Anda di halaman 1dari 109

SKRIPSI

ANALISIS KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DAN


BADAN SEBELUM DAN SESUDAH PELAKSANAAN TAX
AMNESTY DI KPP PRATAMA BANJARMASIN

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh


Gelar Sarjana Akuntansi

Oleh:

ACNES DESSELLA
NIM. C1C114076
PROGRAM STUDI : AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2018
i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya. Berkat rahmat-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul “Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan

Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan Tax Amnesty di KPP Pratama Banjarmasin”.

Skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh

gelar Sarjana Akuntansi di Fakultas Ekonomi Ekonomi dan Bisnis Universitas

Lambung Mangkurat Banjarmasin.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dukungan dan doa dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan

banyak terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Riza Firdaus, SE, MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.

2. Bapak Dr. Kadir, Drs, M.Si, Ak, CA selaku Ketua Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.

3. Ibu Hj. Fatimah, SE, M.Si, Ak CA, selaku Dosen Penguji I yang telah

memberikan bimbingan, kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Saprudin, SE, M.Si, Ak, CA, selaku Dosen Penguji II yang telah

memberikan bimbingan, kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Norlena, SE, MSA, Ak, CA selaku Dosen Pembimbing, yang telah

bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, saran,

bantuan, dan dukungan penuh sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan baik.

v
6. Ibu Novika Rosari, SE, M.Si, Ak, CA, selaku Dosen Penasihat Akademik

yang telah memberikan bimbingan dan nasihat selama penulis menimba ilmu

di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat

Banjarmasin.

7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pengajar yang telah memberikan ilmu

pengetahuan, mendidik, dan membimbing selama penulis menempuh

perkuliahan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat

Banjarmasin.

8. Seluruh staf dan karyawan yang telah membantu kelancaran proses

perkuliahan penulis di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung

Mangkurat Banjarmasin.

9. Keluarga penulis yang tercinta. Kepada Bapak Dwi Andoyo, S.Pt dan Ibu

Kristina Maliku, S.Pt, terimakasih atas segala perjuangan, perhatian, kasih

sayang, bimbingan dan doa sebagai sumber kekuatan penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi ini.

10. Sahabat-sahabat terbaik penulis diantaranya, Tassya, Dya, Hendra, Labib,

Buyung, Iza, Putri, Ainun, Fika, Edwin, Ayi, Aden, Matra, Reza, dan Nadia.

Terimakasih atas bantuan, dukungan, dan motivasi yang telah diberikan

selama ini.

11. Teman-teman seperjuangan dalam mengerjakan skripsi diantaranya, Indri,

Dela, Marisa, dan Rais. Terimakasih atas bantuan, dukungan, dan motivasi

yang telah diberikan selama ini.

12. Teman-teman Kelas A Akuntansi 2014 dan seluruh teman-teman Angkatan

2014 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terimakasih atas

vi
kebersamaan dan dukungan selama penulis kuliah di Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.

13. Semua pihak lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu,

terimakasih telah mendukung, memberikan bantuan, semangat dan doa

selama proses penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu, saran-saran dan kritik yang membangung sangat penulis harapkan

demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini di masa yang akan datang. Akhir

kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan

menambah wawasan bagi para pembaca.

Banjarmasin, 19 Desember 2018

Penulis

Acnes Dessella

vii
ABSTRACT

Acnes Dessella, (2018). Analysis of Individual and Corporate Taxpayers


Compliance Before and After the Tax Amnesty at KPP Pratama Banjarmasin.
Advisor: Norlena, SE, MSA, Ak, CA

The purpose of this research is to analyze (1) the compliance of individual


and corporate taxpayers before the implementation of Tax Amnesty at KPP
Pratama Banjarmasin and (2) the compliance of individual and corporate
taxpayers after the implementation of Tax Amnesty at KPP Pratama Banjarmasin.

The object of this research is the individual taxpayers and corporate


taxpayers listed in the Pratama Tax Service Office of Banjarmasin in 2014-
2017.The type of data used in this research was quantitative data. The data
source used in this research was secondary data. The technique of data analysis
used descriptive analysis.

The results of this research shows that the registration compliance of


taxpayers after Tax Amnesty is not better than before the implementation of Tax
Amnesty. The reporting compliance of an Annual Tax Return after Tax Amnesty is
better than before Tax Amnesty. The tax payment compliance from taxpayers after
the Tax Amnesty is better than before Tax Amnesty.

Keywords : Registration Compliance, Reporting Compliance, Tax Payment


Compliance, Tax Amnesty, Taxpayers

viii
ABSTRAKSI

Acnes Dessella, (2018). Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dan
Badan Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan Tax Amnesty di KPP Pratama
Banjarmasin. Pembimbing: Norlena, SE, MSA, Ak, CA

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis (1) kepatuhan Wajib


Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan sebelum pelaksanaan Tax Amnesty di
KPP Pratama Banjarmasin dan (2) kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dan
Wajib Pajak Badan sesudah pelaksanaan Tax Amnesty di KPP Pratama
Banjarmasin.

Obyek penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak
Badan yang terdaftar di KPP Pratama Banjarmasin tahun 2014-2017. Jenis data
yang digunakan adalah data kuantitatif. Sumber data yang digunakan yaitu data
sekunder. Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepatuhan pendaftaran WP


sesudah Tax Amnesty tidak lebih baik dibandingkan sebelum pelaksanaan Tax
Amnesty. Kepatuhan WP dalam pelaporan SPT Tahunan sesudah pelaksanaan Tax
Amnesty lebih baik dibandingkan sebelum pelaksanaan Tax Amnesty. Kepatuhan
penyetoran dari WP sesudah pelaksanaan Tax Amnesty lebih baik daripada
sebelum pelaksanaan Tax Amnesty.

Kata Kunci : Kepatuhan pendaftaran, Kepatuhan Pelaporan, Kepatuhan


Penyetoran, Tax Amnesty, Wajib Pajak

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
LEMBAR LEGALITAS ................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI .................................................................. ii
LEMBAR BERITA ACARA PERBAIKAN SKRIPSI ................................................... iii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... v
ABSTRACT .................................................................................................................... viii
ABSTRAKSI .................................................................................................................. ix
DAFTAR ISI .................................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 7
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 8
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 8
1.5 Sistematika Pembahasan ................................................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................... 11


2.1 Landasan Teori ............................................................................................... 11
2.1.1 Teori Kepatuhan...................................................................................... 11
2.1.2 Perpajakan ............................................................................................... 11
2.1.3 Kepatuhan Wajib Pajak........................................................................... 23
2.1.4 Tax Amnesty ............................................................................................ 26
2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya .......................................................................... 35

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ........................................................................ 38

x
3.1 Kerangka Pikir ................................................................................................ 38
BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................................ 41
4.1 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................................. 41
4.1.1 Jenis Penelitian........................................................................................ 41
4.1.2 Tempat/Lokasi Penelitian ....................................................................... 41
4.1.3 Unit Analisis ........................................................................................... 41
4.1.4 Objek Penelitian ...................................................................................... 42
4.1.5 Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 42
4.2 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 43
4.3 Teknik Analisis Data ...................................................................................... 44
4.3.1 Metode Deskriptif ................................................................................. 44
4.3.2 Metode Analisis .................................................................................... 44
4.3.2.1 Analisis Kepatuhan Pendaftaran Wajib Pajak Orang
Pribadi dan Wajib Pajak Badan ............................................ 44
4.3.2.2 Analisis Kepatuhan Pelaporan SPT Tahunan Wajib
Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan ........................ 45
4.3.2.3 Analisis Penambahan Penerimaan Pajak dari
Penyetoran SPT Tahunan ....................................................... 50
BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS .......................................................... 51
5.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ................................................................ 51
5.1.1 Identitas Obyek Penelitian .................................................................... 51
5.1.2 Visi dan Misi ........................................................................................ 51
5.1.3 Motto Pelayanan ................................................................................... 51
5.1.4 Wilayah Kerja ....................................................................................... 52
5.1.5 Struktur Organisasi ............................................................................... 53
5.2 Hasil dan Analisis ........................................................................................... 54
5.2.1 Deskripsi Data Penelitian ..................................................................... 54
5.2.2 Analisis kepatuhan WPOP dan WP Badan sebelum
pelaksanaan Tax Amnesty.................................................................... 56
5.2.2.1 Analisis kepatuhan pendaftaran ............................................... 56

xi
5.2.2.2 Analisis kepatuhan pelaporan SPT .......................................... 58
5.2.2.3 Analisis kepatuhan penyetoran pajak ....................................... 63
5.2.3 Analisis kepatuhan WPOP dan WP Badan sesudah
pelaksanaan Tax Amnesty.................................................................... 64
5.2.3.1 Analisis kepatuhan pendaftaran ............................................... 64
5.2.3.2 Analisis kepatuhan pelaporan SPT .......................................... 66
5.2.3.3 Analisis kepatuhan penyetoran pajak ....................................... 71
5.2.4 Implikasi Hasil Penelitian..................................................................... 73
5.2.5 Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 74

BAB VI PENUTUP ....................................................................................................... 75


6.1. Kesimpulan .................................................................................................... 75
6.2. Saran ............................................................................................................... 76

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Varibel dan Indikator .................................................................. 24


Tabel 2.2 Target Rasio Kepatuhan Wajib Pajak ......................................... 25
Tabel 2.3 Ringkasan Penelitian Sebelumnya ............................................. 35
Tabel 5.1 Jumlah Wajib Pajak ..................................................................... 54
Tabel 5.2 Jumlah WP terdaftar Wajib melaporkan SPT Tahunan .............. 55
Tabel 5.3 Jumlah SPT Tahunan yang disampaikan ..................................... 55
Tabel 5.4 Target Rasio Kepatuhan Wajib Pajak.......................................... 55
Tabel 5.5 Jumlah Penerimaan Pajak ............................................................ 56
Tabel 5.6 Persentase penambahan WPOP dan WP Badan sebelum TA .... 57
Tabel 5.7 Rasio kepatuhan WPOP sebelum TA .......................................... 59
Tabel 5.8 Rasio kepatuhan WP Badan sebelum TA .................................... 60
Tabel 5.9 Rasio kepatuhan WPOP dan Badan sebelum TA ........................ 62
Tabel 5.10 Persentase penambahan penerimaan pajak sebelum TA ............. 63
Tabel 5.11 Persentase penambahan WPOP dan WP Badan sesudah TA ...... 65
Tabel 5.12 Rasio kepatuhan WPOP sesudah TA .......................................... 67
Tabel 5.13 Rasio kepatuhan WP Badan sesudah TA .................................... 68
Tabel 5.14 Rasio kepatuhan WPOP dan Badan sesudah TA ........................ 70
Tabel 5.15 Persentase penambahan penerimaan pajak sesudah TA .............. 71
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual ................................................................. 40


Gambar 5.1 Struktur Organisasi ...................................................................... 53

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Surat Izin Penelitian .....................................................................


2. Data Penelitian ..............................................................................

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang berupaya menjunjung tinggi

pelaksanaan hak dan kewajiban bernegara. Salah satu kewajiban yang

dilaksanakan oleh warga negara Indonesia ialah kewajiban membayar pajak.

Kewajiban ini menjadi sangat penting dikarenakan pajak merupakan sumber

pembiayaan kegiatan pemerintah. Tanpa adanya pemenuhan kewajiban ini

tentu saja pendapatan negara akan berkurang, sehingga kewajiban ini

menjadi kewajiban yang dapat dipaksakan dalam hal penagihannya.

Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 “Pajak adalah

kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan

yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan

negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara untuk

membiayai keperluan belanja negara. Pajak menjadi hal yang amat penting

karena tanpa adanya pajak maka kegiatan operasional negara Indonesia

tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Namun masyarakat Indonesia

masih belum menyadari pentingnya membayar pajak, sehingga masih ada

temuan keterlambatan membayar pajak bahkan aksi untuk menghindari

pembayaran pajak.

Berdasarkan UU No. 11 tahun 2016 menjelaskan bahwa sumber

penerimaan terbesar dalam struktur Anggaran pendapatan dan Belanja


2

Negara (APBN) yang sangat berpengaruh pada pembangunan di Indonesia

saat ini adalah berasal dari sektor pembiayaan yang diterima dari

masyarakat, yaitu penerimaan pembayaran pajak.

Data dari Kementrian Keuangan mengenai APBN tahun 2016,

menyatakan bahwa target pendapatan Negara dalam APBN tahun 2016

ditetapkan sebesar Rp1.822,5 triliun atau Rp25,6 triliun lebih rendah dari

yang diusulkan dalam RAPBN Tahun Anggaran 2016. Target ini bersumber

dari Penerimaan Perpajakan sebesar Rp1.546,7 triliun dan Penerimaan

Negara Non-Pajak sebesar Rp273,8 triliun (rasio penerimaan negara

terhadap PDB atau tax ratio dalam tahun 2016 sebesar 13,11%) (APBN,

2016).

Rahayu (2013, hal. 139) mendefinisikan: “kepatuhan perpajakan


sebagai tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan peraturan
pelaksanaan perpajakan yang berlaku dalam suatu negara. Kepatuhan wajib
pajak dapat diukur menggunakan kepatuhan WP dalam mendaftarkan diri,
kepatuhan untuk menyetorkan kembali SPT, kepatuhan dalam perhitungan
dan pembayaran pajak terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran
tunggakan.”

Dalam pelaksanaannya, implementasi perpajakan di Indonesia

masih mempunyai beberapa permasalahan. Pertama, kepatuhan wajib pajak

masih rendah. Kedua, kekuasaan Direktorat Jenderal Pajak masih terlalu

besar karena mencakup fungsi eksekutif, legislatif, dan yudikatif sekaligus

sehingga menimbulkan ketidakadilan dalam melayani hak wajib pajak yang

berefek turunnya tingkat kepatuhan wajib pajak. Ketiga, masih rendahnya

kepercayaan kepada aparat pajak dan berbelitnya aturan perpajakan

(Ragimun, 2016).
3

Begitu juga fenomena yang terjadi di KPP Pratama Banjarmasin

masih banyak terjadi penunggakan pajak. Berikut persentase tunggakan lima

sektor usaha tertinggi yang menunggak pembayaran pajak. Untuk sektor

Konstruksi gedung Lainnya persentase dari penunggak pajak mencapai

35,11 persen. Sedangkan Pertambangan Batu Bara 30,22 persen, diiringi

Industri Karet dengan 7,27 persen, sektor Konstruksi Jalan Raya 6,68 persen

dan sektor Angkutan Laut Domestik Khusus Untuk Barang persentasenya

mencapai 4,68 persen (kalsel.prokal.co, diakses 28 Februari 2018).

Oleh sebab itu, untuk menggali penerimaan negara dari sektor

perpajakan dibutuhkan upaya-upaya nyata, serta diimplementasikan dalam

bentuk kebijakan pemerintah. Upaya-upaya tersebut dapat berupa

intensifikasi maupun ekstensifikasi perpajakan. Intensifikasi pajak dapat

berupa peningkatan jumlah Wajib Pajak (WP) maupun peningkatan

penerimaan pajak itu sendiri. Upaya ekstensifikasi dapat berupa perluasan

objek pajak yang selama ini belum tergarap (Ragimun, 2016).

Langkah yang diterapkan pemerintah untuk mencapai target

perpajakan didasarkan atas beberapa kebijakan, antara lain melalui

kebijakan perpajakan dalam rangka optimalisasi penerimaan perpajakan

tanpa mengganggu iklim investasi dunia usaha, kebijakan penerimaan

perpajakan yang diarahkan untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional dan

mempertahankan daya beli masyarakat, kebijakan penerimaan perpajakan

yang diarahkan untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah industri

nasional, dan kebijakan perpajakan yang diarahkan untuk mengendalikan

konsumsi barang kena cukai (APBN, 2016).


4

Salah satu kebijakan mengenai pajak yang diterapkan pemerintah

adalah kebijakan tax amnesty. Adanya kebijakan tax amnesty adalah untuk

memberikan kesempatan kepada para WP yang mempunyai permasalahan

menunggak hutang pajak. Hutang pajak disini adalah meliputi hutang pajak

semua harta ataupun asset yang ada baik di dalam negeri ataupun di luar

negeri. Pemberian tax amnesty merupakan upaya pemerintah menarik dana

masyarakat yang selama ini menunggak di perbankan negara lain (Huslin,

2015). Kebijakan Tax Amnesty tidak hanya ditujukan pada dana yang

disimpan di luar negeri tetapi kebijakan yang diberlakukan untuk semua

wajib pajak di Indonesia. Adanya Tax Amnesty diharapkan wajib pajak

akan secara sukarela melaporkan pajaknya dan kemudian akan patuh

terhadap kewajiban perpajakannya (Husnurrosyidah, 2016).

Kebijakan Tax amnesty pernah diberlakukan di Indonesia dengan

Keppres No. 26 Tahun 1984 yang kemudian diubah menjadi Keppres

Nomor 72 tahun 1984. Pengampunan pajak pada masa itu diharapkan dapat

mendorong kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak. Meskipun

demikian, kebijakan Tax amnesty yang digulirkan ketika itu tidak efektif

dan pemanfaatan oleh Wajib Pajak pun sangat rendah (Putri, 2017).

Amnesti pajak di Indonesia berlaku sejak disahkan hingga 31

Maret 2017, dan terbagi ke dalam 3 (tiga) periode yaitu periode pertama

mulai berlaku sejak tanggal diundangkan sampai 30 September 2016.

Periode kedua dimulai tanggal 1 Oktober 2016 sampai 31 Desember 2016.

Periode ketiga yang merupakan periode terakhir dimulai tanggal 1 Januari

2017 sampai 31 Maret 2017 (http://www.pajak.go.id, 2016).


5

Penelitian terdahulu yang dijadikan acuan dalam penelitian ini

yaitu penelitian yang dilakukan oleh Istiqomah (2017) yang meneliti tentang

“Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Berkaitan Dengan Adanya

Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak” menunjukkan jumlah kepatuhan

WPOP Usaha yang menyampaikan SPT Tahunan tepat waktu mengalami

peningkatan dari tahun 2014 sebesar 30,00% dan tahun 2015 sebesar

32,20%. Jumlah kepatuhan WPOP Usaha yang menyampaikan SPT

Tahunan tidak tepat waktu mengalami peningkatan dari tahun 2014 sebesar

9,00% dan tahun 2015 sebesar 9,01%. Jumlah kepatuhan WPOP Usaha

yang tidak menyampaikan SPT Tahunan mengalami penurunan dari tahun

2014 sebesar 61,01% kemudian tahun 2015 sebesar 58,78%. Hasil Uji Beda

Berpasangan (Paried Sample t-Test) tidak terdapat perbedaan antara

sebelum dan sesudah berlakunya kebijakan penghapusan pajak, yaitu hasil (-

3,295 < 4,303) jadi hasil hipotesis ditolak.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Elizabeth Hilda Yuliana Leba

(2016) dengan tujuan untuk mengetahui “Dampak Pelaksanaan Kebijakan

Penghapusan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang

Pribadi”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghapusan sanksi pajak

tidak memberikan dampak terhadap kepatuhan pendaftaran. Hal ini terlihat

dari rendahnya pemanfaatan kebijakan penghapusan sanksi pajak dan

persentase penambahan jumlah WPOP meningkat dengan jumlah yang

kecil. Penelitian ini juga menunjukkan kebijakan penghapusan sanksi pajak

memberikan dampak positif terhadap kepatuhan penyetoran SPT Tahunan

PPh Kurang Bayar. Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah WPOP yang
6

melakukan penyetoran pajak atas SPT Tahunan PPh Kurang Bayar setelah

pelaksanaan kebijakan penghapusan sanksi pajak.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Milka Magrita

Pangkey, Jullie J. Sondakh, dan Victorina Z. Tirayoh (2017) bertujuan

untuk meneliti tentang “Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi

Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan Tax Amnesty di KPP Pratama Manado”.

Hasil penelitian ini menunjukkan terjadi peningkatan kepatuhan WPOP,

yaitu tercatat keikutsertaan WPOP dalam tax amnesty, kenaikan jumlah

WPOP menjadi WP wajib SPT, kontribusi penerimaan tax amnesty dan

meningkatnya jumlah penerimaan pajak, serta jumlah SKP diterbitkan

berkurang. Kemudian, penelitian yang dilakukan oleh Ganda Hutasoit

(2017) bertujuan untuk mengetahui “Pengaruh Tax Amnesty Terhadap

Kepatuhan Wajib Pajak di Kota Palembang”. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara Tax

Amnesty terhadap kesadaran membayar pajak, Tax Amnesty terhadap

pemahaman terhadap peraturan sistem adminitrasi perpajakan di Indonesia,

dan program pemberian Tax Amnesty terhadap persepsi yang baik atas

efektivitas sistem adminitrasi perpajakan di Indonesia. Hal tersebut

dibuktikan dengan nilai probabilitas uji-t statistic dengan nilai di bawah 0,05

(signifikan α 5%). Penelitian lainnya juga dilakukan oleh Lesti

Maulindayani, Diamonalisa Sofianty, dan Helliana (2018) yang bertujuan

untuk mengetahui “Pengaruh Pengetahuan Perpajakan dan Tax Amnesty

Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi”. Hasil penelitian

menyimpulkan bahwa pengetahuan perpajakan berpengaruh terhadap


7

kepatuhan wajib pajak orang pribadi dan tax amnesty berpengaruh terhadap

kepatuhan wajib pajak orang pribadi.

Penelitian ini replikasi dari penelitian yang dilakukan Milka

Magrita Pangkey, Jullie J. Sondakh, dan Victorina Z. Tirayoh (2017).

Alasan peneliti melakukan penelitian ini untuk memverifikasi kembali

apakah teori, fenomena yang terjadi, serta riset gap tentang Kepatahuan

Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan sebelum dan sesudah Pelaksanaan

Tax Amnesty dengan setting objek penelitian dan tahun penelitian yang

berbeda akan memperoleh hasil yang sama atau berbeda.

Dari latar belakang tersebut, dan terdapat perbedaan hasil

penelitian sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

kembali dengan judul: “ANALISIS KEPATUHAN WAJIB PAJAK

ORANG PRIBADI DAN BADAN SEBELUM DAN SESUDAH

PELAKSANAAN TAX AMNESTY DI KPP PRATAMA BANJARMASIN”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas,

maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut:

1. Bagaimana kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak

Badan sebelum Tax Amnesty di KPP Pratama Banjarmasin ?

2. Bagaimana kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak

Badan sesudah pelaksanaan Tax Amnesty di KPP Pratama Banjarmasin ?


8

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian yang

hendak dicapai adalah:

1. Untuk menganalisis kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib

Pajak Badan sebelum pelaksanaan Tax Amnesty di KPP Pratama

Banjarmasin.

2. Untuk menganalisis kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib

Pajak Badan sesudah pelaksanaan Tax Amnesty di KPP Pratama

Banjarmasin.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran dalam memperkaya wawasan bagi pengembangan teori

dan pengetahuan di bidang akuntansi, khususnya mengenai

permasalahan Tax Amnesty dalam hal mempelajari mata kuliah

Perpajakan.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Institusional

Diharapkan dapat membantu memberikan seumbangan pemikiran

tentang kepatuhan Wajib Pajak dan penerapan program Tax

Amnesty. Sehingga, dapat mengambil langkah-langkah yang baik

untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak.


9

b. Bagi Mahasiswa

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yakni dapat

berguna sebagai sumbangan pemikiran untuk menambah

wawasan bagi mahasiswa.

c. Bagi Dosen

Melalui penelitian ini diharapkan akan menjadi sumbangan

pemikiran yang dapat berguna dalam proses belajar dan mengajar

pada mata kuliah Perpajakan.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Menjadi bahan referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya.

1.5 Sistematika Pembahasan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari Latar Belakang, Rumusan Masalah,

Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika

Pembahasan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini terdiri dari Landasan Teori yang berhubungan

dengan penelitian dan Hasil Penelitian Sebelumnya.

BAB III : KERANGKA KONSEPTUAL

Bab ini terdiri dari Kerangka Konseptual (Model

Penelitian).

BAB IV : METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari Ruang Lingkup Penelitian, Jenis

Penelitian, Tempat/Lokasi Penelitian, Unit Analisis, Objek


10

Penelitian, Jenis dan Sumber Data, Populasi dan Sampel,

Variabel dan Definisi Operasional Variabel, Teknik

Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data.

BAB V : HASIL DAN ANALISIS

Bab ini menjelaskan tentang hasil penelitian yang

kemudian diinterpretasikan sesuai dengan pengolahan

data. Sehingga, dapat menjawab rumusan masalah

penelitian.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran-saran yang

diperlukan untuk penelitian selanjutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Kepatuhan ( Compliance Theory )

Menurut Harahap (2011, hal. 608) menyebutkan bahwa kepatuhan

merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penciptaan nilai

perusahaan. Hal tersebut berarti setiap perusahaan harus mematuhi

seluruh aturan yang berlaku seperti kode etik perusahaan, aturan

pemerintah, UU, dan lain sebagainya.

Apabila dikaitkan dengan kepatuhan dalam bidang perpajakan,

teori kepatuhan dapat mendorong seseorang khususnya Wajib Pajak

untuk lebih mematuhi peraturan yang berlaku, yang kemudian memicu

Wajib Pajak untuk mengisi formulir SPT dengan benar, lengkap dan

jelas, melakukan perhitungan dengan benar, melakukan pembayaran

tepat waktu, dan tidak pernah menerima surat teguran (Prabowo, 2015).

Selain itu Wajib Pajak yang dikatakan patuh adalah Wajib Pajak yang

melaksanan kewajiban dan hak perpajakannya dengan benar sesuai

undang-undang perpajkan yang berlaku.

2.1.2 Perpajakan

2.1.2.1 Pengertian pajak

Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 “pajak

adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-

Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan


12

digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat”.

Menurut Rochmat Soemitro, dalam Mardiasmo (2011, hal. 1)

“pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-

undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal

(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang

digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

2.1.2.2 Fungsi pajak

Menurut Resmi (2016, hal. 3) terdapat dua fungsi pajak, yaitu

1. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak

merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk

membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.

Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya

memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara.

Upaya tersebut ditempuh dengan cara ektensifikasi maupun

intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan

peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh),

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas

Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),

dan lain-lain.

2. Fungsi Regulerend (Pengatur)

Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai

alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah


13

dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-

tujuan tertentu di luar bidang keuangan.

2.1.2.3 Jenis Pajak

Menurut Resmi (2016, hal. 7-8), terdapat berbagai jenis

pajak, yang dikelompokan menjadi tiga yaitu: menurut golongan,

menurut sifat dan menurut lembaga pemungutnya.

1) Menurut golongan

Berdasarkan golongan pajak dikelompokan menjadi dua

yaitu: pajak langsung dan pajak tidak langsung.

a. Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau

ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat

dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak

lain. Pajak harus menjadi beban Wajib Pajak yang

bersangkutan.

b. Pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya

dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau

pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat

suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang

menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi

penyerahan barang atau jasa.

2) Menurut sifat

Berdasarkan sifatnya pajak dikelompokan menjadi dua,

yaitu: pajak subjektif dan pajak objektif.


14

a. Pajak subjektif adalah pajak yang pengenaannya

memerhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak atau

pengenaan pajak yang memerhatikan keadaan subjeknya.

b. Pajak objektif adalah pajak yang pengenaannya

memerhatikan objeknya baik berupa benda, keadaan,

perbuatan, atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya

kewajiban membayar pajak, tanpa memerhatikan keadaan

pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak) maupun tempat

tinggal.

3) Menurut Lembaga Pemungutnya

Berdasarkan lembaga pemungut, pajak dikelompokan

menjadi dua, yaitu: Pajak Negara (Pajak Pusat) dan Pajak

Daerah.

a. Pajak Negara (Pajak Pusat) adalah pajak yang dipungut

oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai

rumah tangga negara pada umumnya.

b. Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah

daerah baik daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun

daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota) dan digunakan

untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010,

“Pajak Provinsi terdiri dari: Pajak Kendaraan Bermotor,

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar

Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan dan Pajak


15

Rokok. Sedangkan Pajak Daerah terdiri dari: Pajak Hotel,

Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak

Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan

Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang

Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan

dan Perkotaan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah

dan Bangunan.

2.1.2.4 Sistem Pemungutan Pajak

Siti Resmi (2016, hal. 11) menjelaskan beberapa sistem

pemungutan pajak sebagai berikut :

a) Official Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan

aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak

yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan

perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem

ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak

sepenuhnya berada ditangan para aparatur perpajakan. Dengan

demikian, berhasil atau tidaknya pelakasanaan pemungutan

pajak banyak tergantung pada aparatur perpajakan (peranan

domain ada pada aparatur perpajakan).

b) Self Assessment System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang

Wajib Pajak dalam menentukan sendiri jumlah pajak yang

terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-


16

undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini, inisiatif

serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya

berada di tangan Wajib Pajak. Wajib Pajak dianggap mampu

menghitung pajak, mampu memahami undang-undang

pepajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran

yang tinggi, serta menyadari akan arti pentingnya membayar

pajak. Oleh karena itu, Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk:

1. Menghitung sendiri pajak yang terutang;

2. Memperhitungkan sendiri pajak yang teruntang;

3. Membayar sendiri jumlah pajak yang teutang;

4. Melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang; dan

5. Mempertanggungjawabkan pajak yang terutang.

Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan

pemungutan pajak banyak tergantung pada Wajib Pajak sendiri

(peranan dominan ada pada Wajib Pajak).

c) With Holding System

Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada

pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak

yang terutang oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan

perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Penunjukkan

pihak ketiga ini dilakukan sesuai peraturan perundang-

undangan perpajakan, keputusan presiden, dan peraturan

lainnya untuk memotong serta memungut pajak, menyetor, dan

mempertanggungjawabkan melalui sarana perpajakan yang


17

tersedia. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak

banyak tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk.

2.1.2.5 Subjek Pajak

Menurut Abdul Rahman (2010, hal. 30) subjek pajak adalah

orang yang dituju oleh UU untuk dikenakan pajak. Subjek pajak

berkenaan dengan penghasilan yang diperolehnya dalam tahun

pajak. Sedangkan menurut Isroah (2012, hal. 33) yang menjadi

subjek pajak antara lain:

1) Orang Pribadi

2) Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan

menggantikan yang berhak

3) Badan

4) Bentuk Usaha tetap

2.1.2.6 Objek Pajak

Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 “objek

pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan

ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang

berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat

dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib

Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa

pun”. Adapun menurut Abdul Rahman (2010, hal. 30) “objek pajak

adalah sasaran pengenaan pajak dan dasar untuk menghitung pajak

terutang”.
18

2.1.2.7 Wajib pajak

Liberti Pandiangan (2014, hal. 20-21) menjelaskan mengenai

Wajib Pajak yaitu, sesuai dengan ketentuan perpajakan, pihak yang

melaksanakan kewajiban perpjakan kepada negara disebut Wajib

Pajak (WP). Dalam Pasal 1 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan (KUP) disebutkan “Wajib Pajak adalah orang pribadi

atau badan, yang meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan

pemungut pajak, yang mempunyai hak serta kewajiban perpajakan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan”.

Dari pengertian tersebut terlihat bahwa WP terdiri dari 3 jenis

yaitu WP Orang Pribadi, WP Badan, dan Bendahara sebagai

pemotong/pemungut pajak. Mereka yang masuk dalam kategori

WP Orang Pribadi adalah semua orang yang telah memperoleh

penghasilan, yaitu penghasilan yang merupakan objek pajak dan

dikenakan terif umum yang jumlahnya di atas Penghasilan Tidak

Kena Pajak (PTKP). Penghasilan tersebut dapat bersumber dari

hasil sebagai pekerja (pegawai atau karyawan), profesi, atau pun

melkukan kegiatan usaha.

Wajib Pajak badan, sesuai dengan pengertiannya dalam UU

KUP bahwa Badan adalah sekumpulan orang dan/ atau modal yang

merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha, maupun yang

tidak melakukan usaha, yang meliputi perseroan terbatas, perseroan

komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau


19

badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun,

firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,

yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi

lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak

investasi kolektif serta bentuk usaha tetap.

Bendahara sebagai pemotong/pemungut pajak adalah pejabat

yang ada dalam Satuan Kerja di instansi pemerintahan atau

lembaga negara yang ditunjuk pimpinannya dengan Surat

Keputusan untuk melaksanakan tugas kebendaharaan. Tugasnya

antara lain menghitung pajak, memotong atau memungut pajak,

serta menyetornya ke kas negara atau sebagian melalui Kantor

Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) bagi instansi

pemerintah pusat atau lembaga negara, kemudian melaporkan pajak

tersebut.

2.1.2.8 Nomor Pokok Wajib Pajak

Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan

kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan

yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib

Pajak dalam melaksankan hak dan kewajiban perpajakannya

(Mardiasmo, 2018, hal. 29)

2.1.2.9 Surat Pemberitahuan (SPT)

“Surat pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak

digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran


20

pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan

kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan.” (Resmi, 2016, hal.19).

2.1.2.10 Fungsi SPT

Fungsi surat pemberitahuan menurut Mardiasmo (2018, hal.

35-36) adalah :

1. Bagi Wajib Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk

melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan

jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan

tentang:

a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan

sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan

pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun

Pajak.

b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan

objek pajak.

c. Harta dan kewajiban.

d. Pembayaran dari pemotongan atau pemungut tentang

pemotongan atas pemungutan pajak orang pribadi atau

badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai dengan

ketentun peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan

adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan

mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak


21

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang:

a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.

b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan

sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak

lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi Surat

Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan

mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut

dan disetorkannya.

2.1.2.11 Jenis SPT

Menurut (Suandy, 2016, hal.155-156), jenis Surat

Pemberitahuan dapat dibedakan menjadi dua yaitu Surat

Pemberitahuan Masa dan Surat Pemberitahuan Tahunan.

1. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk

suatu masa pajak, terdiri atau:

a. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan

Pasal 26;

b. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 22;

c. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 23 dan

Pasal 26;

d. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 25;


22

e. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat

(2);

f. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 15;

g. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai;

h. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi

Pemungut;

i. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai bagi

Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran yang

menggunakan nilai lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak;

j. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penjualan atas Barang

Mewah.

2. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan

untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak yang terdiri

atas:

a. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib

Pajak Badan;

b. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib

Pajak Badan yang diizinkan menyelenggarakan pembukuan

dalam bahasa Inggris dan mata uang dolar Amerika Serikat;

c. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib

Pajak orang pribadi.


23

2.1.3 Kepatuhan Wajib Pajak

2.1.3.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Rahayu (2013, hal. 139) mendefinisikan kepatuhan

perpajakan sebagai tindakan Wajib Pajak dalam pemenuhan

kewajiban perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang

berlaku dalam suatu negara. Kepatuhan wajib pajak diukur

menggunakan kepatuhan WP dalam mendaftarkan diri, kepatuhan

untuk menyetorkan kembali SPT, kepatuhan dalam perhitungan

dan pembayaran pajak terutang dan kepatuhan dalam pembayaran

tunggakan.

2.1.3.2 Jenis Kepatuhan Pajak

Nurmantu (2003, hal. 148) menyatakan kepatuhan dalam

perpajakan adalah suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi

semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak

perpajakannya. Kepatuhan dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:

1. Kepatuhan formal, yaitu suatu keadaan dimana wajib pajak

memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan

ketentuan undang-undang perpajakan.

2. Kepatuhan material, yaitu wajib pajak yang mengisi dengan

jujur, lengkap, dan benar Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai

ketentuan dan menyampaikan ke KPP sebelum batas waktu

berakhir.
24

Adapun definisi operasional dari variabel Kepatuhan Wajib

Pajak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

1. Kepatuhan pendaftran, yaitu kepatuhan Wajib Pajak dalam

mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Hal ini terlihat

dari penambahan jumlah wajib pajak baru yang mendaftar.

2. Kepatuhan pelaporan, yaitu kepatuhan dalam penghitungan

dan pelaporan pajak terutang atas SPT tahunan PPh Kurang

Bayar.

3. Kepatuhan penyetoran, yaitu jumlah setoran pajak yang

dibayarkan sesuai perhitungan SPT Tahunan PPh Kurang

Bayar yang telah dilaporkan.

Tabel 2.1
Variabel dan Indikator

Variabel Dimensi Indikator

Pendaftaran NPWP

Kepatuhan Kepatuhan pelaporan


Kepatuhan Formal
Wajib Pajak SPT

Tambahan setoran pajak


Sumber : data diolah, 2018

2.1.3.3 Indikator Kinerja Utama

Menurut Keputusan Menteri Keuangan

No.467/KMK.01/2014 Indikator Kinerja Utama yang selanjutnya

disingkat IKU adalah tolak ukur keberhasilan pencapaian SS atau

kinerja. Sasaran Strategis yang selanjutnya disingkat SS adalah


25

pernyataan mengenai apa yang harus dimiliki, dijalankan,

dihasilkan atau dicapai organisasi.

IKU dalam hal ini digunakan sebagai tolak ukur untuk

mengukur kepatuhan Wajib Pajak yang mencakup target rasio

kepatuhan yang harus dicapai oleh Kantor Pelayanan Pajak

Pratama. Target rasio untuk KPP Pratama Banjarmasin adalah

sebagai berikut:

Tabel 2.2
Target Rasio Kepatuhan Wajib Pajak

Tahun Target Rasio Kepatuhan Wajib Pajak


2014 65%
2015 45%
2016 67,5%
2017 45%
Sumber : KPP Pratama Banjarmasin

2.1.3.4 Kriteria Kepatuhan Wajib Pajak

Kriteria Wajib Pajak Patuh menurut Keputusan Menteri

Keuangan No.544/KMK.04/2000 yaitu:

1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua

jenis pajak dalam dua tahun terakhir.

2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis

pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau

menunda pembayaran pajak.

3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak

pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun

terakhir.
26

4. Dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan

dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah

dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang

terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang

paling banyak 5%.

5. Wajib Pajak yang laporan keuangannya 2 tahun terakhir

diaudit oleh akuntan publik dengan mendapat wajar tanpa

pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang

tidak mempengaruhi laba rugi fiskal.

2.1.4 Tax Amnesty

2.1.4.1 Pengertian Tax Amnesty

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11

Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) adalah

penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi

administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan,

dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan

sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

2.1.4.2 Latar Belakang Munculnya Tax Amnesty

Pertumbuhan ekonomi nasional dalam beberapa tahun

terakhir cenderung mengalami perlambatan yang berdampak pada

turunnya penerimaan pajak dan juga telah mengurangi ketersediaan

likuiditas dalam negeri yang sangat diperlukan untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Di sisi lain,

banyak harta Warga Negara Indonesia yang ditempatkan di luar


27

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang seharusnya

dapat dimanfaatkan untuk menambah likuiditas dalam negeri yang

dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional (Putra, 2017, hal.

117).

Untuk itu perlu diterapkan langkah khusus dan trobosan

kebijakan untuk mendorong pengalihan harta ke dalam wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia sekaligus memberikan

jaminan keamanan bagi warga Negara Indonesia yang ingin

mengalihkan dan mengungkapkan harta yang dimilikinya dalam

bentuk Pengampunan Pajak. Terobosan kebijakan berupa

pengampunan pajak atas penghasilan harta ini juga didorong oleh

semakin kecilnya kemungkinan untuk menyembunyikan kekayaan

di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena

semakin transparannya sektor keuangan global dan meningkatnya

intensitas pertukaran informasi antarnegara. Undang-undang ini

dapat menjembatani agar harta yang diperoleh dari aktivitas yang

tidak dilaporkan dapat diungkapkan secara sukarela sehingga data

dan informasi atas harta tersebut masuk ke dalam sistem

administrasi perpajakan dan dapat dimanfaatkan untuk pengawasan

kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan di masa yang akan

datang (Putra, 2017, hal. 119).

2.1.4.3 Tujuan Pengampunan Pajak

Tujuan penyusunan Undang-Undang tentang Pengampunan

Pajak adalah sebagai berikut (Pasal 2 UU No 11 Tahun 2016):


28

b. Mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi

melalui pengalihan harta, yang antara lain akan berdampak

terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar

rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan invetasi.

c. Mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan

yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan

yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi.

d. Meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan

digunakan untuk pembiayaan pembangunan.

2.1.4.4 Asas Pengampunan Pajak

Pengampunan pajak dilaksanakan berdasarkan asas (Pasal 2

ayat (1) dan penjelasannya UU Nomor 11 tahun 2016):

a. Kepastian hukum

Pelaksanaan pengampunan pajak harus dapat mewujudkan

ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian

hukum.

b. Keadilan

Pelaksanaan pengampunan pajak yang menjunjung tinggi

keseimbangan hak dan kewajiban dari setiap pihak yang

terlibat.

c. Kemanfaatan

Seluruh pengaturan kebijakan pengampunan pajak bermanfaat

bagi kepentingan Negara, bangsa, dan masyarakat, khususnya

dalam memajukkan kesejahteraan umum.


29

d. Kepentingan nasional

Pelaksanaan pengampunan pajak mengutamakan kepentingan

bangsa Negara dan masyarakat di atas kepentingan lainnya.

2.1.4.5 Definisi Subjek Dalam Tax Amnesty

Setiap Wajib Pajak berhak mendapatkan pengampunan pajak.

Akan tetapi, dalam hal ini hanya Wajib Pajak yang mempunyai

Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan baik bagi yang

sudah memiliki NPWP maupun yang belum ber NPWP. Oleh

karena itu, untuk Wajib Pajak yang semata-mata hanya diwajibkan

melakukan pemotongan atau pemungutan pajak seperti

bendaharawan pemerintah tidak berhak mendapatkan amnesti

pajak. Kemudian bagi Wajib Pajak yang belum memiliki Nomor

Pokok Wajib Pajak (NPWP), caranya harus menddaftarkan diri

terlebih dahulu untuk memperoleh NPWP di Kantor Pelayanan

Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat

kedudukan Wajib Pajak yang bersangkutan (Putra, 2017, hal. 123).

Secara lebih detail subjek pengampunan pajak menurut

Peraturan Direktur Jendral Pajak Nomor PER-11/PJ/2016,

meliputi:

a. Wajib Pajak yang mempunyai kewajiban menyampaikan Surat

Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

b. Orang pribadi seperti petani, nelayan, pensiunan, tenaga kerja

Indonesia atau subjek pajak warisan yang belum terbagi, yang


30

jumlah penghasilannya pada Tahun Pajak Terakhir di bawah

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dapat tidak

menggunakan haknya untuk mengikuti Pengampunan Pajak.

c. Warga Negara Indonesia yang tidak bertempat tinggal di

Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan

tidak mempunyai penghasilan dari Indonesia merupakan

Subjek Pajak Lluar negeri dan dapat tidak menggunakan

haknya untuk mengikuti pengampunan pajak.

Namun demikian, menurut Undang-Undang Pengampunan

Pajak terdapat tiga jenis Wajib Pajak yang tidak berhak

mendapatkan amnesti pajak, yaitu:

a. Wajib Pajak yang sedang dilakukan penyidikan dan berkas

penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan.

b. Wajib Pajak yang sedang dalam proses peradilan.

c. Wajib pajak yang sedang menjalani hukuman pidana, atas

tindak pidana di bidang perpajakan.

2.1.4.6 Definisi Objek Dalam Tax Amnesty

Menurut Putra (2017, hal. 125) nilai harta yang diungkap

dalam Surat Pernyataan untuk pengampunan pajak meliputi:

a. Nilai harta yang telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan

Tahunan PPh terakhir.

b. Nilai harta tambahan yang belum atau belum seluruhanya

dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Terakhir.


31

Meski demikian, hanya nilai harta tambahan yang belum atau

belum selurhnya dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan tahunan

Pajak Penghasilan Terakhir yang menjadi objek pengampunan

pajak yang wajib dibayakan uang tebusannya. Kemudia melalui

Peraturan Direktur Jendral pajak Nomor PER-11/PJ/2016, diatur

lebih lanjut yang termasuk dalam pengertian harta tambahan yang

terdiri dari:

a. Harta warisan

b. Harta hibahan yang diterima keluarga sedarah dalam garis

keturunan lurus satu derajat yang belum atau belum seluruhnya

dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan tahunan Pajak

Penghasilan.

Akan tetapi, harta warisan tersebut bukan merupakan objek

pengampunan pajak apabila:

a. Warisan diterima oleh ahli waris yang tidak memiliki

penghasilan atau memiliki penghasilan di bawah Penghasilan

Tidak Kena Pajak.

b. Harta warisan sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan

Tahunan Pajak Penghasilan pemberi hibah.

Demikian pula untuk hibah juga bukan merupakan Objek

Pengampunan Pajak apabila:

a. Hibah diterima oleh orang pribadi penerima hibah yang tidak

memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan di bawah

Penghasilan Tidak Kena Pajak.


32

b. Harta hibah sudah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan

Tahunan Pajak Penghasilan pemberi hibah.

2.1.4.7 Syarat Mengikuti Tax Amnesty

Adapun syarat yang harus dipenuhi unyuk mengikuti

program tax amnesty (http://www.pajak.go.id, 2016) :

1. Memiliki NPWP,

2. Membayar Uang Tebusan,

3. Telah melapor SPT Tahunan PPh Tahun Pajak Terakhir,

4. Melunasi seluruh tunggakan (termasuk cabang), dan Mencabut

permohonan:

• Pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

• Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dalam

SKP dan/atau STP yang terdapat pokok pajak yang

terutang.

• Pengurangan/pembatalan ketetapan pajak yang tidak

benar.

• Gugatan, Keberatan, Banding, dan PK.

• Pembetulan atas Surat Ketetapan Pajak dan Surat

Keputusan.

5. Surat pernyataan mengalihkan dan menginvestasikan harta ke

dalam wilayah NKRI selama 3 tahun. (khusus repatriasi).

6. Surat pernyataan tidak mengalihkan harta ke luar wilayah

NKRI.

7. Surat pernyataan mengenai besaran peredaran usaha.


33

2.1.4.8 Tarif Uang Tebusan Tax Amnesty

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11

Tahun 2016 Pasal 4 Tarif uang tebusannya yaitu:

1. Tarif uang tebusan atas harta yang berada di dalam wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia atau harta yang di luar

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dialihkan

ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan

diinvestasikan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia dalam jangka waktu paling singkat 3 (tiga) tahun

terhitung sejak dialihkan, adalah sebesar:

a. 2% (dua persen) untuk periode penyampaian Surat

Pernyataan pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan

ketiga terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku;

b. 3% (tiga persen) untuk periode penyampaian Surat

Pernyataan pada bulan keempat terhitung sejak Undang-

Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31

Desember 2016; dan

c. 5% (lima persen) untuk periode penyampaian Surat

Pernyataan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai

dengan tanggal 31 Maret 2017.

2. Tarif uang tebusan atas harta yang berada di luar wilayah

Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak dialihkan ke

dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

sebesar:
34

a. 4% (empat persen) untuk periode penyampaian Surat

Pernyataan pada

bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung

sejak Undang-Undang ini mulai berlaku;

b. 6% (enam persen) untuk periode penyampaian Surat

Pernyataan pada

bulan keempat terhitung sejak Undang-Undang ini mulai

berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2016; dan

c. 10% (sepuluh persen) untuk periode penyampaian Surat

Pernyataan

terhitung sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan

tanggal 31 Maret 2017.

3. Tarif uang tebusan bagi Wajib Pajak yang peredaran usahanya

sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan

ratus juta rupiah) pada Tahun Pajak Terakhir adalah sebesar:

a. 0,5% (nol koma lima persen) bagi Wajib Pajak yang

mengungkapkan nilai harta sampai dengan Rp

10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dalam Surat

Pernyataan; atau

b. 2% (dua persen) bagi Wajib Pajak yang mengungkapkan

nilai harta lebih dari Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar

rupiah) dalam Surat Pernyataan ataan pada bulan pertama

sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan

tanggal 31 Maret 2017.


35

2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya

Beberapa penelitian terdahulu yang melakukan penelitian dengan

topik serupa menjadi referensi dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang

pernah dilakukan sebelumnya sangat penting untuk diungkapkan karena

hasil tersebut dapat dipakai sebagai sumber informasi dan bahan acuan

yang sangat berguna bagi penulis. Adapun beberapa penelitian terdahulu

yang dapat menjadi acuan adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3
Ringkasan Penelitian Sebelumnya

No. Nama, Tahun


Persamaan Perbedaan Hasil Penelitian
dan Judul
1 (Milka Magrita Kepatuhan 1. Objek Penelitian: Terjadi peningkatan
Pangkey, Jullie J. Wajib Pajak Kota Banjarmasin kepatuhan WPOP, yaitu
2. Periode Penelitian:
Sondakh, dan Orang Pribadi Tahun 2018
tercatat keikutsertaan
Victorina Z. dan Tax 3. Kepatuhan Wajib WPOP dalam tax amnesty,
Tirayoh, 2017) Amnesty Pajak Badan kenaikan jumlah WPOP
menjadi WP wajib SPT,
“Analisis kontribusi penerimaan tax
Kepatuhan Wajib amnesty dan meningkatnya
Pajak Orang jumlah penerimaan pajak,
Pribadi Sebelum serta jumlah SKP
dan Sesudah diterbitkan berkurang.
Pelaksanaan Tax
Amnesty di KPP
PratamaManado”.

2 (Istiqomah, 2017) Kepatuhan 1. Objek Penelitian: Hasil penelitian


Wajib Pajak Kota Banjarmasin menunjukkan jumlah
2. Periode Penelitian:
“Analisis Orang Pribadi Tahun 2018
kepatuhan WPOP Usaha
Kepatuhan Wajib 3. Kepatuhan Wajib yang menyampaikan SPT
Pajak Orang Pajak Badan dan Tahunan tepat waktu
Pribadi Berkaitan Tax Amnesty mengalami peningkatan dari
Dengan Adanya tahun 2014 sebesar 30,00%
Kebijakan dan tahun 2015 sebesar
Penghapusan 32,20%. Jumlah kepatuhan
Sanksi Pajak”. WPOP Usaha yang
menyampaikan SPT
Tahunan tidak tepat waktu
mengalami peningkatan dari
tahun 2014 sebesar 9,00%
36

dan tahun 2015 sebesar


9,01%. Jumlah kepatuhan
WPOP Usaha yang tidak
menyampaikan SPT
Tahunan mengalami
penurunan dari tahun 2014
sebesar 61,01% kemudian
tahun 2015 sebesar 58,78%.
Hasil Uji Beda Berpasangan
(Paried Sample t-Test) tidak
terdapat perbedaan antara
sebelum dan sesudah
berlakunya kebijakan
penghapusan pajak, yaitu
hasil (-3,295 < 4,303) jadi
hasil hipotesis ditolak.

3 (Elizabeth Hilda Kepatuhan 1. Objek Penelitian: Hasil penelitian


Yuliana Leba, Wajib Pajak Kota Banjarmasin menunjukkan bahwa
2. Periode Penelitian:
2016) Orang Pribadi Tahun 2018
penghapusan sanksi pajak
dan Tax 3. Kepatuhan Wajib tidak memberikan dampak
“Dampak Amnesty Pajak Badan terhadap kepatuhan
Pelaksanaan pendaftaran. Hal ini terlihat
Kebijakan dari rendahnya pemanfaatan
Penghapusan kebijakan penghapusan
Sanksi Pajak sanksi pajak dan persentase
Terhadap penambahan jumlah WPOP
Kepatuhan Wajib meningkat dengan jumlah
Pajak Orang yang kecil. Penelitian ini
Pribadi”. juga menunjukkan
kebijakan penghapusan
sanksi pajak memberikan
dampak positif terhadap
kepatuhan penyetoran SPT
Tahunan PPh Kurang Bayar.
Hal ini terlihat dari
meningkatnya jumlah
WPOP yang melakukan
penyetoran pajak atas SPT
Tahunan PPh Kurang Bayar
setelah pelaksanaan
kebijakan penghapusan
sanksi pajak.
37

4 (Ganda Hutasoit, Kepatuhan 1. Objek Penelitian: Hasil penelitian ini


2017) Wajib Pajak dan Kota Banjarmasi menunjukkan bahwa
2. Periode
Tax Amnesty Penelitian: Tahun
terdapat pengaruh yang
“Pengaruh Tax 2018 signifikan antara Tax
Amnesty Amnesty terhadap
Terhadap kesadaran membayar pajak,
Kepatuhan Wajib Tax Amnesty terhadap
Pajak di Kota pemahaman terhadap
Palembang”. peraturan sistem adminitrasi
perpajakan di Indonesia, dan
program pemberian Tax
Amnesty terhadap persepsi
yang baik atas efektivitas
sistem adminitrasi
perpajakan di Indonesia. Hal
tersebut dibuktikan dengan
nilai probabilitas uji-t
statistic dengan nilai di
bawah 0,05 (signifikan α
5%).

5 (Lesti Kepatuhan 1. Objek Penelitian: Hasil penelitian


Maulindayani, Wajib Pajak Kota Banjarmasin menyimpulkan bahwa
2. Kepatuhan Wajib
Diamonalisa Orang Pribadi Pajak Badan
pengetahuan perpajakan
Sofianty, dan dan Tax berpengaruh terhadap
Helliana, 2018) Amnesty kepatuhan wajib pajak
orang pribadi dan tax
“Pengaruh amnesty berpengaruh
Pengetahuan terhadap kepatuhan wajib
Perpajakan dan pajak orang pribadi.
Tax Amnesty
Terhadap
Kepatuhan Wajib
Pajak Orang
Pribadi”.
Sumber : data diolah, 2018
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Pikir

Kerangka pemikiran adalah suatu kessrangka konseptual tentang

bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah

diidentifikasi sebagai masalah yang penting (Ihksan, Muhyarsyah,

Tanjung, & Oktaviani, 2014, hal. 122). Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis apakah terdapat perbedaan dari kepatuhan Wajib Pajak

Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan sebelum dan sesudah

diterapkannya program Tax Amnesty pada KPP Pratama Banjarmasin.

Dari penelitian terdahulu terdapat perbedaan hasil penelitian sehingga

perlu dilakukukan pengujian kembali.

Teori kepatuhan apabila dikaitkan dengan bidang perpajakan,

teori ini dapat mendorong seseorang khususnya Wajib Pajak untuk lebih

mematuhi peraturan yang berlaku, yang kemudian memicu Wajib Pajak

untuk mengisi formulir SPT dengan benar, lengkap dan jelas, melakukan

perhitungan dengan benar, melakukan pembayaran tepat waktu, dan tidak

pernah menerima surat teguran (Prabowo, 2015).

Penerapan program pengampunan pajak merupakan salah satu

agenda reformasi di bidang perpajakan Indonesia. Program ini

diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak

sekaligus upaya yang ditempuh untuk menambah subjek dan objek pajak.

Selain itu melalui undang-undang ini dapat menjembatani agar harta

yang diperoleh dari aktivitas yang tidak dilaporkan dapat diungkapkan


39

secara sukarela sehingga data dan informasi atas harta tersebut masuk ke

dalam sistem administrasi perpajakan dan dapat dimanfaatkan untuk

pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan di masa yang

akan datang (Putra, 2017, hal. 119).

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data

sekunder yang diperoleh dari KPP Pratama Banjarmasin. Adapun data

yang akan digunakan adalah data penyampaian SPT tahun 2014-2017,

data jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi tahun 2014-2017, data jumlah

Wajib Pajak Badan Tahun 2014-2017, serta data lainnya yang akan

digunakan untuk mendukung penelitian ini. Teknik analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Berdasarkan

uraian tersebut, maka penulis mengembangakan suatu kerangka pikir

yang terdapat pada Gambar 3.1 sebagai berikut:


40

Gambar 3.1

Kerangka Konseptual

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Banjarmasin

Wajib Pajak Orang Pribadi


dan Wajib Pajak Badan

Kepatuhan Wajib Pajak

Sebelum Sesudah
Pelaksanaan Pelaksanaan
Tax Amnesty Tax Amnesty

Analisis Desktiptif

Hasil

Kesimpulan
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Ruang Lingkup Penelitian

4.1.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif (descriptive

research). Penelitian deskriptif merupakan model penelitian yang

berusaha menggambarkan dan menginterpretasi objek sesuai dengan

apa adanya. Penelitian ini juga sering disebut noneksperimen, karena

penelitian ini tidak melakukan kontrol dan manipulasi variabel

penelitian (Ikhsan, Muhyarsyah, Tanjung, & Oktaviani, 2014, hal. 33).

4.1.2 Tempat/ Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Banjarmasin yang beralamat di Jl. Lambung Mangkurat No.21, Kertak

Baru Ilir, Banjarmasin Tengah, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan

70111.

4.1.3 Unit Analisis

Unit analisis yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah:

1. Data penyampaian SPT tahun 2014-2017 yang terdapat pada KPP

Pratama Banjarmasin.

2. Data jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi tahun 2014-2017 yang

terdapat pada KPP Pratama Banjarmasin.

3. Data jumlah Wajib Pajak Badan tahun 2014-2017 yang terdapat

pada KPP Pratama Banjarmasin.


42

4.1.4 Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan ruang lingkup atau hal-hal yang

menjadi pokok persoalan dalam suatu penelitian (Sugiyono, 2014, hal.

13). Objek penelitian yang digunakan adalah Wajib Pajak Orang

Pribadi dan Badan yang terdaftar di KPP Pratama Banjarmasin tahun

2014-2017.

4.1.5 Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Jenis data merupakan pengelompokan data yang

didasarkan pada sifat data tersebut (Ikhsan, Muhyarsyah,

Tanjung, & Oktaviani, 2014, hal. 121). Jenis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu

“data dalam bentuk angka-angka atau data kualitatif yang

diangkakan” (Sugiyono, 2017, hal. 23).

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

data sekunder. Data sekunder merupakan sumber data

penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung

melalui media perantara (Ihksan, Muhyarsyah, Tanjung, &

Oktaviani, 2014, hal. 122).


43

4.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut

1. Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila

peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuik menemukan

permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin

mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah

respondennya sedikit/kecil (Sugiyono, 2016, hal. 194). Proses tanya jawab

yang dilakukan oleh peneliti kepada informan dalam hal ini merupakan

pihak yang berkompeten dengan masalah penelitian yang terkait.

2. Dokumentasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Teknik Dokumentasi

berarti pengumpulan data atau informasi dalam bentuk gambar,

dokumen-dokumen penting, dan bahan referensi lainnya. Teknik

dokumentasi dalam hal ini berupa peraturan perundang-undangan

pengampunan pajak, data penyampaian SPT tahun 2014-2017, data jumlah

Wajib Pajak Orang Pribadi tahun 2014-2017, data jumlah Wajib Pajak

Badan Tahun 2014-2017, data jumlah SKP yang diterbitkan tahun 2014-

2017, serta data lainnya yang akan digunakan untuk mendukung penelitian

ini.
44

4.3 Teknik Analisis Data

4.3.1 Metode Deskriptif

Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk

menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak

digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas (Sugiyono,

2015, hal. 22).

4.3.2 Metode Analisis

Metode analisis dalam penelitian ini yaitu:

4.3.2.1 Analisis Kepatuhan Pendaftaran Wajib Pajak Orang Pribadi

dan Wajib Pajak Badan

Analisis kepatuhan Wajib Pajak sebelum dan sesudah Tax

Amnesty dilakukan untuk melihat apakah terjadi perubahan jumlah

Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan sebelum dan sesudah

dilaksanakannya program Tax Amnesty. Selain itu, analisis ini juga

digunakan untuk mengetahui dampak pelaksanaan Tax Amnesty

terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan. Adapun

perhitungan yang digunakan yaitu dengan membandingkan selisih

Wajib Pajak terdaftar dengan jumlah Wajib Pajak terdaftar tahun

sebelumnya, yang dirumuskan sebagai berikut:

𝑆𝑒𝑙𝑖𝑠𝑖ℎ 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃𝑂𝑃 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟


𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃𝑂𝑃 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎

𝑆𝑒𝑙𝑖𝑠𝑖ℎ 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟


𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎
45

4.3.2.2 Analisis Kepatuhan Pelaporan SPT Tahunan Wajib Pajak

Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan

1. Sebelum Pelaksanaan Tax Amnesty Tahun 2014

Menurut surat edaran DJP No: SE-08/PJ/2014 tentang

target rasio kepatuhan penyampaian surat pemberitahuan

tahunan PPh pada tahun 2014. Rasio Kepatuhan Penyampaian

SPT Tahunan PPh pada Tahun 2014 adalah perbandingan antara

jumlah seluruh SPT Tahunan PPh yang diterima selama tahun

2014 (tidak termasuk pembetulan SPT Tahunan PPh) dengan

jumlah WP Terdaftar Wajib SPT Tahunan PPh per 31 Desember

2013. Adapun rumus rasio kepatuhan adalah sebagai berikut :

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑊𝑃𝑂𝑃


𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃𝑂𝑃 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑊𝑃 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛


𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛

Kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan SPT Tahunan

dapat diukur dengan menggunakan IKU (Idikator Kerja Utama),

dengan taget kepatuhan sebesar 65% pada tahun 2014. Rasio

yang digunakan adalah perbandingan antara jumlah seluruh SPT

Tahunan PPh yang diterima selama tahun 2014 (tidak termasuk

pembetulan SPT Tahunan PPh) dengan jumlah WP Terdaftar

Wajib SPT Tahunan PPh per 31 Desember 2013. SPT Tahunan

PPh meliputi SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dan SPT

Tahunan PPh Badan. WP Terdaftar Wajib SPT Tahunan PPh


46

terdiri dari seluruh WP Orang Pribadi dan WP Badan. Sehingga

dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑃𝑃ℎ 𝑑𝑖𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛


𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑃𝑃ℎ

2. Sebelum Pelaksanaan Tax Amnesty Tahun 2015

Menurut surat edaran DJP No: SE-18/PJ/2015 tentang

penetapan target dan strategi pencapaian rasio kepatuhan

penyampaian surat pemberitahuan tahunan PPh pada tahun

2015. Rasio Nasional Kepatuhan Penyampaian SPT Tahunan

PPh pada Tahun 2015 adalah perbandingan antara jumlah

seluruh SPT Tahunan PPh yang diterima selama tahun 2015

(tidak termasuk pembetulan SPT Tahunan PPh) dengan jumlah

WP Terdaftar Wajib SPT Tahunan PPh per 31 Desember 2014.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia

No:74/PMK.03/2012 mengatur bahwa Wajib Pajak disebut

Wajib Pajak patuh apabila memenuhi beberapa persyaratan,

salah satunya adalah tepat waktu dalam menyampaikan SPT.

Wajib Pajak yang patuh adalah Wajib Pajak yang melaksanakan

kewajibannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan. Adapun rumus rasio kepatuhan adalah

sebagai berikut :

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑊𝑃𝑂𝑃


𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃𝑂𝑃 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑊𝑃 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛


𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛
47

Kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan SPT Tahunan

dapat diukur dengan menggunakan IKU (Idikator Kerja Utama),

dengan taget kepatuhan sebesar 45% pada tahun 2015. Rasio

yang digunakan adalah perbandingan antara jumlah seluruh SPT

Tahunan PPh yang diterima selama tahun 2015 (tidak termasuk

pembetulan SPT Tahunan PPh) dengan jumlah WP Terdaftar

Wajib SPT Tahunan PPh per 31 Desember 2014. SPT Tahunan

PPh meliputi SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi Non

Karyawan dan SPT Tahunan PPh Badan. WP Terdaftar Wajib

SPT Tahunan PPh terdiri dari seluruh WP Orang Pribadi Non

Karyawan dan WP Badan. Sehingga dapat dirumuskan sebagai

berikut:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑃𝑃ℎ 𝑑𝑖𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛


𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑃𝑃ℎ

3. Sesudah Pelaksanaan Tax Amnesty Tahun 2016

Menurut surat edaran DJP No: SE-07/PJ/2016 tentang

penetapan target dan strategi pencapaian rasio kepatuhan Wajib

Pajak pada tahun 2016. Rasio Kepatuhan Penyampaian SPT

Tahunan PPh pada Tahun 2016 adalah perbandingan antara

jumlah seluruh SPT Tahunan PPh yang diterima selama tahun

2016 (tidak termasuk pembetulan SPT Tahunan PPh) dengan

jumlah WP Terdaftar Wajib SPT Tahunan PPh per 31 Desember

2015. Adapun rumus rasio kepatuhan adalah sebagai berikut :

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑊𝑃𝑂𝑃


𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃𝑂𝑃 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛
48

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑊𝑃 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛


𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛

Kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan SPT Tahunan

dapat diukur dengan menggunakan IKU (Idikator Kerja Utama),

dengan taget kepatuhan sebesar 67,5% pada tahun 2016. Rasio

yang digunakan adalah perbandingan antara jumlah seluruh SPT

Tahunan PPh yang diterima selama tahun 2016 (tidak termasuk

pembetulan SPT Tahunan PPh) dengan jumlah WP Terdaftar

Wajib SPT Tahunan PPh per 31 Desember 2015. SPT Tahunan

PPh meliputi SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi dan SPT

Tahunan PPh Badan. WP Terdaftar Wajib SPT Tahunan PPh

terdiri dari seluruh WP Orang Pribadi dan WP Badan. Sehingga

dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑃𝑃ℎ 𝑑𝑖𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛


𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑃𝑃ℎ

4. Sesudah Pelaksanaan Tax Amnesty Tahun 2017

Menurut surat edaran DJP No: SE-06/PJ/2017 tentang

strategi peningkatan kepatuhan Wajib Pajak dan penetapan

target rasio kepatuhan Wajib Pajak tahun 2017. Rasio

Kepatuhan Penyampaian SPT Tahunan PPh adalah

perbandingan antara jumlah seluruh SPT Tahunan PPh yang

diterima selama tahun 2017 (tidak termasuk pembetulan SPT

Tahunan PPh) dengan jumlah WP Terdaftar Wajib SPT

Tahunan PPh per 31 Desember 2016. Adapun rumus rasio

kepatuhan adalah sebagai berikut :


49

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑊𝑃𝑂𝑃


𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃𝑂𝑃 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑊𝑃 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛


𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛

Kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan SPT Tahunan

dapat diukur dengan menggunakan IKU (Idikator Kerja Utama),

dengan taget kepatuhan sebesar 45% pada tahun 2017. Rasio

yang digunakan adalah perbandingan antara jumlah seluruh SPT

Tahunan PPh yang diterima selama tahun 2017 (tidak termasuk

pembetulan SPT Tahunan PPh) dengan jumlah WP Terdaftar

Wajib SPT Tahunan PPh per 31 Desember 2016. SPT Tahunan

PPh meliputi SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi Non

Karyawan dan SPT Tahunan PPh Badan. WP Terdaftar Wajib

SPT Tahunan PPh terdiri dari seluruh WP Orang Pribadi Non

Karyawan dan WP Badan. Sehingga dapat dirumuskan sebagai

berikut:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑃𝑃ℎ 𝑑𝑖𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛


𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑃𝑃ℎ
50

4.3.2.3 Analisis Penambahan Penerimaan Pajak dari Penyetoran SPT

Tahunan

Analisis ini digunakan untuk mengetahui tambahan setoran

pajak dilihat dari penambahan penerimaan pajak atas penyetoran

SPT Tahunan PPh Kurang Bayar yang dilakukan oleh WP Orang

Pribadi dan WP Badan dari tahun 2014-2017, yang dirumuskan

sebagai berikut:

𝑃𝑒𝑛𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘


𝑥 100%
𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

5.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian

5.1.1 Identitas Obyek Penelitian

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Banjarmasin adalah salah satu

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang terletak di Ibukota Provinsi Kalimantan

Selatan yang beralamat di Jalan Lambung Mangkurat No. 21 Banjarmasin

yang merupakan 1 (satu) gedung dengan Kanwil DJP Kalimantan Selatan dan

Tengah. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Banjarmasin dalam memberikan

pelayanan kepada Wajib Pajak mempunyai semboyan “ Kami Himung

Malayani Pian ” yang artinya bahwa dalam memberikan pelayanan kepada

Wajib Pajak kami harus selalu memberikan yang terbaik dengan murah

senyum, ramah dan dengan integritas tinggi sesuai dengan kode etik yang ada

serta dengan Visi dan Misi KPP Pratama Banjarmasin.

5.1.2 Visi dan Misi

Visi KPP Pratama Banjarmasin yaitu: “MENJADI INSTITUSI

YANG DAPAT DIPERCAYA DAN DIBANGGAKAN MASYARAKAT

BANUA”. Sedangkan Misi KPP Pratama Banjarmasin yaitu:

“MENGUMPULKAN DANA UNTUK MENDUKUNG

PEMBANGUNAN BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

BANUA”.

5.1.3 Motto Pelayanan

Adapun Motto dari KPP Pratama Banjarmasin ialah: “ KAMI

HIMUNG MALAYANI PIAN ”. Selain itu janji layanan KPP Pratama


52

Banjarmasin ialah: “Memberi layanan yang BUNGAS (Berdedikasi,

Unggul, Akurat dan Santun)”.

5.1.4 Wilayah Kerja

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Banjarmasin memiliki

wilayah kerja seluas 6.178,19 km2 yang meliputi 2 wilayah kabupaten,

yaitu Kabupaten Barito Kuala dan 1 wilayah kota, yaitu Kota Banjarmasin.

Wilayah kerja KPP Banjarmasin sebesar 16,46% dari keseluruhan wilayah

propinsi Kalimantan Selatan.

Luas wilayah kerja ini merupakan tantangan tersendiri bagi Kantor

Pelayanan Pajak Pratama Banjarmasin dalam mengamankan pendapatan

negara. KPP Pratama Banjarmasin juga membawahi langsung Kantor

Pelayanan, Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan di Marabahan Ibukota

Kabupaten Barito Kuala. Untuk Kota Banjarmasin terdiri dari dari 5

Kecamatan dan 50 Kelurahan dan Kabupaten Barito Kuala yang terdiri dari

17 Kecamatan dan 200 Kelurahan.


53

5.1.5 Struktur Organisasi

Gambar 5.1
Struktur Organisasi

5.2. Hasil dan Analisis

Sumber : KPP Pratama Banjarmasin

Pembagian Seksi dan Jabatan Fungsional pada Kantor Pelayanan Pajak

Pratama adalah sebagai berikut :

1. Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal

2. Seksi Pelayanan

3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

4. Seksi Ekstensifikasi dan Penyuluhan Perpajakan

5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (maksimal 4 Seksi Pengawasan dan

Konsultasi)

6. Seksi Penagihan
54

7. Seksi Pemeriksaan

8. Kelompok Jabatan Fungsional Pemeriksa Pajak

9. Kelompok Jabatan Fungsional Penilai

5.2 Hasil Penelitian dan Analisis

5.2.1 Deskripsi Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data

sekunder yang diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama

Banjarmasin. Data tersebut meliputi:

1. Jumlah Wajib Pajak yang terdaftar di KPP Pratama


Banjarmasin
Tabel 5.1
Jumlah Wajib Pajak

Sebelum Tax Amnesty Sesudah Tax Amnesty


Wajib Pajak

2014 2015 2016 2017

Orang Pribadi 152.563 167.598 180.692 193.775

Badan 17.333 18.393 19.561 20.533


Sumber : KPP Pratama Banjarmasin
55

2. Data Pelaporan SPT Tahunan

Tabel 5.2
Jumlah WP terdaftar Wajib melaporkan SPT Tahunan

WP Wajib SPT Tahunan


Tahun OP
Badan
Non Karyawan Karyawan
2014 4.606 4.213 33.905
2015 5.101 4.451 36.975
2016 5.888 6.171 44.889
2017 6.973 9.142 53.816
Sumber : KPP Pratama Banjarmasin

Tabel 5.3
Jumlah SPT Tahunan yang disampaikan

WPOP
Tahun WP Badan
Non Karyawan Karyawan

2014 1.636 757 24.069


2015 4.351 4.370 50.455
2016 4.340 4.727 50.115
2017 3.888 4.186 47.568

Sumber : KPP Pratama Banjarmasin

Tabel 5.4
Target Rasio Kepatuhan Wajib Pajak

Tahun Target Rasio Kepatuhan Wajib Pajak


2014 65%
2015 45%
2016 67,5%
2017 45%
Sumber : KPP Pratama Banjarmasin
56

3. Data Penerimaan Pajak dari Penyetoran SPT Tahunan

Tabel 5.5
Jumlah Penerimaan Pajak

Penerimaan Pajak dari Penerimaan Pajak dari


Tahun
Penyetoran WP Badan Penyetoran WPOP

2014 Rp. 63.583.199.884,00 Rp. 1.007.453.596,00


2015 Rp. 97.300.602.498,22 Rp. 7.859.559.934,08
2016 Rp. 101.999.898.081,00 Rp. 12.474.674.667,00
2017 Rp. 173.633.084.884,00 Rp. 11.474.195.936,00
Sumber : KPP Pratama Banjarmasin

5.2.2 Analisis kepatuhan WPOP dan WP Badan sebelum pelaksanaan Tax

Amnesty

5.2.2.1 Analisis kepatuhan pendaftaran

Analisis tingkat kepatuhan pendaftaran Wajib Pajak Orang

Pribadi dan Wajib Pajak Badan sebelum Tax Amnesty dilakukan

untuk melihat apakah terjadi perubahan jumlah Wajib Pajak Orang

Pribadi dan Badan sebelum dan sesudah dilaksanakannya program

Tax Amnesty. Adapun perhitungan yang digunakan yaitu dengan

membandingkan selisih Wajib Pajak terdaftar dengan jumlah Wajib

Pajak terdaftar tahun sebelumnya, yang dirumuskan sebagai berikut:

𝑆𝑒𝑙𝑖𝑠𝑖ℎ 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃𝑂𝑃 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟


𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃𝑂𝑃 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎

𝑆𝑒𝑙𝑖𝑠𝑖ℎ 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟


𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎

Rumus tersebut digunakan untuk melihat berapa persentase

pertambahan jumlah WPOP dan WP Badan yang baru. Adapun data


57

yang akan digunakan serta hasil perhitungan yang telah dilakukan

dalam analisis ini tersaji dalam tabel berikut ini:

Tabel 5.6
Persentase penambahan WPOP dan WP Badan sebelum TA

Sebelum Tax Amnesty Persentase


Wajib Pajak
pertambahan
2014 2015
Orang Pribadi 152.563 167.598 9,8%
Badan 17.333 18.393 6,1%
Sumber : data diolah, 2018

Berdasarkan perhitungan yang tersaji pada tabel 5.6 terjadi

penambahan jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi dari 152.563 pada

tahun 2014 menjadi 167.598 pada tahun 2015. Jumlah WPOP ini

bertambah sebanyak 15.035 Wajib Pajak baru atau bertambah

sebesar 9,8%. Hal ini menunjukkan bahwa kepatuhan pendaftaran

untuk menjadi Wajib Pajak Orang Pribadi yang baru sebelum adanya

program Tax Amnesty sudah cukup baik.

Sedangkan pada jumlah Wajib Pajak Badan terjadi

penambahan jumlah Wajib Pajak Badan dari 17.333 pada tahun

2014 menjadi 18.393 pada tahun 2015. Jumlah Wajib Pajak Badan

ini bertambah sebanyak 1.060 Wajib Pajak baru atau bertambah

sebesar 6,1%. Hal ini menunjukkan bahwa kepatuhan pendaftaran

untuk menjadi Wajib Pajak Badan yang baru sebelum adanya

program Tax Amnesty sudah cukup baik.


58

5.2.2.2 Analisis kepatuhan pelaporan SPT

Menurut surat edaran DJP No: SE-08/PJ/2014 tentang

target rasio kepatuhan penyampaian surat pemberitahuan

tahunan PPh pada tahun 2014. Rasio Kepatuhan Penyampaian

SPT Tahunan PPh pada Tahun 2014 adalah perbandingan

antara jumlah seluruh SPT Tahunan PPh yang diterima selama

tahun 2014 (tidak termasuk pembetulan SPT Tahunan PPh)

dengan jumlah WP Terdaftar Wajib SPT Tahunan PPh per 31

Desember 2013.

Menurut surat edaran DJP No: SE-18/PJ/2015 tentang

penetapan target dan strategi pencapaian rasio kepatuhan

penyampaian surat pemberitahuan tahunan PPh pada tahun 2015.

Rasio Nasional Kepatuhan Penyampaian SPT Tahunan PPh pada

Tahun 2015 adalah perbandingan antara jumlah seluruh SPT

Tahunan PPh yang diterima selama tahun 2015 (tidak termasuk

pembetulan SPT Tahunan PPh) dengan jumlah WP Terdaftar Wajib

SPT Tahunan PPh per 31 Desember 2014. Berdasarkan pernyataan

tersebut, rumus yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑊𝑃𝑂𝑃


𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃𝑂𝑃 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑊𝑃 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛


𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛

Rumus tersebut akan digunakan untuk menghitung rasio

kepatuhan pelaporan SPT Tahunan WPOP dan WP Badan pada


59

tahun 2014 dan 2015. Adapun data dan perhitungan yang dilakukan

tersaji dalam tabel 5.7 dan 5.8 berikut ini.

Tabel 5.7
Rasio kepatuhan WPOP sebelum TA

SPT Tahunan yang


WPOP terdaftar Wajib Rasio Kepatuhan
disampaikan WPOP
SPT Tahunan (2014) (2014)
(2014)

24.826 38.118 65,1%

SPT Tahunan yang WPOP Non Karyawan


Rasio Kepatuhan
disampaikan WPOP Non terdaftar Wajib SPT
(2015)
Karyawan (2015) Tahunan (2015)

4.370 4.451 98,1%

Sumber : data diolah, 2018

Berdasarkan hasil perhitungan yang tersaji pada tabel 5.7 dapat

diketahui bahwa terjadi perbedaan rasio kepatuhan WPOP pada

tahun 2014 dan 2015. Rasio kepatuhan WPOP pada tahun 2015 jauh

lebih tinggi dibandingkan dengan rasio kepatuhan WPOP pada tahun

2014. Sebelum pelaksanaan Tax Amnesty pada tahun 2014

menunjukkan bahwa kepatuhan WPOP masih rendah. Kemudian

pada tahun selanjutnya yaitu 2015 persentase kepatuhan mengalami

kenaikan. Hal ini merupakan hal yang positif karena terjadi

peningkatan rasio kepatuhan WP Orang Pribadi.


60

Tabel 5.8
Rasio kepatuhan WP Badan sebelum TA

SPT Tahunan yang WP Badan terdaftar


Rasio Kepatuhan
disampaikan WP Badan Wajib SPT Tahunan
(2014)
(2014) (2014)

1.636 4.606 35,5%

SPT Tahunan yang WP Badan terdaftar


Rasio Kepatuhan
disampaikan WP Badan Wajib SPT Tahunan
(2015)
(2015) (2015)

4.351 5.101 85,2%

Sumber : data diolah, 2018

Berdasarkan hasil perhitungan yang tersaji pada tabel 5.8 dapat

diketahui bahwa terjadi perbedaan rasio kepatuhan WP Badan pada

tahun 2014 dan 2015. Rasio kepatuhan WP Badan pada tahun 2014

jauh lebih rendah dibandingkan dengan rasio kepatuhan WP Badan

pada tahun 2015. Sebelum pelaksanaan Tax Amnesty pada tahun

2014 menunjukkan bahwa rasio kepatuhan masih rendah. Kemudian

pada tahun selanjutnya persentase kepatuhan mengalami

peningkatan. Hal ini merupakan hal yang positif karena terjadi

peningkatan rasio kepatuhan WP Badan.

Kemudian kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan SPT

Tahunan pada tahun 2014 dapat diukur dengan menggunakan IKU

(Idikator Kerja Utama), dengan taget kepatuhan sebesar 65% pada

tahun 2014. Rasio yang digunakan adalah perbandingan antara


61

jumlah seluruh SPT Tahunan PPh yang diterima selama tahun 2014

(tidak termasuk pembetulan SPT Tahunan PPh) dengan jumlah WP

Terdaftar Wajib SPT Tahunan PPh per 31 Desember 2013. SPT

Tahunan PPh meliputi SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dan SPT

Tahunan PPh Badan. WP Terdaftar Wajib SPT Tahunan PPh terdiri

dari seluruh WP Orang Pribadi dan WP Badan.

Kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan SPT Tahunan pada

tahun 2015 dapat diukur dengan menggunakan IKU (Idikator Kerja

Utama), dengan taget kepatuhan sebesar 45% pada tahun 2015.

Rasio yang digunakan adalah perbandingan antara jumlah seluruh

SPT Tahunan PPh yang diterima selama tahun 2015 (tidak termasuk

pembetulan SPT Tahunan PPh) dengan jumlah WP Terdaftar Wajib

SPT Tahunan PPh per 31 Desember 2014. SPT Tahunan PPh

meliputi SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi Non Karyawan dan

SPT Tahunan PPh Badan. WP Terdaftar Wajib SPT Tahunan PPh

terdiri dari seluruh WP Orang Pribadi Non Karyawan dan WP

Badan. Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑃𝑃ℎ 𝑑𝑖𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛


𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑃𝑃ℎ

Rumus tersebut akan digunakan untuk menghitung rasio

kepatuhan pelaporan SPT Tahunan WPOP dan WP Badan pada

tahun 2014 dan 2015 yang akan dibandingkan dengan target rasio
62

yang ditetapkan pada IKU. Adapun data dan perhitungan yang

dilakukan tersaji dalam tabel berikut ini.

Tabel 5.9
Rasio kepatuhan WPOP dan Badan sebelum TA

SPT Tahunan yang WPOP dan


disampaikan Badan terdaftar Rasio Kepatuhan
Target Rasio
WPOP dan Badan Wajib SPT (2014)
(2014) Tahunan (2014)
26.462 42.724 61,9% 65%

SPT Tahunan yang WPOP Non


disampaikan Karyawan dan
Rasio Kepatuhan
WPOP Non Badan terdaftar Target Rasio
(2015)
Karyawan dan Wajib SPT
Badan (2015) Tahunan (2015)
8.721 9.552 91,3% 45%
Sumber : data diolah, 2018

Berdasarkan hasil perhitungan yang tersaji pada tabel 5.9 dapat

diketahui secara keseluruhan bagaimana kepatuhan Wajib Pajak

yang mencakup WPOP dan WP badan. Pada tahun 2014 rasio

kepatuhan WPOP dan Badan sebesar 61,9%, rasio kepatuhan ini

masih dibawah target rasio kepatuhan IKU yang ditetapkan yaitu

65%. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum pelaksanaan Tax Amnesty

kepatuhan Wajib Pajak masih rendah kerena target rasio kepatuhan

tidak tercapai.

Sementara itu, pada tahun 2015 rasio kepatuhan WPOP dan

WP Badan sebesar 91,3%. Persentase ini melebihi target rasio

kepatuhan IKU yaitu sebesar 45%. Hal ini menunjukkan hal yang

positif karena terjadi peningkatan kepatuhan Wajib Pajak pada tahun

2015 dan rasio kepatuhan pada tahun 2015 telah melebihi target
63

rasio kepatuhan yang ditetapkan. Namun dikarenakan pada tahun

2014 target rasio tidak tercapai, maka kepatuhan pelaporan SPT

sebelum dilaksanakannya program Tax Amnesty belum cukup baik.

5.2.2.3 Analisis kepatuhan penyetoran pajak

Analisis ini digunakan untuk mengetahui tambahan setoran

pajak dilihat dari penambahan penerimaan pajak atas penyetoran

SPT Tahunan PPh Kurang Bayar yang dilakukan oleh WP Orang

Pribadi dan WP Badan yang dirumuskan sebagai berikut:

𝑃𝑒𝑛𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘


𝑥 100%
𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎

Tabel 5.10
Persentase penambahan penerimaan pajak sebelum TA

Penerimaan Sebelum Tax Amnesty


Persentase
Pajak dari
pertambahan
Penyetoran
2014 2015
Orang
Rp. 1.007.453.596,00 Rp. 7.859.559.934,08 680%
Pribadi
Badan Rp. 63.583.199.884,00 Rp. 97.300.602.498,22 53%
Sumber : data diolah, 2018

Berdasarkan hasil perhitungan data yang tersaji pada tabel 5.10

dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan penerimaan pajak dari

setoran WPOP yang sangat signifikan pada tahun 2015. Jumlah

penerimaan pajak ini bertambah sebesar Rp. 6.852.106.338,08.

Sehingga persentase penambahan penerimaan pajak menjadi 680%.

Berdasarkan dari persentase tersebut menunjukkan bahwa,


64

kepatuhan penyetoran WPOP sebelum diadakannya Tax Amnesty

sudah baik.

Sedangkan peningkatan penerimaan pajak dari setoran WP

Badan pada tahun 2015 hanya 53%. Jumlah penerimaan pajak ini

bertambah sebesar Rp. 33.717.402.614,22 dari tahun sebelumnya.

Sehingga, dapat dikatakan kepatuhan penyetoran WP Badan sebelum

diadakannya Tax Amnesty sudah baik.

5.2.3 Analisis kepatuhan WPOP dan WP Badan sesudah pelaksanaan Tax

Amnesty

5.2.3.1 Analisis kepatuhan pendaftaran

Analisis tingkat kepatuhan Wajib Pajak sesudah Tax Amnesty

dilakukan untuk melihat apakah terjadi perubahan jumlah Wajib

Pajak Orang Pribadi dan Badan sebelum dan sesudah

dilaksanakannya program Tax Amnesty. Selain itu, analisis ini juga

digunakan untuk mengetahui dampak pelaksanaan Tax Amnesty

terhadap kepatuhan pendaftaran Wajib Pajak Orang Pribadi dan

Badan. Adapun perhitungan yang digunakan yaitu dengan

membandingkan selisih Wajib Pajak terdaftar dengan jumlah Wajib

Pajak terdaftar tahun sebelumnya, yang dirumuskan sebagai berikut:

𝑆𝑒𝑙𝑖𝑠𝑖ℎ 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃𝑂𝑃 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟


𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃𝑂𝑃 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎

𝑆𝑒𝑙𝑖𝑠𝑖ℎ 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟


𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎

Rumus tersebut digunakan untuk melihat berapa persentase

pertambahan jumlah WPOP dan WP Badan yang baru. Adapun data


65

yang akan digunakan serta hasil perhitungan yang telah dilakukan

dalam analisis ini tersaji dalam tabel berikut ini:

Tabel 5.11
Persentase penambahan WPOP dan WP Badan sesudah TA

Sesudah Tax Amnesty Persentase


Wajib Pajak
pertambahan
2016 2017
Orang Pribadi 180.692 193.775 7,2%
Badan 19.561 20.533 4,9%
Sumber : data diolah, 2018

Berdasarkan perhitungan yang tersaji pada tabel 5.11 terjadi

penambahan jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi dari 180.692 pada

tahun 2016 menjadi 193.775 pada tahun 2017. Jumlah WPOP ini

bertambah sebanyak 13.083 Wajib Pajak atau bertambah sebesar

7,2%. Persentase ini menunjukkan bahwa kepatuhan pendaftaran

untuk menjadi Wajib Pajak Orang Pribadi yang baru sesudah adanya

program Tax Amnesty tidak cukup baik. Hal ini dikarenakan,

persentase penambahan WPOP sebelum pelaksanaan Tax Amnesty

lebih besar dibandingkan sesudah pelaksaan Tax Amnesty.

Sedangkan untuk WP Badan terjadi penambahan jumlah Wajib

Pajak dari 19.561 pada tahun 2016 menjadi 20.533 pada tahun 2017.

Jumlah Wajib Pajak Badan ini bertambah sebanyak 1.060 Wajib

Pajak atau bertambah sebesar 4,9%. Persentase ini menunjukkan

bahwa kepatuhan pendaftaran untuk menjadi Wajib Pajak Badan

yang baru sesudah adanya program Tax Amnesty tidak cukup baik.

Hal ini dikarenakan, persentase penambahan WP Badan sebelum


66

pelaksanaan Tax Amnesty lebih besar dibandingkan sesudah

pelaksanaan Tax Amnesty.

Persentase penambahan jumlah WPOP dan WP Badan sesudah

pelaksanaan Tax Amnesty mengalami penurunan. Hal ini

dikarenakan oleh semakin ketatnya penyeleksian yang dilakukan

KPP Pratama Banjarmasin untuk dapat memberikan NPWP kepada

calon Wajib Pajak baru. Selain itu tingginya persentase penambahan

WPOP dan WP Badan sebelum pelaksanaan Tax Amnesty

disebabkan oleh syarat mengikuti program Tax Amnesty yaitu

membuat SPT Tahunan pada tahun 2015. Sehingga, terjadi lonjakan

pertambahan WPOP dan WP Badan pada tahun sebelum

pelaksanaan Tax Amnesty.

5.2.3.2 Analisis kepatuhan pelaporan SPT

Menurut surat edaran DJP No: SE-07/PJ/2016 tentang

penetapan target dan strategi pencapaian rasio kepatuhan Wajib

Pajak pada tahun 2016. Rasio Kepatuhan Penyampaian SPT

Tahunan PPh pada Tahun 2016 adalah perbandingan antara jumlah

seluruh SPT Tahunan PPh yang diterima selama tahun 2016 (tidak

termasuk pembetulan SPT Tahunan PPh) dengan jumlah WP

Terdaftar Wajib SPT Tahunan PPh per 31 Desember 2015.

Menurut surat edaran DJP No: SE-06/PJ/2017 tentang strategi

peningkatan kepatuhan Wajib Pajak dan penetapan target rasio

kepatuhan Wajib Pajak tahun 2017. Rasio Kepatuhan Penyampaian

SPT Tahunan PPh adalah perbandingan antara jumlah seluruh SPT


67

Tahunan PPh yang diterima selama tahun 2017 (tidak termasuk

pembetulan SPT Tahunan PPh) dengan jumlah WP Terdaftar Wajib

SPT Tahunan PPh per 31 Desember 2016. Berdasarkan pernyataan

tersebut, rumus yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑊𝑃𝑂𝑃


𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃𝑂𝑃 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑊𝑃 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛


𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛

Rumus tersebut akan digunakan untuk menghitung rasio

kepatuhan pelaporan SPT Tahunan WPOP dan WP Badan pada

tahun 2016 dan 2017. Adapun data dan perhitungan yang dilakukan

tersaji dalam tabel 5.12 dan 5.13 berikut ini.

Tabel 5.12
Rasio kepatuhan WPOP sesudah TA

SPT Tahunan yang


WPOP terdaftar Wajib Rasio Kepatuhan
disampaikan WPOP
SPT Tahunan (2016) (2016)
(2016)

54.842 51.060 107,4%

SPT Tahunan yang WPOP Non Karyawan


Rasio Kepatuhan
disampaikan WPOP Non terdaftar Wajib SPT
(2017)
Karyawan (2017) Tahunan (2017)

4.186 9.142 45,7%

Sumber : data diolah, 2018

Berdasarkan hasil perhitungan yang tersaji pada tabel 5.12

dapat diketahui bahwa terjadi perbedaan rasio kepatuhan WPOP

pada tahun 2016 dan 2017. Rasio kepatuhan WPOP pada tahun 2016
68

jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rasio kepatuhan WPOP pada

tahun 2017. Sesudah pelaksanaan Tax Amnesty pada tahun 2016

menunjukkan dampak yang positif karena pencapaian rasio

kepatuhan melebihi 100%. Meskipun pada tahun selanjutnya

persentase kepatuhan mengalami penurunan.

Tabel 5.13
Rasio kepatuhan WP Badan sesudah TA

SPT Tahunan yang WP Badan terdaftar


Rasio Kepatuhan
disampaikan WP Badan Wajib SPT Tahunan
(2016)
(2016) (2016)

4.340 5.888 73,7%

SPT Tahunan yang WP Badan terdaftar


Rasio Kepatuhan
disampaikan WP Badan Wajib SPT Tahunan
(2017)
(2017) (2017)

3.888 6.973 55,7%

Sumber : data diolah, 2018

Berdasarkan hasil perhitungan yang tersaji pada tabel 5.13

dapat diketahui bahwa terjadi perbedaan rasio kepatuhan WP Badan

pada tahun 2016 dan 2017. Rasio kepatuhan WP Badan pada tahun

2016 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rasio kepatuhan WP

Badan pada tahun 2017. Sesudah pelaksanaan Tax Amnesty pada

tahun 2016 menunjukkan dampak yang positif karena pencapaian

rasio yang cukup baik. Meskipun pada tahun selanjutnya persentase

kepatuhan mengalami penurunan.


69

Kemudian kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan SPT

Tahunan pada tahun 2016 dapat diukur dengan menggunakan IKU

(Idikator Kerja Utama), dengan taget kepatuhan sebesar 67,5% pada

tahun 2016. Rasio yang digunakan adalah perbandingan antara

jumlah seluruh SPT Tahunan PPh yang diterima selama tahun 2016

(tidak termasuk pembetulan SPT Tahunan PPh) dengan jumlah WP

Terdaftar Wajib SPT Tahunan PPh per 31 Desember 2015. SPT

Tahunan PPh meliputi SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi dan

SPT Tahunan PPh Badan. WP Terdaftar Wajib SPT Tahunan PPh

terdiri dari seluruh WP Orang Pribadi dan WP Badan.

Kepatuhan Wajib Pajak dalam melaporkan SPT Tahunan pada

tahun 2017 dapat diukur dengan menggunakan IKU (Idikator Kerja

Utama), dengan taget kepatuhan sebesar 45% pada tahun 2017.

Rasio yang digunakan adalah perbandingan antara jumlah seluruh

SPT Tahunan PPh yang diterima selama tahun 2017 (tidak termasuk

pembetulan SPT Tahunan PPh) dengan jumlah WP Terdaftar Wajib

SPT Tahunan PPh per 31 Desember 2016. SPT Tahunan PPh

meliputi SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi Non Karyawan dan

SPT Tahunan PPh Badan. WP Terdaftar Wajib SPT Tahunan PPh

terdiri dari seluruh WP Orang Pribadi Non Karyawan dan WP

Badan. Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑃𝑃ℎ 𝑑𝑖𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛


𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑊𝑃 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑎𝑓𝑡𝑎𝑟 𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏 𝑆𝑃𝑇 𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑃𝑃ℎ
70

Rumus tersebut akan digunakan untuk menghitung rasio

kepatuhan pelaporan SPT Tahunan WPOP dan WP Badan pada

tahun 2016 dan 2017 yang akan dibandingkan dengan target rasio

yang ditetapkan pada IKU. Adapun data dan perhitungan yang

dilakukan tersaji dalam tabel berikut ini.

Tabel 5.14
Rasio kepatuhan WPOP dan Badan sesudah TA

SPT Tahunan
WPOP dan Badan Rasio
yang disampaikan
terdaftar Wajib SPT Kepatuhan Target Rasio
WPOP dan Badan
Tahunan (2016) (2016)
(2016)
59.182 56.948 103,9% 67,5%

SPT Tahunan WPOP Non


yang disampaikan Karyawan dan Rasio
WPOP Non Badan terdaftar Kepatuhan Target Rasio
Karyawan dan Wajib SPT Tahunan (2017)
Badan (2017) (2017)
8.074 16.115 50,1% 45%
Sumber : data diolah, 2018

Berdasarkan hasil perhitungan yang tersaji pada tabel 5.14

dapat diketahui secara keseluruhan bagaimana kepatuhan Wajib

Pajak yang mencakup WPOP dan WP badan. Pada tahun 2016 rasio

kepatuhan WPOP dan Badan sebesar 103,9%, rasio kepatuhan ini

melebihi target rasio kepatuhan IKU yang ditetapkan yaitu 67,5%.

Hal ini menunjukkan bahwa Tax Amnesty memberikan dampak yang

positif.

Sementara itu, pada tahun 2017 rasio kepatuhan WPOP dan

WP Badan sebesar 50,1%. Persentase ini juga melebihi target rasio

kepatuhan IKU yaitu sebesar 45%. Hal ini menunjukkan hal yang
71

positif karena terjadi peningkatan kepatuhan Wajib Pajak pada tahun

2016 dan rasio kepatuhan pada tahun 2017 telah melebihi target

rasio kepatuhan yang ditetapkan. Sehingga, dapat dikatakan bahwa

kepatuhan pelaporan SPT sesudah dilaksanakannya program Tax

Amnesty lebih baik dibandingkan sebelum dilaksanakannya program

Tax Amnesty. Peningkatan rasio kepatuhan pelaporan SPT Tahunan

sesudah dilaksanakannya Tax Amensty, disebabkan oleh WPOP dan

WP Badan yang telah mengungkapkan hartanya maka akan

melaporkan SPT Tahunan.

5.2.3.3 Analisis kepatuhan penyetoran pajak

Analisis ini digunakan untuk mengetahui tambahan setoran

pajak dilihat dari penambahan penerimaan pajak atas penyetoran

SPT Tahunan PPh Kurang Bayar yang dilakukan oleh WP Orang

Pribadi dan WP Badan yang dirumuskan sebagai berikut:

𝑃𝑒𝑛𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘


𝑥 100%
𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚𝑛𝑦𝑎

Tabel 5.15
Persentase penambahan penerimaan pajak sesudah TA

Penerimaan Sesudah Tax Amnesty


Persentase
Pajak dari
pertambahan
Penyetoran
2016 2017
Orang
Rp. 12.474.674.667,00 Rp. 11.474.195.936,00 -8%
Pribadi
Badan Rp. 101.999.898.081,00 Rp. 173.633.084.884,00 70%
Sumber : data diolah, 2018
72

Berdasarkan hasil perhitungan data yang tersaji pada tabel 5.15

dapat diketahui bahwa terjadi penurunan penerimaan pajak dari

setoran WPOP pada tahun 2017. Jumlah penerimaan pajak pada

tahun 2017 berkurang sebesar Rp. 1.000.478.731. Sehingga

persentase penambahan penerimaan pajak menjadi -8%. Sesudah

pelaksanaan program Tax Amnesty penerimaan pajak mengalami

sedikit penurunan. Namun jika dilihat dari jumlah nominal yang ada

pada tahun sesudah pelaksanaan Tax Amnesty, jumlah penerimaan

sesudah Tax Amnesty lebih besar dibandingkan dengan sebelum

pelaksanaan Tax Amnesty. Hal ini menunjukkan bahwa sesudah

pelaksanaan Tax Amnesty penerimaan pajak lebih baik dan

menunjukkan bahwa Tax Amnesty telah mampu meningkatkan

kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam penyetoran pajak.

Sedangkan untuk penerimaan pajak dari WP badan terjadi

peningkatan pada tahun 2017. Jumlah penerimaan pajak ini

bertambah sebesar Rp. 71.633.186.803,00. Sehingga persentase

penambahan penerimaan pajak menjadi 70%. Persentase penerimaan

pajak sesudah pelaksanaan Tax Amnesty lebih besar daripada

persentase sebelum pelaksanaan Tax Amnesty. Hal ini menunjukkan

bahwa program Tax Amnesty memberikan dampak yang positif

terhadap kepatuhan Wajib Pajak orang pribadi dalam penyetoran

pajak. Program Tax Amnesty telah mampu meningkatkan kepatuhan

penyetoran. Hal ini didasari oleh persentase penambahan penerimaan

pajak yang meningkat pada tahun 2017 dan secara jumlah


73

penerimaan pajak juga selalu mengalami peningkatan. Peningkatan

jumlah penerimaan pajak sesudah pelaksanaan Tax Amnesty

berbanding lurus dengan peningkatan pelaporan SPT Tahunan. WP

yang mengungkapkan hartanya pada SPT Tahunan mengakibatkan

penambahan penerimaan pajak.

5.2.4 Implikasi Hasil Penelitian

5.2.4.1 Implikasi Teoritis

Implikasi teoritis dalam penelitian ini yaitu memberikan

pemahaman, gambaran, ilmu pengetahuan dan menjadi referensi

bagi pengembangan teori dan pengetahuan di bidang akuntansi

khususnya menganai permasalahan kepatuhan Wajib Pajak dan Tax

Amnesty.

5.2.4.2 Implikasi Praktis

Bagi institusional khususnya KPP Pratama Banjarmasin,

diharapkan dapat membantu memberikan sumbangan pemikiran

tentang kepatuhan Wajib Pajak dan penerapan Tax Amnesty.

Sehingga, dapat mengambil langkah-langkah yang baik untuk

meningkatkan keptuhan Wajib Pajak.

Bagi mahasiswa khususnya mahasiswa FEB ULM, diharapkan

dapat memberikan manfaat yakni dapat berguna sebagai sumbangan

pemikiran untuk menambah wawasan bagi mahasiswa.

Bagi dosen khususnya dosen FEB ULM, diharapkan akan

menjadi sumbangan pemikiran yang dapat berguna dalam proses

belajar dan mengajar pada mata kuliah Perpajakan.


74

Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat

berguna sebagai referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.

5.2.5 Keterbatasan Penelitian

Sebagaimana lazimnya suatu penelitian, penelitian ini juga

memiliki beberapa keterbatasan. Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu,

data yang digunakan dalam penelitian ini masih terbatas hanya dalam

periode tahun 2014 hingga 2017.


75

BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang dikemukakan pada bab

sebelumnya. Maka ditarik kesimpulan pada sebagai berikut:

1. Kepatuhan Pendaftaran

Program Tax Amnesty belum mampu meningkatkan kepatuhan

dalam hal mendaftarkan diri sebagai Wajib pajak baru. Hal ini didasari

oleh persentase penambahan jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi dan

Wajib Pajak Badan yang baru mengalami penurunan ditahun 2017.

Penurunan persentase ini disebabkan oleh semakin ketatnya proses

untuk memperoleh NPWP pada tahun sesudah pelaksanaan Tax

Amnesty. Selain itu syarat untuk mengikuti Tax Amnesty yaitu

melaporkan SPT tahunan pada tahun 2015 menyebabkan lonjakan

pertambahan jumlah WP pada tabun sebelum Tax Amnesty.

2. Kepatuhan Pelaporan SPT Tahunan

Program Tax Amnesty mampu meningkatkan kepatuhan dalam hal

melaporkan SPT Tahunan. Hal ini didasari oleh rasio kepatuhan

pelaporan SPT Tahunan sesudah pelaksanaan Tax Amnesty melampaui

target yang ditetapkan pada IKU (Indikator Kinerja Utama). Sehingga

kepatuhan pelaporan sesudah Tax Amnesty lebih baik dibandingkan

sebelum pelaksanaan Tax Amnesty. Peningkatan rasio kepatuhan

pelaporan SPT Tahunan sesudah dilaksanakannya Tax Amensty,


76

disebabkan oleh WPOP dan WP Badan yang telah mengungkapkan

hartanya maka akan melaporkan SPT Tahunan.

3. Kepatuhan Penyetoran

Program Tax Amnesty sudah mampu meningkatkan kepatuhan

WPOP dalam penyetoran pajak. Hal ini didasari oleh jumlah

penerimaan pajak yang lebih besar pada tahun sesudah dilaksanakannya

Tax Amnesty. Sedangkan dari sisi WP Badan program Tax Amnesty

mampu meningkatkan kepatuhan penyetoran. Hal ini didasari oleh

persentase penambahan penerimaan pajak yang meningkat pada tahun

2017 dan secara jumlah selalu mengalami peningkatan penerimaan

pajak. Peningkatan jumlah penerimaan pajak sesudah pelaksanaan Tax

Amnesty berbanding lurus dengan peningkatan pelaporan SPT Tahunan.

WP yang mengungkapkan hartanya pada SPT Tahunan mengakibatkan

penambahan penerimaan pajak.

6.2. Saran

Berdasarkan dari hasil penelitian dan keterbatasan yang ada dalam

penelitian ini, maka dapat diberikan saran bagi peneliti selanjutnya yaitu,

menambah periode waktu penelitian terutama periode sesudah berlakunya

Tax Amnesty agar dapat lebih menggambarkan bagaimana dampak

pelaksanaan program Tax Amnesty.


DAFTAR PUSTAKA

_____,Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 tentang


Pengampunan Pajak.

_____,Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 tentang


Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5
Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 6
Tahun 1983 tentang “Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi
Undang-Undang”.

_____,Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang


Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
“Pajak Penghasilan”.

Adam, O., Tuli, H., & Husain, S. P. (2017). Pengaruh Program Pengampunan
Pajak Terhadap Efektivitas Penerimaan Pajak di Indonesia. Akuntabilitas:
Jurnal Ilmu Akuntansi, 61-70.

APBN. (2016). Keterangan Pers, 3449230(021), 5–7.

Hadi, S. (2004). Analisis Regresi. Yogyakarta: Andi Offset.

Harahap, Sofyan Syafri. (2011). Teori Akuntansi. Edisi Revisi 2011. Rajawali
Pers, Jakarta.

http://www.pajak.go.id/content/article/realisasi-penerimaan-pajak-30- november-
2015. Diakses 8 Februari 2017

Hutasoit, G. (2017). Pengaruh Tax Amnesty Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak di


Kota Palembang. Seminar Nasional Teknologi Informasi, Bisnis, dan
Desain, 43-48.

Husnurrosyidah. (2016). Pengaruh Tax Amnesty Dan Sanksi Pajak Terhadap


Kepatuhan Pajak Di Bmt Se-Karesidenan Pati . EQUILIBRIUM: Jurnal
Ekonomi Syariah , 211-226.

Ikhsan, A., & dkk. (2014). Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan
Manajemen. Bandung: Citapustaka Media.
Isroah. (2012). Perpajakan. Yogyakarta: Uny Press.

Istiqomah. (2017). Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Berkaitan


Dengan Adanya Kebijakan Penghapusan Sanksi Pajak. JURNAL
NOMINAL, 81-92.

Kartika, C. A., Nangoi, G. B., & Lambey, R. (2017). Analisis Efektivitas


Penerapan Tax Amnesty (Pengampunan Pajak) Terhadap Penerimaan
Pajak Dari Wajib Pajak Badan Usaha Pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Manado. EMBA, 945-954.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 467/KMK.01/2014.


Tentang Pengelolaan Kinerja Di Lingkungan Kementrian Keuangan.

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 544/KMK.04/2000.


Tentang Kriteria Wajib Pajak Yang Dapat Diberikan Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.

Leba, Elizabeth Hilda Yuliana. (2016). Dampak Pelaksanaan Kebijakan


Penghapusan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang
Pribadi (Studi Kasus di KPP Pratama Wilayah Kanwil Direktorat
Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta.
Universitas Sanata Dharma.

Mardiasmo. (2018). Perpajakan. Yogyakarta: ANDI.

Maulindayani, L., Sofianty, D., & Helliana. (2018). Pengaruh Pengetahuan


Perpajakan dan Tax Amnesty Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang
Pribadi. Akuntansi, Gelombang 1, Tahun Akademik 2017-2018 Volume 4,
No.1, 158-165.

Ngadiman, & Huslin, D. (2015). Pengaruh Sunset Policy, Tax Amnesty, dan
Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak. Jurnal Akuntansi/Volume
XIX, 225-241.

Nur Indriantoro & Bambang Supomo. (2009). Metodologi Penelitian Bisnis untuk
Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta : BPFE Yogyakarta.

Nurmantu, Safri. (2003). Pengantar Perpajakan. Jakarta: Kelompok Yayasan


Obor.
Pandiangan, L. (2014). Administrasi Perpajakan. Jakarta: Erlangga.

Pangkey, M. M., Sondakh, J. J., & Tirayoh, V. Z. (2017). Analisis Kepatuhan


Wajib Pajak Orang Pribadi Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan Tax
Amnesty di KPP Pratama Manado. Jurnal Riset Akuntansi Going Concern,
513-522.

Prabowo, A. D. (2015). Efektivitas Sosialisasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan


Pelaporan SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi pada Kantor
Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Tondano.
Jurnal EMBA, 1063-1070.

Prokal.co (2018, Februari 1). Pengusaha Batubara Dominan Tunggak Pajak di


Banua. Dipetik Februari 28, 2018, dari Prokal.co:
http://kalsel.prokal.co/read/news/13497-pengusaha-batubara-dominan-
tunggak-pajak-di-banua.html

Putra, I. M. (2017). Perpajakan Edisi : Tax Amnesty. Yogyakarta: Quadrant.

Putri, R. (2017). Pemberlakuan Tax Amnesty Berdasarkan UU Nomor 11 Tahun


2016 Tentang Pengampunan Pajak. Lex Privatum, 67-74.

Ragimun. 2016. Analisis Implementasi Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) Di


Indonesia. Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu RI.

Rahayu, Siti Kurnia. 2010. Perpajakan Indonesia: Konsep dan Aspek Formal.
Yogyakarta: Graha Ilmu.

Rahman, A. (2010). Panduan Pelaksanaan Administrasi Pajak: Untuk Karyawan,


Pelaku Bisnis Dan Perusahaan. Bandung: Nuansa.

Resmi, S. (2016). Perpajakan: Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.

Sari, D. (2013). Konsep Dasar Perpajakan. Bandung: Refika Aditama.

Sekaran, U. (2011). Metode Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. (2006). Metode Penelitian Survei.


Jakarta: Bafe.

Suandy, E. (2016). Hukum Pajak. Yogyakarta: Salemba Empat.


Sugiyono. (2016). Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Umar, H. (2011). Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.

Zain, Muhammad. (2003). Manajemen Perpajakan. Jakarta : Salemba Empat.


LAMPIRAN I
SURAT IZIN PENELITIAN
LAMPIRAN II
DATA PENELITIAN
Wajib Pajak 2014-2017 KPP Pratama Banjarmasin

WP Terdaftar WP Non Efektif


Tahun
Pemungut Badan OP Jumlah Pemungut Badan OP Jumlah

2017 2,734 20,533 193,775 217,042 484 9,960 74,280 84,724

2016 2,671 19,561 180,692 202,924 484 9,958 74,247 84,689

2015 2,582 18,393 167,598 188,573 483 9,938 74,173 84,594

2014 2,285 17,333 152,563 172,181 447 9,571 69,714 79,732

Sumber: KPP Pratama Banjarmasin


Kepatuhan SPT Tahunan 2014 KPP Pratama Banjarmasin

WP Wajib SPT Tahunan WP Lapor SPT Tahunan

OP OP
Badan Jumlah Badan Jumlah
Non Non
Karyawan Karyawan
Karyawan Karyawan

4.606 4.213 33.905 42.724 3.455 38.799 42.254 84.508

Sumber: KPP Pratama Banjarmasin


Kepatuhan SPT Tahunan 2015
WP Wajib SPT Tahunan WP Lapor SPT Tahunan
KPP Pratama OP OP
Badan Non Jumlah Badan Non Jumlah
Karyawan Karyawan
Karyawan Karyawan
711 - KPP Pratama Palangkaraya 2,725 2,296 26,41 31,431 1,734 2,58 29,805 34,119
712 - KPP Pratama Sampit 1,876 2,433 22,23 26,539 973 2,611 17,924 21,508
713 - KPP Pratama Pangkalanbun 1,773 1,529 12,828 16,13 1,052 3,586 14,54 19,178
714 - KPP Pratama Muara Teweh 1,308 855 10,022 12,185 809 3,447 10,513 14,769
731 - KPP Pratama Banjarmasin 5,101 4,451 36,975 46,527 3,698 8,132 35,055 46,885
732 - KPP Pratama Banjarbaru 3,395 4,056 28,97 36,421 2,21 8,974 30,677 41,861
733 - KPP Pratama Barabai 1,422 1,964 14,442 17,828 0 0 0 0
734 - KPP Pratama Batulicin 1,338 2,177 15,987 19,502 736 4,394 19,141 24,271
735 - KPP Pratama Tanjung 1,474 1,031 13,542 16,047 1,012 3,932 17,413 22,357
Jumlah 20,412 20,792 181,406 222,61 12,224 37,656 175,068 224,948

Sumber: KPP Pratama Banjarmasin


Kepatuhan SPT Tahunan 2017

Kepatuhan SPT Tahunan 2016


WP Wajib SPT Tahunan WP Lapor SPT Tahunan
OP OP
KPP Pratama
Badan Non Jumlah Badan Non Jumlah
Karyawan Karyawan
Karyawan Karyawan
711 - KPP Pratama Palangkaraya 3,292 4,268 31,895 39,455 1,827 1,071 38,849 41,747
712 - KPP Pratama Sampit 2,215 4,054 25,678 31,947 1,292 1,331 29,087 31,71
713 - KPP Pratama Pangkalanbun 2,126 3,122 16,012 21,26 1,283 1,315 19,03 21,628
714 - KPP Pratama Muara Teweh 1,526 1,136 12,779 15,441 934 682 21,994 23,61
731 - KPP Pratama Banjarmasin 5,888 6,171 44,889 56,948 3,986 3,249 51,286 58,521
732 - KPP Pratama Banjarbaru 4,179 6,542 36,804 47,525 2,291 4,839 44,378 51,508
733 - KPP Pratama Barabai 1,663 2,889 18,063 22,615 0 0 0 0
734 - KPP Pratama Batulicin 1,811 2,894 18,869 23,574 939 729 27,847 29,515
735 - KPP Pratama Tanjung 1,819 2,167 16,39 20,376 1,269 601 24,531 26,401
Jumlah 24,519 33,243 221,379 279,141 13,821 13,817 257,002 284,64

Sumber: KPP Pratama Banjarmasin


WP Wajib SPT Tahunan WP Lapor SPT Tahunan
OP OP
KPP Pratama
Badan Non Jumlah Badan Non Jumlah
Karyawan Karyawan
Karyawan Karyawan
711 - KPP Pratama Palangkaraya 4,544 7,273 39,363 51,18 2,017 4,28 36,996 43,293
712 - KPP Pratama Sampit 2,735 6,254 29,613 38,602 1,403 1,816 26,303 29,522
713 - KPP Pratama Pangkalanbun 2,427 4,938 18,124 25,489 1,427 2,425 20,051 23,903
714 - KPP Pratama Muara Teweh 1,736 2,422 15,386 19,544 1,041 2,074 21,275 24,39
731 - KPP Pratama Banjarmasin 6,973 9,142 53,816 69,931 4,128 4,529 48,27 56,927
732 - KPP Pratama Banjarbaru 5,466 9,82 44,368 59,654 3,298 2,562 45,502 51,362
733 - KPP Pratama Barabai 2,228 4,112 21,177 27,517 0 0 0 0
734 - KPP Pratama Batulicin 3,147 4,922 22,241 30,31 1,359 2,844 33,12 37,323
735 - KPP Pratama Tanjung 2,452 3,333 19,023 24,808 1,565 949 26,669 29,183
Jumlah 31,708 52,216 263,111 347,035 16,238 21,479 258,186 295,903
Sumber: KPP Pratama Banjarmasin

Rangkuman Penerimaan SPT Tahunan KPP Pratama Banjarmasin tahun 2014

No Jenis SPT Mata Uang Total SPT Nihil SPT Kurang Bayar SPT Kurang Bayar
Nilai Jumlah Nilai Jumlah Nilai
SPT
1 Tahunan IDR 1.635 1,335 279 63.563.952.284,00 21 3.367.532.598,00
PPh Badan
SPT
2 Tahunan USD 1 0 1 19.247.600,00 0 0,00
PPh Badan
SPT
3 Tahunan IDR 757 652 100 515.551.941,00 5 37.320.463,00
PPh OP
SPT
4 Tahunan IDR 9.460 9,307 98 481.811.836,00 55 220.024.450,00
PPh OP S
SPT
5 Tahunan IDR 14.609 14,587 22 10.089.819,00 0 0,0
PPh OP SS

Sumber: KPP Pratama Banjarmasin


Rangkuman Penerimaan SPT Tahunan KPP Pratama Banjarmasin tahun 2015

Mata SPT
No Jenis SPT Total SPT Kurang Bayar SPT Lebih Bayar
Uang Nihil
Nilai Jumlah Nilai Jumlah Nilai
1 SPT Tahunan PPh Badan IDR 4.347 3.499 755 97.300.343.121,50 93 39.570.404.122,00
2 SPT Tahunan PPh Badan USD 4 1 3 259.376,72 0 0
3 SPT Tahunan PPh OP IDR 4.370 3.808 522 3.527.188.105,50 40 283.801.415,00
4 SPT Tahunan PPh OP S IDR 22.767 22.440 315 4.315.982.396,58 12 14.925.634,00
5 SPT Tahunan PPh OP SS IDR 27.688 27.635 53 16.389.432,00 0 0

Sumber: KPP Pratama Banjarmasin


Rangkuman Penerimaan SPT Tahunan KPP Pratama Banjarmasin tahun 2016

Mata SPT
No Jenis SPT Total SPT Kurang Bayar SPT Lebih Bayar
Uang Nihil
Nilai Jumlah Nilai Jumlah Nilai
1 SPT Tahunan PPh Badan IDR 4.335 3.437 798 101.999.896.941,00 100 62.756.783.473,00
2 SPT Tahunan PPh Badan USD 5 3 1 1.140,00 1 274.269,18
3 SPT Tahunan PPh OP IDR 4.727 4.124 548 5.861.049.796,00 55 773.164.299,00
4 SPT Tahunan PPh OP S IDR 25.413 25.034 367 6.613.335.321,00 12 49.845.882,00
5 SPT Tahunan PPh OP SS IDR 24.702 24.698 4 289.550,00 0 0

Sumber: KPP Pratama Banjarmasin


Rangkuman Penerimaan SPT Tahunan KPP Pratama Banjarmasin tahun 2017

Mata SPT
No Jenis SPT Total SPT Kurang Bayar SPT Lebih Bayar
Uang Nihil
Nilai Jumlah Nilai Jumlah Nilai
SPT Tahunan PPh
1 IDR 3.885 3.125 659 173.633.084.884,00 101 37.546.592.109,00
Badan
SPT Tahunan PPh
2 USD 3 2 0 0 1 718.635,00
Badan
3 SPT Tahunan PPh OP IDR 4.186 3.639 487 6.422.100.911,00 60 207.860.128,00
4 SPT Tahunan PPh OP S IDR 26.456 26.115 318 5.051.951.275,00 23 49.084.184,00
SPT Tahunan PPh OP
5 IDR 21.112 21.107 2 143.750,00 3 438.400,00
SS

Sumber: KPP Pratama Banjarmasin

Anda mungkin juga menyukai