Anda di halaman 1dari 6

DISKUSI 8

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA


Pelayanan publik merupakan salah satu unsur penting bagi organisasi publik termasuk organisasi
pemerintah. Oleh karena itu pelayanan publik yang diberikan aparatur pemerintah (birokrasi pemerintah)
harus senantiasa berorientasi pada kepentingan publik. Pemenuhan terhadap kepentingan publik secara
substantif sudah selayaknya memperhatikan kualitas pelayanan yang diberikan
agar masyarakat yang dilayani dapat memberikan tanggapan positif terhadap hasil pelayanan yang
diberikan oleh aparatur pemerintah tersebut. Namun dalam realitanya masalah pelayanan publik
dilingkungan pemerintahan sudah lama menjadi pusat perhatian masyarakat seiring banyaknya kasus
pelayanan publik yang dianggap kurang berpihak kepada kepentingan masyarakat. Ini mengisyaratkan
bahwa kualitas pelayanan yang diberikan pemerintah belum menunjukkan hasil yang memuaskan bagi
masyarakat. Pelayanan yang berbelit-belit, in-efisiensi, lambat, tidak ramah serta tidak jelasnya waktu
penyelesaian dan tidak jelasnya biaya pelayanan merupakan bukti nyata bahwa kualitas pelayanan yang
diberikan aparatur pemerintah masih rendah dan pelayanan publik belum berkualitas. Beberapa faktor
penyebab belum berkualitasnya pelayanan publik adalah faktor SDM aparatur, organisasi
birokrasi, tata laksana, pola pikir, kinerja organisasi, budaya birokrasi, inovasi birokrasi dan teknologi
informasi, perilaku birokrasi, sistem dan strategi pelayanan,
kepemimpinan yang transaksional, struktur organisasi yang adaptif, perilaku organisasi yang
koruptif, lemahnya implementasi kebijakan, belum diterapkannya prinsip good governance dan
komunikasi birokrasi.
SISTEM HUKUM INDONESIA

Tidak ada, kenapa demikian ? karena terlepas dari perlindungan yang sama atas hak-hak orang asing yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan oleh tuan rumah bisa dihadapan ke pengadilan, akan tetapi
hukum internasional tidak melarang suatu negara mengadakan perlakukan yang berbeda yang lebih
mengutamakan pada warga negaranya sendiri dari pada orang asing. Kemudian pada Kasus Lotus, Kasus
Lotus merupakan kasus yang terjadi pada 2 Agustus 1926 dikarenakan oleh adanyatabrakan antara SS
Lotus, sebuah kapal uap Prancis dan SS-Boz Kourt, sebuah kapal Turki, disuatu daerah di utara Mytilene.
Sebagai akibat dari kecelakaan itu, terdapatlah delapanwarga Turki atas kapal-Boz Kourt tenggelam
ketika kapal itu ditabrak oleh Kapal Lotus.Kapten kapal Lotus yang bernama M. Demons ditangkap oleh
pemerintah Turki sekaligusdimintai keterangan. M. Demons ditahan dan diadili oleh Turki dengan alasan
telahmelakukan tindakan kejahatan pidana pembunuhan yang menimbulkan korban danmenyebabkan
kerugian terhadap kapal tambang Turki. Pemerintah Prancis keberatan ataspenahanan yang dilakukan
Turki, karena dianggap tindakan itu tidak sejalan dengan HukumInternasionl, dan pihak Turki tidak
memiliki Jurisdiksi untuk mengadili perkara itu, danberpandangan bahwa negara benderalah yang
memiliki Jurisdiksi eksklusif atas kapal di lautlepas (floating island theory). sehingga permasalahan ini
diajukan ke MahkamahInternasional Permanen.Pada tanggal 7 September 1927, yakni ketika belum
adanya Perserikatan Bangsa-Bangsa,kasus tersebut diajukan Mahkamah Internasional Permanen
(Permanent-ICJ), yang manamerupakan bagian yudisial dari Liga Bangsa-Bangsa (pendahulu
Perserikatan Bangsa-Bangsa).

Berikut beberapa fakta hukum pada Kasus Lotus :

a. Pada tanggal 2 Agustus 1926 terjadi tabrakan antara SS Lotus, sebuah kapal uap Prancis
dengan SS-Boz Kourt , sebuah kapal Turki, di suatu daerah di utara Mytilene.
Delapanwarga Turki atas kapal Boz Kourt tenggelam akibat kecelakaan tersebut.

b. Kapten kapal Lotus yang bernama M. Demons ditangkap oleh pemerintah Turki
sekaligus dimintai keterangan. M. Demons ditahan dan diadili oleh Turki dengan alasan
telah melakukan tindakan kejahatan pidana pembunuhan yang menimbulkan korban
danmenyebabkan kerugian terhadap kapal tambang Turki.
c. Pemerintah Prancis keberatan atas penahanan yang dilakukan Turki karena dianggap
tindakan itu tidak sejalan dengan Hukum Internasional dan pihak Turki tidak memiliki
Jurisdiksi untuk mengadili perkara itu, serta berpandangan bahwa negara benderalah
yang memiliki Jurisdiksi eksklusif atas kapal di laut lepas (floating island theory)

d. Pada tanggal 7 September 1927, ketika belum adanya Perserikatan Bangsa-Bangsa,kasus


tersebut diajukan Mahkamah Internasional Permanen (Permanent-ICJ) yang mana
merupakan bagian yudisial dari Liga Bangsa-Bangsa (pendahulu Perserikatan Bangsa-
Bangsa).

Demikian terima kasih.


ILMU PERUNDANG-UNDANGAN

Kerangka Peraturan Perundang–undangan terdiri atas:


A. Judul;
B. Pembukaan;
C. Batang Tubuh;
D. Penutup;

Kemudian Judul Peraturan Perundang–undangan memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun
pengundangan atau penetapan, dan nama Peraturan Perundang–undangan, lalu untuk Pembukaan
Peraturan Perundang–undangan terdiri atas:

a. Frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa;

b. Jabatan pembentuk Peraturan Perundang-undangan;

c. Konsiderans; d. Dasar Hukum;

e. Diktum Ketentuan umum diletakkan dalam bab satu.

Jika dalam Peraturan Perundang-undangan tidak dilakukan pengelompokan bab,ketentuan umum maka
diletakkan dalam pasal atau beberapa pasal awal.

Penutup merupakan bagian akhir Peraturan Perundang-undangan yang dimana Setiap Undang-Undang,
Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota diberi penjelasan.

Dalam hal Peraturan Perundang-undangan memerlukan lampiran, hal tersebut dinyatakan dalam batang
tubuh bahwa lampiran dimaksud merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Perundang-
undangan.
ILMU NEGARA
Menurut saya Penerapan Pembagian Kekuasaan terdiri dari dua bagian. Yaitu pembagian
kekuasaan secara horizontal dan pembagian secara vertikal.dimana dalam pembagian tersebut
sudah tertuang dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
1. Pembagian Secara Horizontal

Pembagian kekuasaan horizontal merupakan pembagian kekuasaan menurut fungsi lembaga-


lembaga tertentu, yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Dalam UUD 1945, kekuasaan secara
horizontal pembagian kekuasaan negara dilakukan pada tingkatan pemerintah pusat dan
pemberintah daerah. Pada pembagian kekuasaan di pemerintah pusat berlangsung antara
lembaga-lembaga negara yang sederajat. Namun adanya perubahana UUD 1945 terjadi
pergeseran pembagian kekuasaan di pemerintah pusat. Di mana pergeseranya adalah pergeseran
klasifikasi kekuasaan negara yang umumnya terdiri atas tiga jenis menjadi enam kekuasaan
negara sebagai berikut :
a. Kekuasan Kontitusi;
b. Kekuasaan Eksekutif;
c. Kekuasaan legislatif;
d. Kekuasaan Yudikatif;
e. Kekuasaan Eksaminatif;
f. Kekuasaan Moneter.

2. Pembagian Secara Vertikal

Dimana Kekuasaan vertikal ini merupakan pembagian kekuasaan menurut tingkatnya, yakni
pembagian kekuasaan antara beberapa tingkatan pemerintah. Pada pasal 18 ayat (1) UUD 1945
menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota
itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Pada kekuasaan
vertikal muncul sebagai konsekuensi diterapkannya asa desentralisasi. Di mana pemerintah
pusatmenyerahkan wewenang kepada pemerintah daerah. Sistem yang dipakai dengan adanya itu
dengan otonomi daerah. Di mana pemerintah daerah mengurusi urusan daerahnya. Pembagian
kekuasaan secara vertikal contohnya:
a. Presiden;
b. Gubernur;
c. Wali kota/Bupati;
d. Camat;
e. Lurah/Kepala Desa;
f. Kepala Dukuh;
g. RW dan terakhir RT
KRIMINOLOGI

Menurut Lawang (1994), konflik diartikan sebagai perjuangan untuk bisa memperoleh hal-hal
yang langka seperti nilai, status, kekuasaan, dan sebagainya dimana tujuan mereka melakukan
konflik tersebut itu untuk tidak hanya memperoleh keuntungan tetapi juga untuk menundukkan
pesaingnya. Konflik juga dapat diartikan sebagai benturan kekuatan dan kepentingan antara satu
kelompok dengan kelompok lain dalam proses perebutan sumber-sumber kemasyarakatan
(ekonomi, politik, sosial dan budaya) yang relatif terbatas.

Salah satu contoh konflik yang diakhiri dengan kekerasan dan tidak memiliki tujuan yang jelas,
misalnya tawuran antar pelajar. Tawuran antar geng , yang kemudian biasanya pemicu adalah
adanya saling ejek , perebutan kekuasaan daerah dan rasa gengsi yang tinggi di tiap-tiap
kelompok yang berseteru., lalu ada beberapa Faktor penyebab konflik tersebut adalah :

Menurut Gerungan (1966), prasangka social terjadi karena :


- adanya kepentingan perseorangan atau golongan;
- ketidaksiapan akan kerugian dari akibat prasangka seseorang.
- kurangnya pengetahuan dan pengertian tentang hidup pihak lain;

Sumber Referensi :
BMP

Anda mungkin juga menyukai