Anda di halaman 1dari 30

MODUL III

COST OF QUALITY

OLEH

KELOMPOK IV

1. Nurul Mutmainnah (D071171003)

2. La Ode Fauzal Akbar (D071171302)

3. Fadlun Tarisya (D071171505)

4. Andi Muh. Fadel Fachryansyah (D071171511)

5. Nigel Hasrul (D071171512)

LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU

DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

GOWA

2019
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


JM. Juran (1986:4) mengatakan bahwa walaupun metode analisisnya

dapat mengidentifikasi bagian yang membutuhkan peningkatan dan dapat

membantu membuat dan melacak perubahan, metode ini ada dalam bahasa

jalur produksi: tingkatan kecacatan atau mode kegagalan, tidak dipaparkan

secara spesifik atau semacamnya. Juran menyadari bahwa standar seperti itu

tidaklah mungkin untuk menarik perhatian manajemen puncak; untuk alasan

ini, ia mendukung suatu sistem akuntansi yang disebut Cost-of-Quality (COQ).

Definisi biaya kualitas menurut JM. Juran (1986:4) adalah: biaya kualitas

sebagai biaya-biaya yang dihubungkan semata-mata hanya dengan produk

yang cacat yaitu biaya untuk membuat, menemukan, memperbaiki, atau

menghindari produk cacat. COQ tidak hanya menyediakan suatu sistem

manajemen untuk produk-produk cacat dari segi keuangan tetapi juga

menciptakan tujuan dari suatu program kualitas; yaitu untuk tetap

meningkatkan kualitas.

Suatu sistem pelaporan biaya kualitas menjadi penting jika organisasi

tersebut serius dengan biaya perbaikan dan pengontrolan kualitas. Hal ini juga

merupakan salah satu kegunaan dari sistem biaya kualitas yaitu untuk

menerapkan dan mengawasi efektifitas program kualitas.

Untuk itu dengan melakukan percobaan Cost of Quality ini, mahasiswa

dapat menerapkan disiplin ilmu yang dimiliki dengan mengumpul,

QUALITY CONTROL 1
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

mengklasifikasi, menginterprestasikan, membandingkan dan menganalisis

data yang berkaitan dengan Cost of Quality.

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana konsep dari Cost of Quality?

b. Bagaimana pembagian kategori biaya kualitas?

c. Bagaimana menginterprestasikan dan membandingkan antara Prevention

Cost, Appraisal Cost, Internal Failure Cost dan External Failure Cost ?

d. Bagaimana menentukan kategori biaya terbesar dan penyebabnya?

1.3 Tujuan Praktikum

a. Praktikan dapat mengetahui konsep dari Cost of Quality

b. Praktikan mampu menjelaskan mengenai kategori biaya kualitas

c. Praktikan mampu menginterpretasikan dan membandingkan antara

Prevention Cost, Appraisal Cost, Internal Failure Cost dan External

Failure Cost

d. Praktikan mampu menentukan kategori biaya terbesar dan penyebabnya.

1.4 Batasan Masalah

Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Statistik dan Manajemen Mutu

Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Data

yang diolah adalah data sekunder (data historis) dari asisten laboratorium dan

dijalankan sesuai dengan arahan dari asisten laboratorium.

QUALITY CONTROL 2
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

1.5 Manfaat Praktikum

a. Praktikan mampu melakukan pengambilan data dengan benar

b. Praktikan mampu mengolah data dengan benar

c. Praktikan mampu membandingkan kategori biaya terbesar

d. Praktikan mampu menampilkan data secara deskriptif

e. Praktikan mampu menginterprestasikan dan menarik kesimpulan hasil


pengolahan data.

QUALITY CONTROL 3
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

BAB II

TEORI DASAR

2.1 Manajemen Kualitas

Manajemen kualitas secara umum adalah sebuah sistem yang bertujuan untuk

meningkatkan kepuasaan pelanggan dan memungkinkan perbaikan yang

berkelanjutan. Manajemen mutu juga adalah kemampuan suatu organisasi

dalam menjaga kualitas mutu dari jasa atau barang yang dilayankan.

Menurut Tampubolon, manajemen kualitas adalah suatu cara untuk

membangun kesuksesan melalui pembedaan produk dan jasa, biaya yang

rendah (efisien), dan merespon selera pasar dan konsumen (Nasution, 2005).

2.2 Cost of Quality

a. Pengertian

Biaya kualitas adalah biaya yang muncul karena produk yang dihasilkan

tidak memenuhi standar yang diinginkan oleh konsumen atau dengan kata

lain produk tersebut memiliki kualitas buruk, baik yang akan terjadi

ataupun sudah terjadi di perusahaan.

Biaya kualitas juga disebut sebagai biaya yang diserap oleh aktivitas –

aktivitas yang tidak menambah nilai. Hal ini karena biaya kualitas adalah

biaya yang digunakan untuk mengurangi bahkan menghilangkan produk

cacat yang akan dihasilkan. Implikasinya timbul 2 sub kategori kegiatan

yang berhubungan dengan kualitas, yaitu aktivitas kontrol dan aktivitas

pencegahan.

QUALITY CONTROL 4
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Biaya kualitas dikelompokan menjadi empat kategori yaitu: biaya

pencegahan, biaya penilaian, biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan

ekternal. Biaya pencegahan dan biaya penilaian adalah biaya yang

digunakan sebelum terjadinya produk cacat atau rusak. Biaya kegagalan

internal dan eksternal adalah biaya yang dikeluarkan setelah barang atau

jasa dipasarkan (Mulyaindra, 2009).

b. Tujuan

Biaya kualitas disusun oleh perusahaan atas dasar suatu tujuan yang

melandasi hal tersebut. Hansen dan Mowen (2000) mengungkapkan tujuan

biaya kualitas sebagai berikut:

1) Memperbaiki dan mempermudah perencanaan, pengendalian, dan

pengambilan keputusan manajerial.

2) Memproyeksikan mengenai kapan biaya dan penghematan itu terjadi

dan dibuat.

Jadi, tujuan pembuatan biaya kualitas adalah untuk mempermudah

proses keputusan manajemen. Selain itu juga, agar perusahaan dapat

memproyeksikan kapan biaya terjadi, serta agar perusahaan dapat

mengefisiensikan biaya. Dengan adanya tujuan biaya kualitas, perusahaan

mengharapkan agar biaya kualitas dapat dipergunakan dengan baik

(Tandiontong, 2010).

QUALITY CONTROL 5
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

2.3 Sejarah Cost of Quality

Konsep biaya kualitas mulai dikenal sejak tahun 1950-an. Sebelumnya

seluruh biaya yang berhubungan dengan kualitas tersebar dalam berbagai

bentuk biaya dalam sistem akuntansi perusahaan terutama tercakup dalam

biaya overhead. Pada permulaan dikenalnya konsep biaya kualitas, sebagian

orang mengasosiasikan biaya kualitas pada biaya-biaya yang berhubungan

dengan usaha-usaha peningkatan kualitas. Bagi kelompok yang lain, biaya

kualitas diinterpretasikan sebagai biaya-biaya tambahan yang harus

ditanggung oleh perusahaan karena kualitas produk yang rendah

(Wiryono, 2003).

2.4 Kategori Biaya Kualitas

a. Prevention Cost (Biaya Pencegahan)

Biaya pencegahan terjadi untuk menghindari kualitas yang buruk. Biaya

pencegahan adalah biaya yang terjadi untuk menghalangi produksi dari

produk yang tidak memenuhi spesifikasi. Item biaya pencegahan antara

lain biaya rancangan desain, rancangan proses, evaluasi pemasok,

pemeliharaan perlengkapan, pencegahan, dan pelatihan kualitas. Jika

biaya pencegahan naik diharapkan cost of failure turun. Dengan demikian

biaya pencegahan dikeluarkan untuk menurunkan jumlah produk yang

tidak memenuhi syarat (non conforming unit). Contoh biaya pencegahan

terdiri dari rekayasa ulang kualitas, pelatihan kualitas, perencanaan

kualitas, audit kualitas, pengkajian rancangan, dan quality circles.

QUALITY CONTROL 6
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

b. Appraisal Cost (Biaya Penilaian)

Biaya penilaian sebagai biaya yang terjadi untuk mendeteksi unit individu

mana yang tidak memenuhi spesifikasi. Contoh biaya penilaian yaitu biaya

inspeksi dan biaya pengujian produk.

c. Internal Failure Cost (Biaya Kegagalan Internal)

Biaya kegagalan internal adalah biaya yang terjadi pada suatu produk yang

cacat sebelum dikirim ke pelanggan. Contohnya yaitu biaya cacat

produksi, pengerjaan kembali, biaya sisa, pemeliharaan dari kerusakan dan

kegagalan internal pada rancangan produksi/proses.

d. External Failure Cost (Biaya Kegagalan Eksternal)

Biaya kegagalan eksternal yaitu biaya yang dikeluarkan untuk

memperbaiki kerusakan kualitas setelah produk atau jasa yang tidak dapat

diterima mencapai pelanggan serta kehilangan peluang laba yang

disebabkan oleh penyerahan produk atau jasa yang tidak dapat diterima

pelanggan. Contoh biaya kegagalan eksternal yaitu biaya penanganan

keluhan dan klaim pelanggan, biaya penggantian garansi, biaya perbaikan

dan ongkos kirim produk yang dikembalikan, biaya tuntutan lebih jauh

dari pelanggan karena menerima produk yang tidak memenuhi standar

kualitas (Bawon, 2013).

2.5 Analisis Biaya Kualitas

Pada saat perusahaan menerapkan biaya kualitas, maka timbul

kebutuhan untuk memantau sejauh mana biaya kualitas yang telah

dikeluarkan dan hasil yang telah diperoleh dalam peningkatan mutu, hal ini

QUALITY CONTROL 7
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

dapat dilakukan dengan cara membuat analisis biaya kualitas. Hasil analisis

biaya kualitas ini diharapkan dapat menunjukkan seberapa besarnya biaya

yang digunakan untuk meningkatkan mutu produk, mempertahankan mutu

dan bahkan untuk memperbaiki mutu.

Analisis Biaya Kualitas digunakan untuk memantau pelaksanaan

operasional biaya kualitas dengan menggunakan nilai penjualan sebagai dasar

analisis Biaya-biaya yang terkait dengan biaya kualitas ini nantinya

dibandingkan dengan nilai penjualan pada periode yang terjadi sehingga

dapat diketahui kinerja perusahaan dalam melakukan pengendalian biaya

kualitas. Biaya kualitas diperlukan untuk menjaga kestabilan hasil produksi

yang dilakukan mulai dari sebelum proses produksi, selama proses produksi

dan bahkan setelah proses produksi. Meskipun relatif tinggi, namun biaya ini

tidak dapat diketahui dengan pasti (Sugiyono, 2013).

2.6 Model Ekonomis Kesesuaian Kualitas

Model kesesuaian biaya kualitas memberikan contoh pendekatan

optimasi terbatas. Dalam model ini tingkat kesesuaian ekonomi atau the

economic conformances level (ECL) diperoleh di mana biaya pencegahan dan

penilaian sama dengan biaya kegagalan eksternal dan internal. Biaya

pencegahan dan penilaian meningkat karena tingkat kualitas kesesuaian

meningkat. Kualitas kesesuaian mengacu pada kesesuaian dengan spesifikasi

yang bertentangan dengan kualitas desain, misalnya fungsi atau fitur layanan.

Biaya kegagalan diharapkan menurun seiring dengan meningkatnya kualitas

kualitas kesesuaian. Oleh karena itu, total biaya yang terkait dengan kualitas

QUALITY CONTROL 8
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

kesesuaian akan berbentuk U seperti ditunjukkan dalam pameran di bawah

ini. Biaya pencegahan meliputi rekayasa kualitas, pelatihan dan biaya

pengawasan terkait. Biaya penilaian meliputi inspeksi, pengujian dan

pengawasan terkait dengan kegiatan ini. Biaya kegagalan internal termasuk

pembusukan, memo, pengerjaan ulang dan biaya down time yang terkait,

sementara biaya kegagalan eksternal termasuk biaya garansi dan biaya

pelanggan yang hilang.

Gambar 2.1 Model Kesesuaian Ekonomi


(Martin, 2019).

2.7 Klasifikasi Biaya

Seberapa besar biaya yang dikeluarkan untuk menjaga kualitas dapat

diketahui dengan menjumlahkan seluruh biaya yang dikeluarkan. Biaya yang

dikeluarkan disini, menurut Hansen dan Mowen (2004) adalah observable

quality cost dan hidden quality cost.

a. Observable Quality Cost

Biaya kualitas yang dapat diketahui jumlahnya dari catatan yang terdapat

dalam sistem akuntansi yang digunakan perusahaan.

QUALITY CONTROL 9
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

b. Hidden Quality Cost

Biaya atau kerugian yang muncul karena rendahnya kualitas tetapi jumlah

biaya ini tidak diketahui dari catatan akuntansi perusahaan. Untuk

mengukur hidden quality cost ada metode, antara lain:

1) Metode Pengganda

Mengasumsikan bahwa total biaya produk gagal adalah beberapa kali

lipat dari biaya produk gagal yang diukur: Total biaya produk gagal =

£ (biaya produk gagal eksternal yang diukur). Dimana k adalah angka

pengganda.

2) Metode Penelitian Pasar

Digunakan untuk menilai pengaruh mutu yang jelek terhadap

penjualan dan pangsa pasar. Hasil penelitan pasar dapat digunakan

untuk memperkirakan hilangnya laba dimasa depan akibat mutu yang

jelek.

3) Fungsi Rugi Mutu Taguchi

Definisi tanpa cacat tradisional mengasumsikan bahwa biaya mutu

yang tersembunyi hanya terjadi atas unit-unit yang menyimpang jauh

dari batas spesifikasi atas dan bawah.

Persamaan dalam Fungsi rugi mutu Taguchi

L(y) = k (y-T)2 …….. (2.1)

Dimana:

k = Konstanta proporsionalitas yang besarnya tergantung pada

struktur biaya produk gagal eksternal organisasi.

QUALITY CONTROL 10
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

y = Nilai aktual dari karekteristik mutu.

T = Nilai target dari karakteristik mutu.

L = Rugi mutu.

Nilai k diukur : k - c/d

Dimana:

c = Kerugian pada batas spesifikasi atas atau bawah

d = Jarak batas dari nilai target

(Ningsih, 2016)

2.8 Contoh Biaya Kualitas

Menurut Russel dan Taylor (1996), secara keseluruhan biaya kualitas

tersebut meliputi:

a. Biaya untuk menghasilkan produk yang berkualitas (cost of achieving

good quality) yaitu biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk

membuat produk yang berkualitas sesuai dengan keinginan pelanggan,

meliputi:

1) Biaya pencegahan (prevention costs) yaitu biaya untuk mencegah

kerusakan atau cacat produk yang terdiri dari:

a) Biaya perencanaan kualitas (quality planning costs) yaitu biaya yang

harus dikeluarkan untuk membuat perencanaan akan produk yang

baik yang akan dihasilkan.

b) Biaya perancangan produksi (production design costs) yaitu biaya

yang harus dikeluarkan untuk merancang produk sehingga produk

yang dihasilkan benar-benar berkualitas.

QUALITY CONTROL 11
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

c) Biaya pemrosesan (process costs) yaitu biaya yang harus

dikeluarkan untuk dapat menjalankan proses produksi sehingga

menghasilkan produk yang berkualitas.

d) Biaya pelatihan (training costs) yaitu biaya yang harus dikeluarkan

untuk mengadakan pelatihan bagi karyawan sehingga karyawan

bertanggung jawab untuk selalu membuat produk yang baik.

e) Biaya informasi akan kualitas produk yang diharapkan pelanggan

(information costs) yaitu biaya yang harus dikeluarkan untuk

mengadakan survei pelanggan tentang kualitas produk yang

diharapkan pelanggan.

2) Biaya penilaian (appraisal costs) yaitu biaya yang harus dikeluarkan

untuk mengadakan pengujian terhadap produk yang dihasilkan,

meliputi:

a) Biaya untuk mengadakan inspeksi dan pengujian (inspection and

testing costs), yaitu biaya yang harus dikeluarkan untuk

mengadakan pengujian terhadap produk yang dihasilkan.

b) Biaya peralatan pengujian (test equipment costs) yaitu biaya yang

harus dikeluarkan untuk pengadaan alat untuk pengujian terhadap

kualitas produk.

c) Biaya operator (operator costs) yaitu biaya yang dikeluarkan untuk

memberikan upah pada orang yang bertanggung jawab dalam

pengendalian kualitas.

QUALITY CONTROL 12
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

b. Biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan menghasilkan produk

cacat (cost of poor quality), meliputi:

1) Biaya kegagalan internal (internal failure costs) yaitu biaya yang harus

dikeluarkan karena perusahaan telah menghasilkan produk yang cacat

tetapi cacat produk tersebut telah diketahui sebelum produk tersebut

sampai kepada pelanggan. Biaya ini meliputi:

a) Biaya yang dikeluarkan karena produk harus dibuang (scrap costs),

yaitu biaya yang telah dikeluarkan perusahaan tetapi produk yang

dihasilkan ternyata produk cacat sehingga harus dibuang dan adanya

biaya untuk membuang produk tersebut.

b) Biaya pengerjaan ulang (rework costs), yaitu biaya untuk

memperbaiki produk yang cacat.

c) Biaya kegagalan proses (process failure costs) yaitu biaya yang

harus dikeluarkan dalam proses produksi tetapi ternyata produk yang

dihasilkan adalah produk cacat.

d) Biaya yang harus dikeluarkan karena proses produksi tidak dapat

berjalan sebagaimana mestinya (process downtime costs).

e) Biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan terpaksa harus

menjual produk di bawah harga patokannya karena produk yang

dihasilkannya cacat (price – downgrading costs).

QUALITY CONTROL 13
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

2) Biaya kegagalan eksternal (external failure costs) yaitu biaya yang

harus dikeluarkan karena menghasilkan produk cacat dan produk ini

telah diterima oleh konsumen, meliputi :

a) Biaya untuk memberikan pelayanan terhadap keluhan pelanggan

(customer complaint costs).

b) Biaya yang harus dikeluarkan karena produk yang telah

disampaikan kepada konsumen dikembalikan karena produk

tersebut cacat (product return costs).

c) Biaya yang harus dikeluarkan untuk menangani tuntutan konsumen

terhadap adanya jaminan kualitas produk (warranty claims costs).

d) Biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan harus memberikan

jaminan atau garansi bagi konsumen bahwa produk yang dihasilkan

adalah baik (product liability costs).

e) Biaya yang harus dikeluarkan karena perusahaan tidak dipercaya

oleh konsumen sehingga tidak mau lagi membeli produk ke

perusahaan tersebut (lost sales costs) (Ariani, 2014).

2.9 Cost of Poor Quality

Cost of poor quality merupakan biayayang dikeluarkan perusahaan

karena produk gagal atau tidak memenuhi keinginanpelanggan atau

merupakan biaya yang terjadi akibat produk dan proses tidak memenuhi

persyaratan standar kualitas. Dengan kata lain, cost of poor quality terdiri dari

biaya-biaya yang terjadi karenaadanya bahan baku atau produk yang cacat.

Apabila proses danproduk yang dihasilkan sempurna, maka cost of poor

QUALITY CONTROL 14
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

quality tidak akan muncul. Cost of poor quality diklasifikasikan menjadi dua

yaitu internal failure cost dan external failure cost.

a. Biaya Kegagalan Internal (Internal Failure Cost).

Biaya kegagalan internal terjadi karena produk dan jasa yang dihasilkan

tidak sesuai dengan spesifikasi atau kebutuhan pelanggan. Produk cacat

dideteksi sebelum dikirim ke pihak luar. Produk cacat yang demikian

merupakan produk gagal yang dideteksi oleh kegiatan penilaian. Contoh

dari biaya kegagalan internal adalah pemborosan, pengerjaan ulang,

pengujian ulang, dan perubahan desain. Biaya – biaya tersebut tidak terjadi

apabila tidak terdapat produk cacat.

b. Biaya Kegagalan Eksternal (External Failure Costs).

Biaya kegagalan eksternal terjadi karena produk dan jasa yang dihasilkan

gagal memenuhi persyaratan dan kebutuhan pelanggan setelah barang

dikirim ke pelanggan. Dari semua biaya mutu, kategori biaya ini dapat

menjadi yang paling merugikan. Biaya penarikan, misalnya, bisa

mencapai ratusan juta dolar. Contoh lainnya termasuk biaya kehilangan

penjualan karena kinerja produk jelek, retur dan pengurangan produk

karena mutunya jelek, biaya jaminan, perbaikan, biaya menangani

ketidakpuasan pelanggan, biaya kehilangan pangsa pasar, dan biaya

mengatasi keluhan pelanggan. Biaya kegagalan eksternal, seperti juga

biaya kegagalan internal, tidak diperlukan apabila tidak ada produk yang

cacat.

(Kusmariyati, 2011).

QUALITY CONTROL 15
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

2.10 Manfaat Cost of Quality

Menurut Garrison, Noreen dan Brewer (2006) laporan biaya kualitas

memiliki beberapa kegunaan:

a. Informasi biaya kualitas membantu para manjer melihat keuntungan

finansial dari cacat.

b. Informasi biaya kualitas membantu para manajer mengidentifikasikan

pentingnya masalah-masalah kualitas yang dihadapi perusahaan.

c. Informasi biaya kualitas membantu para manajer melihat apakah biaya-

biaya kualitas di perusahaan mereka didistribusikan secara tidak baik.

Menurut Hansen dan Mowen (2001) manfaat biaya kualitas sebagai

berikut:

a. Pengambilan keputusan manajemen untuk pihak internal, dan bagi pihak

eksternal yaitu untuk menilai kualitas perusahaan melalui program -

program seperti ISO 9000.

b. Untuk menerapkan dan mengawasi efektifitas program kualitas.

Jadi, manfaat biaya kualitas adalah untuk membantu manajemen

menentukan laba, juga untuk mengambil keputusan strategi, serta

untuk mempermudah pelaksanaan program pengendalian kualitas

(Tandiontong, 2010).

2.11 Laporan Biaya Kualitas

Hansen dan Mowen (2001) menyatakan suatu sistem pelaporan biaya

kualitas menjadi penting jika organisasi tersebut serius dengan biaya

perbaikan dan pengontrolan kualitas. Langkah pertama yang sederhana dalam

QUALITY CONTROL 16
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

menciptakan sistem tersebut adalah dengan melaporkan biaya-biaya kualitas

aktual saat ini. Daftar yang rinci dari biaya kualitas akrual per kategori dapat

memberikan dua informasi penting. Pertama, daftar ini menunjukkan berapa

yang dikeluarkan untuk tiap kategori biaya kualitas dan pengaruhnya

terhadap laba. Kedua, daftar tersebut menunjukkan distribusi biaya kualitas

dengan kategori, memungkinkan para manajer menilai kepentingan relatif

tiap kategori. Tiga tipe pengukuran dan pelaporan perkembangan atas biaya

kualitas dalam suatu program peningkatan kualitas, yaitu:

a. Laporan standar interim

Pada laporan ini menjelaskan bahwa tingkat biaya kualitas dianggarkan

pada masing-masing kategori biaya kualitas dan pada akhir suatu periode

biaya kualitas yang dianggarkan dibandingkan dengan biaya kualitas

aktual. Pelaporan ini berguna bagi manajemen untuk mengukur seberapa

besar kemajuan program perbaikan kualitas yang telah dicapai pada

periode berjalan.

b. Trend periode-ganda

Pada laporan ini, laporan biaya kualitas periode berjalan dibandingkan

dengan biaya kualitas tahun sebelumnya. Laporan ini dapat membantu

manajemen dalam mengevaluasi kemajuan program perbaikan kualitas

yang telah dijalankan.

c. Laporan kinerja kualitas jangka panjang

Laporan ini membandingkan biaya kualitas aktual periode sekarang

dengan biaya yang diinginkan jika standar cacat nihil telah dipenuhi

QUALITY CONTROL 17
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

(diasumsikan tingkat penjualan sama dengan periode ini). Laporan ini

dapat membantu manajemen mencapai sasaran cacat nihil.

(Harimurti, 2012)

2.12 Metode Pengukuran COQ

2.1.1 Metode activity-based costing

a. Pengertian Activity-Based Costing

Activity-Based Costing merupakan suatu metode baru mengenai

sistem perencanaan biaya yang dikembangkan untuk mengantisipasi

kelemahan-kelemahan dalam sistem akuntansi biaya tradisional.

Yang menjadi pokok dalam sistem ABC adalah aktivitas-aktivitas

dalam perusahaan dengan penelusuran biaya untuk menekan harga

pokok produksi, yaitu aktivitas yang mengkonsumsi sumber daya

dan produk atau pelanggan mengkonsumsi aktivitas. Dengan

demikian sistem ABC memudahkan perhitungan harga pokok obyek

biaya yang akurat, sehingga mengurangi distorsi pada sistem biaya

tradisional dan meningkatkan efektivitas pengambilan keputusan

pihak manajemen. Dasar alokasi yang digunakan dalam sistem biaya

ini diukur berdasarkan aktivitas yang dilakukan.

b. Pengalokasian biaya overhead pabrik menurut sistem Activity –

Based Costing.

Pada tahap pertama dari sistem ABC adalah mengalokasikan sumber

daya pembantu ke aktivitas yang menggunakan sumber daya ini, jadi

QUALITY CONTROL 18
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

tahap pertama dalam sistem ABC mengasumsikan bahwa aktivitas

yang menimbulkan biaya.

Tahap kedua dalam sistem ABC mengasumsikan bahwa produk dan

pelanggan menciptakan adanya permintaan atas aktivitas. Jadi tahap

kedua dalam sistem ABC adalah mengalokasikan biaya aktivitas ke

produk atas konsumsi dari tiap produk individual atau atas

permintaan setiap aktivitas.

c. Mengidentifikasi Cost Driver.

Cost driver adalah dasar alokasi yang digunakan oleh sistem ABC,

yang merupakan faktor-faktor yang menentukan seberapa besar atau

seberapa banyak usaha dan beban kerja untuk melakukan suatu

aktivitas.

Terdapat hubungan yang jelas antara jumlah cost driver yang

digunakan dengan tingkat ketepatan biaya produk, apabila cost

driver yang sering digunakan semakin banyak, maka ketepatan biaya

produk akan semakin akurat. Untuk memudahkan pengambilan

keputusan, sistem ABC memisahkan biaya pada berbagai tingkat

aktivitas yang berbeda sebagai berikut:

1) Product-driven activities.

Product-driven activities terdiri dari:

a) Unit level activities.

Unit level activities adalah biaya yang berhubungan dengan

produk secara langsung dan dibebankan kepada produk

QUALITY CONTROL 19
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

berdasarkan jumlah unit produksi yang dihasilkan. Dengan

kata lain biaya bertambah proporsional sesuai dengan

penambahan volume unit. Contoh: jam kerja mesin, jam listrik

yang digunakan untuk menghasilkan produk. Biaya material,

biaya tenaga kerja termasuk kelompok aktivitas berlevel unit

tetapi tidak termasuk kelompok biaya overhead pabrik

b) Batch activities.

Batch activities adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan

jumlah batch yang diproduksi dan diolah oleh fungsi produksi.

Sehingga tidak terpengaruh oleh jumlah unit produksi yang

diproduksi dalam setiap pesanan produksi. Akan tetapi besar

kecilnya dapat dipengaruhi oleh jumlah batch produk yang

diproduksi. Contoh biaya penanganan materi, biaya set-up

peralatan, dan lain-lain.

c) Product sustaining activities.

Biaya yang berhubungan dengan penelitian dan

pengembangan produk tertentu untuk mempertahankan agar

produk tetap dapat dipasarkan, contoh: biaya desain produk,

biaya pengujian produk, biaya desain pengolahan produk dan

sebagainya. Biaya-biaya ini dibebankan ke produk

berdasarkan tafsiran jumlah unit produk tertentu yang akan

dihasilkan selama daur hidup produk.

QUALITY CONTROL 20
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

d) Facility sustaining activities.

Biaya-biaya yang berhubungan dengan aktivitas yang

mempertahankan fasilitas yang dimiliki perusahaan. Contoh:

biaya depresiasi, amortisasi mesin, biaya asuransi dan

sebagainya.

2) Customer-driven activities.

Customer-driven activities terdiri dari:

a) Order level.

Biaya yang dapat dibebankan secara langsung terhadap

pesanan penjualan untuk pelanggan individual, contoh: biaya

kirimin dan ongkos angkut.

b) Customer level

Biaya-biaya yang tidak berhubungan dengan pesanan yang

dibebankan kepada pelanggan individual, contoh: tenaga

penjual.

c) Market level.

Biaya untuk tetap bertahan dalam proses produksi, contohnya

yaitu biaya riset dan pengembangan, promosi dan pemasaran.

d) Enterprise level

Biaya untuk tetap bertahan dalam dunia usaha. contoh: biaya

dewan direksi.

QUALITY CONTROL 21
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Jenis cost driver harus dipahami dan dimengerti dengan baik

serta diterapkan dengan cermat agar sistem ABC dapat

mencapai hasil yang diinginkan (Gaspersz, 2006).

2.1.2 Metode deskriptif

a. Pengertian Metode Deskriptif

Dalam pelaporan keuangan, informasi mengenai biaya produksi

menurut akutansi biaya tradisional diukur dengan mengunakan

biaya penuh (full costing) dan metode biaya variabel.

Metode biaya penuh mengukur harga pokok produk dengan

mengkombinasikan biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja

langsung dan biaya produksi tidak langsung tetap dan variabel

menjadi biaya tunggal yang dikirim kepada setiap tahap produksi.

Metode biaya variabel hanya membebankan biaya-biaya yang

bersifat variabel. Biaya ini biasanya meliputi biaya bahan baku

langsung, biaya tenaga kerja langsung dan biaya produksi tidak

langsung variabel, sehingga biaya produksi hanya menggambarkan

biaya produksi marginal.

Perbedaan pengukuran biaya produk diantara kedua metode ini

terletak pada pembebanan biaya produksi tidak langsung tetapnya.

Dalam penentuan biaya produksi metode biaya penuh, biaya

produksi tidak langsung tetap dikategorikan sebagai biaya dalam

persediaan, sedangkan metode variabel mengeluarkan biaya

produksi tidak langsung tetap dari biaya persediaan dan

QUALITY CONTROL 22
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

memperlakukannya sebagai biaya periode yang harus segera

dibebankan ke penjualan dan bukan sebagai harga pokok produk

yang dimasukan ke dalam persediaan.

Sistem biaya tradisional, baik penuh maupun variabel hanya

menggunakan satu tarif biaya overhead yang ditentukan

sebelumnya. Semua biaya overhead pabrik digabungkan dalam

suatu kelompok dan biaya-biaya tersebut dibebankan ke produk

berdasarkan pada satu cost driver saja yang secara dekat

berhubungan dengan volume produksi. Cost driver yang sering

digunakan adalah jam kerja langsung dan unit produksi. Sistem

akuntansi biaya tradisional ini tidak lagi sesuai dengan

perkembangan sekarang ini, dimana perusahaan dituntut untuk lebih

kompetitif.

b. Pengalokasian Biaya Overhead Pabrik Menurut Sistem Biaya

Tradisional.

Pada sistem biaya tradisional terdapat dua tahap pembebanan dalam

pengalokasian biaya overhead yang dihasilkan:

1) Tahap pertama.

Tahap dimana biaya-biaya yang dibebankan kepusat biaya.

2) Tahap kedua.

Tahap dimana biaya-biaya yang dialokasikan pada tahap pertama

dibebankan ke unit produksi.

QUALITY CONTROL 23
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Pada tahap pertama, biaya overhead pabrik diakumulasikan

dalam pusat biaya (departemen pembantu dan departemen

produksi). Biaya overhead departemen pembantu dialokasikan

pada departemen produksi dengan menggunakan dasar alokasi

tertentu. Alokasi tahap pertama mudah dilakukan karena sebagian

besar biaya secara nyata dapat menikmati biaya overhead

tersebut.

Pada tahap kedua, biaya yang dialokasikan pada tahap pertama

dibebankan pada unit produksi. Dasar yang digunakan untuk

mengalokasikan biaya overhead ke produk, yaitu biaya material

langsung, biaya tenaga kerja langsung, jam mesin, maupun atas

dasar unit produksi. Karena biaya overhead tidak dibebankan

berdasarkan konsumsi sumber daya oleh kegiatan yang

menghasilkan produk, maka sistem biaya tradisional

menimbulkan distorsi harga (price distortion) (Nasution, 2005).

QUALITY CONTROL 24
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Studi Kasus

Setiap kelompok praktikan melakukan penelitian dan menganalisis data

secara deskriptif dari hasil perhitungan terhadap data penelitiannya

berdasarkan data yang disediakan dalam jangka waktu 1 tahun (12 bulan).

3.2 Alat yang digunakan

a. Observation sheet, berfungsi sebagai tempat untuk mencatat data yang

sudah diukur.

b. Alat tulis berupa bolpoin ataupun sejenisnya.

c. Kamera ataupun media yang bisa dijadikan sebagai alat dokumentasi.

3.3 Langkah-Langkah Percobaan

a. Memperoleh data

b. Melakukan pengklasifikasian kategori biaya

c. Melakukan pengolahan data

d. Mengambil kesimpulan terhadap hasil analisa data.

QUALITY CONTROL 25
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

BAB V

ANALISA DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisa Data

5.2 Pembahasan

QUALITY CONTROL 26
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

6.2 Saran

QUALITY CONTROL 27
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, D. Wahyu. 2014. Manajemen Kualitas. Banten: Universitas Terbuka.

Bawon, Dwi Nugraha, Jullie J. Sondakh, & Lidia Mawikere. 2013. Penerapan

Biaya Kualitas Untuk Meningkatkan Efisiensi Biaya Produksi Pada Pt.

Pertani (Persero) Cabang Sulawesi Utara. Manado: JurnalRisetAkuntansi

Going Concern FEB Unsrat.

Feigenbaum, Armand V. 1991. Total Quality Control (3 ed.), New York, New York:

McGraw-Hill, p. Principles of Quality Costs: Principles, Implementation,

and Use, Third Edition, ed. Jack Campanella, ASQ Quality Press, 1999.

Gaspersz, Vincent. 2006. Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced

Scorecard demgan Six Sigma untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah.

Jakarta: Gramedia.

Harimurti, Yohanes. 2012. LAPORAN BIAYA KUALITAS SEBAGAI UPAYA

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DALAM RANGKA

MENINGKATKAN DAYA SAING PERUSAHAAN. Surabaya: Berkala Ilmiah

Mahasiswa Akuntansi.

Kusmariyati, Nani. 2011. Analisis Cost of Poor Quality Sebagai Alat Penilaian

Kegiatan Perbaikan Kualitas (Studi Kasus pada PT. Garuda Budiono Putra

Tegal). Bandung: Jurnal Riset Akuntansi.

Martin, J. R. Not dated. “The Quality Cost Conformance Model”. Dikutip 11 April

2019 dari https://maaw.info /QualityCostConformanceModel.htm.

Mulyaindra, Bernadus Donny. 2009. Analisis Biaya Kualitas. Yogyakarta:

Universitas Sanata Dharma.

QUALITY CONTROL 28
KELOMPOK IV
LABORATORIUM STATISTIK DAN MANAJEMEN MUTU
DEPARTEMEN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Nasution, M.N. 2005. Manajemen Mutu Terpadu. Bogor : Ghalia Indonesia.

Ningsih, Inka Kartika, Elly Numa Zahroti, dan Luh Wayan Ema N. 2016.

Manajemen Mutu Jasa Bidang Kesehatan QUALITY COST AND COST

CONTAINMENT. Surabaya: Jurnal Penelitian.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,

dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Tandiontong, Mathius, Fentri Sitanggang, dan Verani Carolina. 2010. Pengaruh

Biaya Kualitas Terhadap Tingkat Profitabilitas Perusahaan. Bandung:

Akurat Jurnal Ilmiah Akuntansi No.2 Tahun Ke-1.

QUALITY CONTROL 29
KELOMPOK IV

Anda mungkin juga menyukai