Anda di halaman 1dari 13

KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH APHANTASIA TERHADAP RUTINITAS


KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Disusun untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia

DISUSUN OLEH :
NAMA : SHADRINA ZALFA N A
KELAS : XI MIPA-E
ABSEN : 31

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR DINAS PENDIDIKAN


SMA NEGERI 2 TUBAN
Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo 869 Tuban Telp.(0356) 321094
E-mail : smadatuban@gmail.com Website : http:/www.sman2tuban.co
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis bisa menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul "Pengaruh Aphantasia Terhadap Rutinitas
Kehidupan Sehari-hari”

Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Endang selaku guru Mata Pelajaran
Bahasa Indonesia yang telah membantu penulis dalam mengerjakan karya tulis ilmiah ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah berkontribusi dalam
pembuatan karya tulis ilmiah ini.

Karya tulis ilmiah ini memberikan “Pengaruh Aphantasia Terhadap Rutinitas Kehidupan Sehari-
hari” . Bagi sebagian besar orang berimajinasi merupakan hal yang mudah untuk dilakukan tapi
tidak dengan oarng yang mengidap Aphantasia.

Penulis menyadari ada kekurangan pada karya tulis ilmiah ini. Oleh sebab itu, saran dan kritik
senantiasa diharapkan demi perbaikan karya penulis. Penulis juga berharap semoga karya tulis
ilmiah ini mampu memberikan pengetahuan dan kesadaran terhadap penyakit/ kelainan yang
menyebabkan seseorang tidak dapat berimajinasi.

Tuban, 16 Maret 2022

Shadrina Zalfa N A
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pernahkah Kamu membayangkan sesuatu di pikiran, Sambil menutup mata, kamu


melihat gambaran yang diinginkan di dalam pikiranmu. seperti berjalan-jalan di tengah
padang rumput sambil menikmati sejuknya embusan angin atau memenangkan undian senilai
puluhan juta? Berimajinasi membayangkan hal membahagiakan yang menjadi impian Anda
mungkin menjadi salah satu kegiatan favorit Anda. Namun, tahukah Anda bahwa tidak
semua orang diberikan kemampuan tersebut? Ya, kondisi ini disebut aphantasia.

dan banyak sekali orang yang tidak menyadari bahwa mereka memiliki penyakit
tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu penyakit Aphantasia?
2. Apa saja gejala yang diderita orang yang memiliki penyakit Aphantasia?
3. Apa yang menyebabkan seseorang mengalami Aphantasia?
4. Bagaimana Cara menyembuhkan Penyakit Aphantasia?

1.3 Tujuan Penilitian


1. Mengetahui apa yang dimaksud penyakit Aphantasia
2. Untuk mengetahui gejala apa saja yang ditimbulkan penyakit Aphantasia terhadap
pengidapnya
3. Untuk mengetahui penyebab pengidap Aphantasia
4. Mengetahui bagaimana cara atau jalan keluar untuk menyembuhkan pengidap Aphantasia

1.4 Manfaat Penilitian


1. Untuk meningkatkan kesadaran terhadap penyakit Aphantasia
2. Untuk menambah wawasan terhadap penyakit Aphantasia
BAB II
KERANGKA TEORI

2.1 Pengertian Aphantasia

Aphantasia adalah kondisi ketika seseorang tidak mampu menciptakan gambar


atau bayangan secara visual dalam pikirannya. Seseorang dengan kondisi ini sering
disebut tidak memiliki “mata pikiran” atau “mind’s eye“.

Perlu Anda ketahui, mata pikiran yang ada di dalam otak seperti layar yang
mempertunjukkan sebuah rangkaian kegiatan yang Anda bayangkan. Mata pikiran ini
berkontribusi pada fungsi kognitif Anda, termasuk memori masa lalu, peristiwa masa
depan, hingga mimpi.

Dengan memiliki mata pikiran, Anda dapat mengenang kembali masa lalu dan
dapat membayangkan peristiwa yang akan terjadi. Adapun hal tersebut dapat
membantu seseorang untuk membuat perencanaan serta berperan dalam pengambilan
keputusan.

Sementara seseorang yang tidak memiliki mata pikiran tidak mampu melakukan
hal tersebut. Ia sulit untuk membayangkan orang, benda, atau suatu peristiwa yang
pernah dilihat, dialami, dan yang akan direncanakan.

Meski demikian, orang dengan kondisi ini masih dapat mendeskripsikan objek
yang dilihatnya dan mengungkapkan fakta yang ia ketahui tentang objek tersebut.
Misalnya, ketika ingin menulis tentang suatu peristiwa, ia tidak membayangkan
peristiwa tersebut di pikirannya, tetapi ia melihat foto atau gambar untuk membantu
mendeskripsikan peristiwa tersebut.

Selain itu, perlu Anda ketahui pula, aphantasia bukanlah sebuah kecacatan fisik
atau tanda penyakit tertentu. Namun, ini merupakan sebuah kelainan neurologis
(sistem saraf) yang memengaruhi otak. Adapun kondisi ini terbilang langka karena
hanya memengaruhi 1-5 persen dari populasi dunia.

2.2 Tanda-tanda seseorang mengidap Aphantasia

Tanda-tanda utama dari aphantasia adalah tidak dapat membayangkan secara


visual di dalam pikiran. Kebanyakan orang menyadari kondisi ini saat remaja atau
berusia dua puluhan. Saat itu, ia baru menyadari bahwa orang lain dapat
membayangkan suatu hal melalui mata pikirannya, sedangkan ia tidak bisa.
Adapun gejala dan tanda-tanda yang khas pada penderita aphantasia adalah:
 Memiliki masalah dengan memori, seperti sulit mengenang peristiwa masa lalu atau
mengingat hal-hal sehari-hari, seperti jumlah jendela yang ada di rumah.
 Cenderung menggunakan cara atau indera lain untuk mendeskripsikan atau
mengingat sesuatu.
 Tidak mampu merancang atau membayangkan peristiwa untuk masa depan.
 Sulit mengenali wajah.
 Penurunan citra yang melibatkan indera lain seperti suara atau sentuhan.
 Jarang bermimpi.
Meski demikian, umumnya penderita kondisi ini masih dapat menjalankan
kehidupan sehari-harinya dengan baik. Namun dalam beberapa waktu, beberapa
orang dengan kondisi ini bisa merasa frustasi atau tertekan ketika tidak mampu
mengingat dan membayangkan wajah orang yang mereka cintai, terutama setelah
orang tersebut meninggal dunia.

2.3 Penyebab seseorang mengalami Aphantasia

Para ahli tidak mengetahui pasti apa penyebab dari aphantasia. Umumnya, kondisi
ini merupakan kelainan bawaan atau yang sudah muncul sejak seseorang lahir.
Penderitanya pun cenderung tidak menunjukkan tanda apapun sejak masih kecil sampai
ia sendiri menyadarinya.
Meski demikian, beberapa penelitian mengungkapkan, ada kerusakan fisik di bagian otak
korteks serebral pada penderita kondisi ini. Adapun bagian otak ini terdiri dari empat
lobus (frontal, parietal, oksipital, dan temporal) yang bertanggung jawab dalam banyak
kemampuan tubuh. Ini termasuk berpikir, mengingat, berbicara, memproduksi dan
memahami bahasa, merencanakan, pemecahan masalah, hingga aktivitas melamun atau
berimajinasi.

Bagian otak ini juga memproses informasi sensorik, seperti rasa, suhu, bau,
pendengaran, penglihatan, dan sentuhan. Oleh karena itu, di bagian otak inilah proses
visual seseorang terjadi, sehingga orang bisa membayangkan bentuk, rasa, rupa, bau,
sebagai bagian dari efek visualisasi tersebut.

Akibat kerusakan pada korteks serebral tersebut, orang dengan aphantasia tidak
mampu berimajinasi dan membayangkan sesuatu secara visual. Adapun kerusakan pada
otak ini bisa terjadi karena beberapa faktor, seperti cedera otak.

Selain itu, penelitian yang dipublikasikan di jurnal Brain Sciences pada 2020
menunjukkan, seseorang juga mungkin mengembangkan kondisi ini setelah mengalami
stroke. Ini umumnya terjadi karena stroke memengaruhi area otak yang disuplai oleh
arteri serebral posterior.
Selain itu, gangguan mental pun seringkali terkait dengan kondisi ini. Ini termasuk
depresi dan gangguan kecemasan. Meski demikian, butuh penelitian lebih lanjut untuk
membuktikannya.
2.4 Cara menyembuhkan Penyakit Aphantasia?

Penelitian mengenai kondisi ini masih sangat terbatas. Oleh karena itu, masih
belum jelas apakah ada cara tertentu yang dapat mengobati aphantasia dan mampu
meningkatkan kemampuan penderitanya dalam membuat gambaran visual di otak.

Meski demikian, berkaca pada penelitian tahun 2017, ada terapi yang mungkin bisa
digunakan oleh penderita kondisi ini untuk meningkatkan kemampuan imajinasinya.
Beberapa teknik yang digunakan dalam terapi ini, yaitu:

 permainan kartu memori,


 melakukan aktivitas mengingat pola,
 berkegiatan yang membutuhkan deskripsi objek dan pemandangan luar ruangan,
 permainan dengan teknik afterimage,
 serta melakukan aktivitas komputer yang menggunakan pengenalan gambar.
Lebih lanjut pada penelitian itu menjelaskan, seseorang yang mendapat terapi tersebut
selama satu jam dalam 18 minggu mampu memvisualisasikan dengan lebih baik sebelum
ia tertidur. Namun, ia merasa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kehidupan
sehari-harinya. Oleh karena itu, butuh penelitian lebih lanjut mengenai pengobatan yang
tepat untuk penderita aphantasia dan berapa lama perawatan ini perlu dilakukan.
BAB III

METODE PENILITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Pada penelitian kali ini kami menggunakan jenis penelitian Studi Kasus mempelajari
secara intensif seorang individu atau kelompok yang mengalami kasus serupa. Misalnya,
mempelajari perilaku atau tanggapan teman-teman atau orang sekitar XI MIPA-E yang
menunjukkan gejala Aphantasia.

Dalam melakukannya, peneliti mempelajarinya secara mendalam dengan


mengungkap variabel-variabel yang dapat menyebabkan terjadinya kasus tersebut dari
berbagai aspek. Sederhananya, studi kasus dimaksudkan untuk megetahui mengapa
individu melakukan apa yang dia lakukan.

3.2 Tempat dan Waktu Penilitian

Penelitian ini Dilakukan dalam jangka waktu 2 hari, terhitung dari tanggal 12,
Maret 2022 sampai dengan 13, Maret 2022. Dalam waktu sesingkat ini peneliti berusaha
semaksimal mungkin untuk mengoptimalkan waktu terhadap penelitian ini.

Tempat untuk penelitian ini adalah kelas XI MIPA E SMA Negeri 2 Tuban Jl.
DR. Wahidin Sudirohusodo No.800, Sidorejo, Kecamatan Tuban, Kabupaten Tuban,
Jawa Timur. Dikarenakan yang menjadi sasaran peneliti yaitu bagaimana perilaku dan
tanggapan siswa XI MIPA E dalam membayangkan atau berimajinasi terhadap suatu hal.
Maka dari itu penelitian dilaksanakan di kelas XI MIPA E SMA Negeri 2 Tuban.

3.3 Sasaran Penelitian

Pada karya tulis ilmiah ini sasaran penelitian adalah murid-murid kelas XI MIPA E

3.4 Teknik Pengumpulan Data

3.4.1 Metode Studi Kasus

Metode penelitian Studi Kasus merupakan metode penelitian yang berfokus


terhadap proses penyelidikan atau pemeriksaan terhadap sumber data dan
informasi utamanya diperoleh dari mengamati perilaku atau cara berimajinasi.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode studi kasus mengacu pada
perilaku sumber utamanya diperoleh dari 35 responden siswa XI MIPA E SMA
Negeri 2 Tuban sebagai sampel penelitian.

3.4.2 Metode Kepustakaan

Metode kepustakaan adalah metode atau teknik pengumpulan data dan


mempelajari data melalui buku buku, literatur yang ada melalui media
konvensional atau online.

Pada penelitian ini penulis memanfaatkan internet untuk mencari jurnal dan buku
dijadikan literatur untuk memperkuat penelitian terhadap penyakit Aphantasia.

3.5 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data merupakan alatukur dan alat bantu yang digunakan
peneliti untuk dijadikan sebuah acuan dalam menulis karya tulis ilmiah agar kegiatan
tersebut lebih sistematis.

Pada penelitian kali ini penulis menggunakan instumen penelitian berupa


pengamatan terhadap tindak dan perilaku siswa-siswi kelas XI MIPA-E

3.6 Tahap Tahap Penelitian

Dalam penelitian kali ini ada tahap tahapan yang dilalui penulis untuk mencapai
sebuah karya tulis ilmiah. Berikut nenerapa tahapan tahapan penelitian yang dilakukan
penulis:

3.6.1 Tahap Persiapan

Pada tahapan persiapan ini para penulis mendiskusikan ide dan gagasan
apa yang akan dijadikan sebagai acuan dari karya tulis ilmiah yang dibuat,
membuat urut urutan judul, tema, dan subtema dari karya ilmiah yang
akan di buat.

3.6.2 Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan ini para penulis terlebih dahulu mecari web atau
literature yang dapat di akses melalui handpone android, untuk dijadikan
ispirasi dalam penulisan karya tulis ilmiah.
3.7 Tahap Penyelesaian

Pada tahap penyelesaian penulis mengumpulkan semua data serta merangkumnya


lalu dijabarkan dan dituangkan ide ide serta gagasan sehingga menjadi sebuah karya tulis
ilmiah yang berjudul “Pengaruh Aphantasia terhadap kehidupan sehari hari”.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Tanda-tanda seseorang mengidap Aphantasia

Tanda-tanda utama dari aphantasia adalah tidak dapat membayangkan secara


visual di dalam pikiran. Kebanyakan orang menyadari kondisi ini saat remaja atau
berusia dua puluhan. Saat itu, ia baru menyadari bahwa orang lain dapat
membayangkan suatu hal melalui mata pikirannya, sedangkan ia tidak bisa.
Adapun gejala dan tanda-tanda yang khas pada penderita aphantasia adalah:
 Memiliki masalah dengan memori, seperti sulit mengenang peristiwa masa lalu atau
mengingat hal-hal sehari-hari, seperti jumlah jendela yang ada di rumah.
 Cenderung menggunakan cara atau indera lain untuk mendeskripsikan atau
mengingat sesuatu.
 Tidak mampu merancang atau membayangkan peristiwa untuk masa depan.
 Sulit mengenali wajah.
 Penurunan citra yang melibatkan indera lain seperti suara atau sentuhan.
 Jarang bermimpi.

Meski demikian, umumnya penderita kondisi ini masih dapat menjalankan


kehidupan sehari-harinya dengan baik. Namun dalam beberapa waktu, beberapa
orang dengan kondisi ini bisa merasa frustasi atau tertekan ketika tidak mampu
mengingat dan membayangkan wajah orang yang mereka cintai, terutama setelah
orang tersebut meninggal dunia.

Meski demikian, umumnya penderita kondisi ini masih dapat menjalankan


kehidupan sehari-harinya dengan baik. Namun dalam beberapa waktu, beberapa
orang dengan kondisi ini bisa merasa frustasi atau tertekan ketika tidak mampu
mengingat dan membayangkan wajah orang yang mereka cintai, terutama setelah
orang tersebut meninggal dunia.

2.3 Penyebab seseorang mengalami Aphantasia


Para ahli tidak mengetahui pasti apa penyebab dari aphantasia. Umumnya, kondisi
ini merupakan kelainan bawaan atau yang sudah muncul sejak seseorang lahir.
Penderitanya pun cenderung tidak menunjukkan tanda apapun sejak masih kecil sampai
ia sendiri menyadarinya.
Meski demikian, beberapa penelitian mengungkapkan, ada kerusakan fisik di bagian otak
korteks serebral pada penderita kondisi ini. Adapun bagian otak ini terdiri dari empat
lobus (frontal, parietal, oksipital, dan temporal) yang bertanggung jawab dalam banyak
kemampuan tubuh. Ini termasuk berpikir, mengingat, berbicara, memproduksi dan
memahami bahasa, merencanakan, pemecahan masalah, hingga aktivitas melamun atau
berimajinasi.

Bagian otak ini juga memproses informasi sensorik, seperti rasa, suhu, bau,
pendengaran, penglihatan, dan sentuhan. Oleh karena itu, di bagian otak inilah proses
visual seseorang terjadi, sehingga orang bisa membayangkan bentuk, rasa, rupa, bau,
sebagai bagian dari efek visualisasi tersebut.

Akibat kerusakan pada korteks serebral tersebut, orang dengan aphantasia tidak
mampu berimajinasi dan membayangkan sesuatu secara visual. Adapun kerusakan pada
otak ini bisa terjadi karena beberapa faktor, seperti cedera otak.

Selain itu, penelitian yang dipublikasikan di jurnal Brain Sciences pada 2020
menunjukkan, seseorang juga mungkin mengembangkan kondisi ini setelah mengalami
stroke. Ini umumnya terjadi karena stroke memengaruhi area otak yang disuplai oleh
arteri serebral posterior.
Selain itu, gangguan mental pun seringkali terkait dengan kondisi ini. Ini termasuk
depresi dan gangguan kecemasan. Meski demikian, butuh penelitian lebih lanjut untuk
membuktikannya.

2.4 Cara menyembuhkan Penyakit Aphantasia?

Penelitian mengenai kondisi ini masih sangat terbatas. Oleh karena itu, masih
belum jelas apakah ada cara tertentu yang dapat mengobati aphantasia dan mampu
meningkatkan kemampuan penderitanya dalam membuat gambaran visual di otak.

Meski demikian, berkaca pada penelitian tahun 2017, ada terapi yang mungkin bisa
digunakan oleh penderita kondisi ini untuk meningkatkan kemampuan imajinasinya.
Beberapa teknik yang digunakan dalam terapi ini, yaitu:

 permainan kartu memori,


 melakukan aktivitas mengingat pola,
 berkegiatan yang membutuhkan deskripsi objek dan pemandangan luar ruangan,
 permainan dengan teknik afterimage,
 serta melakukan aktivitas komputer yang menggunakan pengenalan gambar.
Lebih lanjut pada penelitian itu menjelaskan, seseorang yang mendapat terapi tersebut
selama satu jam dalam 18 minggu mampu memvisualisasikan dengan lebih baik
sebelum ia tertidur. Namun, ia merasa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam
kehidupan sehari-harinya. Oleh karena itu, butuh penelitian lebih lanjut mengenai
pengobatan yang tepat untuk penderita aphantasia dan berapa lama perawatan ini
perlu dilakukan.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan data, dalam penelitian Pengaruh


Aphantasia Terhadap Rutinitas Sehari-hari. Penulis memperoleh beberapa kesimpulan
sebagai berikut:

1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang pengidap Aphantasia tidsak dapat
berimajinasi selayaknya kita yang dapat membayangkan suatu hal tanpa harus
mengidentifikasikan atau mengaitkan hal tersebut dengan sesuatu secara detail
2. Mereka pengidap Aphantasia biasanya berimajinasi melalui bayangan hitam putih yang
muncul di angan mereka yang menyerupai benda sekitar atau sehari-hari
3. Terkadang pengidap aphantasia mengalami kesulitan dalam mengingat wajah atau
bentuk, biasanya mereka mengingat melalui karateristik, wangi, benda, tinggi suatu orang
atau benda
DAFTAR PUSTAKA

https://hellosehat.com/saraf/saraf-lainnya/apa-itu-aphantasia/
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20150827152939-255-74926/tak-bisa-
menghitung-domba-mungkin-anda-mengidap-aphantasia
https://www.kompas.com/sains/read/2020/06/29/080300123/studi--orang-yang-tak-
mampu-berimajinasi-mungkin-punya-masalah-memori?page=all
https://www.youtube.com/watch?v=k0cFG4BR75A
https://youtu.be/uNpCF-IkRv8
https://youtu.be/ewsGmhAjjjI

Anda mungkin juga menyukai