Anda di halaman 1dari 25

AKUNTANSI MANAJEMEN

QUALITY COST AND PRODUCTIVITY MEASUREMENT AND


CONTROL (BIAYA KUALITAS DAN PENGUKURAN SERTA
PENGENDALIAN PRODUKTIVITAS)

Oleh :
Kelompok 7

I Gusti Ayu Agung Diah Pramesti Lianingrum (1907531009)


Ni Putu Melia Astuti (1907531038)
I Gusti Ayu Intan Satwika Pramesti (1907531244)
Dewa Ayu Sri Laksmi Dewi (1907531247)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
QUALITY COST AND PRODUCTIVITY MEASUREMENT AND CONTROL
(BIAYA KUALITAS DAN PENGUKURAN SERTA PENGENDALIAN
PRODUKTIVITAS)

10.1 Konsep Biaya Kualitas


10.1.1 Pengertian Kualitas
Ada berbagai macam pengertian dari kualitas. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kualitas adalah ukuran baik buruknya sesuatu. Kualitas dapat pula didefinisikan
sebagai tingkat keunggulan. Jadi, kualitas merupakan ukuran relatif kebaikan (Supriyono,
1994 : 377 – 378).
Hansen dan Mowen (2004 : 441), memdefinisikan kualitas sebagai “Quality is
relative measuare of goodness”, yang memiliki pengertian bahwa kualitas merupakan tingkat
keunggulan atau ukuran relatif dari kebaikan (goodness).
Secara operasional sebuah produk atau jasa yang berkualitas adalah produk atau jasa
yang mampu memenuhi atau bahkan melebihi harapan pelanggan. Harapan pelanggan dapat
digambarkan melalui atribut-atribut kualitas atau yang sering disebut dimensi kualitas, yang
meliputi:
1. Kinerja (Performance)
Kinerja adalah tingkat konsistensi dan kebaikan fungsi – fungsi produk.
2. Estetika (Aesthetics)
Estetika berhubungan dengan penampilan wujud produk (misalnya, gaya dan
keindahan) serta berhubungan dengan penampilan fasilitas, peralatan, personalia, dan
materi komunikasi yang berkaitan dengan jasa.
3. Kemudahan perawatan dan perbaikan (Serviceability)
Kemudahan perawatan dan perbaikan (Serviceability), berkaitan dengan tingkat
kemudahan merawat dan memperbaiki produk.
4. Keunikan (Features)
Keunikan (Features) adalah karakteristik produk yang berbeda secara fungsional dari
produk – produk yang sejenis.
5. Reliabilitas / keandalan (Reability)
Reliabilitas (Reability) adalah probabilitas produk atau jasa menjalankan fungsinya
dalam waktu tertentu.
6. Tahan lama (Durability)
Durabilitas (durability) didefinisikan sebagai umur manfaat dari fungsi produk.
7. Tingkat kesesuaian (Quality of Conformance)
Tingkat kesesuaian merupakan ukuran mengenai apakah sebuah produk atau jasa
telah memenuhi spesifikasinya.
8. Pemanfaatan (Fitness for use)
Pemanfaatan adalah kecocokan dari sebuah produk menjalankan fungsi – fungsinya
sebagaimana yang diiklankan. Apabila sebuah produk mengalami cacat desain yang
parah, maka produk tersebut tidak dapat berfungsi meskipun tingkat kesesuaian sesuai
dengan spesifikasinya. Produk yang dikembalikan oleh pelangggan seringkali
disebabkan oleh adanya masalah dalam dimensi pemanfaatan ini.
Jadi, produk atau jasa yang berkualitas merupakan produk atau jasa yang dapat
memenuhi atau melebihi ekspektasi pelanggan dalam delapan dimensi diatas.
Menurut para ahli, kualitas kesesuaian (quality of conformance) merupakan definisi
operasional yang terbaik. Spesifikasi produk harus mempertimbangkan beberapa hal secara
eksplisit seperti, keandalan, durasibilitas, kecocokan penggunaan dan kinerja. Secara implisit,
produk yang dapat memenuhi tingkat kesesuaiannya adalah produk yang bermanfaat dan
berkinerja baik. Produk tersebut harus dibuat berdasarkan spesifikasi desainnya. Kualitas
kesesuaian (quality of conformance) sekaligus menjadi dasar pendefinisian dari produk yang
tidak sesuai (nonconformance) atau produk cacat (defective).

10.1.2 Pengertian Biaya Kualitas (Cost of Quality)


Biaya kualitas (Cost of Quality) merupakan biaya – biaya yang timbul karena
mungkin atau telah terdapat produk yang kualitasnya buruk. Biaya kualitas berhubungan
dengan dua jenis aktivitas:
1. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)
Aktivitas Pengendalian (Control Activities), merupakan aktivitas yang dilakukan
untuk mencegah atau mendeteksi kualitas yang buruk (karena kualitas yang buruk
mungkin terjadi). Aktivitas pengendalian terdiri dari aktivitas pencegahan dan
aktivitas penilaian. Biaya pengendalian merupakan biaya yang dikeluarkan
perusahaan untuk menjalankan kegiatan pengendalian.
2. Aktivitas Kegagalan (Failure Activities)
Kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan konsumen untuk merespon kualitas buruk
(kualitas yang buruk memang telah terjadi). Kegiatan karena kegagalan terdiri dari
kegiatan karena kegagalan internal dan kegagalan eksternal.
10.1.3 Pengklasifikasian Biaya Kualitas
Menurut JM. Juran (1986 :10), biaya kualitas dapat diklasifikasikan ke dalam empat
kelompok, yaitu:
1. Biaya Pencegahan (Prevention Cost)
Biaya ini merupakan biaya – biaya yang berhubungan dengan pencegahan kualitas
yang buruk pada produk atau jasa yang dihasilkan. Ada beberapa biaya yang termasuk
dalam biaya pencegahan yaitu:
a) Perencanaan kualitas (Quality Planning)
Biaya – biaya yang berkaitan dengan menciptakan dan menyampaikan rencana –
rencana dan sistem data untuk kualitas, pemeriksaan, keandalan, dan aktivitas –
aktivitas yang berhubungan, termasuk biaya – biaya untuk menyiapkan semua
petunjuk dan prosedur – prosedur yang diperlukan.
b) Tinjauan Produk Baru (New Product Review)
Biaya yang berkaitan dengan menyiapkan penawaran proposal, mengevaluasi
desain – desain baru, menyiapkan tes dan percobaan memprogram, dan aktivitas
kualitas berhubungan dengan peluncuran produk baru.
c) Pelatihan (Trainning)
Biaya yang berkaitan dengan pengembangan dan pelaksanaan programprogram
pelatihan yang ditujukan pada peningkatan kinerja kualitas.
d) Pengendalian proses (Process Control)
Biaya yang berkaitan dengan pengendalian proses yang bertujuan untuk meraih
kesesuaian untuk penggunaan, seperti yang dibedakan dari produktivitasnya.
(suatu pembedaan yang sulit untuk diterapkan dalam praktik)
e) Perolehan Data Kualitas dan Analisa (Quality data acquisition and analysis)
Biaya untuk mengoperasikan sistem data kualitas untuk mendapat data
berkelanjutan di kinerja kualitas.
f) Laporan kualitas (Quality reporting)
Biaya untuk menggabungkan dan mempresentasikan data kualitas kepada manajer
bagian atas.
g) Proyek – proyek peningkatan (Improvement projects)
Biaya untuk membangun dan menerapkan proyek – proyek terobosan.
2. Biaya Penilaian (Apprasial Cost)
Biaya penilaian merupakan biaya – biaya untuk menentukan kondisi produk dan
bahan baku. Ada beberapa biaya yang termasuk di dalam biaya penilaian yaitu:
a) Pemeriksaan bahan baku yang datang (Incoming materials inspection)
Biaya ini merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memeriksa dan menguji
kesesuaian bahan baku yang dibeli dengan kualifikasi yang tercantum dalam
pesanan.
b) Pemeriksaan dan pengujian (Inspection and test)
Biaya – biaya untuk pemeriksaan kesesuaian produk sepanjang proses desain dan
manufaktur, termasuk melakukan pengujian sebelum sampai ke tangan konsumen.
c) Mempertahankan ketelitian dari pengujian peralatan (Maintaining accuracy of test
equipment)
Biaya – biaya untuk mengoperasikan dan mempertahankan peralatan untuk
mengukur.
d) Bahan – bahan dan jasa yang terpakai (Materials and services consumed)
Biaya – biaya dari produk – produk yang dikonsumsi di dalam uji destruktif, juga
bahan – bahan dan jasa yang dikonsumsi dalam pengujian.
e) Evaluasi persediaan (Evaluation of stock)
Biaya – biaya pengujian produk di dalam ruang simpan untuk menilai kondisi
produk tersebut.
3. Biaya Kegagalan Internal (Internal Failure Cost)
Biaya kegagalan internal merupakan biaya – biaya yang dikeluarkan karena
ditemukannya produk cacat sebelum dihantarkan ke pelanggan. Ada beberapa biaya
yang termasuk di dalam biaya kegagalan internal, yaitu:
a) Sisa bahan (Scrap)
Kerugian – kerugian bersih pada tenaga kerja dan bahan yang diakibatkan karena
barang yang cacat yang secara ekonomi tidak dapat diperbaiki atau digunakan.
b) Pengerjaan ulang (Rework)
Biaya – biaya untuk memperbaiki produk cacat agar produk tersebut dapat
digunakan.
c) Pengujian ulang (Retest)
Biaya – biaya dari pemeriksaan kembali dan pengujian kembali atas produk yang
sudah dikerjakan ulang.
d) Downtime
Biaya yang dikeluarkan karena fasilitas, peralatan, dan tenaga kerja yang tidak
aktif yang disebabkan karena barang – barang yang cacat.
e) Yield losses
Biaya proses yang lebih rendah yang bisa dicapai melalui proses pengawasan
yang ditingkatkan.
f) Disposition
Biaya yang dibutuhkan untuk menentukan apakah produk – produk yang tidak
sesuai dapat dipakai dan apakah yang sebaiknya dilakukan atas produk – produk
tersebut.
4. Biaya Kegagalan Eksternal (External Failure Cost)
Biaya ini merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan karena adanya produk cacat
yang ditemukan setelah barang diantar kepada pelanggan. Ada beberapa biaya yang
termasuk di dalam biaya kegagalan eksternal, yaitu:
a) Penanganan keluhan (Complaint adjustment)
Biaya – biaya untuk menyelidiki dan menanggapi keluhan – keluhan karena
produk yang cacat, instalasi yang keliru, atau petunjuk yang tidak sesuai yang
diberikan kepada para pemakai.
b) Pengembalian produk (Returned material)
Biaya – biaya yang berhubungan dengan penerimaan dan penggantian produk
cacat yang dikembalikan dari pelanggan.
c) Biaya garansi (Warranty charges)
Biaya – biaya dari jasa dan perbaikan di bawah jaminan garansi.
d) Allowances
Pendapatan – pendapatan yang hilang karena menurukan standar produk untuk
dijual seperti barang bekas dan untuk pemberian hadiah yang dibuat untuk
pelanggan yang menerima produk di bawah standar itu seperti adanya.

10.1.4 Biaya Akibat Kualitas Buruk / Cost of Poor Quality (COPQ)


Cost of Poor Quality (COPQ) adalah biaya yang timbul akibat kualitas buruk atau
kegagalan produk yang tidak memenuhi standar pelanggan (customer). Perusahaan yang
mampu memperbaiki kualitasnya dan mengeliminasi terjadi biaya COPQ ini akan dapat
meningkatkan laba perusahaan sehingga memiliki keunggulan dalam bersaing dengan
kompetitornya.
Biaya – biaya yang timbul akibat buruknya kualitas bukan hanya tiga kategori utama
yang disebutkan diatas, tetapi terdapat juga kerugian – kerugian ataupun biaya – biaya
tersembunyi lainnya (hidden cost) seperti kerugian akibat kehilangan proyek / bisnis, biaya
manajemen, kehilangan kepercayaan pelanggan, biaya kehilangan aset dan lain sebagainya.
Biaya – biaya tersebut ibaratnya seperti Gunung Es yang penampakannya di permukaan air
adalah lebih sedikit dibandingkan dengan yang tersembunyi di dalam air.

Salah satu Strategi yang dipergunakan oleh manajemen perusahaan untuk mengeliminasi
COPQ (Cost of Poor Quality) adalah dengan menerapkan Metodologi Six Sigma. Dengan Six
Sigma Manajemen Perusahaan dapat mengidentifikasikan penyebab – penyebab terjadinya
kegagalan dan melakukan perbaikan – perbaikan untuk meningkatkan Kualitas secara
keseluruhan.

10.1.5 Mengukur Biaya Kualitas


Biaya kualitas biasa juga diklasifikasikan sebagai biaya yang dapat diamati dan
tersembunyi. Biaya kualitas yang dapat diamati (observable quality cost) adalah biaya –
biaya yang tersedia atau dapat diperoleh dari catatan akuntansi perusahaan. Biaya kualitas
yang tersembunyi (hidden cost) adalah biaya kesempatan atau opportunity yang tersedia
karena kualitas yang buruk (biaya oportunitas biasanya tidak disediakan dalam catatan
akuntansi). Biaya – biaya kualitas yang tersembunyi bisa sangat signifikan sehingga
seharusnya diestimasi. Meskipun mengestimasi biaya kualitas yang tesembunyi sangat sulit
akan tetap dapat dihitung dengan beberapa metode, yaitu :
1. Metode Pengali (Multiplier Method)
Metode pengali mengasumsikan bahwa total biaya gagal hanya merupakan
multiplikasi biaya – biaya gagal yang diukur.
Total biaya gagal eksternal = k (biaya gagal eksternal yang diukur)
Di mana k adalah efek multiplikasi berdasarkan pada pengalaman. Memasukkan
biaya tersembunyi dalm penilaian jumlah biaya gagal eksternal membuat manajemen
dapat lebih akurat dalam menentukan tingkat pengeluaran sumber daya untuk
aktivitas – aktivitas pencegahan dan penilaian. Dengan kenaikan biaya gagal,
diharapkan pihak manajemen akan meningkatkan investasinya dalam biaya kontrol.
2. Metode Penelitian Pasar (Market Research Method)
Metode riset pasar formal adalah metode – metode yang digunakan untuk menilai
efek dari kualitas buruk pada penjualan dan pangsa pasar. Hasil riset pemasaran dapat
digunakan untuk memproyeksikan laba rugi akan datang yang disebabkan oleh
kualitas buruk.
3. Fungsi Kerugian Kualitas Taguchi
Fungsi ini mengasumsikan bahwa setiap variasi dari nilai sasaran karakteristik
kualitas menyebabkan biaya kualitas tersembunyi. Biaya tersembunyi meningkat
secara kuadratikal ketika nilai aktual menyimpang dari nilai sasaran.

Keterangan:
k = Konstanta proporsional yang tergantung pada struktur biaya gagal eksternal
organisasi
y = Karakteristik nilai kualitas aktual
T = Karakteristik nilai kualitas sasaran
L = Kerugian Kualitas
Untuk menerapkan fungsi taguchi, k harus diestimasi. Nilai untuk k dihitung
dengan membagi estimasi biaya pada satu batas spesifik dengan deviasi kuadrat batas
tersebut dari nilai sasaran.

Keterangan:
c = kerugian pada batas spesifikasi atas atau bawah
d = jarak antara batas dengan nilai sasaran
Adapun kelebihan metode ini diantaranya:
1) Memudahkan perusahaan untuk melakuakan analisis terhadap produk yang
dihasilkan, karena produk tersebut dapat dideteksi tingkat penyimpangannya.
2) Memotivasi perusahaan untuk meningkatkan kualitas produk, karena metode
ini selalu berpandangan bahwa produk yang dihasilkan harus mencapai target,
jika tidak akan selalu memunculkan kerugian.
3) Perusahaan dapat mengidentifikasi dan melakukan estimasi terhadap besarnya
biaya kualiatas tersembunyi.
Adapun kelemahan metode ini diantaranya:
1) Apabila metode ini tidak diterapkan dengan teknik – teknik yang
dikembangkan oleh Deming, Juran dan Crosby, maka tidak akan memberikan
hasil yang optimal.
2) Metode ini hanya cocok untuk diterapkan perusahaan industri manufaktur
yang menghasilkan barang dengan tingkat ketelitian tinggi.
3) Implementasi dari metode ini membutuhkan perhitungan statistik yang sedikit
rumit, sehingga diperlukan sumber daya dengan keahlian khusus untuk
menerapkannya.

10.2 Sistem Pelaporan Biaya Kualitas


Sebuah sistem pelaporan biaya kualitas memiliki arti penting bagi perusahaan di mana
memberikan perhatian serius terhadap perbaikan dan pengendalian biaya kualitas. Langkah
perhatian serius dan paling sederhana dalam menciptakan sistem semacam itu adalah menilai
biaya kualitas aktual saat ini. Pencatatan biaya kualitas aktual secara terperinci berdasarkan
kategorinya dapat memberikan dua masukan pandangan penting. Pertama, catatan tersebut
mengungkapkan besarnya biaya kualitas dalam setiap kategori yang memungkinkan para
manajer menilai dampak keuangannya. Kedua, catatan tersebut menunjukkan distribusi biaya
kualitas menurut kategori yang memungkinkan para manajer menilai kepentingan relatif dari
setiap kategori.

10.2.1 Laporan Biaya Kualitas


Pentingnya biaya kualitas terhadap segi keuangan perusahaan dapat dinilai lebih
mudah dengan menampilkan biaya – biaya kualitas sebagai persentase dari penjualan aktual.
Berikut adalah contoh dari Laporan Biaya Kualitas Ladd Lighting Corporation tahun 2008.
Ladd Lighting Corporation
Laporan Biaya Kualitas
untuk Tahun yang Berakhir 31 Maret 2008
Persentase (%)
Biaya Kualitas
dari Penjualan
Biaya Pencegahan :
Pelatihan Kualitas $ 350.000
Rekayasa Keandalan $ 800.000
$ 1.150.000 5,18%
Biaya Penilaian :
Pemeriksaan Bahan Baku $ 200.000
Penerimaan Produk $ 100.000
Penerimaan Proses $ 380.000
$ 680.000 3,06%
Biaya Kegagalan Internal :
Sisa Bahan $ 500.000
Pengerjaan Ulang $ 350.000
$ 850.000 3,83%
Biaya Kegagalan Eksternal :
Keluhan Pelanggan $ 250.000
Garansi $ 250.000
Perbaikan $ 150.000
$ 650.000 2,93%
Total Biaya Kualitas $ 3.330.000 15,00%

NB :
Penjualan Aktual $ 22.200.000
Dari Laporan Biaya Kualitas Ladd Lighting Corporation tahun 2008 tersebut dihasilkan total
biaya kualitas sebesar 15% dari penjualan aktual. Mengacu pada prinsip yang berlaku umum,
biaya kualitas sebaiknya kurang dari 2,5%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Ladd
Lighting Corporation memiliki kesempatan yang baik untuk meningkatkan laba dengan
mengurangi biaya kualitas. Apabila melakukan pengurangan biaya kualitas tanpa upaya
peningkatan kualitas merupakan strategi yang dapat mengakibatkan kerugian atau bencana.
Pandangan tambahan mengenai distribusi relatif biaya kualitas dapat diperoleh dengan
membuat bagan lingkaran di mana bagan tersebut akan berisi persentase pada Laporan Biaya
Kualitas yang telah dilaporkan. Berikut contohnya.
10.2.2 Fungsi Biaya Kualitas
Para manajer tentu memiliki tanggung jawab dalam menilai tingkat kualitas optimal
dan menetapkan jumlah relatif yang seharusnya dikeluarkan untuk setiap kategori. Ada dua
pandangan mengenai biaya kualitas optimal, yaitu pandangan tradisional yang mengacu pada
pencapaian tingkat kualitas yang dapat diterima dan pandangan kontemporer yang dikenal
dengan pengendalian kualitas total.
A. Pandangan Kualitas yang Dapat Diterima
Pandangan kualitas dapat diterima mengasumsikan bahwa terdapat
perbandingan terbalik antara biaya pengendalian dan biaya kegagalan. Ketika biaya
pengendalian meningkat, maka biaya kegagalan seharusnya menurun. Selama
penurunan biaya kegagalan lebih besar daripada kenaikan biaya pengendalian,
perusahaan sebaiknya untuk terus meningkatkan usahanya agar mencegah atau
mendeteksi unit – unit yang tidak sesuai. Nantinya, akan dicapai suatu titik di mana
kenaikan tambahan biaya dalam upaya tersebut menimbulkan biaya yang lebih besar
daripada penurunan biaya kegagalan. Titik ini mewakili tingkat minimum dari total
biaya kualitas. Hal ini merupakan perbandingan optimal antara biaya pengendalian
dan biaya kegagalan, serta mendefinisikan apa yang dikenal sebagai tingkat kualitas
yang dapat diterima (acceptable quality level – AQL). Berikut disajikan contoh grafik
biaya kualitas AQL.
Sumber : https://slideplayer.info/slide/11864343/

Pada grafik di atas, terdapat asumsi bahwa ada dua fungsi biaya, yaitu biaya
pengendalian dan biaya kegagalan di mana mengasumsikan persentase unit cacat
meningkat ketika biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan – kegiatan pencegahan dan
penilaian menurun. Pada sisi lain, biaya kegagalan meningkat ketika jumlah unit cacat
meningkat. Dari fungsi total biaya kualitas, diketahui bahwa total biaya kualitas
menurun ketika kualitas ditingkatkan hingga titik tertentu. Setelah itu, tidak ada
peningkatan lebih lanjut yang mungkin dilakukan. Tingkat optimal unit cacat telah
diidentifikasi dan perusahaan berupaya mencapainya. Tingkat yang mengizinkan
adanya unit cacat ini disebut tingkat kualitas yang dapat diterima (AQL).
B. Pandangan Cacat-Nol
Pada pertengahan 1980-an, model cacat nol lebih disempurnakan dengan
model kualitas kokoh (robust quality model) yang menentang definisi unit cacat.
Menurut pandangan kokoh ini, kerugian terjadi karena diproduksinya suatu produk
yang menyimpang dari nilai target, semakin jauh penyimpangannya, akan semakin
besar pula nilai kerugiannya. Selain itu, kerugian juga tetap terjadi meskipun deviasi
masih dalam batas toleransi spesifikasi. Dengan kata lain, penyimpangan dari
spesifikasi ideal adalah merugikan dan batas toleransi spesifikasi tidak dapat
menawarkan apa pun, bahkan dapat menipu. Model cacat nol menekankan pada biaya
kualitas dan potensi penghematan dari upaya yang lebih besar untuk meningkatkan
kualitas. Jadi, model kualitas kokoh memperketat definisi dari unit cacat,
menyempurnakan pandangan kita terhadap biaya kualitas, dan mengintensifkan upaya
perbaikan kualitas. Berikut akan disajikan grafik biaya kualitas kontemporer.

Sumber : https://slideplayer.info/slide/11864343/
Grafik di
atas menggambarkan perubahan dalam hubungan biaya kualitas. Meskipun tampilan
tersebut menunjukkan fungsi total biaya kualitas konsisten dengan hubungan biaya
kualitas yang diuraikan, ada beberapa perbedaan utama, yaitu biaya pengendalian
tidak meningkat tanpa batas ketika mendekati kondisi tanpa cacat, yang kedua adalah
biaya pengendalian dapat naik kemudian turun mendekati kondisi tanpa cacat, dan
yang ketiga biaya kegagalan dapat ditekan menjadi nol.

10.2.3 Manajemen Berbasis Kegiatan dan Biaya Kualitas Optimal


Manajemen berbasis kegiatan (activity based management atau ABM)
mengklasifikasikan berbagai kegiatan sebagai bernilai tambah dan tidak bernilai tambah,
serta hanya mempertahankan kegiatan – kegiatan yang memberikan nilai tambah. Prinsip ini
dapat diaplikasikan pada kegiatan – kegiatan yang berkaitan dengan kualitas. Kegiatan –
kegiatan kegagalan, penilaian, dan biaya – biaya terkait tidak menghasilkan nilai tambah dan
harus dihilangkan. Kegiatan pencegahan yang dilakukan secara efisien dapat diklasifikasikan
sebagai kegiatan bernilai tambah dan perlu dipertahankan.
Setelah berbagai kegiatan untuk setiap kategori diidentifikasi, pendorong timbulnya
penggunaan sumber daya (resource drivers) dapat digunakan untuk memperbaiki pembagian
biaya pada setiap kegiatan. Selain itu juga, dapat berguna untuk membantu para manajer
memahami hal – hal yang menyebabkan kegiatan. Selanjutnya, informasi ini dapat digunakna
untuk memilih cara mengurangi biaya kualitas hingga tingkat tertentu. Sebagai hasilnya,
manajemen berbasis kegiatan ini mendukung pandangan cacat nol mengenai biaya kualitas.
Tidak ada perbandingan terbalik optimal antara biaya pengendalian dan biaya kegagalan di
mana biaya kegagalan adalah biaya yang tidak menghasilkan nilai tambah sehingga harus
dikurangi hingga nol. Kegiatan pengendalian lainnya menghasilkan nilai tambah, tetapi
mungkin dijalankan dengan tidak efisien. Maka dari itu, biaya yang tidak efisien tersebut
adalah tak bernilai tambah dan dapat dikurangi ke tingkat yang lebih rendah.

10.2.4 Analisis Tren


Laporan biaya kualitas menunjukkan jumlah dan distribusi biaya kualitas sehingga
memperlihatkan peluang untuk perbaikan kualitas. Setelah ukuran – ukuran peningkatan
kualitas ditentukan, hal penting yang harus dilakukan perusahaan adalah menentukan apakah
biaya kualitas telah berkurang sebagaimana yang direncanakan. Laporan biaya kualitas tidak
akan memperlihatkan apakah perbaikan telah terjadi atau tidak. Akan berguna bagi
perusahaan untuk mendapatkan gambaran mengenai bagaimana keberhasilan program
perbaikan kualitas sejak diterapkan.
Berikut akan digambarkan sebuah grafik di mana grafik ini akan menunjukkan
laporan tren kualitas multiperiode (multiple-periode quality trend report). Dengan
menggambarkan biaya kualitas sebagai persentase dari penjualan, keseluruhan tren program
kualitas dapat dinilai. Tahun pertama digambarkan tahun sebelum implementasi program
perbaikan kualitas. Anggap saja perusahaan telah mengalami hal – hal berikut.

Biaya sebagai
Tahun Biaya Kualitas Penjualan Aktual Persentase (%) dari
Penjualan
2004 $ 440.000 $ 2.200.000 20,0%
2005 $ 423.000 $ 2.350.000 18,0%
2006 $ 412.500 $ 2.750.000 15,0%
2007 $ 392.000 $ 2.800.000 14,0%
2008 $ 280.000 $ 2.800.000 10,0%
Misalkan, tahun 2004 sebagai tahun dasar atau 0, lalu tahun 2005 sebagai tahun 1, dan
seterusnya, grafik tren akan dicantumkan di bawah ini. Periode per tahun dinyatakan oleh
sumbu horizontal dan persentase dari penjualan dinyatakan oleh sumbu vertikal.
Sumber : https://slidetodoc.com/management-accounting-
akuntansi-manajemen-quality-costs-biaya-kualitas/

Grafik tersebut menunjukkan adanya tren yang tetap menurun pada biaya kualitas
yang dinyatakan sebagai persentase dari penjualan. Grafik ini juga menunjukkan bahwa
perbaikan masih sangat memungkinkan untuk dilakukan dalam jangka panjang. Selain
melakukan analisis tren menggunakan persentase dari penjualan, dapat pula membuat tren
untuk setiap kategori kualitas yaitu sebagai berikut.
Kegagalan Kegagalan
Tahun Pencegahan Penilaian
Internal Eksternal
2004 2,0% 2,0% 6,0% 10,0%
2005 3,0% 2,4% 4,0% 8,6%
2006 3,0% 3,0% 3,0% 6,0%
2007 4,0% 3,0% 2,5% 4,5%
2008 4,1% 2,4% 2,0% 1,5%
Sumber : https://slideplayer.info/slide/17776137/

Dapat dilihat bahwa perusahaan berhasil mengurangi biaya kegagalan eksternal dan internal.
Uang digunakan untuk biaya pencegahan lebih banyak (jumlahnya meningkat dua kali lipat).
Biaya penilaian meningkat, kemudian menurun.

10.3 Konsep Produktivitas


Produktivitas berkaitan dengan memproduksi output secara efisien, dan secara
spesifik mengacu pada hubungan antara output dan input yang digunakan untuk
memproduksi output. Biasanya, kombinasi atau bauran dari input yang berbeda – beda dapat
digunakan untuk memproduksi suatu tingkat output tertentu. Efesiensi produksi total adalah
suatu titik di mana dua kondisi terpenuhi:
1. Pada setiap bauran input untuk memproduksi output tertentu, tidak satu input pun yang
digunakan lebih dari yang diperlukan untuk menghasilkan output.
2. Atas bauran – bauran yang memenuhi kondisi pertama, dipilih bauran dengan biaya
terendah.
Kondisi pertama digerakkan oleh hubungan teknis dan, karena itu, disebut sebagai
efesiensi teknis (technical efficiency). Dengan melihat berbagai kegiatan sebagai input, maka
kondisi pertama mensyaratkan penghapusan seluruh kegiatan tak bernilai tambah dan
pelaksanaan kegiatan bernilai tambah dengan kuantitas minimal yang diperlukan untuk
memproduksi sejumlah output. Kondisi kedua digerakkan oleh hubungan relatif dari harga
input dan, karena itu, disebut efesiensi trade – off Input (input trade-off efficiency). Harga
input menentukan proporsi relatif masing – masing input yang harus digunakan.
Penyimpangan dari proporsi tetap tersebut menciptakan trade – off input yang tidak efisien.
Program peningkatan produktivitas berupaya untuk mencapai efesiensi produktif
total. Peningkatan produktivitas teknis dapat dicapai dengan menggunakan lebih sedikit input
untuk menghasilkan output yang sama, atau memproduksi output lebih banyak dengan
jumlah input yang sama, atau memproduksi output lebih banyak dengan input relatif lebih
sedikit. Sebagai contoh, pada tahun 1992, Lantech, produsen mesin pengepakan,
memproduksi delapan mesin pengepakan dalam sehari dengan 50 pekerja rata – rata 0,16
mesin per pekerja. Pada tahun 1998, output meningkat menjadi 14 mesin perhari dengan
menggunakan 20 pekerja rata – rata 0,7 mesin per pekerja. Menurut standar produktivitas
pada tahun 1992, diperlukan sekitar 87,5 pekerja untuk memproduksi 14 mesin. Jadi, output
meningkat, dan lebih sedikit pekerja yang diperlukan.

10.3.1 Pengukuran Produktivitas Parsial


Pengukuran produktivitas (productivity measurement) adalah penilain kuantitatif atas
perubahan produktivitas. Tujuan pengukuran ini adalah untuk menilai apakah efesiensi
produktif telah meningkat atau menurun. Pengukuran produktivitas dapat berupa aktual atau
perspektif. Pengukuran produktivitas aktual memungkinkan manajer untuk menilai,
memantau, dan mengendalikan perubahan.
Pengukuran prospektif melihat ke masa depan, dan berguna sebagai input bagi
pengambilan keputusan strategis. Secara khusus, pengukuran prospektif memungkinkan para
manajer untuk membandingkan manfaat relatif diri berbagai kombinasi input, pemilihan
input dan bauran input yang memberikan manfaat terbesar. Pengukuran produktivitas dapat
dikembangkan untuk masing – masing input secara terpisah atau seluruh input secara
bersama – sama. Pengukuran produktivitas parsial (partial productivity measurement).
Definisi pengukuran prodktivitas parsial adalah produktivitas dari satu input tunggal biasanya
diukur dengan menghitung rasio output terhadap input.
Rasio produktivitas = output/input
Karena hanya Produksitivitas dari satu input yang sedang diukur, maka ukuran itu
disebut pengukuran produktivitas parsial. Jika output dan input diukur dalam kuantitas fisik,
maka kita memperoleh ukuran produksitivitas operasional (operational productivity
measure). Jika output dan input dinyatakan dalam dolar, maka kita memperoleh ukuran
produktivitas keuangan (financial productivity measure). Sebagai contoh, misalkan pada
tahun 2007, Ladd Company memproduksi 120.000 mesin untuk AC window kecil dan
menggunakan 40.000 jam tenaga kerja. Rasio produktivitas tenaga kerja adalah 3 mesin per
jam (120.000/40.000). Hal tersebut adalah ukuran operasional karena unit – unit dinyatakan
dalam bentuk fisik. Jika harga jual untuk setiap mesin adalah $50 dan biaya tenaga kerja
adalah $12 per jam, maka output dan input apat dinyatakan dalam dolar. Rasio produktivitas
tenaga kerja, yang dinyatakan dalam bentuk keuangan, adalah $12,50 dari pendapatan per
dolar biaya tenaga kerja ($6.000.000/$480.000).

10.3.2 Ukuran – Ukuran Parsial dan Pengukuran Perubahan Efisiensi Produktif


Rasio Produktivitas tenaga kerja sebesar tiga mesin per jam adalah ukuran
produktivitas Ladd company pada tahun 2007. Rasio tersebut menunjukkan sedikit informasi
mengenai efesiensi produktif atau produktivitas perusahaan tersebut telah meningkat atau
menurun. Namun, dapat juga dibuat laporan mengenai peningkatan atau penurunan. Efesiensi
produktivitas melalui pengukuran perubahan dalam produktivitas. Untuk mengukur
perubahan dalam produktivitas, ukuran prroduktivitas yang aktual berjalan dibandingkan
dengan ukuran produktivitas periode sebelumnya. Periode sebelumnya ini disebut periode
dasar (based period) dan menjadi acuan atau standar bagi pengukuran perubahan efesiensi
produktif. Periode sebelumnya dapat ditentukan secara bebas. Misalnya, tahun sebelumnya,
minggu sebelumnya, atau bahkan periode di mana batch produk terakhir diproduksi. Untuk
evaluasi strategis, periode dasar yang biasanya dipilih adalah tahun sebelumnya. Untuk
pengendalian operasional, periode dasar cenderung mendekati periode berjalan, seperti batch
produk terakhir atau minggu sebelumnya.
Sebagai ilustrasi, anggaplah bahwa tahun 2007 adalah periode dasar dan standar
produktivitas tenaga kerja adalah tiga mesin per jam. Selanjutnya, anggaplah bahwa pada
akhir tahun 2007, Ladd company memutuskan untuk mencoba prosedur baru untuk
memproduksi dan merakit mesin dengan harapan bahwa prosedur baru itu akan
menggunakan lebih sedikit tenaga kerja. Pada tahun 2008, terdapat 150.000 mesin yang
diproduksi menggunakan 37.500 jam tenaga kerja. Rasio produktivitas tenaga kerja untuk
tahun 2008 adalah empat mesin per jam (150.000/37.500). Perubahan dalam produktivitas
adalah kenaikan satu unit per jam (dari tiga unit pada tahun 2007 menjadi empat unit pada
tahun 2008). Perubahan yang terjadi merupakan peningkatan yang signifikan dalam
produktivitas tenaga kerja dan menjadi bukti keefektifan prosedur baru tersebut.

10.3.3 Keunggulan dan Kelemahan Ukuran Parsial


Keunggulan parsial memungkinkan manajer untuk memfokuskan perhatiannya pada
penggunaan input tertentu. Penggunaan ukuran parsial memiliki keunggulan, yaitu mudah
diinterprestasikan oleh semua pihak di dalam perusahaan, sehingga ukuran tersebut mudah
digunakan untuk menilai kinerja produktivitas dari karyawan operasional. Tenaga kerja,
misalnya, dapat dihubungkan dengan unit yang diproduksi per jam atau unit yang diproduksi
per pon (0,5 kilogram) bahan. Jadi, ukuran operasional parsial menyediakan umpan balik
yang dapat berhubungan dengan dan dipahami oleh karyawan operasional, ukuran – ukuran
yang berkaitan dengan input – input tertentu yang berada dalam kendali mereka. Ini
meningkatkan kemungkinan bahwa ukuran operasional parsial ini bias diterima oleh personil
operasional. Bahkan, untuk pengendalian operasional, standar kinerja seringkali berjangka
sangat pendek. Misalnya, standar kinerja dapat berupa rasio produktivitas dari batch barang
sebelumnya. Dengan menggunakan standar ini, tren produktivitas untuk tahun berjalan dapat
ditelusuri.
Adapun kelemahan ukuran parsial yaitu jika digunakan secara terpisah, dapat
menyesatkan. Penurunan produktivitas suatu input mungkin diperlukan untuk meningkatkan
produktivitas yang lainnya. Trade – off seperti itu diperlukan jika biaya secara
keseluruhannya turun, tetapi pengaruh tersebut akan hilang jika digunakan ukuran parsial
masing – masing. Misalnya, mengubah proses agar tenaga kerja langsung menggunakan lebih
sedikit waktu untuk merakit sebuah produk mungkin akan meningkatkan sisa bahan baku dan
limbah produksi sementara output totalnya tidak berubah. Dalam hal ini, produktivitas tenaga
kerja meningkat, tetapi produktivitas penggunaan bahan baku menurun. Jika kenaikan biaya
sisa bahan baku dan limbah produksi melebihi penghematan dari pengurangan tenaga kerja,
maka produktivitas secara keseluruhan menurun.

10.3.4 Pengukuran Produktivitas Total


Pengukuran produktivitas dari seluruh input disebut pengukuran produktivitas total
(total productivity measurement). Dalam praktiknya, mengukur pengaruh dari seluruh input
mungkin tidak diperlukan. Banyak perusahaan hanya mengukur produktivitas dari faktor –
faktor yang dianggap sebagai indikator relevan bagi keberhasilan dan kinerja perusahaan.
Jadi, dalam istilah praktis, pengukuran produktivitas total dapat didefinisikan sebagai
pemfokusan perhatian pada beberapa input yang, secara total yang menunjukkan keberhasilan
perusahaan. Pada setiap kasus, pengukuran produktivitas total mensyaratkan pengembangan
dari pendekatan pengukuran multifaktor. Pendekatan multifaktor yang umum disarankan
dalam literartur produktivitas tetapi jarang ditemukan di dalam praktik tersebut menggunakan
indeks produktivitas agregat. Indeks agregat bersifat kompleks dan sulit diinterpretasikan
serta belum diterima secara umum. Dua pendekatan yang telah memperoleh beberapa
pengakuan adalah pengukuran profil (profil measurement) dan pengukuran produktivitas
yang berkaitan dengan laba (profit – linked productivity measurement).

10.3.5 Pengukuran Profil Produktivitas


Pembuatan sebuah produk melibatkan beberapa input utama seperti tenaga kerja,
bahan, modal, dan energi. Pengukuran profil menyediakan serangkaian atau sebuah vektor
ukuran operasional parsial yang berbeda dan terpisah. Profil dapat dibandingkan dari waktu
ke waktu untuk memberikan informasi mengenai perubahan produktivitas. Untuk
mengilustrasikan pendekatan ini, kita hanya akan menggunakan dua input: tenaga kerja dan
bahan. Sebagai ilustrasi, pada contoh Ladd company. Seperti sebelumnya, Ladd company
menerapkan proses produksi dan perakitan baru pada tahun 2008. Sekarang anggaplah bahwa
proses baru tersebut mempengaruhi produktivitas tenaga kerja dan bahan. Pada awalnya, mari
kita lihat kasus dimana produktivitas dari kedua input bergerak dalam arah yang sama.
Berikut ini adalah data untuk tahun 2007 dan 2008:
2007 2008
Jumlah mesin yang diproduksi 120.000 150.000
Jam tenaga kerja yang digunakan 40.000 37.500
Bahan yang digunakan (dalam satuan pon) 1.200.000 1.428.571

Rasio Produktivitas Parsial


Profil 2007 Profil 2008
Rasio produktivitas tenaga kerja 3,000 4,000
Rasio produktivitas bahan baku 0,100 0,105
(2007): Tenaga Kerja = 120.000/40.000; bahan baku = 120.000/1.200.000
(2008): Tenaga Kerja = 150.000/37.500; bahan baku = 150.000/1.428.571
Pada tabel di atas menyajikan profil rasio produktivitas untuk masing – masing tahun,
profil tahun 2007 adalah (3,000;0,100) dan profil tahun 2008 adalah (4,000;0,105). Dengan
membandingkan profil kedua tahun tersebut, dapat dilihat bahwa produktivitas meningkat
baik untuk tenaga kerja maupun bahan (dari 3 menjadi 4 untuk tenaga kerja dan dari 0,100
menjadi 0,105 untuk bahan). Perbandingan profil ini menyediakan cukup informasi sehingga
manajer dapat menyimpulkan bahwa proses perakitan baru secara nyata telah memperbaiki
produktivitas secara keseluruhan. Akan tetapi, nilai peningkatan peroduktivitas ini tidak
diungkapkan oleh rasio – rasio.
Seperti yang baru diperlihatkan, analisis profil dapat menyediakan pengetahuan
tentang perubahan produktivitas yang bermanfaat bagi manajer. Namun, membandingkan
berbagai profil produktivitas selalu mengungkapkan sifat dari keseluruhan perubahan
efesiensi produktif. Dalam beberapa kasus, analisis profil tidak mampu memberikan indikasi
yang jelas mengenai apakah perubahan produktivitas membawa hasil yang baik atau buruk.
Meskipun analisis profil mampu menunjukkan adanya trade – off, namun analisis profil tidak
mampu mengungkapkan apakah trade – off tersebut baik atau buruk. Jika pengaruh ekonomis
dari perubahan produktivitas adalah positif. Maka trade – off adalah baik; jika tidak, maka
perubahan produktivitas harus dipandang buruk. Penilaian trade – off akan memungkinkan
untuk menilai pengaruh ekonomis dari keputusan mengubah proses perakitan. Selain itu,
dengan menilai perubahan produktivitas, akan diperoleh sebuah ukuran produktivitas total.

10.4 Sistem Pelaporan Produktivitas


10.4.1 Dampak Perubahan Produktivitas pada Laba
Menilai pengaruh perubahan produktivitas terhadap laba berjalan merupakan salah
satu cara untuk menilai perubahan produktivitas. Laba berubah dari periode dasar ke periode
berjalan. Sebagian dari perubahan laba tersebut disebabkan oleh perubahan produktivitas.
Pengukuran jumlah perubahan laba yang diakibatkan oleh perubahan perubahan produktivitas
disebut pengukuran produktivitas yang berkaitan dengan laba.
Dengan menilai pengaruh perubahan produktivitas terhadap laba periode berjalan,
manajer akan terbantu dalam mengetahui manfaat ekonomis dari perubahan produktivitas;
keterkaitan perubahan produktivitas dengan laba dijelaskan oleh aturan berikut: Aturan
keterkaitan dengan laba (profit – linkage rule): Untuk periode berjalan, hitunglah biaya input
yang seharusnya digunakan dalam keadaan tanpa adanya perubahan produktivitas dan
bandingkan biaya tersebut dengan biaya input actual yang digunakan. Selisih biayanya
adalah sejumlah perubahan laba yang disebabkan oleh perubahan produktivitas.
Untuk mengaplikasikan aturan ini, input yang seharusnya digunakan dalam periode berjalan
dalam keadaan tanpa perubahan produktivitas harus dihitung terlebih dahulu. Misalkan, PQ
adalah jumlah input tanpa perubahan produktivitas. Untuk mengetahui PQ pada suatu input
tertentu, output periode berjalan dibagi dengan rasio produktivitas input periode dasar.
Rumus: PQ = Output periode berjalan / Rasio produktivitas periode dasar.
Untuk mengilustrasikan aplikasi aturan keterkaitan dengan laba (profit – linked rule), contoh
dari Ladd Lighting dengan trade – off input kembali digunakan. Untuk data tersebut,
diperlukan tambahan informasi biaya. Berikut ini adalah data Ladd Lighting yang telah
dikembangkan.
Rasio Produktivitas Parsial
Profil Profil
2007a 2008b
Rasio produktivitas tenaga kerja 3,000 4,000
Rasio produktivitas bahan baku 0,100 0,088
a) Tenaga kerja: 120.000/40.000; bahan baku: 120.000/1.200.000
b) Tenaga kerja: 150.000/37.500; bahan baku: 150.000/1.700.000

2007 2008
Jumlah mesin yang diproduksi 120.000 150.000
Jam tenaga kerja yang
digunakan 40.000 37.500
Bahan yang digunakan (pon) 1.200.000 1.700.000
Harga jual per unit (mesin) $50 $48
Upah tenaga kerja per jam $11 $12
Biaya bahan per pon $2 $3
Output periode berjalan (tahun 2008) adalah 150.000 mesin. Dari tampilan tabel rasio
produktivitas parsial, dapat diketahui bahwa rasio produktivitas periode dasar untuk tenaga
kerja dan bahan masing – masing adalah 3 dan 0,100. Dengan menggunakan informasi
tersebut, jumlah setiap input untuk keadaan tanpa perubahan produktivitas dapat dihitung
sebagai berikut.
PQ (tenaga kerja) = 150.000/3 = 50.000 jam
PQ (bahan baku) = 150.000/0,100 = 1.500.000 pon
Untuk contoh kita, PQ memperlihatkan jumlah input tenaga kerja dan bahan yang seharusnya
digunakan pada tahun 2008, dengan asumsi bahwa tidak ada perubahan pruduktivitas. Jumlah
biaya yang seharusnya dikeluarkan, dihitung dengan mengalikan jumlah masing – masing
input (PQ) dengan harga priode berjalan (P) dan menjumlahkannya.
Biaya tenaga kerja (50.000 x $12) $ 600.000
Biaya bahan baku (1.500.000 x $3) 4.500.000
Total biaya PQ $5.100.000

Biaya input aktual diperoleh dengan mengalikan jumlah input aktual (AQ) dengan harga
berjalan setiap input (P) dan menjumlahkannya.
Biaya tenaga kerja (37.500 x $12) $ 450.000
Biaya bahan baku (1.700.000 x $3) 100.000
Total biaya periode berjalan $5.550.000

Maka, pengaruh produktivitas terhadap laba dihitung dengan mengurangkan total biaya
berjalan dari total biaya PQ.
Pengaruh terkait dengan laba = Total biaya PQ – Total biaya periode berjalan
= $5.100.000 - $5.550.000
= $450.000 penurunan laba
Perhitungan pengaruh terkait dengan laba diikhtisarkan pada tampilan tabel berikut ini.
(1) (2) (3) (4) (2) - (4)
Input PQ PQ x P AQ AQ x P (PQ x P) - (AQ x
P)
Tenaga kerja 50.000 $600.000 37.500 $450.000 $150.000
Bahan baku 1.500.000 4.500.000 1.700.000 5.100.000 (600.000)
Total $5.100.000 $5.550.000 $(450.000)
Tenaga kerja: 150.000/3; bahan baku; 150.000/0,10
Tampilan tabel tersebut mengungkapkan bahwa pengaruh bersih perubahan proses tidak
menguntungkan. Laba turun sebesar $450.000 karena perubahan produktivitas. Pengaruh
produktivitas yang terkait dengan laba dapat dihitung untuk satu jenis input. Peningkatan
produktivitas tenaga kerja menghasilkan kenaikan laba sebesar $150.000. Namun, penurunan
produktivitas bahan mengakibatkan penurunan laba sebesar $600.000. Sebagian besar
penurunan laba ini disebabkan oleh meningkatnya pemakaian bahan.

10.4.2 Komponen Pemulihan Harga


Ukuran terkait dengan laba menghitung jumlah perubahan laba dari periode dasar ke
periode berjalan sebagai akibat perubahan produktivitas. Jumlah tersebut umumnya tidak
akan sama dengan total perubahan laba antara dua periode. Selisih antara perubahan laba total
dan perubahan produktivitas terkait dengan laba disebut komponen pemulihan harga (price
recovery component). Komponen ini adalah perubahan pendapatan dikurangi perubahan
biaya input, dengan asumsi tidak ada perubahan produktivitas. Oleh karena itu, komponen
pemulihan harga mengukur kemampuan perubahan pendapatan untuk menutupi perubahan
biaya input, dengan asumsi tidak perubahan produktivitas. Untuk menghitung komponen
pemulihan harga, pertama kita perlu menghitung perubahan laba masing – masing periode:
2008 2007 Selisih
Pendapatana $7.200.000 $6.000.000 $1.200.000
Biaya inputb 5.550.000 2.840.000 2.710.000
Laba $1.650.000 $3.160.000 $(1.510.000)

a) $48 x 150.000 = $7.200.000


$50 x 120.000 = $6.000.000
b) ($12 x 37.500) + ($3 x 1.700.000) = 5.550.000
($11 x 40.000) + ($2 x 1.200.000) = 2.840.000
Pemulihan harga = Perubahan laba – Perubahan produktivitas terkait dengan laba
= ($1.510.000) – ($450.000)
= ($1.060.000)
Kenaikan pendapatan tidak akan cukup untuk menutupi kenaikan biaya input. Penurunan
produktivitas hanya akan memperburuk masalah pemulihan harga. Meskipun demikian,
perhatikan bahwa kenaikan produktivitas dapat digunakan untuk mengimbangi kerugian
pemulihan harga.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2017. Pengukuran Biaya Kualitas di https://text-


id.123dok.com/document/lzgdg5kvz-pengukuran-biaya-kualitas-biaya-kualitas.html
(diakses pada 13 April 2021).

Budi, Kho. 2018. Pengertian Biaya Kualitas dalam Produksi di


https://ilmumanajemenindustri.com/pengertian-biaya-kualitas-quality-cost-dalam-
produksi/ (diakses pada 13 April 2021).

Hansen, Don R. dan Maryanne M. Mowen. 2009. Akuntansi Manajerial, Edisi 8 Buku 2.
Jakarta: Salemba Empat.

Hariri. 2017. Biaya Kualitas dan Produktifitas: Pengukuran, Pelaporan dan Pengendalian di
http://fe.unisma.ac.id/MATERI%20AJAR%20DOSEN/AKMEN/HRR/Pert%2
07%20Akmen.pdf (diakses pada 13 April 2021).

http://e-journal.uajy.ac.id/1562/3/2EA16250.pdf (diakses pada 13 April 2021).

Sugeng, Mas. 2014. Modul Akuntansi Manajemen : Bab 7 Biaya Kualitas dan Produktivitas
di http://kepinginlagi.blogspot.com/2014/09/modul-akuntansi-manajemen-bab-7-
biaya.html (diakses pada 13 April 2021).

Anda mungkin juga menyukai