Stem Sel Epitel Kornea Pada Limbus
Stem Sel Epitel Kornea Pada Limbus
Abstrak
Pada pemikiran yang lama, epitel kornea dianggap sanggup mencukupi
kebutuhannya sendiri, memperbaharui jaringannya sendiri, dengan kata lain stem selnya
berlokasi pada lapisan sel basalnya. Studi akhir-akhir ini menunjukkan bahwa stem sel
epitel kornea berada di lapisan basal kornea perifer yaitu pada limbus, dan epitel kornea
dan konyungtiva itu sendiri mempunyai tempat asal yang berbeda. Teori ini didukung
oleh adanya bentuk K3 keratin marker yang unik di limbus pada diferensiasi kornea,
terhambatnya siklus lambat (label-retaining) sel-sel di limbus, gambaran keratin yang
berbeda antara sel-sel epitel kornea dan konyungtiva pada pertumbuhan in vivo dan in
vitro, dan kemampuan sel-sel limbus superior dibandingkan dengan sel-sel epitel kornea
sentral pada proliferasi in vitro dan menata kembali epitel kornea yang intak pada in vivo.
Kenyataan bahwa stem sel epitel kornea berada pada daerah limbus dapat menerangkan
beberapa sifat yang bertentangan pada epitel kornea, termasuk sel basalis yang terlihat
matang, pembentukan tumor yang berlebihan pada daerah limbus dan migrasi sel yang
sentripetal. Konsep stem sel limbal ini mengarahkan kita kepada pemahaman yang lebih
baik tentang strategi reparasi epitel kornea untuk klasifikasi baru berbagai penyakit pada
epitel permukaan, pemakaian stem sel limbal untuk rekonstruksi kerusakan epitel kornea,
kehilangan epitel karena trauma atau penyakit ( transplantasi stem sel limbal), dan untuk
menolak pemikiran yang lama tentang ‘pergantian konyungtiva’. Kenyataan bahwa stem
sel epitel kornea berada di luar kornea, mendorong dilakukannya penelitian epitel kornea
tanpa membawa sejumlah daerah limbalnya yang hanya akan menghasilkan sebahagian
gambaran. Penelitian yang akan datang dibutuhkan untuk menyampaikan sinyal yang
berada pada stem sel limbal dengan mekanisme yang memfasilitasi transplantasi stem sel
adalah membran amnion, dan pengembangan studi ex vivo serta asal yang jelas dari stem
sel limbal.
Epitel kornea memperlihatkan beberapa sifat yang bertentangan yang
membuatnya menjadi epitel permukaan yang unik. Sebagai contoh, sel basal epitel
kornea lebih terlihat matang dari sel basalis epitel berlapis lainnya. Sel epitel kornea
melewati migrasi yang sentripetal dimana sel epitel lainnya mengalami migrasi yang
vertikal. Epitel kornea hampir tidak pernah menjadi tumor, kalaupun akan terjadi tumor
maka terutama terjadi pada kelompok epitel kornea perifer di limbus (transisi antara
kornea dan konyungtiva). Pada kondisi epitel kornea habis terkikis diharapka epitel
konyungtiva tidak berdiferensiasi menjadi epitel kornea. Banyak teka-teki epitel kornea
yang bisa diterangkan melalui pemahaman lokasi dan sifat biologis stem sel epitel
kornea.
Walaupun pada saat ini belum ada petanda biokimia yang baik dari stem sel
epitel, namun ada beberapa kriteria dasar yang mesti dipenuhi sebagai pertimbangan .
Dengan definisi yang paling sederhana, stem sel adalah sekelompok sel yang mampu
memperbaharui diri tidak terbatas yang mengadakan pembelahan untuk meningkatkan
pertumbuhan sel-sel yang kemampuan memperbaharui dirinya terbatas (transient
amplifyng atau sel TA). Sebagai tambahan, stem sel membelah relatif jarang (siklus
lambat) pada jaringan nontraumatik yang matang; bagaimanapun sel-sel tersebut
mempunyai kemampuan proliferasi yang tinggi. Stem sel bisa diinduksi untuk membelah
lebih sering mengikuti kondisi luka atau pada kultur in vitro. Sel-sel ini relatif kecil
dengan struktur dan biokimia yang primitif dan dengan granul seluler yang sedikit,
mengandung pigmen pada daerah yang tereksposur cahaya matahari. Sebaliknya sel TA
membelah lebih sering daripada stem sel dan mempunyai kemampuan proliferasi yang
terbatas. Pada saat kehabisan kapasitas proliferasinya, sel TA melewati diferensiasi akhir
dan perluasan produk akhir yang spesifik khas untuk epitel (seperti stratum korneum
epidermis, folikel rambut, sel permukaan epitel kornea).
1. Epitel limbal: sebuah paradigma untuk stem sel – jaringan yang kaya
Saat ini telah diterima secara luas bahwa epitel limbal adalah tempat yang istimewa dari
stem sel epitel kornea, konsep ini disusun langsung dari penelitian pada pertumbuhan dan
diferensiasi epitel kornea. Walaupun Davanger dan Evensen (1971) telah melaporkan
bahwa epitel limbal dapat menyediakan asal sel untuk epitel kornea terutama sesudah
terjadinya suatu luka, penemuan ini tidak memutuskan adanya kemungkinan migrasi sel
konyungtiva menjadi epitel kornea yang bagus. Lalu ketika Thoft dkk (1983) kemudian
mengusulkan hipotesa ‘X,Y,Z’; mereka mengkhususkan pada pernyataan “pada saat
pergerakan sel-sel dari kornea perifer terlihat sangat baik, asal sel-sel ini tidak dapat
ditentukan. Pada tulisan setelah itu, Thoft (1989) menyebutkan kembali “pada hipotesa
asal X,Y,Z, adalah tidak penting untuk menduga asal sel tersebut. Karena
transdiferensiasi dari epitel konyungtiva bisa terjadi pada kelinci, diasumsikan bahwa sel
yang berasal dari konyungtiva bisa menyeberang secara sederhana ke limbus untuk
menggantikan sel-sel kornea perifer pada keadaan akut maupun khronis.
Melalui suatu seri analisa percobaan pada diferensiasi sel epitel kornea kelinci in
vivo dan in vitro (gbr.1). Schermer dkk memperlihatkan adanya 64-k Da dasar keratin
(K3) yang bisa dikenali dengan AE5 antibodi monoklonal, memperlihatkan sebuah
marker untuk stadium diferensiasi yang lanjut dari epitel kornea. Marker ini diperlihatkan
pada epitel limbal suprabasalis tetapi kesemuanya termasuk sel-sel basalis pada epitel
kornea sentral. K3 tidak ada dari epitel konyungtiva. Hasil ini menunjukkan 2 point
penting :
1. Adanya limbal K3 positif berhubungan dengan sel epitel kornea, dan dibedakan
dari K3 negatif epitel konyungtiva merupakan argumentasi yang kuat bahwa
epitel kornea berbeda dengan epitel konyungtiva (argumentasi ini berlawanan
dengan konsep transdiferensiasi konyungtiva).
2. Karena sel basal epitel limbal tidak punya sebuah petanda untuk stadium lanjut
diferensiasi epitel kornea, sel-sel limbal secara biokimia lebih primitif dari sel-sel
basal kornea.
Berdasarkan data ini dan dengan adanya migrasi sentripetal sel-sel epitel kornea,
Schermer dkk mengusulkan bahwa stem sel epitel kornea distribusinya tidak sama
melewati lapisan basal epitel kornea, tetapi mempunyai tempat yang istimewa yaitu di
lapisan basal epitel limbal. (gbr.2)
Observasi terhadap sel-sel siklus lambat tertahan sampai sel-sel basal epitel limbal
mendapat dukungan yang kuat terhadap hipotesa sel-sel limbal / kornea. Satu cara yang
paling dipercaya untuk mengidentifikasi stem sel epitel in vivo adalah kenyataan bahwa
sel-sel ini mempunyai siklus lambat yang normal dan bisa diidentifikasi dengan
percobaan ‘label-retaining cells’ (LRCs). Percobaan ini dilakukan dengan melabel jangka
panjang sebagian besar sel-sel dengan sebuah prekursor DNA seperti tritiated thymidine
atau bromodeoxyuridine; hasil ini pada labelnye semua merupakan sel yang terbagi,
termasuk stem sel. Setelah diikuti pada suatu periode (4-8 minggu) siklus cepat sel TA
paling banyak hilang dari labelnya, sedangkan sel-sel pada siklus lambat (stem sel) tetap
pada labelnya, dengan cara ini stem sel tetap dapat dideteksi sebagai LRCs. Pemakaian
tehnik ini pada epitel kornea mengungkapkan bahwa epitel kornea sentral yang sejak
lama dikatakan dapat mencukupi kebutuhannya sendiri dan memperbaharui jaringannya
tidak mengandung LRCs, karena sel-sel ini terdapat pada lapisan basal epitel kornea
perifer pada daerah lmbus. (gbr.3)
Penemuan lain yang penting yang mendukung konsep stem sel limbal ini berasal
dari penelitian bahwa epitel limbal mempunyai kemampuan proliferasi yang lebih besar
daripada epitel kornea. Sifat ini yang terbaik dilihat secara in vitro berupa pertumbuhan
sel-sel dari berbagai tempat di permukaan dengan kondisi kultur yang sama dan
pengulangan sub kultur untuk membandingkan kemampuan proliferasi kelompok sel-sel
ini secara terpisah. Thoft dkk. telah menunjukkan dengan kultur bahwa sel epitel kornea
dari daerah limbus tumbuh lebih baik daraipada daerah sentral dan perifer. Telah
dilakukan konfirmasi dan memperluas observasi ini dengan memperlihatkan bahwa sel
limbal bisa dilakukan sub kultur berulang kali pada saat adanya lapisan yang memberi
makan 3T3 dari sel epitel kornea. Hal ini yang memberi kesan adanya 1 sel dalam kultur
dari koloni ‘holoclone’ yang besar yaitu stem sel, yang secara umum mempunyai ukuran
kebih kecil, sel-sel membentuk ‘meroclones’ yang lebih kecil dan adanya kegagalan
‘paraclones’ yang paling menunjukkan perbedaan utama stadium sel-sel TA. Analisa
sifat pertumbuhan clonal dari 1 sel basalis limbal dan 1 sel basalis kornea manusia,
Pellegrini dkk. telah memperlihatkan bahwa sel basalis limbal dapat tumbuh pada koloni
holoclone, sedangkan sel basalis kornea hanya bisa tumbuh pada koloni meroclone dan
paraclone. Pada sebuah serial percobaan in vitro, diperlihatkan bahwa ketika epitel
limbal dan kornea dirangsang terus menerus dengan phorbol myristate, epitel limbal tetap
stabil mengalami proliferasi yang lebih besar daripada epitel kornea, dan ini mendukung
ide bahwa sel limbal mempunyai kapasitas proliferasi yang lebih besar daripada sel epitel
kornea.
Pada akhirnya, transplantasi in vivo telah memberikan data pendukung yang kuat
untuk teori stem sel limbal. Kerusakan di dalam epitel kornea termasuk area stem sel
limbal dapat terjadi pada pasien dengan trauma kimia yang menyebabkan kornea
kehilangan kejernihannya. Pergantian kornea yang standar pada kasus di atas tidak efektif
karena penempelan kornea yang baru tanpa epitel yang utuh akan menambah opasitas
kornea. Pada prosedur pembedahan yang baru yang disebut dengan transplantasi stewm
sel limbal, pertama kali dilakukan oleh Kenyon dan Tseng (1989), sebagian kecil dari
jaringan epitel limbal dari mata yang sehat (autograf) atau dari kadaver (allograf) bisa
digunakan untuk membentuk kembali epitel kornea sehingga dapat memperbaiki
permukaan depan.
Data kolektif ini menunjukkan bahwa sel epitel limbal mempunyai sel basal yang
kekurangan keratin K3 dan secara biokimia tidak dapat dibedakan, yang mengandung sel
siklus lambat, mempunyai kemampuan proliferasi yang tinggi secara in vitro dan in vivo,
dan dapat digunakan sebagai bahan yang baik untuk rekonstruksi epitel kornea.
Sebaliknya , epitel kornea merupakan sekelompok sel basal yang mempunyai K3 positif
dan struktur biokimia yang bisa dibedakan dari sel basal limbal, kurangnya sel-sel siklus
lambat, kapasitas proliferasi yang kurang dari epitel limbal dan merupakan bahan yang
kurang bagus untuk rekonstruksi epitel kornea. Secara bersama-sama, hasil-hasil ini
cukup kuat mendukung stem sel epitel kornea terletak pada tempat yang istimewa di
lapisan basalis limbal dan sel-sel basalis epitel kornea memperlihatkan kelanjutan stem
sel yang bisa digambarkan sebagai populasi sel TA.
Lokasi limbal dari stem sel epitel kornea bisa membantu menerangkan beberapa
sifat yang khas dari epitel kornea. Pertama, kelompok sel basalis epitel kornea
menunjukkan diferensiasi yang lebih banyak daripada kelompok sel basal epitel lainnya,
karena sel basal epitel kornea mengandung sel-sel TA dengan berbagai derajat
kematangan. Pada epitel-epitel lain seperti epidermis, epitel palmar/plantar dan epitel
esofagus kelompok sel basal ini mengandung kedua stem sel dan sel TA sehingga
menghasilkan gambaran yang lebih primitif. Dengan demikian kematangan gerak sel
basalis epitel juga dicerminkan oleh kematangan biokimia. Sebagai contoh seperti yang
didiskusikan di atas, bagian keratin K3/K12 sebuah marker diferensiasi epitel kornea
terlihat pada sel basal epitel kornea, tetapi tidak pada sel basal epitel limbal. (gbr.2).
Akhi-akhir ini diperlihatkan bahwa Ca-linked protein (CLED) berhubungan dengan
diferensiasi awal yang diperlihatkan oleh sel basal epitel kornea, tetapi tidak oleh sel
basalis limbal, sinyal transduksi Ca 2+ dependent sering berhubungan dengan sel-sel
yang telah berdiferensiasi, yang memperlihatkan seluruh epitel kornea tetapi pada epitel
limbal hanya di supra basalisnya. Secara bersama-sama penemuan ini menunjukkan
bahwa sel basalis epitel kornea secara biokimia adalah ekuivalen dengan suprabasalis,
sedangkan sel-sel yang yang berdiferensiasi lainnya merupakan sel epitel skuamosa
berlapis yang konvensional.
Yang kedua, suatu fenomena yang menarik dan sebelumnya tidak dimengerti
dengan baik adalah terjadinya karsinoma sel skuamosa yang tumbuh secara berlebihan
yang dikenal dengan kanker mata yang ternyata terutama terjadi di limbus. Sama dengan
tumor-tumor epitel kornea lainnya, sebagian besar berasal dari limbus. Karena stem sel
diduga merupakan asal dari sebagian besar tumor-tumor tersebut dan karena epitel limbal
merupakan jaringan stem sel yang kaya, maka hal ini meyakinkan bahwa keganasan
tersebut berasal dari daerah ini.
Ketiga, sesuai dengan ketetapan walaupun tidak dimengerti dengan baik adalah
bentuk migrasi epitel kornea yang sentripetal dalam hal ini migrasi sel-sel dari limbus
menuju kornea sentral. Lokasi stem sel di limbal ini menjelaskan kenapa migrasi
selulernya horizontal. Karena migrasi ini terjadi lebih lama dari yang biasanya sejauh
beberapa milimeter, maka epitel kornea mempunyai sistem yang unik dimana stem sel
dan sel TA nya pada stadium kematangan yang berbeda bisa dipisahkan dan diisolasi
untuk pemeriksaan biokimia dan lainnya. Dengan demikian, stem sel limbal merupakan
sel TA yang lebih muda dengan kemampuan proliferasi yang signifikan yang berlokasi di
epitel kornea perifer. Sel-sel ini bermigrasi ke arah sentral kornea, dimana mereka
kehilangan kemampuan proliferasi yang progresif yang akan menjadi sel TA yang lebih
matang. Sel TA epitel lainnya juga megalami migrasi yang horizontal. Sebagai contoh,
enterosit dari epitel intestinal yang merupakan turuna dari stem sel epitel intestinum
berlukasi di kripti, bermigrasi sepanjang membrana basement ke arah ujung vili. Baru-
baru ini telah didapatkan lokasi stem sel folikel rambut yaitu pada daerah folikel yang
menonjol, yang membuat sel TA muda bermigrasi ke bawah yang meliputi bermacam
komponen batang rambut, seperti migrasi ke atas ke dalam epidermis dan bisa membantu
jaringan ini.
Keempat, konsep stem sel limbal mendukung kuat konsep klasik transdiferensiasi
konjungtiva, sebuah proses dimana sel epitel konjungtiva bermigrasi ke dalam
permukaan kornea yang telanjang dan akan menjadi epitel kornea yang bagus adalah
tidak benar. Asumsi bahwa epitel kornea dan konjungtiva adalah equipotent tetapi
memperlihatkan fenotip yang berbeda karena modulasi lingkungan. Walaupun epitel
konjungtiva bisa mengambil beberapa aspek fenotip kornea ketika bermigrasi ke dalam
matriks kornea, namun ini tidak menghasilkan epitel kornea yang normal. Studi baru-
baru ini melakukan graft epitel konjungtiva pada kelinci yang dikultur pada membran
amnion yang gagal berdiferensiasai pada epitel kornea. Ketika epitel kornea dan
konjungtiva yang ada dalam media pertumbuhan yang sama in vitro dan in vivo ternyata
masing-masing mempunyai prilaku yang berbeda. Wei dkk. mendapatkan bahwa pada
kultur kornea kelinci dan keratin spesifik yang disintesa dari sel epitel limbal, demikian
juga pada sel-sel epitel konjungtiva bulbi, forniks dan palpebral tumbuh pada kondisi
yang sama yang tidak mensintesa keratin ini. Penelitian setelah itu menggunakan tikus /
kantong epitel model (?) dan dibandingkan dengan prilaku sel epitel kornea / limbal dan
sel epitel konjungtiva yang diletakkan sub kutan pada tikus percobaan. Kantong epitel
dibentuk dari kultur sel yang dihasilkan oleh jaringan aslinya. Epitel kornea dan limbal
kista tersebut dilapisi dengan epitel berlapis yang kaya dengan glikogen. (gbr.5(a)). Kista
yang berasal dari sel epitel konjungtiva yang dikultur mengandung sel PAS-positif
dengan morfologi sel goblet yang diselingi dengan sel epitel berlapis. Secara bersama-
sama observasi ini mendukung adanya bukti bahwa epitel kornea/limbal dan epitel
konjungtiva pada hakekatnya berbeda dan masing-masing diatur oleh populasi stem
selnya sendiri, dan teori transdiferensiasi konjungtiva adalah tidak benar.
3.5. Kultur sel epitel kornea kelinci sebagai model untuk penyembuhan luka
Ketika 1 sel epitel kornea kelinci dan manusia disebarkan dan dikultur dalam
mitomycin-C atau lethally irradiated, 3T3 feeder cells, keratinosit kornea mengalami
pertumbuhan klonal membentuk epitel berlapis. Dalam kondisi ini keratinosit bisa
diperbanyak sampai . 10.000 kali lipat. Epitel kornea kelinci yang normal mensintesa
sejumlah kecil keratin K5 dan K 14 (petanda untuk keratinosit basal) dan sejumlah besar
keratin K3 dan K12 (petanda untuk tipe-diferensiasi kornea). Ketika epitel kornea teruka,
sel-sel berhenti mensintesa K3/K12 dan sebagai gantinya mensintesa K6 dan K16,
keratin-keratin ini khas pada sel suprabasal epitel berlapis yang mengalami hiperplasia.
Seperti perubahan bentuk munculan keratin yang dihasilkan dari kultur sel epitel kornea
kelinci. Kultur sel ini pertama kali memperlihatkan hanya keratin K5 dan K14 sel basalis,
lalu berikutnya keratin K6 dan K16 (petanda untuk hiperproliferasi) yang kemudian
digantikan oleh keratin K3 dan K12. Kultur sel epitel ini kemudian menjadi model yang
bagus untuk mempelajari perbedaan stadium penyenbuhan luka epitel kornea.
5. Perspektif
Kemajuan besar saat ini telah dilakukan dalam melokalisir dan mengenal stem sel
epitel limbus dan pemakaian sel-sel ini untuk pengobatan penyakit permukaan kornea.
Banyak tantangan yang masih menghadang ahli stem sel epitel, seperti generasi dari
petanda permukaan stem sel yang positif akan meningkatkan fasilitasi isolasi fisik dan
pengenaln molekul stem sel. Beberapa petanda stem sel limbal sudah dikenal saat ini dan
tidak hanya dikenal dengan sel basal limbal tapi juga hampir semua sel basal dari variasi
epitel squamous sel berlapis yang membuatnya tidak dikenal sebagai stemsel yang
spesifik. Hal penting lainnya adalah mengenal lingkungan mikro yang membentuk
cekunkan stem sel. Seperti digambarkan diatas heterogenitas membran basemen tak
diragukan lagi memberikan kontribusi yang lain terlibat memelihara stem sel. Beberapa
data terbaru menyarankan membran amnion dapat mendukung replikasi dari stem sel.
Banyak studi yang dibutuhkan untuk lebih mengerti proses seluler dan biokimia.
Akhirnya fleksibilitas stem sel mendapatkan banyak perhatian. Frearis dkk menunjukan
bahwa epitel kornea dewasa jika dikombinasi dengan dermis embrionik akn
meningkatkan folikel rambut, sehingga mengindikasikan bahwa diberikan sesuai tandaa,
setiap sel TA dari epitel kornea sentral bisa dirubah ke epidermis dan asesorisnya.
Dibutuhkan studi lebih lanjut untuk mendefinisikan fleksibilitas stem sel epitel koenea.