayyid Sabiq menyampaikan bahwa Rasulullah
saw pernha mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang Ansar untuk
mewakilinya mengawini Maimunah R.A. begitu juga Rasulullah saw
mewakilkan dalam membayar utang, menetapkan batasan dan membayarnya,
mengurus untanya, dan sebagainya.
Syarat-syarat yang harus diperhatikan dalam akad ini ialah bahwa
yang berakad itu harus mempunyai kemampuan untuk bertindak yaitu dewasa
(bukan anak-anak), berakal (bukan orang gila atau bodoh), dan diperlakukan
pada objek-objek yang boleh diakadkan, seperti jual beli, sewa menyewa,
berutang, berdamai, gadai pinjaman, talak, mengatur harta, dan sebagainya.
Jika akad wakalah telah berlangsung, maka orang yang mewakili
berperan sebagi orang yang diberi amanat mengenai hal yang diwakilinya.
Tidak dibolehkan sedikit pun ia menyalahi akad yang disepakati (Iska,
2012:190-191).
Wakalah merupakan isim mashdar yang secara etimologis bermakna
taukil, yaitu menyerahkan atau mewakilkan dan menjaga. Adapun wakalah
secara termilogis yaitu mewakilkan yang dilakukan orang yang punya hak
tasharruf kepada orang yang juga memiki tasharruf tentang sesuatu yang
boleh diwakilkan (Thayya, 2009 : 251).

C. Kegiatan Kredit dan Pembiayaan


Menurut Undang-Undang Perbankan nomor 10 tahun 1998 kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
dengan pihak lainyang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Sedaangkan
pengertian pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bang dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayaiuntuk
15

mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu


dengan imbalan atau bagi hasil.
Sebelum kredit diberikan, untuk meyakinkan bank bahwa si nasabah
benar-benar dapat dipercaya maka bank terlebih dulu mengadakan analisis
kredit. Analisis kredit mencakup latar belakang nasabah atau perusahaan,
prospek usahanya, jaminan yang diberikan serta faktor-faktor lainnya. Tujuan
analisis ini adalah agar bank yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar
aman.
Pemberian kredit tanpa dianalisis terlebih dulu akan sangat
membahayakan bank. Nasabah dalam hal ini dengan mudah memberikan
data-data fiktif sehingga kredit tersebut sebenarnya tidak layak untuk
diberikan. Akibatnya jika salah dalam menganalisis, maka kredit yang
disalurkan akan sulit untuk ditagih alias macet. Namun faktor salah analisis
ini bukanah merupakan penyebab utama kredit macet walaupun sebagian
terbesar kredit macet diakibatkan salah dalam mengadakan analisis. Penyebab
lainnya mungkin disebabkan oleh bencana alam yang memang tidak dapat
dihindari oleh nasabah. Misalnya kebanjiran atau gempa bumi atau dapat pula
kesalahan dalam pengelolaan (Kasmir, 2001:94).
1. Unsur-unsur Kredit
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu
fasilitas kredit adalah sebagai berikut:
a. Kepercayaan
Yaitu suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang
diberikan (berupa uang, barang atau jasa) akan benar-benar diterima
kembali dimasa tertentu dimasa mendatang. Kepercayaan ini diberikan
oleh bank, dimana sebelumnya sudah dilakukan penelitian penyelidikan
tentang nasabah baik secara interen maupun dari eksteren. Penelitian
dan penyelidikan tentang kondisi masa lalu dan sekarang terhadap
nasabah pemohon kredit.
16

b. Kesepakatan
Disamping unsur kepercayaan di dalam kredit juga mengandung
unsur kesepakatan antara si pembeli kredit dengan si penerima kredit.
Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-
masing pihak menendatangani hak dan kewajibannya masing-masing.
c. Jangka Waktu
Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu,
jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah
disepakati. Jangka waktu tersebut bias berbentuk jangka pendek, jangka
menengah atau jangka panjang.
d. Risiko
Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan
suatu resiko tidak tertagihnya/macet pemberian kredit. Semakin penjang
suatu kredit semakin besar resikonya demikian pula sebaliknya. Resiko
ini menjadi tanggungan bank, baik resiko yang disengaja oleh nasabah
lalai, maupun oleh resiko yang tidak disengaja. Misalnya terjadi
bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah tanpa ada unsur
kesengajaan lainnya.
e. Balas Jasa
Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa
tersebut yang kita kenal dengan nama bunga. Balas jasa dalam bentuk
bunga dan biaya administrasi kredit ini merupakan keuntungan bank.
Sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah balas jasanya
ditentukan dengan bagi hasil.
2. Jenis Kredit
a. Menurut Pengunaan
1) Kredit Konsumtif
Kredit ini dipergunakan oleh peminjam untuk keperluan
konsumsi, artinya uang kredit akan habis dipergunakan atau semua
akan terpakai untuk memenuhi kebutuhannya. Jadi kredit ini tidak
bernilai bila kita tinjau dari segi utility uang, akan tetapi hanya
17

membantu seseorang memenuhi kebutuhan hidupnya. Misalnya


kredit untuk membeli rumah, barang-barang keperluan rumah tangga
dan lain-lainnya.
2) Kredit Produktif
Kredit ini ditujukan untuk keperluan produksi dalam arti luas.
Melalui kredit produktif inilah suatu utility uang dan barang dapat
dilihat dengan nyata. Peranan kredit produktif digunakan untuk
peningkatan usaha baik usaha-usaha produksi, perdagangan maupun
investasi (Martono, 2002:53).
b. Menurut Keperluannya
1) Kredit Produksi
Kredit ini diperlukan perusahaan untuk meningkatkan
produksi baik peningkatan kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi
maupun peningkatan kualitatif yaitu peningkatan kualitas/mutu hasil
produksi. Disebut juga kredit ekploitasi karena bantuan modal kerja
tersebut digunakan untuk menutup biaya-biaya eksploitasi
perusahaan secara luas berupa pembelian bahan-bahan baku, bahan
penolong dan biaya-biaya produksi lainnya.
2) Kredit Perdagangan
Kredit ini digunakan untuk keperluan-keperluan perdagangan
pada umumnya, yang berarti peningkatan utility of place dari suatu
barang. Pelaksanaan pemberian kredit perdagangan dalam negeri
maupun luar negeri dapat dilakukan dengan Letter of Credit (L/C).
Letter of Credit pada dasarnya adalah surat perintah dari pembeli
(importer) kepada penjual (eksportir) untuk mengirimkan sejumlah
barang yang tertera dal L/C dengan jaminan uang akan dikirim
bilamana syarat-syarat dalam L/C dapat dipenuhi oleh penjual
(eksportir)
3) Kredit Investasi
Kredit ini diberikan oleh bank kepada para pengusaha untuk
keperluan investasi. Pemanfaatannya bukanlah untuk keperluan
18

penanaman modal kerja, akan tetapi untuk keperluan perbaikan


ataupun pertambahan barang modal beserta fasilitas-fasilitas yang
erat hubungannya dengan itu. Ciri dari kredit investasi antara lain:
(1) diperlukan untuk penanaman modal, (2) mempunya perencanaan
yang terarah dan matang, (3) waktu penyelesaian kredit berjangaka
menengah dan panjang.
c. Menurut Jangak Waktu
1) Kredit Jangka Pendek yaitu kredit dengan jangka waktu selama-
lamanya 1 tahun.
2) Kredit Jangka Menengah, adalah kredit yang berjangka waktu antara
1 sampai dengan 10 tahun.
3) Kredit Jangka Panjang, adalah kredit yang berjangka waktu lebih
dari 10 tahun.
d. Menurut Jaminannya
1) Kredit Tanpa Jaminan
Jaminan yang di sini dimaksudkan adalah jaminan fisik. Di
Indonesia jenis kredit ini belum lazim dan dilarang oleh bank
Indonesia. Tetapi di Eropa dan Amerika kredit ini justru yang lazim
dipakai dan khususnya diperuntukkan pada perusahaan yang besar
dan kuat.
2) Kredit dengan Jaminan
Jenis kredit ini adalah kredit yang penilaiannya lengkap dari
arti segala aspek penilaian turut dipertimbangkan termasuk
jamianan. Jaminan kredit dapat berupa tanah, rumah, pabrik, dan
atau mesin-mesin pabrik, perhiasan dan barang-barang fisik lainnya.
3. Faktor-faktor Dalam Penentuan Kredit
a. Total Biaya Dana
Total biaya dana merupakan total bunga yang dikeluarkan oleh
bank untuk memperoleh dana simpanan baik dalam bentuk simpanan
giro, tabungan maupun deposito. Besarnya total biaya dana tergantung
dari seberapa besar bunga yang ditetapkan untuk memperoleh dana
19

yang diinginkan. Semakin besar bunga yang dibebankan terhadap


bunga simpanan maka semakin tinggi pula biaya dananya demikian
pula sebaliknya. Total biaya dana ini harus dikurangi dengan cadangan
wajib atau reserve requirement (RR) yang telah ditetapkan oleh
pemerintah.
b. Biaya Operasi
Dalam melakukan setiap kegiatan setiap bank membutuhkan
berbagai sarana dan prasarana baik berupa manusia maupun alat.
Pengunaan sarana dan prasarana ini memerlukan sejumlah biaya yang
harus ditanggung bank sebagai biaya operasi. Biaya operasi merupakan
biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam melaksanakan operasinya.
Biaya ini terdiri dari biaya gaji pegawai, biaya administrasi, biaya
pemeliharaan dan biaya-biaya lainnya.
c. Cadangan Risiko Kredit Macet
Merupakan cadangan terhadap macetnya kredit yang diberikan,
hal ini disebabkan setiap kredit yang diberikan pasti mengandung suatu
resiko tidak terbayar. Resiko ini dapat timbul baik disengaja maupun
tidak disengaja. Oleh karena itu pihak bank perlu mencadangkan dana
sebagai sikap bersiaga untuk menghadapinya dengan cara
membebankan sejumlah persentase tertentu terhadap kredit yang
disalurkan.
d. Laba yang Diinginkan
Setiap kali melakukan transaksi bank selalu ingin memperoleh
laba yang maksimal. Penentuan besarnya laba ditentukan oleh beberapa
pertimbangan penting, mengingat penentuan besarnya laba sangat
mempengaruhi besernya bunga kredit. Dalam hal ini biasanya bank di
samping melihat kondisi pesaing juga melihat kondisi nasabah, apakah
nasabah utama atau bukan dan juga melihat sektor-sektor yang dibiayai,
misalnya jika proyek pemerintah atau untuk pengusaha atau rakyat kecil
maka labanya pun berbeda dengan yang bersifat komersial.
20

e. Pajak
Merupakan kewajiban yang dibebankan pemerintah kepada
bank yang memberikan fasilitas kredit kepada nasabahnya.
f. Keadaan Ekonomi dan Keuangan
Dalam hal ini perlu diperhatikan tentang penawaran (supply)
dan permintaan (demand) dari dana-dana atau uang, tegasnya
memperhatikan keadaan pasar uang. Bila uang dan peredarannya terus
meningkat, maka tingkat bunga perlu dinaikkan. Demikian juga arah
kredit perlu ditujukan terutama pada sektor-sektor yang penting serta
menambah produktivitas.
g. Tingkat Risiko
Pertimbangan risiko sangat memperhatikan waktu jatuh tempo
(maturity), nilai jaminan yang disediakan, keadaan keuangan nasabah,
dan prospek usaha yang bersangkutan selama kredit berjalan. Semakin
tinggi suatu risiko, bertambah tinggi pula bunga yang dikenakan, dan
sebaliknya jika risiko kredit rendah maka rendah pula bunga yang
dibebankan.
h. Kemampuan dalam Perdagangan dan Persaingan
Ini merupakan penilaian tambahan bila dalam
mempertimbangkan degree of risk dirasakan kurang lengkap. Penilaian
ini memperhatikan apakah nasabah tetap survive dalam dunia usahanya,
secara minimal. Selain itu diperhitungkan pula kekuatannya dalam
persaingan baik terhadap barang-barang sejenis buatan dalam negeri
atau barang-barang impor. Bila dalam perdagangannya menunjukkan
trend yang terus naik, maka tingkat bunga untuk nasabah ini perlu
ditimbangkan untuk diturunkan agar usahanya dapat bertambah maju
secara pesat. Bila perdagangannya menurun, maka perlu diteliti apakah
bunga yang dikenakan sekarang ini merupakan ongkos produksi yang
“mahal”. Bila memang demikian dan dengan penurunan tingkat bunga
ada kemungkianan usahanya berkembang maju, maka harus diadakan
pertimbangan kembali atas bunga yang ditetapkan.
21

4. Konsep Penilaian Kredit


a. Prinsip-prinsip Perkreditan
1) Character
Suatu keyakinan bahwa, sifat atau watak dari orang-orang
yang akan diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, hai ini
tercermin dari latar belakang si nasabah baik yang bersifat latar
belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi seperti: cara hidup
atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, hoby dan social
standingnya. Ini semua merupakan ukuran “kemauan” membayar.
2) Capacity
Untuk melihat nasabah dalam kemampuannya dalam bidang
bisnis yang dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuan bisnis
juga diukur dengan kemampuannya dalam memahami tentang
ketentuan-ketentuan pemerintah. Begitu pula dengan kemampuannya
dalam menjalankan usahanya selama ini. Pada akhirnya akan terlihat
“kemampuannya” dalam mengembalikan kredit yang disalurkan.
3) Capital
Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat
laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) dengan melakukan
pengukuran seperti dari segi likuiditas, solvabilitas, rentabilitas dan
ukuran lainnya. Capital juga harus dilihat dari sumber mana saja
modal yang ada sekarang ini.
4) Collateral
Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang
bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan juga harus diteliti
keabsahannya, sehigga jika terjadi sesuatu masalah, maka jaminan
yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat mungkin.
5) Condition
Dalam nenilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi
dan politik sekarang dan dimasa yang akan datang sesuai sektor
masing-masing, serta prospek usaha dari sektor yang ia jalankan.
22

Penilaian prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-


benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkianan kredit
tersebut bermasalah relatif kecil.
5. Prinsip-prinsip 7P dalam kredit
a. Personality
Bank mencari data tentang kepribadian calon debitur seperti
riwayat hidupnya (kelahiran, pendidikan, pengalaman, pekerjaan),
hobbi, keadaan keluarga, pergaulan dalam masyarakat dan hal-hal
lainnya yang berhubungan dengan kepribadian calon debitur.
b. Purpose
Bank mencari data tentang tujuan atau keperluan pengunaan
kredit. Apakah akan digunakan untuk berdagang, berproduksi atau
membeli rumah. Apakah tujuan pengunaan kredit itu sesuai dengan line
of business kredit bank yang bersangkutan.
c. Prospect
Prospect merupakan harapan masa depan dari bidang usaha atau
kegiatan usaha calon debitur selama beberapa bulan atau tahun,
perkembangan keadaan ekonomi/perdagangan, keadaan sektor usaha
calon debitur, kekuatan keuangan perusahaan masa lalu dan perkiraan
masa mendatang.
d. Payment
Payment merupakan prinsip untuk mengetahui bagaimana
pembayaran kembali pinjaman yang akan diberikan. Hal ini dapat
diperoleh dari perhitungan tentang prospect, kelancaran penjualan dan
pendapatan sehingga dapat diperkirakan kemampuan pengembalian
pinjaman ditinjau dari waktu serta jumlah pengembeliannya.
e. Party
Party merupakan pengklasifikasian nasabah ke dalam klasifikasi
tertentu atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas
serta karakternya. Dengan demikian nasabah dapat digolongkan ke
23

golongan tertentu dan akan mendapat fasilitas kredit yang berbeda pula
dari bank, baik dari segi jumlah, bunga dan persyaratan lainnya.
f. Profitability
Profitability merupakan kemampuan nasabah dalam mencari
laba. Profitability diukur dari periode apakah akan tetap sama atau
semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang akan
diperolehnya dari bank.
g. Protection
Profitability tujuannya adalah bagaimana menjaga kredit yang
dikucurkan oleh bank melalui suatu perlindungan. Perlindungan dapat
berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi.
Berkaitan dengan Manajemen pembiayaan Untuk menghasilkan
suatu lembaga keuangan yang berkualitas maka dibutuhkan sistem
manajemen yang berkualitas pula. Berbicara tentang manajemen suatu
lembaga keuangan maka tidak bisa lepas dari fungsi manajemen pada
umumnya.
Dalam hal ini penulis menggunakan teorinya G.R terry yang
memaparkan bahwa fungsi manajemen itu meliputi perencanaan
(planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan
pengawasan (controlling) atau biasa disingkat menjadi POAC, namun
untuk membedakan dengan manajemen pada umumnya maka penulis
meninjau dari segi islaminya.
1. Planning (Perencanaan)
Perencanaan menurut G.R Terry dan LW. Rue (2009:43): “proses
memutuskan tujuan-tujuan apa yang akan dikejar selama suatu jangka
waktu yang akan datang dan apa yang akan dilakukan agar tujuan-tujuan
itu dapat tercapai”.
2. Organizing (Pengorganisasian)
Pengorganisasian dapat diartikan penentuan pekerjaan yang harus
dilakukan, pengelompokan tugas-tugas dan membagikan pekerjaan kepada
24

setiap karyawan, penetapan departemen-departemen (subsistem) serta


penentuan-penentuan (Badrudin, 2013:111).
3. Actuating (Pelaksanaan)
Menurut G.R Terry (2009:152) sebagaimana ditegaskan oleh
Badruddin bahwa pelaksanaan adalah membuat semua anggota kelompok
mau bekerja secara ikhlas serta bergairah untuk mencapai tujuan sesuai
dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian
4. Controlling (Pengendalian)
G.R Terry memberikan pengertian bahwa pengendalian merupakan
proses penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang
dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan apabila perlu
melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan
rencana yaitu selaras dengan standar.

D. Kepatuhan Syariah
1. Pengertian Kepatuhan Syariah
Bank Umum Syariah sebagai salah satu lembaga keuangan syariah
dalam menjalankan kegiatan usahanya harus mengacu pada prinsip-prinsip
syariah. Pemenuhan terhadap nilai-nilai syariah menjadi aspek yang
membedakan sistem konvensional dan syariah.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/2/PBI/2011
tentang Pelaksanaan Fungsi Kepatuhan Bank Umum, kepatuhan adalah
nilai, perilaku, dan tindakan yang mendukung terciptanya kepatuhan
terhadap ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, termasuk prinsip syariah bagi bank umum syariah dan unit
usaha syariah (Bank Indonesia, 2016:13). Sedangkan menurut Adrian
Sutedi, kepatuhan syariah adalah kepatuhan kepada Fatwa Dewan Syariah
Nasional (DSN) karena Fatwa DSN merupakan perwujudan prinsip dan
aturan syariah yang harus ditaati dalam perbankan syariah (Sutedi,
2009:145). Dari beberapa definisi tersebut, dapat dipahami bahwa
kepatuhan syariah merupakan pemenuhan terhadap nilai-nilai syariah di
25

lembaga keuangan syariah (dalam hal ini perbankan syariah) yang


menjadikan fatwa DSN MUI dan peraturan Bank Indonesia (BI) sebagai
alat ukur pemenuhan prinsip syariah, baik dalam produk, transaksi, dan
operasional di bank syariah.
Kepatuhan syariah tersebut secara konsisten dijadikan sebagai
kerangka kerja bagi sistem dan keuangan bank syariah dalam alokasi
sumber daya, manajemen, produksi, aktivitas pasar modal, dan distribusi
kekayaan. Kepatuhan terhadap prinsip syariah ini berimbas kepada semua
hal dalam industri perbankan syariah, terutama dengan produk dan
transaksinya.
Kepatuhan syariah dalam operasional bank syariah tidak hanya
meliputi produk, tetapi juga meliputi sistem, teknik, dan identitas
perusahaan. Oleh karena itu, budaya perusahaan, yang meliputi pakaian,
dekorasi, dan image perusahaan juga merupakan salah satu aspek
kepatuhan syariah dalam bank syariah yang bertujuan untuk menciptakan
suatu moralitas dan spiritual kolektif, yang apabila digabungkan dengan
produksi barang dan jasa, maka akan menopang kemajuan dan
pertumbuhan jalan hidup yang islami.
Bank Indonesia sebagai pemegang kebijakan perbankan di
Indonesia telah menjadikan fatwa DSN sebagai hukum positif bagi
perbankan syariah. Artinya, fatwa DSN menjadi peraturan Bank Indonesia
yang mengatur aspek syariah bagi perbankan syariah. Tujuan formalisasi
fatwa DSN menjadi peraturan Bank Indonesia dalam aspek kepatuhan
syariah adalah untuk menciptakan keseragaman norma-norma dalam aspek
syariah untuk keseluruhan produk bank.
2. Ketentuan Kepatuhan Syariah
Jaminan kepatuhan syariah atas keseluruhan aktivitas bank syariah
merupakan hal yang sangat penting bagi nasabah dan masyarakat.
Beberapa ketentuan yang dapat digunakan sebagai ukuran secara kualitatif
untuk menilai ketaatan syariah di dalam lembaga keuangan syariah, antara
lain sebagai berikut:
26

a. Akad atau kontrak yang digunakan untuk pengumpulan dan penyaluran


dana sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan aturan syariah yang
berlaku.
b. Seluruh transaksi dan aktivitas ekonomi dilaporkan secara wajar sesuai
dengan standar akuntansi syariah yang berlaku.
c. Lingkungan kerja dan corporate culture sesuai dengan syariah.
d. Bisnis usaha yang dibiayai tidak bertentangan dengan syariah.
e. Terdapat Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai pengarah syariah
atas keseluruhan aktivitas operasional bank syariah.
f. Sumber dana berasal dari sumber yang sah dan halal menurut syariah
(Sutedi, 2009:146).
Ketentuan-ketentuan tersebut merupakan prinsip-prinsip umum
yang menjadi acuan bagi manajemen bank syariah dalam mengoperasikan
bank syariah. Kepatuhan syariah dalam operasional bank syariah dinilai
berdasarkan ketentuan, yaitu apakah operasional bank telah dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan umum kepatuhan syariah tersebut. Sehingga
keberadaan DPS dalam struktur bank syariah merupakan aplikasi dari
tuntutan pemenuhan prinsip ini (Ulum, 2011:213).
3. Mekanisme Kepatuhan Syariah
Terdapat dua konsep yang mendasari pelaksanaan pengawasan
syariah secara internal di bank syariah dalam konteks pemenuhan
akuntabilitas secara horizontal dan transendental. Pertama, konsep sharia
riview harus dilakukan oleh DPS untuk melakukan pengawasan terhadap
kepatuhan syariah. Kedua, konsep internal sharia riview bank syariah
sebagai salah satu fungsi internal audit dalam bank syariah untuk menilai
kesesuaian operasi dan transaksi dengan prinsip-prinsip syariah yang telah
ditentukan (Ardhaningsih, 2015:43).
Penjelasan pengawasan internal syariah dalam bank syariah
tersebut memberikan kesimpulan bahwa pengawasan internal syariah
merupakan suatu mekanisme atau sistem pengendalian secara internal
untuk menilai dan menguji seluruh aktivitas dan operasi serta produk bank
27

syariah terhadap kepatuhan atas prinsip-prinsip dan aturan syariah yang


telah ditetapkan. Sistem pengawasan internal syariah ditentukan oleh dua
fungsi pengawasan dalam bank syariah yaitu DPS melalui sharia riview,
dan internal audit melalui internal sharia riview. Oleh karena itu,
untukAdiran Sutedi, Perbankan Syariah memastikan bahwa operasional
bank syariah telah memenuhi prinsip-prinsip syariah, maka bank syariah
harus memiliki institusi internal independen yang khusus dalam
pengawasan kepatuhan syariah, yaitu DPS. DPS merupakan badan
independen yang ditempatkan oleh DSN pada bank syariah yang
anggotanya terdiri dari para ahli bidang Fiqh Muamalah dan memiliki
pengetahuan umum dalam bidang perbankan. Pengawasan eksternal secara
berkala dilakukan oleh BI dan tim audit syariah yang datang ke bank
syariah tiga bulan sekali.

E. Konsep Biaya Operasional Bank Syari’ah


Biaya operasional atau biaya operasi adalah “biaya-biaya yang tidak
berhubungan langsung dengan produk perusahaan tetapi berkaitan dengan
aktivitas operasional perusahaan sehari-hari” (Jopie Jusuf, 2006:33).
Kerangka kegiatan Muamalat secara garis besar dapat dibagi menjadi
tiga bagian besar yaitu : politik, sosial dan ekonomi. Dari ekonomi dapat
diambil tiga turunan lain yaitu : konsumsi, simpanan dan investasi. Berbeda
dengan sistem lainnya, Islam mengajarkan pola konsumsi yang moderat
( tengah-tengah ), tidak berkelebihan dan tidak juga keterlaluan. Lebih jauh,
dengan tegas Al-quran surat Al-Isra (17) ayat 27 melarang terjadinya
perbuatan tabdzir,” Sesungguhnya orang-orang yang melakukan itu adalah
saudara-saudaranya syaitan.”
Doktrin Al-Quran ini secara ekonomi dapat diartikan mendorong
terpupuknya surplus konsumen dalam bentuk simpanan untuk dihimpun,
kemudian dipergunakan dalam membiayai investasi, baik untuk perdagangan,
produk dan jasa (Andrianto, 2019:92).
28

Dalam konteks inilah kehadiran lembaga keuangan mutlak adanya


karena ia bertindak sebagai intermediate antara unit supply dengan unit
demand. Keberadaan lembaga keuangan dalam Islam sangat vital karena
kegiatan bisnis dan roda ekonomi tidak akan berjalan tanpanya. Untuk
mendapatkan persepsi yang jelas tentang konsep islam dalam lembaga
keuangan,khususnya bank.
Bank Syari’ah dalam UU No 10 Tahun1998 tentang Perbankan Pasal
1 tidak didefinisikan secara rinci. Namun dapat ditarik pengertian bahwa bank
syari’ah adalah bank umum atau bank perpembiayaanan rakyat yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syari’ah yang dalam
kegiatannya memberikan Jasa dalam lalu lintas pembayaran. Algaoud dan
Lewis (2001) menyatakan: Perbankan Islam memberikan layanan bebas
bunga kepada nasabahnya. Pembayaran dan penarikan bunga dilarang dalam
semua transaksi. Islam melarang kaum muslimin menarik atau membayar
bunga (riba). Pelarangan inilah yang membedakan sistem perbankan Islam
dengan sistem perbankan konvensional. Ahmad Ibrahim (1997), dalam Arifin
(2003), menyatakan bahwa bank syari’ah didirikan dengan tujuan untuk
mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam,
syari’ah dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan serta
bisnis lain yang terkait. Prinsip utama yang diikuti bank Islam adalah:
pelarangan riba, melakukan kegiatan usaha dan perdagangan berdasarkan
keuntungan yang sah dan memberikan zakat. Sementara itu, Antonio dan
Perwataatmaja (1997:1), membedakan pengertian bank syari’ah menjadi dua:
Bank Islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip syari’ah Islam.
Bank Islam adalah (1) bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip
syari’ah Islam; (2) bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada
ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadist; Sementara bank yang beroperasi
sesuai dengan prinsip syari’ah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya
itu mengikuti ketentuan-ketentuan syari’ah Islam, khususnya yang
menyangkut tata cara bermuamalah secara Islam. Dikatakan lebih lanjut,
dalam tata cara bermuamalah itu dijauhi praktek-praktek yang dikhwatirkan
29

mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi


atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan. Analisis terhadap kinerja
keuangan bank syari’ah selama ini dilakukan hanya didasarkan pada laporan
neraca dan laporan laba rugi, belum menggunakan laporan nilai tambah
sebagaimana direkomendasikan oleh Baydoun dan Willet (2000), seorang
pakar akuntansi syari’ah. Analisis terhadap kinerja keuangan bank syari’ah
yang hanya didasarkan pada neraca dan laporan laba rugi belum belum
memberikan informasi yang akurat tentang seberapa besar rasio kinerja
keuangan yang dihasilkan, karena profit yang menjadi dasar penghitungan
rasio kinerja keuangan masih mengesampingkan kontribusi dari pihak lain
(karyawan, masyarakat, sosial dan pemerintah). Sehingga hasil analisis
kinerja keuangan belum menunjukkan kondisi yang riil. Sementara itu dengan
menggunakan laporan nilai tambah, hasil analisis kinerja keuangan akan lebih
riil karena profitabilitas yang dijadikan dasar pengukuran rasio kinerja
keuangan dihitung dengan memperhatikan kontribusi dari pihak lain
(karyawan, masyarakat, sosial dan pemerintah).
Prinsip Dasar Operasional Bank Syariah mengelola lembaga keuangan
syariah memang harus berbeda dengan mengelola lembaga keuangan
konvensional. Menyamakan begitu saja tentu akan menimbulkan kesulitan.
Namun dapat pula dipahami bahwa sebagian besar pengelola lembaga
keuangan syariah berasal dari lembaga keuangan konvensional. Sehingga
dalam pengelolaan operasional pun, sebagian mereka sulit untuk melepaskan
tradisi bank konvensional yang memang sudah mendarah daging (Andrianto,
2019:100).
Bank syariah dengan sistem bagi hasil dirancang untuk terbinanya
kebersamaan dalam menanggung risiko usaha dan berbagi hasil usaha antara :
pemilik dana yang menyimpan uangnya dilembaga, lembaga selaku pengelola
dana, dan masyarakat yang membutuhkan dana yang bisa berstatus pinjaman
dana atau pengelola usaha.
Pada sisi pengerahan dana masyarakat, shahibul maal berhak atas bagi
hasil dari usaha lembaga keuangan sesuai dengan prosi yang telah disepakati
30

bersama. Bagi hasil yang diterima shahibul maal akan naik turun secara wajar
sesuai keberhasilan usaha lembaga keuangan dalam mengelola dana yang
dipercayakan kepadanya. Tidak ada biaya yang perlu digeserkan karena bagi
hasil bukan konsep biaya.
Sedangkan pada penyaluran dana kepada masyarakat, sebagian besar
pembiayaan bank syariah disalurkan dalam bentuk barang / jasa yang
dibelikan Bank Syariah untuk nasabahnya. Dengan demikian, pembiayaan
hanya diberikan apabila barang/jasanya telah ada terlebih dulu, baru ada uang
maka masyarakat dipacu untuk memproduksi barang/jasa atau mengadakan
barang/jasa. Selanjutnya barang yang dibeli menjadi jaminan utang. Sehingga
bank harus mengeluarkan berupa biaya operasional.

F. Prosedur Pelaksanaan Akad Pada Bank Syariah


Istilah prosedur sudah tidak asing lagi digunakan baik itu dalam
kehidupan sehari-hari. Prosedur mencakup mengenai cara dan aturan untuk
melaksanakan suatu kegiatan tertentu, sehingga kegiatan tersebut dapat
dilaksanakan dengan efisien dan terkoordinir dengan baik. Pendapat Ahli
mengenai prosedur ialah sebagai berikut :
1. Ismail Masya (1994:74) berpendapat bahwa “Prosedur adalah rangkaian
tugas-tugas yang saling berhubungan dan dalam melaksanakannya harus
secara berurutan menurut waktu, dan prosedur tersebut dilaksanakan
berukang-ulang”
2. Muhammad Ali (2000:325) mengatakan bahwa “Prosedur adalah cara
menjalankan suatu pekerjaan”
3. Ismail Solihin (2009:71) mengatakan bahwa “Prosedur merupakanmetode
atau cara yang baku untuk melaksanakan pekerjaan tertentu”
Prosedur dalam pemberian kredit dan penilaian kredit oleh dunia
perbankan secara umum antar bank yang satu dengan bank yang lain tidak
jauh berbeda. Yang menjadi perbedaan mungkin hanya terletak dari prosedur
dan persyaratan yang ditetapkannya dengan pertimbangan masing-masing.
31

Prosedur pemberian kredit secara umum dapat dapat dibedakan antara


pinjaman perseorangan denga pinjaman oleh suatu badan hukum, kemudian
dapat pula ditinjau dari segi tujuannya apakah untuk konsumtif atau produktif
(Kasmir, 2001:110).
Secara umum akan dijelaskan prosedur pemberian kredit oleh badan hukum
sebagai berikut:
1. Pengajuan berkas-berkas
Dalam hal ini pemohon kredit mengajukan permohonan kredit
yang dituangkan dalam suatu proposal. Kemudian dilampirkan dengan
berkas-berkas lainnya yang dibutuhkan.
2. Penyelidikan berkas pinjaman
Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah berkas yang diajukan
sudeh lengkap sesuai persyaratan dan sudah benar. Jika menurut pihak
perbankan belum lengkap atau cukup maka nasabah diminta untuk segera
melengkapinya dan apabila sampai batas tertentu nasabah tidak sanggup
melengkapi kekurangan tersebut, maka sebaiknya permohonan kredit
dibatalkan saja.
3. Wawancara I
Merupakan penyididkan kepada calon peminjam dengan langsung
berhadapan dengan calon peminjam, untuk meyakinkan apakah berkas-
berkas tersebut sesuai dan lengkap seperti dengan yang bank inginkan.
Wawancara ini juga untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan nasabah
yang sebenarnya. Hendaklah dalam wawancara ini dibuat serilek mungkin
sehingga diharapkan hasil wawancara akan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan.
4. On the spot
Merupakan kegiatan pemeriksaan ke lapangan dengan meninjau
berbagai objek yang akan dijadikan usaha atau jaminan. Kemudian hasil
on the spot dicocokkan dengan hasil wawancara I. pada saat hendak
melakukan on the spot hendaknya jangan diberitahu kepada nasabah.
32

Sehingga apa yang kita lihat di lapangan sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya.
5. Wawancara ke II
Merupakan kegiatan perbaikan berkas, jika mungkin ada
kekurangan-kekurangan pada saat setelah dilakukan on the spot di
lapangan. Catatan yang ada pada permohonan dan pada saat wawancara I
dicocokkan dengan pada saat on the spot apakah ada kesesuaian dan
mengandung suatu kebenaran.
6. Keputusan kredit
Keputusan kredit dalam hal ini adalah menentukan apakah kredit
akan diberikan atau ditolak, jika diterima maka dipersiapkan
administrasinya, keputusan kredit biasanya merupakan keputusan team.
Begitu pula bagi kredit yang ditolak maka hendaknya dikirim surat
penolakan sesuai dengan alasannya masing-masing.
7. Penandatanganan akad kredit/perjanjian lainnya
Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari diputuskannya kredit,
maka sebelum kredit dicairkan maka terlebih dahulu calon nasabah
menandatangani akad kredit, mengikat jaminan dengan hipotik dan surat
perjanjian atau pernyataan yang dianggap perlu.
8. Realisasi kredit
Realisasi kredit diberikan setelah penandatanganan surat-surat yang
diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan di bank yang
bersangkutan.
9. Penyaluran dana
Adalah pencairan atau pengambilan uang dari rekening sebagai
realisasi dari pemberian kredit dan dapat diambil sesuai ketentuan dan
tujuan kredit.

G. Jenis Usaha
Usaha adalah kegiatan ekonomi yang memiliki peranan vital untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Adapun salah satu usahanya antaranya seperti
33

jual beli, memproduksikan dan memasarkan, dan interaksi dengan manusia


yang lain (Norvadewi, 2015:14).
Usaha bisa disebut perusahaan meupakan usaha yang melakukan
kegiatan secara tetap atau terus menerus untuk mencapai tujuan dan
memperoleh keuntungan.baik perorang maupun badan usaha yang berbentuk
badan hukum atau tidak berbadan hukum (Harmaizar 2008:13).
Jenis-jenis usaha Sejak dulu hingga sekarang, setiap manusia
berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya dengan berbagai macam cara. Cara-
cara yang ditempuh akan mendatangkan hasil untuk mencukupi kebutuhan
dalam hidupnya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam masyarakat, ada
beberapa kegiatan dan jenis usaha yang dapat menghasilkan barang dan jasa
sebagai berikut: (Mulyaningsih, 2009:62 )
1) Pertanian
2) Industri
3) Perdagangan
4) Jasa
Jenis-Jenis Usaha Usaha dapat dibedakan menjadi 3 yaitu : usaha
mikro, usaha menengah dan usaha makro. Menurut Awalil Rizky, usaha
mikro adalah usaha informal yang memiliki aset, modal dan omzet yang
sangat kecil. Ciri lain usaha mikro ini adalah jenis komoditi usahanya sering
berganti, tempat usaha tidak tetap dan umumnya tidak memiliki legalitas
usaha. Berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 adalah segala
kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan
bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini (Amalia, 2009:42).
Usaha menengah adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh
perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan bertujuan untuk
memproduksi barang atau jasa untuk diperniagakan secara komersial dan
mempunyai omzet penjualan lebih dari 1 (satu) miliar (Tanti, 2009:55) .
Sedangkan usaha makro adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh
badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
34

lebih besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara
atau swasta, usaha patungan dan usaha asing yang melakukan kegiatan
ekonomi di Indonesia (Nitisusastro, 2010:268). Kemudian menurut Sigih
Wibowo (2005:5) dalam buku Petunjuk Mandiri Usaha Kecil bahwasanya
kegiatan perusahaan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis usaha, yaitu :
1. Jenis Usaha Pedagang atau distribusi
Jenis usaha ini merupakan usaha yang bergerak yang terutama pada
kegiatan memindahkan barang dari produsen atau dari tempat yang
mempunyai kelebihan persediaan ketempat yang membutuhkan, jenis
usaha ini bergerang dibidang pertokoan, warung, rumah makan, peragenan
(filial), penyalur (whole), perdagangan perantara dan sebagainya.
2. Jenis Usaha Produksi atau Industri
Usaha industri atau produksi adalah Jenis usaha yang bergerak terutama
dalam kegiatan proses pengubahan suatu barang atau barang lain yang
berbeda bentuk atau sifatnya dan mempunyai nilai tambah. Kegiatan ini
dapat berupa produksi atau industri pangan, pakaian, peralatan rumah,
kerajinan dan sebagainya.
Menurut Mohammad Hidayat (2010:218) usaha produksi mempunyai ciri-
ciri utama yaitu :
a. Kegiatan yang menciptakan manfaat (utility).
b. Perusahaan selalu diasumsikan untuk memaksimumkan keuntungan
dalam produksi. Penekanan pada maslahah dalam kegiatan ekonomi.
c. Perusahaan tidak hanya mementingkan keuntungan pribadi dan
perusahaan juga kemaslahatan bagi masyarakat.
3. Jenis Usaha Jasa Komersil Usaha jasa komersil ini merupakan usaha yang
bergerak dalam kegiatan pelayanan atau menjual jasa kegiatan utamanya.
Jenis usaha ini berupa usaha asuransi, bank, biro perjalanan, pariwisata,
perbengkelan, salon kecantikan, penginapan dan lainnya (Wibowo 2005:6)
35

H. Promosi
Menurut Kotler (2006) juga menjelaskan bahwa aktivitas promosi
merupakan usaha pemasaran yang memberikan berbagai upaya intensif
jangka pendek untuk mendorong keinginan mencoba atau membeli suatu
produk atau jasa. Seluruh kegiatan promosi bertujuan untuk mempengaruhi
perilaku pembelian, tetapi tujuan promosi yang utama adalah
memberitahukan, membujuk dan mengingatkan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa periklanan atau promosi yang
dilakukan secara tepat dapat menimbulkan minat beli seorang konsumen
terhadap suatu produk tertentu.
Sementara dalam buku Principles Merketing yang alih bahasa oleh
Damos Sihombing (2001:111), Kotler dan Armstrong mendefinisikan
“bauran promosi sebagai perpaduan khusus antara iklan, penjualan pribadi,
promosi penjualan, dan hubungan masyarakat yang digunakan perusahaan
untuk meraih tujuan iklan dan pemasaran”

I. Tujuan Pembiayaan Produktif dan Konsumtif


Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pembarian
fasilitas penyadiaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang
merupakan defisit unit. Menurut sifat pengunaannya, pembiayaan dapat
dibagi menjadi dua hal berikut.
1. Pembiayaan Produktif
2. Pembiayaan Konsumtif
Menurut keperluannya, pembiayaan Produktif dapat dibagi menjadi
dua hal berikut.
1. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan :
a. Peningkatan produksi, baik secara kuntitatif, yaitu jumlah hasil
produksi, maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau
mutu hasil produksi.
b. Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari
suatu barang.
36

2. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang


modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan
itu.
Pembiayaan modal kerja juga memiliki unsur-unsur tetentu dan
komponen yang bervariasi. Unsur-unsur modal kerja terdiri atas komponen-
komponen alat likuid (cash), piutang dagang (receivable), dan persediaan
(inventory) yang umumnya terdiri atas persediaan bahan baku (raw material),
persediaan barang dalam proses (work in process), dan persediaan barang jadi
(finished goods). Oleh karena itu, pembiayaan modal kerja merupakan salah
satu atau kombinasi dari pembiayaan likuiditas (cash finishing), pembiayaan
piutang (receivable finishing), dan pembiayaan persediaan (inventory
financing).
Bank konvensional memberikan kredit modal kerja tersebut, dengan
cara memebrikan pinjaman sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendanai
seluruh kebutuhan yang merupakan kombinasi dari komponen-komponen
dari modal kerja tersebut, baik untuk keperluan produksi maupun
perdagangan untuk jangka waktu tertentu, dengan imbalan berupa bunga.
Bank syariah dapat membantu dengan memenuhi seluruh kebutuhan
modal kerja tersebut bukan dengan meminjamkan uang, melainkan dengan
menjalin hubungan partnership dengan nasabah, di mana bank bertindak
sebagai penyandang dana (shahibul maal), sedangkan nasabah sebagai
pengusaha (mudharib). Skema pembiayaan seperti ini disebut Mudharabah
(trust financing). Fasilitas ini dapat digunakan dalam jangka waktu tertentu,
sedangkan bagi hasil secara periodic dengan nisbah yang disepakati. Setelah
jatuh tempo, nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut beserta porsi bagi
hasil (yang belum ditentukan) yang menjadi bagian bank.
Menurut (Antonio, 2001:167) pembiayaan investasi diberikan kepada
para nasabah untuk keperluaan investasi, yaitu keperluan penambahan modal
guna mengadakan rehabilitasi, perluasan usaha, ataupun pendirian proyek
baru.
37

Ciri-ciri pembiayaan investasi adalah;


1. Untuk mengadakan barang-barang modal
2. Mempunyai perencanaan alokasi dana yang matang dan terarah
3. Berjangka waktu menengah dan panjang
Pada umumnya, pembiayaan investasi diberikan dalam jumlah besar
dan pengendapannya cukup lama. Oleh kerena itu, perlu disusun proyeksi
arus kas (projected cash flow) yang mencangkup semua komponen biaya dan
pendapatan sehingga akan dapat diketahui beberapa dana yang tersedia
setelah semua kewajiban terpenuhi. Setelah itu, barulah disusun jadwal
amortisasi yang merupakan angsuran (pembayaran kembali) pembiayaan.
Penyusunan proyeksi arus kas ini harus disertai pula dengan perkiraan
keadaan- keadaan pada masa yang akan datang, mengingat pembiayaan
investasi memerlukan waktu yang cukup panjang. Untuk memperkirakannya
perlu diadakan perhitungan dan penyusunan proyeksi neraca dan rugi laba
(projected balance sheet and projected income statement) selama jangka
waktu pembiayaan. Dari perkiraan itu akan diketahui kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan laba (earning power) dan kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban (solvency).
Melihat luas nya aspek yang harus dikelola dan dipantau maka untuk
pembiayaan investasi bank syariah menggunakan skema musyarakah
mutanaqishah. Dalam hal ini, bank memberikan pembiayaan dengan prisip
penyertaan, dan secara bertahap bank melepaskan penyertaannya dan pemilik
perusahaan akan mengambil alih kembali, baik dengan mengunakan surplus
cash flow yang tercipta maupun dengan menambah modal, baik yang berasal
dari setoran pemegang saham yang ada ,maupun dengan mengundang
pemengang saham baru.
Skema lain yang dapat digunakan oleh bank syariah adalah al-ijarah
al-muntahiya bit-tamlik, yaitu memyewakan barang modal dengan opsi
diakhiri dengan pemilikan. Sumber perusahaan untuk pembayaran sewa ini
adalah amortisasi atas barang modal yang bersangkutan, surplus, dan sumber-
38

sumber lain yang dapat diperoleh perusaaan. Dengan skema tersebut BMT
dapat memberikan pembiayaan Produktif dan Konsumtif.
Menurut (Antonio, 2001:168) pembiayaan Konsumtif diperlukan oleh
pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai
untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan konsumsi dapat dibedakan
atas kebutuhan primer (pokok atau dasar) dan kebutuhan sekunder.
Kebutuhan primer adalah kebutuhsan pokok, baik berupa barang, seperti
makanan, minuman dan pakaian, dan tempat tingga, maupun berupa jasa,
seperti pendidikan dasar dan pengobatan. Adapun kebutuhan sekunder adalah
kebutuhan tambahan, yang secara kuantitatif maupun kualitatif lebih tinggi
atau lebih mewah dari kebutuhan primer, baik berupa kendaraan, dan
sebagainya, maupun berupa jasa, seperti pendidikan, pelayanan kesehatan,
pariwisata, hiburan dan sebagainya.
Pada umumnya, bank konvesional membatasi pemberian kredit untuk
pemenuhan barang tertentu yang dapat disertai dengan bukti kepemilikan
yang sah, sepeti rumah dan kendaraan bermotor, yang kemudian menjadi
barang jaminan utama (main collateral). Adapun untuk memenuhi kebutuhan
jasa, bank meminta jaminan berupa barang lain yang dapat diikat sebagai
collateral. Sumber pembayaran kembali atas pembiayaan tersebut berasal dari
sumber pendapatan lain dan bukan dari eksploitasi barang yang dibiayaai dari
fasilitas ini.
Bank syariah dapat menyediakan pembiayaan komersil untuk
pemenuhan barang konsumsi dengan menggunakan skema berikut ini.
1. Al-bai’bi tsaman ajil (salah satu bentuk Murabahah) atau jual beli dengan
angsuran.
2. Al-ijarah al-muntahia bit-tamlik atau sewa beli.
3. Al-musyarakah mutanaqhishah atau descreasing participation, dimana
secara bertahab bank menurunkan jumlah partisipasinya.
4. Ar-rahn untuk memenuhi kebutuhan jasa.
Pembiayaan konsumsi tersebut diatas lazim digunakan untuk
pemenuhan kebutuhan sekunder. Adapaun kebutuhan primer pada umum nya
39

tidak dapat dipenuhi dengan pembiayaan komersil. Seseorang yang belum


mampu memenuhi kebutuhan pokoknya tergolong fakir atau miskin. Oleh
karena itu, ia wajib diberi zakat atau sedekah, atau maksimal diberikan
pinjaman kebajikan (al-qardh, al-hasan), yaitu pinjaman dengan kewajiban
pengembalian pinjaman pokoknya saja, tanpa imbalan apapun.
Setelah kita mengetahui perbedaan antara pembiayaan Produktif dan
Konsumtif kita juga harus mengetahui prilaku kedua pembiayaan tersebut.
Menurut (Rizal, 2013:85) prilaku produksi merupakan proses yang
mentransformasikan input menjadi output. Segala jenis input yang masuk
dalam proses produksi untuk menghasilkan output disebut faktor produksi.
Ilmu ekonomi menggolongkan factor produksi menjadi capital (tanah,
gedung, mesin dan inventori/persediaan), material (bahan baku dan
pendukung yakni semua yang dibeli perusahaan untuk menghasilkan output
termasuk listrik, air dan bahan baku produksi) serta manusia. Prilaku
konsumsi adalah pekerjaan atau kegiatan memakai atau mengunakan suatu
produk barang atau jasa yang diproduksi atau dibuat oleh produsen. Dalam
kamus bahasa Indonesia lengkap konsumsi adalah pemakaian barang-barang
produksi, bahan makanan dan sebagainya.

J. Penelitian Yang Relevan


Agar penelitian yang penulis lakukan tidak tumpang tindih dengan
penelitian orang lain, maka tinjauan terhadap penelitian yang relevan
merupakan sebuah kemestian yang penulis lakukan. Berikut ini adalah
beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang penulis lakukan,
diantaranya adalah:
Penelitian oleh Meilina Minarti dengan judul “Mekanisme
Pembiayaan Murabahah Pada Produk Pembiayaan Produktif di BMT
Marhamah Cabang Purworejo” Hasil dari penelitian ini adalah
menyimpulkan bahwa anggota yang ingin mengajukan pembiayaan
murabahah pada penambahan modal usaha harus mengikuti prosedur yang
ditetapkan BMT Marhamah Cabang Purworejo. Adapun prosedurnya adalah
40

nasabah datang mengajukan surat permohonan pembiayaan kepada BMT


Marhamah Cabang Purworejo yang akan diterima oleh kasir atau account
officer. Dengan menyertakan foto copy identitas KTP suami istri, kartu
keluarga, akte nikah beserta foto copy kepemilikan barang jaminan yang
dijaminkan, dan melampirkan foto suami istri 1 lembar. Petugas akan
melakukan wawancara terlebih dahulu untuk mengetahui apakah pembiayaan
yang dibutuhkan adalah pembiayaan konsumtif atau produktif. Untuk
penilaian pembiayaan murabahah pada penambahan modal usaha yang
ditetapkan oleh BMT Marhamah Cabang Purworejo adalah 5C yang terdiri
dari character, capacity, capital, condition, dan collateral. Adapun resiko
dari pembiayaan murabahah dan strategi penanganan pembiayaan bermasalah
yang dilakukan oleh oleh BMT Marhamah Cabang Purworejo adalah dengan
melakukan rescheduling.
Penelitian oleh Haris Wijaya dengan judul “Aplikasi Akad
Murabahah Tanpa Wakalah Perspektif Ekonomi Syariah”. Hasil dari
penelitian ini adalah Murabahah tanpa Wakalah yaitu BMT yang memebeli
barang kepada pemasok, dan menyerahkan barang tersebut langsung kepada
nasabah setelah nasabah memenuhi persyaratan, transaksi jual-beli ini
dilakukan tanpa adanya akad Wakalah atau perwakilan.
Penelitian oleh Deden S Hadi Wijaya dengan judul “Aplikasi Akad
Murabahah Pada Produk Konsumtif Di Baitul Mal Wat Tamwil (Bmt) Al-
Amanah Ciawi Tasikmalaya”. Hasil dari penelitian ini adalah ditemukan
bahwa kegiatan jasa keuangan yang ada di BMT Al-Amanah Ciawi
Tasikmalaya yaitu: jasa keuangan simpanan dan jasa keuangan pembiayaan.
Dalam pembiayaan produk konsumtif yang dalam hal ini menggunakan
produk ba’i al-musawwamah yang merupakan aplikasi dari akad murabahah,
terdapat beberapa ketentuan mengenai produk yang diinginkan atau
dibutuhkan. Karena secara umum, semua barang yang diinginkan atau
dibutuhkan oleh anggota dapat difasilitasi pembiayaannya oleh BMT Al-
Amanah Ciawi Tasikmalaya. BMT Al-Amanah Ciawi Tasikmalaya
menerapkan konsep akad jual-beli (murabahah) kedalam 2 produk
41

pembiayaan yaitu produk murabahah yang merupakan produk pembiayaan


barang-barang usaha atau produktif dan kedalam produk ba’i almusawwamah
yang merupakan produk pembiayaan untuk barang-barang konsumtif.
Penelitian oleh Rofiqoh Ferawati dengan judul “Pelaksanaan Bai’
Al-Murabahah pada Bank Syariah Mandiri Cabang Jambi”. Hasil dari
penelitian ini adalah emuan Penelitian menunjukkan bahwa Pelaksanaan Bai’
al-murabahah Pada Bank Syariah Mandiri Cabang Jambi sesuai dengan
prinsip syariah, Faktor penyebab tingginya minat nasabah terhadap Bai’ al-
murabahah adalah keunggulan produk dari segi jenispembiayaan merupakan
pembiayaan konsumtif, dari segi proses yaitu prosesnya mudah dan dari segi
jangka waktu yaitu jangka waktunya lebih panjang, temuan setelah uji
statistik yaitu secara bersama-sama faktor yang dapat mendorong peningkatan
minat nasabah terhadap Bai’ al-murabahah adalah pembiayaan konsumtif,
prosesnya mudah dan jangka waktunya lebih panjang. Pengujian secara
individu variabel Xi menunjukkan bahwa variabel pembiayaan konsumtif
menunjukkan pengaruh negative atau tidak signifikan untuk mendorong
minat nasabah menggunakan produk Bai’ al-murabahah. Secara parsial
variabel pembiayaan konsumtif, prosesnya mudah dan jangka waktunya lebih
panjang berpengaruh secara signifikan mendorong minat nasabah terhadap
produk Bai’ al-murabahah Pada Bank Syariah Mandiri Cabang Jambi. Dari
Ketiga variabel yang diteliti ternyata variabel yang dominan berpengaruh
adalah variabel proses (X2). Hal ini terlihat dari koefisien regresi yang
tertinggi.
Penelitian oleh Herli Santomi dengan judul “Analisis Pembiayaan
Murabahah Di Bmt Assyafi`Iyah Kcp Kota Metro Menurut Perspektif
Ekonomi Islam”. Hasil dari penelitian menunjukkan Jenis pembiayaan
murabahah di BMT Assyafi`iyah KCP Kota Metro lebih banyak ditujukan
pada pembiayaan konsumtif untuk kebutuhan nasabah rumah tangga, bukan
jenis pembiayaan produktif untuk kebutuhan usaha. Hal ini dikarenakan
murabahah di dasarkan pada akad jual beli dengan melibatkan pihak ketiga
sebagai suplier, dimana produk yang dibutuhkan nasabah disediakan oleh
42

pihak ketiga. Kedudukan BMT dalam hal ini hanya sebagai pemilik dana,
yang memfasilitasi kebutuhan nasabah, bukan sebagai investor atau mudharib
seperti dalam akad mudharabah. Mekanisme Pembiayaan murabahah di
BMT Assyafi`iyyah KCP Kota Metro dilakukan melalui beberapa tahapan,
yaitu tahapan administrasi, survey kelayakan nasabah dan pencairan. Prinsip
utama yang dijadikan acuan BMT Assyafi`iyah KCP Kota Metro dalam
pembiayaan murabahah adalah prinsip bebas riba, memberitahu secara jujur
harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan, jangka
waktu tertentu yang telah disepakati. Risiko yang harus ditanggung dalam
pembiayaan murabahah yaitu barang dijual nasabah sebelum angsuran lunas,
terlambat mengangsur, atau bahkan macet, sedangkan barang yang digunakan
oleh nasabah sudah rusak. Risiko lainnya yaitu kesulitan mengajukan garansi
pada barang yang rusak, sehingga nasabah memutuskan tidak melanjutkan
angsuran. Dalam rangka meminimalisir risiko pembiayaan murabahah,
manajemen BMT Assyafi`iyyah KCP Kota Metro menerapkan rumus yang
dikenal dengan 5 C, yaitu: penilaian character (karakter), capacity
(kemampuan), capital (kemampuan), condition (kondisi), dan collateral
(jaminan).
Sedangkan penelitian yang penulis lakukan lebih terfokus kepada
pelaksanaan pembiayaan murabahah tanpa akad wakalah yang dilakukan
oleh BMT Indragiri dan apakah pembiayaan murabahah cenderung ke
Produktif atau Konsumtif.

K. Kerangka Berfikir
BMT Indragiri Kota Rengat terdapat produk penyaluran dana yang
biasa disebut pembiayaan. Salah satunya pembiayaan murabahah murni, dari
pembiayaan tersebut penulis hanya membahas tentang pembiayaan
murabahah tanpa akad wakalah, yang mana data tersebut didapatkan melalui
wawancara dengan pihak BMT Indragiri Kota Rengat, dan didalam
wawancara tersebut penulis bertanya tentang lebih cenderung kemana
pembiayaan murabahah tanpa akad wakalah mengarah ke Produktif atau
43

Konsumtif. Setelah informasi didapatkan penulis menganalisa informasi


tersebut dengan analisis deskriptif kualitatif. Setelah dianalisis barulah
didapatkan kesimpulan.

Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah Tanpa Wakalah

Dampak

Produktif Konsumtif

1. Pelaksanaan Pembiayaan
2. Operasional
3. Keepatuhan Syariah
4. Promosi
5. Prosedur
6. Variasi usaha

Gambar 2. 2
Kerangka Berfikir
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan ini termasuk kedalam jenis penelitian
yang mengunakan metode field research atau penelitian yang dilakukan
dengan turun langsung untuk memperoleh data yang relevan dengan
penelitian yang dilakukan. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu dengan melakukan penelitian
secara langsung untuk mengambarkan dan mengetahui dampak pelaksanaan
pembiayaan murabahah tanpa Akad wakalah Produktif dan Konsumtif di
BMT Indragiri Kota Rengat.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat
Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian pada staff BMT
atau pegawai BMT Indragiri Kota Rengat Kabupaten Indragiri Hulu.
2. Waktu
Sedangkan untuk waktu penelitian yang penulis rencanakan yaitu
bulan Maret sampai Agustus 2021.
Tabel 3. 1
Rancangan Waktu Penelitian
Rancangan 2021
No
Kegiatan Mar Apr Mai Jun Jul Ags Sep

1 Penyusunan √
Proposal
2 Membuat Dan √ √
Bimbingan
Proposal Skripsi
3 Seminar Proposal √
4 Bimbingan Setelah √
Seminar

44
45

5 Mengumpulkan Dan √
Mengolah Penelitian
6 Analisa Data √
7 Bimbingan Skripsi √ √
8 Agenda Munaqasah √ √
9 Sidang Munaqasah √ √
Sumber : Olahan Peneliti, 2021.

C. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti langsung menjadi instrumen kunci
dengan cara peneliti langsung berada dilapangan untuk meneliti yaitu dengan
mengunakan daftar pelayanan, wawancara, dan mengambil dokumentasinya.
Penelitian kualitatif sebagai Human Instrument, berfungsi menetapkan fokus
penelitian, memilih informasi sebagai sumber data, melakukan pengumpulan
data, menilai kualitas data, menafsirkan data membuat kesimpulan atas
semuanya (Sugiyono, 2014:372-373).

D. Sumber Data
Data adalah serangkaian informasi verbal dan non verbal yang
disampaikan informan kepada peneliti untuk menjelaskan perilaku ataupun
peristiwa yang sedang menjadi fokus penelitian (Idrus, 2009:84).
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer dalam penilitian ini adalah staff dan nasabah
BMT Indragiri Kota Rengat yang dapat memberikan informasi-informasi
secara langsung kepada penulis mengenai persoalan yang diteliti.
2. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder, merupakan sumber yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau
lewat dokumen. Dalam penelitian ini, yang menjadi sumber data sekunder
yaitu dokumen yang berkaitan dengan pembiayaan murabahah pada
Kantor BMT Indragiri Kota Rengat.
46

E. Teknik Pengumpulan Data


1. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan
Tanya jawab langsung dengan mengunakan pertanyaan kepada subjek
penelitian. Data tersebut diperoleh dari wawancara dengan seluruh staff
atau karyawan Kantor BMT Indragiri Kota Rengat.
2. Dokumentasi
Digunakan untuk mendapatkan data tertulis mengenai dokumen
yang berkaitan dengan pembiayaan murabahah di BMT Indragiri Kota
Rengat.
3. Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan teknik pengumpulan data
yang dilakukan secara sistematis dan sengaja. Melalui pengamatan dan
pencatatan terhadap gejala-gejala yang diselidiki. Observasi yang penulis
maksud adalah metode yang digunakan untuk mengetahui dan melihat
kondisi secara langsung bagaimana pelaksanaan pembiayaan murabahah
tanpa akad Wakalah produktif dan konsumtif yang dilakukan oleh BMT
Indragiri Kota Rengat.

F. Teknik Analisis Data


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif kualitatif, yaitu suatu penelitian yang berupaya menghimpun data,
mengolah, dan menganalisa secara kualitatif dan menafsirkan secara kualitatif
pula.
Sebagaimana definisi metodologi kualitatif adalah sebagi prosedur
untuk penelitian yang mengasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati.
Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif
kualitatif, sebuah analisis yang didasarkan pada pernyataan keadaan dan
ukuran kualitas (bersifat non statistik), yaitu cara memperoleh data dengan
47

menjabarkan, menerangkan, memberikan gambaran dan mengklarifikasinya


serta menginterpretasikan data yang terkumpul apa adanya.
Setelah data selesai dikumpulkan dengan lengkap, tahap berikutnya
adalah analisis data. Pada tahap ini, data dikerjakan dan dimanfaatkan
sedemikian rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang
dapat dipakai untuk menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam
penelitian.
Data tersebut dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menghimpun data-data yang berkaitan dengan yang penulis teliti, yaitu
berupa pelaksanaan pembiayaan murabahah murni tanpa akad wakalah
yang dilakukan oleh BMT Indragiri Kota Rengat.
2. Membaca, menelah dan mencatat data-data yang telah dikumpulkan.
3. Membahas masalah-masalah yang telah diajukan dengan
menginterpretasikan berdasarkan teori-teori yang berkaitan dengan
masalah yang akan penulis teliti untuk memecahkan permasalahan
tersebut.
4. Merumuskan kesimpulan.
5.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum BMT Indragiri Kota Rengat


1. Sejarah Bmt Indragiri Kota Rengat
Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) adalah Koperasi Simpan Pinjam
dan Pembiayaan (KSPPS) yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip
syariah. BMT sesuai dengan namanya terdiri dari dua fungsi utama, yaitu:
Baitul Maal (Bait = Rumah, Maal = Harta) dimaksudkan sebagai Lembaga
Amil Zakat (LAZ) sebagaimana kemudian muncul UU No. 38/1999 yaitu
menerima titipan dana Zakat, Infaq dan Shadaqah serta mengoptimalkan
distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya BMT Indragiri berdiri
berawal dari semangat keinginan memiliki suatu lembaga yang dapat
menjadi wadah ummat islam yang dapat mengurusi perekonomian ummat
yang sesuai dengan tuntunan dalam syariah islam maka beberapa pengurus
dan jamaah Masjid Jamik Rengat mengutus dua orang remaja masjid yaitu
Saputra Mansur, SE dan Ridwan Marpaung yang sehari-hari aktif
melaksanakan kegiatan keagamaan di masjid Jamik Rengat untuk belajar ke
lembaga Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) di Payakumbuh, setelah pulang
dari beberapa bulan belajar maka para pendiri yang dipelopori oleh dr. H.
Nurhadi, S.PoG, dr. H. Amin Yunus, SpPd, H. Harman Harmaini, SH.MH,
H. Sumra Hardi, S.Sos, Saputra Mansur, SE pada tanggal 11 april 2010
melaksanakan rapat yang pada waktu itu dibentuk kepengurusan periode
tahun 2010-2012 dan disepakati sebagai Ketua Pengurus adalah dr. H.
Nurhadi, S.PoG, Wakil Ketua H. Sumra Hardi, S.Sos, Sekretaris Drs.
H.Sofyan A. Karim, Wakil Sekretaris M. Tasri, dan bendahara Drs. Aristo,
M.Pd. dan sebagai pengelolah nya Saputra Mansur, SE kemudian disepakati
juga nama BMT adalah BMT Djami’ dikarenakan lahirnya di Masjid Jamik
Rengat. BMT Djami’ diresmikan pada tanggal 28 Mei 2010/ 14

48
49

Jumadil Akhir 1431 H di Mesjid Jami’ Rengat oleh Ketua Pengurus Mesjid
Jami’ Rengat yaitu H.M dr. Amin Yunus, Sp.Pd di mesjid Jamik Rengat
sekaligus dengan acara seminar ekonomi syari’ah yang dihadiri oleh
berbagai lapisan masyarakat.
Adapun hal-hal yang melatarbelakangi berdirinya BMT Djami’ dari
sisi keekonomianya secara terperinci antara lainya adalah:
1. Hampir seluruh aktifitas ekonomi masyarakat Islam bersentuhan langsung
dengan sistem ekonomi riba terutama para pedagang kecil baik itu
disengaja maupun karena terpaksa melakukanya. Ini semua salah satu
penyebabnya adalah kurangnya lembaga untuk dijadikan pilihan lainya
dalam memenuhi kebutuhan ekonomi atau modal usahanya. Menurut
pengamatan kami dilapangan mayoritas para pedagang dipasar-pasar
tradisional diberbagai daerah telah terikat dengan “rentenir” yaitu dengan
memberikan pinjaman dengan sistem ribawi dan bunga yg cukup tinggi
dengan suku bunga hampir 120%/Tahun angka fantastis jika dibandingkan
suku bunga bank konvensional. (berbasis ribawi)
2. Minimnya penyaluran kredit mikro melalui lembaga keuangan perbankkan
di pasaran lebih disebabkan tingginya resiko dan besarnya biaya
operasional khusunya bagi lembaga Perbankkan atau dikenal juga dengan
istilah “unbankable“
3. Usaha-Usaha kecil dan atau pedagang-pedagang kecil masih bersifat
tradisional dan tidak memenuhi kriteria (bankable) maka akses
permodalan sulit didapat selain kepada Rentenir yang lebih praktis dan
cepat.
4. Sarana Menyimpan dan menabung bagi masyarakat yang tidak memiliki
akses dengan perbankan.
5. Kurang tergarapnya dengan baik potensi zakat, infaq, sedekah dan wakaf
(ZISWAF) yang cukup besar sebagai amalan yang sangat diperintahkan
oleh Allah SWT dalam Islam. Yang juga sangat bermanfaat dalam
menunjang kesahteraan masyarakat Islam.
50

Namun pada tahun 2017 BMT Djami’ berganti nama menjadi BMT
INDRAGIRI, dikarenakan agar bisa dikenal lebih luas oleh masyarakat.
BMT Indragiri ini sudah memiliki badan hukum dengan (SK :
233/BH/IV.2/02/X/2010) dengan (NPWP : 03.236113.1-213.000) (Sumber,
Profil BMT Indragiri, 2020).
2. Visi dan Misi
a. Visi
Terwujudnya lembaga perekonomian ummat, yang profesional, amanah,
bermanfaat, peduli, menguntungkan dan mensejahterakan umat yang di
ridhai dan diberkahi oleh Allah SWT.
b. Misi
1) Menjadikan lembaga keuangan terdepan yang berpegang teguh pada
prinsip syariah dalam menjalankan seluruh aktifitas dan
operasionalnya.
2) Membangun lembaga keuangan yang bisa menjadi mitra umat yang
sangat diandalkan, dipercaya, profesional dalam memenuhi kebutuhan
yang menyangkut pada persoalan keuangan dan perokonomian
ummat.
3) Menjalankan fungsi Maal secara amanah, profesional dan transparan.
4) Memberikan edukasi kepada masyarakat terutama anggota dalam
mewujudkan kehidupan Islami yang sejahtera dan diridhoi oleh Allah
SAW (Sumber, Profil BMT Indragiri, 2020).
3. Bentuk Usaha Tamwil
a. Produk Penghimpunan (Funding)
1) Produk Simpanan Anggota: Merupakan simpanan yang wajib dimiliki
oleh anggota. Simpanan ini menggunakan akad bagi hasil atau
Mudharabah AlMutlaqah/muqayyadah yang akan diberikan dalam
bentuk Sisa Hasil Usaha setiap tahunya. Adapun bentuk tabunganya
sebagai berikut:
a) Simpanan Pokok ( Musyarakah )
b) Simpanan Wajib ( Musyarakah )
51

c) Simpanan Pokok Khusus/ Pernyertaan Modal ( Musyarakah )


2) Produk Umum Penghimpunan : Produk simpanan ini seluruhnya
menggunakan akad Dhomanah (titipan mutlak) berikut jenis produk-
produknya:
a) Simpanan Titipan Berkah
b) Simpanan Siswa
c) Simpanan Qurban
d) Simpanan Umrah & Haji
e) Simpanan Aqiqah
f) Simpanan Walimah Keluarga Salimah
b. Produk Pembiayaan (Financing)
1) Sistem Bagi-Hasil (Mudhorobah dan Musyarokah)
a) Mudhorobah
Pembiayaan atas dasar prinsip bagi hasil sesuai dengan
kesepakatan bersama, disalurkan untuk berbagai jenis usaha halal
seperti industri rumah tangga, perdagangan, jasa dan Pertanian.
Dalam pembiayaan mudorobah tidak ada porsi penyertaan/sharing
dana dari Mitra, total dana pembiayaan seluruhnya dari BMT.
b) Musyarokah
Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil, diperuntukan bagi
Mitra yang telah memiliki usaha produktif halal dan bermaksud
untuk menambah modal usahanya. BMT menempatkan porsi
penyertaan/sharing dana terhadap usaha Mitra.
2) Sistem Jual-Beli (Murobahah)
a) Pembiayaan dengan prinsip jual beli barang dengan
keuntungan/margin yang disepakati.
b) Pembayaran dapat diangsur sesuai kesepakatan bersama.
c) Diperuntukan bagi Anda yang memerlukan asset berupa barang dan
tidak ingin melunasi sekaligus (angsuran dicicil)
3) Sistem Jasa
52

Pembiayaan atas dasar prinsip jasa, disalurkan untuk berbagai


jenis kebutuhan halal seperti :
a) Ijaroh Multijasa : Untuk pembayaran biaya sewa tempat dll
b) Pembiayaan Tagihan Rekening Telepon dan listrik
c) Transfer antar seluruh Bank di Indonesia
d) Dan lain-lain (Sumber, Profil BMT Indragiri, 2020).
4) Sistem Pinjaman (Alqard)
Alqard adalah penyediaan dana pinjaman murni artinya berapa
dana yang dipinjam sebesar itu pula yang harus dikembalikan baik
secara mencicil maupun dikembalikan sekaligus yang dipergunakan
untuk keperluan yang sangat mendesak seperti biaya berobat, sekolah,
menikah, konsumsi dll yang khusus diperuntukan bagi orang-orang
yang ekonominya lemah dengan jumlah plafont yang relatif kecil dan
jangka waktu yang pendek berdasarkan kesepakatan antara BMT dan
Mitra peminjam yang mewajibkan mitra peminjam melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu sesuai perjanjian(Sumber,
Profil BMT Indragiri, 2020).
4. Sturuktur Organisasi
No ASPEK ORGANISASI
A
1 Nama Lembaga BMT INDRAGIRI
2 DEWAN PENGURUS
PERIODE 2016-2020
Ketua : Dr. H. NURHADI, Sp.OG
Wakil : Dr.HM. AMIN YUNUS, Sppd
Sekretaris : Drs. H. ARISTO, M.Pd
Wakil sekretaris : H. SUMRAHARDI, S.Sos
Bendahara : H. ADITIYA WARMAN
3 DEWAN PENGAWAS SYARIAH
Ust. IMRON ROSYADI
Ust. Drs. H. M. NUR, SE. MM
4 STRUKTUR PENGELOLA
Manajer : SAPUTRA MANSUR, SE
Ka.bag. Operasional : SUPRIYANTO, SE
Ka.bag. Marketing : RAHMAT
Ao : KHAIRUR RIJAL
: ALEK IRAWAN
53

Fo : UMAIR
Teller : HERMAWAN
CS : JUMAT
B ASPEK LEGAL
Badan Hukum : SK : 233/BH/IV.2/02/X/2010
NPWP : (03.236113.1-213.000)
C ALAMAT RESMI
Alamat Jl. Sultan Kompleks Indragiri Islamic
Center, Kelurahan Kampung Dagang
Kota Rengat
Provinsi Riau
Telp 0769.21587
E-Mail Saputra.Mansur@Yahoo.Co.Id,
Bmt.Djamik2010@Yahoo.Co.Id
(Sumber, Profil BMT Indragiri, 2021).
5. Logo

Gambar 4. 1
Logo BMT Indragiri

6. Kegiatan Promosi Produk Pada BMT Indragiri Kota Rengat


Produk sudah diciptakan, harga juga sudah ditetapkan, dan tempat
(lokasi dan layout sudah disediakan), artinya produk sudah benar-benar siap
untuk di jual. Agar produk tersebut laku dijual ke masyarakat atau nasabah,
maka masyarakat perlu tahu kelebihan produk tersebut, berikut manfaat,
harga, di mana didapat diperoleh dan kelebihan produk dibandingkan
pesaing. Cara untuk memberitahukan kepada masyarakat adalah melalui
54

sarana promosi. Artiya, keputusan terakhir bank harus mempromosikan


produk tersebut seluas mungkin ke nasabah.
Promosi merupakan kegiatan marketing mix yang terakhir. Kegitan
ini merupakan kegiatan yang sama pentingnya dengan ketiga kegiatan di
atas, baik produk, harga dan lokasi. Dalam kegiatan ini setiap bank
beruasaha untuk mempromosikan seluruh produk dan jasa yang dimilikinya
baik langsung maupun tidak langsung. Tanpa promosi jangan diharapkan
nasabah dapat mengenal bank.
Oleh karena itu, promosi merupakan sarana yang paling ampuh
untuk menarik dan mempertahankan nasabahnya. Salah satu tujuan promosi
bank adalah menginformasikan segala jenis produk yang ditawarkan dan
berusaha menarik calon nasabah yang baru kemudian promosi juga
berfungsi mengingatkan nasabah akan produk, promosi juga ikut
mepengaruhi nasabah untuk membeli dan akhirnya promosi juga akan
menigkatkan citra serta mana baik Bank dimata para nasabahnya
BMT Indragiri dalam mempromosikan produknya mengunakan
beberapa media promosi diantaranya :
a. Dakwah keliling baik hari biasa, jumat barokah dan bulan ramadahan
55

b. Media internet seperti instragram, facebook, whatsapp dan youtube


56

c. Brosur

d. Poster
57

e. Banner

f. Merchandise atau biasa disebut buah tangan seperti kalender, mug,


gantungan kunci, buku, Al-quran, bul poin, payung, kaos, stiker.

g. Word of mouth maeketing (rekomendasi)


Alhamdullilah dengan mengunakan beberapa media promosi
tersebut masyarakat semakin antusias untuk melakukan pembiayaan di
BMT Indragiri.
58

7. Variasi Jenis Usaha


Pembiayaan murabahah produktif pada BMT Indragiri dengan
konsep jual beli memiliki kemudahan dan kesulitan tertentu dalam
pelaksanaannya untuk beberapa jenis usaha. Sebagai berikut penulis
paparkan beberapa jenis usaha:
a. Pertanian
Pada sektor pertanian pembiayaan murabahah dapat di aplikasi dalam
jual beli lahan, pembelian kebun, pembelian bibit sayur dan buah, pupuk,
alat pertanian, transportasi pertanian.
b. Peternakan
Pada sektor peternakan pembiayaan murabahah dapat di aplikasikan
dalam jual beli hewan ternak, lahan ternak, pakan ternak, pembelian bibit
ikan, bibit ayam.
c. Industri
Pada sektor industri menengah kebawah atau industri rumahan yang
BMT Indragiri beri pembiayaan murabahah seperti mesin produksi, oven
kue, lahan produksi, bahan industri baik mentah atau siap olah.
d. Perdagangan
Pada sektor perdagangan BMT Indragiri dapat memberi pembiayaan
murabahah seperti kuliner dalam bentuk gerobak, peralatan dagang,
bahan dagang, begitu juga pada fashion, gadget, sembako, sayuran,
cabai-cabaian, bahan makanan, makanan ringan, pembelian kios atau
toko, perlengkapan bengkel motor.
e. Jasa
Pada sektor jasa pembiayaan murabahah seperti pembelian mesin jahit,
alat kesehatan, programer pembelian laptop, pembelian motor untuk ojek,
pembelian mobil untuk travel dan angkut barang juga rental, pembelian
komputer pc untuk warnet, pembelian peralatan salon, pembelian mesin
fotokopi, pembelian alat-alat bengkel, pembelian bangku untuk sekolah.
59

Sebagian besar bidang usaha dapat dibiayai oleh BMT Indragiri


dan ada juga pembiayaan yang tidak dapat atau sulit untuk dilakukan ada
dua contoh yang akan penulis paparkan diantaranya jual beli cabai yang
dilakukan pada menjelang fajar dimana pada saat itu bukan waktu
operasional BMT tapi harus dilakukan pada saat itu, dan pada jual beli
pesanan meja dan bangku serta kursi untuk interior café yang harus
dibuatkan terlebih dahulu harus memakai banyak waktu serta terkadang bisa
terjadi keterlambatan serta miskomunikasi. Sehingga hal yang demikian
tidak dapat dilakukan dan dipenuhi oleh BMT Indragiri untuk dilakukan
pembiayaan, BMT mempunyai batas pembiayaan yang dapat diberikan
yaitu tidak lebih dari 100 juta rupiah.

B. Temuan Penelitian
1. Prosedur Pelaksanaan Akad Murabahah
Secara umum pelaksanaan akad murabahah dilaksanakan tanpa
akad wakalah yang dilakukan BMT Indragiri Terdiri dari :
a. Perencanaan pembiayaan murabahah
Sebelum melakukan kegiatan pembiayaan masing-masing
individu yang berkaitan sudah menyiapkan berbagai perencanaan.
Dimulai dari sore hari sebelum pulang dari kantor AO sudah
mendapatkan daftar pembiayaan murabahah yang akan di survey besok
harinya. Pada pagi hari diadakan meeting antara manajer BMT, Kabag
marketing dan tim AO yang akan membahas antara lain adalah hasil
survey calon nasabah, keputusan pencairan dan realisasi barang atau
pembiayaan, pembagian wilayah survei calon nasabah baru. (Alek,
Wawancara langsung pada tanggal 8 Juli 2021)
b. Pengorganisasian dalam pembiayaan murabahah tidak terlepas dari
penentuan pekerjaan dan pengelompokan tugas.
1) Manajer mempunyai tugas antara lain mengarahkan,
mengkoordinasiakan, mengawasi tugas bawahan, mengawasi jalannya
operasional di unit pelayanan, pendelegasian wewenang, penilainan
60

keryawan, menentukan menerima pembiayaan berdasarkan hasil


survei.
2) Kabag operasional memiliki tugas dalam pembiayaan antara lain
adalah pencairan dana realisasi, meyusun anggaran pembiayaan,
mengawasi dan mengendalikan pembiayaan murabahah.
3) Kabag marketing mempunyai tugas dalam pembiayaan yaitu
monitoring kegiatan AO dan FO, mengawasi ketertiban angsuran dan
kunjungan, analisis kredit berdasarkan hasil kunjungan investigasi
kelayakan 5C (character, capacity, capital, condition dan collateral)
kepada calon nasabah serta memberikan rekomendasi calon nasabah.
4) Account officer mempunyai tugas melakukan suvei tahap awal
nasabah potensial dan membuat hasil surveinya, melaporkan hasil
survey kepada manajer dan kabag marketing untuk memutuskan
menerima atau menolak pengajuan kredit tersebut, dan apabila
diterima akan dilanjutkan ke survei barang yang akan di beli BMT dan
dijual kembali ke nasabah, stelah itu penandatanganan akad
murabahah serta penyerahan down payment dan penyerahan realisasi
barang murabahah.
5) Funding officer pada pembiayaan murabahah mempunyai tugas
menjemput angsuran nasabah dan pembukaan rekening baru bagi
calon nasabah
c. Pelaksanaan pembiayaan murabahah dilakukan dengan semudah
mungkin tanpa mempersulit nasabah dengan berkerja ikhlas serta
bergairah untuk mencapai tujuan visi dan misi BMT Indragiri serta tetap
patuh terhadap aturan syariah. (Mansur, Wawancara langsung pada
tanggal 20 Juli 2021)
Secara lebih tegas, prosedur dalam pemberian pembiayaan di BMT
Indragiri Kota Rengat adalah sebagai berikut:
a. Nasabah mengajukan berkas persyaratan dan mengisi formulir
pembiayaan, dengan persyaratan yang harus dilengkapi yaitu kartu tanda
61

penduduk suami istri, kartu keluarga, surat nikah, surat jaminan, KTP
pemilik jamianan, slip gaji, pas foto 3x4 suami istri dan map biasa.
b. Tim account officer BMT melaksanakan penyelidikan berkas serta
wawancara langsung on the spot dengan teori 5C (character, capacity,
capital, condition dan collateral) dan 7P (personality, party, purpose,
Prospect, payment, profitability, dan protection) oleh account officer.
c. Manajer memberikan keputusan pembiayaan setelah disampaikan hasil
survei oleh account officer.
d. Penandatanganan akad murabahah.
e. Serah terima realisasi pembiayaan di sertai down payment tanpa angsuran
pertama (cicilan dibayar pada bulan selanjutnya).
Pengendalian pembiayaan murabahah dilakukan oleh manajer
kepada setiap sektor yang berkaitan dengan pembiayaan dengan cara
meminta laporan bulanan kepada setiap tim yang berkaitan dengan
pembiayaan murabahah. (Rahmad, Wawancara langsung pada tanggal 15
Juli 2021)

Dalam menjalankan kegiatan pembiayaan BMT Indragiri tidak


membebankan biaya administrasi, biaya asuransi dan biaya-biaya lainnya
pada nasabah. Sehingga tidak mempengaruhi harga jual barang yang akan
di berikan kepada nasabah seandainya ada biaya transportasi maka pihak
AO akan langsung negosiasi dengan nasabah dengan konsep ikhlas sama
ikhlas tanpa ada yang merasa keberatan. Hal tersebut diterapkan pada
pembiayaan produktif dan pembiayaan konsumtif.

BMT Indragiri dalam melaksanakan, mengatur, merencanakan dan


mengendalikan pembiayaan murabahah mempunyai cara tersendiri
sehingga menjadi keunggulan BMT Indragiri untuk mencapai keefektifan
dan keefisienan. Hal tersebut tidak terlepas dari beberapa unsur, konsep,
dan faktor, prinsip dan fungsi manajemen. Perlu diketahui pembiayaan
murabahah yang dilakukan pada BMT Indragiri yaitu pembiayaan dalam
lingkup mikro menengah kebawah mulai dari pedagang kecil, pedagang
62

kaki lima, warung, pertokoan, konsumtif dan produktif dalam skala mikro.
Dan jumlah dana yang dapat disanggupi BMT berkisar 1 JT – 100 JT
Rupiah. (Rijal, Wawancara langsung pada tanggal 10 Juli 2021)

Berdasarkan penelitian yang sudah penulis laksanakan, terdapat


berbagai keunikan pada BMT Indragiri dalam melaksanakan akad
murabahah tanpa wakalah ini, seperti adanya terjadi akad murabahah
KPP (kepada pemesan pembelian), dan hubungan transaksi yang benar-
benar ril antara BMT dengan pihak penyedia barang (supplier).

Secara deteil proses pelaksanaan akad murabahah tanpa wakalah


produktif dan konsumtif ini adalah sebagai berikut:

Pertama sekali, nasabah yang berkeinginan melakukan pembiayaan


Murabahah mendatangi kantor BMT Indragiri dan langsung diarahkan ke
staff Costomer Service untuk mengetahui atau bertanya tentang prosedur
pembiayaan serta nasabah menyampaikan spesifikasi barang yang akan
dibeli seperti mobil innova tahun 2009 harga 125 juta di belilas dengan
dealer yang sudah diketahui ataupun tidak (KPP) BMT yang akan
mencarikan, BMT juga mempunyai ahli mobil bekas bahkan ada kasus-
kasus lain seperti pembelian oven kue dan barang merek khusus lainnya
nasabah dapat memberitahu lokasi pembelian atau BMT yang akan
mencarikan barang tersebut, setelah costomer service mengetahui
keinginan nasabah maka CS akan menyampaikan simulasi dan tingkat
laba/margin pembiayaan yang akan disepakati sementara agar nasabah
mempunyai gambaran pembiayaan tersebut serta nasabah memberikan
persyaratan lengkap yang telah ditentukan pihak BMT seperti alamat
lengkap dan nomor handphone agar memudahkan staff AO saat survei
atau mengunjungi rumah nasabah. (Jumat, Wawancara langsung pada
tanggal 5 Juli 2021)
63

Gambar 4. 2
Syarat Pengajuan Pembiayaan

Kedua, pada hari berikutnya tim account officer survei atau


kunjungan ke rumah nasabah untuk mengetahui keadaan dan karakter
nasabah dengan teori 5C (character, capacity, capital, condition dan
collateral) dan 7P (personality, party, purpose, Prospect, payment,
profitability, dan protection) serta menanyakan keinginan atau kebutuhan
nasabah akan membeli barang seperti apa, dimana akan dibeli atau pihak
BMT yang akan mencari, serta mengecek kondisi jaminan yang akan
diberikan dengan memfoto sebagai bahan AO saat meeting serta tim
account officer mengisi formulir yang berisi data lengkap tentang nasabah
dan nasabah wajib menjadi anggota BMT Indragiri dengan cara
pembukaan rekening tabungan.
64

Gambar 4. 3
Formulir permohonan pembiayaan

Ketiga, persetujuan pimpinan dimana pimpinan BMT Indragiri,


kabag AO dan tim AO mengadakan meeting membahas hasil survei yang
dilakukan tim AO disertai keputusan pimpinan BMT menyetujui atau
menolak pembiayaan nasabah yang telah di survey. Apabila disetujui akan
dilanjutkan pada tahap selanjutnya dan apabila ditolak pihak AO akan
menghubungi nasabah yang bersangkutan.

Keempat, semua pembiayaan yang telah disetujui pimpinan akan


dilanjutkan pada tahap pembelian langsung barang oleh staff AO ke toko
atau dealer tanpa hadirnya nasabah dan memang tidak dibolehkan agar
memudahkan staff Ao negosiasi harga atas nama BMT transaksi dua pihak
65

saja serta uang diserahksan benar-benar secara tunai (tidak boleh transfer)
kepada penjual tertulis dalam bentuk kwitansi, BMT membeli atas
kepentingan nasabah (jujur dalam harga) dan nasabah selalu menerima apa
yang dibelikan pihak BMT untuk nasabah dan dijual kembali oleh BMT
kepada nasabah sesuai harga kwitansi di tambah laba/margin yang
disepakati nasabah untuk BMT.

Gambar 4. 4
Pembelian Satu Unit Mobil Di Dealer Pekanbaru

Kelima, Barang yang telah dibeli oleh staff AO akan dibawa ke


kantor BMT seperti motor akan dibawakan oleh dealer menggunakan
mobil operasional dealer tanpa biaya serta penyerahan kwitansi dan berkas
ke pihak BMT sedangkan untuk barang yang mudah dibawa seperti
handphone staff AO akan langsung mengantar barang tersebut ke rumah
nasabah. Selanjutnya AO membacakan akad pembiayaan Murabahah yang
akan disetujui dan nasabah menerima tanda terima realisasi pembiayaan
yang ditandatangani nasabah serta penyerahan DP (Down Payment) dari
66

nasabah yang langsung di tarik dari rekening nasabah. (Alek, Wawancara


langsung pada tanggal 8 Juli 2021)

Gambar 4. 5
Tanda Terima Realisasi Pembiayaan

Keenam, jaminan untuk pembiayaan kendaraan baru atau bekas


yaitu BPKB kendaraan tersebut di tahan BMT sebagai jaminan sampai
lunas (tergantung lama terbit BPKB dan STNK), jika pembiayaan seperti
kulkas, televise, handphone, ac, sepeda, mesin cuci dan lainnya bias juga
mengunakan BPKB kendaraan atau surat tanah.
67

Ketujuh, motor atau mobil dan barang lainnya boleh dibawa pulang
oleh nasabah dan nasabah mengangsur pelunasan mulai bulan depan dari
bulan transaksi.

Gambar 4. 6
Pengambilan Satu Unit Motor Oleh Nasabah
di Kantor BMT Indragiri

Kedelapan, jika angsuran atau hutang lunas transaksi dianggap


selesai dan nasabah boleh mengambil kembali jaminan yang di titipkan
kepada BMT Indragiri.
68

Berdasarkan penjelasan yang penulis kemukakan, maka prosedur


pelaksanaan akad murabahah produktif dan konsumtif bil ghairil wakalah
pada BMT Indragiri Kota Rengat BMT dapat penulis jelaskan dalam
skema berikut:

Nasabah Mengajukan Pembiayaan: Spesifikasi Barang, Identitas


Supplier, Simulasi Pembiayaan, dan Kesepakatan Margin

Barang bergerak (spt. motor) dibawa Survey di Kediaman Nasabah: Pengisian


dealer ke BMT (Tapi Barang Formulir Pembiayaan dan Jaminan
Kecil/tidak bergerak (spt.
handphone/mesin cuci) Langsung
dibawa ke rumah nasabah) atas biaya
supplier > Penyerahan DP (Uang sudah Pimpinan BMT Setuju dengan Akad
ada dalam rekening nasabah di BMT)
> Supplier serahkan kuitansi ke BMT >
nasabah terima Tanda Terima Realisasi
Pembiayaan > Jika kendaraan
bermotor: BPKB di tahan BMT AO Mendatangi supplier Tidak bersama
sebagai jaminan sampai lunas, dan Jika nasabah (/tidak dibolehkan dengan nasabah):
barang seperti kulkas jaminan sertifikat BMT negosiasi harga dengan Dealer atas
barang, spt BPKB) Nama BMT untuk kepentingan nasabah
(Jujur/amanah); Transaksi BMT dan Dealer
atas Kepentingan Nasabah; Uang/harga
diserahkan; Nasabah Selalu Menerima
barang sesuai janji/wa’ad; Transaksi tunai,
tidak boleh transfer.

Barang/kendaraan menjadi milik


nasabah/ dibawa pulang.

Nasabah mengangsur pelunasan


pembiayaan sampai lunas > Transaksi
selesai

Gambar 4. 7
Skema Prosedur Pelaksanaan Akad Murabahah Produktif dan
konsumtif bil ghairil Wakalah Pada BMT Indragiri
69

2. Kecenderungan Jenis Transaksi Produktif Dan Konsumtif Akad


Murabahah di BMT Indragiri Kota Rengat
Pada pembiayaan murabahah di BMT Indragiri terdapat pembiayaan
murabahah produktif dan pembiayaan murabahah konsumtif. Pembiayaan
murabahah produktif dapat diartikan sebagai pembiayaan jangka panjang
yang terdiri dari modal usaha dalam bentuk barang yang produktif.
Sedangkan murabahah konsumtif dapat diartikan sebagai pembiayaan
jangka pendek dan tidak menghasilkan akan tetapi dapat memberikan
manfaat dan memenuhi kebutuhan sekunder nasabah, pembiayaan
murabahah konsumtif tersebut terdiri dari pembiayaan akan kendaraan roda
dua dan roda empat, handphone, alat elektronik, perlengkapan rumah
tangga, sembako, laptop dan kebutuhan lainnya. (Alek, Wawancara
langsung pada tanggal 8 Mei 2021)
Sebagai berikut penulis lampirkan data pembiayaan murabahah
produktif dan konsumtif :
Tabel 4. 1
Data Pembiayaan Murabahah Produktif dan Konsumtif
Persentase Persentase
Tahun Produktif Konsumtif Jumlah
Produktif Konsumtif
2018 235 35% 452 65% 687

2019 271 33% 527 67% 798

2020 319 30% 684 70% 1003

(Sumber, BMT Indragiri, 2021).


70

80

70

60

50

40

30

20

10

0
Tahun 2018 Tahun 2019 Tahun 2020

Produktif Column1

Gambar 4. 8
Diagram Pembiayaan Murabahah Produktif dan Konsumtif

Berdasarkan temuan lapangan dari sisi pelaksanaan akad murabahah


bil ghairil wakalah di BMT Indragiri, peneliti menemukan bahwa nasabah
lebih cenderung untuk mengambil pembiayaan murabahah bil ghairil
wakalah yang bersifat konsumtif karena lebih praktis dan mudah tanpa
berbelit-belit, sedangkan untuk pembiyaan murabahah produktif ditemukan
banyak kesulitan dalam pelaksanaannya dari aspek proses pengadaan barang
dan banyaknya variasi barang yang akan diadakan.
Hal ini terjadi di lapangan dengan nasabah SP, seorang pedagang
pakaian, karena dua alasan, pertama dengan sistim murabahah tanpa
wakalah ia akan kesulitan mendapatkan barang dengan beragamnya biaya
dan proses pengadaan barang, kedua dia akan membeli barang dagangan
kepada toko-toko yang berbeda di Tanah Abang, Jakarta. (Rizal,
Wawancara langsung pada tanggal 10 Juli 2021)
Kasus yang sama juga terjadi pada pedagang sayur-sayuran transaksi
dilakukan bukan pada jam operasional BMT yaitu pada subuh pagi sehingga
menyulitkan staff AO untuk memperoses pembiayaan tersebut dikarenakan
transaksi antara supplier dan BMT harus benar-benar tunai.
71

C. Pembahasan
Dalam menjalankan pembiayaan murabahah sesuai dengan moto
BMT Indragiri tanpa riba, tanpa sita, tanpa asuransi, tanpa biaya
administrasi. Kepatuhan syariah adalah modal utama bagi BMT Indragiri.
BMT Indragiri menjalankan pembiayaan dengan konsep murabahah tanpa
akad wakalah atau biasa disebut murni jual beli tanpa ada perantara barang
dimiliki terlebih dahulu baru dijual kembali serta serah terima barang yang
jelas.
Berdasarkan prosedur pelaksanaan akad murabahah tanpa wakalah
di BMT Indragiri Kota Rengat maka peneliti melihat bahwa akad
murabahah tanpa wakalah di BMT Indragiri sudah dilaksanakan dengan
benar dan sungguh-sungguh karena BMT secara ril melaksanakan jual beli
dengan supplier dimana BMT sendiri yang melakukan negosiasi harga
dengan supplier, disamping itu penurunan harga yang berhasil diperoleh
BMT dalam usaha negosiasi harga adalah menjadi hak nasabah, karena
harga beli yang ditulis dalam akad dengan nasabah benar-benar dari harga
beli BMT dengan supplier. Ini berarti bahwa BMT Indragiri benar-benar
amanah dalam melaksanakan akad murabahah, dimana akad murabahah
sendiri disebut sebagai “akad amanah” dalam teori fikih Islam. Jual beli atau
Bai’ amanah adalah jual beli dimana pihak penjual menyebutkan harga
pokok barang secara jujur atau amanah kepada pembeli dimana jika ada
terdapat suatu perbuatan khianat, maka penjual dapat dituntut secara hukum
(Mardani dalam Siti Ramlah, 2018:33).
Lebih dari itu, untuk menjamin terjadinya real purchase (transaksi
beli yang ril) antara BMT dengan supplier, karena BMT melarang kehadiran
nasabah ketika BMT sedang berada atau sedang bertransaksi dengan
supplier, ini berarti bahwa transaksi antara BMT dengan supplier sama
sekali tidak dipengaruhi oleh keberadaan nasabah. Transaksi jual beli
pertama ini (antara BMT dengan Supplier) benar-benar mandiri, tidak
dicampuri oleh rekayasa atau helah, sehingga ia terbebas dari ciri transaksi
syubhat akad tawarruq munazzham yang diharamkan oleh Dewan Akademi
72

Fiqih OKI (Organisasi Kerjasama Islam) dalam fatwanya No.179,


sedangkan fatwa itu hanya membolehkan jenis tawarruq Farḏi atau
tawarruq Fiqhi (tawarruq haqiqi) yang mana sesuai dengan Fatwa DSN-
MUI N0.82/DSN-MUI/VIII/2011 (Asep Dadan dalam Widiya Siti Rahmah,
2021:3). Dimana akad tawarruq munazzham atau organized tawarruq oleh
OKI Fiqh Academy didefisnikan sebagai “ketika seseorang
(mustawȃriq/mustawriq) membeli komoditi dari pasar lokal maupun
internasional secara tangguh (differed). Lembaga keuangan mengatur
perjanjian jual baik kepada lembaga keuangan itu sendiri atau melalui agen.
Kemudian mustawariq dan lembaga keuangan melakukan transaksi dengan
harga spot yang lebih rendah.” (Edi Susilo dalam Widiya Siti Rahmah,
2021:31) Maka nampak dari definisi tersebut bahwa dalam tawarruq
munazzham terdapat tiga pihak yang saling bertransaksi, namun ketiganya
sudah saling sepakat dengan harga dan metode pembayaran.
Akad jual beli antara BMT dan Supplier juga sudah melaksanakan
fatwa DSN MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000, yaitu bahwa jika bank hendak
mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang barang dari pihak
ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara
prinsip menjadi milik bank. (Tim Penulis DSN MUI : 25). Dengan demikian
barang tersebut telah menjadi milik BMT dan dibawah tanggungjawab
BMT, sebagai pemilik barang, sampai barang itu diserahkan ke tangan
pembeli.
Berbagai kekhawatiran para ahli tentang tidak bersedianya nasabah
menerima barang yang sudah dibeli oleh BMT atau nasabah menolak
barang, tidak pernah terjadi pada BMT Indragiri, ini menunjukkan bahwa
umumnya masarakat nasabah memenuhi janjinya dalam jual beli, baik dari
supplier yang sudah ditentukan atau disepakati, ataupun bahkan dari
supplier yang tidak diketahui sebagaimana yang terjadi dalam kasus
pembelian kijang Innova bekas.
Pada saat nasabah melakukan transaksi akad murabahah dengan
BMT nasabah tidak dibebankan biaya operasianal apapun sehingga tidak
73

ada biaya tambahan yang akan nasabah bayarkan sehingga ini murni jual
beli antara penjual dan pembeli dimana BMT sebagai penjual dan nasabah
sebagai pembeli.
Dari aspek eksternalitas, peneliti juga menemukan ada kemauan
serius dari BMT Indragiri dalam usaha menuju pada taat syariah karena
terlihat kemauan komunitas untuk lebih dekat dengan nilai-nilai agama
secara spiritual dan juga intelektual, dimana keimanan yang kuat akan
mendorong mereka untuk benar-benar melaksanakan aturan syariat dengan
benar dan sungguh-sungguh. Peneliti menemukan bahwa ada beberapa
kegiatan yang dilakukan BMT Indragiri guna mendukung kepatuhan syariah
diantaranya :
a. Setiap pagi hari seluruh karyawan BMT wajid membaca Al-quran secara
bergilir serta membaca artinya, kegiatan ini akan memberikan motivasi
komunitas dalam melaksanakan agama secara kaffah.
b. Setiap malam Rabu, terdapat kegiatan pembacaan kitab kuning dan kitab
fiqih muamalah dari berbagai mazhab yang berhubungan dengan
pembiayaan murabahah serta bedah kasus muamalah.
c. Setiap Jumat, pagi hari manajer membacakan kita fiqih muamalah dan
menguji pemahaman karyawan BMT.
d. Setiap malam Ahad, BMT Indragiri mengadakan pengajian dengan
berbagai tema islami dan seluruh karyawan wajib mengikutinya.
e. Terkadang pada tanggal merah seluruh karyawan BMT Indragiri tetap
masuk untuk meng.adakan kegiatan menambah ilmu tentang fiqih
muamalah bersama Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebagai bentuk
ikhtiar untuk meningkatkan kualitas sumber daya insani BMT sehingga
memiliki kemampuan dalam mengemban amanah dakwah ekonomi
syariah di tengah-tengah umat.
Berdasarkan analisa penulis di atas, penulis menyimpulkan bahwa
akad murabahah tanpa wakalah yang dilaksanakan oleh BMT Indragiri
Kota Rengat sangat sesuai dengan syariah, atau terpuji dari dari aspek
syariah compliant secara teoritis dan praksis. Dan berdasarkan penelitian
74

terdahulu, pelaksanaan akad murabahah tanpa wakalah di BMT Indragiri


Kota Rengat adalah aplikasi terbaik akad murabahah sejauh yang peneliti
temukan.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang sudah penulis laksanakan tentang
pelaksanaan akad murabahah tanpa wakalah di BMT Indragiri Kota Rengat,
penulis menyimpulkan bahwa prosedur pelaksanaan akad pembiayaan
murabahah tanpa wakalah di BMT Indragiri Kota Rengat Kabupaten
Inderagiri Hulu benar-benar tidak terdapat akad wakalah padanya dimana
nasabahpun tidak dibolehkan hadir saat terjadi transaksi dan negosiasi jual beli
antara BMT dengan supplier, harga negosiasi dilaksanakan oleh BMT adalah
atas kepentingan nasabah maka diskon harga yang diperoleh BMT diberikan
kepada nasabah, dan BMT telah pula berhasil melaksanakan akad murabahah
KPP (Murabahah kepada pemesan pembelian) dari supplier yang tidak
ditentukan sehingga benar-benar tanpa wakalah, tapi murni atas dasar
kepercayaan nasabah. Dalam pelaksanaan semua bentuk akad murabahah ini
oleh BMT dengan Supplier, tidak ada nasabah yang menolak barang yang
sudah dibeli oleh BMT. Dari aspek analisis dan interpretasi data, peneliti
menemukan tidak adanya prosedur yang melanggar aturan syariah karena akad
jual beli murabahah paraleh benar-benar dilaksanakan secara benar, baik
antara BMT dengan supplier, ataupun antara BMT dengan nasabah.
Sedangkan dari sisi aspek perbandingan dominasi atau kecenderungan
pelaksanaan jenis akad, nasabah lebih dominan untuk mengambil pembiayaan
murabahah tanpa wakalah konsumtif karena transaksi atas satu barang saja
lebih praktis dan mudah, sedangkan untuk pembiyaan murabahah tanpa
wakalah produktif ditemukan banyak kesulitan dalam pelaksanaannya dari
aspek proses pengadaan barang dan banyaknya variasi barang yang akan
diadakan oleh nasabah yang umumnya tersediri dari pada pedagang di Kota
Rengat.

75
76

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, hal-hal yang perlu diperhatikan
mengenai pelaksanaan pembiayaan murabahah tanpa wakalah di BMT
Indragiri Kota Rengat, penulis menyarankan:
1. Hendaklah BMT Indragiri menuangkan aturan atau prosedur pelaksanaan
akad murabahah tanpa wakalah ini dalam bentuk S.O.P lembaga agar
memudahkan bagi generasi mendatang dalam melaksanakannya.
2. Hendaklah BMT Indragiri dapat memperbanyak tenaga ahli yang
kompeten dalam berbagai bidang bisnis (perdagangan, industri, dan
pertanian), khususnya dalam pengadaan barang dan jasa dalam akad
murabahah KPP (murabahah kepada pemesan pembelian [bai’ al-
murabahah li al-amir bisysyira’]) sebagaimana terjadi pada transaksi
pengadaan mobil Kijang Innova bekas yang dipesan atas kepercayaan dari
nasabah dimana memerlukan keahlian dari pegawai BMT tentang kualitas
kendaraan.
3. Hendaknya pihak BMT Indragiri juga mengembangkan model pembiayaan
murabahah tanpa wakalah produktif yang lebih efesien guna
meningkatkan perkembangan ekonomi masarakat kepada yang lebih baik.
Jadi, tidak hanya dominan dalam pembiayaan konsumtif.
4. Sangat banyak peluang bagi penelitian selanjutnya terkait akad ini baik
secara kualitatif maupun kuantitatif seperti bagaimana tanggapan nasabah
tentang efesiensi akad ini, kenaikan biaya operasional, dan lainnya
sebagaimana yang sudah penulis kemukakan dalam identifikasi masalah
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. (2000). Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi.


Bandung : Angkasa
Antonio, M. s. (2001). Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insani.
Andrianto. (2019). Manajemen Bank Syariah (Implementasi Teori dan Praktek).
Surabaya: CV. Penerbit Qiara Media
Ardhaningsih, Ghaneiy Septian. (2015). “Sharia Compliance Akad Murabahah
pada BRI Syariah KC Surabaya Gubeng”. Skripsi—Universitas
Airlaingga, Surabaya.
Asep Dadan. (2015). Analisis Teori Bai’ Tawarruq dalam Mu’amalah Maliyah.
Jurnal Islamiconomic, Vol.6, No.1. Januari-Juni.
Aulia Hanum, Analisis Kesyariahan Akad Murabahah Bil Wakalah, akses 2
Agustus 2021), tersedia: http : // download. garuda. ristekdikti. go. Id /
article. Php ? article=703631&val=6467
Bank Indonesia. “Peratuaran Bank Indonesia Nomor 13/2/PBI/2011 tentang
Pelaksanaan Fungsi Kepatuhan Bank Umum”, dalam
http://www.bi.go.idNRrdonlyres56D77B3AFAEC4E65AF00A38D7670D
7 F8I30212.pdf, 26 Oktober 2016.
Badrudin. (2013). Dasar-dasar Manajemen. Bandung : Alfabeta.
Edi Susilo. (2017). Manajemen Likuiditas Lembaga Keuangan Mikro Syariah
Non Bank (BMT) Dengan Akad Tawarruq. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam,
Vol 03, No.01, Maret, 2017.
Euis Amalia. (2009). Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam. Jakarta:
Rajawali Pers.
Francis Tantri. (2009). Pengantar Bisnis. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Harmaizar Z. (2008). Menagkap Peluang Usaha. Bekasi: CV Dian Anugerah
Prakasa
Idrus, M. (2009). Metode Penelitian Ilmu Sosial, Pendekatan Kualitatif Dan
Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Iska, S. (2012). Sistem Perbankan Syariah Di Indonesia. Yogyakarta: Fajar Media
Press.
Ismail, Masya. (1994). Teori Prosedur. Jakarta : PT Grasindo
Jopie, Jusuf. (2006). Analisis Kredit Untuk Account Officer. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Kamus Lengkap Bahasa Idonesia, 2003
Karim, A. (2004). Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Kasmir. (2001). Bank dan Lembaga Keungan Lainnya. Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada.
Karnaen, A. d. (1992). Apa dan Bagaimana Bank Islam. Yogyakarta: PT. Dana
Bhakti Prima Yasa.
Kotler, Philip. (2009). "Manajemen Pemasaran", Edisi 12 jilid 1, Penerbit PT
Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta.
Mardani. (2013). Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Group.
Martono. (2002). Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Yogyakarta : Ekonisia.
Mohammad Hidayat. (2010). an Introduction to The Sharia Economic, Pengantar
Ekonomi Syari’ah. Jakarta: Zikrul Hakim.
Muchdaryah Sinungan. (1994). Srategi Manajemen Bank Menghadapi Tahun
2000. Jakarta : Rineka Cipta.
Muhammad. (2000). Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah.
Yogyakarta: UII Press.
Mulyaningsih, Sri. Tuju Widodo. (2009). Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Mulyadi Nitisusastro. (2010). Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil.
Jakarta: Alvabeta.
Norvadewi. (2015). “Bisnis dalam Prespektif Islam”. Jurnal Ekonomi dan Bisnis,
Vol. 1, No. 1.
Rizal, N. D. (2013). Ekonomi Islam. Batusangkar: STAIN Batusangkar Press.
Rue, L.W, dan G.R Terry. (2009). Dasar-dasar Manajemen. Jakrta: PT Bumi
Aksara.
Sigih Wibowo. (2005). Petunjuk Mandiri Usaha Kecil. Jakarta: Penerbit
Swadaya.
Siti Ramlah. (2018). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Irigasi Sawah
dengan Sistem Sebetan di Desa Mayangrejo Kecamatan Kalitidu
Kabupaten Bojonegoro. Skripsi: Jurusan Muamalah Fakultas Syariah,
Institut Agama Islam Negeri Ponorogo.
Solihin, Ismail. (2009). Pengantar Manajemen. Jakarta : Erlangga.
Sudarsono, H. (2003). Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi Dan
Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonisia.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sutedi, Adrian. (2009). Perbakan Syariah. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Terry, George R. (2009). Prinsip-prinsip Manajemen. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Thayya, A. M. (2009). Ensiklopedia Fiqh Mu’amalah Dalam Pandangan Empat
Mazhab. Yogyakarta: Al-hanif.
Tim Penulis DSN MUI. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional. Jakarta: DSN
MUI dan Bank Indonesia.
Ulum, Fahrur. (2011). Perbankan Syariah di Indonesia. Surabaya: Putra Media
Nusantara.
Veithzal Rivai. (2010). Islamic Banking. Jakarta:PT. Bumi Aksara.
Wawancara. 2021. Rizal, Wawancara langsung pada tanggal 24 Mei. Rengat.
Wawancara. 2021. Rendi, Wawancara angsung pada tanggal 28 Mei. Rengat.
Wawancara. 2021. Faisal, Wawancara langsung pada tanggal 28 Mei. Rengat.
Wawancara. 2021. Jumat, Wawancara langsung pada tanggal 5 Juli. Rengat.
Wawancara. 2021. Alek, Wawancara langsung pada tanggal 8 Juli. Rengat.
Wawancara. 2021. Rizal, Wawancara langsung pada tanggal 10 Juli. Rengat.
Wawancara. 2021. Rahmad, Wawancara langsung pada tanggal 15 Juli. Rengat
Wawancara. 2021. Mansur, Wawancara langsung pada tanggal 20 Juli. Rengat
Widiya Siti Rahmah. (2013). Perbandingan Pemikiran Ibnu Taimiyah Dan Imam
Ali Almardawi Terhadap Transaksi Tawarruq Dan Implementasinya
Dalam Tinjauan Fatwa DSN-MUI NO.82/DSN-MUI/VIII/2011. Skripsi:
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tersedia:
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/56242/1/
WIDIYA%20SITI%20RAHMAH%20-%20FSH.pdf
Wige Andriyani, Analisis Pelaksanaan Akad Murabahah Pada Produk
Pembiayaan iB Kepemilikan Rumah (KPR) Pada Bank Syariah Bukopin
Cabang Bukittinggi, akses 2 Agustus 2021), tersedia: http://e-
campus.iainbukittinggi.ac.id/ecampus/AmbilLampiran?ref=97260
L

N
Penandatanganan Akad Murabahah

Serah Terima Barang Pembiayaan Murabahah


Wawancara On The Spot

Pembacaan Akad Murabahah


Realisasi Sebuah Motor KLX

Realisasi Sebuah Motor Beat


Realilsasi Sebuah Motor Scoopy

Realisasi Sebuah Motor Vario


Survei Nasabah

Wawancara Serta Penyelidikan Berkas


Kajian Rutin Fiqh Muamalah Jum’at Pagi

Realisasi satu buah mobil Innova


Perbedaan Pembiayaan BMT Indragiri Dengan Lembaga Keuangan Lainnya

Anda mungkin juga menyukai