Kriminologi
Izin menanggapi
Izin menanggapi
Kasus Lotus terjadi antara Prancis dan Turki pada tahun 1926 di laut lepas, di sekitar
luar wilayah perairan turki terjadi tabrakan kapal uap antara kapal uap Turki
'Bozkourt' dan kapal uap Prancis 'Lotus'. Dalam kecelakaan itu, 8 awak kapal dari
pihak Turki tewas. Ketika kapal uap Lotus bersandar di pelabuhan Turki, kapten kapal
Lotus yang bernama M. Demons ditangkap oleh pemerintah Turki sekaligus dimintai
keterangan mengenai kecelakaan yang terjadi. M. Demons ditahan dan diadili oleh
Turki dengan alasan telah melakukan tindakan kejahatan pidana pembunuhan yang
menimbulkan korban.
Jadi, pada kesimpulannya kasus ini terjadi karena kewenangan pemerintahan Turki
untuk mengadili dan membela tindak pidana terhadap warga negaranya, walaupun
bertentangan dengan hukum internasional yang berlaku saat itu.
Mengenai negara bendera memiliki jurisdiksi eksklusif atas kapal laut lepas, dalam
putusan Mahkamah, hukum internasional tidak mengatur ketentuan tersebut. Dan
karena kapal turki mengalami kerusakan maka sama saja telah terjadi kerusakan di
wilayah Turki. Maka hal ini memungkinkan Turki memberlakukan jurisdiksinya
berdasarkan prinsip territorial objektif, yaitu Jurisdiksi dimana tindakan tersebut
diselesaikan, (karena tindakan itu terjadi pada kapal Turki, maka sama saja terjadi di
wilayah Turki), dengan jurisdiksi territorial objektif ini, maka Turki berhak
menjalankan jurisdiksinya.
Sumber : https://id.scribd.com/doc/79837566/Kasus-Lotus-Antara-Prancis-Dan-Turki
Ilmu Perundang-undangan
Izin menanggapi
Catatan:
Frasa "Dengan Persetujuan Bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
dan Presiden Republik Indonesia" yang dirumuskan sebelum diktum memutuskan-
menetapkan diadakan bagi penyusunan Bagian Pembukaan Undang Undang.
Demikian juga dalam penyusunan Bagian Pembukaan Peraturan Daerah. Sebelum
diktum memutuskan-menetapkan ditambahkan frasa "Dengan Persetujuan Bersama
Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi/Kabupaten/Kota (nama daerah) dan
Gubernur/Bupati/ Walikota (nama daerah)."
Jika dibutuhkan lebih dari satu lampiran, masing-masing harus diberi nomor urut
dengan menggunakan angka Romawi.
Ilmu Negara
Izin menanggapi
Menurut Teori Trias Politica dari John Locke, kekuasaan negara terbagi atas
kekuasaan legislatif,eksekutif,dan federatif. Indonesia adalah negara republik dengan
sistem pemerintahan presidensial, yang artinya dipimpin seorang presiden dan
walaupun dipimpin presiden,bukan berarti ada penguasa tunggal di negara republik
indonesia. Secara umum sistem pembagian kekuasaan negara republik indonesia
membedakan atas tiga hal yaitu eksekutif,legislatif dan yudikatif. Kekuasaan legislatif
sebagai pembuat undang-undang, eksekutif untuk melaksanakannya, dan yudikatif
untuk menghakimi pelaksanaan undang-undang atau aturan lain. Namun
sesungguhnya penerapan pembagian kekuasaan di dindonesia terdiri dari 2 bagian,
pembagian tersebut tertuang dalam undang-undang dasar(UUD) 1945, yaitu
pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian secara vertikal.
Izin menanggapi
Segel dan Bruzy (dalam Kusnadi, 2013: 8) mengatakan bahwa kesejahteraan sosial
adalah kondisi sejahtera dari suatu masyarakat yang meliputi kesehatan, keadaan
ekonomi, kebahagiaan dan kualitas hidup rakyat. Akan tetapi kesejahteraan rakyat
Indonesia sebagaimana dicita- citakan belum juga terealisasi.
Faktor yang menyebabkan masih banyaknya rakyat Indonesia yang belum
mendapatkan pelayanan yang baik antara lain:
1. Masih kuatnya budaya “dilayani” daripada budaya melayani.
Hal ini terlihat dari perilaku petugas pelayanan yang cenderung mengabaikan
kebutuhan masyarakat akan pelayanan yang baik. Aparat pemerintah tampak bergerak
lambat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor : pertama, mereka percaya bahwa orang
membutuhkan kehadiran mereka, kedua, ada monopoli layanan, yaitu hanya
organisasi pemerintah yang menyediakan layanan ini, seperti pembuatan kartu
identitas. Biarkan masyarakat dipaksa untuk bertindak seperti yang diinginkan
petugas.
2. Budaya pelayanan masih cenderung birokratis. Prosedur layanan masih tampak
rumit dan berbelit-belit . Misalnya, untuk mengajukan izin, masyarakat harus melalu
prosedur yang sangat rumit dari tingkat RT hingga ke struktur yang lebih tinggi.
3. Persepsi publik untuk mendapatkan pelayanan yang baik dan cepat harus melalui
beragam jalur pintas. Hal ini juga disebabkan perilaku aparatur pelayanan yang masih
membeda-bedakan pemberian pelayanan. Tugas pemerintah dalam membangun
budaya pelayanan publik ini adalah merubah budaya-budaya feodal yang negatif
dengan perubahan mindset dan cara kerja yang lebih positif, agar penyelenggaraan
pelayanan publik yang ingin diterapkan berjalan dengan baik dan menghasilkan
pelayanan yang prima atas dasar kesadaran dan niat baik dalam melayani kebutuhan
masyarakat.
sumber referensi :
- Jurnal Membangun Budaya Hukum Pelayanan Publik untuk Mewujudkan
Kesejahteraan Rakyat (Nuriyanto) Volume 1 Nomor 1 – November 2015
- Yos Johan Utama. 2021. Hukum Administrasi Negara. Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka
Pendidikan kewarganegaraan
Izin Menaggapi
Korupsi masih marak terjadi karena kurangnya kesadaran dan pengetahuan akan
makna mengenai prinsip good and clean governance. Kemudian selain itu, ada pula
faktor yang melatar belakangi lahirnya korupsi tersebut, diantaranya adalah:
Faktor Penghambat Otonomi Daerah
Faktor-faktor yang dapat menghambat jalannya otonomi daerah di Indonesia adalah:
Kemudian saran dari saya agar korupsi bisa lebih teratasi dan lebih berkurang adalah :
1. Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR.
2. Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di bawahnya.
3. Membangun kode etik di sektor publik.
4.Membangun kode etik di sektor partai politik, organisasi profesi, dan asosiasi bisnis.
5. Meneliti lebih jauh sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan.
6. Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia atau SDM dan peningkatan
kesejahteraan pegawai negeri.
7. Mewajibkan pembuatan perencanaan strategis dan laporan akuntabilitas kinerja
bagi instansi pemerintah.
8. Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen.
9. Penyempurnaan manajemen barang kekayaan milik negara atau BKMN.
10. Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
11. Kampanye untuk menciptakan nilai atau value secara nasional.
Sumber :
Kaho, Josef Riwu. 2002. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia.
Jakarta: Rajawali Press
Sudantoko, Djoko. 2003. Dilema Otonomi Daerah. Yogyakarta: Penerbit ANDI
Haris, Syamsuddin. 2005. Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Jakarta: LIPI Press